cara kerja hermeneutik

Upload: ullaibanez

Post on 07-Mar-2016

245 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

mekanisme

TRANSCRIPT

Cara Kerja Hermeneutik

Pada dasarnya semua objek itu netral, sebab objek itu objek. Subyek dan objek adalah term-term yang korelatif atau saling mengabungkan diri satu sama lain, seperti bapak dan anak. Seseorang akan disebut demikian karena ada yang lain dan hubungan ini bersifat timbal balik. Tanpa subyek tidak akan ada objek. Sebuah benda menjadi objek karena kearifan subyek yang menaruh perhatian atas benda itu. Arti atau makna diberikan kepada objek oleh subyek, sesuai dengan cara pandang subyek. Jika tidak demikian, maka objek tidak bermakna sekali.[15][15]

Hursel menyatakan bahwa objek dan makna tidak pernah terjadi secara serentak atau bersama-sama, sebab pada mulanya obyek itu netral. Meskipun arti atau makna muncul sesudah objek atau obyek menurunkan maknanya atas dasar situasi objek, semuanya adalah sama saja. Dari sinilah kita lihat keunggulan hermeneutik.[16][16]

Semua interpretasi mencakup pemahaman. Namun pemahaman itu sangat kompleks di dalam diri manusia sehingga para pemikir ulung maupun psikolog tidak pernah mampu untuk menetapkan kapan sebenanya seorang akan mulai mengerti. Sebagai contoh misalnya : kapan orang mengetahui bahaya laten?.

Untuk dapat memahami intepretasi, orang lebih dahulu harus mengerti atau memahami. Namun keadaan lebih dahulu mengerti ini bukan didasarkan atas penentuan waktu, melainkan bersifat ilmiah. Sebab, menurut kenyataannya, bila seorang mengerti ia telah melakukan interpretasi dan juga sebaliknya. Ada kesetamertaan antara mengerti dan membuat interpretasi. Keduannya bukan dua momen dalam satu proses. Mengerti dan interpretasi menimbulkan lingkaran hermeneutik.

Kegiatan interpretatif adalah proses yang bersifat tradik (mempunyai tiga segi yang saling berhubungan). Dalam proses ini terdapat pertentangan antara pikiran yang diarahkan pada obyek dan pikiran penafsir itu sendiri. Orang yang melakukan interpretasi harus mengenal pesan atau kecondongan sebuah teks, lalu ia harus meresapi isi teks sehingga yang pada mulannya yang lain kini aku menjadi penafsir itu sendiri. Oleh karena itulah, dapat kita pahami bahwa mengerti secara sungguh-sungguh hanya akan dapat berkembang bila didasarkan atas pengetahuan yang benar (correct). Suatu arti tidak akan kita kenal jika tidak ada rekontruksi.[17][17]

Hermeneutik menegaskan bahwa manusia autentik selalu dilihat dalam konteks ruang dan waktu dimana manusia sendiri mengalami atau menghayatinya. Untuk memahami Das Sein, kita tidak bisa lepas dari konteks, sebab kalau di luar konteks yang akan kita lihat hanya manusia semu yang affisial atau hanya buatan manusia saja. Manusia autentik hanya bisa dimengerti atau dipahami dalam ruang dan waktu yang persis tepat dimana ia berada. Dengan kata lain, setiap individu selalu dalam keadaan tersituasikan dan hanya benar-benar dapat dipahami di dalam situasinya.[18][18]

Bila kita jabarkan lebih lanjut argumentasi tentang hermeneutik ke ruang lingkup yang lebih luas, akan kita dapatkan bahwa setiap objek tampil dalam konteks ruang dan waktu yang sama, atau sebagaimana disebut Karl Jaspers dengan istilah das Umgreifende atau cakrawala ruang dan waktu. Pada kenyataanya tidak ada obyek yang berada dalam keadaan terisolisir, setiap obyek berada dalam ruang. Selalu ada kerangka referensi, dimensi, sesuatu batas, nyata atau semu, yang semuannya memberi ciri khusus pada obyek.

Kita harus kembali kepada pengalaman orisinil para penulis (teks) dengan maksud untuk menemukan kunci makna kata-kata atau ungkapan. Kita mengungkapakan diri kita sendiri melalui bahasa sehari-hari. Tetapi seringkali kita juga dapat meragukan sendiri apakah pengalamanpengalaman mental atau pikiran yang ada dibalik bahasa benar-benar sudah terungkap secara meyakinkan. Teks atau naskah suci atau dokumen-dokumen lain yang ditulis berdasarkan ilham ilahi, sejarah, hukum, atau pun kesusastraan yang seakan-akan dalam keadaan di atas juga mengunakan bahasa sehari-hari. Akan tetapi, semua hal itu tidak akan dapat mengerti tanpa harus ditafsirkan. Kita tidak bisa menafsirkan isi sesuatu teks dengan menggunakan bahasa yang kita pakai sendiri. Bahkan selalu ada sejumlah penafsiran atau interpretasi yang didasarkan atas berbagai ruang dan waktu. Tetapi penafsiran-penafsiran ini telah dimodifikasi menurut aliran waktu.[19][19]

Meskipun hermeneutik atau interpretasi termuat dalam kesusasteraan dan linguistik, hukum, sejarah, agama, dan disiplin ilmu yang lainnya yang berhubunggan dengan teks, namun akarnya adalah filsafat.