cengkeh
TRANSCRIPT
![Page 1: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/1.jpg)
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PENYULINGAN MINYAK CENGKEH DI PROVINSI MALUKU
Oleh: RAJA MILYANIZA SARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
![Page 2: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/2.jpg)
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
tesis saya yang berjudul :
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PENYULINGAN MINYAK CENGKEH
DI PROVINSI MALUKU merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan pembimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Tesis ini
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2008
Raja Milyaniza Sari NRP. A151050011
![Page 3: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/3.jpg)
ABSTRACT
RAJA MILYANIZA SARI. Business Development Prospect Of Cloves Oil Distillation In Maluku (SRI HARTOYO as Chairman, YUSMAN SYAUKAT as Member of Advisory Commitee).
Maluku is one of the provinces which have become the target region for national of business development of Clove Oil Distillation (COD), due to its considerably high potential of people’s clove plantation. The potency of the resources is only one of the determining factors for sucsess of COD business development in Maluku, therefore, study on the prospect of COD business development in Maluku based on carrying capacity of external and internal factors in holistic manner is important to be conducted. The objectives of this study were: (1) analyzing the carrying capacity of external and internal factors for developing COD business in Maluku: (2) analyzing the strategy of COD business development in Maluku based on carrying capacity of external and internal factors. Research result showed that carrying capacity of external and internal factors for COD business development in Maluku relatively high as reflected from following items: indicators value of business feasibility, competitiveness of clove oil wich was relatively high and comparison of total score of matrices internal Factors Evaluation (IFE) dan external Factors Evaluation (EFE). Business development strategy for COD which can be implemented in accordance with strategi alternatives as recommended by result linear programming analysis and mapping on matrices internal and external (I-E), was business development CODS3 or COD business by using Distillation Equipment Capacity (DEC) of 100 kilograms of stainless steel type in each regency (district) in accordance with availability of possessed resources, because this could optimize the use resources and provide the maximum profit as compared to other kinds of DEC.
Keyword: business development cloves oil distillation (COD), internal-external factors analysis, business feasibility, competitiveness, COD business development stategi, linear programming analysis and distillation equipment capacity (DEC)
![Page 4: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/4.jpg)
RINGKASAN
RAJA MILYANIZA SARI. Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku (SRI HARTOYO, sebagai Ketua dan YUSMAN SYAUKAT, sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Maluku adalah salah satu provinsi yang memiliki potensi perkebunan
cengkeh yang cukup besar. Potensi sumberdaya ini merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan program pengembangan usaha PMC di Maluku, oleh karena itu kajian tentang prospek pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku berdasarkan daya dukung faktor-faktor internal dan eksternal secara holistik penting untuk dilakukan. Penelitian Ini bertujuan untuk: (1) menganalisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku dengan menggunakan analisis kelayakan usaha, analisis daya saing dan analisis matrik EFI dan EFE, dan (2) menganalisis strategi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku berdasarkan daya dukung faktor internal dan eksternal dengan menggunakan analisis LP dan analisis matriks I-E.
Hasil penelitian menunjukkan daya dukung faktor internal – eksternal dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku relatif cukup tinggi berdasarkan: : (1) nilai indikator kelayakan usaha PMC pada berbagai kapasitas olah dan jenis alat suling menunjukkan NVP lebih besar dari nol, Net B/C lebih besar dari satu, IRR lebih besar SDR yang berlaku dan PBP yang lebih kecil dari umur ekonomis usaha PMC, (2) daya saing minyak cengkeh Maluku relatif tinggi ditunjukan oleh DRCR dan PCR yang lebih kecil dari satu, dan masih dapat ditingkatkan dengan pengembangan jenis dan kapasitas alat suling yang efektif dan efisien, dan (3) Total skor matriks IFE dan EFE, yang menunjukkan total skor terboboti dari semua parameter variabel kekuatan dalam pengembangan usaha PMC di Propinsi Maluku lebih besar dari total skor terboboti dari semua parameter variabel kelemahan (1.4:0.81), dan total skor terboboti dari semua parameter variabel peluang lebih besar dibandingkan dengan total skor terboboti dari semua parameter variabel ancaman (1.55:0.92). Adapun strategi pengembangan usaha PMC yang direkomendasikan berdasarkan analisa LP dan Matriks I-E relatif memiliki tingkat kesamaan tinggi. Analisa LP merekomendasikan Alternatif strategi pengembangan usaha PMCs3 atau usaha PMC menggunakan KAS 100 kilogram pada tiap kabupaten sesuai ketersediaan bahan baku yang dimiliki, karena dapat mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dan memberikan keuntungan yang maksimal dibandingkan penggunaan KAS lainnya. Pemetaan pada matrik I-E merekomendasikan 2 strategi yaitu: (1) strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal dapat dilakukan melalui kegiatan memperluas usaha pada lokasi yang berbeda, memperluas pasar, fasilitas produksi dan teknologi melalui joint ventures atau kemitraan, dan (2) strategi stabilitas adalah menjalankan strategi yang telah ditetapkan tanpa mengubah arah strategi.
Kata kunci: pengembangan usaha penyulingan minyak cengkeh (PMC), analisis
faktor internal dan ekternal, kelayakan usaha, daya saing, dan strategi pengembangan usaha PMC.
![Page 5: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/5.jpg)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
![Page 6: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/6.jpg)
PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA PENYULINGAN MINYAK CENGKEH DI PROVINSI MALUKU
Raja Milyaniza Sari
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2008
![Page 7: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/7.jpg)
Judul Tesis : Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku
Nama Mahasiswa : Raja Milyaniza Sari Nomor Pokok : A151050011 Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Ketua
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.EcAnggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr.Ir. Bonar M. Sinaga, MA
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 14 April 2008 Tanggal Lulus :
![Page 8: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/8.jpg)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1974 sebagai anak
keempat dari lima bersaudara pasangan R.M.K. Marpaung dengan Hj. N. Yahya.
Penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 1 Poka Ambon pada tahun
1987, kemudian pendidikan menengah di SMPN.7 Ambon 1990 dan SMUN 3
Ambon pada tahun 1993. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikannya di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Pattimura Ambon dan meraih gelar sarjana pada tahun 1999.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya Pertanian
Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Pattimura sejak Desember
2002. Pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan S-2 di Program Studi Ilmu
Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui
beasiswa BPPS dari DIKTI dan di masa studi S-2 tahun 2006. Penulis menikah
dengan Djoko Murtiono SPi.
![Page 9: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/9.jpg)
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT,
atas pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis Program
Magister Sains. Tesis ini berjudul “Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan
Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku”.
Terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS
selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku
Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberi saran,
bimbingan dan sumbangan pemikiran dari awal penulisan proposal hingga
penulisan tesis ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada
Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS, selaku dosen penguji luar komisi. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Rektor Unpatti dan Dekan Fakultas Pertanian Unpatti atas kesempatan yang
diberikan untuk menempuh pendidikan.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian, dan seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan dalam
menjalani perkuliahan di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah
Pascasarjana, IPB.
3. Dr. Ir. Wardis Girsang, Dr. Ir. Max Pattinama, Ir. Shelly Pattipeiluhu, Msi.,
Abdullah Sialana Spi., Suryadi, S.Sos., Mientje Lewa, S.Sos.,
Hasan Latarissa S.Sos., Saad Sanusi dan Seblun Tiwery, SH., yang telah
bersedia menjadi responden penentu faktor internal dan eksternal dalam
penelitian ini.
4. Staf dan penyuluh lapang Dinas Pertanian, Perindag dan Baristand
Kabupaten Maluku Tengah, SBB dan Provinsi Maluku, serta penyuling
![Page 10: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/10.jpg)
responden yang telah membantu penulis memperoleh data dan informasi
untuk penulisan ini.
5. Teman-teman di EPN angkatan 2005 (Mariyah, Ahmad Yousuf Kurniawan,
Wiji, Betrixia Barbara, Pini Wijayanti, Novindra, Zuraidah, Dewi Nurasih, Zais
M. Samiun, Aprilaila Sayekti, Zednita Azriani, M. Yadjid, Budi Sulistyo, Tono,
Veralianta Sebayang, Andri Meiriki, Ranthy Pancasasty dan Rumna), EPN
angkatan 2004 dan 2006 (Andi Thamrin), teman-teman sekost (mbak wati,
erna, dian dan yuanna) atas bantuan dan dorongan semangat yang
diberikan.
6. Ayahanda R.M.K. Marpaung dan Ibunda Hj.N.Yahya, kakak-kakakku (Milyan,
Milvan dan Milwan) dan adikku Dedi yang telah memberikan dukungan moril
dan do’a.
7. Pihak-pihak lain yang namanya tidak disebutkan di sini, namun telah banyak
membantu penulis dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan hormat
kepada suami tercinta Djoko Murtiono yang telah memberikan dukungan moril
dan materil, perhatian, kesabaran dan do’a yang tulus ikhlas sehingga penulis
dapat menyelesaikan studi dengan baik.
Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan tesis ini
kepada pembaca sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan yang
bermanfaat dan berguna bagi penelitian berikutnya.
Bogor, Mei 2008
Raja Milyaniza Sari
![Page 11: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/11.jpg)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. ix
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah........................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.4. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 7
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8
2.1. Tinjauan Teoritis .............................................................................. 8
2.1.1. Konsep Faktor Internal dan Eksternal.................................. 8
2.1.1.1. Konsep Kelayakan Usaha .................................... 9
2.1.1.2. Konsep Daya Saing .............................................. 11
2.1.2. Konsep Strategi Pengembangan Usaha.............................. 15
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu ..................................................... 16
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ...................................................... 21
III. METODE PENELITIAN ........................................................................... 24
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 24
3.2. Metode Pengambilan Contoh .......................................................... 24
3.3. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 25
3.4. Metode Analisis .............................................................................. 25
3.4.1. Analisis Daya Dukung Faktor Internal dan Ekternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku.................................................................... 26
3.4.1.1. Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh ................................................................ 26
3.4.1.2. Analisis Daya Saing Minyak Cengkeh................... 26
3.4.1.3. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Evaluasi Faktor Eksternal ..................................... 29
xi
![Page 12: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/12.jpg)
3.4.2. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh ............................................................... 31
3.4.2.1. Analisis Linier Programming.................................. 31
3.4.2.2. Analisis Matriks Internal – Eksternal ..................... 34
VI. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN............................................ 35
4.1. Kondisi Fisik Wilayah....................................................................... 35
4.2. Kondisi Penduduk............................................................................ 37
4.3. Kondisi Perekonomian .................................................................... 40
4.4. Kondisi dan Potensi Tanaman Cengkeh ........................................ 42
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 43
5.1. Daya Dukung Faktor Internal dan Ekternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku .............. 44
5.1.1. Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh .............. 44
5.1.2. Daya Saing Minyak Cengkeh Maluku .................................. 47
5.1.3. Faktor-faktor Strategis dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku .............. 50
5.1.3.1. Faktor Kekuatan ................................................... 51
5.1.3.1. Faktor Kelemahan ................................................ 55
5.1.3.1. Faktor Peluang ..................................................... 62
5.1.3.1. Faktor Ancaman ................................................... 66
5.2. Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh ..... 69
5.2.1. Penentuan Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ... 69
5.2.2. Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ............................................... 72
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 77
7.1. Kesimpulan ...................................................................................... 77
7.2. Saran ...................................... ........................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 80
LAMPIRAN ............... ............................................................................... 83
xii
![Page 13: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/13.jpg)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Daerah pengembangan, Potensi Tanaman Menghasilkan dan Jumlah Unit pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh...... 4
2. Jumlah Industri Kecil Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal
Provinsi Maluku Tahun 1994 – 2004 .................................................... 6 3. Perbedaan Penilaian Beberapa Unsur Dalam Analisis Ekonomi
dan Finansial ..... ................................................................................... 10 4. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik dan Komponen Biaya Asing ..... ........................................................... 29 5. Penilaian Skor Terbobot Faktor Internal dan Ekternal ......................... 30 6. Luas Lahan Potensial per Sub-sektor di Provinsi Maluku..... ................ 36
7. Jumlah Penduduk di Provinsi Maluku Per Kabupaten/Kota .................. 37 8. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kabupaten/Kota .............. 39 9. Penduduk Usia 15 Tahun Ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama Tahun 2004 .... ........................................................................... . 39 10. Kontribusi Masing-Masing Sektor Terhadap PDRB Provinsi Maluku..... 40 11. Data Potensi Industri Kecil-Menengah Berbahan Baku Tanaman
Lokal di Provinsi Maluku Tahun 2004 ................................................... 41 12. Luas Areal, Jumlah Petani dan Produksi Tanaman Perkebunan
Rakyat di Provinsi Maluku Tahun 2004 ........... ..................................... 42 13. Potensi Perkebunan Cengkeh Provinsi Maluku Tahun 2001-2005 ....... 43 14. Karakteristik Usaha PMC....................................................................... 45
15. Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMC........... ......................... 46
16. Hasil Analisis Kelayakan Finasial Usaha PMC...................................... 47
17. Hasil Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Minyak Cengkeh Maluku Berdasarkan Kategori ........... .................................... 49
18. Faktor Strategis Internal - Eksternal Dalam Pengembangan Usaha
Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku ........... .................... 50
xiii
![Page 14: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/14.jpg)
19. Luas Areal dan Produksi Cengkeh, dan Potensi Ketersedian Bahan Baku Minyak Cengkeh Per Kabupaten Tahun 2005 ........... ...... 52
20. Karakteristik Pengusaha PMC Maluku ........... ...................................... 56 21. Nilai per Unit Alat Suling, Nilai Bantuan per RTU dan Frekwensi
Produksi per Tahun ........... ................................................................... 61 22. Perbedaan Minyak Cengkeh Berdasarkan Jenis Alat Suling ........... .... 65 23. Perkembangan Harga Cengkeh dan Minyak Cengkeh
Tahun 1999 – 2005 ............................................................................... 66 24. Standar Mutu Minyak Daun Cengkeh Menurut SNI 1991 Dan Minyak
Cengkeh Maluku 1997 ......................................................................... 68 25. Ketersediaan Bahan Baku dan Alokasi Dana Pengembangan
Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Pada 6 Kabupaten di Provinsi Maluku........... .......................................................................... 70
26. Hasil Analisis Optimalisasi Keuntungan Usaha PMCs (KAS Jenis
Stainless Steel) dengan Sofware LINDO............................................... 71 27. Matriks EFI Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku................ 73 28. Matriks EFE Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku........... ... 74
xiv
![Page 15: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/15.jpg)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Siklus Hidup Daya Saing Industrial Berdasarkan Model 9 faktor ......... 14
2. Kerangka Pemikiran Penelitian.............................................................. 23
3. Matriks I - E ........................................................................................... 34
4. Perbandingan Potensi Lahan, Lahan yang telah dimanfaatkan dan Lahan yang belum dimanfaatkan untuk Sub-sektor Perkebunan.….. ... 36 5. Matriks I – E untuk Pengembangan Agroindustri Minyak Cengkeh
di Provinsi Maluku.….. ........................................................................... 74
xv
![Page 16: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/16.jpg)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Peta Propinsi Maluku............................................................................. 84
2. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nontainless Steel.......................................... 85
3. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs1
(KAS 30 Kilogram Jenis Stainless Steel) ............................................. 85 4. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs2
(KAS 40 Kilogram Jenis Stainless Steel) ............................................. 86 5. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs3
(KAS 100 Kilogram Jenis Stainless Steel) ........................................... 86 6. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCns
(KAS 100 Kilogram Jenis Nontainless Steel) ........................................ 87 7. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs1
(KAS 30 Kilogram Jenis Stainless Steel) ............................................. 87 8. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs2
(KAS 40 Kilogram Jenis Stainless Steel) ............................................. 88 9. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs3
(KAS 100 Kilogram Jenis Stainless Steel) ........................................... 88 10. Nilai KURS Tengah Dollar terhadap Mata Uang Rupiah Tahun 1999 -2007..... ............................................................................ 89 11. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nonstainles Steel)............................ 90 12. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainles Steel) .................................... 90 13. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainles Steel) .................................... 91 14. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainles Steel) ..... ............................ 91 15. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nonstainles Steel)............................ 92 16. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha
PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainles Steel) .................................... 92
xvi
![Page 17: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/17.jpg)
17. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainles Steel) .................................... 93
18. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Maluku Pada
PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainles Steel) ..... ............................ 93 19. Responden Penentu Faktor Strategis Internal – Eksternal Dalam
Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Propinsi Maluku ..... ............................................................................................ 94
20. Rekapitulasi Penentuan Faktor Kekuatan dan Kelemahan Internal ..... 95 21. Rekapitulasi Penentuan Faktor Peluang dan Ancaman Eksternal . ...... 95
22. Bagan Proses Penyulingan Minyak Cengkeh ....................................... 96
23. Model Matematis dan Hasil Analisis Optimalisasi Keuntungan Usaha PMCs (KAS Jenis Stainless Steel) dengan Sofware LINDO..... ............ 97
24. Rekapitulasi Perhitungan Bobot Faktor Internal ..... .............................. 99 25. Rekapitulasi Peringkat Faktor Kekuatan dan Kelemahan Internal ..... .. 100 26. Rekapitulasi Perhitungan Bobot Faktor Eksternal ..... .......................... 101 27. Rekapitulasi Peringkat Faktor Peluang dan Ancaman Eksternal ......... 101
xvii
![Page 18: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/18.jpg)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara umum potensi sumberdaya nasional dan daerah adalah agribisnis
dalam arti luas. Potensi tersebut merupakan keunggulan komparatif (comparative
advantage) dan merupakan landasan yang kuat bagi terbangunnya keunggulan
kompetitif (competitive advantage) bagi pengembangan ekonomi nasional dan
daerah. Jika potensi tersebut didayagunakan secara optimal, maka
perekonomian yang dibangun akan memiliki landasan yang kokoh pada
sumberdaya domestik, memiliki kemampuan bersaing dan berdaya-guna bagi
seluruh masyarakat (Rencana Pembangunan Pertanian, 2004).
Terkait pendayagunaan potensi nasional dan daerah dalam upaya
pengembangan ekonomi nasional dan daerah, serta menghadapi era liberalisasi
perdagangan, pembangunan sektor rill saat ini diarahkan pada tujuh sasaran
utama, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama golongan
ekonomi lemah melalui pemberdayaan kekuatan ekonomi rakyat,
(2) meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor non migas,
(3) menciptakan stuktur industri yang kuat yang mampu memanfaatkan
keunggulan komparatif untuk mencapai keunggulan kompetitif, (4) menciptakan
sektor agribisnis dan agroindustri yang tangguh sebagai landasan menuju era
industrialisasi, (5) mencapai daya saing produk domestik yang tinggi melalui
peningkatan produktivitas dengan mempercepat inovasi dan diseminasi teknologi
tepat guna, (6) mencapai standar mutu yang diterima pasar global, dan
(7) menciptakan pembangunan ekonomi rakyat berkelanjutan dan ramah
lingkungan.
Salah satu potensi sumberdaya nasional dan daerah yang diidentifikasi
sangat prospektif untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut adalah Agroindustri
![Page 19: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/19.jpg)
2
Minyak Cengkeh (AMC). Penilaian ini berdasarkan ketersediaan bahan baku dan
kecenderungan peningkatan permintaan atau penggunaan minyak cengkeh di
pasar domestik maupun dunia. Minyak cengkeh (cloves oil) adalah salah satu
jenis minyak atsiri (essential oil) yang dapat diperoleh dengan mengekstrasi
bunga, gagang dan daun tumbuhan cengkeh. Minyak cengkeh yang diproduksi di
Indonesia umumnya adalah minyak cengkeh yang berasal dari daun dan gagang
tanaman cengkeh.
Pada awalnya sebagian besar produksi minyak cengkeh adalah untuk
kebutuhan ekspor, namun beberapa tahun terakhir pemakaian minyak cengkeh
domestik semakin meluas yaitu: (1) sebagai produk subtitusi bunga cengkeh
pada pabrik rokok kretek (PRK), yang mencapai 25 persen dari konsumsi bunga
cengkeh PRK dan diprediksikan akan meningkat sebesar 5 persen pertahunnya
sebagai akibat penurunan produksi dan sifat produksi tanaman cengkeh yang
fluktuatif (tidak menjamin kontinuitas jumlah suplai), dan (2) sebagai bahan baku
pestisida nabati untuk pertanian organik dan obat-obatan herbal yang beberapa
tahun belakangan tumbuh dengan pesat sebagai dampak dari tingginya
kesadaran masyarakat domestik dan dunia untuk mengkonsumsi produk-produk
bebas residu kimia, dimana kebutuhannya diperkirakan mencapai 2.49 ribu ton
pertahun dan di prediksikan akan meningkat lebih besar dari 5 persen tiap
tahunnya1. Kondisi ini menggambarkan minyak cengkeh memiliki prospek pasar
yang baik di dalam maupun diluar negeri, dan sebagai negara dengan luas areal
tanaman cengkeh terbesar dunia Indonesia berpeluang menguasai pasar minyak
cengkeh domestik maupun dunia melalui pengembangan AMC nasional.
Menurut data statistik Food and Agriculture Organization (2004), Indonesia
memiliki luas areal tanaman cengkeh terbesar di dunia yakni sekitar 241.86 ribu
1 http://www.Litbang.Deptan.Go.Id/Special/Komoditas/Files/Cengkeh.Pdf [14/09/2006] http://www.Feed Quality for Food Safety/article.php io.ppi-jepang.org.htm [04/01/2007]
![Page 20: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/20.jpg)
3
hektar atau lebih dari 70 persen dari luas areal tanaman cengkeh dunia, disusul
secara berturut-turut oleh Madagaskar, Tanzania dan Srilanka. Indonesia juga
merupakan penghasil bunga dan minyak cengkeh terbesar di dunia. Pada tahun
2000 - 2002 dari rata-rata 2.08 ribu ton minyak cengkeh yang beredar di pasar
dunia, Indonesia memasok rata-rata 1.32 ribu ton atau sebesar 63.5 persen,
dengan harga Cost Insurance Freight (CIF) berkisar antara US$ 0.77 – 7.11 per
kilogram2.
Harga ekspor minyak cengkeh Indonesia di pasar dunia relatif fluktuatif tiap
tahunnya dan sangat tergantung pada harga bunga cengkeh. Walaupun
demikian harga minyak cengkeh di pasar domestik relatif stabil, dimana pada
awal tahun 2002 harga minyak cengkeh mencapai Rp 29.5 ribu, pada tahun 2003
berfluktuasi antara Rp 23 ribu - 25 ribu per kilogram, dan cenderung stabil pada
harga Rp 29.5 ribu per kilogram pada tahun 2004. Relatif stabilnya harga minyak
cengkeh domestik adalah sebagai akibat tingginya permintaan industri domestik
terhadap produk minyak cengkeh dan turunannya3.
Penyebaran areal tanaman cengkeh dan jumlah tanaman cengkeh
perhektar di Indonesia tahun 2004, menunjukkan ada 12 Provinsi berpotensi
besar dalam pengembangan AMC nasional, seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Berdasarkan kajian prospek pengembangan AMC Indonesia yang dilakukan oleh
BPPP Deptan (2005), ketersediaan bahan baku membuat Indonesia tetap masih
berpeluang untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Namun untuk memenuhi
target tersebut Indonesia dalam 15 tahun ke depan, paling sedikit dibutuhkan 600
unit usaha Penyulingan Minyak Cengkeh (PMC) dengan nilai investasi Rp. 158
2 http://www.Litbang.Deptan.Go.Id/Special/Komoditas/Files/Cengkeh.Pdf [14/09/2006] http://www.beritabumi.com/ beritabumi-cetak/html[04/01/2007] 3 Proses metilasi dan dimetilasi minyak cengkeh menghasilkan eugenol murni dan isoeugenol,
eugenol asetat dan vanilin sebagai bahan baku industri (industri: farmasi, makanan dan fungisida, flavor, fragance dan sebagainya) yang pada awalnya di impor, namun sejak tahun 2004 sebagian besar telah dapat diproduksi di Indonesia (Litbang Deptan, 2005 dan Hobir et al. 2003).
![Page 21: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/21.jpg)
4
juta per unit, yang ditujukan untuk meningkatkan produksi baik berupa:
(1) tambahan unit usaha PMC di daerah sentra industri dan daerah baru yang
memiliki potensi pengembangan usaha PMC, dan (2) rehabilitasi usaha PMC
yang telah ada.
Tabel 1. Daerah pengembangan, Potensi Tanaman Menghasilkan dan Jumlah Unit pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh
Daerah Pengembangan Usaha PMC
Areal TM (ribu ha)
Populasi TM
(pohon/ha)
Jumlah Usaha (Unit)
NAD 15.47 168 35 Lampung 3.12 77 5 Jabar dan Banten 15.37 174 40 Jateng 15.17 163 45 Jatim 17.88 76 45 Bali 15.80 66 35 Sulsel 32.51 81 80 Sulut dan Gorontalo 33.25 257 75 Sulteng 31.41 126 100 Maluku 23.57 105 40 Provinsi lain 38.31 100 Indonesia 241.86 600
Sumber : BPPP Deptan, 2005
Keseluruhan uraian di atas menunjukkan peluang pengembangan usaha
PMC dapat menjadi salah satu upaya dalam pengembangan ekonomi nasional
dan daerah. Namun agar pengembangannya dapat efektif dan efisien, sesuai
kondisi dan kebutuhan di tiap daerah yang teridentifikasi, maka prospek
pengembangan usaha PMC di tiap daerah tersebut perlu dipelajari dan dikaji
secara komprehensif.
1.2. Perumusan Masalah
Potensi ketersediaan bahan baku minyak cengkeh di Provinsi Maluku
cukup besar yaitu mencapai 127.64 ribu ton per tahun, adapun potensi yang
dimanfaatkan untuk memproduksi minyak cengkeh baru mencapai 11 persen
(Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku, 2005). Kondisi ini
menggambarkan masih cukup besar potensi bahan baku minyak cengkeh yang
![Page 22: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/22.jpg)
5
belum dimanfaatkan dalam usaha PMC ataupun usaha lainnya yaitu sebesar 89
persen dari potensi ketersediaan bahan baku yang ada.
Pada umumnya usaha PMC yang ada di Provinsi Maluku adalah
merupakan industri kecil dengan menggunakan dua jenis peralatan penyulingan
yaitu: (1) alat suling tradisional, peralatan penyulingannya terbuat dari bahan
kayu dan (2) alat suling modern, peralatan penyulingannya terbuat dari bahan
nonstainless steel dan stainless steel. Penyulingan secara tradisional telah
berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda dan pada saat ini relatif jarang
ditemui, sedangkan penyulingan modern dikenal mulai tahun 1995.
Produksi minyak cengkeh Maluku pada tahun 2004 adalah sebesar 480
ton. Sebagian besar produksi minyak cengkeh Maluku digunakan untuk
memenuhi permintaan konsumen di luar daerah Maluku, sedangkan sebagian
kecil produksi diolah dan dikemas lebih lanjut oleh beberapa perusahaan
agroindustri terkait yang berada di Provinsi Maluku dalam bentuk minyak gosok
dan dijual ke berbagai daerah dengan harga yang bervariasi.
Harga minyak cengkeh Maluku di pasar dunia relatif lebih tinggi (khususnya
dalam bentuk minyak gosok) jika dibandingkan harga minyak cengkeh dari luar
daerah Maluku, hal ini dikarenakan opini yang telah lama terbentuk yaitu:
kepulauan Maluku merupakan kawasan dimana tanaman cengkeh berasal dan
minyak cengkeh pertama kali diproduksi (Guenther, 1950 dalam Kardinan, 2005).
Harga minyak cengkeh curah tahun 2004 ditingkat penyuling berkisar antara Rp
25 - 35 ribu perkilogram, sedangkan harga minyak cengkeh yang telah dikemas
sebagai minyak gosok pada berat netto 100 mililiter berkisar antara Rp 10 – 12.5
ribu atau Rp 75 ribu per kemasan 1 kilogram.
