chapter ii.pdf

48
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Uraian Umum Bendung merupakan bangunan air, dimana dalam perencanaan dan pelaksanaannya melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendukung, seperti ilmu hidrologi, hidrolika, irigasi, teknik sungai, pondasi, mekanika tanah, dan ilmu teknik lingkungan untuk menganalisis dampak lingkungan akibat pembangunan bendung tersebut. Untuk menunjang proses perencanaan bendung maka berbagai teori dan rumus-rumus dari berbagai studi pustaka sangat diperlukan, terutama ketika pengolahan data, desain rencana dan rehabilitasi bangunan air yang mengacu kepada kriteria perencanaan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum terutama pada Kriteria Perencanaan 02 dan Kriteria Perencanaan 06. II.2. Siklus Hidrologi Secara luas hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air, termasuk transformasi antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi ini. Daur atau siklus hidrologi gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah, sebagian kecil akan meresap (absorbsi) di dalam tanah (infiltrasi), sedang yang lainnya akan menjadi limpasan Universitas Sumatera Utara

Upload: danny-steven-poluan

Post on 09-Sep-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. Uraian Umum

    Bendung merupakan bangunan air, dimana dalam perencanaan dan

    pelaksanaannya melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendukung, seperti ilmu

    hidrologi, hidrolika, irigasi, teknik sungai, pondasi, mekanika tanah, dan ilmu teknik

    lingkungan untuk menganalisis dampak lingkungan akibat pembangunan

    bendung tersebut. Untuk menunjang proses perencanaan bendung maka berbagai teori

    dan rumus-rumus dari berbagai studi pustaka sangat diperlukan, terutama ketika

    pengolahan data, desain rencana dan rehabilitasi bangunan air yang mengacu kepada

    kriteria perencanaan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan,

    Departemen Pekerjaan Umum terutama pada Kriteria Perencanaan 02 dan Kriteria

    Perencanaan 06.

    II.2. Siklus Hidrologi

    Secara luas hidrologi meliputi pula berbagai bentuk air, termasuk transformasi

    antara keadaan cair, padat, dan gas dalam atmosfir, di atas dan di bawah permukaan

    tanah. Di dalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan penyimpanan air

    yang mengaktifkan kehidupan di planet bumi ini. Daur atau siklus hidrologi gerakan air

    laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke laut

    kembali. Air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah, sebagian kecil akan meresap

    (absorbsi) di dalam tanah (infiltrasi), sedang yang lainnya akan menjadi limpasan

    Universitas Sumatera Utara

  • permukaan (surface run off). Air meresap ini ada yang keluar dan kembali ke permukaan

    melalui mata air (interflow), tapi sebagian besar akan tetap tersimpan dalam tanah

    (ground water). Air tanah ini umumnya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk

    dapat muncul kembali ke permukaan, yang biasa disebut dengan limpasan air tanah.

    Semua bagian-bagian air yang disebut di atas tadi pada akhirnya akan mengalir menuju

    sungai, waduk, danau, ataupun laut.

    Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus

    hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh

    sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan

    gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi

    kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum

    mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu

    dalam tiga cara yang berbeda:

    Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman,

    dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan

    menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik

    bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan,

    salju, dan es.

    Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui

    celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat

    bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau

    horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali

    sistem air permukaan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran

    utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka

    aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat

    biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan

    membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar

    daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir maupun

    yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan

    akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses

    perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen siklus

    hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di

    bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan

    tempatnya.

    Dengan demikian ada empat macam proses dalam siklus hidrologi yang harus

    dipelajari oleh para ahli hidrologi dan para ahli bangunan air, yaitu:

    a. prespitasi

    b. evaporasi

    c. infiltrasi

    d. surface run off

    II.3. Hujan

    III.3.1. Pengertian Hujan

    Terjadinya hujan disebabkan penguapan air, terutama air dari permukaan

    laut yang naik ke atmosfer, mendingin dan kemudian menyuling dan jatuh sebagian

    Universitas Sumatera Utara

  • di atas laut dan sebagian ai atas daratan, sebagian meresap ke dalam tanah

    (infiltrasi), sebagian di tahan tumbuh-tumbuhan (intersepsi), sebagian menguap

    kembali (evaporasi) dan sebagian menjadi lembab. Air yang meresap ke dalam

    tanah sebagian menguap melalui pori-pori di dalam tanah (evapotranspirasi) dan

    demikian pula air yang ditahan tumbuh-tumbuhan sebagian menguap (transpirasi),

    Air hujan yang menguap, yang meresap ke dalam tanah, yang ditahan tumbuh-

    tumbuhan dan transpirasi tidak ikut menjadi aliran air di dalam sungai dan disebut

    air hilang.

    Para pakar hidrologi telah lama mengetahui bahwa dari seluruh jumlah

    prespitasi yang jatuh ke wilayah daratan, hanya seperempatnya yang kembali ke

    laut melalui limpasan langsung (direct runoff) atau aliran air tanah (ground water

    flow). Penguapan dari permukaan laut adalah sumber utama air hujan, dan

    diperkirakan tidak lebih dari sepuluh persen dari hujan di daratan berasal dari

    penguapan dari daratan.

    Dalam data hujan ada 5 buah unsur yang harus kita tinjau, yaitu:

    a. intensitas i, adalah laju curah hujan = tinggi air per satuan waktu, misalnya

    mm/menit, mm/jam, mm/hari

    b. lama waktu atau durasi t, adalah lamanya curah hujan terjadi dalam menit atau

    jam.

    c. tinggi hujan d, adalah banyaknya atau jumlah hujan yang dinyatakan dalam

    ketebalan air di atas permukaan dasar, dalam mm.

    d. frekuensi, adalah frekuensi terjadinya hujan, biasanya dinyatakan dengan waktu

    ulang (return period) T, misalnya sekali dalam T tahun.

    Universitas Sumatera Utara

  • e. luas, adalah luas geografis curah hujan A, dalam km2.

