catatan

14
Kronika

Upload: simon-soge

Post on 16-Mar-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Catatan seputar paskah 2012

TRANSCRIPT

Page 1: Catatan

KronikaKronika

Page 2: Catatan

2 | P a g e

Dari Bele keWaiburak

ari Jumad agung kini. Ikut ibadat jalan salib pagidari Bele ke Waiburak. Ibadat digelar denganprosesi yang dimulai dari lapangan kapela Bele,

dengan perarakan dan dramatisasi jalan salib menujuWaiburak, dekat kuburan umum Waiwerang.Dramatisasi tersebut dilaksanakan oleh umat, dantampaknya dikoordinir oleh sejumlah anggota OMKparoki.

Masuk kantor, yap, tetap masuk kantor pagi-pagi, setelah rekap laporan dari operator mesin, langsungmenuju ke Bele dengan roda dua. Pakaian kerja melekatdi badan, juga, sepatu bengkel.

H

Page 3: Catatan

3 | P a g e

Tempat acara jalan salib sebenarnya belum sayatahu pasti, tetapi saya kan bisa mengikuti saja orang-orang yang tampaknya menuju ke sana. Memang, dijalan, akan segera tampak orang yang menuju lokasi.Saya mengikuti saja tanpa bertanya-tanya, meski jalankeluar masuk lorong-lorong di sekitar sini belum sayakenal baik.

Berbelok di Biara Susteran, (Biara tempat inipernah saya datangi, salah saatu kegiatan pernah sayaikuti selama tiga hari di tempat ini), lalu ada jalanberbelok ke kanan. Di sana terdapat lapangan luas.

Di pengumuman missa kamis putih semalammemang sudah dikatakan bahwa kegiatannya dimulai dikapela, tetapi tampaknya bahwa bangunan kapela belumada, hanya ada tanah kosong luas yang mungkindipersiapkan untuk pembangunan kapela nantinya. Sayatiba di sana terlalu pagi, dan memang menurutpenyampaian bahwa acara dimuali pada jam tujuh.Ternyata umat masih sedikit. Bersabar sekitar satu jam,umat pun mulai berdatangan dan memadati lokasi.Begitu pula pengamanan dari polisi disiapkan di tempatitu pula.

Sebelum ibadat dimulai, para pemeran terlebihdahulu mendapat berkat pengutusan dari pastor. Barisanpemeran jalan salib ini adalah deretan orang denganjumlah yang lumayan banyak. Terdiri dari Yesus, paramurid, serdadu, imam kepala, pilatus, rakyat, wanita-wanita (mereka terdiri dari ibu-ibu, yang mungkin

Page 4: Catatan

4 | P a g e

berlatih khusus untuk meratap sungguhan di sejumlahperhentian).

Dramatisasi dimulai dari taman saitun.Persiapan sound system memungkinkan dramatisasidilakukan dengan panggung yang sangat luas, karenamike yang dipakai adalah mike wireless kecil yangdicantolkan di badan pemeran masing-masing. Panggungluas itu terdiri dari taman zaitun hingga rumah imamkepala.

Perhentian-perhentian berlangsung sepanjangjalan, dengan pemeran ikut berarak bersama-samadengan umat. Seperti pada acara minggu palmakemarin, sound system memang diletakkan di gerobakdan dibawa bersama-sama dalam perarakan. Toa,amplifier, dan juga daya dari baterai basah adalah paketyang berada di dalam gerobak itu.

Dari taman getsemani di lapangan, perarakandimulai menuju perhentian pertama, yaitu di rumahPilatus. Selanjutnya Yesus terus diarak menujuperhentian terakhir, yaitu bukit Golgota. Sejumlahperhentian mengambil satu tempat. Misalnya perhentianpertama dan kedua, mengambil tempat di rumah Pilatus.Sementara perhentian sepuluh sampai empat belas punberlangsung di satu tempat, yaitu di lokasi terakhir, bukitGolgota, dekat kuburan umum Waiburak. Sejumlahperhentian lain berlangsung sepanjang perjalanan itu.

Boleh jadi, bahwa orang mengira terjadikedukaan betulan, karena pada perhentian di mana para

Page 5: Catatan

5 | P a g e

wanita menangisi Yesus, dan suara mereka yang miriptangis meratapi jenasah itu dipancarkan juga melaluipengeras suara.

Ke Wurehelepas dari jalan salib pagi, langsung menuju kekampung. Rencananya memang mau keLarantuka, tetapi terlambat karena katanya perahu

yang bertolak malam ke Larantuka tidak ada. Padahalseperti biasanya, perahu dari Tanah Merah ke Pante Palomelayani hingga malam.

