chapter ii 2

17
 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Hematologis pada Kehamilan Adaptasi anatomis, fisiologis, dan biokimiawi terhadap kehamilan sangat besar. Banyak dari perubahan-perubahan tersebut segera terjadi setelah fertilisasi dan  berlanjut selama kehamilan. Sebagian besar adaptasi pada kehamilan terjadi sebagai respons terhadap rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh janin. Salah satu perubahan yang terjadi selama kehamilan adalah perubahan hematologis. Perubahan pada sistem ini berupa peningkatan volume darah ibu,  penurunan he moglobin dan hematokrit, peningkatan kebutuhan besi, perubahan  pada leukosit dan sistem imunologis, serta kehilangan darah yang terjadi selama  proses kelahiran (Cunningham dkk., 2006). 2.1.1. Volume Darah Volume darah ibu meningkat secara nyata selama kehamilan. Tingkat ekspansi sangat bervariasi, di mana pada beberapa wanita hanya terjadi  peningkatan sedang dan pada wanita lain peningkatan hampir berlip at ganda. Peningkatan volume darah disebabkan oleh meningkatnya  plasma dan eritrosit. Peningkatan plasma biasanya lebih banyak daripada eritrosit pada sirkulasi ibu. Menurut Harstad dkk. (1992),  peningkatan kadar eritropoietin plasma ibu dan produksi tertinggi eritrosit setelah usia gestasi 20 minggu menyebabkan hiperplasia eritroid sedang dalam sumsum tulang belakang, dan hitung retikulosit sedikit meningkat pada kehamilan normal. Pritchard (1965) menyatakan janin tidak berperan penting dalam hipervolemia, sebab keadaan ini juga Universitas Sumatera Utara

Upload: khoirul-latifin

Post on 18-Jul-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 1/16

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perubahan Hematologis pada Kehamilan

Adaptasi anatomis, fisiologis, dan biokimiawi terhadap kehamilan sangat besar.

Banyak dari perubahan-perubahan tersebut segera terjadi setelah fertilisasi dan

berlanjut selama kehamilan. Sebagian besar adaptasi pada kehamilan terjadi

sebagai respons terhadap rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh janin.

Salah satu perubahan yang terjadi selama kehamilan adalah perubahan

hematologis. Perubahan pada sistem ini berupa peningkatan volume darah ibu,

penurunan hemoglobin dan hematokrit, peningkatan kebutuhan besi, perubahan

pada leukosit dan sistem imunologis, serta kehilangan darah yang terjadi selama

proses kelahiran (Cunningham dkk., 2006).

2.1.1. Volume DarahVolume darah ibu meningkat secara nyata selama kehamilan. Tingkat

ekspansi sangat bervariasi, di mana pada beberapa wanita hanya terjadi

peningkatan sedang dan pada wanita lain peningkatan hampir berlipat

ganda. Peningkatan volume darah disebabkan oleh meningkatnya

plasma dan eritrosit. Peningkatan plasma biasanya lebih banyak 

daripada eritrosit pada sirkulasi ibu. Menurut Harstad dkk. (1992),

peningkatan kadar eritropoietin plasma ibu dan produksi tertinggi

eritrosit setelah usia gestasi 20 minggu menyebabkan hiperplasia eritroid

sedang dalam sumsum tulang belakang, dan hitung retikulosit sedikit

meningkat pada kehamilan normal. Pritchard (1965) menyatakan janin

tidak berperan penting dalam hipervolemia, sebab keadaan ini juga

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 2/16

 

dapat terjadi pada beberapa wanita dengan mola hidatidosa

(Cunningham dkk., 2006).

Pada wanita normal, volume darah saat aterm meningkat kira-kira 40-

45% di atas volume saat tidak hamil. Volume darah ibu mulai

meningkat pada trimester pertama, bertambah cepat pada trimester

kedua, kemudian naik dengan kecepatan yang lebih pelan pada trimester

ketiga untuk mencapai kecepatan konstan (kondisi  plateau) pada

beberapa minggu akhir kehamilan. Peningkatan progresif volume darah

terjadi pada minggu ke-6 sampai ke-8, dan mencapai puncak pada

minggu ke-32 sampai ke-34. Volume darah akan kembali seperti semula

pada 2-6 minggu setelah persalinan (Cunningham dkk., 2006; Sulin,

2009).

