cerpen

9
Nama : ALVIN FIKRANZA Kelas : VII G No. Absen : 06 PERANG LABA-LABA Sewaktu aku berusia 5 tahun aku mendapatkan pengalaman yang memalukan sekaligus menyeramkan bagiku. Pada suatu malam yang sepi tepat pukul 10.30 WIB aku terbangun dari dunia mimpi dan langsung menuju kamar mandi untuk buang air kecil, entah mengapa aku tidak bisa tidur kembali, aku berusaha menutup mataku namun rasa kantuk belum juga datang,seperti ada firasat buruk yang akan terjadi. Memang benar, sewaktu aku meraih guling dan menolehkan kepala kelangit-langit kamarku, betapa terkejutnya aku saat aku menemukan lima ekor laba-laba yang cukup besar nyaris jatuh dari sarangnya.Memang aku paling takut pada hewan berkaki banyak itu,rasanya ingin sekali aku teriak tapi pasti aku akan membangunkan seisi rumah bahkan tetanggaku bisa-bisa bangun.Terpaksa aku tahan sampai-sampai keringat dingin dan hampir ngompol. Satu jam kemudian salah satu laba-laba itu tiba-tiba tertiup angin dan terjatuh dan mendarat diatas kepalaku, secara spontan aku mengambil kamus bahasa inggrisku yang tebal yang ada didekatku lalu memukulkanya ke wajahku. Sialnya kamusku yang sangat tebal itu tak mengenai laba-laba malah hanya melukai hidungku sampai mengeluarkan darah,seperti mengejekku laba-laba yang terjatuh itu menari-nari dibawah tempat tidurku kemudian sembunyi entah kemana.Namun Aku hanya bisa pasrah dan kembali menatap ke empat laba-laba yang tersisa. Tak beberapa lama , salah satu laba-laba itu seperti sengaja menjatuhkan diri, namun aku sudah bersiap di tempat dengan membawa beberapa bantal, sapu dan guling seperti akan perang. Saat laba-laba itu sampai di tempat tidur, langsung saja aku melempar semua benda yang aku bawa tadi dan aku injak-injak saja semuanya. Tak berhenti disitu, bahkan ketiga laba-laba yang masih diatas seperti ingin menyerang, mereka menjatuhkan diri satu per satu. Aku yang sudah kehabisan akal langsung saja aku meraih semua benda yang ada didekatku dan

Upload: waxejd

Post on 07-Dec-2014

140 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: cerpen

Nama : ALVIN FIKRANZA

Kelas : VII G

No. Absen : 06

PERANG LABA-LABA

Sewaktu aku berusia 5 tahun aku mendapatkan pengalaman yang memalukan sekaligus

menyeramkan bagiku. Pada suatu malam yang sepi tepat pukul 10.30 WIB aku terbangun dari

dunia mimpi dan langsung menuju kamar mandi untuk buang air kecil, entah mengapa aku tidak

bisa tidur kembali, aku berusaha menutup mataku namun rasa kantuk belum juga datang,seperti

ada firasat buruk yang akan terjadi.

Memang benar, sewaktu aku meraih guling dan menolehkan kepala kelangit-langit

kamarku, betapa terkejutnya aku saat aku menemukan lima ekor laba-laba yang cukup besar

nyaris jatuh dari sarangnya.Memang aku paling takut pada hewan berkaki banyak itu,rasanya

ingin sekali aku teriak tapi pasti aku akan membangunkan seisi rumah bahkan tetanggaku bisa-

bisa bangun.Terpaksa aku tahan sampai-sampai keringat dingin dan hampir ngompol.

Satu jam kemudian salah satu laba-laba itu tiba-tiba tertiup angin dan terjatuh dan

mendarat diatas kepalaku, secara spontan aku mengambil kamus bahasa inggrisku yang tebal

yang ada didekatku lalu memukulkanya ke wajahku. Sialnya kamusku yang sangat tebal itu tak

mengenai laba-laba malah hanya melukai hidungku sampai mengeluarkan darah,seperti

mengejekku laba-laba yang terjatuh itu menari-nari dibawah tempat tidurku kemudian sembunyi

entah kemana.Namun Aku hanya bisa pasrah dan kembali menatap ke empat laba-laba yang

tersisa.

