cerpen - batu dipesisir indramayu

20
Batu Pesisir Indramayu 1 Batu Kamar

Upload: koko-setiawan

Post on 15-Apr-2017

42 views

Category:

Lifestyle


1 download

TRANSCRIPT

Batu Pesisir Indramayu

1

Batu Kamar

Batu Pesisir Indramayu

2

iapapun mampu bercerita tentang kekerasan, siapapun pernah bercerita tentang kekuatan, semua orang

sanggup bernarasi tentang keteguhan, ketegaran, kegigihan, atau bahkan kesombongan.

Namun, belum seorangpun pernah mengisahkan prihal

betapa kerasnya sebongkah batu, betapa kuat struktur penyusunnya, terlebih betapa sombong dan congaknya ketika tak seorangpun pernah ia sapa, meski hanya dengan seruan, “Hai..!”

Pernahkah terfikir disalah satu dari ribuan sel otak rumit ini, kisah tentang Batu?

“Benar.”

Engkau tak harus menunggu datangnya seorang guru, atau sosok paranormal handal yang dapat berbicara dengan benda padat itu, hanya untuk sekedar mengisahkannya.

Dengarkan kisah ini. Meski masih dalam proses ekskalasi, Namun kisah batu dipesisir indramayu adalah kronik yang terilhami dari kehidupan nyata.

S

Batu Pesisir Indramayu

3

Dinding

Malam begitu hening, rembulan tak nampak terang, angin berhembus lirih dan mulai terasa menghujam masuk menerobos celah pori menembus tulang.

Tak banyak yang bisa aku lakukan malam ini, dinding kamar tua disewakan hanya untuk menjadi bahan kegiatan mengisi waktu. Coret sana, coret sini, mengumbar seni sesuka hati. Tak masalah dengan apa yang dihasilkan oleh jari jahil ini, intinya aku puas.

Masih sering terbayang peristiwa itu, mestinya tak kubiarkan kamu masuk bangunan itu. Andai saja waktu itu aku bisa lebih bijak untuk tidak menerima ajakan berlibur kedesamu. Mungkin malam ini aku bisa bernyanyi, atau menghibur diri dengan acara TV. Andai saat itu skripsi kujadikan alasan untuk menolak ajakanmu, mungkin saat ini fikiranku lebih tenang. Seharusnya aku memilih untuk tidak menurutimu saja waktu itu, Ah..!

Kini kau jauh pergi, itu karena salahku. Sekarang apa? Apa yang bisa aku lakukan, selain hanya menyesali betapa bodohnya diri ini.

Ketika darah segar mengucur deras, sungguh aku menyaksikan setiap detik yang berlalu, aku menyalahkan semua yang diam ketika aku harus menangis saat itu.

Batu Pesisir Indramayu

4

Kamu memang keras kepala! harusnya kamu mendengarkanku, dan semua ini tak harus terjadi.

Sekarang aku hanya bisa memandangi setiap jengkal kamar kos ini. Kamar yang sekarang telah 3th aku sewa, sebentar lagi aku lulus dan mungkin aku akan melupakan setiap kisah yang pernah ku lalui bersama kamar ini.

Toh teman-temanku tidak tahu apa-apa. Ya. Mereka tidak tahu bahwa dinding dan setiap batu yang menyusun kamar ini dapat berbicara kepadaku. Kamar ini hanyalah bagian kecil dari rumah kontrakan yang disewakan untuk mahasiswa di Jogja. Itu saja yang ada dikepala mereka.

Seharusnya mereka tahu, bahwa dinding kamar ini selalu bercerita, tentang apapun. Bahkan ia juga rela menjadi sasarsan luapan emosiku ketika aku harus memukul dan menendangnya.

Mereka hanya tau bahwa aku ini idiot, karena aku lebih sering memilih untuk berlama-lama diam berada didalamnya. Mereka menganggapku “mahasiswa lugu yang tak tahu indahnya jogja diluaran sana” Tapi tahu apa mereka tentang ketentraman yang aku rasakan dari setiap diamku.

