chapter ii(2)

Upload: omjosh

Post on 29-Feb-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

infak miocard

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi, Klasifikasi dan Komplikasi Sindroma Koroner Akut

    SKA adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan simptom yang

    disebabkan oleh iskemik miokard akut. SKA yang menyebabkan nekrosis

    miokardium disebut infark miokard. Manifestasi SKA secara klinis dapat sebagai

    APTS, IMA NSTE atau IMA STE. ( Thygensen dkk, 2012 ; Bender dkk, 2011 ;

    Antmann, 2008 ; Van de Werf dkk, 2012)

    Diagnosis IMA STE akut ditegakkan apabila dijumpai kriteria berikut,

    yaitu ; adanya nyeri dada khas angina (durasi nyeri biasanya lebih dari 20 menit,

    tidak respon sepenuhnya dengan nitrat, nyeri dapat menjalar ke leher, rahang

    bawah atau lengan kiri, dapat disertai dengan gejala aktivasi sistem syaraf otonom

    seperti mual, muntah serta keringat dingin), dijumpai elevasi segmen ST yang

    persisten atau adanya LBBB yang dianggap baru, peningkatan kadar enzym

    jantung akibat nekrosis miokard (CKMB dan troponin), serta dijumpainya

    abnormalitas wall motion regional yang baru pada pemeriksaan ekokardiografi.

    (Van der Werf dkk, 2012)

    Nyeri dada khas angina yang tidak disertai dengan elevasi segmen ST

    digolongkan ke dalam APTS atau IMA NSTE. Apabila dijumpai peningkatan

    enzym jantung, maka penderita digolongkan ke dalam IMA NSTE. Sedangkan

    bila enzym jantung normal maka kondisi ini disebut APTS. (Bender dkk, 2011;

    Antmann, 2008; Van de Werf dkk, 2012)

    Komplikasi akibat IMA STE dapat berupa : infark ventrikel kanan, syok

    kardiogenik , gagal jantung, angina pasca infark , ventricular septal rupture,

    Regurgitasi katup mitral akut, perikarditis, thromboemboli dan aritmia. Aritmia

    sebagai salah satu komplikasi dari IMA STE dapat dijumpai dalam bentuk

    Universitas Sumatera Utara

  • ventrikular fibrilasi, supraventrikular takikardia dan blok konduksi. (Van der Werf

    dkk, 2012; Rhee dkk, 2011)

    2.2. Patofisiologi Aritmia pada IMA STE

    Patofisiologi terjadinya aritmia pada IMA STE dapat melalui berbagai

    mekanisme yaitu:

    hambatan perfusi ke struktur sistim konduksi listrik jantung ( SA node, AV

    node , bundle branch).

    akumulasi berbagai produk metabolik yang bersifat toksis (asidosis selluer)

    serta gangguan pertukaran ion antar sel yang disebabkan oleh kerusakan

    membran sel.

    perangsangan sistem persyarafan autonomic ( simpatis dan parasimpatis).

    penggunaan obat-obat yang berpotensi menimbulkan aritmia (seperti:

    dopamine) (Rhee dkk, 2011).

    Blok konduksi sebagai salah satu komplikasi IMA STE dapat berupa

    atrioventricular nodal block dan bundle branch block. Bundle branch block

    terjadi karena proses iskemik atau nekrosis pada jalur konduksi akibat infark atau

    perluasan infark yang terjadi. Bundle branch block sering dihubungkan dengan

    peningkatan resiko kematian selama perawatan di rumah sakit. Bundle branch

    block dibagi menjadi LBBB dan RBBB (Duboism dkk,1988; Hindman dkk, 1978;

    Alan dkk, 1998; Hoit dkk, 1986). LBBB pada IMA STE merupakan salah satu

    indikasi untuk dilakukan terapi reperfusi, yaitu bila dijumpai LBBB yang baru.