Tak beberapa lama , salah satu laba-laba itu seperti sengaja menjatuhkan diri, namun

aku sudah bersiap di tempat dengan membawa beberapa bantal, sapu dan guling seperti akan

perang. Saat laba-laba itu sampai di tempat tidur, langsung saja aku melempar semua benda

yang aku bawa tadi dan aku injak-injak saja semuanya. Tak berhenti disitu, bahkan ketiga laba-

laba yang masih diatas seperti ingin menyerang, mereka menjatuhkan diri satu per satu. Aku

yang sudah kehabisan akal langsung saja aku meraih semua benda yang ada didekatku dan

melemparnya. Dan tepat mengenai semua laba-laba itu. Aku sangat kegirangan mendapati

semua laba-laba itu mati.

Namun beberapa saat kemudian tepat pukul 02.30WIB pintu kamarku terbuka dan

mendapati ayah,ibu,kakak serta pembantuku seperti keheranan saat melihat situasi kamarku

yang seperti kapal pecah. “ Kamu ini ngapain aja sih dek, kok rame banget!” seru kakaku, “Lha

iya, kamu itu mengganggu orang yang sedang tidur, memang apa yang kamu lakukan sih? ”

tambah ayahku. “Anu yah ada laba-laba gede banget,serem deh .” jawabku.”Ah, kamu ini

keterlaluan! Cuma gara-gara laba-laba aja kok sampai seperti ini!”seru kakakku. “Ya sudah gak

apa-apa, lha hidungmu kenapa nak? Kok sampai berdarah gitu?” tanya ibu. “Tidak apa-apa bu,

cuma luka kecil.”jawabku dengan kebohongan.”Sudah-sudah, kamu tidur sama kakakmu dulu

sana dan besok bibi minah tolong rapikan kamar Riani ya.”pinta ayah dengan bijaksana.”Baik

pak, besok pagi-pagi akan saya kerjakan.”jawab bibi Minah. “Ya bi,sekarang kita tidur yuk,

ngantuk nih!”pintaku sambil mengucek-ucek mataku yang mengantuk.”Iya-iya ayo tidur semua!”

jawab ibu.

Page 2: cerpen

Begitu sampai di kamar tidur kakakku, aku langsung menuju tempat tidur sambil melirik

ke langit-langit seraya berkata “Yee, gak perang sama laba-laba lagi.” Kakakku melirikku sambil

tertawa kecil dan berkata “ Udah tidur dulu besok kamu harus sekolah kan?” “Oke kak” jawabku.

Dan beberapa menit kemudian aku sudah tertidur pulas.

UNSUR INTRINSIK CERPEN PERANG LABA-LABA

Nilai Intrinsik

1. Tema : Phobia atau Ketakutan yang berlebihan

2. Tokoh : Riani, kakak, ibu, ayah, bibi Minah.

3. Watak :

a. Riani : Penakut, Ceroboh, Pembohong

b. Kakak : Pemarah, Mudah tertawa

c. Ayah : Pemarah, Bijaksana

d. Ibu : Sabar, Perhatian

e. Bibi Minah : Rajin

4. Alur : Maju

5. Sudut pandang : Orang pertama

6. Amanat : Jangan menjadi orang yang terlalu penakut oleh apapun, Jangan terlalu

takut terhadap sesuatu terlalu berlebihan, karena tidak baik untuk kesehatan

7. Setting/latar :

a. Tempat : Kamar tidur Riani, kamar mandi, kamar tidur kakak

b. Waktu : Malam hari, pukul 10.30 WIB sampai pagi hari pukul 02.30 WIB

c. Suasana : Sepi

Page 3: cerpen

Nama : ROBBY ALFI N

Kelas : VII G

No. Absen : 34

LUKA ODEN

“Satu, dua, tiga.”

Mulut kecil Oden menghitung kepingan logam yang perlahan dimasukannya ke dalam

celengan tanah miliknya.

“Tiga ratus!” Oden sumringah, dielusnya sayang celengannya. Kemudian dengan

perlahan dimasukannya ke dalam kotak berkas yang dipungutnya di tempat sampah, hati-hati

seklai seperti membelai bayi.

Saat Oden menggoyangkan kotak bekas itu, maka suara keping logam yang beradu

menjadi sumber suara di dalam gubuk itu, dan bagi Oden suara-suara itu merupakan suara

paling indah melebihi suara penyanyi dangdut yang dulu pernah didengarnya.

Detik itu menjadi kegembiraan Oden. Namun detik berikutnya kesenangan itu terganggu,

bocah itu merasa ada sesuatu yang jatuh dikepalanya. Diusapnya basah, ini artinya air, hujan!

Oden segera mengambil beberapa kaleng bekas cat yang biasa disusun semacam

pyramid, benar-benar kaleng multidungsi!

