chapter ii

42
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Hakikat CSR Ada banyak definisi yang diberikan untuk konsep CSR. Dari kata-kata corporate, social, dan responsibility yang terkandung dalam istilah ini, maka CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap masyarakat di mana perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya (http://www6.miami.edu/ethics/pdf_files/csr_guide.pdf, diakses 22 Jun. 2009). Mas Achmad Daniri selaku Chairman of Mirror Committee on Social Responsibility Indonesia menyebutkan CSR merupakan basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat setempat. Secara teoretis, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategic-stakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja dan operasinya. Edi Suharto (2008) mengartikan CSR operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development. Suharto melanjutkan, ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Corporate giving bermotif amal atau Universitas Sumatera Utara

Upload: vina-khansa

Post on 30-Jul-2015

204 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Uploaded from Google Docs

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep dan Hakikat CSR

Ada banyak definisi yang diberikan untuk konsep CSR. Dari kata-kata

corporate, social, dan responsibility yang terkandung dalam istilah ini, maka

CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang dimiliki oleh suatu perusahaan

terhadap masyarakat di mana perusahaan tersebut berdiri atau menjalankan usahanya

(http://www6.miami.edu/ethics/pdf_files/csr_guide.pdf, diakses 22 Jun. 2009).

Mas Achmad Daniri selaku Chairman of Mirror Committee on Social

Responsibility Indonesia menyebutkan CSR merupakan basis teori tentang perlunya

sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat setempat.

Secara teoretis, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu

perusahaan terhadap para strategic-stakeholdersnya, terutama komunitas atau

masyarakat di sekitar wilayah kerja dan operasinya.

Edi Suharto (2008) mengartikan CSR operasi bisnis yang berkomitmen tidak

hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk

pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan

berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering

diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate

community relations, dan community development.

Suharto melanjutkan, ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa

dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Corporate giving bermotif amal atau

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II

charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community

relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa

pemberdayaan.

Kamus online Wikipedia mendefinisikan CSR sebagai suatu konsep bahwa

suatu organisasi (khususnya, tapi tidak terbatas pada perusahaan) memiliki

kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pelanggan, karyawan, pemegang

saham, komunitas dan pertimbangan-pertimbangan ekologis dalam segala aspek dari

usahanya.

CSR berhubungan erat dengan pembangunan berkelanjutan, di mana ada

argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus

mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya

keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan

lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang

(http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan, 25 Juni 2009).

Selanjutnya, Bank Dunia menyebutkan “CSR is the commitmen of bussiness

to contribute to sustainable economic development working with employees and their

repersentatives, the local community and society for bussines and good for

development.” Dalam hal ini CSR itu berarti komitmen bisnis untuk berperilaku

etis dan berperan serta dalam pembangunan berkelanjutan dengan bekerja sama

dengan seluruh pemangku kepentingan guna memperbaiki kehidupan mereka dengan

cara yang bermanfaat bagi bisnis, agenda pembangunan berkelanjutan, serta

masyarakat umum.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II

Definisi yang juga diterima luas oleh para praktisi dan aktivis CSR adalah

definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development yaitu

bahwa CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk

berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil

meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas

lokal dan masyarakat pada umumnya.

Dengan demikian konsep CSR memiliki arti bahwa selain memiliki

tanggung jawab untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang saham dan

untuk menjalankan bisnisnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku, suatu perusahaan

juga memiliki tanggung jawab moral, etika, dan filantropik. Pandangan tradisional

mengenai perusahaan melihat bahwa tanggung jawab utama (jika bukan satu-satunya)

perusahaan adalah semata-mata terhadap pemiliknya, atau para pemegang saham

(Asongu,J.J. http://www.mallenbaker.net/ csr/ CSRfiles/ definition. html).

Hakikat yang lebih luas yaitu bahwa perusahaan juga memiliki tanggung

jawab terhadap pihak-pihak lain seperti karyawan, supplier, konsumen, komunitas

setempat, masyarakat secara luas, pemerintah, dan kelompok-kelompok lainnya.

Rumusan atau definisi atau pengertian yang diberikan di atas menunjukkan

kepada masyarakat bahwa setidaknya ada tiga hal pokok yang membentuk

pemahaman atau konsep mengenai corporate social responshibility. Ketiga hal

tersebut menurut Gunawan Widjaya & Yeremia Ardi Pratama (2008) adalah :

1. Bahwa sebagai suatu artificial person, perusahaan atau korporasi tidaklah berdiri sendiri dan terisolasi, perusahaan atau perseroan tidak dapat menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tanggungjawab terhadap keadaan ekonomi, lingkungan maupun sosialnya;

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II

2. Keberadaan (eksistensi) dan keberlangsungan (sustainability) perusahaan atau korporasi sangatlah ditentukan oleh seluruh stakeholder-nya dan bukan hanya shareholders-nya. Para stakeholders ini, terdiri dari shareholders, konsumen, pemasok, klien, customer, karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar dan mereka yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan (the local cimmunity and society at large);

3. Melaksanakan CSR berati juga melaksanakan tugas dan kegiatan sehari-hari perusahaan atau korporasi, sebagai wadah untuk memperoleh keuntungan melalui usaha yang dijalankan dan atau dikelola olehnya. Jadi ini berarti CSR adalah bagian terintegrasi dari kegiatan usaha (bussiness), sehingga CSR berarti juga menjalankan perusahaan atau korporasi untuk memperoleh keuntungan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa CSR, pada awalnya bukanlah suatu

bentuk tanggung jawab yang mempunyai akibat hukum yang memaksa. Jadi lebih

merupakan moral obligation perusahaan terhadap:

1. Keadaan ekonomi,

2. Keadaan sosial dan

3. Keadaan lingkungan perusahaan yang terkait dengan kegiatan usaha atau

jalannya perusahaan secara berkesinambungan. Hal ini menunjukkan bahwa

bentuk atau wujud pelaksanaan CSR tidak selalu harus sama antara

perusahaan yang satu dengan yang lainnya.

2.1.1. Arti Penting CSR dan dan Ruang Lingkupnya

CSR merupakan komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis,

untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi,

seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta

komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. Ada enam kecenderungan

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II

utama, yang semakin menegaskan arti penting CSR, yaitu meningkatnya kesenjangan

antara kaya dan miskin; posisi negara yang semakin berjarak pada rakyatnya; makin

mengemukanya arti kesinambungan; makin gencarnya sorotan kritis dan resistensi

dari publik, bahkan yang bersifat anti-perusahaan; tren ke arah transparansi; dan

harapan-harapan bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik dan manusiawi pada

era milenium baru.

Artinya, CSR sangat dibutuhkan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan.

Sebab, selain akan terjadi berbagai perubahan sosial, kekayaan sumber daya alam

yang selama ini sangat bermanfaat bagi masyarakat juga akan terganggu. Menurut

Fransisca SSE Seda (2004) di sinilah letak paradoks dari proses perubahan sosial

kekayaan akan sumber daya alam dapat menjadi “pedang bermata dua” bagi suatu

negara yang sedang berkembang. Ia dapat menguntungkan tetapi pada saat yang sama

dapat pula menjadi kerugian. Ia dapat menjadi rahmat atau kutukan.

Jika kekayaan sumber daya alam itu tidak dikelola dengan baik dan

bermanfaat bagi masyarakat maka, penolakan terhadap kehadiran perusahaan akan

terus terjadi. Jadi CSR itu memang harus terus diupayakan. Apalagi, menurut

Zamroni (2001), pembangunan dalam era abad XXI dewasa ini memiliki 3 (tiga) ciri

utama, yakni revolusi informasi (komputer dan sarana telekomunikasi), pasar global

yang sangat kompetitif dan, kerusakan lingkungan yang sangat parah.