    Makna munculnya RBBB pada IMA STE masih diperdebatkan dan belum ada

    kesepakatan untuk menempatkannya pada posisi yang sama dengan LBBB pada

    IMA STE. Beberapa literatur mencoba menghubungkan RBBB dengan IMA STE

    pada kasus-kasus infark anterior dan septal dan perluasan infark. Literatur lain

    mencatat beberapa kasus IMA STE dengan RBBB dapat menyebakan terjadinya

    total AV block dan gagal jantung. RBBB pada IMA STE juga dihubungkan

    dengan prognosis yang lebih buruk selama perawatan dirumah sakit. Namun

    demikian, guideline penatalakasanaan IMA STE secara eksplisit belum

    mencantumkan RBBB sebagai indikasi untuk dilakukan terapi reperfusi dini

    (Bender dkk, 2011; Antmann, 2008).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.1 Patofisiologi terjadinya RBBB

    RBBB sebagai bentuk gangguan konduksi pada struktur right bundle akan

    menyebabkan keterlambatan aktivitas konduksi pada ventrikel kanan tetapi

    aktivitas konduksi pada ventrikel kiri dan septal masih normal.

    Gangguan konduksi pada RBBB ditandai dengan terjadinya pemanjangan

    durasi dari QRS kompleks hingga 0,12 detik atau lebih (Goldberger, 1998).

    Pada sistim konduksi yang normal, depolarisasi ventrikel terdiri dari dua fase

    utama yaitu:

    Fase pertama: berlangsung lebih singkat ( kurang dari 0,04 detik) dengan

    amplitudo yang kecil. Hal ini terjadi ketika septum inter ventrikel mengalami

    depolarisasi. Bagian septum yang pertamakali teraktivasi adalah bahagian kiri

    (melalui cabang dari bundle of His kiri), kemudian depolarisasi menyebar dari

    ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui septum inter ventrikular. Fase pertama

    dari depolarisasi ventrikel ini ditandai oleh anak panah yang melewati inter

    ventrikular septum ke ventrikel kanan (Gambar 2.1) ( Goldberger, 1998).

    Fase kedua: menggambarkan aktivasi simultan kedua ventrikel, yaitu ventrikel

    kiri dan ventrikel kanan, dimulai dari bagian endokardium hingga ke

    epikardium miokard. Pada jantung normal, ventrikel kiri memiliki peranan

    yang utama dalam sistem konduksi jantung, dengan kata lain terjadi

    ketimpangan sistem konduksi antara ventrikel kiri dan kanan, sehingga fase

    kedua dari depolarisasi ventrikel ini ditandai oleh anak panah yang menuju

    ventrikel kiri (Gambar 2.1) (Goldberger, 1998).

    Gambar 2.1 Fase fase depolarisasi ventrikel yang normal (Goldberger, 1998)

    Universitas Sumatera Utara

  • Ketika terjadi RBBB, maka aktivitas depolarisasi ventrikel berlangsung

    melalui 3 fase yaitu:

    Fase pertama: aktivitas depolarisasi masih normal, yaitu dimulai dari sisi

    kiri septum melalui left bundle. Itulah sebabnya pada EKG masih tetap

    terlihat gelombang r kecil di V1 dan gelombang q kecil di V6 (sering

    disebut q-septal) (Gambar 2.2) (Goldberger, 1998).

    Fase kedua: terjadi depolarisasi simultan pada left bundle dan right bundle.

    Pada RBBB fase ini tidak mengalami gangguan yang nyata oleh karena

    sistem konduksi jantung dominan pada ventrikel kiri, yang ditunjukkan

    pada EKG berupa gelombang S yang dalam di lead prekordial kanan dan

    gelombang R yang tinggi di lead prekordial kiri. Perubahan QRS kompleks

    yang dihasilkan oleh RBBB merupakan hasil dari perpanjangan waktu yang

    dibutuhkan untuk aktivasi ventrikel kanan. Hal berarti bahwa setelah

    ventrikel kiri terdepolarisasi penuh, barulah selanjutnya ventrikel kanan

    mengalami depolarisasi (Gambar 2.2) (Goldberger, 1998).