Dengan cetakan diletakannya kaleng itu pada titik-titik rawan gubuknya. Setelah selesai,

Oden duduk diatas tikar tidurnya sambil memperhatikan air yang jatuh ke kaleng, bunyi jatuhnya

nyaring mengganggu sekali, mala mini sepertnya ia tidak bisa tidur.

Hujan, sebenarnya Oden benci hujan. Keadaani ni akan membuatnya kelaparan sedikit

lebih lama, karena bibinya pasti tidak akan sudi susah-susah menyambanginya saat hujan.

Sejak awal Oden sudah diperlakukan berbeda, gubuk yang ditempatinya sengaja dibangun

untuk mengatur jarak dengan keluarganya. Masih diingatnya dengan sangat jelas suara-suara

yang mengingingkannya dirinya menjauh.

“Anak haram membawa sial, empat puluh rumah dari sini!”. “Anak jadah pembawa

petaka”. “Anak jadah pembawa onar”. “Anak jadah…”. “Anak haram..”. “Dosa…”. “Petaka…”.

“Sial…”

Entah apalagi yang mereka katakan, karena semakin Oden melangkah pergi, suara-

suara itu kian sayup. Bila disuruh memilih, Oden lebih baik dipukul ibunya dan ditendang

ayahnya. Setidaknya, artinya bila itu terjadi ia mempunyai orang tua. Oden berjanji tidak seperti

malin kundang yang durhakan pada ibunya. Bocah berusia 6 tahun itu mempunyai seribu janji

pada Tuhan apabila ia bertemu dengan ibunya. Tapi seribu sayang, tak ada satupun kisah

ibunya yang sesuai dengan telinga kecilnya.

Oden layaknya selebritis, terkenal di kalangan ibu-ibu penggosip, namun tak kalah tenar

di warung-warung pinggri desa, banyak yang Oden dengar tentang ibunya, versi tentang sejarah

kelahiranya pun beragam, kata orang-orang, ibunya itu orang gila yang bunting diperkosa orang

mabuk, tapi beredar pula berita bahwa ibunya orang gila yang dijadikan bulan-bulanan oleh

preman kampong. Bahkan, ada yang mengatakan laki-laki yang menggagahi ibunya masih

anggota keluarga.

Benar-benar beban mental bagi pikiran sederhana anak seusia Oden. Dibesarkan dalam

lingkungan di mana orang-orang selalu mencibirnya,, membuat Oden hidup dalam ruang

Page 4: cerpen

imajinasinya sendiri, benar-benar sendiri. Ini lebih menyakitkan dibanding sakit dan cacatnya

tubuh, lebih menyakitkan disbanding perlakuan kasar pada fisik.

Anak itu jijik melihat ibu-ibu penggosip, mereka seperti belatung-belatung yang berpesta

di atas bangkai tikus, kotor dan menjijikan!

Hanya satu kabar bagus yang menyentuh gendang telinganya, merembes ke pembuluh

darah dekat hati, hangat, meningkatkan adrenalin. Angin segar, ini benar-benar angin segar

bagi Oden. Sekarang, ia tahu keberadaan ibunya. Yang sejak itu merindukan buaiannya,

merindukan putting susunya.

Inilah impian Oden, Selagalas, tempat yang dianggap tujuan hidupnya, tempat yang

dilihat sebagai suatu istana dalam imajinasinya, tujuan dari segala usahanya. Mengingat itu,

oden sperti mendengar suara kepingan logam, yang beradu, syahdu dan benar-benar nikmat.

Bila uang dalam celengannya itu sudah cukup ia akan langsung pergi ke tempat

impiannya itu, Selagalas.

Tiba-tiba Oden meringis, perutnya merasa melilit, sedangkan hujan di luar semakin

deras, Oden tersenyum kecut, suara air yang jatuh ke dalam kaleng juga sudah tidak terlalu

nyaring, rupanya kaleng-kaleng itu sudah penuh, air mulai merembes ke lantai tanah dan gubuk

Oden becek.

Oden semakin merapatkan tubuhnya, tubuh kurus itu menggigil, Oden menekuk

tubuhnya dan sedikit menekan perutnya yang kian sakit, perlahan Oden tertidur, ia mulai lupa

akan hujan, lupa, lupa…

Dalam tidurnya Oden tersenyum, sneyum hangat layaknya anak dalam buaian ibu. Ia

seperti mendengar nyanyian bidadari, lembut begitu lembut. Ah, … Oden, mimpi. Memang

terkadang mimpi itu indah. Tapi, bersiaplah untuk terjaga….

