cerpen (harus terpisah)
TRANSCRIPT
HARUS TERPISAH
HARUS TERPISAHTak kuasa rasanya kutahan air mata ini mengalir sungguh
sakit kenyataan yang harus ku telan. Entah harus bagai mana
esok kujalani ,semua angan yang telah kutata seindah kisah
disurga harus berantakan di goncang dahsyatnya gempa
kehidupan. Sungguh tak kuasa lagi sangat perih melebihi disayat
sembilu.
Hari bahagia yang seumur hidupku selalu ku impikan harus
berujung pada kenyataan pahit. Sungguh aku tidak percaya,
ternyata dia adalah saudara sedarah denganku. Selama
hubungan yang kami jalani tak pernah tersingkap fakta kecil
yang berakibat fatal itu, hari pernikahanku pun harus berganti
menjadi hari terburuk dalam sejarah hidupku. Sampai saat ini
aku masih larut dalam sejarah kelam itu.
Jumat, 21 oktober 2012 adalah tanggal terindah dalam
hidupku karena pada tanggal itu aku akan resmi dipersunting
pria pujaan hati yang tiada tergantikan hingga saat ini, detik-
detik itupun bergulir dengan sangat mendebarkan, sungguh
indah rasanya memebayangkan menjadi ibu dari anak- anak
lelaki pujaan hati ku. Pagi itu aku sengaja bangun lebih awal dari
burung- burung pipit mencari makan dan bahkan lebih pagi dari
kokok ayam jago terdengar, pagi yang sangat membahagiakan.
Semua pekerjaan rumah kulahap dengan semangat, hingga
keluargakupun tertawa- tertawa kecil melihat tingkah ku.
Sekian lama waktu mendebarkan itupun berlalu hingga
sayup- sayup terdengar suara azan jum’at dikomandangakan
dari menara mesjid. Akupun bersiap- siap merias diri demi
terlihat cantik saat calon suamiku mengucapkan ijab dan qabul,
telah terlintas dibenakku betapa dia tersenyum manis melihat
calon istrinya yang sangat anggun pada hari yang berarti ini.
Tukang riaspun datang menolongku, dengan telaten dan lembut
merias wajahku dan menganakkan kebaya nikah putih yang
dipilihkan oleh sipujaan hatiku. Sungguh detik ini sangat
menenggangkan dan bercampur bahagia.
Satu demi satu tamu dan kerabatpun telah datang,
makanan dan minumanpun sudah mulai dihidangkan, sayup-
sayup ku dengar ributnya suara yang datang. Tak sabar lagi
rasanya ku keluar dari kamar ini, dengan akal bulus aku berpura-
pura hendak minum keruang belakang, saat ku lewat di samping
keramain tersebut, tak kuasa kutahan sudut mata ini mencari-
cari sang pangeran hatiku. Namun harus kubersabar lagi,
sepertinya dia belum datang. Dengan hati berdebar ku masuk
lagi kedalam kamar, ingin rasanya rias ini cepat selesai agar aku
bisa secepat mungkin duduk didepan penghulu.
Akhirnya akupun bebas bercengkrama dengan kerabat,
ada yang memberi selamat,ada yang memeberi nasehat, tapi
semua itu tetap terasa indah. Tiba-tiba suara mobilpun terdengar
didepan teras, seisi rumah menoleh kearah pintu. Serasa berdiri
bulu roma ini menyaksikan betapa tampannya dia di hari yang
bahagia ini. Jikalaupun ada orang yang paling berbahagia di
dunia ini itu adalah aku, Inilah yang aku impikan semenjak aku
tau arti mimpi. Aku tahu sudut matanya pasti mencari- cariku,
saat ku tahu lirikannya menemukanku aku tak kuasa dan tersipu
malu. Satu hal saja yang kami nantikan yaitu kedatangan
penghulu.