Menurut Cunningham dkk . (2006) dan Sulin (2009), hipervolemia yang

diinduksi oleh kehamilan mempunyai beberapa fungsi penting sebagai

berikut:

1.  Untuk memenuhi kebutuhan uterus yang membesar dan sistem

vaskuler yang hipertrofi.2.  Untuk melindungi ibu dan janin terhadap efek merusak dari

gangguan aliran balik vena pada posisi telentang dan berdiri tegak.

3.  Untuk menjaga ibu dari efek samping kehilangan darah selama

persalinan.

2.1.2. Konsentrasi Hemoglobin dan Hematokrit

Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit sedikit menurun selama

kehamilan normal walaupun terdapat peningkatan eritropoiesis. Jika

dibandingkan dengan peningkatan volume plasma, peningkatan volume

eritrosit sirkulasi tidak begitu banyak, sekitar 450 ml atau 33%.

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 3/16

 

Akibatnya, viskositas darah secara keseluruhan menurun (Cunningham

dkk., 2006).

Konsentrasi hemoglobin tertinggi terdapat pada trimester pertama,

mencapai nilai terendah pada trimester kedua, dan mulai meningkat

kembali pada trimester ketiga. Konsentrasi hemoglobin rata-rata adalah

12,73 ± 1,14 g/dl pada trimester pertama, 11,41 ± 1,16 g/dl pada

trimester kedua, dan 11,67 ± 1,18 g/dl pada trimester ketiga (James dkk.,

2008).

Pada sebagian besar wanita, konsentrasi hemoglobin di bawah 11,0 g/dl,

terutama di akhir kehamilan, dianggap abnormal dan biasanya lebih

berhubungan dengan defisiensi besi daripada hipervolemia gravidarum

(Sulin, 2009).

2.1.3. Metabolisme Besi

Peningkatan volume eritrosit dan massa hemoglobin selama kehamilan

berhubungan dengan jumlah besi yang tersedia dari cadangan besi dalam

tubuh ibu hamil. Rata-rata volume total eritrosit meningkat sekitar 450ml dalam sirkulasi, di mana dalam 1 ml eritrosit normal terkandung 1,1

mg besi. Dari 1000 mg kebutuhan besi pada kehamilan, sekitar 300 mg

ditransfer secara aktif ke janin dan plasenta, serta sekitar 200 mg hilang

di sepanjang jalur ekskresi normal. Keadaan ini tetap terjadi walaupun

ibu kekurangan zat besi. Bila zat besi tersebut tersedia, 500 mg besi

lainnya akan digunakan dalam eritrosit. Akibatnya, semua zat besi akan

terpakai selama paruh akhir kehamilan dan dibutuhkan zat besi yang

cukup besar selama paruh kedua kehamilan. Pritchard dan Scott (1970)

menuliskan kebutuhan zat besi selama paruh kedua kehamilan tersebut

sekitar 6-7 mg/hari. Dalam keadaan tidak ada zat besi suplemental,

konsentrasi hemoglobin dan hematokrit turun cukup besar saat volume

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 4/16

 

darah ibu bertambah, meskipun absorpsi zat besi dari traktus

gastrointestinal tampak meningkat. Pada ibu dengan anemia defisiensi

berat, produksi hemoglobin dalam janin tidak akan terganggu. Hal ini

disebabkan perolehan besi dari plasenta ibu cukup untuk menghasilkan

kadar hemoglobin normal untuk janin (Cunningham dkk., 2006).

