case sirosis hepatis
DESCRIPTION
caseeTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan
kanker). Diseluruh dunia sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. 1
Sirosis merupakan akhir dari perubahan patologis dari berbagai penyakit
hati. Sirosis hati adalah suatu keadaan patologi yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran
ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular.1
Sering terjadi antara temuan histologis dan gambaran klinis tidak sesuai.
Beberapa pasien sirosis asimptomatis dengan tingkat harapan hidup yang
tinggi. Sementara pasien lain mengalami berbagai macam gejala yang berat
dari penyakit hati tahap akhir dan memiliki tingkat survival yang terbatas.
Tanda dan gejala yang didapatkan dapat berasal dari penurunan fungsi sintesis
hepar (ex. Koagulopati), penurunan kemampuan detoksifikasi hati (ex, hepatic
encephalopathy), atau hipertensi porta (ex, perdarahan varises). 3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi 1
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif. Sirosis secara histologis
didefinisikan sebagai proses hepatic yang difus yang ditandai dengan fibrosis
dan konversi/perubahan arsitektur hati yang normal menjadi struktur nodul-
nodul regenerative yang abnormal. Nodul – nodul regenerasi ini dapat
berukuran kecil (mikronoduler) atau besar (makronoduler). Gambaran ini
terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang reticulum kolaps
disertai deposit jaringan vascular dan regenerasi nodularis parenkim hati.
2.2 Epidemiologi1,2
Di Negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskular dan
kanker). Diseluruh dunia sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab
kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Keseluruhan insidensi sirosis
di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian
besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di
Indonesia, data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan dari beberapa
pusat pendidikan saja.
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki daripada
perempuan sekitar 1,6 : 1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan
umur 30 tahun – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
2.3 Klasifikasi1,4
Klasifikasi sirosis dikelompokkan berdasarkan morfologi, Sherlock
membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk
berukuran < 3 mm.
2
2. Makronodular yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk
berukuran > 3 mm.
3. Campuran yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul –
nodul yang terbentuk ada yang berukuran < 3 mm da nada yang berukuran
> 3 mm.
Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas :
1. sirosis hepatis kompensata (latent cirrhosis hepar)
pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala – gejala yang nyata.
Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. sirosis hepatis dekompensata (active cirrhosis hepar)
pada stadium ini biasanya gejala – gejala sudah jelas, misalnya : asites,
edema dan ikterus.
2.4 Etiologi 1,4
Di Negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering adalah akibat
alkoholik. Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B
maupun C. hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak
dari sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-
40%), dan penyebab yang tidak diketahui (10-20%). Adapun beberapa etiologi
dari sirosis hepatis antara lain:
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alcohol (alcoholic cirrhosis)
3. Kelainan metabolic:
a. hemokromatosis (kelebihan beban besi)
b. penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. Defisiensi Alpha 1-antitripsin
d. Glikonosis type-IV
e. Galaktosemia
f. Tirosinemia
4. Kolestasis
5. Gangguan imunitas
3
6. Toksin dan obat-obatan (contoh : metotrexat, amiodaron, INH, dan lain-
lain)
7. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)
8. Kriptogenik
9. Sumbatan saluran vena hepatica
2.5 Patofisiologi 1,4
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas, terjadi
kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jarigan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya
berbeda, gambaran histologis sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa
dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang
lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai
ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal
demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.
Tahap berikutnya terjadi peradangan dari sirosis pada sel duktules, sinusoid
retikuloendotel, terjadi Abrogenesis dan septa aktif Jaringan kolagen berubah
dari reversibel menjadi ireversibel bila telah tertbentuk septa permanen yang
aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung
etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis daerah portal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis
daerah sentral. Sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan
monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak
memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septa aktif ini berasal dari daerah
porta menyebar ke parenkim hati.
Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut :
a. Tipe I : lokasi daerah sentral.
b. Tipe II : sinusoid.
4
c. Tipe III : jaringan retikulin.
d. Tipe IV : membran basal.
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen
tersebut. Pada sirosis, pembentukan jaringan kolagen dirangsang oleh
nekrosis hepatoselular, juga asidosis laktat merupakan faktor perangsang.
2.6 Diagnosis Klinis
2.6.1. Gambaran klinik 2,3,4
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang
ditemukan pada waktu pasien melakkan pemeriksaan kesehatan rutin
atau karena kelainan penyakit lain.
Gejala awal sirosis hepatis meliputi :
Perasaan mudah lelah dan lemah
Selera makan berkurang
Perasaan perut kembung
Mual
Berat badan menurun
Pada laki – laki dapat timbul impotensi, testis mengecil,
ginekomastia, dan hilangnya dorongan seksualitas.
Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala – gejala lebih menonjol
terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi porta,
meliputi :
Hilangna rambut badan
Gangguan tidur
Demam tidak begitu tinggi
Adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epstaksis, gangguan siklus haid, icterus dengan air kemih yang
berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,
bingung, agitasi, sampai koma.