Pernah aku merengek kekanak-kanakan, ketika aku menanyakan pada dinding, “apakah mungkin aku dapat bertemu dengannya kembali”.

Batu Pesisir Indramayu

5

Meski ia tak menjawabnya secara langsung, tapi aku tau bahwa ia sedang berkata; “Nihil” dan itu semua membuatku kehilangan diriku sendiri.

Namun, pelan-pelan dinding menghiburku, ia mencoba menentramkan hatiku. Disuruhnya aku agar sedikit menjauh darinya, mataku tak boleh nanar, yang kemudian aku melihat makna lapang dada yang selapang-lapangnya dari dinding kamarku.

Disuruhnya aku memukul dan menendang dirinya, dan disana ku temukan bahwa dinding sedang mengajarkanku tentang ketegaran yang setegar-tegarnya. Ia tak kesakitan, tapi aku kian menangis. Tangan dan kaki ini terasa perih.

Meski tidak sepatah kata terucap dari mulutku, tapi sebenarnya kami sedang berbincang dengan bahasa kami.

Seperti kali ini, kami sedang berbagi cerita tentang banyak hal. Tentang skripsiku yang tak kunjung usai, tentang adikku yang sebentar lagi akan menyusul ke Jogja, tentang kendaraanku yang empat bulan tak ku ganti oli, dan tentang semua keresahan hati yang ingin ku ceritakan. Pun begitu sebaliknya denganku. Aku tak pernah lelah mendengarkan dinding kamar bercerita tentang catnya yang mulai memudar, tentang strukturnya yang mulai lapuk dan hal-hal lainnya.

Batu Pesisir Indramayu

6

Pengecut

Apakah kamu ingat, ketika dahulu sering kau ceritakan tentang indahnya suasana pesisir pantai, sejuknya angin yang berhembus disana, merdunya deburan ombak yang bersautan dan eloknya cahaya matahari ketika terbit dan tenggelam disana.

Dirimu begitu yakin bahwa kelak kita dapat bersanding diantara pagar ayu yang membatasi. Bodohnya aku yang tak meng iyakan mimpimu saat itu, minimal saat ini engkau tenang disana. Difikiranku saat itu, aku hanya tak mau sombong. Sombong oleh angan-angan yang mungkin akan merusak takdir yang telah tuhan gariskan.

Malam yang larut, berubah menjadi malam yang hening.

Dan mataku belum juga terpejam, kami terlalu asik membicarakan tentang kamu. Aku hanya berpesan kepada dinding. Bahwa, sedikitpun jangan sampai dunia tau tentang kepengecutanku.

Zikir bersama peristiwa

Ada saatnya kami membahas tentang kesedihan, dan membuat suasana menjadi semakin hening. Jika sudah seperti itu, biasanya kami memutar siaran radio untuk

Batu Pesisir Indramayu

7

memecah keheningan suasana. Tidak ada seorang pendengar sebaik kami, dinding selalu mendengarkanku. Pun aku senantiasa mendengarkannya. Bahkan saat kami merasa jenuh, berdua kami menjadi pendengar setia siaran radio. Oleh karenanya aku betah berlama-lama menghabiskan waktu disampingnya.

Dinding hanya mau berbicara ketika malam dan gelap telah membungkus alam. Itu tak menjadi penghalang untukku menunggunya sampai ia terbangun dan ku luapkan semua keresahanku. Aku dan dinding kamarku ibarat kendaraan dan bahan bakar yang saling mengisi dan saling melengkapi.

Dengan dindingnya yang begitu lebar ia mengajakku membayangkan dirimu. Dirimu yang begitu jelas tergambar ketika pertama kali mataku menatap senyum indah wajahmu. Detail ia gambarkan, bahwa saat itu kau kenakan krudung merah jambu. Dengan balutan busana muslimah, yang kian menambah sempurna keindahanmu, kau sungguh terlihat begitu cantik. Saat itu, seolah kau paksa aku untuk berzikir memuji keagungan tuhan, “Subhanllah” benarkah aku sedang melihat seorang mahasiswi didepanku!