Ketersediaan bahan baku, kecenderungan permintaan yang meningkat dan
kondisi harga yang relatif stabil seharusnya dapat memacu perkembangan
usaha PMC di Maluku. Namun perkembangan usaha PMC di Maluku sendiri
![Page 23: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/23.jpg)
6
relatif lambat. Berdasarkan data jumlah industri kecil menengah berbahan baku
tanaman lokal di Provinsi Maluku Tahun 1996 – 2004 (Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Maluku), diketahui bahwa dalam kurun waktu 8 tahun
pertambahan unit usaha PMC relatif kecil dibandingkan usaha industri lainnya,
seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Industri Kecil Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal Di Provinsi Maluku Tahun 1994 – 2004
Tahun
No. Kapupaten/ Jenis Industri 1994 2004
1.Maluku Tengah* Minyak Kayu Putih 1 3 Minyak Cengkeh 30 31 Minyak Atsiri* 12 32 Minyak Kelapa - 1
2.Seram Bagian Timur Gula Merah 1 1
3.Pulau Buru Minyak Kayu Putih 98 168 Gula Merah - -
4.Maluku Tenggara Barat Minyak Kayu Putih 7 27
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku, 2005 Keterangan: * tergabung Kabupaten Seram Bagian Barat yang pada saat itu masih
dalam persiapan pemekaran
Kondisi ini membuktikan bahwa prospek pengembangan usaha PMC tidak
cukup hanya dilihat dari ketersediaan bahan baku dan peluang yang terjadi
seperti peningkatan permintaan dan harga produk relatif tinggi. Oleh karena itu
kajian tentang prospek pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku
berdasarkan daya dukung faktor-faktor internal dan eksternal secara holistik
penting untuk dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana daya dukung faktor internal dan eksternal dalam pengembangan
usaha PMC di Provinsi Maluku ?
2. Bagaimana strategi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku
berdasarkan daya dukung faktor internal dan eksternal ?
![Page 24: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/24.jpg)
7
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap
pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.
2. Menganalisis Strategi Pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku
berdasarkan daya dukung faktor internal dan eksternal.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang prospek pengembangan usaha PMC di
Provinsi Maluku.
2. Memberikan rekomendasi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.
1.5. Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian tentang prospek pengembangan usaha PMC di
Provinsi Maluku, meliputi: (1) analisa daya dukung faktor internal dan ekternal
dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku melalui tahapan: analisa
kelayakan usaha PMC , analisa daya saing minyak cengkeh Maluku dan analisis
matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) atau Internal Factor Evaluation (IFE) Matrix
dan matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) atau External Factor Evaluation
(EFE) Matrix, dan (2) analisa strategi pengembangan usaha PMC di Provinsi
Maluku, meliputi: analisis linier programing dan analisis matriks Internal –
External. Keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu terkait dengan minimnya data
sekunder tentang minyak cengkeh atau usaha PMC nasional maupun daerah,
maka tiap analisis yang dilakukan hanya terbatas pada data tersedia dan
informasi dapat diperoleh.
![Page 25: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/25.jpg)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Konsep Faktor Internal dan Eksternal
Berbicara mengenai prospek pengembangan suatu usaha pada suatu
tempat berarti kita membicarakan dua hal yaitu potensi dan peluang. Potensi
sangat terkait dengan faktor-faktor mempengaruhi usaha tersebut atau faktor
internal daerah lokasi usaha yang meliputi antara lain: (1) kondisi sumber daya
alam, (2) lingkungan bisnis, (3) industri terkait dan pendukung, (4) permintaan
domestik, dan (5) faktor tenaga kerja, sedangkan peluang terkait dengan faktor
diluar faktor internal atau yang dikenal sebagai faktor eksternal yang umumnya
meliputi harga dan permintaan di pasar dunia atau di luar daerah tersebut
(Bappenas (2004) dan Joesron (2001)).
Menurut Gittinger (1986), faktor internal daerah pengembangan atau lokasi
usaha merupakan faktor dominan yang menentukan berhasil tidaknya suatu
pengembangan usaha. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
lokasi usaha adalah faktor-faktor yang dimiliki (faktor internal) lokasi tersebut,
antara lain: keadaan geografis, iklim, ketersediaan input dan pasar output,
kegiatan industri terkait atau pendukung, infrastuktur dan aspek sosial budaya
masyarakat setempat. Tarigan (2003) juga kurang lebih mengemukakan hal yang
sama, bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
usaha adalah ketersediaan bahan baku, upah tenaga kerja, jaminan keamanan,
infrastuktur, daya serap pasar lokal dan aksesibilitas pasar yang dituju, dan
kebijakan pemerintah setempat.
Menurut Tarigan (2005), penetapan lokasi industri sendiri terkait dengan
dua sudut pandang, yaitu: (1) sudut pandang pengusaha, yang melihat lokasi
dari segi keuntungan maksimum jangka panjang yang dapat diraih atau
![Page 26: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/26.jpg)
9
kelayakan finansial, dan (2) sudut pandang pemerintah dalam arti “good
goverment” tidak hanya melihat dari segi keuntungan semata, tetapi cenderung
pada apakah industri tersebut sesuai untuk dikembangkan pada lokasi tersebut
terkait dengan ketersediaan sumberdaya, efektif dan efisien dalam upaya
pembangunan ekonomi berkelanjutan dan apakah memberikan nilai tambah
yang optimal dari segi finansial maupun ekonomi.
Menurut Kotler (1997), pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan
gambaran kondisi suatu daerah atau usaha. Setidaknya ada dua bagian pada
faktor internal yang dapat menentukan posisi kelayakan dan persaingan yaitu
kekuatan dan kelemahan, sedangkan analisis terhadap lingkungan eksternal
diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat memberikan peluang dan
ancaman bagi pengembangan suatu usaha. Faktor eksternal berupa peluang
pasar merupakan gelanggang yang menarik untuk melakukan kegiatan industri di
mana hanya industri yang mampu bersaing yang dapat bertahan dan
berkembang. Faktor eksternal disamping memberikan peluang, juga dapat
memberikan ancaman, misalnya jika terjadi penurunan harga dan perubahan
nilai mata uang pada tingkat kondisi yang tidak diharapkan.
2.1.1.1. Konsep Kelayakan Usaha
Daya dukung faktor internal pada suatu daerah seperti ketersediaan input
produksi, kebijakan pemerintah yang mendukung dan pasar lokal sangat
berpengaruh terhadap kelayakan usaha di tempat tersebut, atau dapat dikatakan
kelayakan usaha di suatu daerah merupakan gambaran daya dukung faktor
internal daerah terhadap usaha tersebut. Umumnya ada dua jenis analisa yang
dipakai dalam menilai kelayakan suatu usaha yaitu analisa ekonomi dan analisa
finansial. Dalam analisa ekonomi yang diperhatikan adalah manfaat yang
diberikan oleh suatu usaha terhadap perekonomian secara keseluruhan
![Page 27: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/27.jpg)
10
(the social return), sedangkan dalam analisa finansial yang diperhatikan adalah
manfaat diberikan oleh suatu usaha bagi pihak-pihak terlibat langsung dalam
usaha tersebut (the privat return). Fokus analisa yang berbeda menyebabkan
kedua analisa ini juga memiliki penilaian yang berbeda terhadap beberapa unsur
yaitu: harga, subsidi, pajak, upah tenga kerja, dan bunga modal, seperti yang
terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan Penilaian Beberapa Unsur dalam Analisis Ekonomi dan Finansial
Perbedaan Unsur
Analisis Ekonomis Analisis Finansial 1. Harga Harga yang dipakai adalah
harga bayangan (shadow price*)
Harga yang dipakai adalah harga pasar (market price) setempat.
2. Subsidi Subsidi merupakan biaya. Besarnya subsidi menambah manfaat usaha
3. Pajak Pajak tidak diperhitungkan dalam biaya industri.
Besarnya pajak diperhitungkan sebagai biaya usaha.
4. Bunga modal
Besarnya bunga modal biasanya tidak diperhitungkan sebagai biaya.
Bunga modal dibedakan atas: - Bunga yang dibayarkan
kreditor dianggap sebagai biaya.
- Untuk bunga modal tidak dianggap sebagai biaya
5. Upah tenaga Kerja
Upah yang digunakan adalah upah bayangan (shadow wages*)
Upah yang digunakan adalah upah yang berlaku setempat.
Sumber : Gittinger, 1985., Kadariah, 1985 dan Gray et al., 1992 Keterangan: * harga yang mencerminkan opportunity cost-nya
Menurut Gittinger (1985) dan Gray et al. (1992), cara penilaian industri
jangka panjang yang banyak diterima sehubungan dengan analisis kelayakan
ekonomi dan finansial adalah analisis aliran kas yang didiskonto atau Discounted
Cash Flow Analysis (DCF) dengan memakai kriteria investasi. Asumsi kunci yang
dipakai dalam dalam analisa DCF adalah uang yang berada sekarang lebih
berharga daripada jumlah uang yang sama di masa yang akan datang oleh
karena itu nilai uang untuk waktu akan datang dihitung dengan metode
![Page 28: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/28.jpg)
11
compounding, sedangkan untuk mengkonversi nilai uang masa depan kenilai
sekarang menggunakan metode discounting pada tingkat bunga sosial atau
Social Discount Rate (SDR) yang sama, sedangkan jenis kriteria investasi yang
umum dipakai yaitu: (1) Net Present Value (NPV), (2) Internal Rate of Return
(IRR), (3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Pay Back Period (PBP).
Menurut Aliluddin (2006), pada dasarnya kriteria investasi tersebut diatas
konsisten satu sama lain, artinya jika dievaluasi dengan kriteria NPV dan kriteria
lainnya akan menghasilkan rekomendasi yang relatif sama, tetapi informasi
spesifik yang dihasilkan akan berbeda. Oleh karena itu dalam prakteknya
masing-masing kriteria sering dipergunakan secara bersamaan dalam rangka
mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif dari perilaku suatu investasi
usaha.
2.1.1.2. Konsep Daya Saing
Konsep keunggulan bersaing dalam perdagangan suatu komoditas atau
produk antar wilayah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Konsep
yang pertama dimulai dari keunggulan absolut dari Adam Smith (1776) yang
menyatakan bahwa dua negara akan mendapatkan keuntungan dari
perdagangan apabila dengan faktor-faktor alamiahnya masing-masing negara
dapat mengadakan suatu produk yang lebih murah dibandingkan dengan
memproduksinya sendiri. Dengan kata lain, suatu wilayah dapat memperoleh
keuntungan dari perdagangan apabila total biaya sumber daya untuk
memproduksi suatu barang secara absolut lebih rendah dari biaya sumber daya
untuk memproduksi barang yang sama di negara lain. Oleh karena itu, menurut
konsep tersebut, setiap negara hendaknya mengkhususkan diri untuk
memproduksi barang-barang yang paling efisien yaitu barang-barang yang
diproduksi dengan biaya paling murah (Asheghian dan Ebrahimi, 1990).
![Page 29: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/29.jpg)
12
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa ternyata dua wilayah
masih mendapatkan keuntungan dari perdagangan bahkan apabila salah satu
negara tersebut tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi semua
komoditas atau produk. Dipicu oleh realitas tersebut, kemudian muncul konsep
keunggulan komparatif dari David Ricardo (1817) yang menyatakan bahwa
apabila suatu wilayah dapat memproduksi masing-masing dua barang dengan
lebih efisien dibandingkan dengan wilayah lainnya, dan dapat memproduksi
salah satu dari kedua barang tersebut dengan lebih efisien, maka hendaknya
wilayah tersebut mengkhususnya diri dan mengekspor komoditas yang secara
komparatif lebih efisien, yaitu komoditas yang memiliki keunggulan absolut
terbesar. Sebaliknya, wilayah yang memiliki efisiensi yang lebih rendah
hendaknya mengkhususnya diri dan mengekspor komoditas yang secara
komparatif lebih rendah inefisiensinya yaitu komoditas yang paling rendah dalam
ketidakunggulannya (Asheghian dan Ebrahimi, 1990).
Selanjutnya, muncul konsep keunggulan kompetitif yang merupakan
penyempurnaan dari konsep keunggulan komparatif. Pada konsep keunggulan
kompetitif, keunggulan suatu wilayah tidak hanya bersumber dari faktor alamiah
saja. Konsep keunggulan kompetitif yang terkenal adalah konsep yang
dicanangkan oleh Porter (1990), yang mengemukakan bahwa daya saing suatu
industri dari suatu bangsa atau negara tergantung pada keunggulan dari empat
atribut yang dimilikinya, yaitu: (1) kondisi faktor, (2) kondisi permintaan, (3)
industri terkait dan penunjang, dan (4) strategi, struktur, dan persaingan
perusahaan, yang terkenal dengan sebutan “The Diamond of Porter”. Keempat
atribut tersebut secara bersama-sama dan ditambah dengan kesempatan, serta
kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan
koordinasi antar atribut tersebut, kesemuanya akan mempengaruhi kemampuan
bersaing suatu industri di suatu negara.
![Page 30: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/30.jpg)
13
Sinergis dengan Potter (1990), Cho (1994) mengemukakan bahwa dalam
dunia dimana bahan baku, modal dan tenaga kerja bergerak diseluruh batas
wilayah, keunggulan komparatif saja tidak menentukan daya saing internasional.
Daya saing juga tidak boleh diukur dari pangsa pasar suatu negara dalam pasar
dunia, karena suatu negara dapat saja meningkatkan pangsa pasarnya dengan
menurunkan harga misalnya melalui subsidi tetapi daya saing internasionalnya
tidak selalu menguat. Daya saing juga tidak boleh diukur berdasarkan faktor
harga atau bukan harga. Harga yang meningkat terlihat melemahkan daya saing
internasional sebuah negara, namun dalam kenyataannya negara dengan daya
saing internasional yang kuat dapat meningkatkan harga produknya. Status
kualitas, daya tahan, rancangan dan kepuasan konsumen digunakan untuk
mengevaluasi daya saing bukan harga, tetapi tidak ada bukti empiris untuk
membuktikan pengaruhnya. Faktor harga dan bukan harga bukanlah penyebab
tetapi merupakan hasil dari daya saing internasional sebuah negara.
Konsep terakhir mengenai daya saing yang dikembangkan Cho dan Moon
(2003) dapat menjelaskan mengapa tiap ahli pada zamannya dan pada lokasi
berbeda mendefinisikan daya saing secara berbeda pula, konsep ini dikenal
sebagai model sembilan faktor yang merupakan model penyempurnaan dari
model diamond yang dikemukakan oleh Potter (1990). Model sembilan faktor
mengemukaan bahwa daya saing internasional ditentukan oleh 4 faktor fisik-
sumber daya yang dianugrahkan yang keseluruhannya dimobilisasi dan
dikendalikan oleh keempat faktor manusia. Kedelapan faktor ini memainkan
peran yang berbeda dalam tahap yang berbeda dalam pembangunan
perekonomian suatu wilayah atau negara yaitu: (1) tahap awal, dimana
persaingan terbatas pada sumber daya yang dianugrahkan, dalam kondisi ini
suatu industri memperoleh potensi pertumbuhan dengan mengandalkan produk
yang memiliki biaya produksi terendah atau berharga lebih rendah, (2) tahap
![Page 31: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/31.jpg)
14
pertumbuhan, industri memerlukan politisi dan birokrat yang bersedia
mendukung bisnis secara sistematis melalui berbagai kebijakan yang
mendukung, (3) tahap kedewasaan, inovasi muncul dalam proses manufaktur,
pengembangan produk dan organisasi bisnis, dimana industri mencakup
persaingan penuh dari perusahaan domestik maupun asing dan persaingan akan
merangsang pengembangan produk dan perbaikan kualitas, dan (4) tahap
penurunan, industri yang gagal mempertahan inovasi akan memasuki tahap
penurunan, untuk memperbaiki kondisi ini diperlukan manajer yang profesional.
Daya saing internasional suatu industri diperkuat dan diperlemah oleh berbagai
peluang dan peristiwa atau faktor eksternal yang merupakan faktor ke sembilan.
Untuk lebih jelas pembagian sembilan faktor penentu daya saing dalam tahap
pembangunan perekonomian sebuah negara dapat dilihat pada Gambar 1.
Ting
kat d
aya
sain
g in
tern
asio
nal
Gambar 3. Siklus Hidup Daya Saing Industrial Berdasarkan Model 9 faktor
Tahap
Tahap awal Tahap bertumbuh
Tahap dewasa Tahap Penurunan
4 Faktor Fisik Sumber daya Alam
Lingkungan Bisnis
Industri terkait dan Pendukung
Permintaan domestik
4 Faktor Manusia
Pekerja Politisi dan Birokrat
Para wirausahawan
Para manajer dan profesional
Faktor Eksternal
Peluang dan peristiwa
Peluang dan peristiwa
Peluang dan peristiwa
Peluang dan peristiwa
Contoh: Sebagian besar negara Afrika dan beberapa negara Asia dan Amerika latin
Thailand Filipina Indonesia
Korea, Taiwan, Hongkong, Singapura, Spanyol dan Brazilia
Amerika Serikat, Jepang dan Negara-negara Eropa barat
Gambar 1. Siklus Hidup Daya Saing Industrial Berdasarkan Model 9 faktor
![Page 32: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/32.jpg)
15
Sebagian besar wilayah Indonesia berdasarkan konsep model sembilan
faktor berada pada tahap awal dan pertumbuhan, dimana daya saing masih
dominan ditentukan olah keunggulan komparatif atau sumber daya yang
dianugrahkan dan kebijakan pemerintah yang mendukung. Dalam kondisi ini
suatu industri memperoleh potensi pertumbuhan dengan mengandalkan produk
yang memiliki biaya produksi terendah atau berharga lebih rendah dan
memerlukan kebijakan pemerintah yang mendukung. Oleh karena itu pendekatan
keunggulan komparatif dan kompetitif dengan metode DRCR dan PCR masih
cukup sesuai untuk menilai daya saing produk industri Indonesia.
2.1.2. Konsep Strategi Pengembangan Usaha
Menurut Kotler (1997), hasil analisis faktor internal dan eksternal dapat
dipakai untuk mengetahui posisi dan menyusun strategi pengembangan usaha
kedepan. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam suatu usaha
dalam kaitannya dalam tujuan jangka panjang, program tidak lanjut dan prioritas
alokasi sumberdaya (Chandler, 1962 dalam Rangkuti, 2006), selanjutnya
menurut Porter (1998), strategi adalah alat penting untuk mendapatkan
keunggulan bersaing.
Strategi pengembangan usaha yang baik berasal dari perencanaan
strategis yang baik pula, yaitu suatu proses analisis, perumusan dan evaluasi
strategi-strategi, dimana tujuan utama dari dari perencanaan strategis adalah
mencari kesesuaian aktivitas-aktivitas usaha dengan kondisi internal-eksternal
yang mempengaruhi pengembangan usaha. Jadi strategi dalam pengembangan
suatu usaha penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan menghasilkan
output sesuai dengan permintaan pasar dengan dukungan optimal dari
sumberdaya yang ada (Rangkuti, 2006).
![Page 33: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/33.jpg)
16
Teknik perumusan strategi yang penting menurut David (2002) dapat
dipadukan menjadi kerangka kerja pembuatan keputusan tiga tahap, yaitu: (1)
tahap input, (2) tahap mencocokkan, dan (3) tahap keputusan. Tahap input
merupakan tahap analisis lingkungan, beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam dalam prosedur analisis lingkungan adalah: (1) menentukan relevansi
karena tidak semua faktor lngkungan berpengaruh pada suatu usaha dan (2)
menentukan tingkat relevansi dari issu strategi (strategic issue), yaitu faktor
lingkungan yang mempengaruh besar terhadap usaha. Tahap mencocokkan,
mencocokkan faktor-faktor strategis internal dan eksternal merupakan kunci
efektif menghasilkan alternatif strategi yang layak. Tahap keputusan, tahap
keputusan menjadi penting jika ada beberapa alternatif strategi dalam
pengembangan usaha. Pada umumnya strategi yang terpilih adalah strategi
memiliki peringkat tertinggi atau yang diramalkan dapat memenuhi tujuan dari
suatu usaha secara optimal.
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang minyak cengkeh yang telah banyak dilakukan adalah
mengenai pengujian kualitas, teknis produksi, pemisahan unsur-unsur dalam
minyak cengkeh dan pemanfaatan minyak cengkeh untuk berbagai produk
industri, sedangkan penelitian tentang terkait dengan daya dukung faktor internal
dan eksternal dalam pengembangan UKM penyulingan minyak cengkeh dan
strategi pengembangannya masih sangat terbatas. Oleh karena itu dalam dalam
bagian penelitian-penelitian terdahulu ini menampilkan hasil-hasil penelitian yang
memiliki kemiripan produk dan alat analisa.
Menurut Hafsah (2004), pada umumnya permasalahan yang dihadapi
oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), terkait dengan faktor internal UKM
antara lain meliputi: (1) kurangnya permodalan, (2) sumberdaya manusia (SDM)
![Page 34: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/34.jpg)
17
yang terbatas (3) sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan
merupakan usaha keluarga yang turun temurun, (4) sifat produk dengan lifetime
pendek (5) lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar,
sedangkan yang terkait dengan faktor eksternal UKM antara lain meliputi: (1)
iklim usaha belum sepenuhnya kondusif, (2) terbatasnya sarana dan prasarana
usaha, (3) implikasi otonomi daerah, dan (4) implikasi perdagangan bebas. Oleh
karena itu pengembangan UKM kedepan, perlu menggabungkan keunggulan
lokal (lingkungan internal) dan peluang pasar global, yang disinergikan dengan
era otonomi daerah dan pasar bebas, atau dengan kata lain pemgembangan
UKM perlu pemikiran dalam skala global namun implentasi tindakan yang bersifat
lokal (think globaly and act locally) dalam mengambil kebijakan yang terkait
dengan pengembangan UKM.
Penelitian yang dilakukan oleh Supriatna (2004), mengenai sistem
perencanaan model pengembangan agroindustri minyak cengkeh di Sulawesi
Utara menunjukkan ketersediaan bahan baku, kemudahan pemasaran,
kemudahan transportasi, ketersediaan tenaga kerja, adanya sarana listrik,
adanya sarana air, kemudahan investasi, iklim, tersedianya unsur penunjang dan
prospek jangka panjang merupakan faktor internal penting yang sangat
berpengaruh pada kelayakan usaha minyak cengkeh pada kapasitas
penyulingan 18 ton daun cengkeh kering per harinya dengan prediksi perolehan
minyak 504 kg/hari pada rendemen penyulingan 2,8%. Secara finansial prediksi
investasi yang dibutuhkan untuk membangun pabrik minyak cengkeh pada
kapasitas tersebut di atas adalah Rp. 863 juta, modal investasi ini diperkirakan
akan kembali selama 0.63 tahun atau 7.56 bulan dengan titik pulang pokok
10.515 ton /tahun. Hasil analisis kelayakannya menunjukkan NPV sebesar Rp.
5.35 milyar (lebih besar dari nol), nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga
yang berlaku (18%) yaitu 49,2 % dan B/C rasionya 1.66 (lebih besar dari 1),
![Page 35: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/35.jpg)
18
sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembangan teknologi penyulingan
minyak di Sulawesi Utara layak untuk dilaksanakan.
Selanjutnya hasil penelitian Smallfield (2004), mengatakan bahwa ukuran
kapasitas produksi dan penggunaan teknologi yang tepat sangat penting dalam
upaya pencapaian efisiensi produksi dalam destilasi minyak atsiri atau dengan
kata lain memaksimalkan rendemen yang diperoleh. Rendemen minyak yang
dihasilkan lewat proses destilasi umumnya kecil yaitu berkisar antara 0.1 – 2
persen oleh karena itu dalam pengusahaannya sebaiknya mengolah bahan baku
dari luas areal minimal sebesar 20 hektar per unit investasi agar diperoleh
kuantitas minyak dan keuntungan yang layak.
Penelitian MacTavish (2002), mengenai studi ekonomi produksi essensial
oil di UK, menunjukkan bahwa subsidi dan tingkat bunga yang rendah berhasil
meningkatkan produksi minyak atsiri, dalam hal ini akses terhadap alat
penyulingan yang baik adalah penting mengingat harga peralatan tersebut cukup
mahal. Hal ini memungkinkan dengan melibatkan lembaga riset untuk
menciptakan alat suling yang dapat meningkatkan produksi dan kualitas hasil
penyulingan, memberikan bantuan modal kepada produsen, mengembangkan
kerjasama untuk meningkatkan output dalam skala besar, perbaikan penetrasi
pasar dan posisi tawar, pengembangan infrastuktur, industri terkait, asosiasi
pengusaha dan pusat riset minyak atsiri yang baik .
Penelitian yang dilakukan oleh Maarthen (1998), mengenai aspek ekonomi
penyulingan minyak kayu putih Pulau Buru, menunjukkan produk minyak kayu
putih Maluku memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai PCR sebesar 0.4574,
dimana sebagian besar produksi minyak kayu putih Maluku adalah untuk
memenuhi kebutuhan domestik Indonesia.
Gumbira-Said et al. (2003). Pengembangan industri pengolahan sabut
kelapa layak dilaksanakan berdasarkan hasil kriteria investasi dimana di peroleh
![Page 36: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/36.jpg)
19
NPV bernilai positif, IRR diatas suku bunga komersial (22 %) dan Net B/C di atas
satu. Analisisis nilai tambah pada skala optimal menunjukkan pengolahan
mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 135.65 per butir kelapa dengan
rasio nilai tambah pada proses pengolahan mencapai 75.35 persen, bagian
tenaga kerja mencapai 62.01 persen dan bagian manajemen mencapai 62.01
persen dan agar distribusi kebutuhan investasi dan modal tersebar luas, skala
optimal sebaiknya dilakukan selama 6 tahun investasi. Analisa daya dukung
faktor internal dan eksternal dengan menggunakan analisis matrix IFE dan EFE
yang dipetakan pada diagram SWOT, menunjukkan skor parameter peluang
lebih besar dari parameter ancaman dan pengembangan agroindusti pengolahan
sabut kelapa berada pada skenario optimis dan implementasi penuh merupakan
alternatif terbaik.
Hasil analisis daya saing komoditas kedelai yang dilakukan oleh Siregar
(2003) di DAS Brantas, menyimpulkan bahwa daya saing komoditas kedelai
mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya karena produsen kedelai
membayar input lebih tinggi dari harga bayangannya dan menerima harga output
yang lebih rendah dari harga bayangannya sebagai dampak dari stuktur dan
sistem pemasaran yang tidak efisien, dan kebijakan pemerintah yang tidak
memihak pada usahatani tersebut. Kondisi berdampak pada menurunnya jumlah
petani kedelai, karena tingkat penerimaan bersih yang dicapai tidak mewakili
opportunity cost atau kurang dari 20 persen dari biaya yang dikeluarkan. Selain
itu skala usaha yang tidak ekonomis (relatif sangat kecil) membuat biaya per unit
output yang tinggi sehingga tidak memenuhi kriteria keuntungan yang rasional
untuk dilaksanakan usaha tersebut.
Hasil penelitian Astana et al. (2005), terkait jenis komoditas minyak
cendana, diketahui bahwa nilai PCR minyak cendana relatif tinggi (0.76)
mengindikasikan adanya distorsi pasar, namun minyak cendana masih berdaya
![Page 37: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/37.jpg)
20
saing ekspor. Ekspor minyak cendana belum tergoncang jika harga inputnya
meningkat sampai 84 persen dan harga outputnya menurun sampai 10 persen.
Hasil penelitian Nurasa dan Supriatna (2005), menyimpulkan bahwa
komoditi perkebunan rakyat memiliki kelemahan mendasar, yaitu: (1) kualitas,
kuantitas dan kontinueitas pasokan hasil tidak selalu dapat mencukupi
permintaan pasar, (2) lokasi, kapasitas dan teknologi pengolahan hasil yang tidak
sesuai dengan kualitas maupun kuantitas bahan baku yang tersedia dan
permintaan pasar terhadap hasil olahan, dan (3) sistem pemasaran hasil kurang
efisien. Kelemahan ini menimbulkan beberapa implikasi yaitu: (1) sistem
agribisnis menjadi tidak efisien, biaya produk per satuan output menjadi tinggi
sehingga keunggulan komparatif menjadi rendah, dan (2) rendahnya kualitas dan
kontinuitas pasokan menyebabkan tingkat kepercayaan pembeli luar negeri
berkurang sehingga keunggulan kompetitif menjadi rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Darmawansyah (2003) mengenai
maksimisasi sektor ekonomi unggulan untuk menunjang peningkatan
penerimaan daerah (studi kasus di Kabupaten Takalar) dengan menggunakan
metode linier programming untuk mencari solusi optimal dalam alokasi
pemanfaatan lahan dan sumber daya yang sifatnya terbatas yang pada akhirnya
akan mengoptimalkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB dan PAD,
menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor unggulan yang mampu
memberikan kontribusi tertinggi yaitu sebesar 22.15 persen terhadap PAD dan
PDRB. Di mana kondisi ini dapat dicapai jika penggunaan lahan di optimalkan
untuk komoditas yang memiliki tingkat produktivitas serta nilai ekonomis tinggi
dan memiliki potensi untuk dikembangkan di Takalar adalah padi, jagung, kacang
ijo, kelapa, jambu mete, udang, bandeng dan sapi.