    Fase ketiga: terjadi perlambatan depolarisasi ventrikel kanan. Pada fase ini

    electrical voltage diarahkan ke ventrikel kanan, yang merefleksikan

    keterlambatan depolarisasi dan perlambatan penyebaran gelombang

    depolarisasi keluar ke ventrikel kanan (Gambar 2.2) (Goldberger, 1998).

    Gambar 2.2 Fase fase depolarisasi ventrikel pada RBBB (Goldberger, 1998)

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3 Elektrokardiografi dalam Mendiagnosis RBBB

    Berdasarkan patofisologi terjadinya RBBB seperti yang sudah dijelaskan

    diatas, maka kriteria suatu RBBB di EKG adalah adanya gambaran klasik

    komplek QRS yang berbentuk rabbit ears atau M-shape dengan pola RSR

    (Gambar 2.3) (Horton, 2009).

    Gambar 2.3. Bentuk Klasik Rabbit Ears pada RBBB pada EKG dengan gambaran

    kompleks RSR (Horton dkk , 2009).

    Konsensus WHO pada tahun 1985 telah membakukan kriteria EKG untuk RBBB

    sebagai berikut:

    A. RBBB komplit:

    Pemanjangan durasi QRS kompleks 0,12 detik

    Dijumpai pola rsr, atau rSR pada lead V1 atau V2. Gelombang R

    biasanya lebih besar dari gelombang R awal.

    Pada lead V6 dan lead I dijumpai kompleks QRS dengan gelombang S yang

    melebar (durasi gelombang S lebih lebar dibandingkan dengan durasi

    gelombang R)

    Puncak gelombang R harus > 0,05 detik pada lead V1 dan kembali normal

    pada lead V5 dan V6.

    Dikatakan RBBB komplit jika ditemukan minimal 3 kriteria tersebut diatas.

    ( Hindman dkk, 1978 ; Willems dkk, 1985).

    Universitas Sumatera Utara

  • A. RBBB inkomplit:

    Penegakan diagnosa RBBB inkomplit didasarkan kriteria yang sama pada

    RBBB komplit yang berbeda hanya durasi QRS kompleks yang < 0,12 detik

    (Hindman dkk, 1978; Willems dkk, 1985).

    B. RBBB dengan LAFB:

    Penegakan diagnosa RBBB dengan LAFB bila dijumpai RBBB dengan axis

    LAD disertai dengan gelombang Q patologis. (Hindman dkk, 1978; Willems

    dkk, 1985).

    C. RBBB dengan LAPB:

    Penegakan diagnosa RBBB dengan LAPB bila dijumpai RBBB dengan axis

    RAD tanpa dijumpai infark pada dinding lateral , hipertrofi ventrikel kanan dan

    riwayat penyakit paru kronis (Hindman dkk, 1978; Willems dkk, 1985).

    2.3.1 Gambaran EKG RBBB pada IMA STE

    EKG merupakan alat bantu yang penting di IGD dalam triage penderita

    nyeri dada yang di sangkakan suatu SKA. Gangguan konduksi dapat berdampak

    dalam ketepatan interpretasi EKG pada penderita yang disangkakan dengan SKA.