Ia mengingatkan tentang kecanggunganku, bahwa saat itu ingin sekali aku menegur lebih dulu, tapi nyatanya mulutku menjadi lain, yang seakan tak mampu menganga.

Batu Pesisir Indramayu

8

Kamu bukanlah seorang gadis pertama yang berada didekatku. Tapi kamu itu lain, saat itu kau tatap aku dengan tatapan tajam, dan itu membuatku terenyak.

Iwayan Buntal

Walau bagaimanapun aku harus memulainya, aku tak seharusnya sekaku ini, aku harus memberanikan diri untuk bersuara.

Ku ulurkan tanganku dan mencoba untuk tetap tenang “malam..” hanya itu kata yang mampu keluar dari mulutku.

Ah!. Sekuat apapun otot bisep membalut tulang seorang laki-laki tetap saja bahan dasar hati itu lembut, pantas banyak orang yang sering merasa tersakiti hatinya.

Aku kira aku kuat. Ternyata aku laki-laki lemah. Terlebih ketika dengan lembut kau balas sapaan ku.

“Iya malam” Ku rasakan kutub utaraku mencair, glester yang dahulu

kokoh membungkus sukma kini berlahan leleh bersama kekagumanku atas kelembutan suaramu. Oh tuhan. Aku percaya bahwa pertemuan ini telah engkau takdirkan jauh sebelum semua ini terjadi, hanya saat itu aku menyesalkan kenapa harus menjelang akhir masa studyku.

Batu Pesisir Indramayu

9

Iwayan, dia harus tau. Akan kuceritakan ini kepadanya nanti. Karena aku butuh solusi. Aku tak mengerti tentang bagaimana cara bersikap kepada seorang perempuan. Aku perlu belajar kepadanya.

Bahwa wajahnya yang teduh bersama dengan sorot

matanya yang tajam, kontras terlihat istimewa. Remang rembulan yang menerobos masuk samar

diantara celah krudung yang ia kenakan, membuat pantulan cahaya indah. Meski sedikit menyilaukan. Sungguh tak pernah ku saksikan sebelumnya kreasi seorang perempuan istimewa yang mampu menjaring cahaya rembulan.

Iwayan, dimana kamu? Kini aku dihadapkan pada kecanggungan yang amat sangat. Otak sentralku seperti tak berfungsi sebagaimana mestinya. Aku pasti terlihat seperti laki-laki sinting dimatanya. Padahal aku hanya belum terbiasa.

3th lebih aku selalu bergumul denganmu. Pria buntal

yang penuh dengan lelucon konyol. Aku lupa cara formal berbicara pada seorang gadis, sering kali memang perasaan tidak bisa dijelaskan. Dan saat ini aku merasakan sesuatu yang absurd.

Batu Pesisir Indramayu

10

Insomnia

Semua berawal dari tanggal 29 November 2013 lalu, ketika rasa letih tak kunjung terobati. Jari dan seluruh sendiku semakin terasa nyeri. Saat itu Malam seolah menjadi ajang uji nyali bagi semua mahasiswa tingkat akhir untuk mengerjakan garapan skripsi.

Dan ketika mata masih sulit untuk terpejam, raga ini ku paksakan duduk menyambangi euforia sosial media.

Ada yang menatapku sinis, mungin ia cemburu atau

mungkin ia menghendaki percakapan denganku. Tapi kali ini aku ingin melihat keluh kesah teman-temanku di Dunia maya.

Lihat,! ada hal yang menggeltikku dengan foto artis Ftv,

“Junior Liem”. Iya.. mukanya begitu familiar dilayar kaca. “Seharusnya kamu lanjutkan karya ilmiah itu. Esok

mungkin dosenmu akan sibuk dan sulit ditemui lagi. Atau mari kutemani mendengarkan siaran radio seperti biasanya. Aku juga siap mengajakmu pergi pada gambaran masa indah yang kau kehendaki. Ayoo.. tinggalkan yang sedang kau kerjakan saat ini.”