    Hubungan antara intensitas, durasi dan tinggi hujan dinyatakan sebagai berikut:

    =I

    tIidtd0

    ..................................................... (2-1)

    Intensitas rata-rata I dirumuskan sebagai berikut:

    tdi = ........................................................................ (2-2)

    II.3.2. Karakteristik Hujan

    A. Durasi Hujan

    Durasi hujan adalah lamanya kejadian hujan yang diperoleh dari hasil

    pencatatan alat ukur hujan otomatis (dalam menitan, jam-jaman ataupun harian).

    Dalam perencanaan drainase, durasi hujan sering diakitkan dengan waktu

    konsentrasi, khusunya pada drainase permukaan diperlukan durasi relatif

    pendek, mengingat akan toleransi lamanya genangan.

    B. Intensitas Curah Hujan

    Intensiatas curah hujan adalah jumlah hujan dalam ratio satuan waktu,

    yang biasanya dinyatakan dalam milimeter per jam. Besarnya intensitas curah

    hujan berbeda-beda, tergantung dengan lamanya curah hujan dan frekuensi

    kejadian.

    Pada umumnya semakin besar durasi hujan t, intensitas hujannya

    semakin kecil. Jika tidak ada waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan

    Universitas Sumatera Utara

  • atau karena disebabkan tidak adanya alat untuk mengamati, maka dapat

    ditempuh cara empiris dengan menggunakan rumus-rumus berikut ini:

    - Talbot (1881)

    bt

    ai+

    = ...................................................... (2-3)

    - Sherman (1905)

    btai = .......................................................... (2-4)

    - Inshiguro

    bt

    ai+

    = ................................................... (2-5)

    - Mononobe

    3/2

    24 2424

    =

    tdi ............................................ (2-6)

    dimana:

    i = intensitas curah hujan (mm/jam)

    t = waktu (durasi) curah hujan, menit untuk persamaan (2-3),

    (3-4), dan (3-5), dan jam untuk persamaan (2-4)

    a,b = konstanta

    d24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

    C. Waktu Konsentrasi

    Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik

    yang paling jauh pada aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir saluran.

    Waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

    Universitas Sumatera Utara

  • - Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas

    permukaan tanah menuju aluran drainase.

    - Conduit time (td) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di

    sepanjang saluran drainase sampai ke titik kontrol yang diperlukan.

    Waktu konsentrasi (tc) dapat dihitung dengan rumus berikut:

    dc ttt += 0 ..................................................... (2-7)

    II.3.3. Analisa Data Curah Hujan

    Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang

    mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian

    meramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu.

    A. Menentukan Areal Curah Hujan

    Dengan melakukan penakaran dan pencatatan curah hujan, kita hanya

    mendapatkan data curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika dalam

    suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat

    diambil nilai rata-rata utnuk mendapatkan nilai mcurah hujan areal.

    Ada tiga macam cara yang berbeda dalam menetukan tinggi curah hujan

    pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos pencatat

    curah hujan atau AWLR (Automatic Water Level Recorder), antara lain:

    Cara Tinggi Rata-Rata (Arithmatic Mean)

    Cara mencari tinggi rata-rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran

    dengan cara arithmatic mean merupakan salah satu cara yang sangat sederhana.

    Biasanya cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah

    Universitas Sumatera Utara

  • hujannya, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya

    adalah sama rata (uniform distribution). Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan

    dengan mengambil nilai rata-rata pengukurna hujan di pos penakar hujan di

    dalam areal tersebut. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

    =

    =++++

    =n

    i

    n

    nd

    nddddd

    1

    1321 .... ................ (3-8)

    Dimana:

    d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)

    d1, d2, d3,...dn = tinggi curah hujan di stasiun 1,2,3,...,n (mm)

    n = banyaknya stasiun penakar hujan

    Gambar 3.1. DAS dengan tinggi rata-rata

    Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika stasiun-stasiun

    penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran

    masing-masing penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh

    stasiun di seluruh areal.

    Universitas Sumatera Utara

  • Cara Poligon Thiessen

    Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus

    pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap

    stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan

    menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A,

    dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang

    dicari tinggi curah hujannya.

    Gambar 2.2. DAS dengan perhitungan curah hujan poligon Thiessen

    Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-

    masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan

    menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung

    antara dua pos penakar.

    Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

    Universitas Sumatera Utara

  • AdAdAdAdAd nn......... 332211 +++= =

    AdA ii . .......(2-9)

    Keterangan:

    A = Luas areal (km2)

    d = Tinggi curah hujan rata-rata areal

    d1, d2, d3,...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n

    A1, A2, A3,...An= Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n

    Hasil perhitungan dengan rumus (3-9) lebih teliti dibandingkan perhitungan

    dengan rumus 3-8).

    Cara Isohyet

    Cara ini terlebih dahulu harus menggambarkan kontur dengan tinggi

    curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada gambar. Kemudian luas

    bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur dan harga rata-ratanya

    dihitung sebagai harga rata-rata berimbang dari nilai kontur seperti terlihat pada

    rumus berikut ini:

    n

    nnn

    AAA

    AddAddAAdd

    d...

    2...

    2221

    12110

    ++

    ++

    ++

    =

    ...................... (2-10)

    +=

    i

    iii

    A

    Add

    d 21

    ............................. (2-11)

    Dimana:

    A = Luas areal (km2)

    D = Tinggi curah hujan rata-rata areal

    D0, d1, d2,...dn = Tinggi curah hujan di pos 0, 1, 2,...n

    Universitas Sumatera Utara

  • A1, A2, A3,...An = Luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet

    yang bersangkutan

    Gambar 2.3: DAS dengan perhitungan curah hujan Isohyet

    Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata,

    tetapi memerlukan jaringan stasiun penakar yang relatif lebih padat yang

    memungkinkan untuk membuat garis-garis Isohyet. Pada waktu menggambar

    garis-garis Isohyet sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung

    terhadap distribusi hujan.