![Page 38: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/38.jpg)
21
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Analisis daya dukung faktor internal dan eksternal terhadap
pengembangan usaha PMC dalam penelitian ini menggunakan 2 pendekatan
yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dalam analisis dengan pendekatan
kuantitatif digunakan analisis kelayakan usaha dan analisis daya saing,
sedangkan dalam analisis dengan pendekatan kualitatif digunakan analisis
pengidentifikasian faktor internal dan eksternal.
Analisis kelayakan usaha secara umum sering dipakai dalam menentukan
layak dan tidak layaknya suatu usaha untuk dikembangkan. Suatu usaha
dikatakan layak untuk dilaksanakan jika hasil analisis kelayakannya yaitu berupa
nilai kriteria investasi yang meliputi nilai NPV, Net B/C, IRR dan Pay Back Period,
memenuhi syarat kelayakan. Namun seiring era liberalisasi perdagangan
kemudian ditemui bahwa kriteria kelayakan usaha ternyata tidak dapat memberi
informasi yang cukup dalam upaya pengembangan usaha terkait peluang dan
ancaman yang dapat diraih dan dihadapi, dalam kasus ini analisis daya saing
memegang peranan penting.
Dalam analisis daya saing suatu produk khususnya pada daerah yang
dikelompokan berada antara tahap awal dan pertumbuhan pembangunan
ekonomi, unsur harga seringkali diasumsikan identik dengan hasil dari daya
saing. Terkait fenomena tersebut ada 2 pendekatan yang dapat digunakan untuk
mengukur daya saing yaitu pendekatan keunggulan komparatif dengan metode
Domestic Resources Cost Coeficient (k) dan keunggulan kompetitif dengan
metode Privat Cost Ratio (PCR).
Jika hasil kelayakan dan daya saing cukup memuaskan seharusnya usaha
akan menunjukkan trend perkembangan yang baik, namun jika yang terjadi
sebaliknya maka pengidentifikasian faktor internal dan eksternal menjadi penting
untuk dilakukan karena dapat memberikan informasi yang lebih komprehensif
![Page 39: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/39.jpg)
22
sebagai jawaban dari ketidaksesuaian. Analisis pengidentifikasian faktor internal
dan ekternal dapat menjelaskan fenomena yang ditidak dapat dijelaskan secara
kuantitatif. Analisis pengidentifikasian faktor internal dapat memberikan
gambaran kondisi suatu daerah atau usaha secara deskriptif, dimana ada dua
bagian pada faktor internal yang dapat menentukan posisi kelayakan dan
persaingan yaitu kekuatan dan kelemahan, sedangkan analisis terhadap
lingkungan eksternal diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
memberikan peluang dan ancaman bagi pengembangan suatu usaha.
Upaya pengembangan usaha PMC yang efektif dan efisien sangat
memerlukan strategi pengembangan yang kompeten, dimana strategi ini hanya
dapat diperoleh melalui proses analisa, perumusan dan evaluasi dari faktor
internal dan eksternal yang dimiliki suatu wilayah dan strategi-strategi yang telah
dan belum dijalankan. Dengan kata lain hasil dari analisis daya dukung faktor
internal dan eksternal terhadap pengembangan usaha PMC dapat dipakai dalam
merumuskan dan mengevaluasi strategi-strategi yang dapat dijalankan dalam
upaya pengembangan usaha. Dalam kasus ini ada 2 analisa yang dipakai yaitu
(1) analisis linier programing, untuk mencari strategi yang dapat mengoptimali
penggunaan sumberdaya dan (2) analisis matriks I-E untuk menilai dan
menentukan strategi yang dapat dijalankan dalam program pengembangan
usaha PMC di Provinsi Maluku, dimana skema keterkaitan berbagai faktor dan
alat analisa dapat dilihat pada Gambar 2.
![Page 40: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/40.jpg)
23
Analisis Daya Dukung Lingkungan Internal-Eksternal dengan Tahapan: 1. Analisis Kelayakan Usaha 2. Analisis Daya Saing 3. Analisis Matriks IFE-EFE
Target Pengembangan Usaha PMC Nasional
Potensi Perkebunan Cengkeh Provinsi Maluku
Pengembangan Usaha PMC
Daya Saing Minyak Cengkeh Maluku
Kelayakan Usaha PMC Maluku
Faktor Internal – Eksternal Pengembangan Usaha PMC
di Provinsi Maluku
Strategi Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku
Prioritas Strategi Pengembangan Usaha PMC
Analisis Strategi Pengembangan denganTahapan: 1. Analisis Linier Programming 2. Analisis Maktriks I - E
Masalah: Permintaaan Penurunan Ekspor (pangsa pasar) Permintaan domestik meningkat Perkembangan industri lanjutan Perkembangan Usaha PMC lambat
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Prospek Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku
![Page 41: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/41.jpg)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian berlokasi di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dan Kabupaten
Seram Bagian Barat (SBB) Provinsi Maluku. Pemilihan lokasi dilakukan secara
sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan Provinsi Maluku merupakan
salah satu daerah sasaran pengembangan usaha PMC nasional, sedangkan
Kabupaten Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat merupakan kabupaten yang
memiliki potensi tanaman cengkeh terbesar di Provinsi Maluku. Pelaksanaan
Pengumpulan data untuk keperluan penelitian ini dilakukan pada bulan Juli
sampai dengan Oktober 2007.
3.2. Metode Pengambilan Contoh
Pada penelitian ini pengambilan contoh pada tingkat kecamatan,
responden penentu faktor internal dan eksternal dan responden pengusaha PMC
dengan alat suling nonstainless dilakukan secara purposive sampling.
Kecamatan yang dipilih adalah Kecamatan Leihitu, Salahutu dan Amahai pada
Kabupaten Maluku Tengah dan Kecamatan Kairatu dan Taniwel pada Kabupaten
Seram Bagian Barat karena memiliki usaha PMC terbanyak. Pengambilan
responden penentu faktor internal dan eksternal adalah sebanyak 9 (sembilan
orang) yang dianggap ahli/paham tentang permasalahan yang akan dikaji yaitu
dari kalangan akademis, LSM, instansi terkait dan salah satu pengusaha PMC.
Pengambilan contoh untuk pengusaha PMC dengan jenis alat nonstainless
(usaha PMCns) sebanyak 5 RTU dengan KAS 100 kilogram, sedangkan
pengambilan contoh pengusaha PMC dengan jenis alat suling stainless (usaha
PMCs) dilakukan secara stratified random sampling dimana penyuling dibedakan
berdasarkan KAS yaitu 30, 40, dan 100 kilogram masing-masing sebanyak 5
![Page 42: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/42.jpg)
25
kelompok usaha dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 rumah tangga
usaha (RTU).
3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data kerat lintang (cross section) berupa
data kualitatif dan kuantitatif. Untuk sumber data yang digunakan adalah data
primer (primary data sources) dan data sekunder (secondary data sources). Data
primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan responden
terpilih, sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaahan pustaka dan data
yang bersumber dari lembaga/instansi terkait dengan kajian ini.
3.4. Metode Analisis
Data yang dikumpulkan akan diolah, dianalisis dan disajikan dalam bentuk
tabulasi. Adapun metoda analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
analisis daya dukung faktor internal dan ekternal dan analisis strategi dalam
pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.
3.4.1. Analisis Daya Dukung Faktor Internal dan Eksternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku
Untuk menelaah dan mengidentifikasi daya dukung faktor internal dan
ekternal dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku dilakukan
beberapa tahapan analisis yaitu:
3.4.1.1. Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh
Untuk menelaah kinerja ekonomi dan finasial usaha PMC dilakukan
Analisis DCF dengan 4 metode penilaian investasi yaitu: NPV, IRR, Net B/C dan
PBP pada SDR sebesar 13.5 persen, dengan persamaan sebagai berikut :
………………………………………. ….. (3.1) NPV =
(1+i)t
n t =0
Bt - Ct
![Page 43: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/43.jpg)
26
dimana:
NPV = Net Present Value B/C = Benefit Cost ratio IRR = Internal Return Rate Bt = penerimaan proyek pada tahun t. Ct = biaya proyek pada tahun t. n = umur ekonomis proyek. i = social opportunity cost of capital yang digunakan sebagai social
discount rate t = tahun pelaksanaan proyek k(PBP) = periode pengembalian CFt = cash flow periode ke t
dengan kriteria pengambilan keputusan:
NPV > 0, usaha PMC layak untuk dilaksanakan
B/C > 1, usaha PMC layak untuk dilaksanakan
IRR > i, usaha PMC layak untuk dilaksanakan
k ≤ n, usaha PMC layak untuk dilaksanakan
3.4.1.2. Analisis Daya Saing Minyak Cengkeh
Daya saing komoditas di pasar dunia dapat diukur dengan menggunakan
pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif, sebagai berikut:
1. Keunggulan Komparatif
Keunggulan komparatif suatu komoditas dapat dihitung dengan
menggunakan metode Domestic Resource Cost (DRC). Secara formal DRC
Net B/C = (1+i)t
Bt - Ct n t=0
untuk Bt - Ct > 0
n t=0
Ct - Bt
(1+ i)t
untuk Bt - Ct < 0 ………….... (3.2)
= 0 n t=0
Bt - Ct
(1+ IRR)t.......…………….......................….......….. (3.3)
k(PBP) =
n t=0
CFt ≥ 0 .......……………...................... ...…......….. (3.4)
![Page 44: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/44.jpg)
27
didefinisikan sebagai rasio antara biaya faktor produksi domestik dengan selisih
antara border price of output dan biaya faktor produksi tradeable. Suatu komoditi
dikatakan memiliki keunggulan komparatif jika memiliki koefisien DRC (k) atau
rasio antara DRC dan nilai tukar implisitnya lebih besar dari satu (Kasryno, 1990
dalam Astana, 2004 ). Adapun rumus DRC dan k adalah sebagai berikut:
)( TPDDRC −= , p
DRCk = ........................................................ (3.3)
dimana:
DRC = nilai ekonomi biaya sumberdaya domestik yang digunakan untuk menghasilkan satu unit devisa (Rp)
D = nilai ekonomi faktor produksi domestik yang dikorbankan untuk memproduksi satu unit output (Rp)
P = nilai ekonomi (harga internasional) satu unit output (US$) T = nilai ekonomi faktor produksi tradeable yang digunakan untuk
memproduksi satu unit output (US$) k = koefisien DRC p = nilai tukar Rp terhadap US$.
Untuk menghitung DRC diperlukan analisis harga bayangan (shadow
price). Harga bayangan didefinisikan sebagai suatu harga yang terbentuk dalam
pasar persaingan sempurna. Analisis harga bayangan diperlukan untuk
mengoreksi kemungkinan penyimpangan harga akibat adanya kebijakan
pemerintah seperti subsidi, pajak dan kebijakan harga, yang menyebabkan harga
tidak mencerminkan kelangkaan sumberdaya yang sebenarnya. Adapun
penentuan harga bayangan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Harga Bayangan Output
Harga banyangan output minyak cengkeh yang digunakan dalam penelitian
ini adalah harga batas (border price) yaitu harga free on board (fob).
2. Harga Bayangan Bahan Baku
Bahan baku (daun dan gagang cengkeh) adalah barang yang belum masuk
aktivitas perdagangan internasional, oleh karena itu harga bayangan bahan
baku diasumsikan sama dengan harga faktualnya dengan pertimbangan tidak
![Page 45: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/45.jpg)
28
ada kebijakan pemerintah yang mengatur harga bahan baku secara
langsung.
3. Harga Bayangan Tenaga Kerja
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diantaranya yang dilakukan oleh
Martheen (1998) dan Astana et al. (2004), harga bayangan tenaga kerja
umumnya sebesar 80 persen dari upah yang berlaku. Dalam penelitian ini
harga bayangan tenaga kerja diasumsikan sama dengan upah faktual tenaga
kerja, dengan pertimbangangan bahwa upah tenaga kerja pada lokasi
penelitian jauh dibawah UMR dan dapat dianggap mendekati harga
ekonominya.
4. Harga Bayangan Bangunan
Bangunan yang digunakan dalam usaha PMC adalah bangunan yang dibuat
dari bahan bangunan yang diperoleh secara lokal, oleh karena itu harga
bayangan bangunan diasumsikan sama dengan harga faktualnya
5. Harga Bayangan Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penyulingan minyak cengkeh adalah
peralatan yang memiliki komponen domestik dan tradeable, namun
diproduksi dalam negeri. Berdasarkan informasi dari Barinstand harga yang
ekonomi yang ditawarkan mendekati harga finansialnya.
6. Harga Bayangan Nilai Tukar
Harga bayangan nilai tukar uang yang dipakai dalam penelitian ini adalah
nilai tukar implisit rata-rata tahun 2006-2007 rupiah terhadap dollar USA.
2. Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif dapat dilihat melalui ukuran sederhana yaitu Private
Cost Ratio (PCR). PCR adalah perbandingan biaya privat faktor domestik dan
nilai tambah privat yang merupakan selisih antara nilai privat output dan biaya
![Page 46: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/46.jpg)
29
privat input tradeable. Suatu komoditi dikatakan memiliki keunggulan kompetitif
jika nilai PCR lebih kecil dari satu (Pearson et all, 2005). Adapun rumus PCR
adalah sebagai berikut:
IR
GPCR−
= ........................................................................................ (3.4)
dimana:
PCR = rasio nilai finansial biaya domestik yang digunakan untuk menghasilkan satu unit output.
G = nilai finansial biaya faktor produksi domestik yang digunakan untuk menghasilkan satu unit output (Rp).
R = nilai finansial satu unit output (Rp). I = nilai finansial biaya faktor produksi tradeable yang digunakan
untuk memproduksi satu unit output (Rp).
Dalam pengalokasian biaya domestik dan tradeable dalam perhitungan
koefisien DRC dan PCR sebagian besar penelitian terdahulu menggunakan
menggunakan pendekatan total. Pendekatan total adalah pendekatan yang
membagi tiap komponen biaya dalam komponen biaya domestik dan tradeable.
Dalam penelitian ini pendekatan total juga digunakan dalam pengalokasian
komponen biaya mengikuti pengalokasian biaya yang telah dilakukan oleh
penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Alokasi Biaya Produksi Berdasarkan Komponen Biaya Domestik dan Komponen Biaya asing
Persentasi Komponen Biaya No. Jenis Biaya Domestik Asing
1 2 3 4 5
Tenaga kerja Bahan baku Bangunan Peralatan Bahan lainnya
100 100 100
50 50
0 0 0
50 50
Sumber: Suryana (1981), Wahyudi (1989), Soemodihardjo (1993) dalam Astana et al (2004)
3.4.1.3. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Evaluasi Faktor Eksternal
Matriks evaluasi faktor internal digunakan untuk meringkas dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan usaha PMC di
![Page 47: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/47.jpg)
30
Provinsi Maluku, sedangkan matriks evaluasi faktor eksternal digunakan untuk
meringkas dan mengevaluasi peluang dan ancaman pengembangan usaha PMC
di Provinsi Maluku, yang mana keduanya dilakukan melalui pembobotan seperti
yang terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Penilaian Skor Terbobot Faktor Internal dan Eksternal
Faktor Internal /Eksternal
(Horisontal)
Faktor Internal/Eksternal
(Vertikal) a b … k
Total
Bobot
Rating
Skor Terbobot
(1) (2) (3) (4) (5) (6 = 4 x 5) a xi xi xi n1 b1 1 b1
b xi xi xi n2 b2 2 2b2….. xi xi xi …. …. …. …. k xi xi xi nk bi N nbi
Total ∑n ∑bi ∑nbi
Sumber : Rangkuti, 2006
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam evaluasi faktor internal dan
eksternal yaitu:
1. mengidentifikasi dan menentukan faktor internal – eksternal yang
mempengaruhi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku, kemudian
mengkelompokkannya dalam faktor kekuatan-kelemahan internal dan faktor
peluang-ancaman eksternal.
2. Menentukan bobot dari faktor-faktor tersebut, pembobotan adalah metode
untuk mengkuantitatifkan penilaian yang diberikan pada suatu variabel relatif
terhadap variabel lain dengan menggunakan metode paired comparisson
(Rangkuti, 2006). Penentuan skala digunakan untuk memberikan nilai bobot.
Skala yang digunakan tersebut dibagi menjadi: (1) Skala 1, jika variabel
horisontal kurang penting terhadap variabel vertikal, (2) Skala 2, jika variabel
horisontal sama penting terhadap variabel vertikal, dan (3) Skala 3, jika
variabel horisontal lebih penting terhadap variabel vertikal. Bobot setiap
variabel diperoleh dengan membagi nilai setiap variabel terhadap kumulatif
variabel dengan menggunakan rumus berikut:
![Page 48: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/48.jpg)
31
∑=
= n
ii
ii
X
Xb
1
………………..…………………………………........ . (3.5)
dimana :
bi = bobot variabel ke-i Xi = nilai variabel ke i i = 1,2,3,…,n n = jumlah variabel 3. Setelah dihitung nilai bobot setiap variabel kemudian setiap variabel diberi
nilai rating berdasar pentingnya pengaruh yang ditimbulkan. Pemberian nilai
peringkat yaitu: (1) nilai 1, jika faktor tersebut tidak berpengaruh, (2) nilai 2,
jika faktor tersebut cukup berpengaruh; (3) nilai 3, jika faktor tersebut
berpengaruh, dan (4) nilai 4, jika faktor tersebut sangat berpengaruh dalam
mengembangkan UPMC.
4. Menentukan skor terbobot dengan mengalikan nilai bobot dengan ratingnya
(David, 2002).
3.4.2. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh
Untuk menilai dan menentukan strategi pengembangan usaha PMC di
Provinsi Maluku, dilakukan analisis sebagai berikut:
3.4.2.1. Analisis Linier Programmming
Pada hakikatnya program linier merupakan suatu teknik perencanaan yang
bersifat analitis yang analisis-analisisnya memakai model matematika, dengan
tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah,
khususnya dalam menyusun strategi kebijakan terkait dengan alokasi
sumberdaya dan dana yang terbatas guna mencapai tujuan dan sasaran yang
optimal. Artinya alternatif yang terpilih sebagai strategi kebijakan telah melalui
analisis yang mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas alternatif tersebut atau
merupakan alternatif dengan alokasi optimal, yaitu yang memaksimumkan atau
![Page 49: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/49.jpg)
32
meminimumkan fungsi tujuan dengan memenuhi syarat ikat (kendala) dalam
bentuk model ketidaksamaan linier (Nasendi dan Anwar, 1998).
Dalam penyusunan model ketidaksaman linier untuk strategi
pengembangan usaha PMC terkait dengan kapasitas alat suling (KAS)
digunakan beberapa asumsi untuk mendekatkan model yang dibangun dengan
fenomena yang terjadi, antara lain:
1. Resources oriented, karena sifat bahan baku yang kamba dan tersebar
cenderung membutuhkan biaya tranportasi tinggi maka alokasi investasi
pada usaha PMC berorientasi sumberdaya dalam kasus ini didasarkan pada
potensi riil ketersediaan bahan baku.
2. Program pengembangan usaha PMC merupakan insentif pemerintah,
sehingga sangat diharapkan implemetasi program dapat merata di tiap
kabupaten sebagai inovasi teknologi dalam pengembangan usaha di
Provinsi Maluku. Oleh karena itu alokasi investasi sesuai potensi riil bahan
baku menjadi pertimbangan utama.
3. Salah satu tujuan program adalah memberikan insentif bagi penyuling untuk
mengembangkan usahanya, salah satu insentif yang menarik bagi
pengusaha selain subsidi adalah keuntungan usaha yang maksimal.
Berdasarkan 3 asumsi diatas model matematis dalam analisis LP untuk
mencari strategi pengembangan ukuran kapasitas alat suling yag efektif dan
efisien dalam program pengembangan usaha PMC adalah sebagai berikut:
Maksimum Keuntungan:
Z = c1X11 + c1X12 + c1X13 + c1X14 + c1X15+ c1X16 +
c2X21 + c2X22 + c2X23 + c2X24 + c2X25+ c2X26 +
c3X31 + c3X32 + c3X33 + c3X34 + c3X35+ c3X36 ....................... (3.6)
Kendala :
![Page 50: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/50.jpg)
33
a11X11 + a12X21+ a13X31 ≤ B11 ................................................. (3.7)
a11X12 + a12X22+ a13X32 ≤ B12 ................................................. (3.8)
a11X13 + a12X23+ a13X33 ≤ B13 ................................................. (3.9)
a11X14 + a12X24+ a13X34 ≤ B14 ................................................. (3.10)
a11X15 + a12X25+ a13X35 ≤ B15 ................................................. (3.11)
a11X16 + a12X26+ a13X36 ≤ B16 ................................................. (3.12)
a21X11 + a22X21+ a23X31 ≤ B21 ................................................. (3.13)
a21X12 + a22X22+ a23X32 ≤ B22 ................................................. (3.14)
a21X13 + a22X23+ a23X33 ≤ B23 ................................................. (3.15)
a21X14 + a22X24+ a23X34 ≤ B24 ................................................. (3.16)
a21X15 + a22X25+ a23X35 ≤ B25 ................................................. (3.17)
a21X16 + a22X26+ a23X36 ≤ B26 ................................................. (3.18)
a31X11 + a32X21+ a33X31 +a31X12 + a32X22+ a33X32 +
a31X13 + a32X23+ a33X33 + a31X14 + a32X24+ a33X34 +
a31X15 + a32X25+ a33X35 + a31X16 + a32X26+ a33X36 ≤ B3 .......... (3.19)
Xij ≥ 0 .................................................................................... (3.20)
dimana:
Xij = jumlah usaha PMCs dengan alat suling kapasitas i = 1, 2 dan 3 (30, 40 dan 100 kilogram, pada lokasi j = 1 s/d 6 kabupaten (1= Kab. Maluku Tenggara, 2 = Maluku Tengah, 3 = Pulau Buru, 4 = Seram Bagian Barat, 5 = Seram Bagian Timur dan 6 = Ambon)
cj = koefisien fungsi keuntungan pada alat suling kapasitas i a1i = koefisien kapasitas olah alat suling kapasitas i dalam kendala
bahan baku pada lokasi j a2i = koefisien biaya investasi alat suling kapasitas i dalam kendala total
biaya investasi a3i = koefisien produksi alat suling kapasitas i dalam kendala total
target produksi BB1j = Ketersediaan bahan baku pada lokasi j BB2j = Biaya Investasi pada lokasi j BB3 = Total Target produksi
![Page 51: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/51.jpg)
34
3.4.2.2. Analisis Matriks Internal - Ekternal
Matriks I-E didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE yang
diberi bobot pada sumbu-x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu-y.
Dari Sumbu-x total nilai IFE dibagi menjadi tiga kelompok berdasar skornya.
Skor 1.0 sampai 1.99 menunjukkan posisi yang lemah. Skor 2.0 sampai 2.99
menunjukkan posisi yang sedang, dan skor 3.0 sampai 4.0 menunjukkan posisi
yang kuat. Demikian pula pada sumbu-y total nilai EFE dibagi menjadi tiga
kelompok berdasar skornya, yaitu: skor 1.0 sampai 1.99 menunjukkan posisi
yang lemah. Skor 2.0 sampai 2.99 menunjukkan posisi yang sedang, dan skor
3.0 sampai 4.0 menunjukkan posisi yang tinggi, penjelasan secara visual tentang
matriks I-E disajikan pada Gambar 3.
Kuat 3.0 - 4.0
Rata-rata2.0
Lemah 1.0 - 1.99 3.0 1.0 2.04.0 – 2.99
I Pertumbuhan
(Konsentrasi melalui integrasi vertikal)
II Pertumbuhan
(Konsentrasi melalui integrasi horisontal)
III Penciutan
Tinggi
3.0 - 4.0
3.0 IV
Stabilitas
V Pertumbuhan
(Konsentrasi melalui integrasi horisontal)
Stabilitas
VI Penciutan
VII
Pertumbuhan
VIII
Pertumbuhan (Diversifisikasi)
Sedang 2.0 – 2.99
2.0
IX Likuiditas Rendah
1.0 - 1.99
1.0
Gambar 3. Matriks I-E
Formulasi strategi yang dihasilkan didasarkan pada pembagian Matriks I-E
mengidentifikasi 9 sel strategi yang dapat dikelompokan menjadi tiga strategi
utama. Pertama, strategi pertumbuhan yang merupakan pertumbuhan usaha itu
sendiri (sel 1, 2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8). Kedua, stabilitas
strategi yaitu tidak merubah arah strategi yang telah ditetapkan. Ketiga, strategi
penciutan (sel 3, 6 dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha.
![Page 52: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/52.jpg)
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi Fisik Wilayah
Provinsi Maluku merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari 559 pulau.
Secara astronomis wilayah Provinsi Maluku terletak antara 2.30º - 9º Lintang
Selatan dan 124º - 136º Bujur Timur, dengan wilayah yang membatasi yaitu: Laut
Seram disebelah utara, Samudra Indonesia dan Laut Arafura disebelah selatan,
Provinsi Papua disebelah timur dan Laut Sulawesi disebelah barat (Lampiran 1).
Luas wilayah Provinsi Maluku adalah 581.38 ribu km2, terdiri dari luas lautan
527.19 ribu km2 dan daratan 54.18 ribu km2. Sesuai UU RI No. 40 Tahun 2003
tentang pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Seram Bagian
Barat (SBB) dan Kepulauan Aru, maka secara administratif Provinsi Maluku
terbagi atas 8 Kabupaten/Kota, 57 Kecamatan, 843 Desa dan 30 Kelurahan.
Daratan Provinsi Maluku seluas 54.18 ribu km2 atau 5.42 juta hektar terdiri
dari tiga bagian yakni: (1) tanah datar sebesar 14.6 persen, (2) tanah berombak
sebesar 28.2 persen dan (3) tanah bukit dan pegunungan sebesar 57.2 persen.
Tanah dataran tinggi hampir tidak ada, topografi Provinsi Maluku terlihat seperti
deretan pegunungan yang membentang di tengah-tengah pulau dengan
ketinggian mencapai 3.06 ribu meter. Oleh karena itu kondisi wilayah Maluku
cenderung memiliki banyak lereng, dengan demikian dapat dipastikan bahwa
tanaman perkebunan sangat sesuai untuk diusahakan pada kondisi topografi
seperti itu, karena selain berfungsi sebagai tananaman budidaya juga berfungsi
hidrologis sebagai pencegah erosi.
