case report session ulkus kornea 97-2003 doc
DESCRIPTION
mataTRANSCRIPT
Case Report Session
Ulkus Kornea
Oleh :
Dewi Oktavia 1010312058
Inez Amelinda 1010313029
Teddy Kurniawan 1010313018
Preseptor : dr. Sri Handayani Mega Putri, SpM(K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RSUP DR. M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015
0
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya, sehingga CRS yang berjudul Ulkus Kornea dapat kami selesaikan.
CRS ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai infeksi pada
kornea sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Terimakasih kami ucapkan kepada staf pengajar yang telah membimbing penulis selama
menjalani kepaniteraan klnik senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata, serta dr. Sri Handayani
Mega Putri, SpM(K) sebagai pembimbing dalam penulisan CRS ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CRS ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis sangat mengahrapkan segala kritik dan saran membangun demi perbaikan di
masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga CRS ini dapat memberi manfaat bagi kita semua di
masa mendatang.
Padang, 19 Januari 2015
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai lapisan stroma
akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan
oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk
ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau perifer. 1,2
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
gangguan penglihatan di seluruh dunia dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di
Indonesia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis
penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Penyebab ulkus kornea adalah
bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks, dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi
secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang
luas. 1,2
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak epitel kornea.
riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh karena benda asing, atau
akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh karena penggunaan lensa kontak.
Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang
dramatis terhadap angka kejadian ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa.
Sebagai tambahan, penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam
2
pengobatan penyakit mata penyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering ditemukan. .Perjalanan
penyakit ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut. 1,2
Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga
berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan laboratorium seperti mikroskopik
dan kultur sangat berguna untuk membantu membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur
dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH. 1,
1.2 Batasan Masalah
Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi,
gambaran klinis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari ulkus kornea.
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulisan mengenai ulkus kornea.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk pada
berbagai literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Gambar 1 .Anatomi Kornea3
Sumber : A.D.A.M. Student Atlas of Anatomy, 2008
Bola mata tidak sepenuhnya bulat; radius kurvatura kornea (8 mm) lebih kecil
dibandingkan dengan sclera (12 mm) sehingga membuat bentuk bola mata sedikit lonjong.
Kornea terletak di bagian tengah anterior bola mata. Kornea dewasa rata-rata mempunyai
diameter horizontal 12 mm dan diameter vertical 11 mm. Bagian perifer kornea lebih tebal
dibandingkan bagian sentral, dimana bagian perifer mempunyai ketebalan 1 mm dan bagian
sentral 0,5 mm. Limbus, yang membatasi kornea dan sclera, berwarna keabuan dan jernih.
4
Bagian kornea yang terekspos dengan dunia luar dilindungi oleh precorneal tear film, yang
terdiri dari 3 lapisan: superficial oily layer yang diproduksi oleh kelenjar meibom; middle
aqueous layer yang diproduksi oleh kelenjar lakrimal utama dan aksesori; dan deep mucin layer
yang berasal dari sel goblet konjungtiva. Peranan precorneal tear film ini sangat vital bagi fungsi
normal kornea. Selain untuk lubrikasi permukaan kornea dan konjungtiva, tear film juga
menyediakan oksigen dan nutrisi, serta mengandung immunoglobulin, lisosim, dan laktoferin. 4
Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah sela put bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.
Kornea ini disisipkan ke sklera dilimbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus
skleralis. Kornea memiliki diameter horizontal 11-12 mm dan berkurang menjadi 9-11 mm
secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di
tengah, sekitar 0,65 mm di tepi. Kornea memiliki tiga fungsi utama: 1,5
Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata prekornea.
Transmisi cahaya dengan minimal distorsi, penghamburan dan absorbsi.
Sebagai struktur penyokong dan proteksi bola mata tanpa mengganggu penampilan optikal.
Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas: 1
1. Epitel
- Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat
mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berkaitan erat dengan sel basal di
5
sampingnya dan sel polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden;
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membrana Bowman
- Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya,
pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-
kadang sampai 15 bulan. keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan
fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan
dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrana Descemet
- Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan
merupakan membran basalnya.
