cerebral palsy

Upload: thsb-desta

Post on 11-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

siko terapi untuk anak dan keluarganya

siko terapi untuk anak dan keluarganya.Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai CP, maka psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya.3) Koreksi operasi.Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan padasaraf motorik, tendon, otot atau pada tulang.4) Obat-obatan.Pemberian obat-obatan pada CP bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang.Pada penderita CP yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada CP tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada CP tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine 5 -- 10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah hari.I. PENCEGAHANPencegahan merupakan usaha yang terbaik. CP dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik dapat menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat dicegah dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian "hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia, meningitis, status epilepsi dan lain-lain.J. PROGNOSISPrognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk (1968), hanya sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan menyenangkan, namun Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap 229 penderita CP yang.didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7 tahun 52% di antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula bahwa bentuk CP yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju, misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20--25% penderita CP bekerja sebagai buruh harian penuh dari 30--50% tinggal di" Institute Cerebral Palsy". Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis.BAB III PATHOFISIOLOGI NURSING PATHWAYRendahnya suplai oksigen pada otak pada periode lama

Hipoksik iskemik encephalopathi

Bertahan hidup

Asfiksia berat

Otot Bulber

Gangguan pendengaran

Kelumpuhan

Disuse Atrophy ektremitas

Strabismus konvergen

Kelainan refraksi

Meninggal

Spastisitas

Tidak dapat bertahan hidup

CPPeningkatan tonus otot dan reflek

Atropi pada substansia grisea kortek serebriDisartria

Imobilitas

Resiko cedera

Gangguan bicara

Gangguan mata

Gangguan motorik mulut

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit

ETIOLOGIKerusakan komunikasi

Resiko terhadap perubahan nutrisi

Disfagia

BAB IVASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN1. Biodata

Laki-laki lebih banyak dari pada wanita. Sering terjadi pada anak pertama kesulitan pada waktu melahirkan. Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar. Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.2. Riwayat kesehatan.

Riwayat kesehaataan yang berhubungan dengan factor prenatal, natal dan post natal serta keadaan sekitar kelaahiran yang mempredisposisikan anoksia janin.

3. Keluhan dan manifestasi klinik

Observasi adanya manivestasi cerebral palsy, khususnya yang berhubungan dengan pencapaian perkembangan :

Perlambatan perkembangan motorik kasar

Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik, meningkat sejalan dengan pertumbuhan.

Tampilan motorik abnormal

Penggunaan tangan unilateral yang terlaalu dini, merangkaak asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makaan, sariawan lidah menetap.

Perubahan tonus otot

Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).

Posture abnormal

Mempertahankan agar pinggul lebih tinggi dari tubuh pada posisi telungkup, menyilangkan ataau mengekstensikan kaki dengan telapak kaki plantar fleksi pada posisi telentang, postur tidur dan istirahat infantile menetap, lengan abduksi pada bahu, siku fleksi, tangan mengepal.

Abnormalitas refleks

Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetaap atau hiperaktif, Hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.

