bupati rokan hulu provinsi riau - jdih.rokanhulukab.go.id file8 bupati rokan hulu provinsi riau...
TRANSCRIPT
8
BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU
NOMOR 2 TAHUN 2018
TENTANG
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
BUPATI ROKAN HULU,
Menimbang : a. bahwa Barang Milik Daerah perlu dikelola secara tertib
dan benar agar dapat dimanfaatkan secara optimal
dalam rangka mendukung serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 105 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Pasal 511 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri 19 Tahun
2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, perlu menetapkan Pearaturan Pengelola Barang Milik Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik
Daerah.
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 53 Tahun 1999, tentang
Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten
Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 181,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3902) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun
2008 tentang Perubahan ketiga Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5533);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan Barang Milik Negara/Daerah Berupa
Kendaraan Perorangan Dinas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 305,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5610).
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016
tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
547).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU
dan
BUPATI ROKAN HULU
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN
BARANG MILIK DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
2. Daerah adalah Kabupaten Rokan Hulu.
3. Bupati adalah Bupati Rokan Hulu sebagai Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Rokan Hulu. 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Rokan Hulu
sebagai pengelola barang milik daerah.
6. Pengelola Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
melakukan koordinasi pengelolaan barang milik daerah. 7. Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah unsur
pembantu Kepala Daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. 8. Pejabat Penatausahaan Barang adalah kepala SKPD yang mempunyai
fungsi pengelolaan barang milik daerah selaku pejabat pengelola
keuangan daerah. 9. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
barang milik daerah. 10. Unit kerja adalah bagian SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa
program.
11. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah Kabupaten Rokan Hulu yang ditetapkan dengan Perda.
12. Barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
13. Kuasa Pengguna Barang Milik Daerah selanjutnya disebut sebagai Kuasa Pengguna Barang adalah kepala unit kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang milik daerah yang
berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. 14. Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang adalah Pejabat yang
melaksanakan fungsi tata usaha barang milik daerah pada Pengguna Barang.
15. Pengurus Barang Milik Daerah yang selanjutnya disebut Pengurus
Barang adalah Pejabat dan/atau Jabatan Fungsional Umum yang diserahi tugas mengurus barang.
16. Pengurus Barang Pengelola adalah pejabat yang diserahi tugas
menerima, menyimpan, mengeluarkan, dan menatausahakan barang milik daerah pada Pejabat Penatausahaan Barang.
17. Pengurus Barang Pengguna adalah Jabatan Fungsional Umum yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan barang milik daerah pada Pengguna Barang.
18. Pembantu Pengurus Barang Pengelola adalah pengurus barang yang membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis
penatausahaan barang milik daerah pada Pengelola Barang. 19. Pembantu Pengurus Barang Pengguna adalah pengurus barang yang
membantu dalam penyiapan administrasi maupun teknis
penatausahaan barang milik daerah pada Pengguna Barang. 20. Pengurus Barang Pembantu adalah yang diserahi tugas menerima,
menyimpan, mengeluarkan, menatausahakan dan mempertanggung
jawabkan barang milik daerah pada Kuasa Pengguna Barang. 21. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen
berdasarkan kompetensi yang dimilikinya. 22. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai
atas suatu objek penilaian berupa barang milik daerah pada saat
tertentu. 23. Penilai Pemerintah adalah Penilai Pemerintah Pusat dan Penilai
Pemerintah Daerah.
24. Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
25. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik daerah untuk menghubungkan pengadaan
barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
26. Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah, yang selanjutnya disingkat
RKBMD, adalah dokumen perencanaan kebutuhan barang milik daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
27. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang
dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan.
28. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan/atau optimalisasi barang milik daerah dengan tidak mengubah status
kepemilikan. 29. Sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh pihak lain dalam
jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
30. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan Barang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah
dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola Barang.
31. Kerja Sama Pemanfaatan yang selanjutnya disingkat KSP adalah pendayagunaan barang milik daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu
tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan daerah atau sumber pembiayaan lainnya.
32. Bangun Guna Serah yang selanjutnya disingkat BGS adalah
pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu
tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah
berakhirnya jangka waktu. 33. Bangun Serah Guna yang selanjutnya disingkat BSG adalah
pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan
cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 34. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang selanjutnya disingkat KSPI
adalah kerjasama antara Pemerintah Kabupaten dan badan usaha
untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
35. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat PJPK
adalah Bupati, atau badan usaha milik daerah sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundang-
undangan. 36. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah. 37. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah kepada
pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
38. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling
sedikit dengan nilai seimbang. 39. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau dari
pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian. 40. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan kepemilikan
barang milik daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham daerah pada badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara. 41. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan
barang milik daerah.
42. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang
berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
43. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
44. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik daerah.
45. Dokumen kepemilikan adalah dokumen sah yang merupakan bukti kepemilikan atas barang milik daerah.
46. Daftar barang milik daerah adalah daftar yang memuat data seluruh
barang milik daerah. 47. Daftar barang pengguna adalah daftar yang memuat data barang milik
daerah yang digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang. 48. Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data barang
milik daerah yang dimiliki oleh masing-masing Kuasa Pengguna Barang.
49. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki Pemerintah Daerah dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai
negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan. 50. Pihak lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/Lembaga dan
Pemerintah Daerah.
BAB II RUANG LINGKUP
Pasal 2
Barang milik daerah meliputi: a. barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; atau b. barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Pasal 3
(1) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilarang
digadaikan/dijaminkan untuk mendapatkan pinjaman atau diserahkan
kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah daerah.
(2) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak dapat disita sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Barang milik daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, dilengkapi dokumen
pengadaan. (2) barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2huruf b, dilengkapi dokumen perolehan.
(3) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
bersifat berwujud maupun tidak berwujud.
Pasal 5
Barang milik daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, meliputi:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan; d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
e. barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan modal pemerintah daerah.
Pasal 6
Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi hibah/sumbangan atau yang
sejenis dari negara/lembaga internasional sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b antara lain berasal dari: a. kontrak karya;
b. kontrak bagi hasil; c. kontrak kerjasama; d. perjanjian dengan negara lain/lembaga internasional; dan
e. kerja sama pemerintah daerah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Pasal 8
(1) Pengelolaan Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
(2) Pengelolaan Barang Milik Daerah meliputi: a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
b. pengadaan; c. penggunaan; d. pemanfaatan;
e. pengamanan dan pemeliharaan; f. penilaian;
g. pemindahtanganan; h. pemusnahan;
i. penghapusan; j. penatausahaan; dan
k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
BAB III
PEJABAT PENGELOLA BARANG MILIK DAERAH Bagian Kesatu
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pasal 9
(1) Bupati adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah. (2) Pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggung jawab: a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah; b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan
barang milik daerah; c. menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik
daerah;
d. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah;
e. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD;
f. menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan
penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya; g. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah
dan/atau bangunan; dan h. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk
kerjasama penyediaan infrastruktur.
Bagian Kedua
Pengelola Barang
Pasal 10
Sekretaris daerah selaku Pengelola Barang, berwenang dan bertanggung
jawab: a. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;
b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah;
c. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik
daerah yang memerlukan persetujuan Bupati; d. mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan
penghapusan barang milik daerah;
e. mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Bupati atau DPRD;
f. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah; dan
g. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik
daerah.
Bagian Ketiga Pejabat Penatausahaan Barang
Pasal 11
(1) Kepala SKPD yang mempunyai fungsi pengelolaan barang milik daerah
selaku Pejabat Penatausahaan Barang.
(2) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai wewenang dan tanggungjawab: a. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan
dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pengelola Barang;
b. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan
dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan barang milik daerah kepada Pengelola Barang;
c. memberikan pertimbangan kepada Pengelola Barang atas pengajuan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Bupati;
d. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang untuk mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah;
e. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang atas pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah
disetujui oleh Bupati atau DPRD; f. membantu Pengelola Barang dalam pelaksanaan koordinasi
inventarisasi barang milik daerah;
g. melakukan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak
digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada Bupati melalui Pengelola Barang, serta barang milik daerah yang berada
pada Pengelola Barang; h. mengamankan dan memelihara barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada huruf g;
i. membantu Pengelola Barang dalam pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah; dan
j. menyusun laporan barang milik daerah.
Bagian Keempat
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang
Pasal 12
(1) Kepala SKPD berkedudukan selaku Pengguna Barang.
(2) Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan
bertanggung jawab: a. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik
daerah bagi SKPD yang dipimpinnya; b. mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang
yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan
fungsi SKPD yang dipimpinnya; e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya; f. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik
daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan
persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
g. menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan
pihak lain, kepada Bupati melalui Pengelola Barang; h. mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik
daerah;
i. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya;
dan j. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna
semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada
dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang.
Pasal 13
(1) Pengguna Barang dapat melimpahkan sebagian kewenangan dan
tanggung jawab kepada Kuasa Pengguna Barang. (2) Pelimpahan sebagian wewenang dan tanggungjawab kepada Kuasa
Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Bupati atas usul Pengguna Barang. (3) Penetapan kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
Bagian Kelima
Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang
Pasal 14
(1) Pengguna Barang dibantu oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna
Barang.
(2) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati atas usul Pengguna Barang.
(3) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu pejabat yang membidangi fungsi pengelolaan barang milik daerah pada Pengguna Barang.
(4) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang dan bertanggung jawab: a. menyiapkan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik
daerah pada Pengguna Barang; b. meneliti usulan permohonan penetapan status penggunaan barang
yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah; c. meneliti pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang
dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang
Pembantu; d. menyusun pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan
barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak
memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
e. mengusulkan rencana penyerahan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak
dimanfaatkan oleh pihak lain; f. menyiapkan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik
daerah; g. meneliti laporan barang semesteran dan tahunan yang dilaksanakan
oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu;
h. memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang (SPB) dengan menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) untuk mengeluarkan barang milik daerah dari gudang
penyimpanan; i. meneliti dan memverifikasi Kartu Inventaris Ruangan (KIR) setiap
semester dan setiap tahun; j. melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas
perubahan kondisi fisik barang milik daerah; dan
k. meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan oleh Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang Pembantu.
Bagian Keenam
Pengurus Barang Pengelola
Pasal 15
(1) Pengurus Barang Pengelola ditetapkan oleh Bupati atas usul Pejabat
Penatausahaan Barang. (2) Pengurus Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pejabat yang membidangi fungsi pengelolaan barang milik daerah pada
Pejabat Penatausahaan Barang. (3) Pengurus Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang dan bertanggungjawab:
a. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik
daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang; b. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan
dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan
barang milik daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang; c. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan
pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Bupati;
d. meneliti dokumen usulan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan,
dan penghapusan dari Pengguna Barang, sebagai bahan pertimbangan oleh Pejabat Penatausahaan Barang dalam pengaturan pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan
penghapusan barang milik daerah; e. menyiapkan bahan pencatatan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada Bupati
melalui Pengelola Barang; f. menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah;
g. menyimpan salinan dokumen Laporan Barang Pengguna/Kuasa Pengguna Barang;
h. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang milik daerah; dan
i. merekapitulasi dan menghimpun Laporan Barang Pengguna semesteran dan tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai bahan penyusunan Laporan barang milik daerah.
(4) Pengurus Barang Pengelola secara administratif dan secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pengelola Barang
melalui Pejabat Penatausahaan Barang. (5) Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi administrasi Pengurus
Barang Pengelola dapat dibantu oleh Pembantu Pengurus Barang
Pengelola yang ditetapkan oleh Pejabat Penatausahaan Barang. (6) Pengurus Barang Pengelola dilarang melakukan kegiatan perdagangan,
pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai
penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD.
Bagian Ketujuh
Pengurus Barang Pengguna
Pasal 16
(1) Pengurus Barang Pengguna ditetapkan oleh Bupati atas usul Pengguna
Barang. (2) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berwenang dan bertanggungjawab:
a. membantu menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah;
b. menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah; d. membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang;
e. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
f. menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerahberupa tanah
dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak
dimanfaatkan pihak lain; g. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan
penghapusan barang milik daerah;
h. menyusun laporan barang semesteran dan tahunan; i. menyiapkan Surat Permintaan Barang (SPB) berdasarkan nota
permintaan barang;
j. mengajukan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada Pejabat Penatausahaan Barang Pengguna;
k. menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang;
l. membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) semesteran dan tahunan; m. memberi label barang milik daerah;
n. mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik
barang milik daerahberdasarkan pengecekan fisik barang; o. melakukan stock opname barang persediaan; p. menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen
kepemilikan barang milik daerahdan menyimpan asli/fotokopi/salinan dokumen penatausahaan;
q. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan
r. membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan
kepada Pengelola Barang melalui Pengguna Barang setelah diteliti oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang.
(3) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara administratif bertanggung jawab kepada Pengguna Barang dan secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
Pengelola Barang melalui Pejabat Penatausahaan Barang. (4) Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi administrasi Pengurus
Barang Pengguna dapat dibantu oleh Pembantu Pengurus Barang
Pengguna yang ditetapkan oleh Pengguna Barang. (5) Pengurus Barang Pengguna dilarang melakukan kegiatan perdagangan,
pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD.
Bagian Kedelapan Pengurus Barang Pembantu
Pasal 17
(1) Bupati menetapkan Pengurus Barang Pembantu atas usul Kuasa
Pengguna Barang melalui Pengguna Barang. (2) Pembentukan Pengurus Barang Pembantu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan berdasarkan pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
(3) Pengurus Barang Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang dan bertanggungjawab: a. menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang
milik daerah; b. menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan
barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah;
d. membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada Kuasa Pengguna Barang;
e. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang
milik daerah selain tanah dan/atau bangunan; f. menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa
tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas dan fungsi Kuasa Pengguna Barang dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain;
g. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah;
h. menyusun laporan barang semesteran dan tahunan; i. menyiapkan Surat Permintaan Barang (SPB) berdasarkan nota
permintaan barang; j. mengajukan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada Kuasa
Pengguna Barang;
k. menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) yang dituangkan dalam berita acara penyerahan
barang; l. membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) semesteran dan tahunan; m. memberi label barang milik daerah;
n. mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah pengecekan fisik
barang; o. melakukan stock opname barang persediaan;
p. menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/ salinan dokumen kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan dokumen penatausahaan;
q. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang Kuasa Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan
r. membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan pada Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang setelah diteliti oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus
Barang Pengguna. (4) Pengurus Barang Pembantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan
pada APBD.