Jadi, rencana diubah. Saya akan ikut prosesi diWureh, ya. Di wureh. Prosesi di Larantuka pernah sayaikuti, paling tidak sudah tiga kali ini, sementara prosesiWureh belum pernah saya ikuti. Yah, tak apa, mesti ikutdi Wureh.

Saya berangkat agak malam. Beberapa orangmemang ingin menemani, tetapi tak tampak batanghidung mereka ketika saya berangkat. Yap, berangkatsendirian saja.

Sepeda motor saya geber ke kampung sebelah.Mengingat, bahwa siang tadi hujan deras di kampung,maka saya juga mesti tahu keadaan, apakah jalan ke sanananti bisa dilalui kendaraan.

Oh, tidak bisa. Jalan masih basah, sebagianbadan jalan memang dari tanah dan tidak bisa dilului

S

Page 6: Catatan

6 | P a g e

kendaraan karena sangat licin. Saya tidak bisa melaluijalan dari kampung kami langsung ke Waiwadan. Jadi,saya disarankan warga untuk lewat jalan lain yang jugacukup sulit medannya. Mudatonu.

Jalanan itu ternyata tak kurang berlumpur juga,sepanjang beberapa kilometer, karena hujan deras siangtadi. Di tengah jalan, wah, tanah licin menyebabkan banbelakang terpeleset. Itu hanya terletak sekitar satukilometer keluar kampung. Tak tanggung, saya langsungtebanting ke sisi kanan jalan.

Tetapi saya lumayan sigap mengatur posisijatuh untuk tidak menyebabkan pakaian saya kotor. Danmemang, pakaian saya tetap bersih, baju putih dengancelana kain. Tak apa. Tapi, saya lebih terkejut lagi,karena di belakang saya ternyata ada seorang gadis kecilyang menguntit.

Kemungkinan, ia akan ke kampung sebelah,yang jaraknya sekitar dua kilometer melintasi hutan-hutan kebun yang gelap. Tetapi karena kemalaman, jadiia menyusul saja kendaraan saya yang memang adanyala lampunya. Memang di langit ada bulan yangatampak samar di balik awan, tetapi ia juga barangkalibutuh seorang teman perjalanan.

Ini barangkali keputusannya yang sulit, iamengekor di belakang kendaraan saya, dengan berlarikecil. Langkah larinya pun saya tidak dengar karenabunyi deru kendaraan. Tetapi saya rasa bahwa kendaraan

Page 7: Catatan

7 | P a g e

pun tidak saya pacu begitu kencang karena jalanan yanglicin itu, sehingga ia bisa menyusul dengan mudah.

Si gadis seumuran SD kelas enam, ataumungkin SMP kelas satu. Sempat bercakap sebentar,tetapi memang ia tidak begitu saya kenal. Yah, meskikami barangkali sekampung, eh maksudnya, sama-samaorang Lamawolo, tetapi anak-anak dengan umur sepertidia tidak begitu saya kenal muka mereka satu per satu.Saya hanyamaklum bahwaia barangkalimemangpendudukkampungsebelah,dusuntetanggakami, DusunLamawolo II.

Saya tawarkan tumpangan, tapi memang inijuga tak mungkin karena saya belum begitu bisamembonceng orang, juga dengan jalanan licin ini. Iajuga tentu saja menolak dalam kondisi seperti itu,menyaksikan bahwa jalanan tak cukup baik dilaluidengan roda dua ini.

Saya sendiri memacu kendaraan hingga ketanah kering. Di sana ada perkerasan jalan dengan batu,barulah dia mau naik membonceng. Ia turun di cabang

Page 8: Catatan

8 | P a g e

jalan menuju kampungnya, sebuah kampung kecil dipinggiran Desa.

Sendirian lagi, berteman bulan di atas sana.Tiba di Mudatonu, wah, ada sebatang kayu, pohonkemiri, yang tumbang melintang di jalan. Pohontumbang ini pastinya adalah hasil kerja dari badai Luayang melintas baru-baru bulan Maret.