5
Kegagalan parenkim hati memperlihatkan gejala klinis berupa:
Ikterus
Asites
Edema perifer
Kecenderungan perdarahan
Eritema palmaris
Spidernavi
Fetor hepatikum
Ensefalopati hepatic
Sedangkan gambaran klinis yang berkaitan dengan hipertensi
portal antara lain :
Varises esophagus dan lambung
Splenomegaly
Perubahan sum-sum tulang
Caput medusa
Asites
Collateral veinhemorrhoid
Kelainan sel darah tepi (anemia, leukopenia, dan
trombositopenia)
2.6.2. Laboratorium 4,5
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartate
aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat
transferase) atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi
tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat dibandingkan ALT.
Namun, bla enzim ini normal, tidak mengenyampingkan adanya
sirosis.
b. Alkali fosfatase (ALP) meningkat kurang dari 2-3 kali batas
normal atas. Konsntrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien
kolangitis sclerosis primer dan sirosis bilier primer.
c. Gamma glutamil Transpeptidase (GGT) meningkat sama dengan
ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik ,
konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat menginduksi
6
microsomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.
d. Bilirubin konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata
dan menigkat pad sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari
pintasan, antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan
limfoid yang selanjutnya menginduksi immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memenajang karena disfungsi sintesis faktor
koagulan akibat sirosis.
g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkandengan ketidak mampuan ekskresi air bebas akibat dari
tingginya ADH dan aldosterone.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibta splenomegaly kongestif
berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hipersplenisme.
2.6.3. Pemeriksaan penunjang 4
Radiologi : barium meal untuk melihat varises sebagai
konfirmasi adanya hipertensi porta
USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan,
serta untuk melihat adanya asites, splenomegaly. Thrombosis
vena porta, pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk
adanya kasinoma hati pada pasien sirosis hepatis.
Pemeriksaan asites dengan melakukan pungsi asites. Bosa
dijumpai tanda-tanda infeksi, sel tumor, perdarahan dan eksudat,
kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amylase dan lipase.
2.7 Penatalaksanaan 1,2,,3
1. penatalaksanaan sirosis kompensata
bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :
a. menghentikan pengunaan alcohol dan bahan atau obat yang
bersifat hepatotoksik.
7
b. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat
menghambat kolagenik.
c. Pada hepatitis autoimun, bisa diberika steroid atau imunosupresan.
d. Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai
konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai dengan
kebutuhan.
e. Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis.
f. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudine merupakan terapi
utama. Lamivudin diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3
mIU, 3x1 minggu selama 4 – 6 bulan.
g. Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupaka terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan
dengan dosis 5 mIU, 3x1 minggu, dan dikombinasikan ribavirin
800 – 1000 mg/hari selama 6 bulan.
2. penatalaksanaan sirosis dekompensata
a. Asites
Tirah baring
Diet rendah garam. Sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.
Diuretic. Spirolakton 100-200 mg/hari respon diuretic bisa
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari (tanpa
edem kaki) atau 1 kg/hari (dengan edem kaki). Jika pemberian
spirolakton tidak adekuat, dapat dikombinasikan dengan
furosemide 20 – 40 mg/hari (dosis max 160 mg/hari)
Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti
dengan pemberian albumin.
b. peritonitis bacterial spontan
diberikan antibiotic golongan cephalosporin generasi III seperti
cefotaxime secara parenteral selama lima hari atau quinolone
secara oral. Mengingat rekurennya tinggi maka untuk profilaksis
dapat diberikan norfloxacin (400 mg/hari) selama 2 – 3 minggu.
8
c. varises esophagus
- sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat
penyekat beta (propranolol)
- waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan
skleroterapi atau ligase endoskopi.
d. ensefalopati hepatic
- laktulosa untuk mengeluarkan ammonia
- neomisin untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia
- diet rendah protein 0,5gram/kgbb/hari terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang.
e. sindrom hepatorenal
sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR.
Oleh karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat
perhatian utama berupa hindari pemakaian diuretic agresif,
parasentesis asites, dan retriksi cairan yang berlebihan.
2.8 Komplikasi 4
a. hipertensi porta
b. Asites
c. Peritonitis bacterial spontan
d. Varises esophagus dan hemoroid
e. Ensefalopati hepatic
f. Sindroma hepatorenal
9
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal masuk: 22 Juni 2014
Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran sejak 2 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Penurunan kesadaran sejak dua hari yang lalu, awalnya pasien tampak
letih-letih, mengantuk dan sulit diajak berbicara.
- Pasien tidak mau makan sejak 1 minggu yang lalu
- Penurunan nafsu makan sejak 1 bulan yang lalu, porsi 1/3 makan dari
biasa
- Demam sejak 2 bulan yang lalu, demam tidak tinggi, tidak menggigil, dan
tidak berkeringat banyak. Demam dirasakan hilang timbul.