Dalam memasuki ekonomi global perlu mengkaji secara cermat atas aspek-

aspek yang penting dalam kehidupan masyarakat seperti manajemen pembangunan,

demokrasi dan pendidikan. Ketepatan dalam menentukan pilihan akan sangat

menentukan kehidupan bangsa di masa mendatang. Oleh karena kajian-kajian yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II

jernih, obyektif dan dengan pertimbangan nasib warga secara keseluruhan sangat

diperlukan.

David C Korten dalam bukunya Pembangunan yang Memihak Rakyat,

Kupasan tentang Teori dan Metode Pembangunan mengatakan kekuatan rakyat untuk

memegang kekuasaan atas hidup dan lembaga-lembaga mereka pada akhirnya

tergantung pada keyakinan bahwa mereka mempunyai hak sekaligus kesempatan.

Dengan tumbuhnya kesadaran akan kenyataan ini, usaha-usaha pembangunan daerah

pedesaan di dunia ketiga memberi prioritas yang semakin besar kepada program-

program yang menekankan penguasaan sumber daya lokal oleh masyarakat setempat.

Dalam rangka melakukan CSR, pemerintah juga harus tetap memperhatikan

kelompok pembaharu, usaha kecil menengah dan sektor pendidikan. Sebab, menurut

Boediono (2009) selain menciptakan iklim usaha dan iklim kompetisi yang sehat,

pemerintah dapat memacu terbentuknya kelompok pembaharuan dengan mendorong

perkembangan kelompok wirausaha yang tangguh melalui program-program khusus

untuk menghilangkan kendala-kendala yang dihadapi usaha kecil dan menengah

untuk mengakses pembiayaan, teknologi, layanan infrastruktur dan pasar. Pengusaha

kecil dan menengah adalah embrio kelas menengah yang tangguh karena itu

pengembangan UKM merupakan elemen penting dalam upaya pengembangan

demokrasi. Langkah penting lain untuk membentuk kelompok pembaharuan yang

handal adalah melalui pendidikan.

Pemerintah sebenarnya dapat melakukan banyak aktivitas nonregulatori yang

mendorong CSR seperti koordinasi kebijakan mengenai CSR antardepartemen,

meningkatkan profil CSR sehingga makin banyak perusahaan tertarik, membiayai

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II

penelitian-penelitian tentang CSR, mempromosikan CSR pada UKM, serta

menciptakan insentif untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki kinerja CSR yang

baik selain memberi disinsentif bagi mereka yang berkinerja buruk. Terakhir,

pemerintah dapat mendemonstrasikan praktik-praktik terbaik CSR, sebagai sarana

perusahaan-perusahaan untuk belajar bagaimana kinerja terbaik itu bisa dicapai.

Pada bulan September 2004, ISO (International Organization for

Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif

mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim (working group) yang

membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang

diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility.

Jika merujuk pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang menggodok

ISO 26000 Guidance Standard on Social Responsibility yang secara konsisten

mengembangkan tanggung jawab sosial, maka masalah SR akan mencakup 7 isu

pokok yaitu:

1. Pengembangan Masyarakat 2. Konsumen 3. Praktek Kegiatan Institusi yang Sehat 4. Lingkungan 5. Ketenagakerjaan 6. Hak asasi manusia 7. Organizational Governance (governance organisasi)

ISO 26000 menjadi kunci penting untuk mendorong CSR yang substansial

dan komprehensif. Karenanya, perusahaan tidak boleh berkesimpulan bahwa hanya

karena berderma bermiliar-miliar dari keuntungannya, sebuah perusahaan disebut

telah bertanggung jawab sosial. Bagaimana keuntungan itu dibuat -apakah dengan

dampak negatif minimum dan dampak positif maksimum- lebih menentukan

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II

tanggung jawabnya (Taufik Rahman dan Jalal, CSR di Tahun 2008: Tak Ada

Kecenderungan Menyurut, Jakarta , 8 April 2008, Lingkar Studi CSR.

www.csrindonesia.com).

Bill Gates (2008), pendiri Microsoft menyebutkan CSR itu adalah sebuah

bentuk baru kapitalisme yang memberikan perhatian lebih kepada kelompok-

kelompok miskin yang selama ini terpinggirkan oleh dahsyatnya deru kapitalisme.

Dalam pandangan Gates, perlu dirancang suatu sistem (termasuk pengelolaan laba

perusahaan) dan menentukan cara-cara baru untuk lebih memperhatikan dan

meningkatkan kualitas hidup kelompok-kelompok miskin. Terutama, di bidang-

bidang yang betul-betul kasat mata seperti ekonomi, kesehatan dan pendidikan.

2.1.2. CSR dan Teori Triple Bottom Line

Skema pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi, yang

menjadikan sektor pertanian (pedesaan) menjadi penopang industrialisasi ternyata

tidak bisa diharapkan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada

satu sisi masyarakat desa harus menerima kenyataan dimana laju perkembangan

industri berlangsung melalui pengorbanan sektor pertanian dan di sisi lain sumber-

sumber agraria telah mengalami pengurasan besar-besaran dan mengalami penurunan

kapasitas untuk melakukan pemulihan.

Kehidupan rakyat pedesaan tidak menjadi baik bahkan sebaliknya,

kemiskinan dan kesenjangan sosial serta keterbelakangan telah menjadi bagian dari

hidup rakyat desa. Terhadap situasi yang demikian, banyak penduduk desa yang

akhirnya pergi ke luar desa, mengadu nasib dan sekaligus menyediakan tenaga murah

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II

bagi percepatan industrialisasi. Marjinalisasi desa dapat dilihat sebagai bagian dari

skenario untuk menopang industri, yang berbasis tenaga kerja murah dan bahan baku

yang berlimpah (serta murah).

Timur Mahardika (2001) menilai kehancuran lingkungan dan penurunan

kapasitas sumber daya alam merupakan kenyataan dari proses pengurasan kekayaan

alam untuk keperluan menggerakkan roda pembangunan. Hutan, tambang dan lain-

lain telah dengan sangat luar biasa dikuras dan tidak dipikirkan peruntukkannya bagi

generasi yang akan datang. Di berbagai daerah, terkesan kuat bahwa kekayaan alam

telah dijual. Sementara massa rakyat harus memikul akibatnya berupa lingkungan

yang rusak, sungai tercemar, hutan gundul dan kekayaan alam yang menipis.

Memahami CSR sebagai kebertanggungjawaban entitas laba atas dampak

operasionalnya maka seharusnya praktik CSR juga melingkupi sektor industri lain.

Bahkan di banyak negara, komitmen keseimbangan triple bottom line juga

melingkupi industri keuangan, properti, apparel, media, komunikasi, teknologi, dan

lainnya-termasuk juga dalam ranah perangkat pemerintahannya dan di kalangan

masyarakat sipil (Muhammad Endro Sampurna, Lingkar Studi CSR,

www.csrindonesia.com).

Dalam hal ini, jika sebelumnya pijakan tanggung jawab perusahaan hanya

terbatas pada sisi finansial saja (single bottom line), kini dikenal konsep triple bottom

line, yaitu bahwa tanggung jawab perusahaan berpijak pada 3P (profit, people,

planet) (Holy K. M. Kalangit, SH, Konsep Corporate Social Responsibility,

Pengaturan dan Pelaksanaannya di Indonesia, 2 Februari 2009.

www.csrindonesia.com)

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II

Dengan semakin berkembangnya konsep CSR ini, maka banyak teori yang

muncul yang diungkapkan berbagai pihak mengenai CSR ini. Salah satu yang

terkenal adalah teori Triple Bottom Line yang dikemukakan oleh John Elkington pada

tahun 1997 melalui bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of

Twentieth Century Bussiness”. Elkington mengembangkan konsep triple bottom line

degan istilah economoic prosperity, environmental quality dan social justice.