“D I A M!” celetukku.

Batu Pesisir Indramayu

11

“Tidakkah kau tahu, ada hal baru yang kutemukan malam ini. Aku sedang mengamati sosok. Aku juga bukan tidak ingin berbicara kepadamu malam ini.”

“Tapi, aku seperti melihat gadis narsis disini.” “Siapa dia?” “Dinding. Dia begitu PD foto dengan artis tampan seperti

junior liem. Coba kamu lihat, tubuhnya condong mendekat pada junior. Saya rasa junior tidak sepenuh hati mau berfose dengannya.”

“Nah! Benar,kan apa kataku tadi? Lihat foto yang satu lagi. Senyum junior terkesan memaksa. Mungkin memang dipaksa oleh gadis ini.”

“Dinding, kenapa jadi kamu yang kaku. Kenapa susunan

batu yang membentukmu semakin mengeras. Aku tak sedang menyentuhmu, tapi aku tahu. Pantas saja cat,mu semakin cepat memudar.”

“Pokoknya malam ini aku tak mau terbawa pada

penyakit insomnia. Aku harus istirahat cukup untuk bangun pagi dan beranjak kekampus. Tolong sesuaikan udara dengan komposisi nisbi yang pas, agar aku tidak terlalu kedinginan atau kepanasan malam ini. Sebaiknya kau atur

Batu Pesisir Indramayu

12

lubang pentilasimu, agar tidak ada satupun serangga yang masuk mengusik tidurku.”

Simalakama

“Tapi tunggu! Rasa penasaran ini tidak boleh terbawa dalam indahnya mimpiku. Biarkan sejenak aku menyapa gadis narsis ini.

Dengan gaya bahasa dan aksara umum dunia maya, setengah hati ku rangkai tiga huruf alfabet dengan satu balutan tanda tanya;

“Hay?”. Sapaku Tak perlu menunggu lama, untuk mendapatkan balasan

singkat darinya. “Iya Hay” “Calon guru di UKJ ya?”. Rasa penasaran bersama

dinding membuatku lebih dulu mengetahui nama kampus tempat ia menimba ilmu saat ini.

“Iya Insyaallah”. Jawabnya. UKJ adalah salah satu perguruan tinggi di Jogja dengan

program populer tentang keguruan.

Batu Pesisir Indramayu

13

Aku tak peduli, apakah sebenarnya ia benar-benar meluangkan waktu untuk menyambut tamu iseng seperti aku.

“mmm.. di UKJ ambil jurusan apa?”. Aku menimpali lagi. “Jurusan BK.. Kakak kuliah atau sudah kerja?” Adalah balasan dengan ritme datar, bak orang bodoh

yang masih hidup dijaman semoderen ini. “Dinding coba kau lihat, betapa kurang ajarnya gadis narsis ini kepadaku. Coba kau tatap aku? Dari penglihatanmu yang begitu luas dan mampu menjangkau setiap sudut ruang, apakah terlihat muka tua diwajahku.”

Ia memanggilku kakak. Coba kau telaah, orang jawa mana yang terbiasa degan inisiasi tua seperti itu.

“Kakak kuliah atau sudah kerja?”. “Oh dinding.” Tidakkah ada satu ketertarikan baginya untuk sekedar melihat profil lengkapku disana.

Saat itu ingin sekali aku berhenti menanyai sosok gadis narsis itu. Tapi aku terlanjur masuk dan terjebak dalam sebuah percakapan yang sebelumnya aku mulai.

“Hehe mas kul di Instiper.. sekarang smt 8.”

Batu Pesisir Indramayu

14

“Oh, ada mas-mas yang kul di Instiper juga di dekat tempatku, dia jualan bakaran gitu, smt 8 juga, tapi aku nggak tau namanya… hehe”.

Jawaban itu seperti alur hipnotis, bagi mereka yang

mencoba mencari kecocokan dalam sebuah percakapan baru. Dan aku akui itu membuatku terbujuk untuk semakin mengenalnya.