6
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
5. Endotel
- Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um. Endotel
melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Gambar 2. Lapisan Kornea6
Sumber: www.aafp.org
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membrana Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi
dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan.1
Kornea bersifat avaskuler, mendapat nutrisi secara difus dari humor aqous dan
dari tepi kapiler. Bagian sentral dari kornea menerima oksigen secara tidak langsung dari udara,
7
melalui oksigen yang larut dalam lapisan air mata, sedangkan bagian perifer menerima oksigen
secara difus dari pembuluh darah siliaris anterior. 1,7
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel
terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunyai
daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah
depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Transparansi kornea disebabkan oleh
strukturnya yang seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.5,7,8 Secara klinis, kornea dibagi
dalam beberapa zona yang mengelilingi dan menyatu satu dengan yang lain, seperti pada gambar
di bawah ini: 4
Gambar 3. Topografi dari kornea4
Sumber : American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009
2.2 Definisi dan Epidemiologi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.8
8
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya yaitu apakah
mikroorganisme, asupan makanan, trauma, kelainan yang disebabkan kongenital. Insidensi ulkus
kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-
kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan
pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan
kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan
selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas
tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi,
neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak
menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di
India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan
kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma
kornea.8
2.3 Etiologi1,9,4
Penyebab tukak kornea adalah bakteri, jamur, achantamoeba dan herpes simpleks.
bakteri :
streptokokus alfa hemolitik,
stafilokokus aureus,
moraxela likuefasiens
9
psedomonas aeruginosa,
nocardia asteroides,
alcaligenes sp.,
streptokokkus anaerobik,
streptokokkus betahemolitik,
enterobakter hanifae,
proteus sp,
stafilokkokus epidermidis
infeksi campuran :
o erogenes dan stafilokokus aureus
o moraxella sp dan stafilokokus aureus
o streptokokus alfa hemolitik dan stafilokokus aureus.
Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis
yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat
khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
10
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.
Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
11
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan
epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A
dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan
oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
12
Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
2.4 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak
ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan
gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 8
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear,
sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.4
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit 13
juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.7
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat
sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan
terjadinya sikatrik.8
2.5 Diagnosis4,10
Diagnosis dari ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi
dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma, benda asing dan abrasi pada
kornea, riwayat pernah terkena kerattis yang berulang, pemakaian lensa kontak, serta
penggunaan kortikosteroid yang merupakan presdiposisi infeksi virus dan jamur, serta gejala
klinis yang ada.
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus
14
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke
dalam media refrakta.
b. Slit lamp
Untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan slit lamp dan pencahayaan terang.
Harus diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Seringkali
iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada kornea. Hiperemis
didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea, daerah yang kasar
menandakan defek pada epitel.
c. Tes fluoresein.
Pada tes fluoresein defek epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna
hijau. Penggunaan pengecatan fluoresein yang berguna untuk mengetahui eksposure
stroma dari kornea dan terlihat hijau dapat membantu menentukan batas ulkus kornea
sekaligus dapat melihat detail epithelium di sekitarnya. Misalnya ulkus pada herpes
simpleks menunjukkan gambaran pola dendritik pada pengecatan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosa kausa dan juga penting untuk
pemilihan terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan. Melakukan swab pada kornea dan
melihatnya dengan mikroskop dengan pengecatan Gram maupun Giemsa dan preparasi
KOH dapat melihat adanya bakteri dan jamur dengan jelas. Kultur mikroba penting untuk
mengisolasi organisme penyebab pada beberapa kasus.
15
2.6 Klasifikasi
Ulkus kornea secara umum dibagi menjadi: 1
1. Ulkus kornea infeksi
Ulkus kornea bakteri
Ulkus kornea jamur
Ulkus kornea virus
Ulkus kornea Achantamoeba
2. Ulkus kornea non-infeksi
Ulkus Mooren
Ulkus dan infriltrat marginal
Keratokonjungtivitis fliktenular
A. ULKUS KORNEA BAKTERI
Keratitis bacterial merupakan penyebab utama ulkus kornea, dimana factor
predisposisinya termasuk pemakaian contact lens, trauma, bedah kornea, penyakit di
permukaan okuler, penyakit sistemik, dan konsumsi imunosupresan yang dapat mengganggu
mekanisme pertahanan dari permukaan okuler sehingga bakteri dapat menginvasi kornea.4
Epidemiologi
16
Diperkirakan 30.000 kasus keratitis mikroba ditemukan di USA; yang mana 10 dari
30 orang per 100.000 pemakai lensa kontak mendapat keratitis. Pada negara berkembang,
keratitis bacterial merupakan penyabab utama kebutaan, yang biasanya diakibatkan oleh
trauma okuler. 4,8
Etiologi
Keratitis bacterial dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme. Di USA,
mikroorganisme terbanyak yang menyebabkan keratitis bacterial adalah Staphylococcus dan
Pseudomonas. Sedangkan di negara berkembang, Streptococcus pneumoniae merupakan
penyebab utama.8
Patofisiologi
Keratitis bacterial terjadi bila mikroorganisme dapat mengalahkan pertahanan host.