    B. Distribusi Frekuensi Curah Hujan

    Sistem-sistem sumber daya air harus dirancang bagi hal-hal yang akan

    terjadi pada masa yang akan datang, yang tak dapat dipastikan kapan akan terjadi.

    Oleh karena itu, ahli hidrologi harus memberikan suatu pernyataan probabilitas

    bahwa aliran-aliran sungai akan menyamai atau melebihi suatu nilai yang telah

    ditentukan.

    Probabilitas adalah suatu basis matematis bagi peramalan, dimana

    Universitas Sumatera Utara

  • rangkaian hasil lengkap yang didapat merupakan rasio hasil-hasil yang akan

    menghasilkan suatu kejadian tertentu terhadap jumlah total hasil yang mungkin

    (disalin dari: Websters 7th New Collegiate Dictionary, 1971).

    Curah hujan rancangan dihitung berdasarkan analisis Probabilitas

    Frekuensi seperti yang yang mengacu pada SK SNI M-18-1989 tentang Metode

    Perhitungan debit banjir. Tujuan dari analisa distribusi frekuensi curah hujan adalah

    untuk memperkirakan besarnya variate-variate masa ulang tertentu.

    Banyak macam distribusi teoritis yang kesemuanya itu dapat dibagi dua,

    yaitu diskrit dan kontinu. Diskrit diantaranya adalah Binominal dan Poisson,

    sedangkan kontinu adalah Normal, Log Normal, Gamma, Beta, Pearson dan

    Gumbel. Untuk menganalisis probabilitas banjir biasanya dipakai beberapa macam

    distribusi yaitu:

    a. Gumbel

    b. Log Pearson Type III

    c. Normal

    d. Log Normal

    Distribusi Gumbel

    Menurut Gumbel (1941), persoalan tertua adalah berhubungan dengan

    nilai-nilai ekstrem datang dari persoalan banjir. Tujuan teori statistik nilai-

    nilai ekstrem adalah untuk menganalisis hasil pengamatan nilai-nilai ekstrem

    tersebut untuk memperkirakan nilai-nilai ekstrem berikutnya.

    Gumbel menggunakan teori nilai ekstrem untuk menunjukkan bahwa

    Universitas Sumatera Utara

  • dalam deret nilai-nilai ekstrem X1, X2, X3, ......., Xn, dengan sampel-sampel

    yang sama besar, dan X merupakan variabel berdistribusi eksponensial, maka

    probabilitas kumulatifnya P, pada sembarang nilai di antara n buah nilai Xn

    akan lebih kecil dari nilai X tertentu (dengan waktu balik Tr), mendekati

    )(

    )(bxaeeXP

    = ........................... (-12)

    Jika diambil Y = a(X-b), maka dapat menjadi

    YeeXP

    =)( .......................................... (2-13)

    Dengan e = bilangan alam = 2,7182818...

    Y = reduced variate

    Jika diambil nilai logaritmanya dua kali berurutan dengan bilangan dasar e

    terhadap rumus (3-1) didapat

    { }[ ])(lnln1 XPaba

    X = ............................ (2-14)

    Waktu balik merupakan nilai rata-rata banyaknya tahun (karena Xn merupakan

    data debit maksimum dalam tahun), dengan suatu variate disamai atau

    dilampaui oleh suatu nilai, sebanyak satu kali. Jika interval antara 2 buah

    pengamatan konstan, maka waktu baliknya dapat dinyatakan sebagai berikut :

    )(1

    1)(XP

    XTr = ........................................ (2-15)

    Ahli-ahli teknik sangat berkepentingan dengan persoalan-persoalan

    pengendalian banjir sehingga lebih mementingkan waktu balik Tr(X) dari pada

    probabilitas P(X), untuk itu rumus (3-3) diubah menjadi :

    =

    )(1)(lnln1

    XTXT

    abX

    r

    rrr .................... (2-16)

    Universitas Sumatera Utara

  • Atau

    =

    )(1)(lnln

    XTXTY

    r

    rr ................................ (2-17)

    Chow menyarankan agar variate X yang menggambarkan deret hidrologi acak

    dapat dinyatakan dengan rumus berikut ini

    KX . += ................................ (2-18)

    Dengan = Nilai tengah (mean) populasi

    = Standard deviasi populasi

    K = Factor frekwensi

    Rumus (2-7) dapat diketai dengan

    sKXX += (2-19)

    Dengan X = nilai tengah sampel

    s = Standard deviasi sampel

    Faktor frekwensi K untuk nilai-nilai ekstrim Gumbel ditulis dengan rumus

    berikut ini :

    n

    sT

    SYYK = ..... (2-20)

    { }[ ]rrT TTY /)1(lnln = . (2-21)

    Dengan YT = Reduced variate

    Y n = Reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel n

    Sn = Reduced Standard deviation yang tergantung dari besarnya

    sampel n

    Dari rumus (2-19) dan (2-20)

    Universitas Sumatera Utara

  • sS

    YYXXn

    nTT

    +=

    = n

    T

    n

    n

    SsY

    SsYX .. +

    Jika dimasukkan as

    Sn = dan bs

    sYX n = . , maka

    TT YabX 1+= . (2-22)

    Dengan XT = debit banjir waktu balik T tahun

    YT = Reduced variate

    Distribusi Log Pearson Type III

    Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi Pearson

    Type III adalah:

    - Nilai tengah

    - Standard deviasi

    - Koefisien skewness

    Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, the Hydrology

    Committee of the Water Resources Council, USA, menganjurkan, pertama kali

    mentransformasikan data ke nilai-nilai logaritma kemudian menghitung

    parameter-parameter statistiknya. Karena transformasi tersebut, maka cara ini

    disebut Log Pearson type III.

    Dalam pemakaian Log Pearson Type III, kita harus mengkonversi

    rangkaian datanya menjadi logaritma.