Wilayah Provinsi Maluku dipengaruhi oleh iklim tropis dan iklim musim,
karena terdiri dari pulau-pulau dan dikelilingi oleh lautan yang luas. Ditinjau dari
segi iklim, Provinsi Maluku tergolong pada tipe curah hujan 61, 63 dan 64 dengan
![Page 53: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/53.jpg)
36
curah hujan cukup tinggi khususnya di Pulau Seram dan Ambon (Alfons, 1992.,
seperti dikutip Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 1998). Pada tahun 2005 rata-
rata jumlah hari hujan di Provinsi Maluku sebanyak 20.2 hari, dengan temperatur
berkisar antara 22.2ºC - 31.5ºC. Kondisi ini sesuai untuk pengembangan usaha
pertanian khususnya tanaman perkebunan.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya luas daratan Provinsi Maluku
adalah 5.42 juta hektar, lahan tersebut sebagian besar masih berupa lahan
potensial. Luas lahan potensial yang tersedia untuk sub-sektor kehutanan
sebesar 2.28 juta hektar, untuk sub-sektor perkebunan sebesar 1 393 juta hektar
dan seterusnya seperti yang terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Luas Lahan Potensial per Sub-sektor di Provinsi Maluku
Luas Sub-sektor Hektar (ribu) Persentase (%)
Kehutanan 2 274.49 47.84 Perkebunan 1 392.71 29.29 Wanatani 129.14 2.72 Tanaman pangan lahan kering 718.47 15.11 Tanaman pangan lahan basah 57.12 1.20 Perikanan Tambak 146.42 3.08 Hutan Pantai 36.21 0.76 Total 4 754.55 100.00
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Maluku, 2005
Kondisi tofografi Provinsi Maluku yang relatif bergunung merupakan salah
satu faktor mengapa tanaman perkebunan sangat berpotensi untuk
dikembangkan. Menurut Dinas Badan Pertanahan Nasional Provinsi Maluku
(2005), luas pencadangan lahan untuk pertanian dan perkebunan di Provinsi
Maluku adalah sebesar 2.2 juta hektar di mana sebagian besar lahan tersebut
sangat sesuai untuk tanaman perkebunan. Pada tahun 2004 pemanfaatan lahan
potensial untuk tanaman perkebunan mencapai 168.93 ribu hektar dari lahan
potensial yang tersedia. Ini berarti masih ada sebesar 89 persen lahan yang
potensial untuk perkebunan yang belum dimanfaatkan, seperti yang terlihat pada
Gambar 4.
![Page 54: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/54.jpg)
37
1392.71
168.925
1223.79
0.00
200.00
400.00
600.00
800.00
1000.00
1200.00
1400.00
1600.00
LahanPotensial
Lahan yangtelah
dimanfaatkan
Lahan yangbelum
dimanfaatkan
Luas
laha
n
Gambar 4. Perbandingan Potensi Lahan, Lahan yang telah dimanfaatkan dan Lahan yang belum dimanfaatkan untuk Sub-sektor Perkebunan.
4.2. Kondisi Penduduk
Penduduk merupakan komponen yang penting bahkan menjadi pusat
pertimbangan dalam setiap kegiatan pembangunan. Berdasarkan hasil registrasi
penduduk yang tersebar pada 8 Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku,
pertambahan penduduk pada tahun 2005 sedikit meningkat dengan angka
pertumbuhan sebesar 2.38 persen. Hal ini karena kondisi keamanan di daerah ini
sudah mulai kondusif mengakibatkan arus masuk penduduk menjadi bertambah.
Walaupun demikian secara trend laju pertumbuhan penduduk terus menurun.
pada periode tahun sensus, seperti yang terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Penduduk di Provinsi Maluku Per Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota 1980 1)
(ribu) 19901)
(ribu) 20001)
(ribu) 20042) (ribu)
20052) (ribu)
Maluku Tenggara Barat 166.16 129.99 149.79 158.79 160.06 Maluku Tenggara 128.88 158.25 192.95 141.19 147.18 Maluku tengah 379.99 495.00 562.01 328.65 341.83 Buru 64.01 97.67 125.09 133.40 136.38 Kepulauan Aru *) *) *) 70.47 73.51 Seram Bagian Barat **) **) **) 144.00 148.78 Seram Bagian Timur **) **) **) 78.73 79.42 Ambon 208.89 276.95 206.21 257.77 262.96 Maluku 879.95 1 157.87 1 200.06 1 313.02 1 350.15
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku, 2006 Catatan: *) Termasuk dalam Kabupaten Maluku Utara **) Termasuk dalam Kabupaten Maluku Tengah 1) Berdasarkan Sensus Penduduk 2) Berdasarkan Registrasi Penduduk 2003
![Page 55: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/55.jpg)
38
Jumlah penduduk Provinsi Maluku pada tahun 2005 mencapai 1.35 juta
jiwa yang mendiami wilayah seluas 54.18 ribu Km2, dengan kepadatan penduduk
per Km2 sekitar 25 orang. Angka pertumbuhan penduduk pada 8 Kabupaten/Kota
sangat bervariasi. Laju pertumbuhan Kabupaten Buru dan Maluku Tenggara
mengalami penurunan selama tahun 2000-2005, sementara Kabupaten Maluku
Tengah, Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Ambon, laju pertumbuhannya
meningkat, Selain angka pertumbuhan yang bervariasi, penyebaran penduduk di
Provinsi Maluku juga sangat tidak merata, berdasarkan hasil registrasi penduduk
tahun 2005 penyebaran penduduk Kabupaten Maluku Tengah tercatat lebih
tinggi dibanding Kabupaten yang lain yaitu sebesar 25.31 persen, sementara
Kabupaten Aru hanya mencapai 5.44 persen.
Secara umum Provinsi Maluku masih dikatakan sebagai daerah yang
jarang penduduknya, namun untuk daerah Kota Ambon angka kepadatannya
tertinggi yaitu mencapai 697 orang tiap Km2 dan kepadatan terendah adalah
Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Kabupaten Aru yaitu 11 orang tiap Km2.
Rasio jenis kelamin (Sex Ratio) baik dari hasil Sensus penduduk 1971- 2000,
maupun Registrasi Penduduk 2005 mencapai 103.18 Hal ini menunjukkan bahwa
penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan.
Salah satu ukuran yang sering digunakan untuk mengetahui keadaan
ekonomi penduduk adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Ukuran ini
biasanya digunakan untuk mengetahui persediaan tenaga kerja. Gambaran
TPAK di Provinsi Maluku selama 4 tahun terakhir relatif terus meningkat, karena
kondisi daerah yang mulai membaik. Pada tahun 2004 angka TPAK untuk
daerah Kabupaten/Kota bervariasi, tiga Kabupaten/Kota yaitu Maluku Tengah,
Buru dan Ambon memiliki TPAK di bawah angka Provinsi, sedangkan 2 (dua)
Kabupaten kota lainnya yaitu Maluku Tenggara Barat dan Maluku Tenggara
memiliki TPAK di atas angka Provinsi, seperti yang terlihat pada Tabel 8.
![Page 56: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/56.jpg)
39
Tabel 8. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut Kabupaten Kota
Kabupaten/Kota 2001*) 2002*) 2003*) 2004*) Maluku Tenggara Barat 60.73 79.69 62.71 70.00 Maluku Tenggara 52.25 73.74 61.05 65.53 Maluku tengah 38.87 69.75 50.28 57.74 Buru 37.40 79.60 51.24 60.83 Ambon 44.16 58.52 53.28 60.84 Maluku 44.44 70.42 54.00 61.43
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku, 2006 Catatan : *) Penduduk Usia 10 tahun ke atas
Penyerapan tenaga kerja pada tiap sektor merupakan gambaran
pentingnya sektor tersebut dalam aktivitas ekonomi. Penyerapan tenaga kerja
menurut lapangan usaha menunjukan sektor pertanian masih dominan yaitu
sebesar 60.99 persen, diikuti sektor jasa-jasa sebesar 14.55 persen, sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 8.31 persen, sektor pengangkutan dan
komunikasi sebesar 6.51 persen, dan sektor industri sebesar 5.48 persen.
sedangkan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertambangan dan galian,
listrik dan air minum, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor
lainnya masing-masing kurang dari 1 persen, seperti yang terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2004
Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah (ribu) Persentase (%)
1. Pertanian 254.65 60.99 2. Pertambangan & galian 2.17 0.52 3. Industri Pengolahan 22.88 5.48 4. Listrik dan air minum 1.14 0.27 5. Bangunan 10.15 2.43 6. Perdagangan, hotel dan restoran 34.71 8.31 7. Pengangkutan dan kominikasi 27.20 6.51 8. Keuangan, Persewaan dan jasa
perusahaan 3.26 0.78
9. Jasa-jasa 60.75 14.55 10. Lainnya 0.63 0.15
417.55 100.00 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku, 2006
Penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan dapat dikatakan
relatif kecil jika dibandingkan dengan sektor pendukungnya. Sektor industri
pengolahan lambat berkembang karena berbagai faktor, salah satunya yaitu
minimnya investasi sebagai akibat dari opini yang terbentuk tentang kondisi
![Page 57: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/57.jpg)
40
politik dan keamanan di Provinsi Maluku yang tidak kondusif. Walaupun untuk
saat ini kondisi politik dan keamanan di Provinsi Maluku dapat dikatakan 100
persen pulih namun minat investor untuk beraktivitas di Provinsi Maluku masih
tetap rendah.
4.3. Kondisi Perekonomian
Perkembangan perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari
perkembangan Pendapatan Domestik Bruto (PDRB). PDRB Provinsi Maluku
atas dasar harga konstan tahun 2000 periode 2001 – 2005 menunjukan sektor
pertanian kontribusi terbesar dari tahun ke tahun yaitu rata-rata sebesar 35
persen, diikuti sektor perdagangan sebesar 24.14 persen, sektor jasa sebesar
19.31 persen, sektor angkutan dan komunikasi sebesar 8.66 persen, sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 5.57 persen dan sektor
industri pengolahan sebesar 4.83 persen, seperti terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kontribusi Masing-masing Sektor terhadap PDRB Provinsi Maluku (%)
Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 1. Pertanian 36.12 36.46 34.66 34.12 33.65 2. Pertambangan & galian 0.85 0.86 0.85 0.84 0.83 3. Industri Pengolahan 5.03 4.90 4.79 4.74 4.68 4. Listrik dan air minum 0.62 0.51 0.54 0.55 0.56 5. Bangunan 1.21 1.24 1.26 1.27 1.28 6. Perdagangan, hotel dan
restoran 23.67 23.99 24.23 24.41 24.62
7. Pengangkutan dan kominikasi 7.62 7.94 8.66 9.29 9.78 8. Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan 5.41 5.57 5.68 5.63 5.57
9. Jasa-jasa 19.47 19.54 19.35 19.15 19.04 PDRB (Rp Trillyun) 2.77 2.85 2.97 3.10 3.26
Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku, 2006
Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB relatif rendah jika
dibandingkan dengan sektor lainnya kecuali sektor bangunan, listrik dan air
minum. Realita angka penyerapan tenaga kerja dan kontribusi sektor industri
pengolahan terhadap PDRB yang relatif rendah ini menunjukan bahwa sebagian
besar hasil pertanian Provinsi Maluku masih dijual dalam bentuk mentah atau
![Page 58: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/58.jpg)
41
raw material, sehingga nilai tambah baik dalam segi penyerapan tenaga kerja
maupun nilai produk relatif kecil.
Industri pengolahan yang relatif dominan berkembang di Provinsi Maluku
adalah industri pengolahan yang menghasilkan produk-produk lokal tertentu
khususnya industri pengolahan yang bahan bakunya merupakan bahan baku
lokal dan belum diperdagangkan (non tradeable) antar region seperti minyak
atsiri (minyak kayu putih, cengkeh, lawang dan lain-lain) dan gula merah.
Perkembangan industri pengolahan jenis ini pun relatif masih rendah jika
dibandingkan dengan ketersediaan bahan bakunya. Industri pengolahan minyak
atsiri merupakan salah satu industri pengolahan yang cukup baik
perkembangannya di Provinsi Maluku. Pada tahun 2005 teridentifikasi ada
kurang lebih 241 usaha penyulingan minyak atsiri di Provinsi Maluku. Industri
penyulingan minyak atsiri jenis minyak kayu putih adalah jenis industri minyak
atsiri yang paling dominan perkembangannya dibandingkan jenis minyak atsiri
lainnya, sepertinya yang terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Data Potensi Industri Kecil Menengah Berbahan Baku Tanaman Lokal di Provinsi Maluku Tahun 2004
No. Kapupaten/ Jenis Industri
Unit Usaha
TK (org)
Investasi (juta)
Produksi (ribu
kg/tahun)
Nilai Produksi (juta)
1.Maluku Tengah* Minyak Kayu Putih 3 13 67.50 7.50 16.20 Minyak Cengkeh 31 711 7.50 480.00 19.50 Minyak Atsiri* 32 76 33.75 3.90 990.06 Minyak Kelapa 1 16 200.00 15.96 87.50
2.Seram Bagian Timur Gula Merah 1 3 5.00 14.40
3.Pulau Buru Minyak Kayu Putih 168 1 441 749.00 - - Gula Merah - - - - -
4.Maluku Tenggara Barat Minyak Kayu Putih 27 357 260.65 40.25 kg 1 876.68
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Maluku, 2005 Keterangan: *tergabung Kabupaten Seram Bagian Barat yang pada saat itu masih dalam
persiapan pemekaran
![Page 59: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/59.jpg)
42
4.4. Kondisi dan Potensi Tanaman Cengkeh di Provinsi Maluku
Tanaman cengkeh merupakan salah satu komoditi unggulan dan komoditi
strategis yang memberikan sumber penghasilan bagi penduduk dan diharapkan
dalam pengembangannya dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan
daerah di Provinsi Maluku. Pengusahaan tanaman cengkeh di Provinsi Maluku
sebahagian besar didominasi oleh rumahtangga usahatani (RTU). Secara
regional tanaman cengkeh menduduki urutan kedua tanaman perkebunan terluas
yang diusahakan dengan luas areal tanam sebesar 35.18 ribu hektar, seperti
yang terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Luas Areal, Jumlah Petani dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat di Provinsi Maluku Tahun 2001-2005
Tahun Komoditas 2001 2002 2003 2004 2005
1. Kelapa : Luas areal (ribu Ha) 90.89 98.55 90.27 90.27 91.26 Jumlah petani (ribu KK) 59.17 59.17 83.47 83.47 83.47 Produksi (ribu ton) 69.06 62.96 69.20 69.20 69.20
2. Cengkeh : Luas areal (ribu Ha) 24.43 20.16 35.63 35.13 35.18 Jumlah petani (ribu KK) 32.67 35.26 44.24 44.24 44.24 Produksi (ribu ton) 5.00 37.28 12.67 12.67 12.77
3. Coklat : Luas areal (ribu Ha) 7.67 10.48 15.20 11.60 11.74 Jumlah petani (ribu KK) 12.71 19.33 22.74 17.52 17.54 Produksi (ribu ton) 1.31 2.93 4.01 4.09 4.19
4. Pala : Luas areal (ribu Ha) 8.47 7.45 9.92 9.92 9.95 Jumlah petani (ribu KK) 12.87 12.09 16.71 16.71 15.01 Produksi (ribu ton) 1.58 1.43 1.91 1.92 2.00 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku, 2005. Provinsi Maluku adalah salah satu daerah yang memiliki potensi cukup
besar dalam pengembangan penyulingan minyak cengkeh. Bahan baku
utamanya pembuatan minyak cengkeh di Maluku adalah daun dan gagang dari
bunga cengkeh kering. Ketersediaan bahan baku daun cukup besar, jika menurut
Guenther (1972) dalam Supriatna (2004) dari tanaman cengkeh yang berumur
lebih dari 20 tahun setiap minggunya dapat terkumpul daun kering rata-rata 0,96
kg/pohon, sedangkan tanaman yang berumur kurang dari 20 tahun dapat
terkumpul sebanyak 0,46 kg/pohon atau rata-rata produksi daun cengkeh 0.72
![Page 60: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/60.jpg)
43
kilogram per pohon per minggu. Ini berarti dengan luas areal tanam sebesar
35.18 ribu ha dengan rata-rata kepadatan 105 pohon per hektar maka dalam 1
tahun jumlah bahan baku daun yang tersedia adalah sebesar 127.66 ribu ton,
sedangkan ketersediaan gagang cengkeh kering rata-rata hanya sebesar 30
persen dari produksi cengkeh tiap tahunnya yaitu sebesar 3.83 ribu ton per
tahun. Kedua jenis bahan baku ini kemudian disuling, biasanya penyulingan
dilakukan tidak terpisah, namun ada beberapa penyuling yang melakukan
penyulingan secara terpisah jika gagang kering yang terkumpul cukup banyak.
Produksi minyak cengkeh Provinsi Maluku tahun 2004 mencapai 480 ton atau 17
persen dari total produksi nasional, seperti yang terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Potensi Perkebunan Cengkih Provinsi Maluku Tahun 2001-2005
Tahun Uraian
2001 2002 2003 2004 2005 Luas areal ( ribu Ha) 24.43 20.17 35.63 35.13 35.18 - Tanaman Belum Menghasilkan 3.74 2.81 4.81 4.94 4.76 - Tanaman Menghasilkan 16.15 16.95 23.88 23.39 23.57 - Tanaman Rusak 4.54 3.86 6.95 6.80 6.85 Jumlah petani ( ribu KK) 32.67 35.24 44.24 44.24 44.24 Produksi Bunga Cengkeh (ribu ton) 5.00 37.27 12.66 12.66 12.77 Ketersedian bahan baku daun (ribu ton) 88.65 73.19 129.92 127.48 127.66 Ketersedian bahan baku gagang (ribu ton) 1.50 11.18 3.80 3.80 3.83 Produksi Minyak Cengkeh (ton) - - - 480.00 472.00
Sumber:BPS dan Deperindag, 2005. Diolah Keterangan : * yang terdata - belum ada data
![Page 61: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/61.jpg)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Daya Dukung Faktor Internal dan Ekternal Dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku
Menurut Kotler (1997) daya dukung faktor internal – eksternal akan
menentukan posisi kelayakan, persaingan, peluang dan ancaman dalam
pengembangan suatu usaha pada suatu lokasi, dengan demikian dapat
dikatakan pendapat ini menegaskan bahwa kondisi kelayakan usaha
Penyulingan Minyak Cengkeh (PMC) dan daya saing minyak cengkeh Maluku
dapat menggambarkan daya dukung faktor internal dan eksternal Provinsi
Maluku terhadap pengembangan usaha PMC. Oleh karena itu analisis kelayakan
usaha PMC dan daya saing minyak cengkeh Maluku penting untuk dilakukan.
5.1.1. Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh
Untuk mengukur kelayakan usaha PMC di Provinsi Maluku dilakukan 2
analisis yaitu analisis kelayakan ekonomi dan kelayakan finansial. Analisis
kelayakan ekonomi didasarkan pada harga ekonomi dan opportunity cost yang
harus diterima dan dikeluarkan dalam aktivitas usaha PMC, sedangkan analisis
kelayakan finansial didasarkan pada harga dan biaya faktual yang diterima dan
dikeluarkan dalam aktivitas usaha PMC. Analisis kelayakan usaha dalam
penelitian ini dilakukan pada 4 kategori usaha PMC yaitu: usaha PMC yang
menggunakan jenis alat suling nonstainless steel (PMCns) dengan 1 ukuran
Kapasitas Alat Suling (KAS) yaitu KAS 100 kilogram dan usaha PMC yang
menggunakan jenis alat suling stainless steel (PMCs1-3) dengan 3 ukuran KAS
yaitu 30, 40 dan 100 kilogram. Usaha PMCns dominan ditemui di Provinsi
Maluku sebelum implementasi tahap I program pengembangan usaha PMC
memperkenalkan usaha PMCs1-3. Adapun karakteristik dari keempat kategori
usaha PMC tersebut, seperti yang terlihat pada Tabel 14.
![Page 62: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/62.jpg)
45
Tabel 14. Karakteristik Usaha PMC
Karakteristik Unsur
Usaha PMCns Usaha PMCs1-3
1. KAS (kilogram) 100 30, 40, dan 100
2. Jenis Alat Nonstainless steel Stainless steel
3. Status kepemilikan Perorangan Kolektif
4. Sistem Bagi hasil Iuran Kelompok
5. Frekwensi produksi/RTU/Tahun 120 kali 120 kali 6. Frekwensi produksi/KAS/Tahun 120 kali 120 kali 7. Pasar produk Pedagang pengumpul Pedagang pengumpul 8. Warna minyak cengkeh Hitam Jernih agak kekuningan 9. Harga produk aktual (Rp.ribu/kg) Relatif lebih rendah Relatif lebih tinggi
Sumber: Analisis data primer, 2008 Hasil analisis kelayakan ekonomi usaha PMC pada siklus umur ekonomis
10 tahun dan tingkat suku bunga atau social discount rate (SDR) sebesar 13.5
persen, menunjukkan bahwa semua kategori usaha PMC layak untuk dilakukan.
Berdasarkan Tabel 15, diketahui NPV usaha PMCns lebih kecil dari NPV usaha
PMCs, dimana selisih NPV atau incremental benefit usaha PMCns dengan usaha
PMCs berkisar antara Rp. 3.17 – 28.59 juta. Nilai Net B/C usaha PMCns juga
lebih kecil dibandingkan dengan dan Net B/C usaha PMCs, ini berarti tingkat
keuntungan investasi pada usaha PMCns lebih kecil yaitu hanya sebesar Rp.
2.68 dari tiap Rp 1 yang diinvestasikan pada usaha tersebut, sedangkan tingkat
keuntungan investasi pada usaha PMCs lebih besar yaitu mencapai Rp. 5.30 –
9.46 dari tiap Rp 1 yang diinvestasikan pada usaha tersebut. Nilai Net B/C
tertinggi diberikan oleh usaha PMCs1 atau usaha PMC yang menggunakan KAS
100 kilogram jenis stainless. Nilai tingkat pengembalian maksimum atas
pemakaian modal atau Internal Rate of Return (IRR) dan masa pengembalian
atas pemakaian modal atau Pay Back Period (PBP) usaha PMCns juga
menunjukkan kondisi yang relatif sama, dimana nilai IRR usaha PMCns lebih
kecil dari nilai IRR usaha PMCs, dan PBP usaha PMCns relatif lebih lama
dibandingkan PBP usaha PMCs. Perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan
![Page 63: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/63.jpg)
46
oleh perbedaan harga produk dan biaya produksi dari masing-masing KAS.
Harga produk minyak cengkeh sangat dipengaruhi oleh warna produk, dimana
harga produk berwarna hitam (dari usaha PMCns) relatif lebih rendah dari harga
produk berwarna jernih (dari usaha PMCs). Adapun biaya produksi per kilogram
minyak cengkeh dipengaruhi oleh ukuran KAS, makin besar KAS maka makin
kecil biaya produksi per kilogram produk.
Tabel 15. Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi usaha PMC
Tahun Rns Cns BBns Rs1 Cs1 BBs1 Rs2 Cs2 BBs2 Rs3 Cs3 BBs3
0 0.00 2.27 -2.27 0.00 1.81 -1.81 0.00 2.06 -2.06 0.00 3.93 -3.931 10.18 8.78 1.39 3.89 2.46 1.42 5.18 2.91 2.27 12.95 7.73 5.222 9.59 8.28 1.31 3.66 2.32 1.34 4.88 2.75 2.14 12.21 7.28 4.933 8.79 8.04 0.75 3.45 2.32 1.14 4.60 2.72 1.89 11.51 7.00 4.514 8.04 7.36 0.68 3.26 2.06 1.19 4.34 2.44 1.90 10.85 6.47 4.385 7.35 7.82 -0.47 3.07 2.06 1.01 4.09 2.41 1.68 10.23 6.22 4.016 7.58 6.54 1.04 2.81 1.83 0.98 3.75 2.17 1.58 9.37 5.75 3.617 7.14 6.35 0.79 2.57 1.83 0.74 3.43 2.15 1.28 8.57 5.53 3.058 6.54 5.81 0.73 2.35 1.63 0.72 3.13 1.93 1.21 7.84 5.11 2.729 5.99 5.64 0.34 2.15 1.63 0.52 2.86 1.91 0.96 7.39 4.91 2.4810 5.47 5.17 0.31 1.96 1.45 0.51 2.61 1.71 0.90 6.75 4.54 2.20
Total 76.66 72.06 4.61 29.16 21.40 7.77 38.89 25.15 13.74 97.67 64.47 33.19NPV 4.60 7.77 13.74 33.19 Net B/C 2.68 5.30 7.69 9.46 IRR (%) 41.25 70.74 103.32 126.73 PBP (Tahun) 1.63 1.28 0.91 0.75
Sumber: Analisis data primer, 2008 Keterangan: R... = Penerimaan usaha PMC tahun ke t (Rp.juta) C... = Biaya usaha PMC tahun ke t (Rp.juta) B... = Keuntungan usaha PMC tahun ke t (Rp.juta) ns = usaha PMCns, s1=usaha PMCs1, s2 = usaha PMCs2, s3 = usaha PMCs2 Hasil analisis kelayakan finansial usaha PMC juga menunjukan kondisi
yang relatif sama dengan hasil analisis kelayakan ekonomi, dimana usaha
PMCns memiliki NPV dan Net B/C yang relatif lebih kecil dari NPV dan Net B/C
usaha PMCs, adapun selisih NPV atau inremental benefit usaha PMCns dengan
usaha PMCs secara finansial berkisar antara Rp. 1.22 – 30.34. Berdasarkan
Tabel 16, diketahui bahwa NPV usaha PMCs1, mengalami penurunan hal ini
disebabkan adanya keharusan membayar iuran kelompok sebesar Rp 5 ribu per
penyulingan, walaupun pada usaha PMCs2 dan PMCs3 juga berlaku yang sama
![Page 64: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/64.jpg)
47
namun dengan tingkat biaya produksi yang relatif sama kecuali untuk pemakaian
bahan baku, namun tingkat produksi atau penerimaan usaha PMCs2 dan PMC3
yang lebih besar menyebabkan NPV usaha PMCs1 menjadi relatif lebih kecil.
Tabel 16. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMC Tahun Rnp Cnp BBnp Rp1 Cp1 BBp1 Rp2 Cp2 BBp2 Rp3 Cp3 BBp3
0 0.00 1.00 -1.00 0.00 0.67 -0.67 0.00 0.67 -0.67 0.00 1.30 -1.301 8.33 7.35 0.98 3.33 2.44 0.89 4.44 1.19 3.25 11.10 3.67 7.432 7.85 6.93 0.92 3.14 2.26 0.88 4.19 2.61 1.58 10.47 6.47 3.993 7.19 6.52 0.67 2.96 2.23 0.73 3.95 2.55 1.39 9.87 6.34 3.534 6.58 6.14 0.44 2.79 1.96 0.83 3.72 2.25 1.47 9.30 5.65 3.655 6.01 5.78 0.24 2.63 1.94 0.69 3.51 2.21 1.29 8.77 5.57 3.196 6.20 5.47 0.73 2.41 1.70 0.71 3.31 1.95 1.35 8.27 4.94 3.337 5.84 5.16 0.68 2.20 1.69 0.52 3.12 1.92 1.19 7.79 4.91 2.888 5.35 4.86 0.50 2.02 1.48 0.53 2.94 1.70 1.24 7.35 4.32 3.029 4.90 4.57 0.33 1.84 1.47 0.37 2.77 1.68 1.09 6.93 4.41 2.5210 4.48 4.30 0.18 1.68 1.29 0.39 2.61 1.48 1.13 6.53 3.79 2.73
Total 62.73 58.08 4.65 25.0019.13 5.87 34.55 20.21 14.33 86.36 51.38 34.99NPV 4.65 5.87 14.33 34.99 Net B/C 5.65 9.82 22.56 28.02 Sumber: Analisis data primer, 2008
Jika kedua hasil analisis kelayakan dibandingkan, dapat diketahui bahwa
NPV dan Net B/C kelayakan ekonomi relatif lebih kecil dari NVP dan Net B/C
kelayakan finansial, walaupun harga ekonomi minyak cengkeh lebih tinggi dari
harga faktualnya. Kondisi ini dikarenakan secara faktual pengusaha PMC tidak
dibebani biaya pemasaran sebagai kompensasi dari penetapan harga minyak
cengkeh yang rendah ditingkat pedagang pengumpul, dengan demikian dapat
dikatakan sistem pemasaran minyak cengkeh secara faktual cukup efisien
karena dapat meningkatkankan pangsa yang diperoleh pengusaha PMC.
5.1.2. Daya Saing Minyak Cengkeh Maluku
Salah satu unsur lingkungan strategis dalam pengembangan suatu
komoditas yang diperlu diperhatikan terkait dengan liberalisasi perdagangan
yang memberikan peluang dan ancaman adalah daya saing komoditas tersebut,
dalam hal ini minyak cengkeh Maluku. Untuk melihat daya saing minyak
![Page 65: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/65.jpg)
48
cengkeh Maluku digunakan analisis keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif.