Saat calon suamiku dan kerabatnya telah duduk
dipermadani pernikahan dan aku menolak-nolak kecil untuk
duduk disampingnya. Air mata bahagia rasanya hendak menetes
ketika kulihat penghulu tak kala rapi dari si dia. Akupun terpaksa
duduk disampingnya, oh tuhan aku berdoa dalam hati “jangan
kau rebut lagi kebahagiaan ku, lancarkanlah semua ini’. Setelah
aku dan calon suamiku dipertanyakan tentang kesediaan tiba-
tiba dua orang dari arah pintu berteriak kencang dan
memerintahkan pernikahan kami dibatalkan, aku tersenyum
kecut, lelucon apakah ini ? aku bertanya- tanya dalam hati
apakah ini serius ataukah tidak ! semua seisi rumah tediam bisu
dan sama bingungnya dengan penghulu yang telah terlanjur
mengulurkan tangannya pada calon suamiku.
Ternyata dua orang bapak – bapak itu adalah saudara ayah
calon suami ku dari kampung halaman, tapi kenapa menyuruh
menghentikan pernikahan kami tiba – tiba?
Setelah keadaan terkendali dan kedua orang itu diberi
kesempatan untuk menjalaskan apa maksud dan tujuannya,
salah satu dari orang itu angkat bicara menjalaskan, penikahan
kami tidak bisa dilanjutkan karena kami saudara. Aku teriak
histeris “aku tidak percaya, kalian pembohong”. Orang –
orangpun memaklumi tingkahku yang tiba – tiba, kanapa
kebahagiaan yang ada di ambang itu harus direnggut paksa
dengan alasan kami sedarah, “persetan dengan
sedarah!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
aku tidak peduli dengaan alasan apapun yang aku inginkan
hanyalah pernikahan ini tetap dilanjutkan.
Setelah dijelaskan seluk beluk ranji keluarga ternyata
kakek ayahku seayah dengan kakek ayahnya? Yang dahulunya
kakek dari kakekku (dari pihak ayah) pergi merantau Bukit
Tinggi dan jodohnyapun bertemu dan memepunyai tiga orang
anak salah seorang adalah kakek dari ayah calon suamiku,kakek
dari kakekku (dari pihak ayah) bercerai dengan istrinya tersebut
dan beliau pulang kekampung halamannya yaitu di Batu
Sangkar. Tak berapa lama kemudian jodohpun mempertemukan
kakek dari kakekku (dari pihak ayah) menikah lagi dan
mempunyai empat orang anak yang salah satunya kakek dari
ayahku. Setelah dijelaskan ranji keluarga yang begitu rumit
tersebut tak kuasa ku tahan tangis menerima semua ini, aku tak
mempunyai celah untuk melanjutkan pernikahan ini karena aku
tahu baik di adat dan di agama pernikahan seperti ini
diharamkan.
Pada siapakah aku harus marah! Pada siapakah aku harus
minta pertanggung jawaban atas tergadainya kebahagiaan satu
– satunya dalam hidupku??
Aku menoleh memandang wajah calon suamiku yang telah
berubah menjadi saudaraku tersebut, kulihat derasnya air mata
membasahi pipinya. Aku semakin membenci kehidupan betapa
Tuhan tidak adil. Tak ada yang bisa aku ungkapkan saat ini,
kulepas paksa kerudung yang tertata rapi dan cantik di kepalaku
dan menghempaskan kerudung tersebut dimeja depan penghulu
dan aku berdiri. Akal sehatkupun rasanya sudah lenyap untuk
mencerna kenyataan ini, tak sadar aku berteriak pada semua
orang yang mendengar “hidup ini tidak adil”.