    Rumus untuk metode Log Pearson :

    Universitas Sumatera Utara

  • Log Xr = n

    LogXn

    i=1

    1

    ........................................ (2-23)

    Dengan:

    Xr = nilai rerata curah hujan

    Xi = curah hujan ke-I (mm)

    n = banyaknya data pengamatan

    Sx = 1

    )1(1

    2

    =

    n

    LogXrLogXn

    i ................. (2-24)

    dengan:

    Sx = standard deviasi

    Nilai XT bagi setiap probabilitas dihitung dari persamaan yang telah

    dimodifikasikan :

    Log XT = log Xr + K. log Sx .......................... (2-25)

    dengan :

    XT = besarnya curah hujan rancangan untuk periode ulang

    pada T tahun.

    K = faktor freluensi yang merupakan fungsi dari periode

    ulang dan tipe distribusi frekuensi.

    Distribusi Normal Distribusi ini mempunyai probability density function sebagai

    berikut:

    P(X) = 12

    e [ ()2 ]22

    . (2-26)

    Universitas Sumatera Utara

  • Dengan

    = varian

    = rata-rata

    Sifat khas lain yaitu nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama dengan

    nol dan dengan kurtosis 3. Selain itu, kemungkinan:

    P ( ) = 15,87% P () = 50%

    P ( + ) = 84,14% Dengan demikian kemungkinan variant berada pada daerah ( )

    dan ( + ) adalah 68,27%. Sejalan dengan itu maka yang berada antara ( 2) dan ( + ) adalah 95,44%.

    Distribusi Log-Normal

    Probability density function distribusi ini adalah:

    P x = 1 2 eksp ( ( )2), ( > 0)..... (2-27)

    Dengan

    = ln ( 42+2)........ (2-28) 2 = ln (

    2+ 22

    )................................................. (2-29)

    Besarnya asimetri adalah

    = 3 + 3.... (2-30) dengan

    = (2 1)0,5........................... (2-31) Universitas Sumatera Utara

  • kurtosis k = 8 + 66 + 154 + 162 + 3..... (2-32) Dengan persamaan (3-30), dapat didekati dengan nilai asimetri 3 dan

    selalu bertanda positif. Atau nilai skewness Cs kira-kira sama dengan tiga

    kali nilai koefisien variasi Cv.

    Metode Haspers

    Untuk metode ini, besar curah hujan rencana periode ulang T tahun

    diperoleh dengan persamaan:

    ).( SdXX rT += ....................................................... (2-33)

    dengan:

    N

    XX r

    = .................................................................. (2-34)

    +

    =

    22max

    11max

    21

    XrXXrXSd ............. (2-35)

    m

    NT 1+= ................................................................... (2-36)

    dengan:

    XT = Besar curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)

    Xr = Besar curah hujan rata-rata (mm)

    Sd = Standard deviasi

    N = Jumlah tahun pengamatan

    = Standard variate

    m = Nomor urut data

    Xmax1 = Data curah hujan maksimum pertama (mm)

    Universitas Sumatera Utara

  • Xmax2 = Data curah hujan maksimum kedua (mm)

    II.4. Daerah Aliran Sungai (DAS)

    Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu

    hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang

    menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya

    melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley

    (1980) menyebut DAS sebagai A river of drainage basin in the entire area drained by a

    stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area

    discharged through a single outlet. Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa A

    watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an

    attractive unit for technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of

    surface and subsurface water for crop production, and a watershed is also an area with

    administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each others

    interests.

    Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem,

    dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara

    dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan

    energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk

    pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber

    daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi

    pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya

    menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal

    Universitas Sumatera Utara

  • dari DAS dapat merata sepanjang tahun.

    Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah

    hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian

    hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama

    dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu

    akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan

    transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan

    lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan

    DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya

    pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS,

    bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.

    II.4.1. Definisi DAS Berdasarkan Fungsi

    Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam

    pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS

    berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi

    yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi,

    yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas

    air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah

    didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan

    manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari

    kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah,

    serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.

    Universitas Sumatera Utara

  • Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola

    untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang

    diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian

    curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air

    limbah.

    Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang terkelola dengan baik dan

    terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh prasarana dan sarana di bagian tengah

    akan dapat mempengaruhi fungsi dan manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk

    pertanian, kehutanan maupun untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara

    keseluruhan. Dengan adanya rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara

    administrasi maupun tata ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi

    berbagai pihak terkait baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.

    II.5. Analisa Debit Banjir Rencana

    Metode untuk mendapatkan debit banjir rencana dapat menggunakan metode J.P.

    der Weduwen:

    Qn = Mn x f x q x R70/240

    atau

    Qn = f x q x Rn/240

    dimana:

    Qn = debit banjir yang terjadi pada periode ulang n tahun, m/det.

    Mn = koefisien perbandingan yang diambil dari table.

    q = x x q = banyaknya air, m/det/km (lihat grafik).

    Universitas Sumatera Utara

  • Rn = curah hujan harian pada periode ulang n tahun, mm.

    R70 = curah hujan 24 jam sebelum 240 mm yang pernah terjadi

    satu kali selama 70 tahun pengamatan di Jakarta, mm.

    II.6. Tinjauan Hidraulis Bendung

    II.6.1. Elevasi Mercu Bendung

    Elevasi mercu bendung ditentukan berdasarkan muka air rencana pada bangunan

    sadap. Disamping itu kehilangan tinggi energi perlu ditambahkan untuk alat ukur,

    pengambilan, saluran primer dan pada kantong Lumpur.

    II.6.2. Lebar Efektif Bendung

    Lebar efektif bendung di sini adalah jarak antar pangkal-pangkalnya (abutment),

    menurut kriteria lebar bendung ini diambil sama dengan lebar rata-rata sungai yang

    setabil atau lebar rata-rata muka air banjir tahunan sungai yangbersangkutan atau diambil

    lebar maksimum bendung tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang

    stabil. Berikut adalah persamaan lebar bendung:

    Be = B 2 (nKp+ Ka ) H1

    Dimana :

    Be = lebar efektif bendung (m).

    n = jumlah pilar.