2.1.4. Fungsi Leukosit dan Sistem Imunologis

Selama kehamilan, jumlah leukosit akan meningkat sekitar 5.000-

12.000/µl. Pada saat kelahiran dan masa nifas, jumlah leukosit mencapai

puncak, yaitu antara 14.000-16.000/µl. Distribusi tipe sel juga berubah

selama kehamilan. Pada awal kehamilan, aktivitas leukosit alkalin

 fosfatase dan C-Reactive Protein (CRP) meningkat. Selain itu, reaktan

serum akut dan Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) meningkat akibat

dari peningkatan plasma globulin dan fibrinogen. Pada trimester ketiga

kehamilan, jumlah granulosit dan limfosit CD8 T meningkat, tetapi

limfosit dan monosit CD4 T menurun (Sulin, 2009).

2.1.5. Kehilangan Darah

Pada mayoritas wanita, separuh dari eritrosit yang ditambahkan ke

sirkulasi ibu selama masa kehamilan akan hilang saat pelahiran per

vaginam normal sampai beberapa hari setelahnya. Kehilangan ini terjadi

melalui tempat implantasi plasenta, plasenta, episiotomi atau laserasi,

dan lokia. Pritchard (1965) dan Ueland (1976) menyatakan sekitar 500-

600 ml darah prapelahiran akan hilang saat kelahiran per vaginam bayi

tunggal sampai setelahnya. Sedangkan, sekitar 1000 ml darah hilang

pada seksio sesarea dan pelahiran per vaginam bayi kembar

(Cunningham dkk., 2006).

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 5/16

 

2.2. Anemia pada Kehamilan

2.2.1. Definisi dan Kriteria Anemia

Secara fungsional, anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah

massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsi untuk membawa

oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Anemia bukan

suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi gejala dari berbagai jenis

penyakit yang mendasari (Bakta, 2007).

Parameter penurunan jumlah massa eritrosit adalah kadar hemoglobin,

hematokrit, dan hitung retikulosit. Umumnya, ketiga parameter tersebut

saling bersesuaian. Kadar hematokrit dan hemoglobin adalah parameter

yang paling lazim dipakai (Bakta, 2007).

Umumnya, ibu hamil dinyatakan anemia jika kadar hemoglobin < 11,0

g/dl atau hematokrit < 33% (World Health Organization, 2008;

Abdulmuthalib, 2009).

CDC membuat nilai batas hemoglobin dan hematokrit khusus

berdasarkan trimester kehamilan (Abdulmuthalib, 2009).

Tabel 2.1. Nilai Batas Anemia Berdasarkan Trimester Kehamilan

Status Kehamilan Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%)

Tidak hamil 12,0 36

Kehamilan Trimester I 11,0 33

Kehamilan Trimester II 10,5 32

Kehamilan Trimester III 11,0 33

Dikutip dari Abdulmuthalib, 2009

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 6/16

 

2.2.2. Epidemiologi Anemia

Anemia terdapat pada 1,62 juta jiwa di dunia (95% CI: 1,50-1,74 juta),

yaitu mencapai 24,8% populasi dunia (95% CI: 22,9-26,7%). Anak-anak 

yang belum bersekolah, ibu hamil, dan wanita tanpa kehamilan di Asia

Tenggara merupakan kelompok yang paling banyak mengalami anemia,

sebanyak 315 juta jiwa (95% CI: 291-340 juta). Prevalensi anemia saat

kehamilan tahun 1993-2005 mencakup 41,8% populasi penderita anemia

di dunia (95% CI: 39,9-43,8%), yaitu sebanyak 56 juta jiwa penduduk 

dunia (95% CI: 54-59 juta). Lebih dari 80% negara di dunia mengalami

masalah kesehatan masyarakat sedang ke berat akibat anemia pada ibu

hamil (World Health Organization, 2008).

2.2.3. Etiologi Anemia

Pada dasarnya, anemia dapat disebabkan oleh gangguan pembentukan

eritrosit oleh sumsum tulang belakang, kehilangan darah dari tubuh

(perdarahan), ataupun proses penghancuran eritrosit sebelum waktunya

(hemolisis). Anemia juga terdapat pada penyakit yang mendasarinya,seperti: infeksi parasit, malaria, keganasan, tuberkulosis, HIV, dan

sebagainya (Bakta, 2007; World Health Organization, 2008).