Suatu komoditas dikatakan memiliki keunggulan komparatif apabila
memiliki koefisien DRC (DRCR) atau k <1, artinya untuk menghasilkan nilai
tambah pada harga sosial, diperlukan tambahan biaya lebih kecil dari satu. Hasil
perhitungan faktor produksi domestik (D), faktor produksi tradeable (T) dan BSD
(DRC) minyak cengkeh pada ukuran KAS dan jenis alat suling yang berbeda,
menunjukan bahwa nilai ekonomi faktor produksi domestik yang digunakan untuk
memproduksi 1 kilogram minyak cengkeh berkisar antara Rp 17.61 – 20.62 ribu.
Nilai ekonomi faktor produksi tradeable minyak cengkeh berkisar antara US$
0.35 – 0.62, dengan memakai harga jual ekspor sebesar US$ 2.91 - 3.83 per
kilogram dan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 9.45 ribu per US$, diketahui nilai
DRC minyak cengkeh Maluku berkisar antara Rp 5.36 – 8.27 ribu/US$ atau k
(koefisien DRC) < 1 yaitu berkisar antara 0.57 – 0.87, ini menunjukkan bahwa
minyak cengkeh Maluku memiliki keunggulan komparatif (Tabel 17). Ini berarti
minyak cengkeh Maluku memiliki prospek yang baik saat ini dan dimasa yang
akan datang, karena dengan nilai DRCR yang berkisar antara 0.57 – 0.87 berarti
masih ada rentang sekitar 0.13 – 0.43 untuk menjadikan DRCR bernilai 1 (tidak
memiliki keunggulan komparatif). Jika faktor biaya produksi dan nilai tukar
Rupiah terhadap US$ tetap, maka keunggulan komparatif minyak cengkeh
Maluku akan hilang pada harga jual dibawah US$ 2.63 per kilogram untuk produk
minyak cengkeh dari usaha PMCns dan US$ 2.55 per kilogram untuk produk
minyak cengkeh dari usaha PMCs1, US$ 2.25 per kilogram untuk produk minyak
cengkeh dari usaha PMCs2 dan US$ 2.34 per kilogram untuk produk minyak
cengkeh dari usaha PMCs3.
![Page 66: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/66.jpg)
49
Tabel 17. Hasil Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Minyak Cengkeh Maluku Berdasarkan Kategori Usaha PMC
PMC KAS (kg) D P T DRC p k G R I PCR
Ns 100 18.96 2.91 0.62 8.27 9.45 0.87 16.10 22.50 2.99 0.83 s1 30 20.62 3.70 0.37 6.19 9.45 0.66 17.91 30.00 0.80 0.61 s2 40 17.95 3.70 0.35 5.36 9.45 0.57 15.25 30.00 0.64 0.52 s3 100 17.61 3.70 0.48 5.46 9.45 0.58 14.94 30.00 1.82 0.53
Sumber : Analisis data primer, 2008 Keterangan : D = nilai ekonomi faktor produksi domestik yang dikorbankan untuk memproduksi
satu unit output (Rp.000) P = nilai ekonomi satu unit output (US$), T = nilai ekonomi faktor produksi tradeable yang digunakan untuk memproduksi satu
unit output (US$) DRC = D/(P-T), nilai ekonomi biaya sumberdaya domestik yang digunakan untuk
menghasilkan satu unit devisa(Rp.000) p = Nilai tukar Rupiah 9.45 ribu/US$, rata-rata nilai tukar Rp./US$ tahun 2006-2007
(Lampiran 10.) k = DRC/p, koefisien DRC (DRCR) G = nilai finansial biaya faktor produksi domestik yang digunakan untuk
menghasilkan satu unit output (Rp.000). R = nilai finansial satu unit output (Rp.000). I = nilai finansial biaya faktor produksi tradeable yang digunakan untuk
memproduksi satu unit output (Rp.000). PCR = G/(R-I) rasio nilai finansial biaya domestik yang digunakan untuk menghasilkan
satu unit output.
Suatu komoditas dikatakan memiliki keunggulan kompetitif apabila memiliki
koefisien PCR <1, artinya untuk menghasilkan nilai tambah pada harga aktual,
diperlukan tambahan biaya lebih kecil dari satu. Hasil perhitungan PCR minyak
cengkeh berdasarkan nilai faktor produksi domestik (G), faktor produksi tradeable
(I) pada Tabel 21, menunjukkan bahwa PCR minyak cengkeh Maluku berkisar
antara 0.52 – 0.83. Kondisi ini berarti masih ada rentang sekitar 0.17 – 0.48
untuk menjadikan PCR bernilai 1 (minyak cengkeh Maluku tidak memiliki
keunggulan kompetitif). Jika diasumsikan faktor biaya produksi dan nilai tukar
Rupiah terhadap US$ tetap, maka keunggulan kompetitif minyak cengkeh
Maluku akan hilang pada harga jual dibawah Rp. 19.09 ribu per kilogram untuk
produk minyak cengkeh dari usaha PMCns, Rp. 18.71 ribu per kilogram untuk
produk minyak cengkeh dari usaha PMCs1, Rp. 15.89 ribu per kilogram untuk
![Page 67: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/67.jpg)
50
produk minyak cengkeh dari usaha PMCs2 dan Rp. 16.58 per kilogram untuk
produk minyak cengkeh dari usaha PMCs3.
5.1.3. Faktor-faktor Strategis dalam Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku
Analisis matriks evaluasi faktor internal dan faktor ekternal adalah analisis
yang umum digunakan untuk mengetahui faktor-faktor strategis internal dan
eksternal apa saja yang menjadi daya dukung pengembangan usaha PMC di
Provinsi Maluku. Langkah awal dari analisis matriks ini adalah mengidentifikasi
faktor berdasarkan kajian pustaka, analisis kelayakan usaha PMC dan daya
saing minyak cengkeh yang disertakan dalam isian kusioner dan wawancara,
dengan beberapa tokoh (responden penentu faktor strategis internal dan
eksternal) yang dianggap mengetahui tentang karakteristik usaha PMC dan
terlibat langsung dalam kegiatan pengembangan usaha PMC di Maluku, dimana
dari hasil identifikasi diperoleh 10 faktor strategis internal yang menjadi faktor
kekuatan dan kelemahan, dan 8 faktor strategis eksternal yang menjadi faktor
peluang dan ancaman dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku,
seperti yang terlihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Faktor Strategis Internal - Eksternal Dalam Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku
Faktor Internal Faktor Eksternal Faktor Kekuatan Faktor Peluang 1. Ketersediaan bahan baku 1. Daya Saing dan Potensi pasar 2. Dukungan Non pribumi 2. Kesempatan bermitra 3. Tingkat Keuntungan Usaha 3. Ketersediaan Teknologi 4. Ketersediaan infrastruktur 4. Tingkat suku bunga turun dan skim
kredit UKM tersedia Faktor Kelemahan Faktor Ancaman 1. Sifat Bahan baku dan topografi daerah 1. Fluktuasi harga produk 2. Sumberdaya Manusia 2. Produk sejenis dari lain daerah 3. Sosial budaya masyarakat 3. Politik dan Keamanan (Opini) 4. Modal Usaha 4. Standar mutu dan kuantitas produk 5. Kebijakan Pemerintah Daerah 6. Kelembagaan
Sumber: Analisis data primer, 2008
![Page 68: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/68.jpg)
51
5.1.3.1. Faktor Kekuatan
Faktor kekuatan adalah faktor strategis internal yang menjadi kekuatan
dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku, oleh karena itu faktor-
faktor ini harus dapat dipergunakan seoptimal mungkin dalam upaya
pengembangan usaha PMC. Ada 4 faktor strategis internal yang menjadi
kekuatan dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku meliputi:
1. Ketersedian bahan baku
Jenis bahan baku yang dominan digunakan oleh pengusaha PMC di
Provinsi Maluku adalah daun beserta ranting cengkeh kering, jika ada persediaan
gagang cengkeh kering maka ketiga bahan baku ini biasanya akan di suling
secara bersamaan, namun ada juga yang menyuling secara terpisah jika gagang
cengkeh yang terkumpul cukup banyak. Walaupun demikian hampir sebagian
besar penyuling mengaku bahwa produk yang mereka hasilkan adalah minyak
berbahan baku gagang. Hal ini mungkin dikarenakan harga minyak gagang yang
relatif lebih tinggi dari minyak berbahan baku daun. Namun setelah diklarifikasi
lebih lanjut rata-rata penyuling menjual produk mereka dengan harga minyak
daun, maka dapat dipastikan bahwa minyak yang dihasilkan adalah dominan
minyak berbahan daun atau berbahan baku campuran (gagang dan daun).
Kondisi ini sesuai dengan yang dikemukakan Guenther (1990), bahwa
perbedaan minyak gagang dan minyak daun tidak dapat digambarkan secara
tajam, seringkali gagang dan daun cengkeh disuling secara bersama-sama untuk
menghasilkan minyak cengkeh. Namun berdasarkan ketersediaan bahan
bakunya dapat dipastikan hampir 80 persen minyak cengkeh yang dihasilkan di
daerah-daerah sentra produksinya adalah minyak yang berasal dari daun dan
hanya 15 – 20 persen yang merupakan minyak gagang.
Potensi ketersediaan bahan baku minyak cengkeh di Provinsi Maluku
cukup besar, jika rata-rata setiap pohon cengkeh dapat menghasilkan daun
![Page 69: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/69.jpg)
52
kering sebesar 0.72 kg per minggu (Guenther 1990), maka dalam satu tahun
potensi bahan baku daun yang dapat dihasilkan dari luas areal tanam sebesar
35.18 ribu hektar dengan kepadatan 105 pohon per hektar akan mencapai
127.64 ribu ton, sedangkan tersediaan bahan baku gagang cengkeh kurang lebih
setara 30 persen produksi bunga cengkeh per tahunnya yaitu mencapai 3.83
ribu ton pada tahun 2005. Pada saat ini dengan kapasitas produksi 480 ton
minyak cengkeh per tahun maka baru 11 persen bahan baku yang diolah
menjadi minyak cengkeh, seperti yang terlihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Luas Areal dan Produksi Cengkeh, Potensi Ketersedian Bahan Baku Minyak Cengkeh Per Kabupaten Tahun 2005.
Potensi Ketersediaan
Bahan Baku Minyak CengkehKabupaten Luas Areal
Tanaman Cengceh (ribu ha)
Produksi Cengkeh (ribu ton daun
(ribu ton) Gagang (ribu ton)
1 Maluku Tenggara 1.60 0.30 5.81 0.09 2 Maluku Tengah 10.07 4.58 36.54 1.37 3 Pulau Buru 6.71 1.93 24.36 0.58 4 Seram Bagian Barat 6.05 1.26 21.95 0.38 5 Seram Bagian Timur 8.33 4.38 30.24 1.31 6 Ambon 2.41 0.32 8.76 0.10 Total 35.18 12.77 127.64 3.83
Sumber: BPS, 2005 (diolah)
Walaupun potensi bahan baku minyak cengkeh yang dapat dihasilkan
cukup besar namun ketersediaan bahan baku pembuatan minyak cengkeh
hanya terbatas pada waktu panen. Kondisi tersebut dikarenakan setelah panen
cengkeh usai ketersedian tenaga kerja pengumpul relatif sangat rendah karena
beberapa faktor antara lain: (1) sifat bahan baku yang kamba dan tersebar pada
topografi pengunungan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar, (2)
harga bahan baku yang dianggap relatif rendah, (3) budaya pertanian yang tidak
pernah melakukan perawatan tanaman secara rutin, dimana sebagian besar
petani cengkeh hanya datang ke kebun mereka pada saat panen saja dan
alternatif pekerjaan lain yang dianggap lebih mudah dan menguntungkan. Faktor-
faktor tersebut menyebabkan pengumpulan bahan baku dominan dilakukan
![Page 70: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/70.jpg)
53
bersamaan dengan panen bunga cengkeh karena dianggap lebih ekonomis.
Berdasarkan informasi di lapangan untuk 1 kg cengkeh dapat dikumpulkan
minimal 3 kg kering bahan baku untuk pembuatan minyak cengkeh. Ini berarti
probabilitas ketersediaan bahan baku minyak cengkeh riil di lapangan adalah
sebesar 38.31 ribu ton dan baru 36 persen dari jumlah tersebut yang
dimanfaatkan untuk memproduksi minyak cengkeh.
2. Dukungan non pribumi
Bahan baku minyak cengkeh berdasarkan jenis tanaman dan lokasi tanam
relatif membutuhkan waktu dan tenaga kerja yang cukup besar dalam
pengumpulannya. Terkait dengan hal ini ketersediaan tenaga kerja pribumi relatif
rendah karena pilihan kegiatan pertanian lain yang memiliki nilai ekonomi lebih
tinggi ataupun karena faktor budaya.
Keberadaan penduduk non pribumi yang relatif cukup banyak sangat
membantu kegiatan produksi minyak cengkeh, karena hampir 70 persen tenaga
kerja panen cengkeh di Maluku adalah penduduk non pribumi khususnya dari
Suku Buton. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan usaha PMC yang
kontinu berproduksi, relatif diusahakan oleh non pribumi atau pendatang.
Pengusaha non pribumi umumnya tidak memiliki tanaman cengkeh atau
tanaman perkebunan lainnya, mereka memperoleh bahan baku dengan cara
membeli dari penduduk sekitar tempat usaha yang sebagian besar juga bukan
pemilik tanaman cengkeh. Kondisi ini memungkinkan pengusaha PMC non
pribumi lebih dapat berkonsentrasi pada usaha PMCnya.
3. Tingkat keuntungan usaha
Tingkat keuntungan usaha merupakan pertimbangan dalam melaksanakan
usaha baik secara ekonomi maupun finansial. Berdasarkan hasil analisis
kelayakan usaha PMC pada siklus umur ekonomis, diketahui tingkat keuntungan
ekomomi usaha PMC berkisar antara Rp 4.61-33.19 juta, sedangkan tingkat
![Page 71: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/71.jpg)
54
keuntungan finansial usaha PMC berkisar antara Rp.4.65 – 34.99 juta. Tingkat
keuntungan usaha terkecil diberikan oleh usaha PMCns, sedangkan tingkat
keuntungan usaha terbesar diberikan oleh usaha PMCs3.
Dalam analisa benefit – cost yang selalu digunakan dalam acuan adalah
keuntungan yang diperoleh sebagai akibat investasi, dimana kriteria Net B/C
secara umum digunakan sebagai dasar penilaiannya (Kadariah et al .,1999).
Tingkat keuntungan investasi usaha PMC berkisar antara Rp. 2.68 – 9.46 untuk
Rp. 1 yang diinvestasikan pada usaha PMC, sedangkan berdasarkan analisa
kelayakan finansial usaha PMC diketahui bahwa tingkat keuntungan investasi
usaha PMC berkisar antara Rp. 5.65 – 28.02 untuk Rp. 1 yang diinvestasikan
pada usaha tersebut. Keuntungan akibat investasi terbesar diberikan oleh usaha
PMCs3 atau usaha PMC yang menggunakan KAS 100 kilogram dengan jenis alat
suling stainless, sedangkan keuntungan akibat investasi terkecil diberikan oleh
usaha PMCns atau usaha PMC yang menggunakan KAS 100 kilogram dengan
jenis alat suling nonstainless.
4. Ketersediaan infrastruktur
Ketersediaan infrastruktur berupa: jalan, pelabuhan dan alat transportasi
merupakan faktor penting dalam kegiatan pengembangan ekonomi, khususnya
dalam pertimbangan keputusan lokasi produksi karena ketersediaan infastuktur
akan mampu memperlancar proses produksi (Gumbira Said, 2001). Proses
produksi dalam industri pertanian meliputi berbagai aktivitas, mulai dari
pengadaan bahan baku sampai distribusi hasil relatif sangat memerlukan
dukungan infrastuktur yang baik, kondisi ini juga berlaku dalam pengembangan
usaha PMC. Keadaan infrastruktur di Provinsi Maluku saat ini semakin baik, ini
terlihat dari kondisi jalan ditiap desa, pelabuhan dan alat transportasi yang
tersedia. Walaupun demikian, karena kepadatan dan mobilitas penduduk yang
![Page 72: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/72.jpg)
55
relatif rendah pada daerah-daerah pedesaan menyebabkan aktivitas transportasi
relatif lebih rendah.
5.1.3.2. Faktor Kelemahan
Faktor kelemahan adalah bagian dari faktor strategis internal yang menjadi
kelemahan karena merupakan kendala dalam pengembangan usaha PMC di
Provinsi Maluku. Faktor kelemahan yang teridentifikasi menjadi kendala dalam
pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku, meliputi:
1. Sifat bahan baku dan topografi daerah
Produk pertanian umumnya memiliki sifat kamba dan tersebar, kondisi ini
menyebabkan biaya tinggi dalam penanganannya khususnya dalam biaya
tranportasi, tenaga kerja, penyimpanan dan lainnya (Gumbira Said, 2001).
Bahan baku minyak cengkeh juga memiliki sifat kamba dan tersebar pada
topografi pegunungan yang menyebabkan biaya tinggi dalam pengadaan dan
penanganannya, khususnya dalam biaya tenaga kerja, transportasi dan
penyimpanan.
Sebagian besar penduduk disekitar usaha PMC menganggap pekerjaan
pengumpulan bahan baku minyak cengkeh hanya akan menguntungkan jika
dilakukan bersamaan dengan panen cengkeh, karena dapat memberikan
penghasilan tambahan selain penghasilan dari panen cengkeh itu sendiri.
Pengumpulan bahan baku minyak cengkeh diluar masa panen cengkeh relatif
sangat minim, hal ini dikarenakan harga bahan baku minyak cengkeh yang relatif
rendah, faktor ini juga yang menyebabkan penyimpanan bahan baku untuk
jangka waktu yang lama tidak dilakukan karena biaya penyimpanannya relatif
lebih tinggi dari penerimaan yang diperoleh dari penjualan bahan tersebut.
Kondisi ini juga yang meyebabkan ketersediaan bahan baku minyak cengkeh
terbatas pada saat panen cengkeh.
![Page 73: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/73.jpg)
56
2. Sumberdaya manusia (SDM)
Keberhasilan dari suatu pengembangan kegiatan ekonomi sangat
tergantung dari SDM yang tersedia baik dari kuantitas dan kualitas, atau dapat
dikatakan bahwa karakteristik SDM pada usaha, terlebih untuk usaha kecil
sangat menentukan karakter dan perkembangan usaha tersebut. Karakteristik
SDM pada usaha PMC di Provinsi Maluku secara umum karekteristik pengusaha
PMC meliputi: umur, pendidikan formal, jumlah anggota keluarga dan luas
penguasaan lahan/tanaman, seperti yang terlihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Karakteristik Pengusaha PMC Maluku
No. Karakteristik Pengusaha PMC Rata-rata 1. 2. 3. 4. 5.
Pengalaman usaha Umur Responden (tahun) Pendidikan formal Jumlah anggota keluarga (orang) Luas penguasaan lahan/tanaman (Ha)
1 – 13 25 – 45
SMP 2 – 8
0.25 – 7.00 Sumber: Analisis data primer, 2008
Pengalaman usaha responden berkisar antara 3 – 13 tahun, dimana ada
responden yang telah melalui tahapan penyulingan dengan alat suling yang
terbuat dari kayu, dari drum (nonstainless) sampai yang terbuat dari stainless.
Lamanya pengalaman usaha merupakan faktor pendukung utama dalam
melakukan proses produksi dan pengenalan mutu produk. Rata-rata pengusaha
dengan pengalaman usaha diatas 3 tahun, mengetahui kiat mendapatkan mutu
minyak cengkeh yang baik dan dapat membedakan kualitas minyak cengkeh
secara fisik, seperti tinggi-rendahnya kandungan air dalam minyak cengkeh yang
dihasilkan, namun untuk penguasaan teknologi penyulingan terbaru relatif masih
sangat terbatas.
Umur merupakan variabel yang perlu diketahui karena berhubungan erat
dengan kekuatan fisik, pengalaman, ketrampilan, dan sikap positif terhadap
inovasi. Semakin muda umur responden diasumsikan lebih kuat, lebih kreatif dan
terbuka terhadap masuknya ide-ide baru dibandingkan dengan yang berumur
![Page 74: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/74.jpg)
57
tua, sehingga lebih mudah meningkatkan ketrampilan dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan produksi.
Tingkat pendidikan formal secara relatif juga berhubungan dengan
kemampuan dalam adopsi inovasi atau pun mengakses kemajuan teknologi.
Rata-rata tingkat pendidikan responden penyuling minyak cengkeh berada di
jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), rendahnya tingkat pendidikan
responden dan jauhnya lokasi tempat tinggal dari pusat kota, menyebabkan
terbatasnya akses mereka terhadap informasi dan iptek.
Jumlah anggota keluarga dalam persepsi petani atau pengusaha berbasis
rumahtangga seringkali dihubungkan dengan harapan untuk memperoleh tenaga
kerja, rata-rata jumlah anggota keluarga responden 4 - 5 orang. Lazim seperti
usaha rumahtangga lainnya usaha PMC di Provinsi Maluku juga dominan
menggunakan tenaga kerja keluarga. Adapun luas penguasaan lahan atau
tanaman cengkeh relatif tidak begitu mempengaruhi produksi minyak cengkeh,
faktor yang sangat berpengaruh adalah luas areal tanaman cengkeh secara
keseluruhan pada satu daerah, besarnya produksi cengkeh, dan ketersediaan
tenaga kerja untuk mengumpulkan bahan baku yang sifatnya kamba dan
tersebar dan musim yang sedang berlangsung. Dari segi kuantitas ketersediaan
tenaga kerja pengumpul bahan baku terlihat masih terbatas sangat terbatas ini
terlihat dari selisih antara potensi (125.9 ribu ton) dan probabilitas ketersediaan
bahan baku minyak cengkeh (38.31 ribu ton) yang mencapai 87.68 ribu ton.
3. Sosial budaya masyarakat
Budaya pertanian masyarakat Maluku yang berbasis pada perkebunan
multikomoditi dengan tingkat pendapatan yang relatif cukup tinggi per tahunnya
menyebabkan petani selektif dalam pemilihan kegiatan ekonomi dan cenderung
puas dengan apa yang mereka peroleh dari kegiatan perkebunan yang
dilakukan. Disisi lain penilaian sosial yang rendah terhadap pemanfaatan limbah
![Page 75: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/75.jpg)
58
cukup dominan dimana pengumpulan bahan baku daun cengkeh kering
dianggap sebagai pekerjaan rendah dan relatif kurang diminati bahkan oleh
petani cengkeh itu sendiri.
4. Modal usaha
Modal usaha merupakan salah satu kendala dalam pengembangan
usaha, jika modal yang dibutuhkan untuk usaha relatif besar maka agak sulit
usaha tersebut dapat berkembang khususnya dikalangan petani yang
berpendapatan rendah (Soekartawi et al., 1986). Kebutuhan modal usaha dapat
diperoleh dari berbagai sumber, pengusaha ekonomi lemah umumnya
menggunakan 2 sumber modal yaitu yang berasal dari lembaga formal maupun
nonformal (Ibrahim, 1998). Pada usaha PMCns modal usaha sebagian besar
berasal dari pemilik alat suling yang dalam kasus ini merangkap sebagai
pedagang pengumpul khususnya terkait pengadaan peralatan penyulingan.
Sistem pengembalian atas pemakaian modal pada usaha PMCns secara
finansial dikenal dengan sistem bagi hasil, yaitu sebesar 5 persen dari total
penerimaan. Adapun pada usaha PMCs modal usaha sebagian besar berasal
dari pemerintah khususnya terkait pengadaan peralatan penyulingan, dimana
sistem pengembalian atas pemakaian modal berbentuk iuran kelompok untuk
menjamin kelangsungan produksi dalam hal ini ketersediaan alat, yang besarnya
berkisar antara Rp. 5 – 10 ribu per produksi.
Pada usaha PMC, besarnya modal usaha yang dibutuhkan relatif sangat
tergantung pada KAS dan jenis alat suling. Sebenarnya kendala ini dapat diatasi,
dengan pendapatan dari panen cengkeh namun karena pertimbangan pemilihan
kegiatan ekonomi, faktor sosial budaya, harapan untuk mendapatkan bantuan
usaha cuma-cuma dari pemerintah, belum terbinanya kemitraan dalam berusaha,
minat berinvestasi pada usaha PMC yang relatif rendah, membuat modal usaha
tetap menjadi kendala dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.
![Page 76: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/76.jpg)
59
5. Kebijakan pemerintah daerah
Kebijakan adalah intervensi pemerintah untuk merubah prilaku produsen
dan konsumen, dimana secara umum tujuan dari kebijakan pemerintah adalah
tercapainya efisiensi, pemerataan dan ketahanan. Efisiensi tercapai apabila
alokasi sumberdaya ekonomi yang langka mampu menghasilkan pendapatan
yang maksimum, alokasi barang dan jasa dapat menghasilkan tingkat kepuasan
konsumen yang tinggi, pemerataan diartikan sebagai distribusi pendapatan yang
lebih merata, dan ketahanan diartikan sebagai ketersediaan kebutuhan pada
tingkat harga yang stabil dan terjangkau (Pearson et al., 2005).
Kebijakan pemerintah terkait pengembangan usaha PMC adalah program
pengembangan usaha PMC yang merupakan bagian dari program
pengembangan Agroindustri Minyak Cengkeh (AMC) nasional, dimana Provinsi
Maluku menjadi salah satu provinsi sasaran pengembangan usaha PMC karena
dianggap berpotensi besar dalam ketersediaan bahan baku. Berdasarkan hasil
wawancara dengan responden terkait diketahui bahwa program yang sedang
berjalan adalah tahap I program dalam rangka mencari strategi terbaik dalam
pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.
Implementasi program pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku
dikelola oleh dinas departermen perindustrian dan perdagangan (Deperindag)
dengan 3 tujuan utama yaitu: (1) meningkatkan pendapatan masyarakat melalui
usaha penyulingan minyak cengkeh, (2) meningkatkan produksi dan mutu
minyak cengkeh melalui pengenalan dan distribusi teknologi baru, dan (3)
memberikan insentif bagi penyuling untuk mengembangkan usahanya.
Penetapan tiga tujuan utama program pengembangan usaha PMC di Propinsi
Maluku adalah berdasarkan hasil survei industri kecil-menengah berbahan baku
tanaman lokal di Provinsi Maluku tahun 2004, dimana diketahui bahwa rata-rata
produk minyak cengkeh Maluku berwarna hitam (akibat penggunaan alat suling
![Page 77: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/77.jpg)
60
nonstainless) dan memiliki harga jual yang relatif rendah. Berdasarkan kondisi
ini program pengembangan usaha PMC yang dianggap sesuai adalah
pengembangan teknologi penyulingan dengan jenis alat suling stainless steel
yang menghasilkan minyak cengkeh dengan warna jernih.
Total investasi pemerintah pusat dalam program pengembangan usaha
PMC di Provinsi Maluku adalah sebesar Rp. 1.25 milyar, dengan ketentuan dana
tahap I program sebesar 20 persen dari total investasi pemerintah pusat
merupakan dana cost sharing dari Pemerintah Daerah Propinsi Maluku yang
bersumber dari dana APBD. Investasi pemerintah pusat akan dicairkan setelah
1-3 tahun setelah pelaksanaan tahap I program dan sangat tergantung dari hasil
evaluasi pelaksanaan tahap I program tersebut.
Bekerja sama dengan Baristand sebagai instansi yang dianggap kompeten,
pelaksanaan kegiatan tahap I program pengembangan usaha PMC ditekankan
pada pelatihan penyulingan melalui pengenalan teknologi penyulingan dengan
jenis alat suling stainlees. Dalam implementasinya ada 3 ukuran kapasitas alat
suling (KAS) yang akan dievaluasi kinerjanya dalam pencapaian tujuan program
yaitu KAS 30, 40 dan 100 kilogram per produksi masing-masing sebangyak 10
unit yang didistribusikan ke 30 kelompok usaha PMC atau 150 RTU PMC. KAS
30 dan 40 kilogram merupakan ukuran yang digunakan masing-masing oleh
lembaga Japan International Coorporation Agency (JICA) dan United Nation
Industrial Development Organization (UNIDO) dalam pegembangan usaha
penyulingan minyak kayu putih di Pulau Ambon karena memiliki tingkat
mobilisasi tinggi dan dinilai sesuai dengan kondisi fisik geografi Propinsi Maluku,
sedangkan KAS 100 kilogram merupakan ukuran yang mengikuti ukuran alat
suling nonstainless steel (terbuat drum) yang dominan digunakan oleh
pengusaha PMC di Propinsi Maluku.