    Kp = koefisien kontraksi pilar.

    Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung.

    H1 = tinggi energi di atas mercu (m).

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 3.1. Harga-harga Koefisien kontraksi Pilar (Kp)

    No. Uraian Harga Kp

    1 Untuk pilar segi 4 dengan sudut - sudut yang

    dibulatkan pada jari-jari yang hampir sama dengan 0,1

    tebal pilar

    0,02

    2 Untuk pilar berujung bulat 0,01

    3 Untuk pilar berujung runcing 0,00

    Tabel 3.2. Harga-harga koefisien kontraksi pangkal bendung (Ka)

    No Uraian Harga (Ka)

    1 Untuk pangkal tembok segi 4 dengan tembok hulu pada

    90 kearah aliran

    0,2

    2 Untuk pangkal tembok segi 4 dengan tembok hulu pada

    90 kearah aliran dengan 0,5 H1>r>0,15 H1

    0,1

    3 Untuk pangkal tembok bulat dimana r>0,5 H1 dan

    tembok hulu tidak lebih dari 45 kearah aliran

    0,00

    Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan

    bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk mengkompensasi

    perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan mercu bendung itu sendiri.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 3.1. Lebar Efektif Mercu Bendung

    II.6.3. Tinggi Muka Air Banjir di Atas Mercu Bendung

    Persamaan tinggi energi di atas mercu (H1) menggunakan rumus

    debit bendung dengan mercu bulat, yaitu:

    Q = Cd 2

    3 2

    3 Be 11.5

    Dimana :

    Q = debit (m3/det)

    Cd = koefisien debit

    g = percepatan gravitasi (m/det2)

    Be = lebar efektif bendung (m)

    H1 = tinggi energi di atas mercu (m)

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 3.2. Elevasi Air di Hulu dan Hilir Bendung

    II.6.4. Tinggi Muka Air Banjir di Hilir Bendung

    Perhitungan dilakukan dengan rumus, sebagai berikut :

    V = c R I A = ( b + m.h ) h

    P = b + 2.h 1 + R =

    Perhitungan h dengan coba-coba.

    Elevasi muka air di hilir bendung = elevasi dasar hilir + h

    Kondisi Hidrolis Bendung

    Adapun kondisi hidrolis bendung lama dan bendung baru Timbang Lawan

    sebagai berikut:

    a. Bendung Lama (Bendung bronjong/pasangan batu kali).

    - Lebar mercu bendung = 25 m

    Universitas Sumatera Utara

  • - Elevasi mercu = +196,20

    - Elevasi dinding tepi kiri = +195,00

    - Elevasi dinding tepi kanan = +195,00

    - Elevasi dasar sungai di hilir bendung = +193,50

    - Elevasi dasar koperan hilir (cut off) = +192,70

    - Pintu pengambilan terletak = 30 m di hulu

    - Catchment area bendung = 101,175 km2

    - Debit banjir = 525 m3/det

    - Areal sawah yang dialiri = 790 hektar

    a. Bendung Baru (Beton Cor)

    - Elevasi dasar sungai / lantai depan = +194,50

    - Tinggi mercu = 2,00 meter

    - Elevasi mercu bendung = +196,50

    - Tinggi muka air di hulu bendung = 2,25 meter

    - Elevasi muka air diatas mercu = +198,75

    - Tinggi garis energi di hulu bendung = 0,59 meter

    - Elevasi tinggi energi di hulu bendung = +199,34

    - Lebar effektif bendung (B eff) = 62,00 meter

    - Elevasi muka air di hulu pintu pengambil = +196,20

    - Elevasi muka air saluran induk di hilir pengambil= +195,77

    - Elevasi sawah tertinggi = +195,77

    - Elevasi dasar kolam olak = +192,70

    - Panjang kolam olak = 16 meter

    Universitas Sumatera Utara

  • - Kebutuhan elevasi endsill kolam olak = +193,50

    - Areal sawah yang dialiri = 752 hektar

    II. 6.5. Penentuan Dimensi Mercu Bulat

    Tipe mercu untuk Bendung Timbang Lawan ini menggunakan tipe mercu bulat.

    Sehingga besar jari-jari mercu bendung (r) = 0,1H1 0,7H1.

    II.6.6. Bangunan Pengambilan

    Pembilas pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya terbuka

    untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu

    bergantung kepada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Kecepatan ini bergantung

    kepada ukuran butir bahan yang dapat diangkut. Kapasitas pengambilan harus sekurang-

    kurangnya 120% dari kebutuhan pengambilan (dimension requirement) guna menambah

    fleksibilitas dan agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek.

    Rumus dibawah ini memberikan perkiraan kecepatan yang dimaksud:

    v2

    32 (

    ) 1/3 d

    Dimana: v : kecepatan rata-rata, m/dt

    h : kedalaman air, m

    d : diameter butir, m

    Dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi:

    v 10 d0.5

    Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 2,0 m/dt yang merupakan besaran

    perencanaan normal, dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01 sampai 0,04 m

    dapat masuk. Q = b a gz2

    Universitas Sumatera Utara

  • di mana: Q = debit, m3/dt

    = koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan

    kehilangan tinggi energi, = 0,80

    b = lebar bukaan, m

    a = tinggi bukaan, m

    g = percepatan gravitasi, m/dt2

    ( 9,8)

    z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m

    III.7. Analisa Stabilitas Bendung

    Gambar 3.3 Gaya-gaya Yang Bekerja pada Tubuh Bendung

    Keterangan :

    W : Gaya Hidrostatis Up : Gaya Angkat (Uplift Pressure)

    Pa : Tekanan Tanah Aktif Pp : Tekanan Tanah Pasif

    G : Gaya Akibat Berat Sendiri

    Stabilitas bendung dianalisis pada dua macam kondisi yaitu pada saat sungai

    kosong dan pada saat sungai banjir. Tinjauan stabilitas yang diperhitungkan dalam

    perencanaan suatu bendung meliputi :