Pada kehamilan, penyebab tersering anemia adalah defisiensi zat-zat

nutrisi. Penyebab mendasar anemia nutrisional berupa asupan gizi tidak 

terpenuhi, absorpsi tidak adekuat, peningkatan kehilangan zat gizi,

peningkatan kebutuhan, dan utilisasi nutrisi hemopoietik berkurang.

Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi.

Selain itu, defisiensi asam folat dan vitamin B12 juga merupakan

penyebab yang sering ditemui. Walaupun begitu, defisiensi nutrisi juga

dapat terjadi multipel dengan infeksi, gizi buruk, ataupun kelainan

herediter (Abdulmuthalib, 2009).

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 7/16

 

2.2.4. Klasifikasi Anemia

Abdulmuthalib (2009) menuliskan klasifikasi anemia sebagai berikut:

1.  Anemia defisiensi besi

Gambaran anemia defisiensi besi berupa eritrosit mikrositik 

hipokrom, serta ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi

besi serum, saturasi transferin, dan konsentrasi hemoglobin atau

hematokrit.

2.  Anemia defisiensi asam folat

Pada kehamilan, defisiensi asam folat dan vitamin B12 merupakan

penyebab anemia megaloblastik. Gangguan sintesis DNA juga

menyebabkan anemia megaloblastik.

3.  Anemia aplastik 

Anemia aplastik dapat terjadi berulang pada beberapa kasus

kehamilan dan eksaserbasi membaik setelah terminasi kehamilan

pada kasus lainnya.

4.  Anemia penyakit sel sabit

Selama kehamilan, anemia sel sabit disertai dengan peningkatan

insidens pielonefritis, infark pulmonal, pneumonia, perdarahan ante

partum, prematuritas, dan kematian janin.

2.2.5. Dampak Anemia pada Kehamilan

Anemia pada kehamilan dapat memberikan dampak yang buruk pada

ibu dan janin, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 8/16

 

1.  Infeksi maternal

Menurut Hooton dkk. (1996), anemia pada kehamilan memperburuk 

fungsi imunitas dengan mempengaruhi proliferasi limfosit T dan B,

yang menyebabkan penurunan aktivitas fagosit, neutrofil,

bakterisidal, dan sel NK ( Natural Killer ). Stamey dkk. (1975)

menyatakan indeks stimulasi limfosit mengalami penurunan pada

wanita anemia (Lone dkk., 2004).

Amici dkk. (1999) dalam Lone dkk. (2004) menyatakan infeksi

maternal selama kehamilan merupakan faktor risiko bayi lahir

prematur. Lin dkk. (1998) dan Vandenbosche dkk. (1998) dalam

Haram dkk. (2007) menyatakan infeksi maternal menyebabkan 5-

10% IUGR ( Intrauterine Growth Retardation).

2.  Prematuritas

Anemia dapat menyebabkan kelahiran prematur secara langsung

ataupun tidak langsung, yang berhubungan dengan peningkatan

risiko infeksi. Kurki dkk. (1992) menyatakan efek langsung anemiaberhubungan dengan peningkatan sintesis CRH (Corticotrophin-

 Releasing Hormone) sebagai akibat dari hipoksia jaringan. Menurut

Mikhail dkk. (1995), peningkatan CRH (Corticotrophin-Releasing

 Hormone) menginduksi stress maternal dan janin, yang merupakan

faktor risiko kelahiran prematur dan hipertensi diinduksi kehamilan

(Lone dkk., 2004).

3.  Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Steer dkk. (1995) dalam Lone dkk. (2004) menuliskan anemia berat

(< 8 g/dl) berhubungan dengan penurunan berat lahir bayi, di mana

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 9/16

 

lebih rendah 200-400 g daripada ibu hamil dengan kadar hemoglobin

lebih tinggi (> 10 g/dl).