Zat patogen akan melekat ke bagian pinggir kornea yang mengalami abrasi dan menghindari
mekanisme pembersihan oleh tear film.4 Gejala klinis yang ditemukan bervariasi tergantung
mikroorganisme penyebab:
- Ulkus kornea Staphylococcus: pada mikroorganisme ini sering ditemukan ulkus kornea
sentral, banyak diantaranya ada pada kornea yang biasa terkena kortikosteroid topical.
Ulkusnya disertasi hipopion dan sedikit infiltral pada kornea sekitar. Ulkus seringkali
superficial dan dasar ulkus terasa padat saat dikerok.
- Ulkus kornea Streptococcus pneumoniae: ulkus biasanya muncul 24-48 jam setelah
inokulasi pada kornea yang mengalami abrasi. Infeksi ini menimbulkan ulkus kelabu
17
dengan batas cukup tegas yang cenderung menyebar secara tidak teratur dan biasanya
disertai hipopion.
Gambar 4. Ulkus Kornea Streptococcus
Sumber: American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009
- Ulkus Kornea Pseudomonas: ulkus berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di tempat
epitel kornea yang retak. Ulkus dapat menyebar ke seluruh kornea dan mengakibatkan
perforasi dan infeksi intraocular yang berat. Infiltratnya mungkin berwarna kehijauan, hal
ini disebabkan oleh pigmen yang dihasilkan oleh Pseudomonas. Kasus ini biasanya
berhubungan dengan penggunaan lensa kontak dan mata terasa sangat nyeri.
18
Gambar 5 Ulkus Kornea Pseudomonas
Sumber: American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009
Gambar 6. Ulkus kornea bakteri 5,8
Sumber: Lange Gerhard K.Ophtalmology, 2005
KET: (a) Ulkus Kornea Pneumococcus
(b) Ulkus kornea Pseudomonas aeroginosa
(c) Ulkus kornea yang kecil yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus,
akibat penggunaan kontak lensa.
Pemeriksaan Laboratorium
Selain mengkultur infiltrat di kornea, kultur dari kontak lens beserta cairan
pembersihnya dan penyebab lain yang mungkin seperti bagian kelopak mata yang terinfeksi
juga dapat membantu dalam menemukan organisme penyebab ulkus kornea.4
19
(a) (b)
Tatalaksana
Antibiotik spektrum luas harus diberikan sebagai terapi inisial sebelum
mikroorganisme dapat diidentifikasi dengan kultur. Jika tipe bakteri telah teridentifikasi
dengan kultur, terapi lebih difokuskan dengan menggunakan antibiotik yang sesuai, dengan
catatan bahwa antibiotik spektrum luas tidak boleh dihentikan.8
Gambar 7. Terapi Ulkus Kornea BakterialSumber:
http://www.ophthalmologymanagement.com
B. ULKUS KORNEA JAMUR
Etiologi
20
Jamur merupakan flora normal pada ocular eksterna. Organisme yang sering
ditemukan adalah Aspergillus , Rhodotula, Candida, Penicillium, Cladosporium, dan
Alternaria. 8 Keratitis jamur biasanya terjadi apabila terjadi trauma pada kornea, yang sering
ditemukan pada petani yang menggunakan alat pemotong rumput serta alat pertanian lainnya
tanpa menggunakan pelindung pada mata.8
Selain itu, penggunaan kortikosteroid topical juga berdampak terhadap
bertambah buruknya keratitis jamur karena dapat mengaktivasi dan meingkatkan virulensi
dari jamur dengan menekan resistensi kornea terhadap infeksi. Sedangkan pada penggunaan
kortikosteroid sistemik, system imun cenderung ditekan sehingga memudahkan terjadinya
keratitis jamur. Pada kasus yang lebih sedikit juga ditemukan keratitis jamur yang
berhubungan dengan pemakaian kontak lens. 12
Patofisiologi
Jamur mendapatkan akses ke stroma kornea melalui defek pada epitel. Defek ini
dapat disebabkan oleh trauma ekstrernal. Saat mencapai stroma, jamur bermultiplikasi dan
menyebabkan nekrosis pada jaringan. Setelah cukup dalam mencapai stroma,perlahan jamur
akan melakukan penetrasi ke membrane Descemet. Pengobatan akan sulit dilakukan apabila
jamur sudah mencapai COA. 8
Gejala Klinis
Pasien dengan keratitis jamur cenderung muncul dengan gejala inflamasi yang ringan
selama periode inisial dibandingkan dengan pasien keratitis bakteri. Manifestasi dari
ulkusnya berupa infiltrate kelabu dengan batas ireguler yang halus. Terkadang juga
21
ditemukan infiltrate multifokal atau satelit. Perluasan infeksi jamur ke COA sering
ditemukan pada kasus dengan inflamasi COA yang progresif. Jamur juga dapat menginvasi
iris dan COP sehingga dapat terjadi glaucoma sudut tertutup akibat blok pupil. 12
Gambar 8. Ulkus Kornea Jamur; Fusarium solani
Sumber: American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap
kerokan kornea yang menunjukan adanya hifa. 12
Tatalaksana
Pasien dengan ulkus kornea jamur dapat diberi pengobatan berupa natamisin 5%.