    Universitas Sumatera Utara

  • II.7.1. Akibat Berat Sendiri Bendung

    Rumus: G = V *

    (Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

    Dimana :

    V = volume (m3)

    = berat jenis bahan, beton = 2,4 T/m3

    II.7.2. Gaya Angkat (Uplift Pressure)

    Rumus : Px = Hx H Px = Hx ( Lx

    )

    (Irigasi dan Bangunan Air, Gunadarma Hal 131)

    Dimana :

    Px = Uplift Pressure (tekanan air) pada titik X (T/m2)

    Lx = jarak jalur rembesan pada titik x (m)

    L = panjang total jalur rembesan (m)

    H = beda tinggi energi (m)

    Hx = tinggi energi di hulu bendung

    II.7.3. Gaya Gempa

    Rumus : = () E =

    (Standar Perencanaan Irigasi KP-06)

    Dimana:

    Universitas Sumatera Utara

  • ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)

    n,m = koefisien untuk masing-masing jenis tanah

    ac = percepatan kejut dasar (cm/dt2)

    z = faktor yang tergantung dari letak geografis (dapat dilihat

    pada Peta Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunan

    Air Tahan Gempa Lampiran 1)

    E = koefisien gempa

    G = percepatan gravitasi = 9,81 m/dt2.

    Dari koefisien gempa di atas, kemudian dicari besarnya gaya gempa dan

    momen akibat gaya gempa dengan rumus:

    Gaya Gempa, He = E x G

    Dimana:

    E = koefisien gempa

    He = gaya gempa

    G = berat bangunan (Ton)

    Momen : M = K x Jarak (m)

    II.7.4. Gaya Hidrostatis

    Rumus: Wu = c. w [h2 + (h1-h2)] A

    (Irigasi dan Bangunan Air, Gunadharma, hal 131)

    Dimana:

    c = proposan luas di mana tekanan hidrostatis bekerja

    (c = 1 untuk semua tipe pondasi)

    Universitas Sumatera Utara

  • w = berat jenis air (kg/m3) = 1000 kg/m3 = 1 T/m3

    h2 = kedalaman air hilir (m)

    h1 = kedalaman air hulu (m)

    = proporsi tekanan, diberikan pada tabel 2.10 (m)

    A = luas dasar (m2)

    Wu = gaya tekanan ke atas resultante (Ton)

    Tabel 2.3. Harga-harga

    Tipe Pondasi Batuan Proporsi Tekanan

    Berlapis horizontal 1,00

    Sedang, pejal (massive) 0,67

    Baik, pejal 0,50

    (Sumber : Irigasi dan Bangunan Air,Gunadarma)

    III.7.5. Gaya Akibat Tekanan Tanah Aktif dan Pasif

    Tekanan tanah aktif dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    Pa = 1 2

    sub * Ka * h Ka = tan (45 / 2) sub = sat w = [ w +

    1+] w ; dimana w = 1 T/m3

    = [ w 11+

    ] Universitas Sumatera Utara

  • Tekanan tanah pasif dihitung dengan rumus sebagai berikut:

    Pp = 1 2

    sub Kp h Kp = tan (45 + / 2) sub = sat w = [ w +

    1+] w ; dimana w = 1 T/m3

    = [ w 11+

    ] Keterangan :

    Pa = tekanan tanah aktif (T/m2)

    Pp = tekanan tanah pasif (T/m2)

    = sudut geser dalam ( 0 )

    G = gravitasi bumi = 9,81 m/detik2

    h = kedalaman tanah aktif dan pasif (m)

    sub = berat jenis submerged / tanah dalam keadaan terendam (T/m3)

    sat = berat jenis saturated / tanah dalam keadaan jenuh (T/m3)

    w = berat jenis air = 1,0 T/m3

    Gs = Spesifik Gravity

    e = Void Ratio

    Setelah menganalisis gaya-gaya tersebut, kemudian diperiksa stabilitas

    bendung terhadap guling, geser, pecahnya struktur, erosi bawah tanah (piping) dan daya

    dukung tanah.

    Universitas Sumatera Utara

  • II.8. Analisis Stabilitas Bendung

    II.8.1. Stabilitas Terhadap Guling

    Rumus : Sf =

    1,5

    Dimana : Sf = faktor keamanan

    Mt = besarnya momen vertikal (KNm)

    Mg = besarnya momen horisontal (KNm)

    (Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

    II.8.2. Stabilitas Terhadap Geser

    Rumus : Sf =

    1,5

    Dimana : Sf = faktor keamanan

    V = besarnya gaya vertikal (KN)

    H = besarnya gaya horisontal (KN)

    (Sumber : DPU Pengairan, Standar Perencanaan Irigasi KP-02)

    II.8.3. Stabilitas Terhadap Eksentrisitas

    Rumus : a = MtMg

    V

    e = ( B/ 2 a ) < 1/6 . B

    Dengan : B = lebar dasar bendung yang ditinjau ( m )

    ( Sumber : DPU, Standar Perencanaan Irigasi KP-02 )

    II.8.4. Terhadap Daya Dukung Tanah

    Rumus daya dukung tanah Terzaghi :

    Universitas Sumatera Utara

  • qult = c . Nc + . Nq . Df + 0,5 . . B . N

    (Mekanika Tanah Jilid I, Braja M. Das )

    = qultFS

    Kontrol :

    maks = RVB

    ( 1+ 6.eB

    ) < min = RV

    B ( 1 6.e

    B ) > 0

    (Teknik Bendung, Ir.Soedibyo, Hal : 107 )

    Dimana :

    SF = faktor keamanan

    RV = gaya vertikal (Ton)

    B = panjang tubuh bendung (m)

    = tegangan yang timbul (T/m2)

    = tegangan ijin (T/m2)

    II.9. Tekanan Air

    II.9.1. Tekanan hidrostatik

    Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air dan sama

    dengan :

    PH = w . z di mana : PH = tekanan hidrostatik, kN/m2

    w = berat volume air, kN/m3 ( 10)

    z = jarak dari permukaan air bebas, m.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gaya tekan ke atas (uplift) yang bekerja pada lantai bangunan adalah sama dengan berat volume air yang dipindahkan oleh bangunan.