Elkington memberi pandangan bahwa jika sebuah perusahaan ingin

mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka perusahaan tersebut harus

memperhatikan “3P”. Selain mengejar keuntungan (profit), perusahaan juga harus

memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan

turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

Gunawan Widjaya & Yeremi Ardi Prtama (2008) menekankan dalam gagasan

tersebut, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggungjawab yang berpijak pada

single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi keuangan

saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya.

Uraian yang diberikan di atas menunjukkan bahwa keuntungan ekonomis

tidak dapat dipisahkan dalam kerangka pelaksanaan CSR, oleh karena tujuan dari

pelaksanaan CSR itu sendiri sustainability bagi perusahaan. Melaksanakan CSR

bukan berarti mengurangi kesejahteraan stakeholders, oleh karena itu maka aspek

ekonomis juga harus menjadi pertimbangan bagi perusahaan yang melaksanakan

CSR.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II

2.2. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Shardlow dalam Jackie Ambadar (2008) menyebutkan pemberdayaan

masyarakat atau community development (CD) intinya adalah bagaimana individu,

kelompok atau komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan

mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka.

Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai upaya yang disengaja untuk

memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola

sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga

pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi,

ekologi, dan sosial (http://www.pemberdayaan.com/pembangunan/pemberdayaan-

masyarakat-dan-pembangunan-berkelanjutan.html, diakses 24 Juni 2009).

Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan

proses untuk memfasilitasi, mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri

secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan

strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang.

Menurut Jackie Ambadar (2008), konsep pemberdayaan masyarakat dari dua

hal, yaitu “pemberdayaan” dan “masyarakat”. Secara singkat, pemberdayaan atau

pengembangan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas

kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi 3 (tiga) sektor

utama, yaitu ekonomi, sosial (termasuk di dalamnya: bidang pendidikan, kesehatan

dan sosial-budaya), dan bidang lingkungan.

Sedangkan masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu masyarakat

sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II

contoh, sebuah rukun tetangga, perumahan di daerah pertokoan atau sebuah kampung

di wilayah pedesaan. Kemudian masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni

kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas. Sebagai contoh,

kepentingan bersama pada masyarakat etnis minoritas atau kepentingan bersama

berdasarkan identifikasi kebutuhan tertentu seperti halnya pada kasus para orangtua

yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus (anak cacat fisik) atau bekas para

pengguna pelayanan kesehatan mental.

Harry Hikmat (2001) menyebutkan pemberdayaan dalam wacana

pembangunan selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja,

dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat

individu dan sosial.

Isbandi Rukminto Adi (2008) menyatakan “pembangunan masyarakat“

(pembangunan = deve1opment; masyarakat = community) digunakan untuk

memggambarkan pembangunan bangsa secara keseluruhan. Sementara itu, dalam arti

yang sempit (mikro) istilah pengembangan masyarakat di Indonesia sering

dipadankan dengan pembangunan masyarakat desa dengan mempertimbangkan desa

dan kelurahan berada pada tingkatan yang setara sehingga pengembangan masyarakat

(desa) kemudian menjadi dengan konsep “pengembangan masyarakat lokal” (locality

development).

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),

berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama

pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan

seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II

apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial

tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol.

Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah

atau tidak dapat dirubah (Edi Suharto; 2004).

Parson (dalam Edi Suharto; 2004) menyatakan pemberdayaan adalah sebuah

proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi

pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-

lembaga yang mempengaruhi kehidupannya.Pemberdayaan menekankan bahwa

orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok

rentan dan lemah, untuk (a) memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang

memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-

barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses

pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

2.2.1. Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Program dan Proses

Dalam penggunaannya di Indonesia, menurut Soetomo (2006), konsep

community development juga diterjemahkan ke dalam beberapa istilah yang berbeda.

Sementara pihak menerjemahkan community development sebagai pembangunan

masyarakat. Dilihat dan terjemahan unsur kata-katanya barangkali tidak salah,

walaupun demikian dalam penggunaannya sebagai konsep yang bulat mungkin dapat

mendatangkan dualisme pengertian.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II

Soetomo melanjutkan, dalam arti luas, pembangunan masyarakat berarti

perubahan sosial berencana baik dalam bidang ekonomi, teknologi, sosial maupun

politik. Pembangunan masyarakat dalam arti luas juga dapat berarti proses

pembangunan yang lebih memberikan fokus perhatian pada aspek/manusia dan

masyarakatnya. Dalam arti sempit, pembangunan masyarakat berarti perubahan sosial

berencana pada suatu lokalitas tertentu.

Sementara itu menurut Isbandi Rukminto Adi (2008) upaya pemberdayaan

masyarakat dapat dilihat dan sisi keberadaannya sebagai suatu program ataupun

sebagai suatu proses. Pemberdayaan sebagai suatu program, di mana pemberdayaan

dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang biasanya

sudah ditentukan jangka waktunya. Misalnya, program pemberdayaan ekonomi

masyarakat dengan jangka waktu 1, 2, ataupun 5 tahun. Konsekuensi dari hal ini, bila

program itu selesai, dianggap pemberdayaan sudah selesai dilakukan. Hal seperti mi

banyak terjadi dengan sistem pembangunan berdasarkan proyek yang banyak

dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah, di mana proyek yang satu dan

yang lainnya kadangkala tidak berhubungan, bahkan tidak saling mengetahui apa

yang sedang dikerjakan oleh bagian yang lain, meskipun itu dalam satu lembaga yang

sama, sedangkan pada beberapa organisasi nonpemerintah kegiatannya juga tidak

jarang terputus karena telah berakhirnya dukungan dana dan pihak donor.

Sementara itu, kelompok yang lain ada pula yang melihat pemberdayaan

sebagai suatu proses. Sebagai suatu proses, pemberdayaan merupakan proses yang

berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on going process).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II

Edi Suharto (2004) menyebut berdasarkan definisi-definisi yang ada

pemberdayaan juga dibedakan sebagai sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,

pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau

keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang

mengalami masalah kemiskinan.

Sebagi tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang

ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya,

memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti

memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata

pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan

tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali

digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Hanya saja yang harus dipahami, menurut Jim Ife & Frank Tegoriero (2008),

pengembangan masyarakat bukan sekadar mengumpulkan orang-orang.

Pengembangan masyarakat melibatkan pemberdayaan masyarakat untuk saling

bekerja, mengembangkan struktur yang berarti orang-orang menjadi lebih tergantung

satu sama lain untuk mencapai segala sesuatu, dan mencari cara-cara yang memberi

pengaruh kepada setiap orang dan dihargai oleh orang lain. Proses kelompok,

inklusivitas, membangun kepercayaan, dan mengembangkan perasaan bersama untuk

mencapai tujuan sangat penting dalam pengembangan masyarakat, dan oleh karena

itu gagasan tentang masyarakat dapat dan seharusnya meluas ke semua proses

pengembangan masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II

2.2.2. Dimensi dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Jim Ife & Frank Tegoriero (2008), setidaknya ada enam dimensi

pengembangan atau pemberdayaan masyarakat dan kesemuanya berinteraksi satu

dengan lainnya dalam bentuk-bentuk yang kompleks. Keenam dimensi tersebut yaitu:

• Pengembangan sosial • Pengembangan ekonomi • Pengembangan politik • Pengembangan budaya • Pengembangan lingkungan • Pengembangan personal/ spiritual

Beberapa dimensi lebih fundamental daripada lainnya; misalnya banyak orang

(khususnya orang-orang pribumi) akan beranggapan bahwa pengembangan

personal/spiritual merupakan landasan untuk semua pengembangan yang lain. Tetapi

untuk tujuan penyusunan model pengembangan masyarakat dan model pemikiran

tentang peran pekerja masyarakat, keenam dimensi di atas dipertimbangkan sebagai

hal yang sangat penting.