Terapi ini paling banyak digunakan karena spesies Fusarium merupakan penyebab
terbanyak keratitis jamur. Pada keadaan keratitis jamur filamentosa yang parah, ketokonazol
22
oral (200-600 mg/hari) dapat digunakan sebagai terapi tambahan dan flukonazol oral (200-
400 mg/hari) untuk keratitis jamur ragi. Sedangkan itrakonazol oral mempunyai aktivitas
spectrum luas untuk seluruh jenis Aspergillus dan Candida. 4
C. ULKUS KORNEA VIRUS
a. Ulkus Kornea Herpes Zoster
Secara morfologi sama dengan penyakit herpes simpleks namun beda dari segi antigen
dan klinis. Zoster lebih sering menginfeksi pasien lanjut usia. Kerusakan mata akibat penyakit ini
dapat dikarenakan oleh dua hal yaitu invasi virus langsung dan inflamasi sekunder akibat
mekanisme autoimun. Risiko keterlibatan mata sebesar 15% dari total kasus herpes zoster,
meningkat bila dijumpai keterlibatan nervus eksternal nasal,keterlibatan nervus maksilaris, dan
peningkatan usia. Herpes zoster oftalmikus dibagi menjadi 3 fase yaitu: 13,14
1. Fase akut, ditandai dengan penyakit seperti influenza, demam, malaise, sakit kepala
hingga seminggu sebelum tanda kemerahan muncul, neuralgia preherpetik, kemerahan
pada kulit, timbulnya keratitis dalam beberapa hari setelah kemerahan itu muncul,
keratitis numular yang muncul sekitar 10 hari setelah kemerahan muncul, dan keratitis
disciform yang dapat terjadi setelah tiga minggu.14
2 Fase kronik, ditandai dengan keratitis numular selama berbulan-bulan, keratitis
disciform dengan jaringan parut, keratitis neutrofik yang dapat menyebabkan infeksi
bakteri sekunder dan keratitis plak mukus yang dapat timbul setelah bulan ketiga
hingga keenam. 14
23
3. Fase relapse, dapat dijumpai bahkan hingga sepuluh tahun setelah fase akut. Hal ini
dapat diakibatkan oleh penghentian tiba-tiba dari steroid topikal. Lesi yang paling
umum adalah episkleritis, skleritis, iritis, glaukoma, keratitis numular, disciform atau
plak mukus. Dendrit Herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang
lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.14
b. Ulkus Kornea Herpes simplex
Herpes Simplex Virus (HSV) adalah virus DNA yang hanya menginfeksi manusia, sekitar
90% dari populasi seropositif terhadap antibodi HSV-1, walaupun sebagian besar bersifat
subklinis. HSV-1 biasanya menginfeksi bagian di atas pinggang dan HSV-2 pada bagian bawah
pinggang. HSV-2 dapat ditransmisikan ke mata melalui sekret genital yang terinfeksi dan
persalinan pervaginam. Infeksi primer terjadi pada masa kanak- kanak muda melalui droplet atau
inokulasi langsung. Infeksi jenis ini jarang terjadi di awal kelahiran karena proteksi dari antibodi
si ibu.13,14 Tanda : vesikel pada kulit melibatkan alis dan area periorbital. Kondisi akut, unilateral,
konjungtivitis folikuler berhubungan dengan limphadenopathy preauriculer. Epitelial keratitis
dapat terjadi di segala usia, sakit ringan, mata berair dan penglihatan kabur.