    II.9.2. Tekanan hidrodinamik

    Harga pasti untuk gaya hidrodinamik jarang diperlukan karena pengaruhnya

    kecil saja pada jenis bangunan yang digunakan di jaringan irigasi. Prinsip gaya

    hidrodinamik adalah bahwa jika kecepatan datang (approach velocity) cukup tinggi dan

    oleh sebab itu tinggi energi besar, maka akan terdapat tekanan yang makin besar pada

    bagian-bagian dinding (lihat Gambar 3.7).

    Universitas Sumatera Utara

  • II.9.3. Rembesan

    Rembesan atau perkolasi air melalui tanah di sekitar bangunan diakibatkan oleh

    beda tinggi energi pada bangunan itu.

    Pada Gambar 3.8 ditunjukkan dua macam jalur rembesan yang mungkin terjadi: (A) jalur

    rembesan di bawah bangunan dan (B) jalur rembesan di sepanjang sisi bangunan.

    Perkolasi dapat mengakibatkan hal-hal berikut :

    (a) tekanan ke atas (statik)

    (b) erosi bawah tanah/piping (konsentrasi aliran yang mengakibatkan

    kehilangan bahan)

    (c) tekanan aliran (dinamik).

    Rembesan dapat membahayakan stabilitas bangunan.

    Universitas Sumatera Utara

  • a. Gaya tekan ke atas

    Gaya tekan ke atas pada tanah bawah dapat ditemukan dengan membuat jaringan

    aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka

    rembesan (weighted creep theory)

    a.l. Jaringan aliran

    Jaringan aliran dapat dibuat dengan:

    (1) plot dengan tangan

    Universitas Sumatera Utara

  • (2) analog listrik atau

    (3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer.

    Dalam metode analog listrik, aliran air melalui tanah bawah dibandingkan dengan

    aliran listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya voltase sesuai dengan

    tinggi piesometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik dengan kecepatan

    air (lihat Gambar 39). Biasanya plot dengan Langan yang dilakukan dengan seksama

    akan cukup memadai.

    a.2. Teori angka rembesan Lane

    Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki

    daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang

    vertikal. Ini dapat dipekai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bangunan

    dengan cars membagi beds tinggi ener&i pada bangunan sesuai dengan panjang relatif di

    sepanjang pondasi (lihat Gambar 3.10).

    Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang

    dasar bangunan dapat dirumuskan sebagai berikut:

    Px = Hx

    H

    dimana :

    Universitas Sumatera Utara

  • Px = gaya angkat pada x , kg/m2

    L = panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah, m

    Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x, m

    H = beda tinggi energi, m

    Hx = tinggi energi di hulu bendung, m.

    dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara

    Lane, bergantung kepada arah bidang tersebut. Bidang yang membentuk

    sudut 45 atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal.

    b. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)

    Bangunan-bangunan yang harus mengatasi beda tinggi muka air hendaknya dicek

    stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar galian

    Universitas Sumatera Utara

  • (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan. Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat

    dicek dengan jalan membuat jaringan aliran/flownet (lihat pasal 3.3.3.a.1) dan dengan

    beberapa metode empiris, seperti:

    - Metode Bligh

    - Metode Lane, atau

    - Metode Koshla

    Metode Lane, yang juga disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep

    ratio method), adalah cara yang dianjurkan untuk mencek bangunan guna mengetahui

    adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai.

    Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain mungkin dapat

    memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit. Metode lane ini

    membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang

    bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan. Di

    sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45 dianggap vertikal dan

    yang kurang dari 45 dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap memiliki daya tahan

    terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal.

    Oleh karena itu, rumusnya adalah :

    CL = Lv + 13 LhH

    di mana :

    CL = Angka rembesan Lane (lihat Tabel 3.7)

    Lv = jumlah panjang vertikal, m

    LH = jumlah panjang horisontal, m

    Universitas Sumatera Utara

  • H = beda tinggi muka air, m.

    Tabel 2.4 harga-harga minimum angka rembesan Lane (CL)

    Pasir sangat halus atau lanau 8,5 Pasir halus 7,0 Pasir sedang 6,0 Pasir kasar 5,0 Kerikil halus 4,0 Kerikil sedang 3,5 Kerikil kasar termasuk berangkal 3,0 Bongkah dengan sedikit berangkal dan kerikil 2,5 Lempung lunak 3,0 Lempung sedang 2,0 Lempung kasar 1,8 Lempung sangat kasar 1,6 III.9.4. Kombinasi Pembebanan

    Tabel berikut ini menunjukkan kombinasi pembebanan dan kenaikan dalam

    tegangan izin rencana.

    Universitas Sumatera Utara

  • No. Kombinasi Pembebanan Kenaikan Tegangan Izin

    1. M + H + K + T + Thn 0%

    2. M +H + K + T + Thn + G 20%

    3. M + H + K + T + Thb 20%

    4. M + H + K + T + Thn + G 50%

    5. M + H + K + T + Thb + Ss 30%

    Dimana:

    M = Beban mati

    H = Beban hidup

    K = Beban kejut

    T = Beban tanah

    Thn = Tekanan air normal

    Thb = Tekanan air selama banjir

    G = Beban gempa

    Ss = Pembebanan sementara selama pelaksanaan

    II.9.5. Daya dukung tanah bawah untuk pondasi

    Daya dukung dapat dicari dari rumus berikut (dari Terzaghi):

    qu = c Nc + z Nq + b B N

    dimana : qu = daya dukung batas, kN/m2

    c = kohesi, tegangan kohesif, kN/m2

    Nc, Nq dan N = faktor-faktor daya dukung tak berdimensi diberikan pada Gambar 2.3

    Universitas Sumatera Utara

  • = berat volume tanah, kN/m3

    B = lebar telapak pondasi, m

    dan faktor tak berdimensi, diberikan pada Tabel 2.5

    z = kedalaman pondasi di bawah permukaan, m.