Scholl dkk. (1992) dalam Haram dkk. (2007) menyatakan anemia

defisiensi besi meningkatkan insidensi BBLR (Bayi Berat Lahir

Rendah) sebanyak tiga kali. Lone dkk. (2004) menyatakan defisiensi

besi menstimulasi produksi CRH (Corticotrophin-Releasing

 Hormone).

Menurut Allen (2001) dalam Haram dkk. (2007) CRH

(Corticotrophin-Releasing Hormone) janin meningkatkan produksi

kortisol dan kerusakan oksidatif pada eritrosit, yang dapat

menghambat pertumbuhan janin.

4.  Mortalitas

Anemia selama kehamilan meningkatkan risiko mortalitas pada

intrauterin dan perinatal. Umumnya, keadaan ini berhubungan

dengan prematuritas dan sepsis (Lone dkk., 2004).

2.3. Embriologi Tengkorak

2.3.1. Proses Pembentukan Tengkorak

Menurut Sadler (2000), tengkorak terbagi atas dua bagian, yaitu:

1.  Neokranium

Neokranium adalah bagian pembentuk batok pelindung di sekitar

otak. Neokranium terdiri atas dua bagian, meliputi:

a.  Neokranium membranosa

Neokranium membranosa terdiri atas tulang-tulang pipih yang

mengelilingi otak sebagai suatu kubah. Perkembangan atap dan

sebagian besar sisi tulang tengkorak berasal dari sel-sel krista

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 10/16

 

neuralis, sedangkan daerah oksipital dan bagian posterior rongga

mata berasal dari mesoderm paraksial. Kedua sumber ini

memiliki mesenkim yang membungkus otak dan mengalami

penulangan membranosa. Akibatnya, terbentuk sejumlah tulang

pipih membranosa yang ditandai dengan spikula-spikula tulang

berbentuk seperti jarum. Spikula menyebar dari pusat

penulangan primer ke arah tepi secara progresif.

Pada pertumbuhan masa janin dan setelah kelahiran, tulang

membranosa membesar dengan perlekatan lapisan-lapisan baru

pada permukaan luar yang diikuti oleh resorpsi osteoklastik dari

arah dalam.

b.  Neokranium kartilaginosa atau kondrokranium

Neokranium kartilaginosa/kondrokranium merupakan bagian

yang membentuk tulang-tulang dasar tengkorak. Awalnya,

bagian ini terdiri dari beberapa kartilago yang terpisah-pisah.

Kartilago yang terletak di depan batas rostral korda dorsalis danberakhir setinggi kelenjar hipofisis di tengah sella tursika,

berasal dari sel-sel krista neuralis dan membentuk 

kondrokranium parakordal. Kartilago yang terletak di sebelah

posterior batas tersebut berasal dari mesoderm paraksial dan

membentuk kondrokranium kordal. Apabila kartilago-kartilago

ini menyatu dan mengalami penulangan endokondral, maka

terbentuk dasar tengkorak.

Dasar tulang oksipital terbentuk oleh kartilago parakordal dan

korpus tiga sklerotom oksipital. Pada bagian rostal lempeng

dasar oksipital, terdapat kartilago hipofisis dan trabekula kranii.

Kartilago-kartilago ini segera menyatu untuk membentuk korpus

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 11/16

 

tulang sfenoid dan ethmoid. Akibatnya, terbentuk suatu lempeng

kartilago median yang berjalan dari daerah nasal sampai tepi

depan foramen magnum.

Lempeng kartilago median tersebut mengalami sejumlah

kondensasi mesenkim di bagian kanan dan kiri. Bagian paling

rostral, ala orbitalis, membentuk ala minor tulang sfenoid. Ala

minor tulang sfenoid diikuti oleh ala temporalis ke arah kaudal,

dan membentuk ala magna tulang sfenoid. Terdapat juga kapsula

periotik yang membentuk pars petrosa dan pars mastoidea ossis

temporalis. Bagian-bagian ini menyatu dengan lempeng median

satu sama lain, kecuali bagian lubang tempat saraf otak 

meninggalkan tengkorak.