Tanda yang muncul secara kronologis opaknya sel epitelial yang tersusun dalam coarse
punctate atau stellalte pattern, deskuamasi sentral yang menghasilkan lesi garis linear bercabang
(dendritik) dengan akhir terminal bulb, berkurangnya sensasi kornea, infiltrat pada anterior
stromal, perluasan sentrifugal progresif yang dapat menghasilkan konfigurasi amoeboid, dalam
masa pemulihan pada epitel dapat terjadi bentuk garis lurus yang persisten yang mencerminkan
24
arah dari sel pemulihan epitel. Bentuk dendrit Herpes simplex kecil, ulceratif ,jelas diwarnai
dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.7,14
Patofisiologi
Karena kornea terletak paling luar maka kornea dapat dengan mudah terpapar
mikroorganisme dan faktor lingkungan lainnya. Sebenarnya lapisan epitel kornea merupakan
barier utama terhadap paparan mikroorganisme namun jika epitel ini rusak maka stroma yang
avaskuler dan membran bowman akan mudah terjadi infeksi oleh berbagai macam organisme
seperti bakteri, amuba dan jamur. Apabila infeksi ini dibiarkan atau tidak mendapat pengobatan
yang tidak adekuat maka akan terjadi kematian jaringan kornea atau ulkus kornea.15
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan
bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 15,16
Karena kornea avaskular, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang,
seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear,
sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.15
25
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.6
Penyakit ini bersifat progresif, membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan
limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu melebar dan
mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan
daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan
sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.6,7
Manifestasi Klinis
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa gejala subjektif dan gejala
objektif. 16
Gejala subjektif dapat berupa : eritema pada kelopak mata dan konjungtiva, sekret
mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata berair, bintik putih pada
kornea sesuai lokasi ulkus, silau, nyeri. Infiltrat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika
ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.16
Gejala objektif dapat berupa : kekeruhan berwarna putih pada kornea, hilangnya sebagian
jaringan kornea dan adanya infiltrat, injeksi siliar, dan hipopion.5
26
Biasanya coccus Gram positif, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumoni akan
memberikan gambaran ulkus yang terbatas, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu
pada ulkus yang supuratif. Bila disebabkan Pseudomonas maka ulkus akan terlihat melebar
dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning hijau terlihat melekat pada permukaan ulkus. Bila
disebabkan jamur maka infiltrat akan berwarna abu-abu di keliling infiltrat halus di
sekitarnya.15,5
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan
riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi
bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.8,16
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion. 15,5
27
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti : ketajaman
penglihatan; tes refraksi; tes air mata; pemeriksaan slit-lamp; keratometri (pengukuran kornea);
respon reflek pupil; pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
Pemeriksaan Laboratorium
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan tepi
ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau giemsa. Lebih baik lagi
dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan
kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.15,16
2.7 TERAPI BEDAH PADA ULKUS KORNEA
1. FLAP KONJUNGTIVA
Merupakan prosedur yang efektif untuk menangani inflamasi dan penyakit kornea
structural ketika pengembalian penglihatan bukanlah suatu perhatian yang utama. Saat ini
telah jarang digunakan karena telah luasnya indikasi dari penetrating keratoplasty, antibiotic
yang lebih efektif, ketersediaan dari lensa kontak dan kemajuan dari manajemen penyakit
inflamasi kornea.
Prosedur ini tidak digunakan pada keratitis infeksi yang aktif atau perforasi kornea
karena sisa jaringan yang terinfeksi dapat berproliferasi di bawah flap.
Indikasi :
Ulserasi kronik dari epitel dan stromal yang steril seperti HSV keratitis,
keratokonjugtivitis sicca,dan lain-lain
28
Luka kornea yang tertutup tetapi tidak stabil
Bullous keratopathy pada pasien yang tidak bisa dilakukan PK
Penglihatan yang berkurang dan terbentuknya barrier terhadap masuknya obat
merupakan kelemahan dari prosedur ini. 1
2. KERATECTOMY SUPERFISIAL
Merupakan eksisi dari lapisan superficial dari kornea (epitel, lapisan Bowman, atau
stroma superficial)l tanpa penggantian jaringan.