Dalam situasi tertentu, tidak semua dimensi ini akan memiliki prioritas yang

setara. Masyarakat mana pun akan mengembangkan keenam dimensi tersebut untuk

level-level yang berbeda; misalnya, satu masyarakat mungkin memiliki basis

ekonomi yang kuat, partisipasi politik yang sehat dan identitas budaya yang kuat, tapi

sekaligus memiliki pelayanan kemanusiaan yang kurang baik, lingkungan fisik yang

buruk, harga diri yang rendah dan tingkat pengasingan yang tinggi. Dalam

masyarakat yang demikian, pengembangan lingkungan dan personal/spiritual akan

menjadi prioritas tertinggi dalam program pengembangan masyarakat. Nämun begitu,

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II

masyarakat lainnya akan mencerminkan gambaran yang berbeda dan memerlukan

prioritas yang berbeda dalam proses pengembangan.

Poin penting yaitu bahwa keenam aspek pengembangan masyarakat tersebut

sangat penting dan untuk memiliki masyarakat yang benar-benar sehat dan berfungsi

perlu mencapai level pengembangan yang tinggi untuk keenam dimensi secara

keseluruhan. Pekerja masyarakat manapun atau siapa pun yang terkait dengan

program pengembangan masyarakat harus memperhatikan keenam dimensi itu dan

tujuan tersebut harus memaksimalkan pengembangan pada seluruh dimensi itu.

Schuler, Hashemi dan Riley dalam (Edi Suharto;2004) mengembangkan

beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index

atau indeks pemberdayaan :

• Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau

wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah

ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu

mampu pergi sendirian

• Kemampuan membeli komoditas ‘kecil’: kemampuan individu untuk membeli

barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak

goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok,

bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama

jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya;

terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan

uangnya sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II

• Kemampuan membeli komoditas ‘besar’: kemampuan individu untuk

membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV,

radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin

tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri

tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang

tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

• Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu

membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suami/istri mengenai

keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah,

pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.

• Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai

apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak,

mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang

melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah.

• Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai

pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden;

mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

• Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap

‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain

melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang

mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan

bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai

pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II

• Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah,

asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia

memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

2.2.3. Pemberdayaan Masyarakat oleh Dunia Usaha

Belakangan ini dirasakan adanya dorongan di kalangan dunia usaha agar

dalam melaksanakan berbagai aktivitas tidak semata-mata diorientasikan kepada

upaya untuk memperoleh keuntungan ekonomi secara langsung, tetapi juga

diorientasikan dalam rangka kepedulian sosial dan tanggung jawab sosial. Bahkan

dalam batas-batas tertentu usaha yang berorientasi kepedulian dan tanggung jawab

sosial tersebut dirasakan sebagai bagian dan implementasi nilai kemanusiaan dan

keadilan sosial yang menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk dunia usaha.

Pada umumnya implementasi kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha

tersebut diwujudkan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR).

Umumnya, ada sejumlah faktor yang mendorong dunia usaha melaksanakan

aktivitas CSR sebagai bagian dari seluruh aktivitas perusahaannya. Menurut Soetomo

(2006), sebagian melaksanakannya dengan alasan tidak dapat menghindar, karena

kegiatan CSR oleh perusahaan yang bersangkutan merupakan amanat undang-

undang. Pada umumnya regulasi mewajibkan usaha pertambangan besar yang

mempunyai dampak yang cukup signifikan bagi lingkungan alam dan sosial di

sekitarnya untuk melakukan aktivitas CSR ini. Walaupun demikian tidak jarang pula

perusahaan yang baru tergerak untuk melakukan aktivitas yang berorientasi

kepedulian sosial ini setelah mendapat tekanan dan berbagai elemen masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II

Sementara itu, walaupun bagi dunia usaha tertentu regulasi tidak

mewajibkannya, tetapi masih banyak faktor yang mendorong mereka untuk

melakukan kegiatan CSR ini. Tidak jarang dijumpai adanya lembaga independen

yang memberikan sertifikasi kepada dunia usaha yang telah melakukan berbagai

aktivitas kepedulian sosial yang memenuhi kriteria yang ditentukan oleh lembaga

tersebut.

Pemberian sertifikasi ini dianggap dapat menaikkan citra perusahaan sehingga

memberikan stimulan bagi dunia usaha yang belum menempatkan program

kepedulian sosial dalam agenda perusahaan untuk melaksanakannya atau lebih

mengembangkan aktivitas kepedulian sosial bagi yang sudah melakukan sebelumnya.

Di samping itu tidak jarang pula stimulasi itu tidak berasal dari luar melainkan dari

dalam. Banyak dunia usaha yang memperhitungkan bahwa kegiatan CSR yang

dilakukan dapat menjadi bagian dan alat promosi dan pemasaran, dengan demikian

mereka justru memasukkan kegiatan CSR ini sebagai bagian integral dan keseluruhan

aktivitas bisnisnya.

Berkaitan dengan semakin gencarnya gerakan yang dibangun oleh aktivis

yang mengusung nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, menyebabkan kedua nilai

tersebut semakin memperoleh tempat dalam kehidupan masyarakat termasuk juga di

kalangan dunia usaha. Oleh sebab itu, tidak jarang keinginan untuk

mengimplementasikan nilai tersebut juga menjadi salah satu faktor yang mendorong

dunia usaha melakukan aktivitas CSR, terlepas kegiatan itu memberikan dampak atau

tidak secara ekonomis dan profit bagi perusahaan. Pada umumnya community

development dianggap sebagai sarana yang tepat untuk melaksanakan aktivitas CSR

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II

yang proporsional tersebut. Hal itu dapat dipahami dan beberapa pertimbangan.

Pertama, sesuai dengan karakteristiknya melalui program community development

dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur modal sosial baik yang dimiliki dunia

usaha maupun masyarakat. Dengan melaksanakan community development, dunia

usaha dapat membangun citra sehingga selanjutnya dapat berdampak pada perluasan

jaringan dan peningkatan trust.

Sementara itu bagi masyarakat, khususnya masyarakat lokal, melalui

community development dapat dikembangkan dan dimanfaatkan unsur solidaritas

sosial, kesadaran kolektif, mutual trust dan resiprocal dalam masyarakat untuk

mendorong tindakan bersama guna meningkatkan kondisi kehidupan ekonomi, sosial

dan kultural masyarakat.

Kedua, melalui community development dapat diharapkan adanya hubungan

sinergis antara kekuatan dunia usaha melalui berbagai bentuk bantuannya dengan

potensi yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh

dunia usaha melalui CSR bukan semata-mata bantuan yang bersifat karitatif,

melainkan bagian dan usaha untuk mengembangkan kapasitas masyarakat. Oleh

sebab itu melalui pendekatan community development dapat diharapkan program CSR

tersebut akan mendorong usaha pembangunan oleh masyarakat lokal secara

berkesinambungan dan terlembagakan.

Ketiga, aktivitas bersama antara dunia usaha dengan masyarakat, terutama

masyarakat lokal melalui community development dapat difungsikan sebagai sarana

membangun jalinan komunikasi. Apabila media komunikasi sudah terlembagakan,

berbagai persoalan dalam hubungan dunia usaha dengan masyarakat dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II

dibicarakan melalui proses dialog yang elegan dan dapat mengakomodasi kepenting-

an semua pihak. Hal itu dimungkinkan karena melalui kegiatan bersama dalam

menggarap program-program dengan pendekatan community development dapat

dibangun saling pengertian dan empati di antara semua pihak yang terkait.

2.2.4. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Dari beberapa literatur, diperoleh bahwa tahapan pemberdayaan masyarakat

yang cukup popular adalah:

1. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya.

2. Mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian

3. Menerapkan rencana tersebut

4. Secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya

(Monitoring dan Evaluasi / M&E)

Dalam pengembangan masyarakat, muncul dan berkembang bermacam-

macam model pendekatan yang dapat dimanfaatkan. Sering kali masyarakat

mendapat bantuan fisik dari pihak luar. Namun sering kali juga bantuan tidak

berlanjut dan setelah program selesai bantuan tersebut tidak bermanfaat bagi

masyarakat. Untuk jangka pendek masalah dapat dipecahkan, tetapi untuk jangka

panjang tidak ada perbaikan. Pada intinya, sangatlah penting bagi petugas lapangan

untuk mengetahui apa itu Pemberdayaan Masyarakat dan apa perbedaannya dengan

Pembinaan. Pembinaan adalah intervensi dari orang luar yang mengambil inisiatif,

memutuskan dan melakukan sesuai pikirannya sendiri. Masyarakat ‘diikutkan’

sebagai obyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai ‘pembina’.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Chapter II

Pemberdayaan adalah proses dari, oleh dan untuk masyarakat, di mana

masyarakat didampingi dalam mengambil keputusan dan berinisiatif sendiri agar

mereka lebih mandiri dalam pengembangan dan peningkatan taraf hidupnya.

Masyarakat adalah subyek pembangunan. Pihak luar berperan sebagai fasilitator.

Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat, masyarakat difasilitasi oleh pihak luar untuk

memecahkan masalahnya sendiri dengan mengakses dan menggunakan sumber daya

setempat. Dengan demikian, pemecahan masalah dan pengembangannya

berkelanjutan dan ketergantungan masyarakat pada pihak-pihak dan bantuan luar

dapat dikurangi.

Sementara itu, menurut Subejo dan Supriyanto (2004) tahapan pelaksanaan

pemberdayaan masyarakat dimulai dari dari proses seleksi lokasi sampai dengan

pemandirian masyarakat. Secara rinci masing-masing tahap tersebut adalah sebagai

berikut:

Tahap 1. Seleksi lokasi

Tahap 2. Sosialisasi pemberdayaan masyarakat

Tahap 3. Proses pemberdayaan masyarakat, yang dibagi ke dalam beberapa kegiatan:

• Kajian keadaan pedesaan partisipatif

• Pengembangan kelompok

• Penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan

• Monitoring dan evaluasi partisipatif

Tahap 4. Pemandirian Masyarakat

Seleksi lokasi dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh lembaga,

pihak-pihak terkait dan masyarakat. Penetapan kriteria penting agar tujuan lembaga

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Chapter II

dalam pemberdayaan masyarakat akan tercapai serta pemilihan lokasi dilakukan

sebaik mungkin. Sedangkan sosialisasi pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk

menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat. Sosialisasi ini membantu

untuk meningkatkan pengertian masyarakat dan pihak terkait tentang program. Proses

sosialisasi sangat menentukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan terlibat

dalam program.

Proses pemberdayaaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan

kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya.

2.3. Penerapan CSR di Indonesia

Dalam konteks Indonesia, menurut Jackie Ambadar (2008), sebenarnya tidak

diketahui secara pasti kapan CSR mulai masuk ke Indonesia, namun seiring dengan

semakin majunya teknologi dan perkembangan dunia bisnis, maka konsep CSR ini

pun begitu marak di Indonesia. CSR di Indonesia saat ini banyak mendapatkan

perhatian dari banyak lapisan masyarakat.

Tapi dalam catatan Edi Suharto (2008), di Indonesia, istilah CSR semakin

populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama

melakukan CSA (corporate social activity) atau aktivitas sosial perusahaan.

Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep

CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan

terhadap aspek sosial dan lingkungan.

Melalui konsep investasi sosial perusahaan seat belt, sejak tahun 2003

Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Chapter II

mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan

nasional. Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasanya kegiatan

perusahaan membawa dampak (baik maupun buruk) bagi kondisi lingkungan dan

sosial-ekonomi masyarakat (stakeh holders), khususnya di sekitar perusahaan

beroperasi.

Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan

masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya.

Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti

Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.

Saat ini, penerapan CSR di Indonesia terus berkembang. Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang disahkan DPR 20 Juli 2007

menandai babak baru pengaturan CSR di negeri ini. Keempat ayat dalam Pasal 74

UU tersebut menetapkan kewajiban semua perusahaan di bidang sumber daya alam

untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau

bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial

dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1). Namun, UU PT tidak menyebutkan secara

terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta

sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR

“dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya

dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.”

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Chapter II

PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan

perundang-undangan. Hanya saja, ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan

diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan.

Ke depan, seharusnya proses regulasi yang menyangkut kewajiban CSR perlu

memenuhi pembuatan peraturan yang terbuka dan akuntabel. Pertama, harus jelas apa

yang diatur. Lalu, harus dipertimbangkan semua kenyataan di lapangan, termasuk

orientasi dan kapasitas birokrasi dan aparat penegak hukum serta badan-badan yang

melakukan penetapan dan penilaian standar. Yang juga harus diperhitungkan adalah

kondisi politik, termasuk kepercayaan pada pemerintah dan perilaku para aktor politik

dalam meletakkan masalah kesejahteraan umum. Ini artinya harus melalui dialog

bersama para pemangku kepentingan, seperti pelaku usaha, kelompok masyarakat

yang akan terkena dampak, dan organisasi pelaksana (Pelaksanaan CSR di Indonesia.

http://www.madani-ri.com/2008/02/11/standarisasi-tanggung-jawab-sosial-

perusahaan-bag-iii-finish/25 Juni 2009).

Meski demikian, berbagai perusahaan terus berlomba-lomba menerapkan

CSR. Pihak perusahaan memang sudah mulai paham bahwa pelaksanaan

tanggungjawab sosial perusahaan dapat dikemas untuk mengupayakan citra positif

atau alat promosi perusahaan yang sangat efektif. Lebih jauh dari sekedar promosi,

meskipun hal ini bukan merupakan tujuan, tampak bahwa semakin berkembang pula

pandangan bahwa keunggulan bersaing bisa didapatkan dengan memadukan berbagai

pertimbangan sosial dan lingkungan dalam strategi bisnis.

Salah satu contohnya adalah Program-program CSR dalam 3 Best Practice

yang dilaksanakan oleh PT. Kaltim Prima Coal yakni:

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Chapter II

- CSR Bidang sosial meliputi: Pendidikan, kesehatan, agama, olah raga.

- CSR bidang ekonomi, meliputi: Sektor pengembangan usaha kecamatan,

sektor penciptaan lapangan kerja lainnya, dan.

- CSR bidang lingkungan, meliputi: Sektor pemeliharaan lingkungan lainnya.

Hasil penelitian lain yang dilakukan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia bekerja sama dengan PT Pertamina (2008) memperlihatkan

kegiatan CSR Pertamina yang dilaksanakan sejak tahun 1993. Kegiatan CSR itu

diintegrasikan sehubungan dengan kebijakan pemerintah dalam pembentukan unit

Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) di bawah Direktorat Keuangan.

Pada masa itu bentuk CSR Pertamina dikenal sebagai pemberdayaan

masyarakat, yang diimplementasikan dalam beberapa jenis, seperti penyaluran

pinjaman modal usaha, bantuan hibah untuk pembinaan dan pelatihan dan

pembentukan pasar atau jaringan pasar produk dan usaha. Contoh pemberdayaan

masyarakat di unit operasi Pertamina Program Pendampingan Petani Patra Mekar di

wilayah kerja PT Pertamina (Persero) UP VI Balongan (Chotib; 2008).