Tapi aku tidak boleh berlebihan. Dinding, bantu aku untuk bertutur sekenanya.

“emmm.. memangnya adeg tau, Instiper itu dimana?

Adeg sendiri asli mana?”. “Tau, kakak ku kan ngontrak di dekat Instiper, daerah

karang nongko, jadi aku juga sering bolak-balik lewat sana. Hehe, aku asli pesisir”.

“emmm.. la kaka,nya adeg sekarang kuliah juga/kerja

dikarang nongko?” “kakaku Kul juga kok di UKJ, udah smt banyak tapi

belum lulus hehe..”

Batu Pesisir Indramayu

15

Akar Benalu

“Dinding, ajarkan aku untuk tegar dan kokoh seperti dirimu. Ajarkan aku untuk kuat dan mampu melindungi banyak orang. Seandainya aku bisa memilih, aku akan memilih untuk memaksakan bermimpi saja malam itu. Sehingga tak perlu ku jalani perkenalan dengannya.”

Dinding, saat ini aku benar-benar telah membeci sebuah batu, batu manapun. Termasuk batu-batu diruangan ini. Aku baru mengenalnya beberapa bulan yang lalu, tapi ia membawaku pada kebencian yang mendalam terhadap semua batu yang kutemui, tentu saja.

Tidak ada pilihan yang lebih layak untuk aku pilih selain

hanya berharap waktu bisa kembali dan ku perbaiki semua kecerobohan itu. Ini sangat menyulitkan bagiku, seperti makan buah simalakama. Begitu kata orang. Dimakan atau tidak dimakan sama-sama membawa bahaya. Adakah pilihan ketiga untuk,ku agar dapat meloloskan diri dari kedua pilihan tersebut.

Lantas bagaimana, sikap apa yang mesti aku ambil.

Semua telah terjadi. Gadis penyaring rembulan itu telah jauh pergi meninggalkan penggalan kisah yang menggantung.

Batu Pesisir Indramayu

16

Ingatkah ketika terakhir gadis itu mengunjungimu? Dia menatapmu penuh dengan kebencian, kurasa. Ya, pasti tidak salah, itu tatapan kebencian. Buktinya setelah hari itu ia tidak lagi mau mengunjungimu.

Eh, apa? kamu mengiyakan. Kamu juga merindukannya? Kenapa? Asal kamu tau, Rinduku bahkan lebih tinggi dari pucuk

Burj Khalifa. Mungkin kita bukan satu-satunya yang sedang merasa malang saat ini.

Dinding, seharusnya terakhir kali ia mengunjungimu, kau

tidak membiarkan gadis itu pergi sebelum kau menanyainya! Oh, maaf, aku lupa. Aku lupa bahwa tidak semua orang

mampu berbincang kepadamu. Tapi mungkin kamu tidak lupa, saat pertama kali ku

aminkan do’a gadis itu ketika dia mendoa,kan agar aku bisa cepat lulus;

“Aaami…n begitupun sebaliknya ya. semoga juga diberi

kemudahan untuk Ayusani Luthfi Izazi, namanya ribet banget. Oya, ngobrolnya uda kemana-mana tapi mas belum tahu nama kamu deg?”

Batu Pesisir Indramayu

17

“ hehe.. Lah itu mas sudah nyebutin nama aku.” “Oh.. itu nama asli ya. Terus dipanggilnya apa?”.

Sengaja ku pasang gaya bodoh. Aku tidak mau percakapan ini putus, masih tinggi rasa penasaran dinding dan aku pada gadis narsis ini.

“Temen-temen biasa panggil Ayu, lebih simpel aja. Itu dari bahasa arab; ayusani itu cantik, Luthfi itu lembut,

Izazi itu mulia. Hahaha…. Jadi artinya narsis deh”. Tu kan! Sudah kuduga dari awal, gadis ini narsis.

Dinding, coba kamu baca sendiri ucapannya. Gadis ini mengakui bahwa dirinya memang narsis. Tebakanku tidak pernah salah.

“Namanya cantik, mungkin sama seperti orangnya.

Seluruhnya bermaknakan do’a & harapan. Tidak ada bacaan seindah Al-Quran. Dan tidak ada Panggilan seindah nama yang diberikan orang tua”.

Pujiku dengan sedikit racikan bumbu masako. “Iya selalu disyukuri aja mas.” Oh iya, mas sendiri

namanya siapa?”

Batu Pesisir Indramayu

18

“Indra, panggil saja mas Indra. Besok libur, adeg ada rencana mau kemana?

“Enggak kemana-mana mas tapi malemnya jam 12an,

mau ke cilacap. Ada temen mau nikahan minggu paginya, jadi rombongan berangkat ke sana.”

Mungkin ini,lah awal bencana yang tidak sama sekali

aku respon. Kamar, engkau sahabat terbaikku, selama ini aku masih bisa tak mengacuhkan cemooh orang-orang terhadap persahabatan kita.

Seperti hari ini, ketika pagi-pagi buta mereka teriak membangunkan seisi kontrakan, hanya untuk berbondong berebut es-krim gratis di alun-alun. Mereka mencemooh kita lagi, tapi kali ini sedikit terasa berbeda.

Gadis itu berhasil memupus musnahkan semua harapan

yang ku susun bersamanya. Aku ingat, sebelum dia pergi. Gadis itu menatap dalam-dalam mataku, seolah itu akan menjadi tatapan terakhirnya. Sebelum ini tidak pernah ku jumpai sepasang mata dengan tatapan setajam itu.

Batu Pesisir Indramayu

19

Ayu, seharusnya laranganku jangan kau lakukan. Setelah kau pergi, dinding mana lagi yang harus hancur. orang lain mana lagi yang akan mati. Tapi, kepala batumu itu tiada duanya. Tiada yang bisa menandingi kepalamu. Kau tetap pergi, dan kini kamu tak pernah kembali.

Ah! Tidak seharusnya aku selalu menyalahkan,mu.

Maafkan aku, siapapun mempunyai hak untuk pergi mengunjungi siapapun dan dimanamun.

Biarkan Aku Bermimpi

Malam itu kami benar-benar telah larut dalam sebuah alur percakapan khidmat. Dengan detail ayu menjelaskan terkait prodi yang sedang ia pelajari.

“Kalo guru BK itu nggak ngajar mas, tugasnya beda

tugas guru BK itu kan memberikan bimbingan-bimbingan (upaya preventif) dan konseling (kuratif/penyembuhan), yang tujuannya ya memandirikan siswa (dalam arti, siswa bisa lebih mengembangkan potensi dirinya, serta meminimalkan kesulitan2 yg dialami siswa). untuk kurikulum 2013 kan BK masuk kelas mas, 1 jam pelajaran untk setiap kelasnya.”

Batu Pesisir Indramayu

20

Tak dapat lagi ku bedakan waktu dari setiap detik yang berlalu, bunyi jarum jam dinding seolah sama dengan benturan jari dengan papan keyboard.

Sesekali ayu menceritakan tentang kaka,nya yang

begitu terobsesi dengan club bola romanisty. Tentang KKN/PPL yang sebentar lagi ia jalani. Tentang bagaimana ia bisa foto bersama artis Ftv “junior liem”. dan banyak hal.

Bak berada didunia ghaib, di tengah gelapnya malam kelam, tanpa suara, tanpa sosok yang nampak nyata. Percakapan itu seperti terus menggodaku, selalu ku tunggu dari setiap balasan darinya. Sebenarnya sama sekali tidak ada diksi yang istimewa dari setiap perbincangan, semua datar bahkan nyaris tanpa kesimpulan. Tapi entah mengapa tidak sedikitpun aku mau melewatkannya.

Trhitung dari lonceng pos ronda terakhir dilantunkan hingga 18.000 detik kemudian percakapan ku tutup dengan balasan;

“Zzzzzzzzzzz”.