Indikasi:
Pembuangan dari jaringan yang hiperplastik atau nekrosis
Eksisidari material asing di kornea
Eksisi jaringan corneal superfisial yang dysthropic1
3 . TRANSPLANTASI KORNEA
Adalah bedah penggantian dari kornea baik yang seluruhnya (Penetrating
Keratoplasty) ataupun bagian lamellar (Lamelar Keratoplasty).1
Penetrating keratoplasty merupakan penggantian kornea seutuhnya sedangkan
lamelar keratoplasty merupakan penggantian sebagian ketebalan kornea untuk mengganti
kornea anterior dengan tebal stroma yang bervariasi. PK mempunyai indikasi yang lebih
29
luas daripada LK dikarenakan LK tidak menggunakan penggantian endotel, hal inilah yang
menyebabkan PK masih digunakan sampai sekarang. Sementara itu LK mempunyai
beberapa keuntungan seperti rehabilitasi penglihatan yang lebih cepat, persyaratan yang
minimal untuk pendonor, mengurangi resiko penolakan graft serta mengurangi resiko masuk
ke dalam kamar anterior (mengurangi resiko terjadinya glaucoma, katarak, perdarahan,
endoftalmitis).1,2
Donor lebih muda lebih disukai untuk PK dan keratoplasti endothelial lamellar
karena terdapat hubungan langsung antara umur dengan kesehatan kornea dan jumlah
endotel. Sel endotel cepat mati, maka hendaknya segera dienukleasi setelah donor
meninggal dan dibekukan. Mata yang utuh sebaiknya segera dimanfaatkan dalam 48 jam
tapi sebaiknya dalam 24 jam.2
Untuk keratoplasti lamellar dan lamellar dalam, kornea dapat dibekukan, didehidrasi,
atau disimpan dalam lemari es selama berminggu-minggu karena sel endotel tidak penting
dalam prosedur ini.2
1. Penetrating Keratoplasty (PK)1
Indikasi :
Patologi dari stroma ataupun endothelial kornea
Komplikasi :
Terbukanya luka
Glaukoma
Endofthalmitis
30
Persisten epithelial defect
Rekurensi penyakit primer
Kegagalan graft primer
Penolakan graft
Astigmatisme kornea
Keuntungan :
Mengeliminasi masalah penglihatan terkait interface
Kerugian :
Sering terjadi refractive error
Post operatif astigmatism
Penyakit permukaan ocular
2. Descemet Stripping Automated Endothelial Keratoplasty (DSAEK)1
Indikasi :
Dysthrophy endotelial
Pseudophakic bullous keratoplasty
Sindrom ICE
Kegagalan graft kornea
Komplikasi :
Blok pupil
Dislokasi lentikula
31
Kegagalan graft primer
Keuntungan :
Rehabilitasi visual yang cepat
Kelengkungan kornea yang stabil
Kuatsecara structural
Mengeliminasi masalah penjahitan
Kerugian :
Subepitelial fibrosis
Epitel yang ireguler
Tingginya kemungkinan hilangnya sel endothelial
3. Superficial Anterior Lamellar Keratoplasty (SALK)1
Indikasi :
Dystrophy superficial dari stroma
Degenerasi Salzmann nodular
Parut/ trauma/ dermoid
Infeksi
Perforasi kornea
Komplikasi :
Kehilangan dari lenticular donor
Perforasi kornea
32
Keuntungan :
Rehabilitasi visual yang lebih cepat
Penjahitan yang minimal
Mengurangi resiko penolakan graft
Mengurangi resiko penetrasi kekamar anterior
Kerugian :
Permukaan yang ireguler
4. Deep Anterior Lamelar Keratoplasty (DALK)1
Indikasi :
Keratokonus
Infeksi
Dystrophy stroma kornea yang tak melibatkan endotel
Penipisan kornea
Corneal ectasia
Perforasi kornea
Komplikasi :
Penolakan graft
Inflamasi nekrosis dari graft
Keuntungan :
33
Kuat
Buka jahit yang lebih cepat
Lebih sedikit tergantung pada kortikosteroid topical
Persyaratan yang minimal untuk jaringan donor
Kerugian :
Permukaan ireguler
2.8 KOMPLIKASI
1. Iridosiklitis toksik.
2. Glaukoma sekunder. Ini terjadi karena eksudat fibrin menyumbat kamera okuli anterior.
3. Descemetokel. Beberapa ulkus disebabkan oleh virulensi organisme yang meluas secara
cepat ke membran descemet.