Perusahaan lainnya juga tak mau kalah. Untuk lebih lengkapnya, lihat tabel

berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Chapter II

Tabel 1 Beberapa Perusahaan yang Telah Melaksanakan CSR

Perusahaan Dana CSR

dan Tahun Program

PT Pertamina (Persero) Rp. 59,9 milliar (2007) Pengembangan bidang kesehatan, pendidikan dan pelatihan, pembangunan infrastruktur dan sarana umum, rumah ibadah dan bantuan bencana alam

PT Freeport Indonesia Rp. 500 milliar per tahun Kesehatan, membangun rumah sakit, program air bersih dan pembuatan jamban. Pendidikan program beasiswa, bantuan kredit usaha rakyat

PT HM Sampoerna Tbk Rp. 47, 6 milliar (2006) Memajukan pendidikan lewat sampoerna foundation (SF) melalui SF United School Program pada 5 SMA Negeri di jawa Timur dan DIY. Merekonstruksi sekolah yang rusak akibat gempa.

PT Telkom Tbk Rp. 228 milliar (2007) Kemitraan dengan UKM bantuan modal kerja, pinjaman khusus jangka pendek, serta hibah pembinaan pendidikan, pelatihan dan pemagangan bagi mitra binaan. Bina lingkungan : bantuan korban bencana alam, beasiswa pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur sarana ibadah, infrastruktur pendidikan, panti asuhan, dan panti jompo

PT Kaltim Prima Coal Sekitar Rp. 20,4 milliar (2007)

Program pendidikan dan pelatihan, serta kesehatan masyarakat

PT Aneka Tambang Tbk Rp. 150 milliar (2008) Pinjaman bergulir program bina kemitraan dan beasiswa pendidikan.

Sumber: Harian Seputar Indonesia, 7 Desember 2008

Dalam konteks Sumatera Utara, CSR juga sudah diterapkan di beberapa

perusahaan, misalnya PTPN 3 yang baru-baru ini menyalurkan dana CSR senilai

Rp700 juta kepada empat kelompok tani di Kabupaten Serdang Bedagai. Keempat

kelompok tani itu masing-masing memperoleh bantuan berupa sarana produksi

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Chapter II

pertanian. Dana CSR itu dimaksudkan sebagai bantuan tanda ikut peduli atau

tanggung jawab sosial PTPN 3 dalam meningkatkan perekonomian rakyat (Seputar

Indonesia, PTPN 3 Salurkan CSR Rp 700 juta, Halaman 12, 13 Maret 2009).

PT Toba Pulp yang berlokasi di Porsea, Kabupaten Tobasa beberapa tahun

belakangan ini juga sudah melaksanakan CSR. Selama tahun 2009 ini, perusahaan

tersebut sudah mengalokasikan dana CD (community development) sebesar Rp 2,35

miliar dan seluruhnya untuk kepentingan masyarakat. Laporan yang disusun seksi

CSR menyebutkan empat item terbesar dari dana itu berupa pengiriman dana CD ke

pengelola CD di empat kabupaten, yakni Samosir sebesar Rp 771,3 juta, Simalungun

Rp 473,1 juta, Pakpak Bharat Rp 225, 1 juta, dan Tapanuli Utara Rp 857,1 juta. (Toba

Pulp Alokasikan Dana CD Rp 2,35 M, Harian Waspada, Halaman 23, 12 Maret

2009).

Selain itu, kegiatan yang menonjol dari penerapan CSR PT Toba Pulp adalah

pengobatan gratis yang digilir dari satu desa ke desa lainnya, Sistandu yang

merupakan program yang memadukan kegiatan peternakan sapi dengan pertanian

holtikultura dan perikanan darat, dan juga pengerahan alat-alat berat untuk membantu

masyarakat menangani suatu pekerjaan.

Karena peran sertanya dalam bidang CSR, PT Toba Pulp menerima

Indonesian CSR Award 2008 (ICA 2008) yang digagas oleh Departemen Sosial RI

dan CFCD (Corporate Forum for Community Development). Pemberian penghargaan

itu diselenggarakan setiap tahunnya sejak tahun 2005. Tujuannya untuk mendorong

pelaksanaan CSR secara baik, memberikan sumbangan pada pembangunan sosial,

ekonomi laingkungan secara berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Chapter II

Penghargaan itu sebagai pengakuan dan berbagai aksi peduli PT Toba Pulp

kepada masyarakat di sekelilingnya (CSR Awards untuk Toba Pulp, Majalah Toba

Pulp Digest, Edisi 13 Mei-Juni 2009).

2.3.1. Peran CSR Dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu sektor industri utama dalam tatanan ekonomi global adalah industri

pertambangan yang dalam banyak kasus memiliki posisi dominan dalam

pembangunan sosio-ekonomi negara maju dan berkembang. Sektor industri ini

berdampak sangat signifikan dalam arti positif maupun negatif. Tanpa menafikan

dampak positifnya, dampak negatif dalam ranah sosial, lingkungan, politik dan

budaya yang ditimbulkan sektor industri ini sangat luar biasa. Dampak negatif

tersebut cenderung membesar di negara-negara berkembang atau di negara-negara

yang menghadapi kendala ketidakefektifan sistem pemerintahan, ketiadaan regulasi

(dan perundangan) yang memadai serta tingginya gejolak sosial-politik.

Menurut Arif Siregar (2009) karakteristik industri pertambangan antara lain

adalah sumber daya alam tak terbarukan, lokasi proyek yang terpencil, infrastruktur

harus dibangun sendiri, resiko relatif tinggi, padat modal, investasi jangka panjang,

dan berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan dampak sosial.

Hal ini terjadi di beberapa negara yang memiliki perusahaan pertambangan,

termasuk di Republik Federasi Rusia. Kondisi seperti itu akan menjadi situasi buah

simalakama bagi perusahaan pertambangan yang berupaya memperbaiki kinerja

sosial, ekonomi dan lingkungan mereka. Upaya-upaya perbaikan kinerja multiaspek

serta strategi pemenuhan tuntutan yang absah dari para pemangku kepentingan akan

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Chapter II

menjadi tantangan yang sangat berat untuk bisa diwujudkan oleh perusahaan

pertambangan di dalam atmosfer sosial, politik, budaya dan hukum yang tidak

mendukung (Natalia Yakovleva, CSR dalam Industri Tambang: Berkaca dari

Pengalaman Belahan Dunia Lain, Ashgate Publishing Limited, 2005).

Yakovleva memfokuskan analisisnya pada empat wilayah kunci penerapan

konsep CSR, yakni pemeliharaan lingkungan; kesehatan dan keselamatan kerja;

hubungan dengan karyawan; serta community development/CD). Salah satu yang

paling penting disimak adalah menyangkut analisis yang cukup rinci tentang tiga

model pelaksanaan program CD. Pada model pertama, perusahaan pertambangan

bertindak sebagai agen utama penyelenggara CD. Model kedua, pembentukan dan

pelaksanaan CD dilakukan oleh yayasan filantrofi perusahaan. Sedangkan model

terakhir adalah pelaksanaan CD dengan nuansa tri-sector partnership yang

melibatkan unsur administrasi pemerintah lokal, masyarakat dan perusahaan.

Dalam konteks Sumatera Utara, PT Agincourt Resources yang mengekplorasi

emas di Batangtoru, Tapsel sudah menerapkan program CSR sejak 6 tahun lalu.

Tahun 2003, dana untuk kegiatan CSR yang dianggarkan sebesar 30.000 US dollar.

Tahun 2004-2005 sebesar 153,000 US dollar, tahun 2006 sebesar 70.000 US dollar,

tahun 2007 sebesar 152.000 U dollar, dan tahun 2008 sebesar 200.000 US dollar.

Dana tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan seperti sosisalisasi kegiatan

explorasi pertambangan, memberikan bantuan kepada masyarakat dalam berbagai

aspek misalnya bantuan kesehatan, batuan pendidikan, peralatan kedokteran untuk

Puskesmas Batangtoru, bantuan pendidikan, bantuan infrastruktur, donasi bagi korban

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Chapter II

tsunami di Nias dan daerah lainnya, dan juga pengembangan ekonomi lokal, serta

pelatihan-pelatihan bagi masyarakat sekitar.