Unsur-Unsur Intrinsik:

1. Tema : Kerasnya Kehidupan

2. Alur : Maju

3. Tokoh & Perwatakan : Oden : tegar, pekerja keras, pemimpi. (Protagonis)

Bibi, keluarga, tetangga : Tidak bijaksana, tidak baik. (Antagonis)

4. Latar : Tempat : Gubuk, pedesaan.

Waktu : Malam hari ketika hujan

Suasana : Dingin, meresahkan, mencekam, memprihatinkan.

5. Sudut Pandang : Orang ketiga

6. Gaya Bahasa : Baku

7. Amanat :

Seburuk apapun keadaan kita, tetaplah bermimpi, tetaplah berusaha!

Bagaimanapun keadaan orang tua kita, tetaplah berbakti kepada mereka. Karena

bagaimanapun juga, mereka tetap orang tua kita.

Tetaplah tegar, tetaplah menjadi positif walaupun tidak ada orang yang mendukungmu!

Jangan berbicara sembarangan, karena bisa jadi apa yang kita bicarakan itu belum

benar serta menyakiti perasaan orang lain.

Apa yang anda lakukan sekarang akan berdampak pada kehidupan anak cucu anda

nanti. Maka berbuat baiklah!.

Page 5: cerpen

Nama : ADAM WILDAN

Kelas : VII G

No. Absen : 01

SI “ALHAMDULILLAH”

Pada zaman dahulu di Desa lembah neundeut ada seorang pemuda yang memelihara

seekor kuda sejak dari kecil yang sangat penurut, nama kuda itu adalah “Alhamdulillah”, kuda

itu sangat penurut, apabila di panggil langsung datang. Jika di suruh berjalan kita hanya berkata

“Alhamdulillah” langsung tancap kuda itu akan berjalan, sedangkan jika mau berhenti kita ucap

“Astagfirullah” si kuda akan langsung berhenti. Mungkin karena di rawat sejak kecil dan latihan

yang rutin membuat si kuda menjadi penurut.

Oman adalah pemilik kuda pintar tersebut, dia sangat sayang dengan kudanya. Di suatu

sore hari Oman sedang mengajak bermain kudanya itu keliling taman dekat rumahnya. Ketika

sedang di taman Oman bertemu dengan seorang temannya bernama Asep "Assalamualaikum....

gimana kabarnya, kudanya bagus bangeeet.."?

"Baik... ia ni kuda penurut, tinggal ucap hamdalah dia akan berjalan, dan kalau mau

berhenti tingal ucap “istigfar"

" aku boleh nyoba gak"?

" oh.. monggo..."

Sang teman mulai mengucapkan hamdalah untuk menjalankannya. "alhamdulilah

berangkatlah kuda" dia merasa bosan karna kudanya jalannya terlalu pelan, dia memukul kuda

supaya berjalan lebih cepat ,tapi belum berhasil juga, akhirnya dia memukul dan mengucapkan

alhamdulillah dengan keras. "PLAK..... ALHAMDULIILLAH......" Kuda itu berjalan dengan

cepat ,sehingga orang itu tidak bisa mengendalikanya, di depan matanya terlihat jurang yang

sangat dalam , karena sangat gugup dia lupa kata-kata untuk menghentikan kudanya, semua kata-

kata keluar dari mulutnya. "ALLAH” kuda belum berhenti. "ROSULALLAH." kuda itu masih

belum bisa berhenti. " INALILAH." kuda itu masih tak mau behenti.

Dia sudah putus asa , dia mengucapkan istigfar untuk yang terakhir kalinya. "

ASTAGFIRULOH." Tiba-tiba kuda itu berhenti pas di depan jurang itu, dia sangat senang, dan

mengucapkan puji syukur kepada Allah. "Alhamdulillah ya Allah kau masih menolongku".

karena ucapanya itu, kuda tiba-tiba berjalan dan....dan ,,..

Page 6: cerpen

UNSUR INTRINSIK

1. Tema Kuda penurut

2. Alur Cerita Alur maju, karena jalan cerita di jelaskan secara runtut

3. Penokohan:

a. Tokoh utama (Alhamdulillah) : berwatak penurut dan pintar

b. Tokoh Pembantu : Oman, wataknya penyayang

Asep, mempunyai Rasa ingin tahu yang tinggi

4. Latar:

a. Tempat

Desa lembah neundet,

Taman dekat rumah, dan perjalanan, dekat jurang dalam.

b. Waktu : Zaman dahulu, Sore hari

c. Suasana : Diawal cerita suasana yang timbul biasa saja, tetapi di akhir cerita

menegangkan karena terdapat konflik.

5. Sudut Pandang :

“Dia” terbatas (mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti

halnya tokoh pertama.)

6. Gaya Bahasa

Aptronim (adalah pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan.)