Aku berlari kekamar seakan dunia berputar, seakan dunia
gelap karena deraian air mataku, aku tak percaya semua ini
terjadi. Kenapa tuhan mengmbil lagi kebahagiaan yang hampir
aku dapatkan,apa salahku? Mengapa pada saat ini kenyataan itu
terungkap kanapa tidak dari dulu sebelum cinta dan syang ini
benar – benar membatu. Kenapa selama lima tahun kami
menjalani hubungan ini tidak ada yang memberi tahu semua ini,
jikalau kenyataan ini tahu lebih awal mungkin tidak sesakit ini,
tapi apalah daya nasi telah menjadi bubur. Kini tinggal
bagaimana aku bisa menelan kisah pahit ini.
Tak terasa hari telah larut malam dan aku masih menangisi
hidupku yang malang, masih dengan kebaya nikah putih yang
dipilihkannya dan ditemani kamar yang telah kuberantakkan
seperti kapal pecah. Aku berpikir apakah yang dia rasakan
sekarang, aku tahu dia pasti juga merasakan apa yang aku
rasakan. Oh kasih, inikah ending dari mahligai cinta yang kita
bina?.
****************
Kembali kemasa bahagia pertama kali kami berjumpa.
Pada suatu sore diterminal kota yang diguyur hujan, kami sama –
sama pulang kuliah. Saat itu aku kuliah di UNAND mengambil
jurusan farmasi sedangkan dia jurusan olahraga di UNP, dia
semester tiga (3) sedangkan aku semester satu (1). Dari
perkenalan singkat itu kami saling tukar no HP, setelah bercerita
dan berbagi sekian lama hingga keperjanjian kepertemuan kami
mempunyai kecocokan dalam bidang tertentu dan mudah
nyambung dalam berbicara, dari keasikan itulah timbul rasa
saling suka.
Masa – masa itu adalah masa terbahagia dalam hidupku,
hari- hari yang ku jalani begitu cepat bergulir tak terasa kami
disibukkan oleh penyusunan skripsi masing- masing, tapi itu
tidak mengurangi cinta dan waktunya untukku. Kesalahan-
selahan dan pertengkaran kecil memang ada tapi itulah bumbu
percintaan.
Semakin sibuknya mengurus skripsi semakin mengurangi
waktu bermanjaku bersamanya, waktu- waktu lebih terpokuskan
pada kuliah. Aku sempat marah padanya, mengutuk keadaan
kenapa begitu jarang bersamanya. Dia membujukku untuk
bersabar, ini adalah pengorbanan, toh setelah ini kita akan
menikah dan selalu bersama- sama. Kata- katanya itulah yang
menjadi penyemangat dalam penantianku.
Saat- saat sempit bersamanya itulah yang paling
berharga ku rasakan, ketika ada waktu dia selalu mangajakku
pergi berwisata melepas lelah dari sibuknya dunia kampus. Saat
itulah aku bisa sepuas hati melepaskan rindu dan ocehan
padanya, dia selalu berkata kebahagiaan itu butuh pengorbanan
dan sekaranglah waktu kita berkorban demi kebahagiaan kita
esok. Saat aku letih dengan semua kesibukan, kata- katanya
itulah yang menjadi cambuk untuk tetap semangat dan bersabar.
Kurang lebih enam tahun kami berpacaran dia masih seperti
pertama kukenali, dia orang terbaik, tersabar,tersetia,
penyayang yang pernah kukenal.
Ketika aku down dan ada masalah dia tak urung
memeberi ku suport dan selalu mengingatkanku untuk sholat
dan berdoa. Dia orang yang sangat bertangggung jawab, dia tak
pernah berniat menyentuhku sebelum kami resmi menjadi suami
istri. Sungguh beruntung aku dapatkan lelaki seperti dia.
Saking banyaknya waktu yang tersita untuk mengurus
kuliah tak kusadari jadwal istirahat dan jadwal makan yang tidak
teratur lagi, aku jatuh sakit. Sempat dirawat beberapa hari
dirumah sakit M.JAMIL Padang, dialah yang mengurus semua
atministrasi dan keperluanku, berawal dari situlah keluargaku
mengetahui hubungan kami dan melihat kesungguhannya dan
sifat tanggung jawabnya, keluargaku merestui hubungan kami
dan ibuku sangat sayang padanya dan merasa berhutang budi.