Mas Achmad Daniri menyebutkan, salah satu bentuk dari tanggung jawab

sosial perusahaan yang sering diterapkan di Indonesia adalah community development

(pemberdayaan masyarakat). Perusahaan yang mengedepankan konsep ini akan

lebih menekankan pembangunan sosial dan pembangunan kapasitas masyarakat

sehingga akan menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal sosial

perusahaan untuk maju dan berkembang. Selain dapat menciptakan peluang-

peluang sosial-ekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi

yang diinginkan, cara ini juga dapat membangun citra sebagai perusahaan yang

ramah dan peduli lingkungan. Selain itu, akan tumbuh rasa percaya dari masyarakat.

Rasa memiliki perlahan-lahan muncul dari masyarakat sehingga masyarakat

merasakan bahwa kehadiran perusahaan di daerah mereka akan berguna dan

bermanfaat.

Dalam draf ISO 26000 on Social Responsibility, disebutkan juga bahwa

secara konseptual pengembangan/pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian

dari tanggung jawab sosial. Draf tersebut menyatakan ada tujuh subyek inti tanggung

jawab sosial, yaitu tata kelola organisasi, hak asasi manusia, ketenagakerjaan,

lingkungan, praktek operasi yang adil, konsumen, dan, terakhir, pengembangan

masyarakat. Pengembangan masyarakat adalah upaya memandirikan kelompok

masyarakat rentan.

Pengembangan atau pemberdayaan masyarakat menjadi bagian penting CSR,

karena kelompok masyarakat rentan -baik itu secara struktural, kultural, maupun

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Chapter II

individual- biasanya memiliki akses paling kecil terhadap dampak positif operasi

perusahaan, sekaligus menerima dampak negatif paling parah. Kalau mereka tidak

mendapatkan perhatian ekstra dari perusahaan, kondisi tersebut akan terus-menerus

mendera mereka. Pengembangan masyarakat sebenarnya ditujukan untuk

mewujudkan potensi terbaik dari masyarakat rentan, bukan meredamnya

(Kesalahpahaman tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Harian Koran

Tempo Tanggal 15 Januari 2009).

Menurut Jackie Ambadar (2008), salah satu yang menonjol dari praktik CSR

di Indonesia adalah penekanan pada aspek pemberdayaan masyarakat (community

develompent). Meskipun CSR bukan semata-mata merupakan community

development, namun hal ini memang sangat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan

masyarakat kita, yang masih bergelut dengan kemiskinan serta pengangguran dan

rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan yang menjadi penyebab utama sulitnya

memutus rantai kemiskinan. Maka CSR sebagai sebuah konsep yang berubah dan

tumbuh sesuai dengan perkembangan dunia usaha dan kebutuhan masyarakat bisa

menjadi salah satu jawaban.

Pemberdayaan masyarakat diyakini merupakan sebuah aktualisasi dari CSR

yang lebih bermakna daripada hanya sekedar aktivitas charity ataupun 7 (tujuh)

dimensi CSR lainnya, antara lain: community relation, hal ini juga disebabkan karena

dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat, terdapat kolaborasi kepentingan

bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas dan

keberkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Chapter II

Agus Suman (2010) menyebutkan program-program CSR dari perusahaan

harus diselaraskan dengan kebutuhan masyarakat sekitar sekaligus diharmonikan

dengan program pemerintah yang sedang berlangsung. Ke depan harus ada

persamaan kebijakan, khususnya dalam penyusunan program pengembangan

masyarakat di sekitar wilayah perusahaan sehingga pemanfaatan dari dana-dana CSR

benar-benar untuk pembangunan masyarakat.

Dengan demikian tampak bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan ruh

pelaksanaan aktivitas CSR perusahaan. Khususnya di Indonesia, pelaksanaan

kegiatan CSR memang tampaknya lebih pas dengan program pemberdayaan

masyarakat. Diharapkan dengan aktivitas CSR yang bernafaskan pemberdayaan dapat

mencapai tujuan strategis perusahaan, disamping untuk mencapai profit dengan

adanya aktivitas tersebut, komunitas memiliki mitra yang peduli terhadap

kemandiriannya.

Tahapan CSR dalam upaya pemberdayaan masyarakat bisa dimulai dengan

melihat dan menilai kebutuhan (needs assessment) masyarakat sekitar. Caranya

dengan mengidentifikasi masalah atau problem yang terjadi di masyarakat dan

lingkungannya. Setelah itu dicarikan solusinya yang terbaik menurut kebutuhan

masyarakat. Dalam hal ini, perusahaan tidak perlu melakukannya sendiri, melainkan

dapat menggunakan sumber daya di luar perusahaan, misalnya menunjuk perusahaan

atau lembaga lain melakukan riset dasar atau base line study.

Selanjutnya, membuat rencana aksi lengkap dengan anggaran, jadwal waktu,

indikator untuk mengevaluasi dan sumber daya manusia yang ditunjuk untuk

melakukannya. Dalam hal ini perusahaan dapat membagi program dalam bentuk

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Chapter II

kegiatan jangka pendek, jangka menengah, hingga jangka panjang. Tujuannya agar

masyarakat mandiri dalam arti yang sesungguhnya. Setelah itu, evaluasi dan

monitoring dapat dilakukan melalui survei maupun kunjungan langsung.

2.3.2. Model Pemberdayaan Melalui CSR

Menurut Badaruddin (2008), pendekatan CSR hendaknya dilakukan secara

holistik, yang bersifat derma (charity) dan ditekankan pada keberlanjutan

pengembangan masyarakat (community development). Intinya adalah bagaimana CSR

tersebut dapat memberdayakan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya secara

berkelanjutan (sustainable).

Ada berbagai model pemberdayaan masyarakat melalui CSR yang bisa

diadopsi oleh perusahaan maupun masyarakat dalam upaya pemberdayaan

masyarakat, misalnya model di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Chapter II

Kerangka Input-Output Dalam Model Pemberdayaan Lokal Melalui CSR yang Berkesinambungan

Bagan 2.1

Sumber: Chotib;2008

Chotib (2008) menggambarkan kotak output sebagai hasil akhir dari input dan

proses adalah terciptanya pemberdayaan lokal yang dapat diidentifikasi antara lain

melalui penyerapan tenaga kerja lokal yang memang harus diprioritaskan, penciptaan

energi hijau, pemodalan UKM setempat dan keberlanjutan pembangunan masyarakat

setempat. Dengan kata lain, segala potensi yang ada di suatu daerah dimana

perusahaan berada harus mengalami peningkatan kualitas yang berujung pada

kesejahteraan masyarakat, kelestarian lingkungan hidup dan pertumbuhan

perusahaan.

Badaruddin memberikan model alternatif lain yang disebut Model Kerja

Kolaborasi yang didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada satu pihak pun yang

INPUT Potensi Lokal: -Modal budaya -Modal ekonomi -Modal sosial -Modal alam -Modal manusia

PROSES: Kondisi Perusahaan Internal - Kuantitas - Kualitas TK - Permodalan - Teknologi - Manajemen Eksternal - Kebijakan Pemerintah - Iklim Investasi - Pemasaran - Kelembagaan - Kearifan lokal

OUTPUT: Pemberdayaan Lokal- Ekonomi - Sosial - Budaya - Alam - Manusia

KESINAMBUNGAN

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Chapter II

sanggup secara sendirian menjalankan fungsi yang sangat kompleks dalam upaya

pemberdayaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat khususnya masyarakat

miskin. Model ini dianggap sangat relevan dengan tuntutan perusahaan untuk

menjalankan Good Corporate Governance (GCG), dan model ini didasarkan pada

fakta bahwa begitu banyak proyek yang dibiayai oleh pemerintah untuk masyarakat

miskin belum menunjukkan hasil optimal. Model tersebut bisa dilihat seperti bagan di

bawah ini.