Harus ada usaha tambahan. Saya toh tidak bisaberbalik arah dan membatalkan rencana saya. Entahkenapa, tak terpikirkan sama sekali bahwa ada jalanalternatif, eh sebetulnya lorong kecil, yang bisa dilaluiuntuk menghindari halangan ini. Tapi memang jalan inimelewati tepian kampung, dan juga berhutan, saya takmemikirkan sama sekali tentang lorong itu. Jadi, setelahmembuka baju dan sepatu, juga menyingsingkan celana,saya lalu mengangkat sepeda motor untuk melewatibagian atas batang pohon itu. Tekad saya sudah bulat,sudah sejauh ini untuk pergi prosesi, tak mungkinkembali hanya karena ha.angan pohon besar melintangdi tengah jalan. Akhirnya berhasil juga, meski cukupkepayahan mengangkat beban berat itu sendirian, dibawah cahaya bulan.

Meluncur menuju Wureh. Tiba di sana,memang sudah malam, tetapi tak tampak banyak orang.Barangkali saya termasuk seratus orang pertama di sana.Tiba di gereja, wah, orang masih kurang dari lima puluhorang. Anak-anak membunyikan matraka tanpa putus.Memang, matraka ini juga memandu para pesiarah untuk

Page 9: Catatan

9 | P a g e

menemukan lokasi gereja. Tanpa bunyui ini, sayatadinya tentu akan bertanya-tanya, di mana lokasikapela di mana perarakan akan dimulai. Langsungmasuk ke dalam gereja dan duduk.

Salah seorang memang mengenal saya, selainitu, yah, kami dianggap saja pesirah. Jadi memang takmesti jadi orang yang dikenal. Tak seperti di kampung,kan cuma umat stasi di situ, yang sudah saling kenal.Sedangkan ini adalah tempat dimana para pesiarah ikutmenjadi peserta. Masuk, duduk di dalam, dan jadi orangasing di sana.

Ibadat dimulai dengan nyanyian ratapan.Dimulai dengan solo dari tiga orang, lalu koor darikonfreria membawakan ratapan nabi Yeremia, ratapanyang sama ini berlangsung pada hari rabu trewa aliasrabu ratapan, di mana dirayakan Yesus meratapi kotayerusalem. Perayaan rabu trewa ini ternyata memanghanya berlangsung di keuskupan Larantuka. Dulu, ketikadi kupang, saya barusan m,enyadari bahwa di tempatlain, perayaan Rabu Ratapan tidak dikenal dalam tradisigereja mereka.

Tak bawa ponsel, jadi tak tahu jam berapaibadat dimulai. Hanya yang saya tahu, perarakan diakhiripada jam satu dinihari.

Banyak yang ikut perarakan tersebut. Sejumlahorang yang tampak sebagai pesiarah dari luar, jugabeberapa kendaraan angkutan umum dari Desa Koli,yap, sejumlah besar pesiarah tampak berasal dari sana.

Page 10: Catatan

10 | P a g e

Ada juga beberapa yang saya kenal, diantaranya, abang Us, dia dari Kokotobo dan jadi guru diTanjung Bunga, juga oom Bob, guru di Koli, asal dariAdonara Timur, keduanya adalah teman satu atap diKupang waktu sama-sama tinggal di asrama Undana.Mereka hanya tampak di barisan, jadi tidak bisamengajak ngobrol sebentar. Dari kampung saya,Lamawolo, hanya tampak ada dua orang.

Perjalanan prosesi barangklali melewati tujuharmida, tujuh perhentian prosesi, dengan masing-masingarmida menggambarkan dua perhentian jalan salib yangdiukir di tembok dan dipasang di lorong-lorong jalur –prosesi.

Prosiesi sendiri berlangsung mengelilingikampung, demikian mereka menyebutnya. Tetapitampaknya bahwa prosesi tersebut hanya melewati jalurkeliling perkampungan tua, yaitu hanya di seputarankapela. Jadi, kampung dengan perumahan yang dibangunbaru-baru tampaknya terletak di luar jalur prosesitersebut.

Di sana ada satu gereja besar dengan dua kapelakecil, barangkali milik suku-suku prosesi tersebut.Kapela kecil tersebut, di Larantuka dikenal dengan tori,adalah milik suku-suku tertentu, mereka mendirikannyasendiri, di luar kebiasaan katolik di sekitar sini yanghanya mempunyai satu kapela di tiap stasi, yaitu disetiap kampung. Juga, bangunan kapela itu tampak kecilsaja, seukuran kapela lingkungan kalau di Larantuka.

Page 11: Catatan

11 | P a g e

Dari Wureh, langusng menuju kampung malam-malam itu, sekitar pukul dua dinihari.