- Batuk sejak 2 bulan yang lalu, batuk berdahak, warna kuning, tidak
berdarah.
- Sesak napas tidak ada
- Mata kuning sejak 3 bulan yang lalu
- BAK seperti teh pekat sejak 3 bulan yang lalu
- Riwayat BAB hitam ada 3 bulan yang lalu, namun sekarang tidak ada
- Penurunan berat badan sejak 3 bulan yang lalu, penurunan ± 10 kg
- Perut membuncit sejak 6 bulan yang lalu, perut semakin membuncit sejak
1 bulan yang lalu. Nyeri perut sejak 6 bulan yang lalu yang hilang timbul
- Pasien sudah dikenal menderita sirosis hepatis dengan hepatoma saat di
USG Abdomen dan telah mengalami metastase ke paru-paru sewaktu
dirawat di Bangsal Penyakit Dalam bulan April 2014
10
- Pasien telah dilakukan pemeriksaan BTA I,II, III dengan hasil negatif
- Riwayat transfusi tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat Diabetes Melitus tidak ada
- Riwayat minum obat selama 6 bulan tidak ada
- Riwayat sakit kuning tidak ada
- Riwayat maag tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan penyakit seperti ini
Riwayat pekerjaan sosial, Kebiasaan, dan Ekonomi
- Pasien bekerja sebagai pedagang keliling, dengan satu orang istri, 4 orang
anak
- Riwayat merokok sebanyak 2 bungkus/ hari selama ± 30 tahun
- Riwayat minum alkohol tidak ada
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : Stupor
Kesan sakit : Sakit buruk
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37,10 C
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 38 kg
Kepala
Normocephal
Rambut
11
Hitam beruban, tidak mudah dicabut
Mata
Konjungtiva : anemis
Sklera : ikterik
Telinga
Tidak ada kelainan
Hidung
Tidak ada kelainan
Mulut
Caries dentis (+)
Kelenjar getah bening
Tidak ada pembesaran KGB
Leher
- JVP : 5 - 2 cmH2O
- Pembesaran tiroid tidak ada
- Deviasi trakea tidak ada
Kulit
Turgor kulit kembali lambat, ikterik (+), spider naevi (+) , vena kolateral
(+)
Dada
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris.
Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi: bronkovesikuler, Rh +/+ basah halus nyaring di kedua basal
paru , Wh -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas kiri jantung : 1 jari medial LMCS RIC V
12
batas kanan jantung : LSD
batas atas jantung : RIC II
Auskultasi : irama jantung teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : perut tampak membuncit, vena kolateral (+)
Palpasi : hepar teraba 8 jari bac, 6 jari bpx pinggir tumpul,
permukaan berbenjol-benjol, konsistensi keras ,nyeri
tekan (+),
Lien S2
Perkusi : timpani, shifting dullness (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung
Nyeri ketok dan tekan CVA sulit dinilai
Alat Kelamin
Tidak diperiksa
Anus
RT cokelat
Ekstremitas
Akral hangat, perfusi baik
Flapping tremor (-)
Udem (+) di kedua pedis
Refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Waktu Masuk
Darah
Hb : 11,3 gr/dL
Leukosit : 24.100/µL
Ht : 32%
Trombosit: 260.000/mm3
Ureum / kreatinin : 171mg/dl3 / 0,9 mg/dl
APTT : 5,1 detik
PT : 14,8
13
INR : 1,2
AFP : > 400
Hbs Ag : +
Anti HCV : 0,18
GDS : 24 mg/dl
Analisa Gas Darah
pH : 7,43
pCO2 : 30 mmHg
pO2 : 84 mmHg
HCO3- : 19,9 mmol/L
BEecf : -4,4 mmol/L
Kimia Klinik
Natrium : 128 mmol/L
Kalium : 4,2 mmol/L
Kalsium : 8,2 mmol/L
NCT : 198 detik
Diagnosis
Hipoglikemia et causa low intake
Sirosis hepatis post nekrotik stadium dekompensata
Hepatoma dengan metastase ke paru
Bronkopneumonia duplex
Malnutrisi
Pengobatan
- Istirahat/ diet bebas 24 jam via NGT diet
- Lanjut IVFD aminofuchsin : triofuchsin 1:2
- Protokol hipoglikemia, cek GD/15 menit
- IVFD D10% 8 jam/kolf
- Inj Ceftriaxon 1 x 2 gr (iv)
- Ambroxol Syr 3 x cth II
- Curcuma 3 x 1
- Lactulac Syr 3 x CI
14
- Sistenol 3 x 1
Rencana Pemeriksaan
- Gastroskopi
- Cek faal hepar
- Analisa cairan asites
- USG Abdomen
- Rontgen Thoraks
- Kultur sputum
FOTO KLINIS PASIEN
15
16