4. perforasi ulkus kornea.
5. Jaringan parut kornea. Ini biasanya hasil akhir dari penyembuhan ulkus kornea. Jaringan
parut menyebabkan gangguan penglihatan permanen mulai dari penglihatan yang kabur
hingga kebutaan total.
2.9 PROGNOSIS
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan, cepat lambatnya penyakit ini
ditangani, jenis mikroorganisme penyebab, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus
kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama karena jaringan kornea bersifat
34
avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pengobatan serta
timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
- Nama : Tn.A
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Usia : 55 tahun 11 bulan
- Alamat : Lubuk Pungguk Merangin, Jangkat, Jambi.
- Pekerjaan : Pensiunan
- Tanggal Pemeriksaan : 19 Januari 2015
35
Anamnesa
Keluhan Utama :
Mata kiri merah dan kabur sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Mata kiri merah dan kabur sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada 1 hari sebelum
itu, mata kiri terkena lentingan mesin gerinda ketika pasien sedang bekerja. Pasien
mengeluh tidak nyaman di mata lalu mata dicuci dengan air keran. Mata pasien masih
terasa kabur.
- Kemudian pasien berobat ke puskesmas, dibei obat makan dan salep mata (pasien tidak
mengetahui obatnya), namun pasien merasa tidak ada perbaikan, dan mata terasa semakin
kabur dan mengeluarkan nanah.
- Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien berobat ke RSUD di Dhamasraya, diberi
obat tetes Ulcori tiap jam, Levofloxacin tetes 6x1, obat makan gibrablok (ciprofloxacin)
2x1, obat pil hijau 2x2.
- Pasien mempunyai riwayat mencuci mata dengan air daun sirih
- Demam tidak ada
- Pasien lalu dirujuk ke RSUP dr M Djamil Padang
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
- Pasien tidak pernah operasi mata sebelumnya
36
- Pasien tidak menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini
Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan Umum : Baik
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi Nadi : 82x/menit
- Frekuensi Nafas : 20x/menit
- Suhu : Afebris
Status Generalisata :
Kulit : dalam batas normal
Thorax : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstremitas : dalam batas normal
Status Oftalmologis 19 Januari 2015
STATUS OFTALMIKU
S
OD OS
Visus tanpa koreksi
5/5 1/300
37
Visus dengan koreksi
- -
Refleks fundus + +menurun
Silia / supersilia
- Bulu mata tumbuh sejajar tersusun rapi ke arah luar.
- Alis cukup tebal dan tidak ada bagian yang rontok dan beruban.
- Bulu mata tumbuh sejajar tersusun rapi ke arah luar.
- Alis cukup tebal dan tidak ada bagian yang rontok dan beruban.
Palpebra superior
Edema (-) Edema (+)
Palpebra inferior
Edema (-) Edema (+)
Aparat lakrimalis
Lakrimasi normal Lakrimasi normal
Konjungtiva Tarsalis
Hiperemis (-), Papil (-), folikel
(-), sikatrik (-)
Hiperemis (+), Papil (-), folikel (-), sikatrik (-)
Konjungtiva Forniks
Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Konjungtiva Bulbii
Injeksi siliar (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (+)
Injeksi konjungtiva (+)
Sklera Warna Putih Warna putih
Kornea Bening Ulkus di parasentral superior medial ±2mm dari limbus, arah jam 10-11,
diameter 4 mm, Kedalaman 1/3 anterior stromal, infiltrat (+), sel satelit
(+)
Kamera Okuli Anterior
Cukup Dalam Cukup dalam
Iris Coklat Coklat
38
Pupil Refleks cahaya (+/+), diameter = 2-3 mm, bulat, letak sentral
Refleks cahaya (+/+), diameter =2- 3 mm, bulat, letak sentral
Lensa Bening Bening
Korpus vitreum
Bening Sulit Dinilai
Fundus : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Media Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil optikus
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Makula Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- aa/vv retina
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tekanan bulbus okuli
Normal palpasi Normal palpasi
Posisi bulbus okuli
Ortho Ortho
Gerakan bulbus okuli
Bebas Bebas
Gambar
39
Diagnosis Kerja :
Ulkus kornea parasentralis OS ec susp jamur
Diagnosis banding :
Ulkus kornea parasentralis OS ec susp bakteri
Anjuran Pemeriksaan :
1. Fluoresen kornea
2. Laboratorium
- Pewarnaan Gram (+) = PMN ≥ MN
- Pewarnaan Giemsa = PMN ≥ MN
3. Larutan KOH (+)
Pemeriksaan KOH dari kerokan kornea mata kiri, didapatkan hasil :
4. Kultur
40
Diagnosis :
Ulkus kornea parasentralis OS ec susp jamur
Rencana Terapi :
1. Levocin ed tiap jam
2. Solnazole ed tiap jam
3. SA 2x1 OS
4. Ciprofloxacin 2x500 mg
5. Itrakonazol 1x200 mg
BAB IV DISKUSI
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai lapisan stroma
akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan
oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk
ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau perifer.