Kelainan penyerta (bias ada, bisa juga tidak).Pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua pertiga individu).Kerusakan perilaku dan hubungan interpersonalGejala lain yang juga bisa ditemukan pada CP:- Kecerdasan di bawah normal- Keterbelakangan mental- Kejang/epilepsi (terutama pada tipe spastik)- Gangguan menghisap atau makan- Pernafasan yang tidak teratur- Gangguan perkembangan kemampuan motorik (misalnya menggapai sesuatu, duduk, berguling, merangkak, berjalan)- Gangguan berbicara (disartria)- Gangguan penglihatan- Gangguan pendengaran- Kontraktur persendian- Gerakan menjadi terbatas.4. Pemeriksaan penunjang(Bisa dilihat pada konsep dasar).B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.3. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas.4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas. C. INTERVENSI, RASIONAL DAN EVALUASI1. Resiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia sekunder terhadap gangguan motorik mulut.Tujuan :Anak berpartisipasi dalam aktivitas makan sesuai kemampuannyaAnak mengkonsumsi jumlah yang cukupIntervensi :Berikan nutrisi dengan cara yang sesuai dengan kondisi anakCatat masukan dan haluaranPantau pemberian makan intravena (bila diinstruksikan)Berikan formula makanan yang ditentukan dengan selang nasogastrik (sesuai indikasi)Berika anak beberapa otonomi dalam cara makan pasifBaringkan pasien dengan kepala tempat tidur 30-45 derajat, posisi duduk dan menegakkan leherR/ posisi ideal saat makan sehingga menurunkan resiko tersedakLibatkan dalam pemilihan makanan dan urutan makan yang dihidangkan (dalam batasan diet dan nutrisi)Berikan makanan semipadat dan cairan melalui sedotan untuk anak yang berbaring pada posisi telungkupR/ mencegah aspirasi dan membuat makan/minum menjadi lebih mudahBerikan makanan daan kudapaan tinggi kalori dan tinggi proteinR/ memenuhi kebutuhan tubuh untuk metabolisme dan pertumbuhanBeri makanan yang disukai anakR/ mendorong anak agar mau makanPerkaya makanan dengan suplemen nutrisi mis.susu bubuk atau suplemen yang lainR/ memaksimalkan kualitas asupan makananPantau berat badan dan pertumbuhanR/ intervensi pemberian nutrisi tambahan dapat diimpementasikan bila pertumbuhan mulai melambat dan berat badan menurunLakukan higiene oral setiap 4 jam dan setelah makanEvaluasi :Klien mendapat masukan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya.2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.Tujuan :Klien mempertahankan integritas kulit.Intervensi :Kaji kulit setiap 2 jam dan prn terhadap area tertekan, kemerahan dan pucat.R/ pengkajian yang tepat dan lebih dini akan cepat pula penanganan terbaik pada masalah yang terjadi pada klienTempatkan anak pada permukaan yang mengurangi tekananR/ mencegaah kerusakan jaringan dan nekrosis karena tekananUbah posisi dengan sering, kecuali jika dikontraindikasikanR/ mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasiLindungi titik-titik tekanan (misalnya : trikanter, sakrum, pergelangaan kaki,bahu dan oksiput)Pertahankan kebersihan kulit dan kulit dalam keadaan keringBerikan cairan yang adekuat untuk hidrasiBerikan masukan makanan dengan jumlah protein dan karbohidrat yang adekuat.Evaluasi :Kulit klien tetap keadaan utuh, bersih dan kering3. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan ketidak mampuan mengontrol gerakan sekunder terhadap spastisitas.Tujuan :Klien tidak mengalami cedera fisikIntervensi :Berikan lingkungan fisik yang aman :Beri bantalan pada perabot. R/ untuk perlindungan.Pasang pagar tempat tidur. R/ untuk mencegah jatuh.Kuatkan perabot yang tidak licin. R/ untuk mencegah jatuh.Hindari lantai yang disemir dan permadani yang berantakan. R/ untuk mencegah jatuh.Pilih mainan yang sesuai dengan usia dan keterbatasan fisik. R/ untuk mencegah cedera.Dorong istirahat yang cukup. R/ karena keletihan dapat meningkatkan resiko cedera.Gunakan restrein bila anak berada dikursi atau kendaraan.Lakukan teknik yang benar untuk menggerakkan, memindahkan daan memanipulasi bagian tubuh yang paralisis.Implementasikan tindakan keamanan yang tepat untuk mencegah cedera termal. R/ terdapat kehilangan sensasi pada area yang sakit.Berikan helm pelindung pada anak yang cenderung jatuh dan dorong untuk menggunakannya. R/ mencegah cedera kepala.Berikan obat anti epilepsi sesuai ketentuan. R/ mencegah kejang.Evaluasi :Keluarga memberikan lingkungan yang aman untuk anak.Anak bebas dari cedera.4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengaan kerusakaan kemampuan untuk mengucap kata-kata yang berhubungan dengan keterlibatan