    Besarnya daya dukung izin bisa dicari dari :

    qa =

    +

    dimana :

    qa = daya dukung izin, kN/m2

    qu = daya dukung batas, kN/m2

    F = faktor keamanan (2 sampai 3) = berat volume tanah, kN/m3 Z = kedalaman pondasi di bawah permukaan tanah, m.

    Harga-harga perkiraan daya dukung izin disajikan pada Tabel (terlampir)

    Universitas Sumatera Utara

  • III.9.5.1. Penurunan tanah dasar

    Penurunan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus logaritmik Terzaghi

    berikut :

    z = h ln +

    dimana:

    z = penurunan, m

    11 = tebal lapisan yang dapat dimampatkan

    (dipadatkan), m

    C = modulus kemampatan tak berdimensi

    Universitas Sumatera Utara

  • ak = tegangan butiran awal di tengah lapisan, kN/m2

    k = tambahan tegangan butir akibat beban di permukaan,

    kN/m2.

    II.9.6. Spesifikasi Mutu/Material

    Bangunan bendung dapat dibuat dari pasangan batu atau beton, atau campuran

    kedua bahan ini yang masing-masing bahan bangunannya mempengaruhi bentuk dan

    perencanaan bangunan tersebut.

    (i) Pasangan batu

    Sampai saat ini pasangan batu dilaksanakan dengan cara tidak standart dan

    belum ditemukan cara mengontrol kekuatan pasangan batu. Kualitas pasangan

    batu kali sangat ditentukan oleh komposisi campuran dan kerapatan adukan dalam

    speci antar batu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kedisiplinan tukang

    dalam merocok adukan dan tingkat kejujuran pengawas lapangan. Perilaku tukang

    Universitas Sumatera Utara

  • dan pengawas yang kurang memadai dapat mengakibatkan rendahnya mutu

    pasangan batu kali.

    Pasangan batu kali dapat dipakai pada bangunan melintang sungai dengan syarat-

    syarat batasan sebagai berikut :

    a. Tinggi bendung maksimum 3 m

    b. Lebar sungai maksimum 30 m

    c. Debit sungai per satuan lebar dengan periode ulang 100

    tahun maksimum 8 m3/dt/m

    d. Tinggi tembok penahan tanah maksimum 6 m

    Bangunan atau bagian bangunan diluar syarat-syarat batasan di atas akan

    memakai material lain misalnya beton, yang tentunya memerlukan biaya lebih

    mahal, namun lebih memberikan jaminan kualitas dan keamanan bangunan.

    Pasangan batu akan dipakai apabila bahan bangunan ini (batu-batu berukuran

    besar) dapat ditemukan di atau dekat daerah itu. Permukaan bendung yang

    terkena abrasi langsung dengan air dan pasir, biasanya dilindungi dengan lapisan

    batu keras yang dipasang rapat-rapat. Batu ini disebut batu candi, yaitu batu-batu

    yang dikerjakan dengan tangan dan dibentuk seperti kubus agar dapat dipasang

    serapat mungkin.

    (ii) Beton

    Di Indonesia beton digunakan untuk bendung pelimpah skala besar dan

    tinggi melebihi syarat-syarat batasan seperti tersebut dalam butir (i). Meskipun

    biayanya tinggi, tetapi lebih memberikan jaminan kualitas dan keamanan

    bangunan. Hal ini bisa tercapai karena prosedur pelaksanaan dan kontrol kekuatan

    Universitas Sumatera Utara

  • bahan mengacu pada standart yang sudah baku. Di samping itu di daerah-daerah

    di mana tidak terdapat batu yang cocok untuk konstruksi pasangan batu, beton

    merupakan alternatif.

    (iii) Beton Komposit

    Bendung skala besar dan/atau tinggi melebihi batasan syarat-syarat dalam

    butir (i) yang terbuat dari beton, akan memerlukan biaya yang mahal mengingat

    volumenya yang besar. Dalam hal demikian tanpa mengurangi syarat-syarat

    keamanan struktur bangunan diperbolehkan menggunakan beton komposit, yaitu

    struktur beton yang di dalam tubuhnya diisi dengan pasangan batu kali. Tebal

    lapisan luar beton minimal 60 cm.

    Lindungan permukaan

    Tipe dan ukuran sedimen yang diangkut oleh sungai akan mempengaruhi

    pemilihan bahan yang akan dipakai untuk membuat permukaan bangunan yang langsung

    bersentuhan dengan aliran air. Ada tiga tipe bahan yang bisa dipakai untuk melindungi

    bangunan terhadap gerusan (abrasi), yakni:

    Batu Candi, yakni pasangan batu keras alamiah yang dibuat bentuk blok-blok

    segi empat atau persegi dan dipasang rapat-rapat. Pasangan batu tipe ini telah

    terbukti sangat tahan abrasi dan dipakai pada banyak bendung yang terkena abrasi

    keras. Bila tersedia batu-batu keras yang berkualitas baik, seperti andesit, basal,

    diabase, diorit, gabro, granit atau grano-diorit, maka dianjurkan untuk membuat

    permukaan dari bahan ini pada permukaan bendung yang dibangun di sungai-

    sungai yang mengangkut sedimen abrasif (berdaya gerus kuat).

    Universitas Sumatera Utara

  • Beton, jika direncana dengan baik dan dipakai di tempat yang benar, merupakan

    bahan lindungan yang baik pula, beton yang dipakai untuk lindungan permukaan

    sebaiknya mengandung agregat berukuran kecil, bergradasi baik dan berkekuatan

    tinggi.

    Baja, kadang-kadang dipakai di tempat yang terkena hempasan berat oleh air

    yang mengandung banyak sedimen. Khususnya blok halang di kolam olak dan

    lantai tepat di bawah pintu dapat dilindungi dengan pelat-pelat baja.

    Universitas Sumatera Utara