Sabtu santo tidur sepanjang siang, sempat kekebun untuk bersihkan pohon keladi dan juga tanampagar, lalu malamnya ada ibadat malam Paskah. Kecewaberat tidak ikut misa malam Paskah, setahu saya upacaraini paling meriah sepanjang tahun liturgi. Di kampungdigelar ibadat saja, tanpa imam. Lokasi misa sendirimasih cukup jauh. Saya rencananya ke sana dengan rodadua, tetapi seseorang yang menggunakan kendaraan initidak langsung pulang malam itu.

Minggu pagi, meluncur ke klibang, tempatperayaan dipusatkan. Ikut, koor, yah, saya sempat latihandua kali, hari Jumad sore kemarin saya ikut rombongankoor di waibreno, dan sabtu petang di lewohele.Tampaknya lagunya tak begitu sulit, eh saya memangdiajak khusus (bangga nih hehe) oleh pelatih koor darikampung. Rombongan koor ikut dari kendaraan rodaempat. Kendaraan itu berputar dua kali, sekali untukmengangkut sebagian umat.

Memang, dari dulu saya selalu ikut koor. DiLarantuka pun demikian, mengingat-ingat nih, paskahtahun lalu saya memang ikut koor misa paskah di SanJuan Lebao. Misa pagi. Itu tahun lalu.

Jadi, tidak kesulitan tempat duduk untuk misapaskah pagi ini. kapela penuh sesak orang. Tenda yangdibikin ukurannya hampir dua kali ukuran kapela puntidak muat, umat masih bertebaran tanpa atap di atas

Page 12: Catatan

12 | P a g e

kepala mereka.memang, ibadat di paroki tahun ini hanyaberlangsung di dua titik di paroki kami. Titik pertama,untuk tiga wilayah, kokotobo, lite, dan horowuraberlangsung di lite, sementara wilayah baya, lewobeledan nubalema berlangsung di stasi klibang.

Mana pangan lokalkita?

elepas ibadat ada duduk-duduk di bawah tenda,dengan suguhan kue tart. Saya langsung kaget!Mana pangan lokal kita?

Sebenarnya, saya menunggu bagaimana kalausuguhan pada siang hari itu adalah makanan olahan yangdiambil saja dari pangan sehari-hari warga.

Memang, tahun sebelumnya, bahkan untuk aksipuasa tahun lalu untuk keuskupan Larantuka, dimajukantentang pangan lokal. Diharapkan dengan itu, panganlokal makin akrab di lidah kita. Tetapi siang ini, di sini,bahan dasar untuk suguhan acara masih dari terigu.Mungkin bentuk protes, dan memang lidah saya pun takbegitu cocok dengan terigu itu, saya tak sentuh suguhanitu meski agak dipaksa oleh pelayan-pelayan cantik dariKlibang.

Memang, sehari-harinya di kampungbelakangan ini, kegitan-kegiatan, yang biasanya berbasis

S

Page 13: Catatan

13 | P a g e

kegerejaan selalu menyuguhkan makanan olahan lokal.Di stasi Lamawolo, bila ada kegiatan minum-minumbersama seluruh umat, biasanya disuguhkan panganolahan dari ubi-ubian, beras merah, jagung, dan lainnya.Itu saya lihat pada perayaan natal tahun lalu.

Saya juga pernah ikut kegiatan seminar di Lite,juga sekitar tahun lalu di aula pastoran. Makanannya dariubi keladi dengan kelapa parut. Tak kalah enak hehe.Padahal yang hadir pada kegiatan seminar itu termasukdua orang doktor, satu doktor hukum orang asli sini,sementara satunya doktor teknik (orang terakhir initentunya yang membuat saya mesti susah-susah ke Lite).Keduanya dari kampus di Jawa sana.

Begitu pula kalau berkunjung ke rumah-rumah,mulai terbiasa menemukan makanan olahan darikampung sini. Pisang, misalnya jika direbus saja begitu,lebih dibuat menarik dengan mengirisnya kecil-kecil danditaburi kelapa dengan beberapa penyedap lain. Lidahmana yang menolak suguhan ini?

Acara diakhiri dengan sole. Wah, asyik nih.Pasti jadi bahan cerita yang bagus untuk Nela, temanblog saya yang lagi kuliah di Belanda. Kalau ada hariraya, dia sering tanya ada sole nya atau tidak. Natalkemarin, dia tanya juga ada tidak solenya. Tapi karenakerja keesokan harinya, sole natal kemarin tidak sempatsaya hadiri. Barangkali pulang belakangan, karenakendaraan sudah cabut semuanya. Pulang dari sole,langsung meluncur ke waiwerang.

Page 14: Catatan

14 | P a g e