2. Viserokranium

Viserokranium adalah bagian pembentuk kerangka wajah.

Mesenkim untuk pembentukan tulang-tulang wajah, termasuk tulang

hidung dan tulang mata (os. lakrimalis), berasal dari sel-sel kristaneuralis.

Viserokranium terutama dibentuk oleh dua lengkung faring pertama.

Salah satu lengkung tersebut membentuk bagian dorsal, yaitu

prosesus maksillaris. Prosesus maksillaris berjalan ke depan, di

bawah daerah mata, dan membentuk os. maksilaris, os.

zigomatikum, dan sebagian os. temporalis. Sedangkan, lengkung

lainnya membentuk bagian ventral, yaitu prosesus mandibularis.

Bagian ini mengandung kartilago Meckel. Mesenkim di sekitar

kartilago Meckel memadat, menghilang, dan mengalami penulangan

membranosa sehingga membentuk mandibula. Kartilago Meckel

tidak menghilang pada ligamentum sfenomandibularis. Ujung dorsal

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 12/16

 

prosesus mandibularis dan lengkung faring kedua membentuk inkus,

malleus, dan stapes.

2.3.2. Tengkorak Bayi Baru Lahir

Tengkorak bayi baru lahir memiliki besar kranium yang relatif tidak 

seimbang dengan wajah, bila dibandingkan dengan orang dewasa.

Tulang-tulang tengkorak bersifat licin dan unilaminar. Hampir semua

tulang mengalami proses osifikasi yang belum selesai pada saat

kelahiran (Snell, 2006).

Pada waktu lahir, tulang-tulang pipih tengkorak dipisahkan satu sama

lain oleh sutura. Sutura merupakan perekat tipis dari jaringan ikat, yang

berasal dari krista neuralis. Tempat pertemuan lebih dari dua tulang

sutura yang lebar dikenal sebagai ubun-ubun (fontanella). Ubun-ubun

yang paling tampak adalah ubun-ubun besar (fontanella anterior). Ubun-

ubun ini terdapat pada pertemuan dua tulang parietal di belakang dan

dua tulang frontalis di depan (Sadler, 2000). Menurut Snell (2006),

membran fibrosa membentuk dasar fontanella anterior dan akandigantikan oleh tulang. Pada usia 18 tahun, fontanella anterior akan

menutup.

Selain fontanella anterior, terdapat fontanella posterior di antara dua

tulang parietal di depan dan tulang oksipitalis di belakang. Pada akhir

tahun pertama, fontanella posterior biasanya menutup dan tidak dapat

dipalpasi lagi (Snell, 2006).

Sutura dan ubun-ubun memungkinkan tulang-tulang tengkorak saling

bertumpang tindih (proses molase) selama kelahiran bayi. Setelah bayi

lahir, tulang-tulang membranosa segera bergerak kembali ke posisi asal

sehingga tengkorak tampak besar dan bulat. Namun, beberapa sutura

dan ubun-ubun tetap tampak seperti membran setelah kelahiran.

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 13/16

 

Pertumbuhan tulang-tulang kubah yang berlangsung setelah bayi lahir

terutama diakibatkan oleh pertumbuhan otak (Sadler, 2000).

2.4. Pemeriksaan Antropometri Lingkar Kepala

Lingkar kepala diukur secara rutin pada bayi dengan usia kurang dari 2 tahun.

Pengukuran rutin dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab yang

mempengaruhi pertumbuhan otak. Pengukuran lingkar kepala berkala lebih

bermakna daripada pengukuran sewaktu (Matondang dkk., 2009).

Menurut Soetjiningsih (1995), lingkar kepala dapat mencerminkan volume

intrakranial. Menurut Bhushan dan Paneth (1991) serta Martins dan Lyons-

Jones (1994) dalam Miles dkk. (2000), lingkar kepala merupakan indeks yang

berperan dalam menilai tumbuh-kembang otak dan inteligensi, serta untuk 

mengetahui kelainan yang diderita seseorang.