    LBBB sebagai salah satu bentuk gangguan konduksi sering mengaburkan

    diagnosis IMA STE berdasarkan EKG. Berbeda dengan RBBB, justru tidak

    menyulitkan klinisi dalam menegakkan IMA STE berdasarkan EKG. RBBB itu

    sendiri dapat menjadi panduan bagi klinisi agar tidak gegabah dalam mendiagnosa

    IMA STE. Konsep ST segmen dan gelombang T yang diskordan merupakan dasar

    penegakan diagnosa IMA STE berdasarkan EKG. Aplikasi dari konsep diskordan

    ini akan membantu dalam mendiagnosis IMA STE berdasarkan EKG. Pengertian

    konsep diskordan ini berdasarkan bagian terminal dari QRS kompleks dan awal

    dari ST segmen atau gelombang T yang terletak pada sisi yang berlawanan

    dengan garis isoelektris. Sehingga pada sadapan prekordial kanan hingga ke mid,

    akan membentuk komplek QRS yang dihubungkan dengan ST segment depression

    dan T inverted. Jika terjadi perlawanan pada konsep tersebut, maka akan

    bermanifestasi dalam bentuk ST segmen elevation, konkordan dengan bagian

    terminal dari QRS kompleks, dengan gambaran gelombang T yang bervariasi baik

    dalam bentuk inversion atau menghilang. Pada IMA STE anterior, biasanya akan

    Universitas Sumatera Utara

  • lebih mudah bagi klinisi untuk menilai ST segmen pada RBBB, dan hal ini juga

    berlaku pada IMA STE lain nya (Horton dkk, 2009).

    2.4 Etiologi dan Klasifikasi RBBB

    RBBB dapat disebabkan oleh banyak faktor. Pada populasi tertentu RBBB

    dijumpai pada orang yang normal, sementara pada populasi yang lain RBBB

    dihubungkan dengan kelainan organik jantung. RBBB juga dapat terjadi pada

    kondisi kondisi yang berefek pada jantung kanan seperti ASD dengan left- to-

    right shunt, penyakit paru kronis dengan hipertensi pulmonal, pada kasus-kasus

    valvular seperti stenosis pulmonal, proses degeneratif pada sistem konduksi

    (pasien-pasien usia tua) dan pada penyakit jantung koroner (Goldberger, 2006).

    RBBB dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu kemunculan nya menjadi dua

    tipe yaitu:

    RBBB yang baru

    Pengertian RBBB yang baru adalah bila RBBB dijumpai setelah pasien

    masuk ke rumah sakit atau dijumpai pada saat masuk ke rumah sakit tanpa

    dijumpainya RBBB pada EKG enam bulan sebelumnya. RBBB yang baru

    selanjutnya dibagi menjadi dua grup berdasarkan durasi dari RBBB yaitu :

    transient RBBB, dimana RBBB tidak dijumpai lagi selama perawatan di

    rumah sakit atau new permanent RBBB dimana RBBB dijumpai pada saat

    pasien meninggal atau pulang (Iwasaki dkk, 2009).

    RBBB yang lama

    Pengertian RBBB yang lama adalah bila RBBB dijumpai pada saat pasien

    masuk ke rumah sakit dengan bukti EKG RBBB sebelumnya (Iwasaki dkk,

    2009).

    2.5 Distribusi Arteri Koroner pada RBBB

    Right bundle branch dan left posterior division diperdarahi oleh dua

    pembuluh darah yaitu LAD dan RCA, sedangkan left anterior division sendiri

    diperdarahi dari percabangan septal LAD. Hal ini sesuai dengan studi sebelum

    nya oleh James dan Burch pada tahun 1958 yang menulis bahwa konduksi

    jantung sangat dipengaruhi oleh suplai darah ke septum intraventrikular, dimana

    Universitas Sumatera Utara

  • suplai darah ke septum intraventrikular diperdarahi sebagian besar oleh LAD.

    Septum intraventrikular sendiri tidak hanya diperdarahi oleh LAD, tetapi juga

    oleh RCA dimana yang berperan adalah PDA. Hal ini bertentangan dengan

    penelitian Schlesinger yang menyatakan bahwa peranan RCA dalam menyuplai

    darah ke septum intraventrikular tidak signifikan (Gambar 2.4) (James dkk, 1958).