Untuk itulah ibuku menyarankan agar kami menikah setamat
kuliah dan diapun tak mengecewakan ibuku.
Setelah kami diwisuda, perencanaan pernikahan kami
semakin jelas dan terarah, berbagai rencana dan angan-angan
kami gantung setinggi bintang di langit. Waktu demi waktulah
yang sangat mendebarkan dan sangat di nanti-nanti, hingga saat
pernikahan semua sesuai rencana dan berjalan lancar. Tapi
kenapa?????????
Saat pengucapan ijab kabul semua berubah dan berputar 1800
dari inti rencana. Betapa tidak hati ini akan hancur dan akal
sehat ku hampir hilang,seakan dunia tak adil dan mengucilkanku.
Aku mulai tak peduli dan tak tahu arah. Berkali-kali ku dengar
handphone berbunyi dan ku lihat itu dari nya, namun aku tak
ingin mengubrisnya sedikitpun, aku tak mau tambah melukai
hatinya dan memperumit keadaan.
*******************
Telah enam tahun berlalu, aku masih sendiri dan tak
pernah berniat mencari mengganti nya. Ibuku tak berani
memaksa ku untuk berumah tangga, karna aku takkan pernah
bisa melupakan kekasih yang telah menjadi saudara ku tersebut.
Sejak kejadian di hari pernikahan ku itu,aku pergi dari kampung
halaman ku dan memutuskan untuk pergi merantau ke
mentawai, agar aku bisa menyibukkan diri dan menghapus
semua kenangan indah yang pernah ku lalui bersama dia. Hanya
satu kali kami bertemu semenjak kejadian itu, ku menangis
sepuas yang kusuka, dia masih seperti dulu, memberi semangat
dan arti kesabaran, tapi aku bukanlah wanita tegar seperti yang
dia harapkan. Dia sama bersedih,sama menangis,sama putus
asanya dengan diriku. Pada kesempatan itu, aku mohon izin agar
aku di izinkan memeluknya untuk yang terakhir kalinya.
Aku tahu, sampai saat ini dia masih sendiri dan entah
sampai kapan ia akan sendiri, seperti yang ku tak tahu entah
sampai kapan aku akan sendiri. Aku takut untuk bangkit dan ber
angan lagi, aku takut jika angan itu hampir bisa ku peluk, di
renggut paksa dan aku tak di beri pilihan.Di setiap sujud selalu
ku panjatkan doa dan ku kirim salam padanya, “ maaf sayang,
kita harus terpisah”.
27 November 2012
Nola riska dewi
Abouts the writer
Ini adalah cerpen karya ku yang ke-3. Cerpen ini
terinspirasi dari judul lagu “Harus Terpisah” dari cakra.
Adapun cerita yang tertulis merupakan sebuah kisah
nyata yang pernah terjadi di suatu daerah di pelosok
Sumatra Barat ini.
Namaku Nola Riska Dewi, akrab dipanggol teman-
temanku dengan sebutan Nola. Saat ini aku sedang
mengambil S1 Universitas Mahaputra Muhammad Yamin
Solok dengan jurusan Pendidikan Biologi. Aku lahir tgl 15
Februari 1994, Bonjol Kab. Dharmasraya.
Semoga cerita yang tersaji didalamnya dapat memberi
inspirasi sekaligus bisa memberi pelajaran dan semoga
takkan terulang lagi kisah mengharukan tersebut bagi
insan pecinta lainnya.
Tuhan Tidak Meminta Kita Untuk
Memikirkan Bagaimana Cara Dia Mengirimkan
Rizki Untuk Kita. Tuhan Hanya Meminta Kita
Berdoalah Kepada-Nya.