Dalam mendiagnosis, pemeriksaan lingkar kepala harus diikuti dengan

memperhatikan gejala-gejala klinis yang menyertai (Soetjiningsih, 1995).

2.4.1. Pertumbuhan Lingkar Kepala Bayi dan AnakSaat lahir, lingkar kepala bayi sekitar 34-35 cm. Pada 6 bulan pertama

kehidupan, terjadi pertumbuhan lingkar kepala terbesar sehingga

mencapai 43-45 cm. Ukuran lingkar kepala sekitar 47 cm pada usia 1

tahun dan sekitar 49 cm pada usia 2 tahun. Pada usia 6 tahun, lingkar

kepala bertambah sekitar 6 cm dari ukuran lingkar kepala saat usia 2

tahun. Semakin lama, pertambahan ukuran lingkar kepala semakin

sedikit. Saat dewasa, ukuran lingkar kepala mencapai 54-55 cm

(Soetjiningsih, 1995; Matondang dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 14/16

 

  2.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Lingkar Kepala

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi lingkar kepala bayi dan

anak, meliputi:

1. Tumbuh-kembang otak 

Pertumbuhan tulang kepala bergantung pada pertumbuhan otak.

Apabila otak tidak berkembang dengan normal, maka kepala akan

lebih kecil dari normal. Keadaan ini disebut dengan mikrosefal.

Mikrosefal merupakan tanda retardasi mental. Namun, apabila

terdapat sumbatan pada aliran cairan serebrospinal, maka volume

kepala meningkat dan lingkar kepala akan lebih besar dari normal.

Keadaan ini disebut dengan makrosefal (Soetjiningsih, 1995;

Hidayat, 2009).

2.  Faktor maternal

Pada penelitian terhadap BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah), albumin

maternal memiliki korelasi positif terhadap lingkar kepala bayi baru

lahir. Sebaliknya, berat badan, IMT (Indeks Massa Tubuh), danfibronektin maternal memiliki korelasi negatif dengan lingkar kepala

bayi baru lahir (Mohsen dan Wafay, 2007).

3.  Status gizi

Lingkar kepala dipengaruhi oleh status gizi anak sampai pada usia

36 bulan (Matondang dkk., 2009).

2.4.3. Cara Pengukuran Lingkar Kepala

Lingkar kepala diukur dengan menggunakan pita metal fleksibel.

Pengukuran tidak menggunakan pita kain karena mudah meregang dan

memberi nilai yang salah (Matondang dkk., 2009).

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 15/16

 

Pengukuran dilakukan pada lingkar kepala terbesar dengan meletakkan

pita melingkari kepala secara kencang, melalui glabela pada dahi, bagian

atas alis mata, bagian atas kedua telinga, dan protuberansia oksipitalis.

Protuberansia oksipitalis merupakan bagian belakang kepala yang paling

menonjol (Matondang dkk., 2009).

2.4.4. Penilaian dan Interpretasi Lingkar Kepala

Menurut Matondang dkk. (2009), penilaian lingkar kepala dilakukan

dengan memetakan hasil pengukuran pada grafik lingkar kepala

Nellhaus (1968).

Interpretasi lingkar kepala berdasarkan grafik lingkar kepala Nellhaus

(1968) adalah:

a.  Lingkar kepala < -2 SD menunjukkan mikrosefal.

b.  Lingkar kepala > +2 SD menunjukkan makrosefal.

Universitas Sumatera Utara

5/16/2018 Chapter II 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/chapter-ii-2-55ab4f8bd87f2 16/16

 

 

Gambar 1. Grafik Lingkar Kepala Nellhaus pada Anak Laki-Laki

Dikutip dari Matondang dkk., 2009

Gambar 2. Grafik Lingkar Kepala Nellhaus pada Anak Perempuan

Dikutip dari Matondang dkk., 2009

Universitas Sumatera Utara