    Gambar 2.4. Suplai darah yang normal ke Intraventrikular Septum. (James dkk,

    1958)

    Sistem konduksi pada septum intraventrikular dibagi menjadi dua area yaitu :

    Daerah atas, yang termasuk didalamnya adalah: AV-node, bundle of His,

    dimana daerah atas ini disuplai oleh pembuluh darah RCA yang berjalan pada

    bagian posterior dari vena intraventricular. (Gambar 4)

    Daerah bawah, terdiri dari dua cabang utama bundle branches dan sel-sel

    purkinje. Daerah ini disuplai sebagian besar oleh percabangan dari LAD.

    Dari pembahagian tersebut terlihat bahwa jika terjadi oklusi di RCA sering

    dihubungkan dengan gangguan pada level AV node seperti blok derajat tinggi.

    Sedangkan jika terjadi oklusi di LAD akan menghasilkan gambaran bundle

    branch block atau free wall block.

    Penetrasi dari percabangan LAD ke arah septum selalu dalam bentuk multiple

    (Gambar 4) sehingga jika terjadi oklusi pada pembuluh darah ini dapat

    Universitas Sumatera Utara

  • menyebabkan tejadinya gangguan konduksi yang dikenal dengan

    spontaneus bundle branch block (James dkk, 1958, Schlesinger, 1938).

    2.6 Histopatologi RBBB pada IMA STE

    Gambaran histopatologi bundle branch block pada IMA STE khususnya

    pada anteroseptal masih menjadi perdebatan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa

    nekrosis masif pada bundle branch memegang peranan penting atas

    terbentuknnya BBB pada IMA STE. Sementara penelit-peniliti lain menganggap

    nekrosis tidak berperan penting pada proses ini. Becker A.E, Lie KI dan Anderson

    R.H, meneliti 22 subjek dengan IMA STE dengan RBBB (15 pasien) dan IMA

    STE dengan complete heart block (7 pasien), tidak menemukan adanya

    keterlibatan AV-node serta penekanan bundle of His pada kejadian BBB. Justru

    proses iskemik yang sering dijumpai pada proksimal dari bundle branches. Pada

    pasien-pasien tanpa BBB, terjadi perubahan jaringan konduksi, sementara pada

    pasienpasien dengan BBB, proses iskemik melatar belakangin kejadian BBB-

    nya, dimana hydropic cell sweliing merupakan bagian yang predominan terhadap

    kejadian iskemik tersebut. Sehingga bisa disimpulkan bahwa nilai prognosis

    pasienpasien IMA STE dengan RBBB berhubungan dengan perluasan infark

    yang terjadi (Becker dkk, 1978).

    2.7 Prognosis IMA STE dengan RBBB

    Pada pasien-pasien dengan IMA STE, RBBB dihubungkan dengan

    kompleksitas gejala klinis dan stenosis pembuluh darah arteri, komplikasi

    kardiovaskular dan mortalitas (Horton dkk, 2009). Pada era pre trombolitik sudah

    banyak penelitian mengenai dampak BBB, khususnya RBBB pada IMA STE

    tetapi hasil dari penelitian tersebut terbatas oleh sampel yang sedikit dan tidak ada

    nya defenisi yang jelas dalam mendiagnosa IMA STE pada RBBB (Chiara, 2006).

    Beberapa penelitian pada era pre-trombolitik seperti: Hindman dkk pada tahun

    1978 menjumpai bahwa kejadian Bundle Branch Block (LBBB dan RBBB) pada

    IMA STE dihubungan dengan perluasan infark, dan peningkatan angka mortalitas

    selama perawatan di rumah sakit. Bauer dkk pada tahun 1965 menjumpai Bundle

    Branch Block pada 13% populasi subjek dengan IMA STE, terjadi pada rentang

    Universitas Sumatera Utara

  • usia tua dan dengan comorbid penyakit lainnya, dan memiliki angka mortalitas

    yang tinggi selama perawatan di rumah sakit. Dubois dkk mendapatkan kejadian

    BBB pada 10% populasi dengan IMA STE, dimana BBB cendrung dijumpai pada

    usia tua, dengan jenis kelamin wanita, dan dihubungkan dengan komplikasi IMA

    STE seperti: gagal jantung, perikarditis, aritmia (Atrial fibrilasi, Atrial Flutter, AV

