chapter ii.pdf
TRANSCRIPT
6
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Kunjungan K-4
2.1.1. Definisi
Kunjungan ibu hamil adalah pertemuan (kontak) antara ibu hamil dan
petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan
pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa
selalu ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan, tetapi dapat juga
sebaliknya yaitu ibu hamil yang dikunjungi petugas kesehatan di rumahnya
ataupun di posyandu (Depkes RI, 2005).
Kunjungan K-4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih
dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan,
dengan distribusi kontak sebagai berikut : minimal 1 kali pada triwulan I,
minimal 1 kali pada triwulan II, dan minimal 2 kali pada triwulan III
(Depkes RI, 1995).
2.1.2. Cakupan Pelayanan Ibu Hamil (Cakupan K-4)
Dengan indikator cakupan pelayanan ibu hamil (K-4) dapat diketahui
cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan
dan menepati waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat
perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, disamping menggambarkan
Universitas Sumatera Utara
7
kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA (Depkes RI,
1995).
Rumusnya adalah sebagai berikut :
Jumlah kunjungan ibu hamil keempat (K4) ------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun
2.1.3. Pelaksanaan Pelayanan Antenatal
Pelaksanaan pelayanan antenatal hingga ibu hamil mencapai
kunjungan K4 dilakukan sesuai pedoman pemeriksaan antenatal yaitu
standar Antenatal Care 7T. untuk memperluas cakupan pelayanan antenatal
di masyarakat, kegiatan pemeriksaan dapat diintegrasikan dan
dikoordinasikan dengan kegiatan lain, misalnya : kegiatan puskesmas
keliling, kegiatan tim KB keliling, kegiatan perawatan kesehatan
masyarakat, kegiatan posyandu, dan lain-lain.
Tempat pemberian pelayanan antenatal dapat bersifat statis (tetap)
dan aktif (mobile), yaitu puskesmas, puskesmas pembantu, pondok bersalin
desa, posyandu, rumah penduduk, rumah sakit pemerintah / swasta, rumah
sakit bersalin, rumah sakit ibu dan anak, dan tempat praktek swasta (bidan,
dokter) (Depkes RI, 2005).
2.2. Standar ANC 7T
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan
Universitas Sumatera Utara
8
antenatal seperti yang ditetapkan dalam buku Pedoman Pelayanan Antenatal
bagi Petugas Puskesmas. Walaupun pelayanan antenatal selengkapnya
mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum
dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi
dasar dan khusus (sesuai risiko yang ada), namun dalam penerapan
operasionalnya dikenal standar minimal “7T” untuk pelayanan antenatal
yang terdiri atas : Timbang berat badan, ukur tinggi badan, (ukur) Tekanan
darah, (pemberian imunisasi) Tetanus Toksoid (TT) lengkap, (ukur) Tinggi
fundus uteri, (pemberian) Tablet zat besi minimal 90 tablet selama
kehamilan, Tes Penyakit Menular Seksual (PMS), Tanya jawab
(Pusdiknakes, 2003, Depkes RI, 2005).
2.2.1. Timbang Berat Badan
Ibu hamil yang melakukan kunjungan harus ditimbang berat
badannya. Penimbangan berat badan dilakukan tanpa sepatu dan memakai
pakaian yang seringan-ringannya. Selain menimbang berat badan, tinggi
badan ibu hamil juga harus diukur. Pengukuran dilakukan dengan meteran
dengan satuan cm, tanpa sepatu. Tinggi yang kurang dari 145 cm, ada
kemungkinan dapat mempengaruhi proses persalinan CPD (Cephalo Pelvic
disproportion) (Burns, 2000).
Cara yang dipakai untuk menentukan berat badan menurut tinggi
badan adalah menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus berat
badan dibagi tinggi badan pangkat 2. Contoh, wanita dengan BB sebelum
hamil 51 kg dan tinggi badan 157 meter. Maka IMTnya 51/(1,57)2 = 20,7.
Universitas Sumatera Utara
9
Nilai IMT mempunyai rentang : <19,8 (underweight), 19,8-26,6 (normal),
26,6-29,0 (overweight), dan >29,0 (obese).
Penambahan berat badan per trimester lebih penting daripada
penambahan berat badan keseluruhan. Pada trimester pertama peningkatan
berat badan hanya sedikit, 0,7 – 1,4 kg. Pada trimester berikutnya akan
terjadi peningkatan berat badan yang dapat dikatakan teratur, yaitu 0,35-0,4
kg per minggu (Salmah, 2006).