otot-otot fasial sekunder adanya rigiditas.Tujuan :Klien melakukaan proses komunikasi dalam batas kerusakan. Intervensi :Beri tahu ahli terapi wicara dengan lebih diniR/ sebelum anak mempelajari kebiasaan komunikasi yang buruk.Bicara pada anak dengan perlahanR/ memberikan waktu padaa anak untuk memahami pembicaraanGunakan artikel dan gambarR/ menguatkan bicara adaan mendorong pemahamanGunakan teknik makanR/ membantu memudahkan bicara seperti menggunakan bibir, gigi dan berbagai gerakan lidah.Ajari dan gunakan metode komunikasi non-verbal (mis.,bahasa isyarat) untuk anak dengan disartria berat.Bantu keluarga mendapatkan alat elektronik untuk memudahkan komunikasi non-verbal (mis., mesin tik, microkomputer dengan pengolah suara). Evaluasi :Anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan pada pemberi perawatan. BAB VPENUTUPA. KESIMPULANCerebral Palsy adalah suatu kerusakan jaringan otak yang bersifat permanen dan tidak progresif. Walaupun demikian, gambaran kliniknya masih dapat berubah dalam perjalanan hidup penderita. Insidensi penyakit ini di luar negeri bervariasi antara 0,07 -- 6per 1.000 kelahiran hidup. Di Indonesia masih belum diketahui. Faktor penyebab mungkin terletak pada masa prenatal, natal dan post natal. Perubahan neuropatologik pada CP berlokasi pada korteks motorik, ganglia basalis dan serebelum. Manifestasi klinik bergantung pada lokalisasi dan luasnya kerusakan jaringan otak. Dibedakan 3 bentuk dasar gangguan motorik pada CP, yaitu spastisitas, atetosis dan ataksia. Diagnosis ditegakkan atas adanya riwayat yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kerusakan jaringan otak dan kelainan fisik/neurologik yang sesuai. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang.Penanganan meliputi : reedukasi/rehabilitasi, psiko terapi, tindakan operasi dan pemberian obat-obatan, yang melibatkan suatu team yang terdiri dari berbagi disiplin keahlian. Prognosis bergantung pada : berat ringannya CP, gejala-gejala penyerta, cepatnya dimulai dan intensipnya penanganan, sikap dan kerjasama penderita/keluarga serta masyarakat.B. SARANPerawatan dari anak-anak ini memerlukan ketrampilan dan, jika mereka dirawat dirumah, maka harus ada pelayanan pendukung yang efektif. Tindakan perawatan spesifik bertujuan : Pencegahan dekubitus Memperthankan saluran pernafasan yang bersih Menemukan cara terbaik untuk memberikan makanan pada anak dan menjamin asupan makanan yang adekuat Menentukan suatu sistem komunikasi sehingga anak dapat mengutarakan, kebutuhan, keinginan dan kerinduannya, dan Mendorong agar anak menggunakan kemampuannya dan membantu anak mengembangkan kemampuannya secara penuh.CP tidak dapat disembuhkan, terapi yang dilakukan untuk memperbaiki kapabilitas anak. Dalam perkembangannya, hingga saat ini tujuan terapi pada CP adalah mengusahakan penderita dapat hidup mendekati kehidupan normal dengan mengelola problem neurologis yang ada seoptimal mungkin. Disini tidak ada terapi standar yang berlaku untuk semua penderita CP. Klinisi diharapkan dapat bekerja sama dalam tim, untuk mengidentifikasi kebutuhan khusus masing-masing anak dan kelainan-kelainan yang ada dan kemudian menentukan terapi individual yang cocok untuk setiap penderita.CP tak selalu menganggu intelegensia penderita. Ada pasien justru yang bisa sekolah dan berprestasi. Contohnya saja, ada pasien yang sekarang sudah kelas 6, bahkan kuliah di UI. Pasien dari Bandung misalkan, kelas 5 juara kelas. Sebenarnya, soal intelegensia pada CP, ada yang memang kena, ada yang tidak, tergantung tingkat keparahan CP-nya.DAFTAR PUSTAKACarpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.Darto saharso. (2006). Cerebral Palsy Diagnosis dan Tatalaksana. Kelompok Studi Neuro-developmental Bagian Ilmu Kesehtan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo. Surabaya.L.Wong, Donna. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik . (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.M.Sacharin, Rosa. (1986). Prionsip Keperawatan Pediatrik. Edisi 2, Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.Martin T, Susan. (1998). Standar Perawatan Pasien. Volume 4. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.Soetjiningsih,dr. (1998). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (1997). Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.http://www.indonesiaindonesia.com/f/12784-cerebral-palsy/http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_CerebralPalsy.pdf/13_CerebralPalsy.htmlwww.medicastore.comhttp://heri-rahmat.blogspot.com/2005/06/case-study-cerebral-palsy.htm