    block) dan dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi selama perawatan di rumah

    sakit (Bauer dkk, 1965; Duboism dkk, 1988; Hindman dkk, 1978). Pada era

    trombolitik banyak penelitian-penelitian terhadap BBB,khususnya IMA STE

    dengan RBBB, tetapi terbatas oleh ketersediaan rekaman EKG pada saat masuk.

    Beberapa penelitian pada era trombolitik seperti pada penelitian oleh Newby dkk

    pada tahun 1996 mendapatkan kejadian BBB pada 23,6% populasi dengan IMA

    STE, penelitian ini menunjukkan bahwa BBB (LBBB dan RBBB) merupakan

    prediktor mortalitas yang kuat selama perawatan di rumah sakit bila dibandingkan

    dengan tanpa BBB (Newby dkk, 1996). Sgarbosa dkk pada studi GUSTO-1

    mendapatkan dari hasil uji univaria dijumpai peningkatan yang signifikan

    terhadap kejadian 30 hari kematian pada subjek IMA STE dengan RBBB

    dibandingkan tanpa RBBB. Alan dkk menjumpai RBBB pada 6,2% populasi

    dengan rentang usia lanjut, dengan comorbid penyakit lainnya dan RBBB

    merupakan prediktor kuat terhadap kejadian mortalitas selama perawatan di

    rumah sakit bila dibandingkan dengan yang tanpa RBBB.

    Studi HERO-2 menunjukkan kejadian RBBB dengan IMA STE dijumpai

    pada 3,36% populasi IMA STE dan angka kematian selama 24 jam hingga 30

    hari sebesar 30%, dengan lokasi infark pada daerah anterior dijumpai lebih

    banyak dibandingkan dengan daerah lainnya, dijumpai pada usia lanjut,

    predominan pada wanita, subjek dengan diabetes. Studi ini menyimpulkan bahwa

    RBBB dengan IMA STE merupakan prediktor kuat terhadap mortalitas selama

    perawatan di rumah sakit pada 24 jam dan 30 hari bila dibandingkan dengan tanpa

    RBBB. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian oleh Suarez dkk yang

    mencatat bahwa RBBB dengan IMA STE pada pasienpasien usia lanjut,

    merupakan prediktor independen yang buruk terhadap angka mortalitas selama

    perawatan di rumah sakit (Sgarbossa dkk, 1998; Wong dkk, 2006; Alan dkk,

    Universitas Sumatera Utara

  • 1998; Newby dkk, 1996; Suarez dkk, 1995; Hoit dkk, 1986; Montague dkk,

    1991).

    Berbeda dengan RBBB dengan inferior IMA STE, dimana tidak dijumpai

    perbedaan yang bermakna terhadap angka mortalitas bila dibandingkan dengan

    inferior IMA STE tanpa gangguan konduksi. Tetapi dari studi yang dilakukan

    oleh Iwasaki dkk menunjukan bahwa kejadian RBBB pada inferior IMA STE

    merupakan prediktor mortalitas selama perawatan dirumah sakit dengan catatan

    subjek yang diikutkan dalam studi ini cendrung memiliki comorbid penyakit lain

    dan usia yang relatif tua (Iwasaki dkk, 2009). Wong dkk menunjukkan,

    pemanjangan durasi kompleks QRS pada subjek dengan anterior infark dan

    RBBB dihubungkan dengan peningkatan angka kematian dalam 30 hari (Wong

    dkk, 2006).