2.2.2. Tekanan Darah
Tekanan darah perlu diukur untuk mengetahui perbandingan nilai
dasar selama masa kehamilan. Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan
nilai tinggi palsu pada sistolik adalah ketika ibu merasa cemas atau kandung
kemih penuh. Tekanan darah diukur harus dalam keadaan rileks (Salmah,
2006).
Tekanan darah normal untuk ibu hamil adalah 110/80 – 130/90
mmHg. Bila lebih dari ukuran tersebut, kemungkinan dapat menyebabkan
preeklampsia. Preeklampsia merupakan salah satu penyebab kematian ibu
dan bayi dengan gejala tekanan darah meningkat, bengkak di kaki dan di
tungkai atau seluruh tubuh ibu hamil jika gangguannya lebih berat (Solihah,
2005).
Tekanan darah yang adekuat diperlukan untuk mempertahankan
fungsi plasenta, tetapi tekanan darah sistolik 140 mmHg atau diastolik 90
mmHg pada saat awal pemeriksaan mengindikasikan potensi hipertensi dan
membutuhkan pemantauan ketat selama kehamilan (Salmah, 2006).
Universitas Sumatera Utara
10
2.2.3. Tetanus Toxoid (TT) Lengkap
Pada saat pemeriksaan kehamilan ini ibu hamil diberi suntikan
tetanus toxoid (TT). Pemberian vaksin (toxoid) melalui suntikan, diperlukan
untuk melindungi ibu hamil saat bersama bayinya terhadap tetanus
neonatorum (tetanus saat nifas). Sosialisasi dan pengertian tentang
pemberian TT diperlukan untuk menghindari fitnah yang luas beredar
seolah-olah TT merupakan suntikan Keluarga Berencana (KB), sehingga ibu
hamil menjadi tidak subur lagi setelah melahirkan (Achsin, 2003).
Ibu hamil yang belum pernah mendapat imunisasi TT pada
kehamilan sebelumnya atau pada waktu akan menjadi pengantin, maka
perlu mendapat dua kali suntikan TT dengan jarak minimal satu bulan.
Imunisasi TT yang pertama diberikan pada kunjungan antenatal yang
pertama. Bila sudah pernah, maka cukup diberikan sekali selama kehamilan.
Suntikan TT melindungi ibu dan bayinya dari penyakit tetanus neonatorum
(Salmah, 2006).
Setiap ibu hamil harus mengetahui dan memahami manfaat
pemberian TT ini, khususnya bila mereka tiba-tiba harus bersalin di luar
jangkauan rumah sakit / rumah sakit bersalin, dokter atau bidan dan
terpaksa ditolong dukun bersalin. Meskipun saat ini dukun bersalin
umumnya telah terlatih untuk menolong persalinan normal secara steril
sehingga tetanus dapat dicegah, tetapi di lain pihak, rasa kekuatiran
pertolongan secara tradisional harus tetap diperhitungkan. Pemberian TT
pada ibu hamil dimaksudkan untuk memberi kekebalan terhadap tetanus
untuk dirinya dan janin dalam kandungannya (Achsin, 2003).
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.4. Tinggi Fundus Uteri
Pemeriksaan lain adalah mengukur tinggi fundus uteri dengan
perabaan. Cara pemeriksaan ini menurut Leopold dibagi dalam 4 tahap yaitu
Leopold I, II, III dan IV. Maksud pemeriksaan Leopold I untuk menentukan
tinggi fundus uteri untuk mengetahui tuanya kehamilan. Tua kehamilan
disesuaikan dengan hari pertama haid terakhir. Selain itu, dapat pula
ditentukan bagian janin mana yang terletak pada fundus uteri. Bila kepala,
akan teraba benda bulat dan keras, sedangkan bokong tidak bulat dan lunak.
Pada Leopold II ditentukan batas samping uterus dan dapat ditentukan letak
punggung janin yang membujur dari atas ke bawah menghubungkan bokong
dengan kepala. Pada letak lintang dapat ditentukan kepala. Pada letak
lintang dapat ditentukan kepala janin. Pada Leopold III dapat ditentukan
bagian apa yang terletak di sebelah bawah. Sedangkan Leopold IV, selain
menentukan bagian janin mana yang terletak di sebelah bawah, juga dapat
menentukan berapa bagian dari kepala telah masuk ke dalam pintu atas
panggul (Wiknjosastro, 2005).