![Page 78: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/78.jpg)
61
Pemberian bantuan dalam tahap I program pengembangan usaha PMC
dilakukan secara kolektif atau kelompok adalah sebagai upaya memperkecil
dana bantuan per RTU, mempermudah pembinaan dan membina kerjasama
antar anggota kelompok, dan merupakan hanya merupakan insentif bagi
pengusaha PMC untuk mandiri. Berdasarkan nilai alat suling yang berkisar
antara Rp 1.14 – 2.63 juta, maka bantuan langsung per RTU hanya berkisar
antara Rp 228 – 526 ribu , seperti yang terlihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Nilai per Unit Alat Suling, Nilai Bantuan per RTU dan Frekwensi Produksi per Tahun
KAS (kg)
Nilai Alat/ unit (Rp. juta)
Nilai Bantuan/ RTU (Rp.juta)
Frekwensi Produksi/RTU/tahun*
30 1.14 0.228 24 40 1.39 0.278 24
100 2.63 0.526 24 Sumber : Analisa data primer , 2008 Keterangan : * dalam 1 tahun masa produksi = 6 bulan
Setelah program berjalan 1 tahun tidak banyak informasi yang dapat
diperoleh dari instansi terkait, karena data pelaksanaan program tidak
terarsipkan pada intansi terkait dan evaluasi untuk melihat keberhasilan program
dilapangan belum dilakukan dengan alasan keterbatasan dana. Disisi lain
sebagian besar kelompok binaan mengeluh sulitnya membangun koordinasi dan
komunikasi dengan lembaga-lembaga pemberi bantuan usai pelaksanaan
program, terkait upaya memperoleh pelatihan dan hasil standarisasi atas produk,
yang telah dijanjikan karena tiap instansi saling melepaskan tanggung jawab.
Kondisi diatas mengindikasikan bahwa pelaksanaan tahap I program
pengembangan usaha PMC tidak berjalan sebagaimana mestinya dapat dilihat
dari: (1) paket bantuan alat yang terdiri dari: bantuan alat suling, pengetahuan
teknis pengoperasian alat, teknis produksi dan pasca produksi umumnya tidak
dilakukan secara menyeluruh, bahkan sebagian besar implementasi program
sebatas distribusi alat, (2) tidak tersedianya data pada instansi terkait
![Page 79: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/79.jpg)
62
implementasi program dan tindak lanjut yang akan dilakukan padahal program
yang dijalankan merupakan program dengan sistem tahapan, (3) kebijakan antar
instansi tidak terkait dan tidak saling mendukung menyebabkan besarnya biaya
program, walaupun masing-masing instansi memiliki program yang hampir sama
tidak ada kerjasama sehingga menimbulkan kesan tumpang tindih, dan jika ada
kerja sama masing-masing instansi saling melimpahkan tanggungjawab, dan
(4) kelemahan kebijakan pemerintah lainnya adalah dalam pemberian bantuan
tidak disertai dengan sistem yang menjamin keberlanjutan program atau usaha
PMC yang diintroduksi, seperti penghimpunan dana dari anggota kelompok untuk
menjamin ketersediaan alat suling atau pengembangan usaha PMC lebih lanjut.
6. Kelembagaan
Keberadaan kelembagan pendukung sangat penting dalam menciptakan
integritas usaha dalam mewujudkan tujuan pengembangan usaha. Kelembagaan
seperti asosiasi pengusaha PMC, kelompok usaha PMC, pemerintah, koperasi,
lembaga pembiayaan, litbang dan lainnnya di desa relatif terbatas dan perannya
sangat minim. Terbatasnya transfer pengetahuan antar anggota kelompok dan
akses pada pendanaan biaya investasi dan operasional menjadi penyebab
kurang berkembangnya usaha PMC di Provinsi Maluku. Pada saat ini sebagian
besar kelompok usaha PMC adalah merupakan kelompok usaha yang dibentuk
oleh dinas terkait sehubungan dengan program yang akan mereka jalankan dan
pengusaha PMC relatif masih sulit mengakses kebutuhan mereka dalam
pengembangan usaha melalui lembaga-lembaga pendukung terkait.
5.1.3.3. Faktor Peluang
Faktor yang dianggap sebagai peluang adalah faktor yang bisa
dimanfaatkan dalam upaya pencapaian tujuan. Dari hasil wawancara dengan
![Page 80: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/80.jpg)
63
responden teridentifikasi 4 faktor yang menjadi peluang dalam pengembangan
usaha PMC di Provinsi Maluku yaitu:
1. Daya saing dan Potensi pasar
Berdasarkan nilai koefisien DRC yang berkisar antara 0.52 – 0.84 dan nilai
PCR 0.54 – 0.93, dapat dikatakan bahwa minyak cengkeh Maluku memiliki
prospek pasar yang baik saat ini dan dimasa yang akan datang. Disisi lain
peningkatan daya saing minyak cengkeh Maluku masih dapat dilakukan dengan
pengembangan teknologi dan kapasitas alat suling yang tepat. Berdasarkan
hasil analisis kelayakan usaha diketahui usaha PMC menggunakan KAS 40
dan100 kilogram jenis stainless steel dapat menghasilkan produk minyak
cengkeh dengan daya saing tinggi hal ini ditunjukkan nilai koefisien DRC masing-
masing sebesar 0.52 dan 0.53, dan PCR masing-masing sebesar 0.57 dan
0.58).
Sebagian besar pengusaha PMC di lokasi penelitian menjual produk
mereka ke pedagang pengumpul setempat, pedagang pengumpul yang datang
dan produsen minyak gosok terdekat (seperti UD Yala Karya di Tamilow atau
Perusahaan Jamu Toko Sinar Baru, Mutiara dan lainnya di Kota Ambon).
Penjualan produk umumnya dilakukan setelah 1 – 2 bulan produksi atau sangat
tergantung pada kebutuhan RTU PMC, dengan demikian jumlah produk yang
dijual relatif kecil. Kondisi ini menyebabkan pengusaha PMC menganggap
menjual produk ke pedagang pengumpul merupakan alternatif sebagai upaya
memperkecil biaya pemasaran yang harus mereka keluarkan terkait lokasi
produksi yang jauh dari pusat pasar minyak cengkeh. Saat ini Pasar minyak
cengkeh sebagian besar (80%) diserap di dalam negeri sebagai dampak dari
permintaan domestik yang cenderung meningkat dimana kondisi ini
menyebabkan tingkat harga minyak cengkeh domestik relatif stabil, adapun
![Page 81: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/81.jpg)
64
pemain (konsumen) utamanya adalah PT. Indesso Aroma dengan kebutuhan 20
ton/hari.
2. Kesempatan bermitra
Permintaan minyak cengkeh yang tinggi baik di tingkat dunia maupun
nasional dapat menciptakan kesempatan bermitra diberbagai kalangan yaitu
petani cengkeh sebagai pemasok bahan baku bagi pelaku usaha PMC, industri
teknologi penyulingan dengan pelaku usaha PMC, industri berbahan baku
minyak cengkeh dengan pelaku usaha PMC, investor yang tertarik pada usaha
PMC, pemerintah dan pihak terkait lainnya. Kemitraan yang telah ada saat yaitu
kemitraan antara pengusaha PMC dengan pedagang pengumpul yang
merangkap sebagai pemilik alat suling khususnya untuk jenis alat suling
nonstainlees dengan sistem bagi hasil, sedangkan untuk jenis alat suling
stainlees kemitraan yang terbentuk dengan pedagang pengumpul hanya sebatas
penjual dan pembeli tetap.
Peluang bermitra dengan lembaga keuangan sebenarnya cukup besar
dengan adanya Inpres No.6 tahun 2005 tentang dana bergulir bagi UKM yang
pada tahun 2008 mencapai Rp. 403 Milyar, namun peluang ini belum dapat
digunakan dengan optimal oleh pelaku usaha PMC di Provinsi Maluku karena
aksesibilitas mereka yang rendah terhadap lembaga keuangan formal baik
karena keterbatasan pendidikan maupun informasi. Peluang bermitra antara
instansi pemerintah ataupun non pemerintah juga cukup besar, karena masing-
masing instansi memiliki spesialisasi pada bidang masing-masing yang
terkadang saling terkait satu dengan lainnya, misalnya instansi Baristand
memiliki spesialisasi keahlian dalam teknologi produksi dapat bekerja sama
dengan instansi dinas perindag dalam mengembangkan industri tertentu dengan
menggunakan teknologi yang dikembangkan oleh pihak Baristand terkait potensi
yang dimiliki suatu wilayah. Jika pada tingkat penyuling peluang kemitraan belum
![Page 82: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/82.jpg)
65
dapat dimanfaatkan dengan baik karena keterbatasan pendidikan dan informasi,
maka pada tingkat lembaga atau instansi peluang kemitraan seringkali belum
dimanfaatkan karena tidak adanya koordinasi, faktor belum adanya kepercayaan
dan gap yang terjadi antara lembaga atau intansi sehingga tiap program yang
dijalankan walaupun saling terkait namun masih dilakukan secara terpisah.
3. Ketersediaan teknologi
Teknologi penyulingan minyak cengkih berupa alat dan prosedur
pembuatan minyak cengkeh dengan tingkat produksi dan mutu yang relatif lebih
baik telah tersedia pada dinas Baristand Provinsi Maluku. Teknologi penyulingan
minyak cengkeh relatif sederhana dan mudah dipelajari, dengan satu unsur
penting yang harus diperhatikan yaitu jenis alat suling yang dipakai yang
menyebabkan perbesaan warna produk, seperti yang terlihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Perbedaan Minyak Cengkeh Berdasarkan Jenis Alat Suling
Jenis Alat Suling * Non stainlees Komponen
perbandingan Kayu Besi (Drum) Stainlees
1. Warna Keruh coklat Hitam Jernih kekuningan 2. Proses Produksi 12 jam 8-9 6-7 3. Rendemen <3% 3 – 4% 3 – 4% 4. Umur Ekonomis 5 <5 10
Sumber: Balai Industri dan Standarisasi Provinsi Maluku, 2007 Proses penyulingan minyak cengkeh diawali dengan sortasi bahan baku,
dimana selama proses penyulingan sistem pemanasannya harus dikontrol agar
tetap stabil sebagai upaya untuk mendapatkan rendemen yang tinggi. Setelah
proses penyulingan limbah bahan baku ini dikeringkan dan kemudian dipakai
sebagai bahan bakar pada proses penyulingan selanjutnya (Lampiran 22).
4. Tingkat suku bunga dan skim kredit tersedia bagi UKM
Dalam upaya menggerakkan sektor riil pemerintah mengambil kebijakan
menurunkan tingkat suku bunga komersil dan menyediakan skim kredit untuk
UKM. Tingkat suku bunga komersil sebelumnya 21 persen turun menjadi 13.5
![Page 83: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/83.jpg)
66
persen, sedangkan kredit lunak untuk UMKM telah mencapai angka 6 persen.
Namun peluang ini belum dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha PMC untuk
mengembangkan usahanya ataupun masyarakat lain yang ingin membangun
usaha PMC baru karena keterbatasan informasi ataupun karena faktor birokasi
kembaga pembiayaan yang sulit untuk diakses.
5.1.3.4. Faktor Ancaman
Faktor ancaman adalah faktor yang dapat menghambat pengembangan
usaha PMC di Provinsi Maluku. Berdasarkan hasil identifikasi diketahui ada 4
faktor ancaman bagi pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku yaitu:
1. Fluktuasi harga
Harga minyak cengkeh dalam kurun waktu 1999 – 2005 di pasar dunia
relatif fluktuatif, harga minyak cengkeh dunia terendah terjadi pada tahun 2000
yaitu sebesar US$ 0.77 (US$ 1 = Rp 10.27 ribu) per kilogram dan tertinggi pada
tahun 2001 yaitu sebesar US$ 7.11 (US$ 1 = Rp 9.26 ribu). Harga minyak
cengkeh nasional relatif lebih stabil yaitu kisaran harga Rp 35 – 50 ribu per
kilogram, dengan harga tertinggi sebesar Rp 60 ribu pada tahun 2001, harga
minyak cengkeh di pasar lokal Maluku juga relatif stabil pada kisaran harga
Rp 30 – 45 ribu per kilogram, seperti yang terlihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Perkembangan Harga Cengkeh dan Minyak Cengkeh Tahun 1999 – 2005
Ekspor (USD$/Kg) Nasional (Rp.000/Kg) Maluku (Rp.000/Kg)
Tahun Cengkeh Minyak
cengkeh Cengkeh Minyak cengkeh Cengkeh Minyak
cengkeh 1999 15.81 2.98 123.46 50 104.94 45.00 2000 3.86 0.77 32.95 50 28.01 45.00 2001 5.62 7.11 57.70 60 49.05 50.00 2002 6.95 5,42 64.32 40 54.67 30.70 2003 1.46 1.85 12.50 35 10.63 32.50 2004 3.90 4.30 35.00 42 29.75 35.50 2005 4.63 5.00 45.00 47 38.25 41.00
Sumber: Departemen pertanian RI 2006, BPS Propinsi Maluku 2006, PT Jasulawangi dan PT. Indesso Aroma, 2006 (diolah)
![Page 84: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/84.jpg)
67
Harga komoditi minyak cengkeh di pasar dunia relatif fluktuatif mengikuti
kondisi perdagangan cengkeh dunia, namun penurunan harga minyak cengkeh
relatif tidak setajam penurunan harga bunga cengkeh. Selama kurun waktu 3
tahun terakhir berdasarkan data harga ekspor PT Jasulawangi penurunan harga
ekspor tidak lebih dari 10 persen, jika pun melewati angka 10 persen relatif cepat
kembali ke harga sebelumnya.
2. Produk sejenis dari daerah lain
Berdasarkan kajian tentang Agribisnis Cengkeh oleh Departemen
Pertanian (2005), diketahui ada 12 Provinsi yang potensial dalam menghasilkan
minyak cengkeh termasuk Provinsi Maluku. Jika harga yang ditawarkan daerah
penghasil lain lebih rendah pada standar mutu yang sama maka hal ini
merupakan ancaman bagi keberlangsungan usaha PMC Maluku, namun untuk
saat ini harga minyak cengkeh hitam Maluku relatif bersaing dengan disparitas
harga yang cukup besar untuk dari harga produk minyak cengkeh hitam pada
daerah Pabrik Rokok Kretek yaitu mencapai Rp. 7.5 – 10 ribu per kilogramnya
melampaui disparitas harga produk minyak cengkeh hitam dan jernih pada
daerah PRK yang hanya berkisar Rp 1.5 – 2 ribu.
3. Politik dan keamanan
Kondisi politik dan keamanan yang stabil sangat dibutuhkan dalam
kegiatan ekonomi khususnya investasi. Terkait dengan peristiwa konflik sosial
yang terjadi di Propinsi Maluku tahun 1998 – 2002, minat investasi swasta hingga
saat ini relatif rendah. Saat ini kondisi politik dan keamanan di Maluku dapat
dikatakan 100 persen telah pulih, oleh karena itu opini tentang kondisi politik dan
keamanan Maluku yang tidak kondusif harus segera diubah.
4. Standar mutu dan kuantitas hasil
Standar mutu dan kuantitas sering menjadi kendala dalam pemasaran
produk minyak cengkeh. Menurut Mangunwidjaja (2002), standar mutu dapat
![Page 85: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/85.jpg)
68
bersifat nasional maupun internasional, di Indonesia standar baku mutu harus
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh Dewan
Standarisasi Nasional (DSN) sejak tahun 1994. Berdasarkan hasil penelitian
Baristand (1997) minyak cengkeh Maluku sudah memenuhi kualifikasi SNI,
seperti yang terlihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Standar Mutu Minyak Daun Cengkeh Menurut SNI 1991 dan Minyak Cengkeh Maluku 1997
Parameter Uji Karakteristik SNI Karakteristik Minyak Cengkeh Maluku
1. Berat Jenis pada 15oC 1,03 - 1,06 1. 05 2. Putaran Optik (ad) - 1o 35 - 2o 5 3. Indeks Refraksi pd 20oC (nd20) 1,52 - 1,54 1.532 4. Kadar eugenol (%) 78 - 93 % 80 % 5. Minyak pelikan Negatif Negatif 6. Minyak lemak Negatif Negatif 7. Kelarutan dalam Alkohol 70% Dalam dua volume dalam dua volume
Sumber : Baristand Provinsi Maluku, 1997
Berdasarkan standar mutu (Tabel 24), diketahui warna minyak cengkeh
tidak termasuk sebagai salah satu parameter uji, namun pada kenyataan warna
produk juga mempengaruhi tingkat permintaan dan harga, baik di pasar lokal
maupun non lokal, dimana semakin jernih warna minyak cengkeh maka harga
jualnya relatif semakin tinggi. Penjernihan minyak cengkeh hitam sebagian besar
dilakukan oleh para eksportir, penjernihan di tingkat penyuling jarang ditemui baik
karena keterbatasan teknologi, pertimbangan waktu, rendemen hasil yang akan
menurun dan biaya yang dibutuhkan. Sebagian besar produk minyak cengkeh
yang dihasilkan di Provinsi Maluku berwarna hitam, minyak cengkeh dengan
warna jernih agak kekuningan baru dihasilkan pada tahun 2006, melalui tahap I
program pengembangan usaha PMC tetapi jumlahnya masih sangat kecil dan
belum mendapatkan sertifikasi standarisasi dari lembaga yang kompeten.
Jumlah produksi total minyak cengkeh Provinsi Maluku masih relatif kecil
jika dibandingkan dengan ketersediaan bahan bakunya. Disisi lain usaha PMC di
Provinsi Maluku tersebar dengan skala produksi yang relatif kecil. Kondisi ini
![Page 86: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/86.jpg)
69
menjadi kendala bagi para pelaku usaha PMC sulit menjalin kemitraan dengan
konsumen luar daerah yang kuantitas permintaannya besar.
5.3. Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh
5.3.1. Penentuan Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh Di Provinsi Maluku
Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha PMC dan identifikasi faktor
internal dan eksternal dilakukan analisis lanjutan untuk menyusun strategi
kebijakan terkait dengan alokasi sumberdaya dan dana yang terbatas guna
mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dengan menggunakan analisis linier
programing. Penentuan prioritas strategi pengembangan usaha PMC efektif dan
efisien dalam analisa LP ditujukan pada keuntungan yang optimal yang dapat
diperoleh melalui program pengembangan KAS secara lebih merata di tiap
kabupaten dengan kendala antara lain:
1. Kendala ketersediaan bahan baku
Sifat bahan baku dan topografi daerah Maluku memerlukan biaya
penanganan yang cukup besar dalam penyediaannya, agar efsiensi produksi
dapat tercapai maka pengembangan usaha PMC harus berorientasi sumberdaya
karena semakin kecil ruang mobilisasi bahan baku diharapkan biaya pengadaan
bahan baku akan semakin kecil. Oleh karena itu, kendala bahan baku yang
digunakankan adalah kendala ketersediaan bahan baku di tiap kabupaten upaya
ini juga diarahkan untuk pengdistribusian bantuan yang lebih merata.
2. Kendala alokasi biaya investasi
Alokasi investasi pemerintah dalam kegiatan pengembangan usaha PMC
terbatas yaitu hanya sebesar Rp 1.25 Milyar. Untuk menjamin tercapai tujuan
pemerataan maka dana tersebut akan dialokasikan ke tiap kabupaten sesuai
dengan perkiraan ketersediaan bahan baku yang dimiliki. Jika diasumsikan
implementasi penggunaan dana dalam program pengembangan usaha PMC di
![Page 87: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/87.jpg)
70
Provinsi Maluku akan mengikuti ketentuan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM), maka alokasi dana harus memenuhi ketentuan yaitu: 90
persen berbentuk bantuan langsung fisik dan 10 persen untuk kegiatan
operasional, seperti yang terlihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Ketersediaan Bahan Baku dan Alokasi Dana Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh pada Enam Kabupaten di Provinsi Maluku.
Alokasi Dana Pengembangan
(Rp juta) Kabupaten Ketersediaan Bahan
Baku riil (ribu ton) Fisik Opersional
Maluku Tenggara Maluku Tengah Pulau Buru Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Ambon
0.90 13.72
5.79 3.78
13.14 0.95
51.17 322.04 214.67 193.46 266.48
77.17
2.93 44.80 18.91 12.33 42.90
3.22 Total 38.30 1124.99 125.00
Sumber: Analisis data primer, 2008
3. Kendala target produksi
Produksi minyak cengkeh dengan mutu produk yang lebih baik
diperkirakan akan lebih kecil dari jumlah produksi minyak cengkeh hitam yang
mencapai 480 ton per tahun karena keterbatasan dana investasi pemerintah
untuk program pengembangan usaha tersebut.
Berdasarkan hasil analisis kelayakan ekonomi dan sesuai kendala yang
ada telah diuraikan diatas, langkah awal dalam analisis ini adalah menyusun
model matematematis ketidaksamaan program linier sesuai fenomena dan
kendala yang ada. Selanjutnya model analisis yang telah disusun diolah dengan
menggunakan software LINDO untuk memperoleh solusi optimal dari
penggunaan sumberdaya (Lampiran 23).
Hasil analisis LP menunjukkan bahwa usaha PMCs3 atau usaha PMC
yang menggunakan KAS 100 kilogram jenis stainless steel merupakan alternatif
strategi pengembangan usaha PMC prioritas utama dalam program
pengembangan usaha PMC di Propinsi Maluku, dimana masing-masing
![Page 88: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/88.jpg)
71
kabupaten memperoleh jumlah yang berbeda sesuai dengan keterbatasan
sumberdaya yang dimiliki. Berdasarkan Tabel 25, diketahui konsentrasi usaha
PMCs3 tertinggi pada Kabupaten Maluku Tengah dan terendah pada Kabupaten
Maluku Tenggara. Kondisi ini jika dikaitkan dengan realita di lapangan adalah
sesuai karena berdasarkan Tabel 25, diketahui bahwa Kabupaten Maluku
Tengah memiliki ketersediaan bahan baku minyak cengkeh paling besar dan
Kabupaten Maluku Tenggara memiliki ketersediaan bahan baku minyak cengkeh
paling kecil dibandingkan dengan kabupaten lainya.
Tabel 26. Hasil Analisis Optimalisasi Keuntungan Usaha PMCs (KAS Jenis Stainless Steel) dengan Sofware LINDO
XiLokasi
j Kabupaten X1 X2 X3
1 2 3 4 5 6
Maluku Tenggara Maluku Tengah Pulau Buru Seram Bagian Barat Seram Bagian Timur Ambon
1 2 2 0 0 2
0 0 0 0 0 0
16 122
82 71 99 29
Total (Unit) 7 0 419 Total Keuntungan (Rp. Milyar) 1.396
Sumber: Analisis data primer, 2008 Keterangan: X1 = Jumlah usaha PMCs1 X2 = Jumlah usaha PMCs2
X3 = Jumlah usaha PMCs3
Selain memiliki tingkat keuntungan investasi yang tinggi dibandingkan
usaha PMC lainnya (Tabel 15), usaha PMCs3 juga relatif lebih dapat diterima
oleh perserta tahap I program pengembangan usaha PMC walaupun memiliki
tingkat mobilisasi yang rendah dibandingkan usaha PMCs1 dan usaha PMCs2.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa alternatif usaha PMCs1 dan
PMCs2 diikutkan sebagai alternatif pengembangan KAS karena dianggap
memiliki tingkat mobilisasi tinggi yang sesuai dengan kondisi perkebunan
cengkeh di Provinsi Maluku, namun dari hasil pengamatan dilapangan diketahui
bahwa penyulingan minyak cengkeh selalu dilakukan pada suatu tempat,
![Page 89: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/89.jpg)
72
khususnya pada lokasi yang dekat dengan sumber mata air atau dekat tempat
tinggal pengusaha PMC (penyuling). Hal ini dikarenakan sebagian besar
penyuling beranggapan relatif lebih mudah dan tidak berisiko memobilisasi bahan
baku daripada memobilisasi alat suling. Pelaku usaha PMCs1 dan PMCs2 juga
sering mengeluhkan kecilnya KAS stainless steel bantuan yang mereka terima
dari tahap I program pengembangan usaha PMC dibandingkan dengan KAS
nonstainless steel yang dulu mereka digunakan, padahal waktu produksi ketiga
alat tersebut relatif sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program
pengembangan usaha PMC dengan introduksi teknologi melalui pengembangan
KAS 100 kilogram jenis alat suling stainless steel (usaha PMCs3) relatif cukup
efektif dan efisien dibandingkan introduksi lainnya.
5.3.2. Strategi Pengembangan Usaha Penyulingan Minyak Cengkeh di Provinsi Maluku
Analisis matriks internal-ekternal (I-E) dapat digunakan untuk mencari
strategi umum (grand strategy) dalam pengembangan usaha PMC ataupun
menilai strategi yang telah dijalankan dalam pengembangan usaha PMC di
Provinsi Maluku. Matriks I-E didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu skor total
Evaluasi Faktor Internal (EFI) pada sumbu x dan skor total Evaluasi Faktor
Eksternal (EFE) pada sumbu y.
Hasil analisis matriks EFI menunjukkan bahwa total skor faktor internal
sebesar 2.21, dimana total skor terboboti variabel faktor kekuatan lebih besar
dibandingkan skor terboboti variabel faktor kelemahan (1.40>0.81). Faktor yang
menjadi kekuatan utama dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku
yaitu faktor ketersediaan bahan baku dan dukungan non pribumi ini ditunjukan
oleh rating faktor tersebut sebesar 4, sedangkan faktor yang menjadi kekuatan
kecil adalah faktor tingkat keuntungan usaha dan ketersediaan infrastruktur.
Pada kelompok faktor kelemahan hanya 2 faktor yang menjadi kelemahan kecil
![Page 90: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/90.jpg)
73
yaitu memiliki rating 2, yakni sifat bahan baku dan topografi daerah, dan
sumberdaya manusia sedangkan 4 faktor lainnya merupakan faktor kelemahan
utama, seperti yang terlihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Matriks EFI Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku
Faktor Internal Bobot Rating Nilai Terbobot Kekuatan 1 Ketersediaan bahan baku 0.09 4 0.37 2 Dukungan Non pribumi 0.13 4 0.50 3 Tingkat Keuntungan Usaha 0.07 3 0.22 4 ketersediaan infrastruktur 0.10 3 0.30 Jumlah 0.39 1.40 Kelemahan 1 Sifat Bahan baku dan topografi daerah 0.11 2 0.22 2 Sumberdaya Manusia 0.10 2 0.19 3 Sosial budaya masyarakat 0.10 1 0.10 4 Modal Usaha 0.09 1 0.09 5 Kebijakan Pemerintah Daerah 0.09 1 0.09 6 Kelembagaan 0.13 1 0.13 Jumlah 0.61 0.81
Total 1.00 2.21 Sumber : Analisis data primer, 2008
Hasil analisis matriks EFE menunjukkan bahwa total skor faktor eksternal
sebesar 2.21, dimana total skor terboboti variabel faktor peluang lebih besar
dibandingkan skor terboboti variabel faktor ancaman (1.55 >0.92). Pada faktor
peluang, potensi pasar dan dan ketersediaan teknologi direspon sangat baik,
sedangkan 2 faktor lainnya yaitu kesempatan bermitra dan tingkat suku bunga
turun dan skim kredit untuk UKM tersedia direspon agak baik. Faktor ancaman
juga terdiri atas 4 faktor, dimana faktor fluktuasi harga dan politik dan keamanan
masing-masing memiliki pengaruh kuat dan sangat kuat dalam pengembangan
usaha PMC di Provinsi Maluku terlihat dari nilai ratingnya sebesar 3 dan 4,
sedangkan 2 faktor lainnya yaitu produk sejenis dari daerah lain dan standar
mutu dan kualitas kurang kuat pengaruhnya terhadap pengembangan usaha
PMC, seperti yang terlihat pada Tabel 28.