Model Kerja Kolaborasi untuk Pemberdayaan Masyarakat melalui Program CSR yang memanfaatkan Modal Sosial

Bagan 2.2

Sumber: Badaruddin;2008

Masyarakat Miskin

Korporat-CSR

Social capital

Social capital Social capital

Pemerintah Perguruan Tinggi/ Civil Siciety/LSM

Hantaran finansial Social capital

Hantaran finansial dan regulasi

Persiapan Sosial

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Chapter II

Pada awal perkembangannya, bentuk CSR yang paling umum adalah

pemberian bantuan (karitatif) terhadap organisasi lokal dan masyarakat miskin di

negara berkembang. Pendekatan CSR ini pada umumnya dilakukan secara ad-hoc,

partial dan tidak melembaga hanya sekedar do good dan to look good (berbuat baik

agar terlihat baik). Semakin lama pendekatan ini mulai ditinggalkan karena tidak

mampu meningkatkan keberdayaan atau kapasitas masyarakat lokal secara

berkesinambungan.

Pendekatan CD (community development) semakin banyak diterapkan karena

lebih mendekati konsep empowerment dan sustainable development. Misalnya PT.

Freeport Indonesia yang telah menghibahkan dana 1% dari keuntungan kotor

perusahaan bagi program CSR seperti pengobatan gratis, pemberian beasiswa,

pembinaan kelompok swadaya masyarakat berbagai jenis usaha. Program CSR yang

matang, dalam artian terlembaga dan berkesinambungan pada suatu perusahaan

biasanya akan memiliki strategi dan rancangan yang matang.

Pendekatan CD dilakukan dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik

(good corporate governance) seperti kejujuran, keterbukaan, akuntabel dan tanggung

jawab. Pada akhirnya, dari beragam gambaran implementasi CSR, intinya adalah

bahwa masyarakat di sekitar perusahaan adalah bagian yang tak terpisahkan dalam

pengembangan perusahaan sehingga CSR diharapkan dapat menumbuhkembangkan

potensi lokal melalui tanggung jawab perusahaan sehingga pemberdayaan lokal dapat

terjadi secara berkesinambungan dan memiliki efek jangka panjang.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Chapter II

2.3.3. Program CSR dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat adalah proses kesempatan bagi pelaku ekonomi

untuk memperoleh surplus value sebagai hak manusia yang terlibat dalam kegiatan

produksi. Upaya untuk memperoleh surplus value dilakukan melalui distribusi

penguasaan faktor-faktor produksi. Upaya untuk mendistribusikan penguasaan faktor-

faktor produksi harus dilakukan melalui kebijakan politik ekonomi yang tepat sesuai

dengan kondisi dan tingkatan sosial budaya masyarakat.

Jika terdapat ketidakadilan dan kesenjangan kekuatan (power), maka menurut

Friedmann yang harus diperkuat adalak keluarga (pendekatan Friedmann, sebenarnya

pendekatan keluarga). Friedman dalam Jackie Ambadar (2008) memiliki pandangan

bahwa setiap rumah tangga memiliki tiga macam kekuatan, yaitu kekuatan sosial,

kekuatan politik, dan kekuatan psikologis. Pandangan Friedmann ini kemudian

menghasilkan rumusan mengenai pemberdayaan sebagai proses untuk masyarakat

lemah memperoleh kekuatan dan akses terhadap sumber daya. Maka pemberdayaan

harus dimuai dari rumah tangga atau keluarga.

Pemberdayaan keluarga adalah pemberdayaan yang mencakup aspek sosial,

politik dan psikologis. Pemberdayaan sosial adalah usaha bagaimana keluarga yang

lemah untuk memperoleh akses informasi, akses pengetahuan dan keterampilan,

akses untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial, dan akses ke sumber-sumber

keuangan; pemberdayaan politik adalah usaha bagaimana keluarga yang lemah untuk

memiliki akses dalam proses pengambilan keputusan publik yang mempengaruhi

masa depan mereka dan pemberdayaan psikologis adalah usaha bagaimana

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Chapter II

membangun kepercayaan diri setiap keluarga yang lemah agar mereka dapat

berinteraksi dengan masyarakat dalam mengembangkan kegiatan sosial ekonominya.

Berangkat dari kerangka berfikir di atas, maka secara empirik mengukur

dampak CSR dalam bentuk pemberdayaan masyarakat, dapat ditransformasikan ke

dalam beberapa program yaitu adanya peningkatan dalam: Kualitas SDM,

kelembagaan, tabungan, konsumsi dan investasi (TKI) dari rumah tangga warga

masyarakat, dengan membandingkan data dasar (base line data) dengan periode akhir

proyek.

Hal itu bisa dijabarkan dengan melihat:

Tabungan:

• Adanya peningkatan saldo tabungan anggota binaan baik di bank maupun di

lembaga keuangan lain.

• Peningkatan jenis, jumlah, mutu dan nilai harta rumah tangga (dan usaha bila

ada)

Konsumsi:

• Peningkatan rata-rata jumlah pendapatan rumah tangga per periode

• Peningkatan jenis, jumlah dan mutu konsumsi rumah tangga per periode

• Penerapan pengelolaan ekonomi rumah tangga (ERT) secara tepat guna.

Investasi:

• Peningkatan jumlah unit dan ragam sektor usaha

• Peningkatan jumlah orang yang melakukan kegiatan usaha

• Peningkatan nilai penjualan produk usaha per periode

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Chapter II

• Peningkatan volume penjualan atas komoditi-komoditi lama

• Peningkatan jumlah laba/pendapatan usaha per periode

• Peningkatan modal sendiri dari unit-unit usaha bertambah

• Peningkatan aset usaha dari seluruh unit

• Peningkatan kualitas usaha

Sumber daya manusia:

• Peningkatan jenis, jumlah dan frekuensi kegiatan pelatihan bagi warga

masyarakat.

• Peningkatan jumlah orang yang telah mengikuti pelatihan dari berbagai jenis

yang ada.

• Peningkatan jumlah orang yang telah memiliki kemampuan untuk

memperluas usaha.

• Peningkatan jumlah orang yang telah dapat membuat akuntansi dan

memonitor.

• Peningkatan jumlah orang yang telah menguasai teknologi produksi yang

relatif canggih.

• Peningkatan jumlah orang yang telah dilatih dan aktif mengelola organisasi.

• Peningkatan kualitas sumber daya masyarakat di sekitar.

Kelembagaan :

• Tumbuhnya lembaga keuangan pada masyarakat sasaran

• Tumbuhnya sistem jaringan antar kelembagaan yang ada termasuk lembaga

keuangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: Chapter II

• Berkembangnya dampak secara positif bagi pengembangan kelembagaan.

• Tumbuhnya lembaga yang bersifat korporatif.

Intinya, tidak ada jalan lain bagi perusahaan yang ingin beroperasi dalam

jangka panjang selain memperoleh izin sosial dari masyarakat luas. Perusahaan

sebaiknya melakukan program pemberdayaan masyarakat (community development)

lewat CSR-nya. Jika terjadi peningkatan dalam hal tabungan, konsumsi, investasi,

sumber daya manusia, dan kelembagaan maka bisa dikatakan peran CSR dalam

upaya pemberdayaan masyarakat sudah berhasil.

Selain itu, pada umumnya program-program CSR bisa dibagi ke dalam

beberapa hal, yakni:

- CSR bidang sosial meliputi: Sektor pendidikan, sektor kesehatan, sektor

agama, sektor olah raga.

- CSR bidang ekonomi, meliputi: Sektor pengembangan usaha kecamatan,

sektor penciptaan lapangan kerja lainnya, dan.

- CSR bidang lingkungan, meliputi: Sektor pemeliharaan lingkungan lainnya.

Universitas Sumatera Utara