2.2.5. Tablet Zat Besi
Zat besi penting untuk mengompensasi peningkatan volume darah
yang terjadi selama kehamilan, dan untuk memastikan pertumbuhan dan
perkembangan janin yang adekuat. Kebutuhan akan zat besi meningkat
selama kehamilan, seiring dengan pertumbuhan janin. Ibu hamil dapat
memenuhi kebutuhan zat besinya yang meningkat selama kehamilan dengan
meminum tablet tambah darah, dan dengan memastikan bahwa ia makan
dengan cukup dan seimbang. Makanan yang mengandung banyak zat besi
Universitas Sumatera Utara
12
antara lain daging, terutama hati dan jeroan, telur, polong kering, kacang
tanah, kacang-kacangan, dan sayuran berdaun hijau seperti bayam, sawi
hijau, dan lain-lain (Pusdiknakes, 2003).
Tanpa persediaan zat besi yang cukup, ibu dapat mengalami anemia.
Ibu yang anemia akan cenderung mengalami kelahiran prematur, jatuh sakit
(karena pertahanan yang lemah terhadap infeksi), melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah perdarahan pasca salin, dan meninggal. Banyak
ibu-ibu yang sudah mengalami anemia saat ia hamil. Jarak kehamilan
terlalu dekat, malaria, cacing tambang, dan infeksi yang sering dan kronis,
adalah beberapa penyebab anemia (Achsin, 2003).
Untuk meningkatkan persediaan zat besi selama kehamilan, semua
ibu harus minum tablet tambah darah. Berikan setiap ibu paling sedikit 90
tablet. Ibu harus meminum satu tablet tambah darah setiap hari selama
kehamilannya. Salah satu efek samping dari penggunaan zat besi adalah
sembelit. Bidan seharusnya memberikan konseling kepada ibu bahwa
mereka akan mengalami sembelit. Untuk mencegah atau mengurangi
sembelit, sebaiknya bidan mengajarkan ibu untuk mengkonsumsi makanan
berserat, banyak minum air putih, dan melakukan senam (exercise) setiap
hari. (Pusdiknakes, 2003).
2.2.6. Test PMS
Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang ditularkan dari
satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual. Apapun bentuk
hubungan seksual tersebut bisa menyebabkan PMS. Kadang-kadang PMS
juga bisa terjadi hanya karena saling menyentuh genitalia yang terinfeksi
Universitas Sumatera Utara
13
PMS. PMS bisa ditularkan dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya
sebelum dilahirkan atau sewaktu melahirkan. Pemeriksaan PMS dilakukan
pada ibu yang mengeluh pada fungsi organ seksualnya, seperti terjadinya
keputihan, gatal pada daerah kelamin, dan pencegahan terhadap penyakit
infeksi menular seksual yang berbahaya seperti HIV/AIDS.
Terdapat beberapa jenis tes / pemeriksaan yang bisa memperlihatkan
apakah seorang wanita terkena infeksi jenis PMS tertentu. Tetapi tes-tes
tersebut hanya tersedia di tempat terbatas, dan kadang-kadang tes tersebut
tidak memberikan hasil yang akurat atau tidak mendeteksi semua jenis
PMS, disamping itu juga mahal (Burns, 2000).
2.2.7. Tanya Jawab
Seorang bidan, akan bertanya tentang riwayat kehamilan dan
persalinan sebelumnya, termasuk berbagai masalah kesehatan lain seperti
perdarahan atau bayi yang telah meninggal. Keterangan ini akan membantu
untuk mempersiapkan masalah yang sama pada kehamilan kali ini. Dengan
tanya jawab ini, bidan dapat membantu memastikan ibu untuk makan
dengan baik dan memberi nasehat makanan bergizi; Memberikan tablet zat
besi dan asam folat, untuk mencegah anemia; Memeriksa ibu, untuk
memastikan kesehatan ibu dan bahwa bayi berkembang dengan baik;
Memberi vaksinasi anti tetanus; memberikan obat pencegah malaria, dan
memberikan pemeriksaan laboratorium HIV/AIDS, dan shypilis (Burns,
2000).
Universitas Sumatera Utara
14
2.3. Tanda-tanda Bahaya Kehamilan Trimester III
Tanda bahaya selama hamil trimester III adalah sebagai berikut :
1. Ibu mengeluarkan darah dari kemaluan sebelum ada tanda-tanda akan
melahirkan, timbul setelah kehamilan berumur 28 minggu. Jika tanda
tersebut disertai dengan rasa nyeri perut, kemungkinan terjadi kelainan
ari-ari ibu yang terlepas dari perlekatannya pada dinding rahim.
2. Ibu mengeluarkan cairan ketuban dari kemaluan, timbul sebelum terasa
mulas-mulas tanda dari awal persalinan. Cairan ketuban berwarna putih
keruh mirip air kelapa, atau mungkin juga sudah berwarna kehijau-
hijauan. Tanda-tanda tersebut menandakan ibu mengalami ketuban
pecah dini. Selaput ketuban sudah pecah lebih dahulu sebelum
persalinan dimulai.