![Page 91: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/91.jpg)
74
Tabel 28. Matriks EFE Pengembangan Usaha PMC
Faktor Eksternal Bobot Peringkat Nilai Terbobot
Peluang 1 Daya Saing dan Potensi pasar 0.11 4 0.44 2 Kesempatan bermitra 0.15 2 0.30 3 Ketersediaan Teknologi 0.14 4 0.58 4 Tingkat suku bunga turun dan skim
kredit UKM tersedia 0.12 2 0.23
Jumlah 0.52 1.55
Ancaman 1 Fluktuasi harga produk 0.12 3 0.35 2 Produk sejenis dari lain daerah 0.17 1 0.17 3 Politik dan Keamanan (Opini) 0.07 4 0.27 4 Standar mutu dan kuantitas produk 0.13 1 0.13
Jumlah 0.48 0.92
Total 1.00 2.47 Sumber : Analisis data primer, 2008
Berdasarkan perhitungan matrik IFE dan EFE pada Tabel 27 dan 28,
diketahui skor total IFE dan EFE masing-masing sebesar 2.21 dan 2.46, yang
jika dipetakan pada matrik IE maka posisi strategi usaha pengembangan PMC
Maluku berada pada zona V. Posisi strategi pada zona V berarti usaha PMC di
Provinsi Maluku dalam posisi strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal
dan stabilitas, seperti yang terlihat pada Gambar 5.
Kuat 3.0 - 4.0
Rata-rata2.0 – 2.99
Lemah 1.0 - 1.99 4.0 3.0 2.0 1.0
I
II
III
IV
IFE = 2.21 V
EFE = 2.47
VI
VII
VIII
IX
3.0
Rendah
2.0
1.0 - 1.99
Sedang 2.0 – 2.99
Tinggi 3.0 - 4.0
1.0
Gambar 5. Matriks I – E untuk Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku
![Page 92: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/92.jpg)
75
Menurut Rangkuti (2006), strategi pertumbuhan melalui integrasi horisontal
dapat dilakukan melalui kegiatan memperluas usaha pada lokasi yang berbeda,
memperluas pasar, fasilitas produksi dan teknologi melalui joint ventures atau
kemitraan, sedangkan strategi stabilitas adalah menjalankan strategi yang telah
ditetapkan tanpa mengubah arah strategi. Jika dikaitkan dengan tujuan program
pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku yaitu: (1) meningkatkan
pendapatan masyarakat melalui usaha penyulingan minyak cengkeh, (2)
meningkatkan produksi dan mutu minyak cengkeh melalui pengenalan dan
distribusi teknologi baru, dan (3) memberikan insentif bagi penyuling untuk
mengembangkan usahanya, maka strategi memperbaiki mutu minyak cengkeh
melalui introduksi teknologi dalam hal ini pengembangan usaha PMCs3 pada tiap
kabupaten sesuai ketersediaan bahan baku yang dimiliki relatif cukup efektif.
Wujud dari strategi memperluas usaha pada lokasi yang berbeda adalah
strategi pengembangan usaha PMC pada tiap kabupaten sesuai ketersediaan
bahan baku, karena berdasarkan data jumlah usaha PMC (Tabel 2), diketahui
usaha PMC saat ini masih terkonsentrasi pada Kabupaten Maluku Tengah dan
Seram Bagian Barat. Adapun strategi memperbaiki mutu produk minyak cengkeh
merupakan salah satu bentuk dari strategi memperluas pasar, selama ini
produksi minyak cengkeh Maluku hanya terbatas untuk memenuhi permintaan
pasar domestik dengan penggunaan yang terbatas yaitu dominan sebagai
produk subtitusi bunga cengkeh pada PRK karena tidak memenuhi syarat untuk
penggunaan lainnya seperti untuk aroma terapi, kosmetik dan obat-obatan
karena mengandung unsur Fe yang tinggi (terlihat dari produk yang berwarna
hitam) dan tidak mampu menembus pasar ekspor, sedangkan produk minyak
cengkeh berwarna jernih memiliki pasar yang relatif lebih luas. Disisi lain
perbaikan mutu produk minyak cengkeh juga berdampak pada peningkatan
![Page 93: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/93.jpg)
76
pendapatan pengusaha PMC yang merupakan insentif bagi pengusaha untuk
mengembangkan usahanya lebih lanjut.
Walaupun strategi yang diambil dinilai relatif cukup efektif, namun
keefektifannya hanya berlaku dalam jangka panjang karena memerlukan waktu
dalam implementasi, sedangkan strategi jangka pendek yang diterapkan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi oleh usaha PMC dengan produk minyak
cengkeh hitam dalam masa peralihan teknologi belum terlihat, seperti
memperkecil disparitas harga produk antara daerah Pabrik Rokok Kretek (PRK)
dan bukan daerah PRK belum dilakukan padahal peluang tersebut cukup besar.
Seperti yang diketahui bahwa pasar minyak cengkeh hitam sebagian besar
adalah untuk Pabrik Rokok Kretek, dan Provinsi Maluku juga merupakan daerah
pasar rokok kretek yang potensial ini terlihat dengan adanya agen pemasaran
produk rokok yang meliputi lokasi Maluku – Papua yang bertempat di kota
Ambon, dengan kondisi ini seharusnya pemerintah dapat membangun pola
kemitraan antara Pengusaha PMC dengan Pengusaha PRK khususnya untuk
memperkecil disparitas harga produk yang terjadi. Oleh karena itu strategi
membangun pola koordinasi dan kemitraan antara berbagai lembaga terkait
menjadi penting disamping strategi lainnya karena dengan strategi koordinasi
dan kemitraan efektivitas, efisiensi dan pemerataan pengembangan usaha PMC
di Provinsi Maluku akan memiliki tingkat keberhasilan yang besar.
![Page 94: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/94.jpg)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada prospek pengembangan AMC di
Propinsi Maluku dan berpedoman pada tujuan penelitian, maka ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Daya dukung faktor internal – eksternal dalam pengembangan usaha PMC di
Propinsi Maluku berdasarkan hasil analisis kuantitatif yaitu analisa kelayakan
usaha dan daya saing relatif cukup tinggi ini tercermin dari: (1) nilai indikator
kelayakan usaha PMC pada berbagai kapasitas olah dan jenis alat suling
menunjukkan NVP lebih besar dari nol, Net B/C lebih besar dari satu, IRR
lebih besar SDR yang berlaku dan PBP yang lebih kecil dari umur ekonomis
usaha PMC, dan (2) daya saing minyak cengkeh Maluku relatif tinggi
ditunjukan oleh DRCR dan PCR yang lebih kecil dari satu. Adapun
berdasarkan analisis kualitatif yaitu: (1) identifikasi faktor internal diketahui
bahwa kondisi sosial budaya, modal usaha, implementasi kebijakan dan
kelembagaan merupakan kelemahan utama, dan (2) identifikasi faktor
eksternal diketahui bahwa harga minyak cengkeh di pasar dunia yang relatif
fluktuatif dan opini belum stabilnya kondisi politik dan keamanan di Provinsi
Maluku merupakan ancaman utama, yang harus segera diatasi dalam upaya
mengsukseskan pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku.
2. Implementasi tahap I program pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku
relatif tidak berjalan baik karena memiliki banyak kelemahan sebagai akibat
besarnya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pelaksana
program, rendahnya tingkat koordinasi program antar berbagai dinas terkait
dan rendah kemitraan yang dibangun antar lembaga-lembaga terkait, jika
![Page 95: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/95.jpg)
78
kondisi ini tidak dibenahi maka implementasi tahap selanjutnyta dapat
dipastikan akan mengalami kondisi yang sama
3. Alternatif strategi pengembangan usaha PMCs3 yang merata sesuai
ketersediaan bahan baku di tiap kabupaten berdasarkan analisis LP atau
analisis alokasi sumberdaya optimal mampu memberikan keuntungan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan usaha PMCs lainnya. Adapun strategi yang
bisa diterapkan berdasarkan pemetaan pada matriks I-E yaitu: (1) strategi
pertumbuhan melalui integrasi horisontal, yang dapat dilakukan melalui
kegiatan memperluas usaha pada lokasi yang berbeda, memperluas pasar,
fasilitas produksi dan teknologi melalui joint ventures atau kemitraan, dan (2)
strategi stabilitas adalah menjalankan strategi yang telah ditetapkan tanpa
mengubah arah strategi. Jika ditelaah lebih lanjut dapat dikatakan bahwa
strategi kebijakan pengembangan usaha PMC yang sementara dilakukan
oleh pemerintah Provinsi Maluku yaitu strategi peningkatan produksi minyak
cengkeh bermutu baik melalui introduksi teknologi adalah merupakan bentuk
dari strategi pertumbuhan, namun strategi tersebut masih memerlukan
penyempurnaan agar pencapaian tujuan menjadi lebih optimal.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil kajian ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
pemerintah dan lembaga terkait lainnya yaitu:
1. Perlu dibangunnya pola strategi kebijakan yang dapat membangun
koordinasi dan memanfaatkan peluang kemitraan dengan berbagai pihak
terkait, khususnya menyangkut keselarasan program antar instansi,
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan produksi, pembiayaan usaha dan
pemasaran produk melalui kemitraan agar proses pencapaian tujuan
pengembangan usaha PMC dapat berjalan dengan baik.
![Page 96: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/96.jpg)
79
2. Terkait sifat bahan baku dan topografi daerah, Provinsi Maluku memerlukan
jumlah alat suling yang relatif banyak dan tersebar, oleh karena itu bantuan
sebaiknya diberikan dalam bentuk dana bergulir, (baik perguliran di dalam
kelompok maupun antar kelompok) dengan cara pengembalian dan
perguliran yang disepakati bersama, dan pelaksanaan program sebaiknya di
evaluasi intensif baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk
menjamin keberlangsungan dan perkembangan program pengembangan
usaha PMC yang dijalankan,
3. Alternatif pengembangan jenis usaha PMCs3 (penyulingan minyak cengkeh
dengan KAS 100 kilogram jenis stainless steel) dapat digunakan sebagai
strategi dalam pengembangan usaha PMC di Provinsi Maluku dalam jangka
panjang, dimana penyebarannya harus memperhatikan daya dukung dari
tiap kabupaten khususnya pada faktor-faktor yang terkait dengan
ketersediaan bahan baku dan SDM baik dari sisi kualitas atau skill yang
dimiliki dan kuantitas ketersediaannya.
4. Dalam jangka pendek sebaiknya pemerintah lebih fokus pada masalah-
masalah yang dihadapi oleh pelaku usaha PMC saat ini seperti disparitas
harga produk yang tinggi dengan mutu yang relatif sama antara daerah
Pabrik Rokok Kretek (PRK) dan Maluku yang sebenarnya dapat diperkecil
dengan membangun kemitraan antara pengusaha PMC dengan Pengusaha
Rokok Kretek, seperti dengan menetapkan aturan bahwa pengusaha rokok
kretek harus membeli produk minyak cengkeh sebanding dengan jumlah
minyak cengkeh yang dipakai untuk memproduksi produk rokok yang disuplai
ke Provinsi Maluku pada tingkat harga yang wajar atau membantu
pengembangan usaha PMC yang menghasilkan produk yang berdayasaing
tinggi.
![Page 97: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/97.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Asheghian, P. and B. Ebrahimi. 1990. International Business. Harper and Row, Publishers Inc., New York.
Astana, S. dan Z. M. Muttaqin. 2005. Daya Saing Ekspor Hasil Hutan Andalan Setempat. Jurnal Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 2(1): 27 -37.
Astana, S., Z. M. Muttaqin dan E. Rachman. 2005. Sistem Tataniaga dan Ketergantungan Penduduk Lokal dan Ekonomi Lokal dan Ekonomi Daerah pada Hasil Hutan Andalan Setempat. Jurnal Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 2(1): 39-59.
Astana, S., Z. M. Muttaqin dan T.J. Yuhono. 2004. Keunggulan Komparatif Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Tanaman. Jurnal Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 1(1): 31-44.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Cengkeh. http://www.Litbang. Special/Komoditas/Files/00-Cengkeh.Pdf. Diakses: 14 September 2006.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional. 2004. Kajian Strategi Pengembangan Kawasan Dalam Rangka Mendukung Akselerasi Peningkatan Daya Saing Daerah. Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Jakarta.
Badan Pusat Statistik Propinsi Maluku. 2005. Maluku dalam Angka 2005/2006. Badan Pusat Statistik, Propinsi Maluku, Ambon.
Cho, S. D. dan C. H. Moon. 2003. From Adam Smith to Michael Porter : Evolusi Teori Daya Saing. Penerjemah : Erly Suandy. Salemba Emban Patria, Jakarta.
Darmawansyah, 2003. Maksimisasi Sektor Unggulan untuk Menunjang Peningkatan Penerimaan Daerah: Kasus Kabupaten Takalar. Jurnal Analisis, 1(1): 1-8.
David F. R. 2002. Manajemen Strategis: Konsep. Penerjemah: Widyantoro A. Prenhallindo, Jakarta.
Departemen Pertanian. 2004. Rencana Pembangunan Pertanian 2004. http://www.Deptan.go.id.Pdf. Diakses: 14 September 2006
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Maluku. 2004. Data Potensi Industri Kecil per Kabupaten di Provinsi Maluku Tahun 2004. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Provinsi Maluku, Ambon.
. 2005. Laporan Hasil Identifikasi Sumber Daya Alam dan Perkembangan Industri di Provinsi Maluku. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Provinsi Maluku, Ambon.
![Page 98: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/98.jpg)
81
Giatman, M. 2006. Ekonomi Teknik. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Gittinger, P. J. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Gray, C., P. Simanjuntak, K. L. Sabur, L. F. P. Maspaitella dan G. C. R. Varley. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid IV B. Penerjemah: Ketaren S. Universitas Indonesia, Jakarta.
Gumbira-Said, E. dan I. A. Harizt. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia – MMA IPB, Bogor.
Gumbira-Said, E., I. A. Harizt dan I. T. Saptono. 2003. Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Sabut Kelapa Nasional. Jurnal Manajemen Agribisnis, 1(1): 42– 54.
Hafsah, J. M. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jurnal Infokop, 20 (25) : 40-44.
Hobir dan Y. Nuryani. 2004. Plasma Nutfah Tanaman Atsiri. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Jurnal Perkembangan Teknologi TRO, 16(1): 17-26.
Ibrahim, Y. M. H. 1998. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta, Jakarta.
Joesron, S. T. 2001. Investment Project Feasibility dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah. Makalah Disampaikan pada: Seminar Sosialisasi Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa-Barat. Fakultas Ekonomi - Universitas Padjadjaran, April 2001.
Kadariah. 1985. Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Kardinan, A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi,
dan Kontrol. Prenhallindo, Jakarta.
Maartheen, N. 1998. Aspek Ekonomi Pengolahan Minyak Kayu Putih di Propinsi Maluku. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
MacTavish H. dan D. Harris. 2002. An Economic Study of Essential Oil Production in the UK: A Case Study Comparing Non-UK Lavender/ Lavandin Production and Peppermint/Spearmint Production with UK Production Techniques and Costs. Report to Government-Industry Forum on Non Food Uses of Crops DEFRA, London.
Nasendi, D.B. dan A. Anwar. 1985. Program Linier dan Variasinya. Gramedia,
Jakarta.
![Page 99: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/99.jpg)
82
Nurasa, T dan Supriatna. 2005. Analisis Pemasaran Komoditi Panili: Studi Kasus di Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal SOCA, 5(3): 277-282.
Pearson S., C. Gostsch dan S. Bahri. 2005. Aplikasi Policy Analysis Matrix pada Pertanian indonesia. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Porter, M. E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press,
A Division of Macmillan, Inc., New York.
Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Siregar, M. dan Sumaryanto. 2003. Analisis Daya Saing Usahatani Kedelai di DAS Brantas. Jurnal Agroekonomi, 21(1): 50-71.
Smallfield, B. 2001. Introducing to Growing Herb for Essential Oils, Medical and Culinary Purpose. Crop and Food Research (Broad Sheet) Number 45 March 2001. New Zealand Institute Crop and Food Research Ltd., A Crawn Research Institute, New Zealand.
Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon dan J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Supriatna, A., N. Rambitan, D. Sumangat dan N. Nurdjannah. 2004. Analisis Sistem Perencanaan Model Pengembangan Agroindustri Minyak Daun Cengkeh: Studi Kasus di Sulawesi Utara. Buletin TRO, 15(1): 1-18.
Tarigan R. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta.
Umar H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis: Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
![Page 100: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/100.jpg)
LAMPIRAN
![Page 101: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/101.jpg)
84
Lampiran 1. Peta Provinsi Maluku
Lokasi Penelitian
![Page 102: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/102.jpg)
85
Lampiran 2. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nontainless) Komponen Penerimaan dan Biaya Tahun
(Rp.juta) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Penerimaan 0.00 11.55 12.36 12.85 13.34 13.84 16.20 17.33 18.02 18.71 19.41 2 Total Biaya 2.27 9.97 10.67 11.75 12.21 14.73 13.98 15.40 16.01 17.64 18.33
Biaya Investasi 2.27 0.00 0.00 0.34 0.00 1.66 0.00 0.44 0.00 0.51 0.00 Biaya Operasional 0.00 7.87 8.42 9.01 9.64 10.32 11.04 11.81 12.64 13.52 14.47 Biaya Pemasaran 0.00 2.10 2.25 2.40 2.57 2.75 2.95 3.15 3.37 3.61 3.86
3 Keuntungan Bersih -2.27 1.58 1.69 1.09 1.13 -0.88 2.22 1.93 2.01 1.07 1.08 4 Discount Factor (13.5) 1.00 0.88 0.78 0.68 0.60 0.53 0.47 0.41 0.36 0.32 0.28 5 PV Revenue (Penerimaan) 0.00 10.18 9.59 8.79 8.04 7.35 7.58 7.14 6.54 5.99 5.47 6 PV Cost (Biaya) 2.27 8.78 8.28 8.04 7.36 7.82 6.54 6.35 5.81 5.64 5.17 7 PV Net Benefit -2.27 1.39 1.31 0.75 0.68 -0.47 1.04 0.79 0.73 0.34 0.31 8 NPV Kumulatif -2.27 -0.88 0.44 1.18 1.86 1.39 2.43 3.22 3.95 4.30 4.60 9 NPV 4.60
10 Internal Rate of Return (IRR) 41.25% 11 Benefit Cost Ratio (BCR) 2.68 12 Pay Back Period (PBP) 1.63 Tahun Catatan: Jenis alat suling non stainlees Steel kapasitas, sistem bagi hasil Kapasitas Alat Suling 100 kg per produksi, dengan nilai @ Rp. 0.97 juta per unit Kapasitas Olah 12 Ton per Tahun Bahan baku (gagang + daun + ranting) Rendemen = 0.035, Berwarna hitam Frekwensi Produksi = 120 kali/tahun
Lampiran 3. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainless) Komponen Penerimaan dan Biaya Tahun
(Rp.juta) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Penerimaan 0.00 4.41 4.72 5.05 5.40 5.78 6.01 6.24 6.47 6.71 6.95 2 Total Biaya 1.81 2.80 2.99 3.39 3.42 3.88 3.92 4.44 4.49 5.09 5.14
Biaya Investasi 1.81 0.00 0.00 0.19 0.00 0.22 0.00 0.25 0.00 0.28 0.00 Biaya Operasional 0.00 2.17 2.32 2.48 2.65 2.84 3.04 3.25 3.48 3.72 3.98 Biaya Pemasaran 0.00 0.63 0.67 0.72 0.77 0.83 0.88 0.95 1.01 1.08 1.16
3 Keuntungan Bersih -1.81 1.62 1.73 1.66 1.98 1.90 2.09 1.80 1.99 1.63 1.81 4 Discount Factor (13.5) 1.00 0.88 0.78 0.68 0.60 0.53 0.47 0.41 0.36 0.32 0.28 5 PV Revenue (Penerimaan) 0.00 3.89 3.66 3.45 3.26 3.07 2.81 2.57 2.35 2.15 1.96 6 PV Cost (Biaya) 1.81 2.46 2.32 2.32 2.06 2.06 1.83 1.83 1.63 1.63 1.45 7 PV Net Benefit -1.81 1.42 1.34 1.14 1.19 1.01 0.98 0.74 0.72 0.52 0.51 8 NPV Kumulatif -1.81 -0.38 0.96 2.09 3.29 4.30 5.27 6.01 6.74 7.26 7.77 9 NPV 7.77
10 Internal Rate of Return (IRR) 70.74% 11 Benefit Cost Ratio (BCR) 5.30 12 Pay Back Period (PBP) 1.28 Tahun Catatan: Lokasi Desa Rumakay, Latu dan Hualoy Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat Jenis alat suling stainlees steel, merupakan bantuan Dinas Deperindag Kabupaten Seram Bagian Barat Kapasitas Alat Suling 30 kg per produksi, dengan nilai @ Rp. 1.14 juta per unit Kapasitas Olah 3.6 Ton per Tahun Bahan baku (gagang + daun + ranting) Rendemen = 0.035, Berwarna jernih agak kekuningan Frekwensi Produksi =120 kali/tahun
![Page 103: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/103.jpg)
86
Lampiran 4. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainless) Komponen Penerimaan dan Biaya Tahun
(Rp.juta) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Penerimaan 0.00 5.88 6.29 6.73 7.20 7.71 8.01 8.32 8.63 8.95 9.27 2 Total Biaya 2.06 3.31 3.54 3.97 4.05 4.55 4.64 5.21 5.31 5.96 6.08
Biaya Investasi 2.06 0.00 0.00 0.19 0.00 0.22 0.00 0.25 0.00 0.28 0.00 Biaya Operasional 0.00 2.47 2.64 2.82 3.02 3.23 3.46 3.70 3.96 4.24 4.53 Biaya Pemasaran 0.00 0.84 0.90 0.96 1.03 1.10 1.18 1.26 1.35 1.44 1.54
3 Keuntungan Bersih -2.06 2.58 2.76 2.76 3.15 3.16 3.38 3.11 3.33 2.99 3.19 4 Discount Factor (13.5) 1.00 0.88 0.78 0.68 0.60 0.53 0.47 0.41 0.36 0.32 0.28 5 PV Revenue (Penerimaan) 0.00 5.18 4.88 4.60 4.34 4.09 3.75 3.43 3.13 2.86 2.61 6 PV Cost (Biaya) 2.06 2.91 2.75 2.72 2.44 2.41 2.17 2.15 1.93 1.91 1.71 7 PV Net Benefit -2.06 2.27 2.14 1.89 1.90 1.68 1.58 1.28 1.21 0.96 0.90 8 NPV Kumulatif -2.06 0.21 2.35 4.24 6.14 7.82 9.40 10.68 11.89 12.84 13.74 9 NPV 13.74
10 Internal Rate of Return (IRR) 103.32% 11 Benefit Cost Ratio (BCR) 7.69 12 Pay Back Period (PBP) 0.91 Tahun Catatan: Lokasi Desa Buria, Nuruwe dan Taniwel Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat Jenis alat suling stainlees Steel kapasitas, merupakan bantuan Dinas Deperindag Kabupaten Seram Bagian Barat Kapasitas Alat Suling 40 kg per produksi, dengan nilai @ Rp. 1.39 juta per unit Kapasitas Olah 4.8 ton per Tahun Bahan baku (gagang + daun + ranting) Rendemen = 0.035, Berwarna jernih agak kekuningan Frekwensi Produksi = 120 kali/tahun (6 bulan)
Lampiran 5. Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainless) Komponen Penerimaan dan Biaya Tahun
(Rp.juta) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Penerimaan 0.00 14.70 15.73 16.83 18.01 19.27 20.03 20.80 21.58 23.09 23.94 2 Total Biaya 3.93 8.77 9.38 10.23 10.74 11.71 12.30 13.41 14.08 15.35 16.12
Biaya Investasi 3.93 0.00 0.00 0.19 0.00 0.22 0.00 0.25 0.00 0.28 0.00 Biaya Operasional 0.00 6.67 7.14 7.64 8.17 8.74 9.36 10.01 10.71 11.46 12.26 Biaya Pemasaran 0.00 2.10 2.25 2.40 2.57 2.75 2.95 3.15 3.37 3.61 3.86
3 Keuntungan Bersih -3.93 5.93 6.35 6.60 7.26 7.56 7.73 7.39 7.50 7.74 7.81 4 Discount Factor (13.5) 1.00 0.88 0.78 0.68 0.60 0.53 0.47 0.41 0.36 0.32 0.28 5 PV Revenue (Penerimaan) 0.00 12.95 12.21 11.51 10.85 10.23 9.37 8.57 7.84 7.39 6.75 6 PV Cost (Biaya) 3.93 7.73 7.28 7.00 6.47 6.22 5.75 5.53 5.11 4.91 4.54 7 PV Net Benefit -3.93 5.22 4.93 4.51 4.38 4.01 3.61 3.05 2.72 2.48 2.20 8 NPV Kumulatif -3.93 1.30 6.23 10.74 15.12 19.13 22.74 25.79 28.51 30.99 33.19 9 NPV 33.19
10 Internal Rate of Return (IRR) 126.73% 11 Benefit Cost Ratio (BCR) 9.5 12 Pay Back Period (PBP) 0.75 Tahun Catatan: Lokasi Desa Tulehu dan Suli Kecamatan Salahutu, Desa Tamilow Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah Jenis alat suling stainlees Steel kapasitas, merupakan bantuan Dinas Deperindag Kabupaten Maluku Tengah Kapasitas Alat Suling 100 kg per produksi, dengan nilai @ Rp. 2.63 juta per unit Kapasitas Olah 12 Ton per Tahun Bahan baku (gagang + daun + ranting) Rendemen = 0.035, Berwarna jernih agak kekuningan Frekwensi Produksi = 120 kali/tahun
![Page 104: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/104.jpg)
87
Lampiran 6. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nontainless) Komponen Penerimaan dan Biaya Tahun
(Rp.juta) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Penerimaan 0.00 12.48 10.11 10.51 10.92 11.33 13.25 14.18 14.74 15.31 15.88 2 Total Biaya 1.00 8.34 8.93 9.54 10.19 10.88 11.70 12.52 13.37 14.29 15.26
Biaya Investasi 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Biaya Operasional 0.00 8.34 8.93 9.54 10.19 10.88 11.70 12.52 13.37 14.29 15.26 Bagi hasil 0.00 0.47 0.51 0.53 0.55 0.57 0.66 0.71 0.74 0.77 0.79