    Pada RENASICA II menunjukkan bahwa mortalitas pada penderita IMA-

    STE dengan RBBB dijumpai sebesar 18% dari seluruh populasi sampel dan

    RBBB pada IMA STE merupakan prediktor independen yang kuat terhadap

    peningkatan mortalitas selama perawatan di rumah sakit (Herrera dkk, 2010).

    2.8 Penatalaksanaan IMA STE dengan RBBB

    Penatalaksanaan pasien IMA STE dengan RBBB bervariasi, tetapi secara

    umum pasien-pasien sering tidak terobati dengan baik. Guidelines STEMI ESC &

    AHA/ACC 2012 merekomendasikan terapi reperfusi pada IMA STE dengan

    LBBB yang baru (Van der Werf dkk, 2012). Tetapi Guidelines the American

    College of Emergency Physicians for the management of patients with suspected

    AMI or unstable angina merekomendasikan terapi reperfusi untuk semua jenis

    BBB (LBBB dan RBBB). Rekomendasi ini didukung studi-studi sebelumnya

    seperti GISSI 10 dan ISIS-2 (American College of Emergency Physicians, 2000;

    GISSI trial, 1986; ISIS-2 trial, 1988). Guidelines the Czech Society of Cardiology

    guidelines from 2009 merekomendasikan primary PCI untuk seluruh pasien-

    pasien dengan LBBB atau RBBB yang baru (Widimsky dkk , 2009).

    Go dkk menjumpai bila dibandingkan dengan pasien-pasien dengan

    konduksi yang normal, hanya sedikit pasien-pasien dengan IMA STE dengan

    RBBB yang menerima terapi standar untuk sindroma koroner akut dalam 24 jam

    Universitas Sumatera Utara

  • pertama di IGD. Hal yang sama juga dijumpai pada penelitian oleh Alan dkk

    diantara pasien-pasien dengan indikasi terapi reperfusi dini, hanya sedikit pasien-

    pasien dengan BBB (LBBB dan RBBB) yang menerima terapi reperfusi dini jika

    dibandingkan dengan pasien-pasien tanpa BBB, sehingga akan meningkatkan

    angka mortalitas di rumah sakit (Go dkk, 1998; Alan dkk, 1998) .

    Penelitian yang dilakukan oleh Widimsky dkk pada studi kohort yang

    membandingkan terapi reperfusi dini (primary pci) pada kelompok subjek IMA

    STE dengan RBBB dan tanpa RBBB dijumpai hubungan yang bermakna antara

    kejadian mortalitas selama perawatan dirumah sakit pada masing-masing

    kelompok. Sehingga studi ini menyimpulkan bahwa RBBB merupakan prediktor

    independen yang kuat pada mortalitas selama perawatan dirumah sakit (Widimsky

    dkk, 2012).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.9 Kerangka Teori

    LBBB RBBB

    - Perluasan infark

    - Peningkatan angka

    mortalitas di rumah sakit

    Bundle

    Branch

    Block

    Blok

    Atrioventrikular

    Sinus

    Bradikardi

    Sinus

    Takikardi

    Ventrikular

    Takikardi/

    Ventrikular

    Fibrilasi

    SVT AF

    Takiaritmia Bradiaritmia

    IMA STE

    Gangguan Kontraktilitas Instabilitas elektrik Nekrosis Jaringan

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.10 Kerangka Konsep

    Variabel independen (variabel bebas)

    Variabel dependen (variabel tergantung)

    IMA STE

    Kelompok 1 IMA STE ANTERIOR

    Dengan RBBB

    Mortalitas kardiovaskular Di Rumah Sakit

    Kelompok 2

    IMA STE ANTERIOR

    Tanpa RBBB

    Konfonding :

    faktor Resiko Kematian

    Kardiovaskular :

    1. Usia tua ( 65 tahun) 2. Jenis Kelamin wanita 3. Dislipidemia 4. Tekanan Darah pada

    saat masuk di rumah

    sakit

    5. Riwayat gagal jantung

    Universitas Sumatera Utara