3. Ibu hamil tampak pucat, mata berwarna merah dadu, bibir dan telapak
tangan kurang merah. Ini menandakan ibu mengalami kekurangan darah
(anemia). Tanda-tanda ini disertai pening, lesu, lemas, dan mudah lelah.
Jika sudah berat, dapat timbul keluhan sesak nafas, jantung berdebar-
debar.
4. Ibu mengalami kejang-kejang. Keadaan kejang berarti ada penyakit yang
berat seperti infeksi. Hal tersebut dapat membahayakan ibu sendiri
maupun janin yang dikandungnya. Keadaan ini kemungkinan ibu
mengalami keracunan kehamilan (Nadesul, 2005).
5. Nyeri perut bagian bawah
Hal ini dapat disebabkan oleh robekan plasenta dari dinding rahim. Ini
sangat berbahaya dan mengancam jiwa bila tidak segera mendapatkan
pertolongan. Nyeri yang hebat dirasakan sekitar bulan ke-7 atau 8
Universitas Sumatera Utara
15
kehamilan bisa berarti akan mengalami persalinan yang lebih cepat. Hal
ini dapat disebabkan oleh bayi salah letak.
6. Perdarahan dari liang vagina
Perdarahan yang terjadi pada trimester III kehamilan, hal ini disebabkan
oleh gangguan plasenta. Hal ini membahayakan jiwa ibu dan bayinya.
7. Demam
Demam tinggi, terutama yang diikuti dengan tubuh menggigil, rasa sakit
seluruh tubuh, sangat pusing, bisa disebabkan oleh malaria.
8. Odema (pembengkakan)
Pembengkakan ringan pada kaki dan tumit sering merupakan hal yang
biasa pada kehamilan. Tetapi pembengkakan di tangan dan muka bisa
merupakan tanda bahaya toksemia (keracunan kehamilan) terutama bila
disertai rasa pusing-pusing, pandangan kabur, atau nyeri perut.
Toksemia bisa menyebabkan kejang-kejang, dan membahayakan
keselamatan jiwa ibu dan bayi (Burns, 2000).
9. Bayi kurang bergerak seperti biasa
Ibu mulai merasakan gerakan bayinya selama bulan ke-5 atau ke-6 dan
akan meningkatkan ketika kehamilan sudah memasuki trimester III. Jika
bayi tidur, gerakannya akan melemah. Gerakan bayi akan lebih mudah
terasa jika ibu berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan dan minum
dengan baik (Pusdiknakes, 2003).
Universitas Sumatera Utara
16
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kunjungan K-4
Green (1980) menyebut tiga faktor yang mempengaruhi orang atau
kelompok dalam perubahan perilaku, sebagai berikut :
1. Faktor yang mempermudah (predisposing factor) yang mencakup
pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan unsur lain yang terdapat dalam diri
individu maupun masyarakat.
2. Faktor pendukung (enabling factor) yaitu jarak fasilitas kesehatan,
keterpaparan media.
3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat
perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan dorongan orang lain
seperti dukungan dari suami/keluarga, dan petugas kesehatan (Istiarti,
2000).
2.5.1. Faktor Predisposisi (Faktor Ibu)
1. Pengetahuan
Pengetahuan seorang ibu tentang kehamilan sangat diperlukan untuk
menjalani proses kehamilannya. Banyak sumber informasi yang dapat
diperoleh ibu untuk meningkatkan pengetahuan tentang kehamilannya,
seperti dari petugas kesehatan (bidan, dokter) saat menjalani pemeriksaan
dengan melakukan tanya jawab (konseling), maupun dari media massa yaitu
informasi yang diperoleh dari media elektronik (televisi) maupun media
cetak (majalah, koran, tabloid, poster, dan lain-lain). Pada umumnya, jika
Universitas Sumatera Utara
17
pengetahuan ibu sudah baik maka akan memanfaatkan sarana pelayanan
kesehatan.
Akan tetapi seseorang yang mempunyai latar belakang pengetahuan
yang baik dan bertempat tinggal dekat dengan sarana kesehatan, bisa saja
belum pernah memanfaatkan sarana kesehatan. Ada juga ibu yang tidak mau
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan karena kurang pengetahuan yang
baik tentang fasilitas kesehatan yang ada, tetapi karena sesuatu hal maka ibu
tersebut akan menggunakan fasilitas kesehatan tersebut. Misalnya ketika
seorang ibu hamil terpaksa minta bantuan dokter / bidan karena mengalami
perdarahan yang pada awalnya melakukan pemeriksaan di dukun bayi, tetapi
karena pelayanan yang diberikan dokter (bidan) cukup baik maka ibu hamil
tersebut akan memanfaatkan sarana kesehatan yang sudah ada (Istiarti, 2000).