3 Keuntungan Bersih -1.00 1.11 1.19 0.97 0.73 0.44 1.55 1.66 1.37 1.02 0.62 4 Discount Factor (13.5) 1.00 0.88 0.78 0.68 0.60 0.53 0.47 0.41 0.36 0.32 0.28 5 PV Revenue (Penerimaan) 0.00 8.33 7.85 7.19 6.58 6.01 6.20 5.84 5.35 4.90 4.48 6 PV Cost (Biaya) 1.00 7.35 6.93 6.52 6.14 5.78 5.47 5.16 4.86 4.57 4.30 7 PV Net Benefit -1.00 0.98 0.92 0.67 0.44 0.24 0.73 0.68 0.50 0.33 0.18 8 NPV Kumulatif -1.00 -0.02 0.90 1.56 2.00 2.24 2.96 3.65 4.14 4.47 4.65 9 NPV 4.65
10 Internal Rate of Return (IRR) 83.2% 11 Benefit Cost Ratio (BCR) 8.9 12 Pay Back Period (PBP) 1.0 Tahun Catatan: *Jenis alat suling non stainlees Steel kapasitas, sistem bagi hasil Kapasitas Alat Suling 100 kg per produksi, dengan nilai @ Rp. 0.97 juta per unit Kapasitas Olah 12 Ton per Tahun Bahan baku (gagang + daun + ranting) Rendemen = 0.035, Berwarna hitam Frekwensi Produksi = 120 kali/tahun
Lampiran 7. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainless) Komponen Penerimaan dan Biaya Tahun
(Rp.juta) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Penerimaan 0.00 3.98 4.04 4.33 4.63 4.95 5.15 5.35 5.55 5.75 5.96 2 Total Biaya 0.67 2.77 2.92 3.27 3.25 3.65 3.64 4.10 4.08 4.60 4.58
Biaya Investasi 0.67 0.00 0.00 0.19 0.00 0.22 0.00 0.25 0.00 0.28 0.00 Biaya Operasional 0.00 2.77 2.92 3.08 3.25 3.44 3.64 3.85 4.08 4.32 4.58 Iuran Pokpen 0.00 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60 0.60
3 Keuntungan Bersih -0.67 1.02 1.13 1.06 1.38 1.30 1.51 1.25 1.47 1.15 1.38 4 Discount Factor (13.5) 1.00 0.88 0.78 0.68 0.60 0.53 0.47 0.41 0.36 0.32 0.28 5 PV Revenue (Penerimaan) 0.00 3.33 3.14 2.96 2.79 2.63 2.41 2.20 2.02 1.84 1.68 6 PV Cost (Biaya) 0.67 2.44 2.26 2.23 1.96 1.94 1.70 1.69 1.48 1.47 1.29 7 PV Net Benefit -0.67 0.89 0.88 0.73 0.83 0.69 0.71 0.52 0.53 0.37 0.39 8 NPV Kumulatif -0.67 0.23 1.10 1.83 2.66 3.35 4.06 4.58 5.11 5.48 5.87 9 NPV 5.87
10 Internal Rate of Return (IRR) 129.3% 11 Benefit Cost Ratio (BCR) 9.8 12 Pay Back Period (PBP) 0.7 Tahun Catatan: Lokasi Desa Rumakay, Latu dan Hualoy Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat Jenis alat suling stainlees steel, merupakan bantuan Dinas Deperindag Kabupaten Seram Bagian Barat Kapasitas Alat Suling 30 kg per produksi, dengan nilai @ Rp. 1.14 juta per unit Kapasitas Olah 3.6 Ton per Tahun Bahan baku (gagang + daun + ranting) Rendemen = 0.035, Berwarna jernih agak kekuningan Frekwensi Produksi =120 kali/tahun
![Page 105: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/105.jpg)
88
Lampiran 8. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainless) Komponen Penerimaan dan Biaya Tahun
(Rp.juta) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Penerimaan 0.00 5.49 5.39 5.77 6.17 6.61 7.07 7.56 8.09 8.66 9.27 2 Total Biaya 0.67 1.35 3.36 3.73 3.74 4.17 4.18 4.67 4.68 5.24 5.25
Biaya Investasi 0.67 0.00 0.00 0.19 0.00 0.22 0.00 0.25 0.00 0.28 0.00 Biaya Operasional 0.00 1.35 3.36 3.54 3.74 3.95 4.18 4.42 4.68 4.96 5.25 Iuran Pokpen 0.00 0.72 0.72 0.72 0.72 0.72 0.72 0.72 0.72 0.72 0.72
3 Keuntungan Bersih -0.67 3.69 2.04 2.04 2.43 2.44 2.89 2.90 3.41 3.42 4.01 4 Discount Factor (13.5) 1.00 0.88 0.78 0.68 0.60 0.53 0.47 0.41 0.36 0.32 0.28 5 PV Revenue (Penerimaan) 0.00 4.44 4.19 3.95 3.72 3.51 3.31 3.12 2.94 2.77 2.61 6 PV Cost (Biaya) 0.67 1.19 2.61 2.55 2.25 2.21 1.95 1.92 1.70 1.68 1.48 7 PV Net Benefit -0.67 3.25 1.58 1.39 1.47 1.29 1.35 1.19 1.24 1.09 1.13 8 NPV Kumulatif -0.67 2.59 4.17 5.56 7.03 8.32 9.68 10.87 12.11 13.20 14.33 9 NPV 14.33
10 Internal Rate of Return (IRR) 441.6% 11 Benefit Cost Ratio (BCR) 22.56 12 Pay Back Period (PBP) 0.1 Tahun Catatan: Lokasi Desa Buria, Nuruwe dan Taniwel Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat Jenis alat suling stainlees Steel kapasitas, merupakan bantuan Dinas Deperindag Kabupaten Seram Bagian Barat Kapasitas Alat Suling 40 kg per produksi, dengan nilai @ Rp. 1.39 juta per unit Kapasitas Olah 4.8 ton per Tahun Bahan baku (gagang + daun + ranting) Rendemen = 0.035, Berwarna jernih agak kekuningan Frekwensi Produksi = 120 kali/tahun (6 bulan)
Lampiran 9. Analisis Kelayakan Finansial Usaha PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainless) Komponen Penerimaan dan Biaya Tahun
(Rp.juta) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Penerimaan 0.00 13.68 13.48 14.43 15.44 16.52 17.67 18.91 20.23 21.65 23.16 2 Total Biaya 1.30 4.17 8.34 9.27 9.37 10.50 10.56 11.93 11.91 13.78 13.46
Biaya Investasi 1.30 0.00 0.00 0.43 0.00 0.56 0.00 0.72 0.00 1.12 0.00 Biaya Operasional 0.00 4.17 8.34 8.84 9.37 9.94 10.56 11.21 11.91 12.66 13.46 Iuran Pokpen 0.00 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20
3 Keuntungan Bersih -1.30 8.44 5.15 5.16 6.06 6.02 7.12 6.98 8.32 7.87 9.70 4 Discount Factor (13.5) 1.00 0.88 0.78 0.68 0.60 0.53 0.47 0.41 0.36 0.32 0.28 5 PV Revenue (Penerimaan) 0.00 11.10 10.47 9.87 9.30 8.77 8.27 7.79 7.35 6.93 6.53 6 PV Cost (Biaya) 1.30 3.67 6.47 6.34 5.65 5.57 4.94 4.91 4.32 4.41 3.79 7 PV Net Benefit -1.30 7.43 3.99 3.53 3.65 3.19 3.33 2.88 3.02 2.52 2.73 8 NPV Kumulatif -1.30 6.14 10.13 13.66 17.31 20.51 23.84 26.71 29.74 32.25 34.99 9 NPV 34.99
10 Internal Rate of Return (IRR) 530.9% 11 Benefit Cost Ratio (BCR) 28.0 12 Pay Back Period (PBP) 0.2 Tahun Catatan: Lokasi Desa Tulehu dan Suli Kecamatan Salahutu, Desa Tamilow Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah Jenis alat suling stainlees Steel kapasitas, merupakan bantuan Dinas Deperindag Kabupaten Maluku Tengah Kapasitas Alat Suling 100 kg per produksi, dengan nilai @ Rp. 2.63 juta per unit Kapasitas Olah 12 Ton per Tahun Bahan baku (gagang + daun + ranting) Rendemen = 0.035, Berwarna jernih agak kekuningan Frekwensi Produksi = 120 kali/tahun
![Page 106: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/106.jpg)
Lampiran 10. Nilai KURS Tengah Dollar terhadap Mata Uang Rupiah Tahun 1999 -2007 (Rp/US$)
Tahun No. Bulan 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
1 Januari 8 950 7 425 9 450 10 320 8 876 8 441 9 165 9 390 9 846 2 Februari 8 730 7 505 9 835 10 189 8 905 8 447 9 260 9 190 9 771 3 Maret 8 685 7 590 10 400 9 655 8 908 8 587 9 480 9 065 9 816 4 April 8 260 7 945 11 675 9 316 8 675 8 661 9 570 8 805 9 854 5 Mei 8 105 8 620 11 058 8 785 8 279 9 210 9 495 9 254 10 138 6 Juni 6 726 8 735 11 440 8 730 8 285 9 415 9 713 9 263 9 885 7 Juli 6 875 9 003 9 525 9 108 8 505 9 168 9 819 9 068 9 743 8 Agustus 7 565 8 290 8 865 8 867 8 535 9 328 9 985 9 098 9 511 9 September 8 386 8 780 9 675 9 015 8 389 9 170 10 290 9 215 9 795
10 Oktober 6 900 9 395 10 435 9 233 8 495 9 090 10 120 9 107 9 832 11 November 7 425 9 530 10 430 8 976 8 537 9 018 10 035 9 165 9 546 12 Desember 7 100 9 595 10 400 8 940 8 465 9 290 9 795 9 003 9 502
rata-rata 7 809 8 534 10 266 9 261 8 571 8 985 9 727 9 135 9 770 rata-rata nilai KURS tengah dollar terhadap mata uang rupiah tahun 2006 - 2007 9 453 Sumber : Bank Indonesia, 2007
89
![Page 107: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/107.jpg)
90
Lampiran 11. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nonstainless)
Komponen Penerimaan dan Biaya D T per kilogram minyak cengkeh Share (Rp./Kg) Share (US$/Kg)
1 Penerimaan (Rp./kg) 27500 2 Biaya (Rp./kg) 24791 Alat Suling(Rp./kg) 463 50% 232 50% 0.025 Bangunan (Rp./kg) 238 100% 238 0% 0.000 Peralatan lain(Rp./kg) 351 50% 176 50% 0.019 Bahan baku(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0.000 Bahan bakar(Rp./kg) 24 100% 24 0% 0.000 Biaya Lain(Rp./kg) 143 50% 71 50% 0.008 Tranportasi (Rp./kg) 5714 50% 2857 50% 0.302 Tenaga kerja(Rp./kg) 5714 100% 5714 0% 0.000 Bunga dan pengembalian pinjaman (Rp./kg) 0 100% 0 0% 0.000 Biaya Pemasaran(Rp./kg) 5000 50% 2500 50% 0.264 Total 18955 0.617 P(US$./kg) 2.91 BSD = D/(P-T) 8267.49 p (US$) 9453.00 k = BSD/p 0.87 Lampiran 12. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainless)
Komponen Penerimaan dan Biaya D T per kilogram minyak cengkeh Share (Rp./Kg) Share (US$/Kg)
1 Penerimaan (Rp./kg) 35000 2 Biaya (Rp./kg) 24139 Alat Suling(Rp./kg) 905 50% 452 50% 0.048 Bangunan (Rp./kg) 397 100% 397 0% 0.000 Peralatan lain(Rp./kg) 655 50% 327 50% 0.035 Bahan baku(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0.000 Bahan bakar(Rp./kg) 40 100% 40 0% 0.000 Biaya Lain(Rp./kg) 476 50% 238 50% 0.025 Tranportasi (Rp./kg) 0 50% 0 50% 0.000 Tenaga kerja(Rp./kg) 9524 100% 9524 0% 0.000 Bunga dan pengembalian pinjaman (Rp./kg) 0 100% 0 0% 0.000 Biaya Pemasaran(Rp./kg) 5000 50% 2500 50% 0.264 Total 20621 0.372 P(US$./kg) 3.83 BSD = D/(P-T) 5961.08 p (US$) 9453.00 k = BSD/p 0.63
![Page 108: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/108.jpg)
91
Lampiran 13. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainless)
Komponen Penerimaan dan Biaya D T per kilogram minyak cengkeh Share (Rp./Kg) Share (US$/Kg)
1 Penerimaan (Rp./kg) 35000 2 Biaya (Rp./kg) 21289 Alat Suling(Rp./kg) 827 50% 414 50% 0.044 Bangunan (Rp./kg) 298 100% 298 0% 0.000 Peralatan lain(Rp./kg) 491 50% 246 50% 0.026 Bahan baku(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0.000 Bahan bakar(Rp./kg) 30 100% 30 0% 0.000 Biaya Lain(Rp./kg) 357 50% 179 50% 0.019 Tranportasi (Rp./kg) 0 50% 0 50% 0.000 Tenaga kerja(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0.000 Bunga dan pengembalian pinjaman (Rp./kg) 0 100% 0 0% 0.000 Biaya Pemasaran(Rp./kg) 5000 50% 2500 50% 0.264 Total 17951 0.353 P(US$./kg) 3.70 BSD = D/(P-T) 5357.50 p (US$) 9453.00 k = BSD/p 0.57 Lampiran 14. Analisis Keunggulan Komparatif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainless)
Komponen Penerimaan dan Biaya D T per kilogram minyak cengkeh Share (Rp./Kg) Share (US$/Kg)
1 Penerimaan (Rp./kg) 35000 2 Biaya (Rp./kg) 22096 Alat Suling(Rp./kg) 626 50% 313 50% 0.033 Bangunan (Rp./kg) 238 100% 238 0% 0.000 Peralatan lain(Rp./kg) 351 50% 176 50% 0.019 Bahan baku(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0.000 Bahan bakar(Rp./kg) 24 100% 24 0% 0.000 Biaya Lain(Rp./kg) 143 50% 71 50% 0.008 Tranportasi (Rp./kg) 2857 50% 1429 50% 0.151 Tenaga kerja(Rp./kg) 5714 100% 5714 0% 0.000 Bunga dan pengembalian pinjaman (Rp./kg) 0 100% 0 0% 0.000 Biaya Pemasaran(Rp./kg) 5000 50% 2500 50% 0.264 Total 17608 0.475 P(US$./kg) 3.70 BSD = D/(P-T) 5453.24 p (US$) 9453.00 k = BSD/p 0.58
![Page 109: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/109.jpg)
92
Lampiran 15. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCns (KAS 100 Kilogram Jenis Nonstainless)
Komponen Penerimaan dan Biaya G I per kilogram minyak cengkeh Share (Rp./Kg) Share (Rp./Kg)
1 Penerimaan (Rp./kg) 22500 2 Biaya (Rp./kg) 19089 Alat Suling(Rp./kg) 0 50% 0 50% 0 Bangunan (Rp./kg) 238 100% 238 0% 0 Peralatan lain(Rp./kg) 0 50% 0 50% 0 Bahan baku(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0 Bahan bakar(Rp./kg) 24 100% 24 0% 0 Biaya Lain(Rp./kg) 143 50% 71 50% 71 Tranportasi 5714 50% 2857 50% 2857 Tenaga kerja(Rp./kg) 5714 100% 5714 0% 0 Bunga dan pengembalian pinjaman (Rp./kg) 113 50% 56 50% 56 Total 16104 2985 R (Rp./kg) 22500 PCR = G/(R - I) 0.83 Lampiran 16. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs1 (KAS 30 Kilogram Jenis Stainless)
Komponen Penerimaan dan Biaya G I per kilogram minyak cengkeh Share (Rp./Kg) Share (Rp./Kg)
1 Penerimaan (Rp./kg) 30000 2 Biaya (Rp./kg) 18710 Alat Suling(Rp./kg) 0 50% 0 50% 0 Bangunan (Rp./kg) 397 100% 397 0% 0 Peralatan lain(Rp./kg) 655 50% 327 50% 327 Bahan baku(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0 Bahan bakar(Rp./kg) 40 100% 40 0% 0 Biaya Lain(Rp./kg) 476 50% 238 50% 238 Tranportasi 0 50% 0 50% 0 Tenaga kerja(Rp./kg) 9524 100% 9524 0% 0 Bunga dan pengembalian pinjaman (Rp./kg) 476 50% 238 50% 238 Total 17907 804 R (Rp./kg) 30000 PCR = G/(R - I) 0.61
![Page 110: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/110.jpg)
93
Lampiran 17. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs2 (KAS 40 Kilogram Jenis Stainless)
Komponen Penerimaan dan Biaya G I per kilogram minyak cengkeh Share (Rp./Kg) Share (Rp./Kg)
1 Penerimaan (Rp./kg) 30000 2 Biaya (Rp./kg) 15890 Alat Suling(Rp./kg) 0 50% 0 50% 0 Bangunan (Rp./kg) 298 100% 298 0% 0 Peralatan lain(Rp./kg) 491 50% 246 50% 246 Bahan baku(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0 Bahan bakar(Rp./kg) 30 100% 30 0% 0 Biaya Lain(Rp./kg) 357 50% 179 50% 179 Tranportasi 0 50% 0 50% 0 Tenaga kerja(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0 Bunga dan pengembalian pinjaman (Rp./kg) 429 50% 214 50% 214 Total 15251 638 R (Rp./kg) 30000 PCR = G/(R - I) 0.52 Lampiran 18. Analisis Keunggulan Kompetitif Minyak Cengkeh Pada Usaha PMCs3 (KAS 100 Kilogram Jenis Stainless)
Komponen Penerimaan dan Biaya G I per kilogram minyak cengkeh Share (Rp./Kg) Share (Rp./Kg)
1 Penerimaan (Rp./kg) 30000 2 Biaya (Rp./kg) 16756 Alat Suling(Rp./kg) 0 50% 0 50% 0 Bangunan (Rp./kg) 238 100% 238 0% 0 Peralatan lain(Rp./kg) 351 50% 176 50% 176 Bahan baku(Rp./kg) 7143 100% 7143 0% 0 Bahan bakar(Rp./kg) 24 100% 24 0% 0 Biaya Lain(Rp./kg) 143 50% 71 50% 71 Tranportasi 2857 50% 1429 50% 1429 Tenaga kerja(Rp./kg) 5714 100% 5714 0% 0 Bunga dan pengembalian pinjaman (Rp./kg) 286 50% 143 50% 143 Total 14938 1818 R (Rp./kg) 30000 PCR = G/(R - I) 0.53
![Page 111: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/111.jpg)
90
Lampiran 19. Responden Penentu Faktor Strategis Internal-Eksternal Dalam Pengembangan Usaha PMC di Provinsi Maluku Renponde
n Nama Alamat Jabatan 1 Dr.Ir. Wardis Girsang Kompleks BTN Wayame No 45/ Dosen Fak. Pertanian Universitas Pattimura, Kepala Lab. Sosek, Kampus Faperta - Ambon Konsultan JICA & UNIDO Maluku
2 Dr.Ir. Max Pattinama Jln. Inatuni VII No.20/ Dosen Fak. Pertanian Universitas Pattimura Kampus Faperta - Ambon Konsultan JICA & UNIDO Maluku
3 Ir. Shelly Pattipeiluhu, Msi Jln. Sultan Hairun No 1/ Dosen Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura
Kampus Faperik - Ambon Program Officer Economy JICA Maluku 4 Abdullah Sialana Spi Jln. Wolter Mongonsidi No 2 Passo -Ambon Manager UNIDO
Jln. Kebun Cengkeh Kompleks BTN Kanawa Batumerah - Ambon
Anggota Badan Pengembangan sagu dan minyak nabati Pemda Propinsi Maluku
5 Suryadi, S.Sos Jln. BTN Kebun Cengkeh Blok A/34 Batumerah/ Kasie Program dan Pendataan Dinas Pertanian Propinsi Maluku Jln WR. Supratman Tanah Tinggi - Ambon
6 Mientje Lewa, S.Sos Jln. Kebun Cengkeh Kantor Baristand -Ambon Penyulih Madya Baristand Maluku 7 Hasan Latarissa S.Sos Desa Sohoku RT/RW: 13/05 Amahai Malteng Kasie Perindustian dan Iklim Usaha Kabupaten Malteng 8 Saad Sanusi Desa Tamilow Pengusaha AMC 9 Seblun Tiwery, SH Jln. Dr. Malaiholo SK 55/33 Air Salobar - Ambon Konsultan Manajemen Program Pengembangan Kecamatan Kabupaten Seram Bagian Barat
94
![Page 112: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/112.jpg)
91
Lampiran 20. Rekapitulasi Penentuan Faktor Kekuatan dan Kelemahan Internal
Responden Faktor Internal (Vertikal) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Keputusan
A Ketersediaan (kelimpahan) bahan baku 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 S B Sifat Bahan baku dan tofografi daerah -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -9 W C Sumberdaya Manusia 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -3 W D Sosial budaya masyarakat -1 1 1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -3 W E Dukungan Non pribumi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 S F Modal Usaha 1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -5 W G Tingkat Keuntungan Usaha 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 S H Ketersediaan infrastruktur 1 1 1 -1 1 1 -1 -1 -1 1 S I Kebijakan Pemerintah Daerah -1 1 1 -1 -1 -1 -1 1 -1 -3 W J Kelembagaan -1 -1 1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -7 W
Lampiran 21. Rekapitulasi Penentuan Faktor Peluang dan Ancaman Eksternal
Responden Jumlah Faktor Eksternal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Keputusan
A Potensi Pasar non lokal 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 O B Kesempatan bermitra 1 -1 1 1 1 1 1 1 -1 5 O C Fluktuasi harga produk 1 1 -1 -1 -1 1 -1 1 -1 -1 T D Produk sejenis dari daerah lain -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -9 T E Politik dan Keamanan -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -9 T F Ketersediaan teknologi 1 1 1 -1 -1 1 1 1 -1 3 O
G Tingkat suku bunga turun dan skim kredit UKM tersedia 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 O
H Standar mutu dan kuantitas hasil -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -9 T 95
![Page 113: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/113.jpg)
96
Lampiran 22. Bagan Proses Penyulingan Minyak Cengkeh `
Penyiapan Bahan Baku: Daun, Gagang, ranting
Uap Air + Minyak cengkeh
Penyulingan/Destilation
Bahan Bakar
Air distilat/ Distilated water
Minyak
Kondensasi /Condensation
Limbah
Pengeringan
Air/Water
Pemurnian/Refening
Minyak cengkeh
Bahan Baku
Bahan Bakar
Pupuk
![Page 114: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/114.jpg)
97
Lampiran 23. Model Matematis dan Hasil Analisis Optimalisasi Keuntungan Usaha PMCs (KAS Jenis Stainless Steel) dengan Sofware LINDO
Max: Tujuan memaksimalkan keuntungan 0.777X11+0.777X12+0.777X13+0.777X14+0.777X15+0.777X16+ 1.374X21+1.374X22+1.374X23+1.374X24+1.374X25+1.374X26+ 3.319X31+3.319X32+3.319X33+3.319X34+3.319X35+3.319X36 St: Kendala Ketersediaan Bahan baku 3.6X11+4.8X21+12X31<900 3.6X12+4.8X22+12X32<13725 3.6X13+4.8X23+12X33<5796 3.6X14+4.8X24+12X34<3777 3.6X15+4.8X25+12X35<13143 3.6X16+4.8X26+12X36<954 Kendala Biaya Investasi 1.45X11+1.95X21+3.15X31<51.17 1.091X12+1.591X22+2.63X32<322.04 1.06X13+1.56X23+2.587X33<214.67 1.14X14+1.64X24+2.69X34<193.46 1.14X15+1.64X25+2.69X35<266.48 1.05X16+1.55X26+2.573X36<77.17 Kendala Target Produksi 0.1206X11+0.1206X12+0.1206X13+0.1206X14+0.1206X15+ 0.1206X16+0.1608X21+0.1608X22+0.1608X23+0.1608X24+ 0.1608X25+0.1608X26+0.402X31+0.402X32+0.402X33+ 0.402X34+0.402X35+0.402X36<480 END GIN X11 GIN X12 GIN X13 GIN X14 GIN X15 GIN X16 GIN X21 GIN X22 GIN X23 GIN X24 GIN X25 GIN X26 GIN X31 GIN X32 GIN X33 GIN X34 GIN X35 GIN X36
![Page 115: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/115.jpg)
98
LAST INTEGER SOLUTION IS THE BEST FOUND RE-INSTALLING BEST SOLUTION... OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) 1396.100 VARIABLE VALUE REDUCED COST X11 0.000000 -0.777000 X12 1.000000 -0.777000 X13 2.000000 -0.777000 X14 2.000000 -0.777000 X15 0.000000 -0.777000 X16 2.000000 -0.777000 X21 0.000000 -1.374000 X22 0.000000 -1.374000 X23 0.000000 -1.374000 X24 0.000000 -1.374000 X25 0.000000 -1.374000 X26 0.000000 -1.374000 X31 16.000000 -3.319000 X32 122.000000 -3.319000 X33 82.000000 -3.319000 X34 71.000000 -3.319000 X35 99.000000 -3.319000 X36 29.000000 -3.319000 ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 708.000000 0.000000 3) 12257.400391 0.000000 4) 4804.799805 0.000000 5) 2917.800049 0.000000 6) 11955.000000 0.000000 7) 598.799988 0.000000 8) 0.769998 0.000000 9) 0.088986 0.000000 10) 0.416009 0.000000 11) 0.189996 0.000000 12) 0.169994 0.000000 13) 0.453001 0.000000 14) 310.717804 0.000000 NO. ITERATIONS= 631 BRANCHES= 298 DETERM.= 1.000E 0
![Page 116: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/116.jpg)
99
Lampiran 24. Rekapitulasi Perhitungan Bobot Faktor Internal
Responden Faktor Internal (Vertikal) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah Bobot
A Ketersediaan bahan baku 0.11 0.11 0.11 0.08 0.09 0.08 0.09 0.08 0.09 0.84 0.09
B Sifat Bahan baku dan topografi daerah 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.11 0.12 0.09 0.98 0.11
C Sumberdaya Manusia 0.09 0.11 0.12 0.08 0.10 0.08 0.09 0.09 0.09 0.86 0.10
D Sosial budaya masyarakat 0.09 0.09 0.11 0.11 0.11 0.11 0.09 0.09 0.09 0.89 0.10
E Dukungan Non pribumi 0.10 0.09 0.11 0.13 0.13 0.14 0.14 0.14 0.13 1.13 0.13
F Modal usaha 0.11 0.09 0.07 0.09 0.08 0.08 0.07 0.08 0.09 0.77 0.09
G Tingkat Keuntungan Usaha 0.08 0.05 0.08 0.07 0.07 0.09 0.09 0.07 0.07 0.66 0.07
H ketersediaan infrastruktur 0.08 0.11 0.09 0.11 0.09 0.11 0.10 0.09 0.12 0.91 0.10
I Kebijakan Pemerintah Daerah 0.10 0.10 0.07 0.09 0.09 0.08 0.09 0.10 0.11 0.83 0.09
J Kelembagaan 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.12 0.12 0.12 0.12 1.13 0.13
Total 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 9.00 1.00
99
![Page 117: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/117.jpg)
90
Lampiran 25. Rekapitulasi Peringkat Faktor Kekuatan dan Kelemahan Internal
Responden Faktor Internal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Median
Kekuatan A Ketersediaan bahan baku 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 B Dukungan Non pribumi 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 C Tingkat Keuntungan Usaha 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 D ketersediaan infrastruktur 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Kelemahan E Sifat Bahan baku dan tofografi daerah 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 F Sumberdaya Manusia 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 G Sosial budaya masyarakat 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 H Modal Usaha 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 I Kebijakan Pemerintah Daerah 1 1 1 1 2 2 2 2 1 1
M Kelembagaan 1 1 1 2 2 1 2 2 1 1
100
![Page 118: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/118.jpg)
90
Lampiran 26. Rekapitulasi Perhitungan Bobot Faktor Eksternal
Responden Faktor Eksternal (Vertikal) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah Bobot
A Potensi Pasar non lokal 0.13 0.12 0.12 0.09 0.10 0.12 0.11 0.11 0.12 0.99 0.11 B Kesempatan bermitra 0.14 0.14 0.14 0.16 0.15 0.15 0.15 0.14 0.15 1.34 0.15 C Fluktuasi harga produk 0.13 0.12 0.12 0.12 0.13 0.11 0.12 0.13 0.10 1.05 0.12 D Produk sejenis dari daerah lain 0.15 0.16 0.16 0.16 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 1.53 0.17 E Politik dan Keamanan 0.07 0.07 0.07 0.06 0.06 0.08 0.06 0.06 0.06 0.61 0.07 F Ketersediaan teknologi 0.14 0.14 0.14 0.14 0.15 0.14 0.15 0.14 0.13 1.29 0.14 G Tingkat suku bunga turun dan skim kredit UKM tersedia 0.11 0.12 0.11 0.13 0.12 0.11 0.12 0.12 0.13 1.05 0.12 H Standar mutu dan kuantitas hasil 0.13 0.13 0.14 0.13 0.12 0.12 0.12 0.12 0.13 1.13 0.13 Total 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 9.00 1.00 Lampiran 27. Rekapitulasi Peringkat Faktor Peluang dan Ancaman Eksternal
Responden Faktor Eksternal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Median
Peluang A Potensi pasar 2 4 4 4 4 4 4 3 3 4 B Kesempatan bermitra 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 C Ketersediaan Teknologi 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 D Tingkat suku bunga turun dan skim kredit UKM tersedia 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2
Ancaman E Fluktuasi harga produk 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 F Produk sejenis dari lain daerah 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 G Politik dan Keamanan (Opini) 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 H Standar mutu dan kuantitas produk 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1
101
![Page 119: cengkeh](https://reader033.vdokumen.com/reader033/viewer/2022051401/55cf9deb550346d033afd9c6/html5/thumbnails/119.jpg)
102