Dari anamnesa pasien mengeluhkan mata kiri merah dan kabur sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pada 1 hari sebelum itu, mata kiri terkena lentingan mesin gerinda ketika
pasien sedang bekerja. Pasien berobat ke puskesmas, dibei obat makan dan salep mata , tidak ada
41
perbaikan, dan mata terasa semakin kabur dan mengeluarkan nanah. Riwayat mencuci mata
dengan air daun sirih (+). Pasien merupakan rujukan dari RSUD di Dhamasraya dan datang ke
bangsal mata untuk berobat pada tanggal 17 januari 2015.
Dari pemeriksaan fisik saat pasien di bangsal, pada mata kanan didapatkan visus 5/5,
pada mata kiri didapatkan visus 1/300, edema palpebra (+), konjungtiva hiperemis, injeksi
konjungtiva dan injeksi siliar (+). Pada kornea didapatkan Ulkus di parasentral superior medial ±
2 mm dari limbus, arah jam 10-11, diameter 4 mm, Kedalaman 1/3 anterior stromal, infiltrat (+),
sel satelit (+).
Pemeriksaan penunjang yang bias dilakukan adalah Fluoresen kornea, Laboratorium
Pewarnaan Gram atau giemsa, Larutan KOH (+), dan Kultur. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan didapatkan diagnosis pasien ini adalah
Ulkus kornea parasentralis OS ec susp jamur.
Terapi yang direncanakan selanjutnya pada pasien ini adalah Levocin ed tiap jam ,
Solnazole ed tiap jam, SA 2x1 OS, Ciprofloxacin 2x500 mg, dan Itrakonazol 1x200 mg.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17 th ed.
USA Appleton & Lange; 2008. p. 126-49
2. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Citied on
January 19th, 2015. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic 115.htm .
3. Olson, R Todd, Pawlina Woiciech. A.D.A.M Student Atlas of Anatomy. 2nd Edition. 2008.
Cambridge: New York.
4. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8, American
Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-9
5. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2005. New York: Thieme. P. 117-44.
43
6. Stephen A. Wilson, M.D and Allen Last, M.D. American Family Physician. University of
Pittsburgh Medical Center St. Margaret Family Practice Residency Program.
2005 Jul 1;70(1):123-128.
7. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eve P.
General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008. P.8-10
8. Ilyas, Sidarta. et al. Penuntun Ilmu Penyakit Mata FKUI Edisi ke-3. 2008. Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
9. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2. 2005. Penerbit Sagung
Seto: Jakarta.
10. Farouqui SZ, Central Sterile Cornea Ulceration. Citied on January, 19th, 2015. Available
from: www.emedicine.com .
11. James Mc Culley. Diagnosing dan Managing Corneal Infections. Citied on January 19 th
2015.Availablefrom:http://www.ophthalmologymanagement.com/articleviewer.aspx
?articleID=104385
12. Getry Sukmawati. 2011. Bahan Kuliah Kornea. FK Unand: Padang.
13. American Academy of Ophtalmology . External Disease and Cornea. Basic and Clinical
Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San Fransisco. 2008-2009.
14. Titiyal JS. Standart Treatment Guidelines ; Management of Corneal Injuries and Infections.
New Delhi. Government of India-WHO Collaborative Program 2006-07. 2007. 24-39
15. Soehardjo, Widodo F, Dewi UM. Tingkat keparahan ulkus kornea di RS Dr. Sardjito sebagai
tempat pelayanan matatertier. Yogyakarta, Bagian Ilmu Penyakit Mata FK
UGM/SMF Penyakit Mata RS Dr.Sardjito. 2001
16. Khurana AK, Comprehensive Ophtalmology. Rohtak, 2010.
44