2. Sikap
Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi (2002) menyatakan sikap
sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang
berhubungan dengan obyek psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi :
simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang
dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu obyek psikologi apabila ia
suka atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan
memiliki sikap yang negatif terhadap obyek psikologi bila ia tidak suka atau
sikap unfavorable terhadap obyek psikologi.
Sedangkan menurut Walgito (2003), sikap merupakan organisasi
pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif ajeg,
Universitas Sumatera Utara
18
yang disertai dengan adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada
orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang
tertentu yang dipilihnya.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat /
pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).
Keikutsertaan seseorang di dalam suatu aktivitas tertentu sangat erat
hubungannya dengan pengetahuan, sikap, niat, dan perilakunya. Sebagai
contoh, keikutsertaan ibu hamil dalam pemeriksaan antenatal, adanya
pengetahuan terhadap manfaat pelayanan antenatal selama kehamilan akan
menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut.
Selanjutnya sifat yang positif ini akan mempengaruhi niat untuk ikut serta
dalam kegiatan yang berkaitan dengan pemeriksaan antenatal. Niat untuk ikut
serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung pada seseorang mempunyai
sikap positif atau tidak terhadap kegiatan pemeriksaan antenatal. Adanya niat
untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah
kegiatan akhirnya dilakukan (Istiarti, 2000).
2.5.2. Faktor Pendukung Dalam Kunjungan K-4
1. Jarak Fasilitas Kesehatan
Faktor yang mendukung dalam kunjungan K-4 adalah jarak fasilitas
kesehatan yang meliputi 1) sarana dan prasarana kesehatan dan 2)Kemudahan
dalam mencapai sarana kesehatan tersebut. Sarana dan prasarana kesehatan
meliputi seberapa banyak fasilitas-fasilitas kesehatan, konseling maupun
Universitas Sumatera Utara
19
pusat-pusat informasi bagi individu/masyarakat. Kemudahan bagaimana
kemudahan untuk mencapai sarana kesehatan tersebut termasuk biaya, jarak,
waktu/ lama pengobatan, dan juga hambatan budaya seperti malu mengalami
penyakit tertentu jika diketahui masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
2. Keterpaparan Media
Keterpaparan media dapat dinyatakan dengan media sebagai sumber
informasi tentang kunjungan K-4 yang diterima oleh masyarakat khususnya
ibu hamil. Sumber informasi merupakan asal atau sumber pesan yang
disampaikan tentang sesuatu. Sumber informasi yang diperoleh ibu
sehubungan dengan informasi tentang kunjungan K-4 berasal dari petugas
kesehatan maupun melalui media massa. Informasi yang diperoleh melalui
petugas kesehatan dapat berupa penyuluhan-penyuluhan kesehatan tentang
kunjungan K-4 maupun melalui interaksi ibu dengan petugas kesehatan.
Sedangkan informasi yang diperoleh dari media berasal dari media elektronik
(radio, televisi, VCD), sedangkan media cetak berupa brosur-brosur, buku-
buku, majalah, koran, dan lain-lain (Notoatmodjo, 2003).
2.5.3. Faktor Pendorong Dalam Kunjungan K-4
1. Dukungan Suami / Keluarga
Faktor pendorong dalam kunjungan K-4 selain dari petugas puskesmas
adalah dukungan suami dan keluarga. Dukungan suami dan keluarga
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perubahan perilaku ibu
Universitas Sumatera Utara
20
hamil. Contohnya suami / keluarga perlu memberikan penjelasan dan
mengajarkan pada ibu untuk memeriksa kehamilan minimal 4 kali selama
kehamilan. Dukungan seperti itu memberi kontribusi yang besar dalam
tercapainya kunjungan K-4 dan meminimalkan risiko yang terjadi selama
kehamilan dan persalinan (Notoatmodjo, 2003).
2. Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan dari petugas puskesmas merupakan salah satu faktor
penting dalam perilaku kesehatan. Contoh dalam kasus kunjungan K-4,
apabila seorang ibu telah mendapat penjelasan tentang memeriksa kehamilan
yang benar dari petugas puskesmas dan mencoba menerapkannya, akan tetapi
karena lingkungannya belum ada yang menerapkan, maka ibu tersebut
menjadi asing dan bukan tidak mungkin ibu tidak mau melakukan kunjungan
ke petugas kesehatan untuk memeriksa kehamilannya (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara