cerpen + analisa

7

Click here to load reader

Upload: nelva-kirana

Post on 02-Jul-2015

119 views

Category:

Education


1 download

DESCRIPTION

Cerpen oleh Nelva Kirana N

TRANSCRIPT

Page 1: Cerpen + analisa

Nelva Kirana N

Nama: Nelva Kirana N

Kelas: XI IA 9

No: 18

SMAN 1 Sidoarjo

2014

Catatan Seorang Perempuan yang Menunggu

Kekasihnya Datang

Dear diary…s

Hari ini aku senang sekali, seorang lelaki yang sedari dulu aku cintai secara diam-diam

itu, ternyata akan mengajakku bertemu, atau lebih tepatnya semacam kencan pertama. Ia

mengatakan, bahwa besok jam delapan malam akan mengajakku makan malam di sebuah café

yang lokasinya tepat berada di jantung kota. Café berlantai dua tingkat dan bila seseorang

duduk di sana akan tampak jelas terlihat lampu-lampu jalanan yang bisa membuat suasana

menjadi lebih romantis. Mungkin besok kami akan makan malam dengan memesan hidangan

yang sulit untuk aku lupakan. Stik kentang saus tomat dan orange juice sepertinya akan

menjadi hidangan yang cocok untuk mengawali sebuah kencan pertama nanti. Ah, aku tak

sabar menunggu besok malam tiba. Semoga menyenangkan.

***

Malam. Malam tanggal pertengahan bulan. Rembulan telah matang menggantung di

langit berbintang. Gigil angin berkesiur menembus setiap inci serat kulitku. Aku masih duduk

pada salah satu puluhan kursi yang tersedia di café ini. Aku sengaja memesan kursi pojok

kanan di lantai dua bersebelahan dengan jendea terbuka, di sini ruangannya memang begitu

pengap dan tampak tak berkelas. Ada banyak meja-meja kayu berwarna coklat kusam tersusun

rapih dan telah terisi penuh oleh pasangan kekasih yang tengah bercakap entah membicarakan

persoalan apa, aku tak berniat menguping. Di ruangan pengap inilah, sudah hampir setengah

jam lebih aku menunggu seorang lelaki yang tak kunjung datang. Telah berkali-kali aku

meneleponnya, namun tak pernah sekalipun diangkat. Berpuluh-puluh kali aku mengirimkan

pesan singkat melalui ponsel, tapi tak satu pun kuterima sebuah balasan. Sedang dimanakah

lelaki itu sekarang? Aku tak tahu!

Aku mulai dihinggapi perasaan gelisah. Olesan lipstik di bibirku mulai sedikit luntur

akibat keseringan meminum air putih karena terlalu lama menunggu bercampur dengan

buncahan rasa marah. Apakah malam ini ia telah membatalkan pertemuan secara sepihak dan

tak memberikan kabar terlebih dahulu padaku? Sialan! Sia-sia sore tadi aku menguras waktu

berjam-jam lamanya sekadar memilih gaun busana yang cocok untuk aku kenakan pada malam

Page 2: Cerpen + analisa

Nelva Kirana N

ini, atau menghabiskan waktu berdandan hanya untuk sebuah acara pertemuan menyebalkan

seperti ini.

“Mau pesan apa Mbak?” tiba-tiba salah seorang pelayan perempuan menyodorkan

sebuah daftar menu. Entah sudah berapa kali ia bolak-balik ke mejaku menawarkan menu yang

disediakan di café ini. Dan dari balik sorot tatapannya itu, sepertinya ia menanam perasaan

kesal padaku.

“Nanti saja dulu jangan sekarang. Aku masih menunggu seseorang yang akan datang.”

jawabku mengelak sedikit malu, “Kalau boleh, ambilkan saja untukku segelas air putih lagi,”

lanjutku kembali dengan rona wajah yang lebih merah dari biasanya.

“Mohon tunggu sebentar.” jawabnya sedikit ketus.

Pesanan datang. Entah gelas keberapa air yang kuteguk ini. Rasanya hambar seperti

suasana mejaku sekarang. Aku membayangkan, pasti perasaan aneh seperti ini akan terasa

berbeda bila lelaki yang kutunggu itu datang dengan membawa sebuah senyuman di bibirnya.

Orang-orang di sekitarku mulai menatapku seperti melecehkan. Aku seolah menjadi orang

asing yang dilucuti dan dipermalukan. Aku merasa mereka telah menganggapku seorang

perempuan tolol karena telah dikhianati oleh janji busuk seorang lelaki. Tak terasa, waktu di

jam tanganku telah menunjukan pukul sembilan malam. Ternyata kini lelaki yang tengah

kutunggu kedatangannya itu telah membuat hatiku berharap cemas selama satu jam tepat.

Berarti ia telah melakukan suatu kesalahan besar dengan membiarkan aku teronggok sendirian

seperti potongan bangkai yang dipatuk paruh runcing burung-burung nazar. Hatiku panas. Ingin

sekali aku meludahi wajahnya yang berbentuk tirus itu, sebab kurasa bahwa menunggu adalah

suatu hal paling menyebalkan di dunia ini.

Andaikan saja sekarang ia datang secara tak terduga, pastinya aku bakalan memaafkan

kesalahannya itu dengan perasaan sangat rumit. Mungkin sebuah keterlambatan bisa

meluluhkan suasana pertemuan yang menyebalkan, ketimbang tidak datang sama sekali tanpa

kabar yang jelas. Ah, akan tetapi, mengharapkan suatu hal yang tak jelas pun sama

menyebalkannya. Ia memang tak jelas apakah bakalan datang atau tidak. Dan mungkin

sekaranglah waktu yang tepat untuk aku beranjak meninggalkan suasana café menyebalkan ini.

Tapi, tiba-tiba seorang lelaki berkemaja biru motif kotak-kotak datang ke mejaku, dan duduk

berhadapan saling menatap denganku.

“Apakah aku boleh duduk di sini?” tanya le laki itu. “Perkenalkan, namaku Ardi.”

lanjutnya sambil menyodorkan telapak tangan mengajak bersalaman ke arahku. Ah, rupanya ia

memiliki nama yang sama dengan nama seorang lelaki yang sedang kutunggu. Wajahnya pun

hampir mirip. Apa mungkin mereka berdua saudara kembar? Tak mungkin, ia tak pernah

menceritakan bila ia pernah memiliki saudara kembar. Kebetulan yang sangat luar biasa. Tidak.

Tak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, sebab dalam kehidupan semuanya telah diatur di

dalam sebuah takdir, meski kita pun ditakdirkan untuk mengubah takdir kita masing-

masing.“Maaf, tapi sekarang sudah saatnya aku untuk pulang.”

Page 3: Cerpen + analisa

Nelva Kirana N

“Loh, kenapa buru-buru? Aku dengar tadi katanya kamu sedang menunggu seorang

lelaki. Bukankah ia belum datang?”

“Entahlah, mungkin ia tak bakalan datang menemuiku.”

“Bodoh sekali lelaki itu, membiarkan perempuan cantik sepertimu duduk di café ini

sendirian.” katanya sambil mengulum senyum.

Entah itu sebuah kalimat pujian atau sebuah hinaan karena ia mungkin telah

mengetahui kalau aku termakan janji busuk seorang lelaki, tapi yang jelas aku menyukai cara

ungkapannya yang menurutku teramat jujur. Harus kuakui, ia memiliki wajah yang polos, dan

aku pun memang berparas cantik. Menurut semua teman-temanku, aku adalah seorang

perempuan berpenampilan anggun. Aku memiliki sepasang mata bulat dan bening, belahan

bibir merah bagaikan capit kepiting, hidung mancung dan tampak kecil, lalu wajah kuning

langsat sewarna buah pisang yang telah matang.

“Kalau aku boleh jujur, aku tak bakalan membiarkanmu duduk sendirian.” katanya lagi.

“Tapi maaf, aku tidak terlalu menyukai lelaki yang jujur. Terlihat sangat murahan!”

kataku sambil berlalu meninggalkannya.

***

Dear diary…

Malam ini perasaanku tidak seperti hari kemarin. Hari kemarin sangat menyenangkan

karena bisa membuat hatiku berbunga-bunga. Tapi apa boleh buat, bunga hati ini kini telah

layu, sebab sang kumbang pujaanku tak kunjung datang untuk menghisap sari madu yang

tumbuh di dalam bunga yang berbentuk hati ini. Aku tak tahu, apakah ia sengaja

membohongiku, atau memang benar-benar lupa soal janji pertemuannya denganku. Tapi yang

jelas, ia telah membuat hatiku remuk redam. Aku tak ingin kejadian malam ini terulang

kembali di hari berikutnya. Semoga saja.

***

Jam sebelas malam. Café tempat yang kujanjikan untuk menemui seorang perempuan

telah tutup. Jalanan terlihat sepi. Hanya sesekali pengendara jalan yang lewat. Aku tahu,

kalau perempuan itu telah pulang meninggalkan café ini sambil menahan perasaan kecewa. Ia

mungkin saja mengutukku dengan sebutan seorang lelaki pembohong. Ah, andaikan saja ia

mengetahui bahwa tadi aku sempat ditimpa sebuah kecelakaan, mungkin ia akan memaklumi

kesalahanku.

Sebelumnya, pada saat jam tujuh malam tadi, sebenarnya aku sudah bersiap-siap untuk

berangkat menuju café ini. Tidak seperti pada malam-malam biasanya, malam ini aku sengaja

mengenakan kemeja berwarna biru motif kotak-kotak dan celana jeans hitam panjang.

Setidaknya dengan berpenampilan elegan seperti itu, mungkin aku bisa meraih hatinya dan ia

akan terperangah memandangku. Aku selalu ingin tampil sempurna di hadapannya.

Page 4: Cerpen + analisa

Nelva Kirana N

Penampilanku sudah sempurna. Tapi waktu telah menunjukan kalau aku bakalan

terlambat. Aku tak ingin suasana kencan pertamaku dengannya tampak tak sempurna hanya

gara-gara sebuah keterlambatan. Tak butuh menunggu waktu lama lagi, langsung kupacu

motorku secepat mungkin. Jalanan lengang. Kurasakan ada sebuah getaran dari dalam kantong

celanaku. Sepertinya dering ponselku berbunyi. Ternyata dari tadi aku telah mendapatkan

berpuluh-puluh kiriman pesan singkat. Ah, itu pesan dari seorang perempuan yang tengah

gelisah menanti kedatanganku.

Sedang dimana kau sekarang? Sudah hampir setengah jam lebih aku menunggumu.

Kalau memang kau tak bakalan datang, mungkin sebaiknya aku pulang saat ini juga. Begitu isi

salah satu pesan singkatnya yang sempat kubaca.

Tanpa memikirkan apa pun, sambil memacu motorku, aku mencoba membalas

pesannya itu. Aku tak ingin ia merasa kesal karena terlalu lama menungguku, hanya karena

sebuah keterlambatan.

Belum sempat aku mengirimkan balasan atas puluhan pesannya itu, tiba-tiba saja,

tanpa sepenglihatanku, dari arah berlawanan, sebuah truk besar sudah berada di dalam jalur

jalan yang kugunakan. Aku tak sempat menghindar dan membelokan motorku untuk

menghindari tabrakan dengan truk yang salah mengambil jalur. Tapi dari semua yang aku ingat,

setelah kecelakaan yang tak bisa terhindarkan itu, aku merasakan ruhku melayang dengan dua

buah sayap di belakang punggungku menuju tempat ini. Café yang kini telah tutup ini.

***

Dear diary…

Hari pertama di bulan baru. Hari ini aku baru mendapatkan sebuah kabar buruk tentang

kematian Ardi, lelaki yang pernah kutunggu kedatangannya dua minggu lalu. Aku baru

mengetahuinya setelah salah seorang temanku menceritakan semua kejadian naas itu. Dan,

aku pun baru tahu jika Ardi bukanlah seorang lelaki pembohong, karena ia mengalami

kecelakaan maut ketika sedang menuju café tempatku menunggu. Meski kini aku telah berbeda

dunia dengannya, kuharap ia akan setia menunggu kedatanganku kelak.

***

Wajah keduanya pun hampir mirip. Saat ini, aku ingin kembali menemuinya, bertatap

muka langsung dengannya. Lama aku menunggu kedatangan lelaki itu, namun harapanku

tampaknya tak akan terkabul. Dan kini aku yakin, bahwa ia adalah jiwa seorang lelaki yang

sedang kutunggu waktu itu.

Page 5: Cerpen + analisa

Nelva Kirana N

Cerpen 'Catatan Seorang Perempuan yang Menunggu Kekasihnya Datang'

memiliki.....

Unsur Intrinsik

Tema: Percintaan yang sirna

Latar:

Latar Tempat:

Cafe

Aku masih duduk pada salah satu puluhan kursi yang tersedia di café ini.

Jalan

Jalanan terlihat sepi. Hanya sesekali pengendara jalan yang lewat.

Latar Waktu

Malam hari

Malam. Malam tanggal pertengahan bulan. Rembulan telah matang menggantung di langit

berbintang.

Jam tujuh malam

Sebelumnya, pada saat jam tujuh malam tadi, sebenarnya aku sudah bersiap-siap untuk

berangkat menuju café ini.

Jam sebelas malam

Jam sebelas malam. Café tempat yang kujanjikan untuk menemui seorang perempuan telah

tutup.

Hari pertama di bulan baru

Hari pertama di bulan baru. Hari ini aku baru mendapatkan sebuah kabar buruk tentang

kematian Ardi, lelaki yang pernah kutunggu kedatangannya dua minggu lalu.

Dua minggu lalu

Hari pertama di bulan baru. Hari ini aku baru mendapatkan sebuah kabar buruk tentang

kematian Ardi, lelaki yang pernah kutunggu kedatangannya dua minggu lalu.

Alur: Maju

Karena jalan cerita dijelaskan secara runtut mulai dari pengenalan latar dan masalah sampai

ke konflik dan di akhir cerita terdapat penyelesaian konflik.

Penokohan:

Lelaki (Ardi)

Ceroboh:

"Tanpa memikirkan apa pun, sambil memacu motorku, aku mencoba membalas pesannya itu."

Perfeksionis:

Page 6: Cerpen + analisa

Nelva Kirana N

"Penampilanku sudah sempurna. Tapi waktu telah menunjukan kalau aku bakalan terlambat. Aku tak

ingin suasana kencan pertamaku dengannya tampak tak sempurna hanya gara-gara sebuah

keterlambatan."

Perempuan

Selalu mengeluh:

"Apakah malam ini ia telah membatalkan pertemuan secara sepihak dan tak memberikan kabar

terlebih dahulu padaku? Sialan! Sia-sia sore tadi aku menguras waktu berjam-jam lamanya sekadar

memilih gaun busana yang cocok untuk aku kenakan pada malam ini, atau menghabiskan waktu

berdandan hanya untuk sebuah acara pertemuan menyebalkan seperti ini."

Mudah berpikiran buruk

"Orang-orang di sekitarku mulai menatapku seperti melecehkan. Aku seolah menjadi orang asing

yang dilucuti dan dipermalukan. Aku merasa mereka telah menganggapku seorang perempuan tolol

karena telah dikhianati oleh janji busuk seorang lelaki."

Pelayan Perempuan

Kurang sabar menghadapi pelanggan

"Mohon tunggu sebentar.” jawabnya sedikit ketus."

Sudut Pandang:

Campuran

Karena Pengarang menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan

sudut pandang yang berbeda-beda menggunakan “Aku”

Bukti

Diungkapkan oleh Lelaki (Ardi): Aku tahu, kalau perempuan itu telah pulang meninggalkan

café ini sambil menahan perasaan kecewa.

Diungkapkan oleh perempuan: Lama aku menunggu kedatangan lelaki itu, namun

harapanku tampaknya tak akan terkabul.

Nilai:

Nilai Moral

"Tanpa memikirkan apa pun, sambil memacu motorku, aku mencoba membalas pesannya itu.

Aku tak ingin ia merasa kesal karena terlalu lama menungguku, hanya karena sebuah

keterlambatan.

Belum sempat aku mengirimkan balasan atas puluhan pesannya itu, tiba-tiba saja,

tanpa sepenglihatanku, dari arah berlawanan, sebuah truk besar sudah berada di dalam jalur

jalan yang kugunakan. Aku tak sempat menghindar dan membelokan motorku untuk

menghindari tabrakan dengan truk yang salah mengambil jalur. Tapi dari semua yang aku ingat,

Page 7: Cerpen + analisa

Nelva Kirana N

setelah kecelakaan yang tak bisa terhindarkan itu, aku merasakan ruhku melayang dengan dua

buah sayap di belakang punggungku menuju tempat ini. Café yang kini telah tutup ini."

Dari kutipan cerpen tersebut seharusnya kita tidak menggunakan handphone disaat sedang

berkendara karena kita bisa tidak fokus dan bisa mengalami kecelakaan seperti yang telah Ardi

lakukan.

Nilai Perjuangan

"Aku tak ingin suasana kencan pertamaku dengannya tampak tak sempurna hanya gara-gara

sebuah keterlambatan. Tak butuh menunggu waktu lama lagi, langsung kupacu motorku

secepat mungkin. Jalanan lengang."

Lelaki tersebut berusaha sebaik mungkin agar kencan pertamanya tidak mengecewakan

perempuan yang akan ditemuinya.

Amanat

Seharusnya kita sebagai manusia tidak mudah berpikiran buruk akan perilaku seseorang,

karena semua hal pasti ada sebabnya.

Kita tidak boleh menggunakan handphone saat sedang berkendara, karena kita akan celaka

karena tidak fokus untuk menyetir

Unsur Ektrinsik

Latar Kepengarangan Penulis

Penulis menjumpai berbagai reaksi masyarakat saat mereka menerima

pemberitahuan bahwa ada pesan masuk atau telepon masuk di handphone saat berkendara.

Dalam cerpen ini, penulis ingin menginspirasi dan memotivasi orang-orang untuk lebih

berhati-hati dalam berkendara. Lebih baik berhenti terlebih dahulu di tepi jalan untuk

menjawab atau melihat handphone kita sehingga kita tidak celaka.

Keyakinan Penulis

Penulis yakin bahwa kejadian ini banyak ditemui di masyarakat. Banyak orang yang

mengalami kecelakaan karena menggunkan handphone disaat berkendara. Oleh karena itu

penulis menggambarkan situasi tersebut dalam sebuah cerpen.

Masyarakat Pembaca

Pembaca dapat mengambil hikmah dari cerpen ini karena cerpen ini mengandung

secuplik masalah dalam berkendara yang ada di masyarakat dan masih banyak orang yang

memiliki masalah yang sama dengan cerpen ini.