BAB IV
PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Kesatu Prinsip Umum
Pasal 18
(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta
ketersediaan barang milik daerah yang ada. (2) Ketersediaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan barang milik daerah yang ada pada Pengelola Barang
dan/atau Pengguna Barang. (3) Perencanaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) harus dapat mencerminkan kebutuhan riil barang milik daerah pada SKPD sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan RKBMD.
Pasal 19
(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dilaksanakan setiap tahun
setelah rencana kerja (Renja) SKPD ditetapkan.
(2) Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran
untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran.
Pasal 20
(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah mengacu pada Rencana Kerja SKPD.
(2) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1), kecuali untuk penghapusan, berpedoman pada: a. standar barang;
b. standar kebutuhan; dan/atau c. standar harga.
(3) Standar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah
spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan penghitungan pengadaan barang milik daerah dalam perencanaan kebutuhan.
(4) Standar kebutuhan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b adalah satuan jumlah barang yang dibutuhkan sebagai acuan perhitungan pengadaan dan penggunaan barang milik daerah dalam
perencanaan kebutuhan barang milik daerah pada SKPD. (5) Standar harga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah
besaran harga yang ditetapkan sebagai acuan pengadaan barang milik
daerah dalam perencanaan kebutuhan. (6) Standar barang, standar kebutuhan dan standar harga sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 21
(1) Penetapan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (2) huruf b mempedomani peraturan perundang-undangan.
(2) Penetapan standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan
setelah berkoordinasi dengan dinas teknis terkait.
Pasal 22
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang mengusulkan RKBMD pengadaan barang milik daerah mempedomani standar barang dan standar
kebutuhan.
Pasal 23
(1) Pengguna Barang menghimpun usulan RKBMD yang diajukan oleh
Kuasa Pengguna Barang yang berada di lingkungan SKPD yang dipimpinnya.
(2) Pengguna Barang menyampaikan usulan RKBMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pengelola Barang.
(3) Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usulan RKBMD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersama Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang.
(4) Data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain:
a. laporan Daftar Barang Pengguna bulanan; b. laporan Daftar Barang Pengguna semesteran;
c. laporan Daftar Barang Pengguna tahunan; d. laporan Daftar Barang Pengelola bulanan;
e. laporan Daftar Barang Pengelola semesteran; f. laporan Daftar Barang Pengelola tahunan; g. laporan Daftar Barang milik daerah semesteran; dan
h. laporan Daftar Barang milik daerah tahunan. (5) Pengelola Barang dalam melakukan penelaahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dibantu Pejabat Penatausahaan Barang dan Pengurus Barang Pengelola.
(6) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
merupakan anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah. (7) Hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dasar
penyusunan RKBMD.
Pasal 24
RKBMD yang telah ditetapkan oleh Pengelola Barang digunakan oleh Pengguna Barang sebagai dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
SKPD.
Pasal 25
(1) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah tidak dapat diusulkan oleh
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang terhadap: a. barang milik daerah yang berada dalam kondisi rusak berat; b. barang milik daerah yang sedang dalam status penggunaan
sementara; c. barang milik daerah yang sedang dalam status untuk dioperasikan
oleh pihak lain; dan/atau d. barang milik daerah yang sedang menjadi objek pemanfaatan.
(2) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b diusulkan oleh Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik daerah.
(3) RKBMD pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d tidak termasuk pemanfaatan dalam bentuk pinjam pakai dengan jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan.
Pasal 26
(1) Perencanaan kebutuhan barang milik daerah meliputi:
a. perencanaan pengadaan barang milik daerah; b. perencanaan pemeliharaan barang milik daerah; c. perencanaan pemanfaatan barang milik daerah;
d. perencanaan pemindahtanganan barang milik daerah; dan e. perencanaan penghapusan barang milik daerah.
(2) Perencanaan pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dituangkan dalam dokumen RKBMD Pengadaan. (3) Perencanaan pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dituangkan dalam dokumen RKBMD Pemeliharaan.
(4) Perencanaan pemanfaatan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dituangkan dalam dokumen RKBMD Pemanfaatan. (5) Perencanaan pemindahtanganan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dituangkan dalam dokumen RKBMD Pemindahtanganan.
(6) Perencanaan penghapusan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dituangkan dalam dokumen RKBMD Penghapusan.
Pasal 27
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) diatur dengan Peraturan
Bupati. (2) Penetapan Peraturan mengenai penyusunan rencana kebutuhan
Barang Milik Daerah (RKBMD) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Penyusunan Perubahan RKBMD
Pasal 28
(1) Pengguna Barang dapat melakukan perubahan RKBMD. (2) Perubahan RKBMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebelum penyusunan Perubahan APBD.
(3) Penyusunan perubahan RKBMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
Penyusunan RKBMD Untuk Kondisi Darurat
Pasal 29
(1) Dalam hal setelah batas akhir penyampaian RKBMD terdapat kondisi
darurat, pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan penyediaan anggaran angka dasar (baseline) dalam rangka
rencana pengadaan dan/atau rencana pemeliharaan barang milik daerah dilakukan berdasarkan mekanisme penganggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kondisi darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bencana alam dan gangguan keamanan skala besar.
(3) Hasil pengusulan penyediaan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang bersamaan dengan penyampaian RKBMD Perubahan dan/atau
RKBMD tahun berikutnya. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan oleh Pengelola
Barang sebagai bahan pertimbangan tambahan dalam penelaahan atas
RKBMD yang disampaikan oleh Pengguna Barang bersangkutan pada APBD Perubahan tahun anggaran berkenaan dan/atau APBD tahun
anggaran berikutnya.
BAB V PENGADAAN
Pasal 30
(1) Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.
(2) Pelaksanaan pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Pengguna Barang wajib menyampaikan laporan hasil pengadaan barang milik daerah kepada Bupati melalui Pengelola barang milik daerah untuk
ditetapkan status penggunaannya. (2) Laporan hasil pengadaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), terdiri dari laporan hasil pengadaan bulanan, semesteran
dan tahunan.
BAB VI PENGGUNAAN
Bagian Kesatu Prinsip Umum
Pasal 32
(1) Bupati menetapkan status penggunaan barang milik daerah.
(2) Bupati dapat mendelegasikan penetapan status penggunaan atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain tanah
dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu kepada Pengelola Barang. (3) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain
adalah barang milik daerah yang tidak mempunyai bukti kepemilikan
atau dengan nilai tertentu. (4) Nilai tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh
Bupati. (5) Penetapan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan secara tahunan.
Pasal 33
(1) Penggunaan barang milik daerah meliputi: a. Penetapan status penggunaan barang milik daerah;
b. Pengalihan status penggunaan barang milik daerah; c. Penggunaan sementara barang milik daerah; dan d. Penetapan status penggunaan barang milik daerah untuk
dioperasikan oleh pihak lain. (2) Penetapan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk: a. penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD; dan b. dioperasikan oleh pihak lain dalam rangka menjalankan pelayanan
umum sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan.
Pasal 34
Penetapan status penggunaan tidak dilakukan terhadap: a. barang persediaan; b. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP);
c. barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan; dan
d. Aset Tetap Renovasi (ATR).
Pasal 35
(1) Penetapan status penggunaan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan apabila diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa
Pengguna Barang yang bersangkutan. (2) Pengguna Barang wajib menyerahkan barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang kepada Bupati melalui Pengelola Barang.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah direncanakan untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam jangka
waktu tertentu yang ditetapkan oleh Bupati. (4) Bupati mencabut status penggunaan atas barang milik daerah berupa
tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang sebagaimana dimaksud ayat (2).
(5) Dalam hal barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diserahkan kepada Bupati, Pengguna Barang dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan atas barang milik daerah berkenaan.
Pasal 36
(1) Bupati menetapkan barang milik daerah yang harus diserahkan oleh
Pengguna Barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau kuasa
Pengguna Barang dan tidak dimanfaatkan oleh pihak lain. (2) Dalam menetapkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Bupati memperhatikan:
a. standar kebutuhan barang milik daerah untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang;
b. hasil audit atas penggunaan tanah dan/atau bangunan; dan/atau
c. laporan, data, dan informasi yang diperoleh dari sumber lain. (3) Sumber lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c antara lain
termasuk hasil pelaksanaan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pengelola Barang atau Bupati dan laporan dari masyarakat.
(4) Tindak lanjut pengelolaan atas penyerahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penetapan status penggunaan; b. pemanfaatan; atau c. pemindahtanganan.
Bagian Kedua
Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Paragraf Kesatu
Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah Oleh Bupati
Pasal 37
(1) Pengguna Barang mengajukan permohonan penetapan status
penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada Bupati.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diterimanya barang milik daerah berdasarkan dokumen
penerimaan barang pada tahun anggaran yang berkenaan. (3) Permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis oleh
Pengguna Barang kepada Bupati paling lambat pada akhir tahun berkenaan.
(4) Bupati menerbitkan keputusan penetapan status penggunaan barang milik daerah setiap tahun.
Paragraf Kedua
Penetapan Status Penggunaan Barang milik daerah
Oleh Pengelola Barang
Pasal 38
(1) Pengelola Barang menetapkan status penggunaan barang berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan oleh Bupati. (2) Penetapan status penggunaan barang oleh Pengelola Barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mekanisme:
a. Pengguna Barang mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan
perolehan lainnya yang sah kepada Pengelola Barang. b. Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dilakukan setelah diterimanya barang milik daerah berdasarkan
dokumen penerimaan barang pada tahun anggaran yang berkenaan. c. Permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah
diajukan secara tertulis oleh Pengguna Barang kepada Pengelola Barang paling lambat pada akhir tahun berkenaan.
(3) Pengajuan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dokumen terkait. (4) Terhadap pengajuan permohonan penetapan status penggunaan barang
milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan penelitian
terlebih dahulu. (5) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
Pengelola Barang menetapkan status penggunaan barang milik daerah. (6) Dalam hal Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan Pengguna
Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengelola Barang
menerbitkan surat penolakan kepada Pengguna Barang disertai alasan.
Bagian Ketiga
Pengalihan Status Penggunaan Barang Milik Daerah
Pasal 39
(1) Barang milik daerah dapat dilakukan pengalihan status penggunaan. (2) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan: a. Inisiatif dari Bupati; dan b. Permohonan dari Pengguna Barang lama.
Pasal 40
(1) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah berdasarkan inisiatif dari Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 2 huruf a dilakukan dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Pengguna
Barang. (2) Pengalihan status penggunaan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat 2 huruf b dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi dilakukan berdasarkan persetujuan Bupati.
(3) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap barang milik daerah yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan tidak digunakan oleh Pengguna Barang yang
bersangkutan. (4) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan tanpa kompensasi dan tidak diikuti dengan pengadaan barang milik daerah pengganti.
Bagian Keempat
Penggunaan Sementara Barang Milik Daerah
Pasal 41
(1) Barang milik daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada
Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang
lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status penggunaan barang milik daerah tersebut setelah terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan Bupati. (2) Penggunaan sementara barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan untuk jangka waktu:
a. paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan;
b. paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk barang
milik daerah selain tanah dan/atau bangunan. (3) Penggunaan sementara barang milik daerah dalam jangka waktu kurang
dari 6 (enam) bulan dilakukan tanpa persetujuan Bupati.
Pasal 42
(1) Penggunaan sementara barang milik daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 dituangkan dalam perjanjian antara Pengguna Barang dengan Pengguna Barang sementara.
(2) Biaya pemeliharaan barang milik daerah yang timbul selama jangka
waktu penggunaan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik daerah bersangkutan.
Pasal 43
(1) Pengguna Barang Sementara dapat mengajukan permohonan
perpanjangan waktu penggunaan sementara atas barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2). (2) Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
Pengguna Barang kepada Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu penggunaan sementara barang milik daerah berakhir.
Bagian Kelima Penetapan Status Penggunaan Barang Milik Daerah
Untuk Dioperasikan Oleh Pihak Lain
Pasal 44
(1) Barang milik daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada
Pengguna Barang, dapat digunakan untuk dioperasikan oleh pihak lain. (2) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka
menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi SKPD yang bersangkutan.
(3) Penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam perjanjian antara Pengguna Barang dengan pimpinan pihak lain.
(4) Biaya pemeliharaan barang milik daerah yang timbul selama jangka waktu penggunaan barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain dibebankan pada pihak lain yang mengoperasikan barang milik
daerah. (5) Pihak lain yang mengoperasikan barang milik daerah dilarang
melakukan pengalihan atas pengoperasian barang milik daerah tersebut
kepada pihak lainnya dan/atau memindahtangankan barang milik daerah bersangkutan.
(6) Bupati dapat menarik penetapan status barang milik daerah untuk dioperasikan oleh pihak lain dalam hal pemerintah daerah akan menggunakan kembali untuk penyelenggaraan pemerintah daerah atau
pihak lainnya.
Pasal 47
Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan penggunaan barang milik daerah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 48
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan barang milik
daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bupati. (2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara penggunaan barang
milik daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PEMANFAATAN
Bagian Kesatu Prinsip Umum
Pasal 49
(1) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan oleh: a. Pengelola Barang dengan persetujuan Bupati, untuk barang milik
daerah yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang; dan
b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan
yang masih digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Pemanfaatan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan
pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan daerah dan kepentingan umum.
(3) Pemanfaatan barang milik daerah dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(4) Pemanfaatan barang milik daerah dilakukan tanpa memerlukan persetujuan DPRD.
Pasal 50
(1) Biaya pemeliharaan dan pengamanan barang milik daerah serta biaya pelaksanaan yang menjadi objek pemanfaatan dibebankan pada mitra pemanfaatan.
(2) Biaya persiapan pemanfaataan barang milik daerah sampai dengan penunjukkan mitra Pemanfaatan dibebankan pada APBD.
(3) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah merupakan
penerimaan daerah yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah.
(4) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka penyelenggaraan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang
disetorkan seluruhnya ke rekening kas Badan Layanan Umum Daerah. (5) Pendapatan daerah dari pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka
selain penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah.
Pasal 51
(1) Barang milik daerah yang menjadi objek pemanfaatan dilarang dijaminkan atau digadaikan.
(2) Barang milik daerah yang merupakan objek retribusi daerah tidak dapat dikenakan sebagai objek pemanfaatan barang milik daerah.
Pasal 52
Bentuk Pemanfaatan Barang milik daerah berupa: a. Sewa; b. Pinjam Pakai;
c. KSP; d. BGS atau BSG; dan e. KSPI.
Bagian Kedua
Mitra Pemanfaatan
Pasal 53
(1) Mitra Pihak Lain Pemanfaatan meliputi:
a. penyewa, untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk Sewa;
b. mitra KSP, untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk KSP;
c. mitra BGS/BSG, untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk BGS/BSG; dan
d. mitra KSPI, untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk
KSPI. (2) peminjam pakai, untuk pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam
bentuk Pinjam Pakai.
Pasal 54
(1) Mitra Pemanfaatan Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53
ayat (1) memiliki tanggung jawab: a. melakukan pembayaran atas pemanfaatan Barang Milik Daerah
sesuai bentuk pemanfaatan; b. menyerahkan hasil pelaksanaan pemanfaatan sesuai ketentuan
bentuk pemanfaatan;
c. melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas barang milik daerah yang dilakukan pemanfaatan dan hasil pelaksanaan pemanfaatan Barang Milik Daerah;
d. mengembalikan Barang Milik Daerah setelah berakhirnya pelaksanaan; dan
e. memenuhi kewajiban lainnya yang ditentukan dalam perjanjian pemanfaatan Barang Milik Daerah.
(2) Peminjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2)
memiliki tanggung jawab: a. menyerahkan hasil pelaksanaan pemanfaatan sesuai ketentuan
bentuk pemanfaatan; b. melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas barang milik
daerah yang dilakukan pemanfaatan;
c. mengembalikan Barang Milik Daerah setelah berakhirnya pelaksanaan; dan
d. memenuhi kewajiban lainnya yang ditentukan dalam perjanjian
pemanfaatan Barang Milik Daerah
Pasal 55
(1) Objek pemanfaatan barang milik daerah meliputi: a. tanah dan/atau bangunan; dan
b. selain tanah dan/atau bangunan. (2) Objek pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat
dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya. (3) Dalam hal objek pemanfaatan barang milik daerah berupa sebagian tanah
dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), luas tanah
dan/atau bangunan yang menjadi objek pemanfaatan barang milik daerah adalah sebesar luas bagian tanah dan/atau bangunan yang
dimanfaatkan.
Bagian Ketiga Pemilihan Dan Penetapan Mitra Pemanfaatan
Barang Milik Daerah Pragraf 1
Prinsif Umum
Pasal 56
Pemilihan mitra didasarkan pada prinsip-prinsip: a. dilaksanakan secara terbuka;
b. sekurang-kurangnya diikuti oleh 3 (tiga) peserta; c. memperoleh manfaat yang optimal bagi daerah; d. dilaksanakan oleh panitia pemilihan yang memiliki integritas, handal
dan kompeten; e. tertib administrasi; dan
f. tertib pelaporan.
Pasal 57
(1) Pelaksana pemilihan mitra pemanfaatan berupa KSP pada Pengelola
Barang atau BGS/BSG terdiri atas:
a. Pengelola Barang; dan b. panitia pemilihan yang dibentuk oleh Pengelola Barang.
(2) Pelaksana pemilihan mitra pemanfaatan berupa KSP pada Pengguna Barang terdiri atas: a. Pengguna Barang; dan
b. panitia pemilihan, yang dibentuk oleh Pengguna Barang.
Pasal 58
(1) Pemilihan mitra dilakukan melalui Tender. (2) Dalam hal objek pemanfaatan dalam bentuk KSP merupakan barang
milik daerah yang bersifat khusus, pemilihan mitra dapat dilakukan
melalui Penunjukan Langsung.
Pasal 59
(1) Dalam pemilihan mitra Pemanfaatan KSP atau BGS/BSG, Pengelola Barang/Pengguna Barang memiliki tugas dan kewenangan sebagai
berikut: a. menetapkan rencana umum pemilihan, antara lain persyaratan
peserta calon mitra dan prosedur kerja panitia pemilihan;
b. menetapkan rencana pelaksanaan pemilihan, yang meliputi: 1. kemampuan keuangan; 2. spesifikasi teknis; dan
3. rancangan perjanjian. c. menetapkan panitia pemilihan;
d. menetapkan jadwal proses pemilihan mitra berdasarkan usulan dari panitia pemilihan;
e. menyelesaikan perselisihan antara peserta calon mitra dengan
panitia pemilihan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat; f. membatalkan Tender, dalam hal:
1. pelaksanaan pemilihan tidak sesuai atau menyimpang dari dokumen pemilihan;
2. pengaduan masyarakat adanya dugaan kolusi, korupsi, nepotisme yang melibatkan panitia pemilihan ternyata terbukti
benar; g. menetapkan mitra; h. mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan dokumen pemilihan
mitra; dan i. melaporkan hasil pelaksanaan pemilihan mitra kepada Bupati.
(2) Selain tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal diperlukan, Pengelola Barang/Pengguna Barang dapat: a. menetapkan Tim pendukung; dan/atau
b. melakukan tugas dan kewenangan lain dalam kedudukannya selaku Pengelola Barang/Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 11.
Pasal 60
(1) Pengelola Barang/Pengguna Barang menyediakan biaya untuk
persiapan dan pelaksanaan pemilihan mitra yang dibiayai dari APBD,
yang meliputi: a. honorarium panitia pemilihan mitra; b. biaya pengumuman, termasuk biaya pengumuman ulang;
c. biaya penggandaan dokumen; dan d. biaya lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
pemilihan mitra. (2) Honorarium panitia pemilihan mitra sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 61
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan penetapan
mitra pemanfaatan barang milik daerah ditetapkan dalam Peraturan
Bupati. (2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara pemilihan dan
penetapan mitra pemanfaatan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan
Paragraf 2
Tender
Pasal 62
Tender dilakukan untuk mengalokasikan hak pemanfaatan barang milik
daerah kepada mitra yang tepat dalam rangka mewujudkan pemanfaatan barang milik daerah yang efisien, efektif, dan optimal.
Paragraf 3 Seleksi Langsung
Pasal 63
(1) Dalam hal setelah dilakukan pengumuman ulang, peserta calon mitra yang mengikuti tender ulang terdiri atas 2 (dua) peserta, maka panitia
pemilihan menyatakan tender ulang gagal dan selanjutnya melakukan seleksi langsung.
(2) Seleksi langsung dilakukan dengan 2 (dua) calon mitra yang mengikuti tender ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tahapan seleksi langsung terdiri atas: a. pembukaan dokumen penawaran; b. negosiasi; dan
c. pengusulan calon mitra kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang. (4) Proses dalam tahapan seleksi langsung dilakukan seperti halnya proses
tender yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
(1) Negosiasi dilakukan terhadap teknis pelaksanaan pemanfaatan dan
konsep materi perjanjian.
(2) Selain hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pemanfaatan BGS/BSG, negosiasi juga dilakukan terhadap porsi bagian pemerintah
daerah dari objek BGS/BSG yang dilakukan pemanfaatan. (3) Ketentuan umum pelaksanaan KSP atau BGS/BSG, termasuk
perubahan yang mengakibatkan penurunan kontribusi tetap dan
pembagian keuntungan untuk pemanfaatan KSP atau kontribusi tahunan untuk pemanfaatan BGS/BSG dilarang untuk dinegosiasikan.
(4) Segala sesuatu yang dibicarakan dalam forum negosiasi dan hasil
negosiasi dituangkan dalam berita acara negosiasi yang ditandatangani oleh panitia pemilihan dan peserta calon mitra.
Pasal 65
(1) Panitia pemilihan melakukan penelitian terhadap berita acara negosiasi melalui cara perbandingan antara hasil negosiasi masing-masing peserta
calon mitra. (2) Panitia pemilihan menyampaikan usulan peserta calon mitra dengan
hasil negosiasi terbaik kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang
untuk dapat ditetapkan sebagai mitra. (3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dasar
pertimbangan dan melampirkan dokumen pemilihan.
Paragraf 4
Penunjukkan Langsung
Pasal 66
(1) Dalam hal setelah dilakukan pengumuman ulang, peserta calon mitra
yang mengajukan penawaran hanya terdiri atas 1 (satu) peserta, maka panitia pemilihan menyatakan tender ulang gagal dan selanjutnya melakukan penunjukan langsung.
(2) Penunjukan langsung dilakukan terhadap 1 (satu) calon mitra yang mengikuti tender ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Proses tahapan seleksi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
berlaku mutatis mutandis terhadap proses dalam tahapan penunjukan langsung.
Pasal 67
Tahapan penunjukkan langsung dan proses dalam tahapan penunjukkan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) dan ayat (3),
berlaku mutatis mutandis terhadap penunjukkan langsung pada KSP atas barang milik daerah yang bersifat khusus.
Pasal 68
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tender pemilihan mitra pemanfaatan barang milik daerah ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
(2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara pelaksanaan tender pemilihan mitra pemanfaatan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan
Bagian Keempat
Sewa
Paragraf Kesatu Prinsip Umum
Pasal 69
(1) Penyewaan barang milik daerah dilakukan dengan tujuan: a. mengoptimalkan pendayagunaan barang milik daerah yang
belum/tidak dilakukan penggunaan dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah; b. memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang
tugas dan fungsi Pengguna Barang; dan/atau c. mencegah penggunaan barang milik daerah oleh pihak lain secara
tidak sah.
(2) Penyewaan barang milik daerah dilakukan sepanjang tidak merugikan pemerintah daerah dan tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pasal 70
(1) Barang milik daerah yang dapat disewa berupa:
a. Tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna
Barang kepada Bupati; b. sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh
Pengguna Barang; dan/atau c. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(3) Sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan huruf c dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang.
(4) Pihak lain yang dapat menyewa barang milik daerah, meliputi: a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Swasta; dan d. Badan hukum lainnya.
(5) Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, antara lain: a. perorangan; b. persekutuan perdata;
c. persekutuan firma; d. persekutuan komanditer;
e. perseroan terbatas; f. lembaga/organisasi internasional/asing;
g. yayasan; atau h. koperasi.
Paragraf Kedua
Jangka Waktu Sewa
Pasal 71
(1) Jangka waktu sewa barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun sejak
ditandatangani perjanjian dan dapat diperpanjang.
(2) Jangka waktu sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk: a. kerja sama infrastruktur;
b. kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau
c. ditentukan lain dalam Undang-Undang. (3) Jangka waktu sewa barang milik daerah untuk kegiatan dengan
karakteristik usaha yang memerlukan lebih dari 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan perhitungan hasil kajian atas Sewa yang dilakukan oleh pihak yang berkompeten.
(4) Jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihitung berdasarkan periodesitas Sewa yang dikelompokkan sebagai berikut:
a. per tahun; b. per bulan; c. per hari; dan
d. per jam. (5) Jangka waktu sewa barang milik daerah dalam rangka kerja sama
infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
Pasal 72
Lingkup pemanfaatan barang milik daerah dalam rangka kerja sama
infrastruktur dapat dilaksanakan melalui sewa mempedomani ketentuan perundang-undangan.
Paragraf Ketiga
Formula Tarif/Besaran Sewa
Pasal 73
(1) Formula tarif/besaran sewa barang milik daerah ditetapkan oleh Bupati:
a. untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; dan b. untuk barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan
dengan berpedoman pada kebijakan pengelolaan barang milik
daerah. (2) Besaran sewa, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah besaran nilai
nominal sewa barang milik daerah yang ditentukan. (3) Besaran sewa atas barang milik daerah untuk KSPI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) huruf a atau untuk kegiatan dengan
karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) huruf b dapat
mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing-masing jenis infrastruktur.
(4) Mempertimbangkan nilai keekonomian, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain dengan mempertimbangkan daya beli/kemampuan
membayar (ability to pay) masyarakat dan/atau kemauan membayar (willingness to pay) masyarakat.
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut terkait tarif sewa barang milik daerah diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf Keempat Jenis Kegiatan Usaha Penyewa
Pasal 75
Jenis kegiatan usaha penyewa dapat dikelompokkan atas: a. kegiatan bisnis; b. kegiatan non bisnis; dan
c. kegiatan sosial.
Pasal 76
(1) Kelompok kegiatan bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf a diperuntukkan bagi kegiatan yang berorientasi untuk mencari keuntungan, antara lain:
a. perdagangan; b. jasa; dan
c. industri. (2) Kelompok kegiatan non bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
huruf b diperuntukkan bagi kegiatan yang menarik imbalan atas barang
atau jasa yang diberikan namun tidak mencari keuntungan, antara lain: a. pelayanan kepentingan umum yang memungut biaya dalam jumlah
tertentu atau terdapat potensi keuntungan, baik materil maupun
immateril; b. penyelenggaraan pendidikan nasional;
c. upaya pemenuhan kebutuhan pegawai atau fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang; dan
d. kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria non bisnis.
(3) Kelompok kegiatan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf c diperuntukkan bagi kegiatan yang tidak menarik imbalan atas barang/jasa yang diberikan dan/atau tidak berorientasi mencari
keuntungan, antara lain: a. pelayanan kepentingan umum yang tidak memungut biaya dan/atau
tidak terdapat potensi keuntungan; b. kegiatan sosial; c. kegiatan keagamaan;
d. kegiatan kemanusiaan; e. kegiatan penunjang penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; dan
f. kegiatan lainnya yang memenuhi kriteria sosial.
Paragraf Kelima Perjanjian Sewa
Pasal 77
(1) Penyewaan barang milik daerah dituangkan dalam perjanjian sewa yang ditandatangani oleh penyewa dan:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang. (2) Perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit
memuat:
a. dasar perjanjian; b. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
c. jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu; d. besaran dan jangka waktu sewa, termasuk periodesitas sewa; e. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu sewa; f. peruntukan sewa, termasuk kelompok jenis kegiatan usaha dan
kategori bentuk kelembagaan penyewa;
g. hak dan kewajiban para pihak; dan h. hal lain yang dianggap perlu.
(3) Penandatanganan perjanjian sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di kertas bermaterai sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Seluruh biaya yang timbul dalam rangka pembuatan perjanjian sewa ditanggung penyewa.
Paragraf Keenam
Pembayaran Sewa
Pasal 78
(1) Hasil sewa barang milik daerah merupakan penerimaan daerah dan
seluruhnya wajib disetorkan ke rekening Kas Umum Daerah. (2) Penyetoran uang sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai paling
lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian sewa
barang milik daerah. (3) Pembayaran uang sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
dilakukan dengan cara pembayaran secara tunai kepada bendahara penerimaan atau menyetorkannya ke rekening Kas Umum Daerah.
(4) Pembayaran uang sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat
(3) dibuktikan dengan menyerahkan bukti setor sebagai salah satu dokumen pada lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjanjian sewa.
Pasal 79
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78
ayat (2), penyetoran uang sewa barang milik daerah untuk KSPI dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Pengelola Barang.
(2) Persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Bupati.
(3) Penyetoran uang sewa secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian Sewa.
(4) Penyetoran uang sewa barang milik daerah secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan memperhitungkan nilai sekarang dari setiap tahap pembayaran
berdasarkan besaran sewa barang milik daerah. (5) Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat meminta
masukan dari Penilai. (6) Penyetoran uang sewa barang milik daerah secara bertahap
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sepanjang penyewa
tidak memiliki kemampuan yang cukup dari aspek finansial untuk membayar secara sekaligus dibuktikan dengan surat pernyataan.
(7) Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditandatangani
oleh penyewa yang sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai ketidakmampuan tersebut dan pernyataan tanggung jawab untuk
membayar lunas secara bertahap.
Paragraf Ketujuh Perpanjangan Jangka Waktu Sewa
Pasal 80
(1) Jangka waktu sewa barang milik daerah dapat diperpanjang dengan persetujuan: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; dan b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang. (2) Penyewa dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
sewa kepada:
a. Bupati, untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang; dan b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah pada Pengguna
Barang.
(3) Pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan ketentuan:
a. untuk jangka waktu sewa lebih dari 1 (satu) tahun, permohonan perpanjangan harus disampaikan paling lambat 4 (empat) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa;
b. untuk jangka waktu sewa per tahun, permohonan harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa;
c. untuk jangka waktu sewa per bulan, permohonan harus disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum berakhirnya jangka waktu sewa;
d. untuk periodesitas sewa per hari atau per jam, permohonan harus disampaikan sebelum berakhirnya jangka waktu sewa.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b
diajukan dengan melengkapi persyaratan sebagaimana permohonan sewa pertama kali.
(5) Tata cara pengajuan usulan perpanjangan jangka waktu sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan mekanisme sebagaimana pengajuan usulan sewa baru.
(6) Penetapan jangka waktu dan perpanjangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan mempertimbangkan:
a. karakteristik jenis infrastruktur; b. kebutuhan penyediaan infrastruktur;
c. ketentuan untuk masing-masing jenis infrastruktur dalam peraturan perundang-undangan; dan
d. pertimbangan lain dari Bupati.
Paragraf Kedelapan Pengakhiran Sewa
Pasal 81
Sewa berakhir apabila: a. Berakhirnya jangka waktu sewa; b. Berlakunya syarat batal sesuai perjanjian yang ditindaklanjuti dengan
pencabutan persetujuan sewa oleh Bupati atau Pengelola Barang; c. Bupati atau Pengelola Barang mencabut persetujuan sewa dalam
rangka pengawasan dan pengendalian; dan d. Ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 82
(1) Penyewa wajib menyerahkan barang milik daerah pada saat berakhirnya
sewa dalam keadaan baik dan layak digunakan secara optimal sesuai fungsi dan peruntukannya.
(2) Penyerahan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST).
(3) Pengelola Barang/Pengguna Barang harus melakukan pengecekan
barang milik daerah yang disewakan sebelum ditandatanganinya Berita Acara Serah Terima (BAST) guna memastikan kelayakan kondisi barang
milik daerah bersangkutan. (4) Penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah semua kewajiban penyewa
dipenuhi.
Pasal 83
Ketentuan terkait dengan tata cara pelaksanaan sewa oleh Pengelola Barang
dan Pengguna Barang diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf Kesembilan Pemeliharaan Sewa
Pasal 84
(1) Penyewa wajib melakukan pemeliharaan atas barang milik daerah yang disewa.
(2) Seluruh biaya pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk biaya yang timbul dari pemakaian dan pemanfaatan barang milik daerah menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa.
(3) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki barang agar selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
(4) Perbaikan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya
jangka waktu sewa.
(5) Dalam hal barang milik daerah yang disewa rusak akibat keadaan kahar (force majeur), perbaikan dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan oleh
Pengelola Barang/ Pengguna Barang dan Penyewa.
Paragraf Kesepuluh Perubahan Bentuk Barang Milik Daerah
Pasal 85
(1) Perubahan bentuk barang milik daerah dilakukan dengan persetujuan: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; dan b. Pengelola barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang.
(2) Perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dinaksud pada ayat (1) dilaksanakan tanpa mengubah konstruksi dasar bangunan.
(3) Dalam hal perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan adanya penambahan, bagian yang ditambahkan menjadi barang milik daerah dan disertakan dalam
Berita Acara Serah Terima (BAST) pada saat berakhirnya jangka waktu sewa.
Paragraf Kesebelas
Ganti Rugi
Pasal 86
Dalam hal barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang disewakan hilang selama jangka waktu sewa, penyewa wajib melakukan
ganti rugi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf Keduabelas Sanksi dan Denda
Pasal 87
Penyewa dikenakan sanksi administratif berupa surat teguran apabila: a. penyewa belum menyerahkan barang milik daerah yang disewa pada saat
berakhirnya jangka waktu sewa; b. perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (4) belum
dilakukan atau diperkirakan belum selesai menjelang berakhirnya
jangka waktu sewa; dan/atau c. penggantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 belum selesai
dilaksanakan paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu sewa.
Pasal 88
(1) Dalam hal penyerahan, perbaikan, dan atau penggantian barang milik
daerah belum dilakukan terhitung 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, penyewa
dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan.
(2) Dalam hal penyerahan, perbaikan, dan atau penggantian barang milik daerah belum dilakukan terhitung 1 (bulan) sejak diterbitkannya surat
peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyewa dikenakan sanksi administratif berupa denda, sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima Pinjam Pakai
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 89
(1) Pinjam pakai dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. mengoptimalkan barang milik daerah yang belum atau tidak dilakukan penggunaan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang; dan
b. menunjang pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Peminjam pakai dilarang untuk melakukan pemanfaatan atas objek
pinjam pakai.
Paragraf Kedua Pihak Pelaksana Pinjam Pakai
Pasal 90
(1) Pinjam pakai barang milik daerah dilaksanakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
(2) Pelaksanaan pinjam pakai barang milik daerah dilakukan oleh: a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengelola Barang; dan
b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
(3) Pelaksanaan Pinjam Pakai oleh Pengelola Barang/ Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Bupati.
Paragraf Ketiga Objek Pinjam Pakai
Pasal 91
(1) Objek pinjam pakai meliputi barang milik daerah berupa tanah
dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang/ Pengguna Barang.
(2) Objek pinjam pakai barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya.
Paragraf Keempat Jangka Waktu Pinjam Pakai
Pasal 92
(1) Jangka waktu pinjam pakai barang milik daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
(2) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1).
(3) Apabila jangka waktu pinjam pakai akan diperpanjang, permohonan
perpanjangan jangka waktu pinjam pakai disampaikan kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang paling lambat 2 (dua) bulan sebelum jangka waktu pinjam pakai berakhir.
(4) Dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu pinjam pakai disampaikan kepada Pengelola Barang/Pengguna Barang melewati batas
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), proses pinjam pakai dilakukan dengan mengikuti tata cara permohonan pinjam pakai baru.
Paragraf Kelima
Perubahan Bentuk Barang Milik Daerah
Pasal 93
(1) Selama jangka waktu pinjam pakai, peminjam pakai dapat mengubah
bentuk barang milik daerah, sepanjang tidak mengakibatkan perubahan
fungsi dan/atau penurunan nilai barang milik daerah. (2) Perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1): a. tanpa disertai dengan perubahan bentuk dan/atau konstruksi dasar
barang milik daerah; atau
b. disertai dengan perubahan bentuk dan/atau konstruksi dasar barang milik daerah.
(3) Usulan perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilakukan dengan mengajukan permohonan perubahan bentuk oleh peminjam pakai kepada:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada
Pengguna Barang. (4) Perubahan bentuk barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, dilakukan setelah mendapat persetujuan Bupati.
Paragraf Keenam Perjanjian Pinjam Pakai
Pasal 94
(1) Pelaksanaan Pinjam Pakai dituangkan dalam perjanjian serta ditandatangani oleh: a. Peminjam pakai dan Bupati, untuk barang milik daerah yang berada
pada Pengelola Barang; dan b. Peminjam pakai dan Pengelola Barang, untuk barang milik daerah
yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. dasar perjanjian; c. identitas para pihak yang terkait dalam perjanjian; d. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka
waktu; e. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan
selama jangka waktu peminjaman; f. hak dan kewajiban para pihak; dan g. persyaratan lain yang dianggap perlu.
(3) Salinan perjanjian pinjam pakai disampaikan kepada Pengguna Barang.
Pasal 95
(1) Dalam hal peminjam pakai akan mengakhiri pinjam pakai sebelum masa
pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus memberitahukan kepada Pengguna Barang.
(2) Peminjam pakai dalam mengakhiri pinjam pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST). (3) Pengguna Barang melaporkan Berita Acara Serah Terima (BAST)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Bupati melalui Pengelola
Barang.
Pasal 96
Ketentuan lebih lanjut terkait dengan tata cara pelaksanaan pinjam pakai
Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Keenam
KSP
Paragraf Kesatu Prinsip Umum
Pasal 97
KSP barang milik daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka: a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah;
dan/atau
b. meningkatkan penerimaan pendapatan daerah.
Pasal 98
(1) KSP atas barang milik daerah dilaksanakan apabila tidak tersedia atau
tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik daerah yang dikerjasamakan.
(2) Mitra KSP ditetapkan melalui tender, kecuali untuk barang milik daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung.
(3) Barang milik daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki karakteristik: a. barang yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; b. barang yang memiliki tingkat kompleksitas khusus seperti bandara
udara, pelabuhan laut, kilang, instalasi listrik, dan bendungan/waduk;
c. barang yang dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan perjanjian hubungan bilateral antar negara; atau
d. barang lain yang ditetapkan Bupati. (4) Penunjukan langsung mitra KSP atas barang milik daerah yang bersifat
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pengelola
Barang atau Pengguna Barang terhadap Badan Usaha Milik Negara/ Daerah yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Mitra KSP harus membayar kontribusi tetap setiap tahun selama jangka
waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan menyetor pembagian
keuntungan hasil KSP ke rekening Kas Umum Daerah. (6) Perhitungan besaran kontribusi pembagian keuntungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) yang merupakan bagian pemerintah daerah,
harus memperhatikan perbandingan nilai barang milik daerah yang dijadikan objek KSP dan manfaat lain yang diterima pemerintah daerah
dengan nilai investasi mitra dalam KSP.
Pasal 99
(1) Selama jangka waktu pengoperasian, mitra KSP dilarang menjaminkan
atau menggadaikan barang milik daerah yang menjadi objek KSP. (2) Biaya persiapan KSP yang dikeluarkan Pengelola Barang atau Pengguna
Barang sampai dengan penunjukan mitra KSP dibebankan pada APBD. (3) Biaya persiapan KSP yang terjadi setelah ditetapkannya mitra KSP dan
biaya pelaksanaan KSP menjadi beban mitra KSP.
(4) Cicilan pokok dan biaya yang timbul atas pinjaman mitra KSP, dibebankan pada mitra KSP dan tidak diperhitungkan dalam pembagian
keuntungan. (5) Pengawasan atas pelaksanaan KSP oleh mitra KSP dilakukan oleh:
a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang;
dan b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah pada Pengguna
Barang.
Paragraf Kedua Pihak Pelaksana KSP
Pasal 100
(1) Pihak yang dapat melaksanakan KSP adalah: a. Pengelola Barang dengan persetujuan Bupati untuk barang milik
daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau
b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Persetujuan Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b setelah mendapat pertimbangan dari Bupati. (3) Pihak yang dapat menjadi mitra KSP barang milik daerah meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau c. Swasta, kecuali perorangan.
Paragraf Ketiga Objek KSP
Pasal 101
(1) Objek KSP meliputi barang milik daerah berupa: a. tanah dan/atau bangunan; dan
b. selain tanah dan/atau bangunan, yang berada pada Pengelola Barang /Pengguna Barang.
(2) Objek KSP barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya.
Paragraf Keempat
Hasil KSP
Pasal 102
(1) Hasil KSP dapat berupa tanah, gedung, bangunan, serta sarana dan
fasilitas yang diadakan oleh mitra KSP.
(2) Sarana dan fasilitas hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
a. peralatan dan mesin; b. jalan, irigasi, dan jaringan; c. aset tetap lainnya; dan
d. aset lainnya. (3) Hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian dari
pelaksanaan KSP. (4) Hasil KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi barang milik
daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai perjanjian
atau pada saat berakhirnya perjanjian.
Pasal 103
(1) Hasil KSP barang milik daerah dalam rangka penyediaan infrastruktur terdiri atas: a. penerimaan daerah yang harus disetorkan selama jangka waktu KSP
barang milik daerah; dan b. infrastruktur beserta fasilitasnya hasil KSP barang milik daerah.
(2) Penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. kontribusi tetap; dan
b. pembagian keuntungan.
Pasal 104
(1) Dalam pelaksanaan KSP, mitra KSP dapat melakukan perubahan dan/atau penambahan hasil KSP.
(2) Perubahan dan/atau penambahan hasil KSP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan cara addendum perjanjian. (3) Addendum perjanjian KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditujukan untuk menghitung kembali besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan.
(4) Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Tim berdasarkan hasil
perhitungan. (5) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan:
a. Bupati, untuk barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan; atau b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan. (6) Perubahan dan/atau penambahan hasil KSP dilakukan setelah
memperoleh persetujuan Bupati.
Paragraf Kelima
Jangka Waktu KSP
Pasal 105
(1) Jangka waktu KSP paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian
ditandatangani dan dapat diperpanjang. (2) Dalam hal KSP atas barang milik daerah dilakukan untuk penyediaan
infrastruktur, jangka waktu KSP paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak
perjanjian KSP ditandatangani dan dapat diperpanjang.
Pasal 106
(1) Perpanjangan jangka waktu dilakukan oleh mitra KSP dengan cara
mengajukan permohonan persetujuan perpanjangan jangka waktu KSP paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu berakhir.
(2) Perpanjangan jangka waktu dilaksanakan dengan pertimbangan: a. sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi
penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan
b. selama pelaksanaan KSP terdahulu, mitra KSP mematuhi peraturan dan perjanjian KSP.
Paragraf Keenam
Perjanjian KSP
Pasal 107
(1) Pelaksanaan KSP dituangkan dalam perjanjian KSP antara Bupati atau
Pengelola Barang dengan mitra KSP setelah diterbitkan keputusan pelaksanaan KSP oleh Bupati.
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh
mitra KSP dan: a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang; atau
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
(3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. dasar perjanjian; b. identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian;
c. objek KSP; d. hasil KSP berupa barang, jika ada;
e. peruntukan KSP; f. jangka waktu KSP;
g. besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan serta mekanisme pembayarannya;
h. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian; i. ketentuan mengenai berakhirnya KSP; j. sanksi; dan
k. penyelesaian perselisihan. (4) Perjanjian KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam
bentuk Akta Notaris. (5) Penandatanganan perjanjian KSP dilakukan setelah mitra KSP
menyampaikan bukti setor pembayaran kontribusi tetap pertama kepada
Pengelola Barang/Pengguna Barang. (6) Bukti setor pembayaran kontribusi tetap pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) merupakan salah satu dokumen pada lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian KSP.
Paragraf Ketujuh
Kontribusi Tetap dan Pembagian Keuntungan
Pasal 108
(1) Mitra KSP wajib menyetorkan: a. kontribusi tetap; dan
b. pembagian keuntungan KSP. (2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap tahun
selama jangka waktu KSP.
(3) Kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan pembagian keuntungan KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, merupakan penerimaan daerah. (4) Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil KSP
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
(5) Dalam KSP barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya dapat berupa bangunan beserta fasilitasnya yang dibangun dalam satu kesatuan
perencanaan. (6) Sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya yang berupa
bangunan beserta fasilitasnya sebagaimana dimaksud ayat (5) bukan merupakan objek KSP.
Pasal 109
Ketentuan lebih lanjut terkait kontribusi tetap dan pembagian keuntungan KSP diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 110
(1) KSP atas barang milik daerah dapat dilakukan untuk mengoperasionalkan barang milik daerah.
(2) KSP operasional atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan penggunaan barang milik daerah yang dioperasikan oleh pihak lain.
(3) Apabila mitra KSP hanya mengoperasionalkan barang milik daerah, bagian keuntungan yang menjadi bagian mitra KSP ditentukan oleh
Bupati berdasarkan persentase tertentu dari besaran keuntungan yang diperoleh mitra KSP terkait pelaksanaan KSP.
Pasal 111
(1) Apabila mitra KSP barang milik daerah untuk penyediaan infrastruktur berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan yang disetorkan kepada pemerintah daerah
dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan Tim KSP.
(2) Penetapan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kondisi keuangan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan hasil analisis kelayakan bisnis KSP.
(3) Besaran penetapan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.
Paragraf Kedelapan
Pembayaran Kontribusi Tetap dan Pembagian Keuntungan
Pasal 112
(1) Pembayaran kontribusi tetap tahun pertama ke rekening Kas Umum
Daerah oleh mitra KSP harus dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja
sebelum penandatanganan perjanjian KSP. (2) Pembayaran kontribusi tetap tahun berikutnya disetorkan ke rekening
Kas Umum Daerah paling lambat dilakukan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian dan dilakukan setiap tahun sampai dengan berakhirnya perjanjian KSP.
(3) Pembayaran kontribusi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan bukti setor.
Pasal 113
(1) Pembagian keuntungan hasil pelaksanaan KSP tahun sebelumnya harus disetor ke rekening Kas Umum Daerah paling lambat dilakukan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian dan dilakukan setiap
tahun sampai dengan berakhirnya perjanjian KSP. (2) Pembayaran pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh mitra KSP berdasarkan persetujuan Bupati.
Paragraf Kesembilan Berakhirnya KSP
Pasal 114
(1) KSP berakhir dalam hal: a. berakhirnya jangka waktu KSP sebagaimana tertuang dalam
perjanjian;
b. pengakhiran perjanjian KSP secara sepihak oleh Bupati atau Pengelola Barang;
c. berakhirnya perjanjian KSP; dan d. ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat
dilakukan dalam hal mitra KSP: a. tidak membayar kontribusi tetap selama 3 (tiga) tahun berturut-
turut;
b. tidak membayar pembagian keuntungan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sesuai perjanjian KSP; atau
c. tidak memenuhi kewajiban selain sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b sebagaimana tertuang dalam perjanjian KSP.
(3) Pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau
b. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
(4) Pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara
tertulis.
Pasal 115
(1) Paling lambat 2 (dua) tahun sebelum jangka waktu KSP berakhir, mitra
harus melaporkan akan mengakhiri KSP. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati atau
Pengelola Barang meminta auditor independen/aparat pengawasan
intern pemerintah untuk melakukan audit atas pelaksanaan KSP. (3) Auditor independen/aparat pengawasan intern pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil audit kepada Bupati,
Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang. (4) Bupati, Pengelola Barang, dan/atau Pengguna Barang menyampaikan
hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada mitra KSP. (5) Mitra KSP menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dan melaporkannya kepada Bupati, Pengelola Barang, dan/atau
Pengguna Barang.
Pasal 116
(1) Serah terima objek KSP dilakukan paling lambat pada saat berakhirnya
jangka waktu KSP. (2) Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam
Berita Acara Serah Terima (BAST).
(3) Dalam hal Mitra KSP belum selesai menindaklanjuti hasil audit setelah dilakukannya serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mitra
KSP tetap berkewajiban menindaklanjuti hasil audit. (4) Pengguna Barang/Pengelola Barang melaporkan pengakhiran KSP dan
penyerahan objek KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Bupati paling lambat 1 (satu) bulan setelah penyerahan.
Pasal 117
(1) Pengakhiran perjanjian KSP secara sepihak oleh Bupati atau Pengelola
Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (1) huruf b, dilaksanakan dengan menerbitkan teguran tertulis pertama kepada mitra KSP.
(2) Apabila mitra KSP tidak melaksanakan teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
diterbitkan teguran tertulis pertama, Bupati atau Pengelola Barang menerbitkan teguran tertulis kedua.
(3) Apabila mitra KSP tidak melaksanakan teguran kedua sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis kedua, Bupati atau Pengelola
Barang menerbitkan teguran tertulis ketiga yang merupakan teguran terakhir.
(4) Apabila mitra KSP tidak melaksanakan teguran ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak diterbitkan teguran tertulis ketiga, Bupati atau Pengelola Barang menerbitkan surat pengakhiran KSP.
(5) Mitra KSP harus menyerahkan objek KSP kepada Bupati atau Pengelola
Barang dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima surat pengakhiran KSP sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Paragraf Kesepuluh
Tata Cara Pelaksanaan KSP Barang Milik Daerah Yang Berada Pada Pengelola Barang dan Pengguna Barang
Pasal 118
Hal-hal terkait dengan: a. tata cara pelaksanaan KSP Barang Milik Daerah yang berada ada
Pengelola Barang;
b. tata cara pelaksanaan KSP Barang Milik Daerah yang berada ada Pengguna Barang;
c. perpanjangan jangka waktu KSP yang berada pada Pengelola Barang dan
Pengguna Barang; diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketujuh
BGS dan BSG Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 119
(1) BGS/BSG barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi
penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan
b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.
(2) Bangunan dan fasilitasnya yang menjadi bagian dari hasil pelaksanaan
BGS/BSG harus dilengkapi dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas nama pemerintah daerah.
(3) Biaya persiapan BGS/BSG yang dikeluarkan Pengelola Barang atau Pengguna Barang sampai dengan penunjukan mitra BGS/BSG dibebankan pada APBD.
(4) Biaya persiapan BGS/BSG yang terjadi setelah ditetapkannya mitra BGS/BSG dan biaya pelaksanaan BGS/BSG menjadi beban mitra yang bersangkutan.
(5) Penerimaan hasil pelaksanaan BGS/BSG merupakan penerimaan daerah yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum
Daerah. (6) BGS/BSG barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan
Bupati.
Pasal 120
(1) Penetapan status Penggunaan barang milik daerah sebagai hasil dari pelaksanaan BGS/BSG dilaksanakan oleh Bupati, dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD terkait.
(2) Hasil pelaksanaan BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bangunan beserta fasilitas yang telah diserahkan oleh mitra setelah
berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan untuk BGS atau setelah selesainya pembangunan untuk BSG.
Pasal 121
(1) Mitra BGS atau mitra BSG yang telah ditetapkan, selama jangka waktu
pengoperasian: a. wajib membayar kontribusi ke rekening Kas Umum Daerah setiap
tahun sesuai besaran yang telah ditetapkan; b. wajib memelihara objek BGS/BSG; dan c. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan:
1. tanah yang menjadi objek BGS/BSG; 2. hasil BGS yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan
tugas dan fungsi Pemerintah Daerah; dan/atau
3. hasil BSG. (2) Mitra BGS barang milik daerah harus menyerahkan objek BGS kepada
Bupati pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern pemerintah.
Paragraf Kedua
Pihak Pelaksana
Pasal 122
(1) Pihak yang dapat melakukan BGS/BSG adalah Pengelola Barang. (2) Pihak yang dapat menjadi mitra BGS/BSG meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara; b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. Swasta kecuali perorangan; dan/atau d. Badan Hukum lainnya.
(3) Dalam hal mitra BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
membentuk konsorsium, mitra BGS/BSG harus membentuk badan hukum Indonesia sebagai pihak yang bertindak untuk dan atas nama
mitra BGS/BSG dalam perjanjian BGS/BSG.
Paragraf Ketiga Objek BGS/BSG
Pasal 123
(1) Objek BGS/BSG meliputi: a. barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengelola
Barang; atau
b. barang milik daerah berupa tanah yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Dalam hal barang milik daerah berupa tanah yang status penggunaannya berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang yang bersangkutan, BGS/BSG dapat dilakukan setelah terlebih dahulu diserahkan kepada Bupati.
(3) BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Pengelola Barang dengan mengikutsertakan Pengguna Barang sesuai
tugas dan fungsinya. (4) Keikutsertaan Pengguna Barang dalam pelaksanaan BGS/BSG,
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah mulai dari tahap persiapan
pembangunan, pelaksanaan pembangunan sampai dengan penyerahan hasil BGS/BSG.
Paragraf Keempat
Hasil BGS/BSG
Pasal 124
(1) Gedung, bangunan, sarana, dan fasilitasnya yang diadakan oleh mitra
BGS/BSG merupakan hasil BGS/BSG.
(2) Sarana dan fasilitas hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
a. peralatan dan mesin; b. jalan, irigasi dan jaringan; c. aset tetap lainnya; dan
d. aset lainnya. (3) Gedung, bangunan, sarana dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian.
Pasal 125
(1) Dalam pelaksanaan BGS/BSG, mitra BGS/BSG dapat melakukan
perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG. (2) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sesuai dengan penyelenggaraan
tugas dan fungsi pemerintah daerah dan/atau untuk program-program nasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara addendum perjanjian BGS/BSG.
(4) Addendum perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (3): a. tidak melebihi jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun; dan b. menghitung kembali besaran kontribusi yang ditetapkan
berdasarkan hasil perhitungan Tim yang dibentuk oleh Bupati. (5) Perubahan dan/atau penambahan hasil BGS/BSG sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setelah memperoleh persetujuan Bupati.
Paragraf Kelima Bentuk BGS/BSG
Pasal 126
BGS/BSG barang milik daerah dilaksanakan dengan bentuk: a. BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada pada Pengelola
Barang; dan b. BGS/BSG barang milik daerah atas tanah yang berada pada Pengguna
Barang.
Paragraf Keenam
Pemilihan Dan Penetapan Mitra BGS/BSG
Pasal 127
(1) Pemilihan mitra BGS/BSG dilakukan melalui Tender.
(2) Tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 128
Hasil pemilihan mitra BGS/BSG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ditetapkan oleh Bupati.
Paragraf Ketujuh
Jangka Waktu BGS/BSG
Pasal 129
(1) Jangka waktu BGS/BSG paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak
perjanjian ditandatangani.
(2) Jangka waktu BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk 1 (satu) kali perjanjian dan tidak dapat dilakukan
perpanjangan.
Paragraf Kedelapan Perjanjian BGS/BSG
Pasal 130
(1) Pelaksanaan BGS/BSG dituangkan dalam perjanjian. (2) Perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani antara Bupati dengan mitra BGS/BSG.
(3) Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. dasar perjanjian; b. identitas para pihak yang terikat dalam perjanjian; c. objek BGS/BSG;
d. hasil BGS/BSG; e. peruntukan BGS/BSG;
f. jangka waktu BGS/BSG; g. besaran kontribusi tahunan serta mekanisme pembayarannya;
h. besaran hasil BGS/BSG yang digunakan langsung untuk tugas dan fungsi Pengelola Barang/Pengguna Barang;
i. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian; j. ketentuan mengenai berakhirnya BGS/BSG; k. sanksi;
l. penyelesaian perselisihan; dan m. persyaratan lain yang dianggap perlu.
(4) Perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk Akta Notaris.
(5) Penandatanganan perjanjian BGS/BSG dilakukan setelah mitra
BGS/BSG menyampaikan bukti setor pembayaran kontribusi tahunan pertama kepada pemerintah daerah.
(6) Bukti setor pembayaran kontribusi tahunan pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) merupakan salah satu dokumen pada lampiran yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjanjian BGS/BSG.
Paragraf Kesembilan
Kontribusi Tahunan, Hasil BGS/BSG Yang Digunakan Langsung Untuk Tugas Dan Fungsi Pemerintah Daerah, Penghitungan Dan
Pembayarannya
Pasal 131
(1) Mitra wajib membayar kontribusi tahunan melalui penyetoran ke
Rekening Kas Umum Daerah sebagai penerimaan daerah dari
pelaksanaan BGS/BSG. (2) Besaran kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung oleh Tim yang dibentuk oleh Bupati.
Pasal 132
(1) Besaran kontribusi tahunan merupakan hasil perkalian dari besaran
persentase kontribusi tahunan dengan nilai wajar barang milik daerah yang akan dilakukan BGS/BSG.
(2) Besaran persentase kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati berdasarkan perhitungan Penilai.
(3) Nilai wajar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan berdasarkan hasil penilaian oleh Penilai Pemerintah atau Penilai Publik yang ditetapkan oleh Bupati.
(4) Dalam hal nilai barang milik daerah berbeda dengan nilai wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BGS/BSG barang milik daerah menggunakan nilai wajar hasil penilaian sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
Pasal 133
(1) Besaran kontribusi tahunan pelaksanaan BGS/BSG dapat meningkat setiap tahun dari yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2).
(2) Peningkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kontribusi tahunan tahun pertama dengan memperhatikan tingkat
inflasi.
(3) Besaran kontribusi tahunan ditetapkan dalam persetujuan pelaksanaan BGS/BSG dan dituangkan dalam perjanjian.
(4) Dalam hal usulan besaran kontribusi tahunan yang diajukan oleh calon mitra BGS/BSG lebih besar dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh Penilai Pemerintah, besaran kontribusi tahunan yang ditetapkan dalam
persetujuan pelaksanaan BGS/BSG dan yang dituangkan dalam perjanjian adalah sebesar usulan besaran kontribusi tahunan dari calon
mitra BGS/BSG.
Pasal 134
(1) Pembayaran kontribusi tahunan pertama ke Rekening Kas Umum
Daerah oleh mitra BGS/BSG harus dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum penandatanganan perjanjian BGS/BSG.
(2) Pembayaran kontribusi tahunan tahun berikutnya ke Rekening Kas Umum Daerah harus dilakukan sesuai dengan tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian.
(3) Pembayaran kontribusi tahunan pada akhir tahun perjanjian dibayarkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum perjanjian berakhir.
(4) Pembayaran kontribusi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dibuktikan dengan bukti setor.
Pasal 135
(1) Dalam jangka waktu pengoperasian BGS/BSG, paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari hasil BGS/BSG harus digunakan langsung oleh
Pengguna Barang untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan.
(2) Besaran hasil BGS/BSG yang digunakan langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan rekomendasi oleh Tim yang dibentuk oleh Bupati.
(3) Penyerahan bagian hasil BGS/BSG yang digunakan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan waktu
yang ditentukan dalam perjanjian BGS/BSG. (4) Penetapan penggunaan barang milik daerah hasil BGS/BSG yang
digunakan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
oleh Bupati.
Paragraf Kesepuluh Berakhirnya Jangka Waktu BGS/BSG
Pasal 136
(1) BGS/BSG berakhir dalam hal:
a. berakhirnya jangka waktu BGS/BSG sebagaimana tertuang dalam perjanjian BGS/BSG;
b. pengakhiran perjanjian BGS/BSG secara sepihak oleh Bupati; c. berakhirnya perjanjian BGS/BSG; d. ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakhiran BGS/BSG secara sepihak oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal mitra
BGS/BSG tidak memenuhi kewajiban sebagaimana tertuang dalam perjanjian dan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, antara lain:
a. mitra BGS/BSG terlambat membayar kontribusi tahunan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut;
b. mitra BGS/BSG tidak membayar kontribusi tahunan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut; atau
c. mitra BGS/BSG belum memulai pembangunan dan/atau tidak
menyelesaikan pembangunan sesuai dengan perjanjian, kecuali dalam keadaan force majeure.
(3) Pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh Bupati secara tertulis.
Pasal 137
(1) Pengakhiran perjanjian BGS/BSG secara sepihak oleh Bupati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1) huruf b, dilaksanakan
dengan tahapan: a. Bupati menerbitkan teguran tertulis pertama kepada mitra
BGS/BSG;
b. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran
tertulis pertama, Bupati menerbitkan teguran tertulis kedua; c. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran kedua
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan
teguran tertulis kedua, Bupati menerbitkan teguran tertulis ketiga yang merupakan teguran terakhir; dan
d. dalam hal mitra BGS/BSG tidak melaksanakan teguran ketiga dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan teguran tertulis ketiga, Bupati menerbitkan surat pengakhiran BGS/BSG.
(2) Setelah menerima surat pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, mitra BGS/BSG wajib menyerahkan objek BGS/BSG kepada Bupati.
(3) Bupati meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit atas objek BGS/BSG yang diserahkan oleh mitra
BGS/BSG. (4) Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditujukan untuk memeriksa:
a. kesesuaian jumlah dan kondisi objek BGS/BSG antara yang akan
diserahkan dengan perjanjian BGS/BSG; b. kesesuaian bangunan dan fasilitas hasil BGS/BSG antara yang akan
diserahkan dengan Perjanjian BGS/BSG; dan
c. laporan pelaksanaan BGS/BSG. (5) Aparat pengawasan intern pemerintah melaporkan hasil audit kepada
Bupati dengan tembusan kepada mitra BGS/BSG. (6) Mitra BGS/BSG menindaklanjuti seluruh hasil audit yang disampaikan
oleh aparat pengawasan intern pemerintah dan melaporkannya kepada
Bupati. (7) Serah terima objek BGS/BSG dilakukan paling lambat pada saat
berakhirnya jangka waktu BGS/BSG dan dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST).
(8) Mitra tetap berkewajiban menindaklanjuti hasil audit dalam hal terdapat
hasil audit yang belum selesai ditindaklanjuti oleh mitra setelah dilakukannya serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(9) Pengakhiran sepihak BGS/BSG tidak menghilangkan kewajiban mitra
BGS/BSG untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana tertuang dalam perjanjian BGS/BSG.
Pasal 138
Khusus mengenai ketentuan yang terkait dengan: a. tata cara pelaksanaan BGS/BSG atas Barang Milik Daerah berupa tanah
yang berada pada Pengelola Barang;
b. tata cara pelaksanaan BGS/BSG atas Barang Milik Daerah berupa tanah yang berada pada Pengguna Barang;
diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedelapan
KSPI Paragraf Kesatu Prinsip Umum
Pasal 139
KSPI atas barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan: a. dalam rangka kepentingan umum dan/atau penyediaan infrastruktur
guna mendukung tugas dan fungsi pemerintahan; b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk
penyediaan infrastruktur; dan
c. termasuk dalam daftar prioritas program penyediaan infrastruktur yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 140
(1) Kewajiban Mitra KSPI selama jangka waktu KSPI adalah: a. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan
barang milik daerah yang menjadi objek KSPI; b. wajib memelihara objek KSPI dan barang hasil KSPI; dan c. dapat dibebankan pembagian kelebihan keuntungan sepanjang
terdapat kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback).
(2) Mitra KSPI harus menyerahkan objek KSPI dan barang hasil KSPI kepada pemerintah daerah pada saat berakhirnya jangka waktu KSPI sesuai perjanjian.
(3) Barang hasil KSPI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada pemerintah daerah sesuai perjanjian.
(4) Penetapan mitra KSPI dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 141
Jenis Infrastruktur yang termasuk dalam daftar prioritas program penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam pasal 139 huruf c
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Paragraf Kedua
Pihak Pelaksana KSPI Atas Barang Milik Daerah
Pasal 142
(1) Pihak yang dapat melaksanakan KSPI adalah:
a. Pengelola Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau
b. Pengguna Barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
(2) KSPI atas barang milik daerah dilakukan antara pemerintah daerah dan badan usaha.
(3) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah badan usaha
yang berbentuk: a. Perseroan Terbatas;
b. Badan Usaha Milik Negara; c. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau d. Koperasi.
Paragraf Ketiga
PJPK KSPI Atas Barang Milik Daerah
Pasal 143
(1) PJPK KSPI atas barang milik daerah adalah pihak yang ditunjuk
dan/atau ditetapkan sebagai PJPK dalam rangka pelaksanaan kerja
sama pemerintah daerah dengan badan usaha. (2) Pihak yang dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai PJPK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempedomani ketentuan perturan perundang-
undangan.
Paragraf Keempat Objek KSPI
Pasal 144
(1) Objek KSPI meliputi: a. barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; atau b. barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Objek KSPI atas barang milik daerah meliputi: a. tanah dan/atau bangunan; b. sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan; atau
c. selain tanah dan/atau bangunan.
Paragraf Kelima Jangka Waktu KSPI
Pasal 145
(1) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
(2) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. (3) Jangka waktu KSPI atas barang milik daerah dan perpanjangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam perjanjian KSPI
atas barang milik daerah.
Pasal 146
(1) Perpanjangan jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 145 ayat (3) hanya dapat dilakukan apabila terjadi government force majeure, seperti dampak kebijakan pemerintah
yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial, dan keamanan.
(2) Perpanjangan jangka waktu KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan permohonannya paling lama 6 (enam)
bulan setelah government force majeure terjadi.
Paragraf Keenam Hasil KSPI Atas Barang Milik Daerah
Pasal 147
(1) Hasil dari KSPI atas barang milik daerah terdiri atas: a. barang hasil KSPI berupa infrastruktur beserta fasilitasnya yang
dibangun oleh mitra KSPI; dan b. pembagian atas kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang
ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback). (2) Pembagian atas kelebihan keuntungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b merupakan penerimaan pemerintah daerah yang harus
disetorkan ke rekening Kas Umum Daerah.
Pasal 148
(1) Formulasi dan/atau besaran pembagian kelebihan keuntungan
(clawback) ditetapkan oleh Bupati.
(2) Penetapan besaran pembagian kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mempertimbangkan hasil kajian dari Tim KSPI yang dibentuk oleh Bupati.
(3) Perhitungan pembagian kelebihan keuntungan (clawback) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan antara lain:
a. nilai investasi pemerintah daerah; b. nilai investasi mitra KSPI;
c. risiko yang ditanggung mitra KSPI; dan d. karakteristik infrastruktur.
Paragraf Ketujuh
Infrastruktur Hasil Pemanfaatan Barang Milik Daerah
Dalam Rangka Penyediaan Infrastrukur
Pasal 149
(1) Infrastruktur yang menjadi hasil kegiatan KSPI atas barang milik daerah
berupa: a. bangunan konstruksi infrastruktur beserta sarana dan prasarana;
b. pengembangan infrastruktur berupa penambahan dan/atau peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas dan/atau kualitas infrastruktur; dan/atau
c. hasil penyediaan infrastruktur berupa penambahan dan/atau peningkatan terhadap kapasitas, kuantitas dan/atau kualitas infrastruktur lainnya.
(2) Mitra KSPI menyerahkan infrastruktur yang menjadi hasil kegiatan KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian. (3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh mitra
KSPI atas barang milik daerah kepada PJPK.
Pasal 150
(1) PJPK menyerahkan barang milik daerah yang diterima dari mitra KSPI atas barang milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (3) kepada Bupati.
(2) Barang hasil KSPI atas barang milik daerah berupa infrastruktur beserta fasilitasnya menjadi barang milik daerah sejak diserahkan kepada
pemerintah daerah.
Paragraf Kedelapan Penatausahaan
Pasal 151
(1) Pengelola Barang melakukan penatausahaan atas pelaksanaan KSPI atas barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang.
(2) Pengguna Barang melakukan penatausahaan atas pelaksanaan KSPI
atas barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
Pasal 152
(1) Mitra KSPI melaporkan secara tertulis hasil penyetoran pendapatan
daerah atas KSPI kepada Bupati sesuai perjanjian dengan dilampiri bukti penyetoran pendapatan daerah.
(2) Bukti penyetoran pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan dokumen sumber pelaksanaan penatausahaan KSPI.
Paragraf Kesembilan Sanksi Dan Denda
Pasal 153
(1) Dalam hal mitra KSPI terlambat melakukan pembayaran atau melakukan pembayaran namun tidak sesuai dengan ketentuan atas
pembagian keuntungan KSPI wajib membayar denda sebagaimana diatur dalam naskah perjanjian.
(2) Pembayaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui penyetoran ke Rekening Kas Umum Daerah.
Pasal 154
(1) Dalam hal barang milik daerah yang menjadi objek KSPI tidak dipelihara
dengan baik sesuai ketentuan pada perjanjian, mitra KSPI memperbaiki sampai pada kondisi sesuai dengan yang diperjanjikan.
(2) Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah selesai
dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya masa KSPI atas barang milik daerah.
Pasal 155
(1) Dalam hal barang milik daerah yang menjadi objek KSPI hilang selama pelaksanaan masa KSPI akibat kesalahan atau kelalaian mitra KSPI,
mitra wajib mengganti objek dan hasil KSPI dengan barang yang sama atau barang yang sejenis dan setara.
(2) Penggantian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah selesai dilaksanakan paling lambat pada saat berakhirnya
KSPI.
Pasal 156
(1) Dalam hal perbaikan dan/atau penggantian barang milik daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 dan Pasal 155 tidak dapat dilakukan, mitra KSPI membayar biaya perbaikan dan/atau penggantian tersebut secara tunai.
(2) Penentuan besaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PJPK.
Pasal 157
Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1) dilakukan dengan cara menyetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah paling
lama 1 (satu) bulan terhitung sejak adanya penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2).
Pasal 158
Mitra dikenakan sanksi administratif berupa surat teguran dalam hal: a. belum melakukan perbaikan dan/atau penggantian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 156 dan Pasal 157 pada saat berakhirnya KSPI; atau
b. belum menyerahkan barang milik daerah yang menjadi objek KSPI dan/atau hasil pemanfaatan pada saat berakhirnya KSPI.
Pasal 159
(1) Dalam hal perbaikan, penggantian, dan/atau pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 belum dilakukan terhitung 1 (satu) bulan
sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, mitra dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan.
(2) Dalam hal perbaikan, penggantian, dan/atau penyerahan barang milik
daerah belum dilakukan terhitung 1 (bulan) sejak diterbitkannya surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mitra dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam naskah perjanjian.
Pasal 160
Dalam hal denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (2) tidak dilunasi mitra KSPI, maka penyelesaiannya dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 161
Ketentuan lebih lanjut terkait tata cara pelaksanaan KSPI atas barang milik daerah diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN
Bagian Pertama Pengamanan
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 162
(1) Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau kuasa Pengguna Barang
wajib melakukan pengamanan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya.
(2) Pengamanan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi: a. pengamanan fisik;
b. pengamanan administrasi; dan c. pengamanan hukum.
Pasal 163
(1) Bukti kepemilikan barang milik daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman.
(2) Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik daerah dilakukan oleh Pengelola Barang.
Pasal 164
Bupati dapat menetapkan kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan barang milik daerah tertentu dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
Paragraf Kedua Tata Cara Pengamanan
Pasal 165
(1) Pengamanan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (2) meliputi :
a. Pengamanan tanah; b. Gedung dan/atau bangunan; c. Pengamanan kendaraan dinas;
d. Pengamanan rumah negara; e. Pengamanan Barang Milik Daerah berupa barang persediaan; f. PengamananBarang Milik Daerah selain tanah, gedung dan/atau
bangunan, rumah negara, dan barang persediaan yang mempunyai dokumen berita acara serah terima; dan
g. Pengamanan Barang Milik Daerah berupa barang tak berwujud. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengamanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)ditetapkan dengan peraturan Bupati.
(3) Penyusunan peraturan Bupati mengenai tata cara pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Pemeliharaan
Pasal 166
(1) Barang yang dipelihara adalah barang milik daerah dan/atau barang milik daerah dalam penguasaan Pengelola Barang/Pengguna
Barang/Kuasa Pengguna Barang. (2) Pengelola Barang, Pengguna Barang dan kuasa Pengguna Barang
bertanggungjawab atas pemeliharaan barang milik daerah yang berada
dalam penguasaannya. (3) Tujuan dilakukan pemeliharaan atas barang milik daerah sebagaimana
dimakud pada ayat (2) adalah untuk menjaga kondisi dan memperbaiki
semua barang milik daerah agar selalu dalam keadaan baik dan layak serta siap digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
(4) Dalam rangka tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah harus memprioritaskan anggaran belanja pemeliharaan dalam jumlah yang cukup,
(5) Biaya pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibebankan pada APBD.
(6) Dalam hal barang milik daerah dilakukan pemanfaatan dengan pihak
lain, biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari mitra pemanfaatan barang milik daerah.
Pasal 167
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeliharaan barang milik daerah ditetapkan dengan peraturan Bupati.
(2) Penyusunan peraturan Bupati mengenai tata cara pemeliharaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan
BAB IX
PENILAIAN
Pasal 168
(1) Penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan
neraca pemerintah daerah, pemanfaatan, atau pemindahtanganan. (2) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan untuk: a. pemanfaatan dalam bentuk pinjam pakai; dan b. pemindahtanganan dalam bentuk hibah.
(3) Penetapan nilai barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
(4) Biaya yang diperlukan dalam rangka penilaian barang milik daerah dibebankan pada APBD.
Pasal 169
(1) Penilaian barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh:
a. Penilai Pemerintah; atau b. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Bupati.
(2) Penilai Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian
dan menjadi anggota asosiasi Penilai yang diakui oleh pemerintah. (3) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (4) Nilai wajar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang diperoleh dari
hasil penilaian menjadi tanggung jawab Penilai.
Pasal 170
(1) Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dalam
rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh Tim yang
ditetapkan oleh Bupati, dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan Bupati.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah panitia penaksir harga yang unsurnya terdiri dari SKPD/Unit Kerja terkait.
(3) Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Penilai Pemerintah
atau Penilai Publik. (4) Penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (5) Apabila penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh
Pengguna Barang tanpa melibatkan Penilai, maka hasil penilaian barang milik daerah hanya merupakan nilai taksiran.
(6) Hasil penilaian barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 171
(1) Dalam kondisi tertentu, Bupati dapat melakukan penilaian kembali
dalam rangka koreksi atas nilai barang milik daerah yang telah ditetapkan dalam neraca pemerintah daerah.
(2) Penilaian kembali, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah proses
revaluasi dalam rangka pelaporan keuangan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang metode penilaiannya dilaksanakan sesuai
standar penilaian. (3) Keputusan mengenai penilaian kembali atas nilai barang milik daerah
dilaksanakan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati dengan
berpedoman pada ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. (4) Ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional, sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk seluruh entitas pemerintah daerah.
BAB X
PEMINDAHTANGANAN
Bagian Kesatu Prinsip Umum
Pasal 172
(1) Barang milik daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dapat dipindahtangankan.
(2) Bentuk pemindahtanganan barang milik daerah meliputi: a. penjualan;
b. tukar menukar; d. hibah; atau
e. penyertaan modal pemerintah daerah.
Pasal 173
(1) Dalam rangka pemindahtanganan barang milik daerah dilakukan penilaian.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
untuk pemindahtanganan dalam bentuk hibah. (3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk
mendapatkan nilai wajar.
Bagian Kedua Persetujuan Pemindahtanganan
Pasal 174
(1) Pemindahtanganan barang milik daerah yang dilakukan setelah
mendapat persetujuan DPRD untuk: a. tanah dan/atau bangunan; atau
b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
(2) Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak memerlukan persetujuan DPRD, apabila:
a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti
sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
c. diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan;
d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau
e. dikuasai pemerintah daerah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan
ketentuan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Pasal 175
(1) Tanah dan/atau bangunan yang sudah tidak sesuai dengan tata ruang
wilayah atau penataan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174
ayat (2) huruf a, dimaksudkan bahwa lokasi tanah dan/atau bangunan dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah.
(2) Tanah dan/atau bangunan yang tidak sesuai dengan penataan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu dilakukan penyesuaian yang
berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut.
Pasal 176
Bangunan yang harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2) huruf b, dimaksudkan bahwa yang
dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut dirobohkan untuk selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang
sama (rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen penganggaran.
Pasal 177
Tanah dan/atau bangunan diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
174 ayat (2) huruf c, adalah: a. tanah dan/atau bangunan yang merupakan kategori rumah
negara/daerah golongan III;
b. tanah yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awalnya untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan.
Pasal 178
(1) Tanah dan/atau bangunan yang diperuntukkan bagi kepentingan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2) huruf d, adalah tanah
dan/atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat
banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan, termasuk diantaranya kegiatan pemerintah daerah dalam lingkup hubungan persahabatan antara negara/daerah dengan negara lain atau
masyarakat/lembaga internasional. (2) Kategori bidang kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain sebagai berikut:
a. jalan umum termasuk akses jalan sesuai peraturan perundangan, jalan tol, dan rel kereta api;
b. saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air; c. waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, termasuk
saluran irigasi;
d. rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; e. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, atau terminal;
f. tempat ibadah; g. sekolah atau lembaga pendidikan non komersial; h. pasar umum;
i. fasilitas pemakaman umum; j. fasilitas keselamatan umum, antara lain tanggul penanggulangan
bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana;
k. sarana dan prasarana pos dan telekomunikasi; l. sarana dan prasarana olahraga untuk umum;
m. stasiun penyiaran radio dan televisi beserta sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran publik;
n. kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing,
Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa;
o. fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas dan fungsinya;
p. rumah susun sederhana; q. tempat pembuangan sampah untuk umum;
r. cagar alam dan cagar budaya; s. promosi budaya nasional; t. pertamanan untuk umum;
u. panti sosial; v. lembaga pemasyarakatan; dan
w. pembangkit, turbin, transmisi, dan distribusi tenaga listrik termasuk instalasi pendukungnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.
Pasal 179
Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2) dilakukan oleh Pengelola
Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
Pasal 180
(1) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan yang bernilai sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat
persetujuan Bupati. (2) Pemindahtanganan barang milik daerah selain tanah dan/atau
bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan DPRD.
(3) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan nilai wajar untuk pemindahtanganan dalam bentuk penjualan, tukar menukar dan penyertaan modal.
(4) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan nilai perolehan untuk pemindahtanganan dalam bentuk hibah.
(5) Usul untuk memperoleh persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diajukan oleh Bupati. (6) Usulan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan per tiap usulan.
Bagian Ketiga Penjualan
Paragraf Kesatu Prinsip Umum
Pasal 181
(1) Penjualan barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. untuk optimalisasi barang milik daerah yang berlebih atau tidak digunakan/dimanfaatkan;
b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dijual; dan/atau
c. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Barang milik daerah yang tidak digunakan/dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah barang milik daerah yang tidak
digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD atau tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.
Pasal 182
(1) Penjualan barang milik daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu.
(2) Lelang, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penjualan barang
milik daerah yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun
untuk mencapai harga tertinggi. (3) Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan setelah
dilakukan pengumuman lelang dan di hadapan pejabat lelang.
(4) Pengecualian dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Barang milik daerah yang bersifat khusus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. b. Barang milik daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh
Bupati. (5) Barang milik daerah yang bersifat khusus, sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf a adalah barang-barang yang diatur secara khusus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain yaitu: a. Rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuninya yang
sah.
b. Kendaraan perorangan dinas yang dijual kepada: 1. Bupati;
2. Wakil Bupati; 3. mantan Bupati; dan 4. mantan Wakil Bupati.
(6) Barang milik daerah lainnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b antara lain yaitu :
a. tanah dan/atau bangunan yang akan digunakan untuk kepentingan umum;
b. tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya
digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
c. selain tanah dan/atau bangunan sebagai akibat dari keadaan kahar (force majeure);
d. bangunan yang berdiri di atas tanah pihak lain yang dijual kepada pihak lain pemilik tanah tersebut;
e. hasil bongkaran bangunan atau bangunan yang akan dibangun
kembali; atau f. selain tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki bukti
kepemilikan dengan nilai wajar paling tinggi Rp1.000.000 (satu juta rupiah) per unit.
Pasal 183
(1) Dalam rangka penjualan barang milik daerah dilakukan penilaian untuk
mendapatkan nilai wajar.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bagi penjualan barang milik daerah berupa tanah yang diperlukan untuk pembangunan rumah susun sederhana, yang nilai
jualnya ditetapkan oleh Bupati berdasarkan perhitungan yang ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 dan Pasal 170.
(4) Penentuan nilai dalam rangka penjualan barang milik daerah secara lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) dilakukan
dengan memperhitungkan faktor penyesuaian. (5) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan limit/batasan
terendah yang disampaikan kepada Bupati, sebagai dasar penetapan
nilai limit. (6) Nilai limit/batasan terendah sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
adalah harga minimal barang yang akan dilelang. (7) Nilai limit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh Bupati
selaku penjual.
Pasal 184
(1) Barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak laku dijual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1 (satu)
kali. (2) Pada pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan penilaian ulang.
(3) Dalam hal setelah pelaksanaan lelang ulang, barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak laku dijual, Pengelola Barang menindaklanjuti dengan penjualan tanpa lelang, tukar menukar, hibah,
penyertaan modal atau pemanfaatan. (4) Pengelola Barang dapat melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) atas barang milik daerah setelah mendapat persetujuan Bupati.
Pasal 185
(1) Barang milik daerah berupa selain tanah dan/atau bangunan yang tidak laku dijual pada lelang pertama, dilakukan lelang ulang sebanyak 1 (satu) kali.
(2) Pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan penilaian ulang.
(3) Dalam hal setelah pelaksanaan lelang ulang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak laku dijual, Pengelola Barang menindaklanjuti dengan penjualan tanpa lelang, tukar menukar, hibah, atau penyertaan
modal. (4) Pengelola Barang dapat melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) atas barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan
setelah mendapat persetujuan Bupati untuk masing-masing kegiatan bersangkutan.
(5) Dalam hal penjualan tanpa lelang, tukar menukar, hibah, atau penyertaan modal, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dilaksanakan, maka dapat dilakukan pemusnahan.
Pasal 186
(1) Hasil penjualan barang milik daerah wajib disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah.
(2) Dalam hal barang milik daerah berada pada Badan Layanan Umum Daerah maka: a. Pendapatan daerah dari penjualan barang milik daerah dalam
rangka penyelenggaraan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah merupakan penerimaan
daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening kas Badan Layanan Umum Daerah.
b. Pendapatan daerah dari penjualan barang milik daerah dalam rangka selain penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Layanan
Umum Daerah merupakan penerimaan daerah yang disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah.
Paragraf Kedua
Objek Penjualan
Pasal 187
(1) Objek penjualan adalah barang milik daerah yang berada pada Pengelola
Barang /Pengguna Barang, meliputi:
a. tanah dan/atau bangunan; b. selain tanah dan/atau banguan.
(2) Penjualan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan teknis: b. memenuhi persyaratan ekonomis, yakni secara ekonomis lebih
menguntungkan bagi daerah apabila barang milik daerah dijual,
karena biaya operasional dan pemeliharaan barang lebih besar dari pada manfaat yang diperoleh; dan
c. memenuhi persyaratan yuridis, yakni barang milik daerah tidak terdapat permasalahan hukum.
(3) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a antara lain:
a. lokasi tanah dan/atau bangunan sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah;
b. lokasi dan/atau luas tanah dan/atau bangunan tidak dapat digunakan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah;
c. tanah kavling yang menurut awal perencanaan pengadaannya diperuntukkan bagi pembangunan perumahan pegawai negeri pemerintah daerah yang bersangkutan;
d. bangunan berdiri di atas tanah milik pihak lain; atau e. barang milik daerah yang menganggur (idle) tidak dapat dilakukan
penetapan status penggunaan atau pemanfaatan. (4) Penjualan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan
persyaratan sebagai berikut: a. memenuhi persyaratan teknis:
b. memenuhi persyaratan ekonomis, yakni secara ekonomis lebih menguntungkan bagi pemerintah daerah apabila barang milik daerah dijual, karena biaya operasional dan pemeliharaan barang
lebih besar daripada manfaat yang diperoleh; dan c. memenuhi persyaratan yuridis, yakni barang milik daerah tidak
terdapat permasalahan hukum. (5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a antara
lain:
a. barang milik daerah secara fisik tidak dapat digunakan karena rusak, dan tidak ekonomis apabila diperbaiki;
b. barang milik daerah secara teknis tidak dapat digunakan lagi akibat
modernisasi; c. barang milik daerah tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan
karena mengalami perubahan dalam spesifikasi akibat penggunaan, seperti terkikis, hangus, dan lain-lain sejenisnya; atau
d. barang milik daerah tidak dapat digunakan dan dimanfaatkan karena mengalami pengurangan dalam timbangan/ukuran
disebabkan penggunaan atau susut dalam penyimpanan atau pengangkutan.
Pasal 188
Penjualan barang milik daerah berupa tanah kavling yang menurut awal perencanaan pengadaannya diperuntukkan bagi pembangunan perumahan pegawai negeri pemerintah daerah yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 182 ayat (6) huruf b dilakukan dengan persyaratan: a. pengajuan permohonan penjualan disertai dengan bukti perencanaan
awal yang menyatakan bahwa tanah tersebut akan digunakan untuk
pembangunan perumahan pegawai negeri pemerintah daerah yang bersangkutan; dan
b. penjualan dilaksanakan langsung kepada masing-masing pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan yang ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 189
(1) Penjualan barang milik daerah berupa kendaraan bermotor dinas
operasional dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan, yakni berusia paling singkat 7 (tujuh) tahun.
(2) Usia 7 (tujuh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. terhitung mulai tanggal, bulan, dan tahun perolehannya sesuai
dokumen kepemilikan, untuk perolehan dalam kondisi baru; atau
b. terhitung mulai tanggal, bulan, dan tahun pembuatannya sesuai dokumen kepemilikan, untuk perolehan tidak dalam kondisi baru.
(3) Dalam hal barang milik daerah berupa kendaraan bermotor rusak berat dengan sisa kondisi fisik setinggi-tingginya 30% (tiga puluh persen), maka penjualan kendaraan bermotor dapat dilakukan sebelum berusia 7
(tujuh) tahun. (4) Penjualan kendaraan bermotor dilakukan sebelum berusia 7 (tujuh)
tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berdasarkan surat
keterangan tertulis dari instansi yang berkompeten
Pasal 90 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penjualan pada
Pengelola Barang dan Pengguna Barang ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
(2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara pelaksanaan penjualan pada Pengelola Barang dan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf Kelima
Tata Cara Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas Kepada Pejabat Negara, Mantan Pejabat Negara
Dan Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN)
Pasal 191
(1) Syarat kendaraan perorangan dinas yang dapat dijual tanpa melalui
lelang kepada pejabat negara dan mantan pejabat negara, adalah: a. telah berusia paling singkat 4 (empat) tahun:
1. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun perolehannya, untuk perolehan dalam kondisi baru; atau
2. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun pembuatannya, untuk perolehan selain tersebut pada angka 1.
b. sudah tidak digunakan lagi untuk pelaksanaan tugas.
(2) Syarat kendaraan perorangan dinas yang dapat dijual tanpa melalui lelang kepada pegawai ASN adalah telah berusia paling singkat 5 (lima)
tahun: a. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun perolehannya, untuk
perolehan dalam kondisi baru; atau
b. terhitung mulai tanggal, bulan, tahun pembuatannya, untuk perolehan selain tersebut pada huruf a.
Pasal 192
(1) Kendaraan perorangan dinas dapat dijual tanpa melalui lelang kepada: a. pejabat negara; b. mantan pejabat negara; atau
(2) Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu: a. Bupati; b. Wakil Bupati.
(3) Mantan Pejabat Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b , yaitu:
a. mantan Bupati; b. mantan Wakil Bupati.
Pasal 193
(1) Ketentuan lenjut mengenai tata cara Penjualan Kendaraan Perorangan Dinas ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
(2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara Penjualan Kendaraan
Perorangan Dinas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan
Bagian Keempat
Tukar Menukar Paragraf Kesatu Prinsip Umum
Pasal 194
(1) Tukar menukar barang milik daerah dilaksanakan dengan
pertimbangan:
a. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan;
b. untuk optimalisasi barang milik daerah; dan
c. tidak tersedia dana dalam APBD. (2) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempuh apabila
pemerintah daerah tidak dapat menyediakan tanah dan/atau bangunan pengganti.
(3) Selain pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tukar
menukar dapat dilakukan: a. apabila barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota; b. guna menyatukan barang milik daerah yang lokasinya terpencar;
c. dalam rangka pelaksanaan rencana strategis pemerintah pusat/pemerintah daerah;
d. guna mendapatkan/memberikan akses jalan, apabila objek tukar menukar adalah barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan; dan/atau
e. telah ketinggalan teknologi sesuai kebutuhan, kondisi, atau ketentuan peraturan perundang-undangan, apabila objek tukar
menukar adalah barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(4) Tukar menukar barang milik daerah dapat dilakukan dengan pihak:
a. Pemerintah Pusat; b. Pemerintah Daerah lainnya; c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum milik
pemerintah lainnya yang dimiliki negara; d. Pemerintah Desa; atau
e. Swasta; (5) Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf e adalah pihak
swasta, baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan.
Pasal 195
(1) Tukar menukar barang milik daerah dapat berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati; b. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; dan c. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain tanah dan/atau
bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang, tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota.
(3) Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola Barang.
Pasal 196
Tukar menukar dilaksanakan setelah dilakukan kajian berdasarkan: a. aspek teknis, antara lain:
1. kebutuhan Pengelola Barang /Pengguna Barang; dan 2. spesifikasi barang yang dibutuhkan;
b. aspek ekonomis, antara lain kajian terhadap nilai barang milik daerah yang dilepas dan nilai barang pengganti;
c. aspek yuridis, antara lain:
1. tata ruang wilayah dan penataan kota; dan 2. bukti kepemilikan.
Pasal 197
Berdasarkan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 terhadap barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan, Bupati dapat
memberikan alternatif bentuk lain pengelolaan barang milik daerah atas permohonan persetujuan tukar menukar yang diusulkan oleh Pengelola
Barang/Pengguna Barang.
Pasal 198
(1) Barang pengganti tukar menukar dapat berupa: a. barang sejenis; dan/atau b. barang tidak sejenis.
(2) Barang pengganti utama tukar menukar barang milik daerah berupa tanah, harus berupa:
a. tanah; atau b. tanah dan bangunan.
(3) Barang pengganti utama tukar menukar barang milik daerah berupa
bangunan, dapat berupa: a. tanah; b. tanah dan bangunan;
c. bangunan; dan/atau d. selain tanah dan/atau bangunan.
(4) Barang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus berada dalam kondisi siap digunakan pada tanggal penandatanganan perjanjian tukar menukar atau Berita Acara Serah
Terima (BAST).
Pasal 199
(1) Nilai barang pengganti atas tukar menukar paling sedikit seimbang
dengan nilai wajar barang milik daerah yang dilepas. (2) Apabila nilai barang pengganti lebih kecil daripada nilai wajar barang
milik daerah yang dilepas, mitra tukar menukar wajib menyetorkan ke
rekening Kas Umum Daerah atas sejumlah selisih nilai antara nilai wajar barang milik daerah yang dilepas dengan nilai barang pengganti.
(3) Penyetoran selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum Berita Acara Serah Terima (BAST) ditandatangani.
(4) Selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dituangkan dalam perjanjian tukar menukar.
Pasal 200
(1) Apabila pelaksanaan tukar menukar mengharuskan mitra tukar menukar membangun bangunan barang pengganti, mitra tukar menukar menunjuk konsultan pengawas dengan persetujuan Bupati
berdasarkan pertimbangan dari SKPD terkait. (2) Konsultan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
badan hukum yang bergerak di bidang pengawasan konstruksi. (3) Biaya konsultan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
tanggung jawab mitra tukar menukar.
Pasal 201
Tukar menukar dilaksanakan oleh pengelola barang setelah mendapat persetujuan Bupati sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 202
Bupati berwenang membatalkan perjanjian Tukar Menukar secara sepihak dalam hal Berita Acara Serah Terima (BAST) tidak ditandatangani sampai
dengan batas waktu yang ditentukan/diperjanjikan.
Pasal 203
(1) Ketentuan lebih labih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tukar menukar, ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
(2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara pelaksanaan tukar
menukar, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Hibah
Paragraf Kesatu Prinsip Umum
Pasal 204
(1) Hibah barang milik daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan: a. sosial;
b. budaya; c. keagamaan; d. kemanusiaan;
e. pendidikan yang bersifat non komersial; f. penyelenggaraan pemerintahan pusat/ pemerintahan daerah.
(2) Penyelenggaraan pemerintahan pusat/daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f adalah termasuk hubungan antar negara, hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hubungan
antara pemerintah daerah dengan masyarakat/ lembaga internasional, dan pelaksanaan kegiatan yang menunjang penyelenggaraan tugas dan
fungsi pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Pasal 205
(1) Barang milik daerah dapat dihibahkan apabila memenuhi persyaratan:
a. bukan merupakan barang rahasia negara;
b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; atau
c. tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Segala biaya yang timbul dalam proses pelaksanaan hibah ditanggung
sepenuhnya oleh pihak penerima hibah.
Pasal 206
(1) Barang milik daerah yang dihibahkan wajib digunakan sebagaimana
ketentuan yang ditetapkan dalam naskah hibah. (2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola
Barang.
Pasal 207
(1) Pihak yang dapat menerima hibah adalah:
a. lembaga sosial, lembaga budaya, lembaga keagamaan, lembaga
kemanusiaan, atau lembaga pendidikan yang bersifat non komersial berdasarkan akta pendirian, anggaran dasar/ rumah tangga, atau
pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa lembaga yang bersangkutan adalah sebagai lembaga dimaksud;
b. pemerintah pusat; c. pemerintah daerah lainnya;
d. pemerintah desa; e. perorangan atau masyarakat yang terkena bencana alam dengan
kriteria masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan; atau f. pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberian hibah kepada pemerintah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dalam hal: a. Barang milik daerah berskala lokal yang ada di desa dapat
dihibahkan kepemilikannya kepada desa; b. Barang milik desa yang telah diambil dari desa, oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota dikembalikan kepada desa, kecuali yang
sudah digunakan untuk fasilitas umum.
Pasal 208
(1) Hibah dapat berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati; b. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; dan c. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain tanah
dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
(3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk dihibahkan; dan
b. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih
optimal apabila dihibahkan. (4) Penetapan barang milik daerah yang akan dihibahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati.
Pasal 209
(1) Ketentuan lebih labih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Hibah
ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
(2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara pelaksanaan Hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan
Bagian Keenam Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Paragraf Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 210
(1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah
dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan, dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya
yang dimiliki Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penyertaan modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Barang milik daerah yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara
dalam rangka penugasan pemerintah; atau b. Barang milik daerah lebih optimal apabila dikelola oleh Badan
Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
(3) Penyertaan modal pemerintah daerah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. (4) Barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah
disertakan dalam penyertaan modal pemerintah daerah kepada Badan
Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara menjadi kekayaan yang dipisahkan mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 211
(1) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah dapat
berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan Bupati; b. tanah dan/atau bangunan pada Pengguna Barang; atau
c. selain tanah dan/atau bangunan. (2) Penyertaan modal pemerintah daerah atas barang milik daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola
Barang setelah mendapat persetujuan Bupati, sesuai batas kewenangannya.
Pasal 212
(1) Penetapan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 ayat (1) huruf a dilakukan oleh Bupati, sesuai batas
kewenangannya. (2) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 ayat (1) huruf b antara lain tanah dan/atau bangunan yang sejak awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah sesuai yang
tercantum dalam dokumen penganggaran, yaitu Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
(3) Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 ayat (1) huruf c antara lain meliputi:
a. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah;
b. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih
optimal untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah.
Pasal 213
Penyertaan modal pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan analisa kelayakan investasi mengenai penyertaan modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 214
Berdasarkan Berita Acara Serah Terima (BAST) Pengguna Barang mengajukan usulan penghapusan barang milik daerah yang telah dijadikan penyertaan modal pemerintah daerah.
Pasal 215
(1) Ketentuan lebih labih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
penyertaan modal, ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
(2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara pelaksanaan penyertaan modalsebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI PEMUSNAHAN Bagian Kesatu
Prinsip Umum
Pasal 216
Pemusnahan barang milik daerah dilakukan apabila:
a. tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau
b. terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 217
(1) Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Bupati, untuk barang milik daerah pada Pengguna Barang.
(2) Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat
persetujuan Bupati, untuk barang milik daerah pada Pengelola Barang. (3) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada Bupati.
Pasal 218
Pemusnahan dilakukan dengan cara: a. dibakar; b. dihancurkan;
c. ditimbun; d. ditenggelamkan; atau e. cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 219
(1) Ketentuan lebih labih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
pemusnahan, ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
(2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara pelaksanaan pemusnahansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan
BAB XII PENGHAPUSAN
Bagian Kesatu Prinsip Umum
Pasal 220
Penghapusan barang milik daerah meliputi: a. penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang
Kuasa Pengguna;
b. penghapusan dari Daftar Barang Pengelola; dan c. penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah.
Pasal 221
(1) Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang
Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 huruf a,
dilakukan dalam hal barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.
(2) Penghapusan dari Daftar Barang Pengelola sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 220 huruf b, dilakukan dalam hal barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengelola Barang.
(3) Penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 huruf c dilakukan dalam hal terjadi penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disebabkan karena:
a. pemindahtanganan atas barang milik daerah; b. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah
tidak ada upaya hukum lainnya; c. menjalankan ketentuan undang-undang; d. pemusnahan; atau
e. sebab lain.
Pasal 222
(1) Barang milik daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang disebabkan karena:
a. penyerahan barang milik daerah; b. pengalihan status penggunaan barang milik daerah;
c. pemindahtanganan atas barang milik; d. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah
tidak ada upaya hukum lainnya;
e. menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. pemusnahan; atau g. sebab lain.
(2) Sebab lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g merupakan sebab-sebab yang secara normal dipertimbangkan wajar menjadi penyebab
penghapusan, seperti, hilang karena kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluwarsa, mati, dan sebagai akibat dari keadaan kahar (force majeure).
Pasal 223
(1) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 221 ayat (1) untuk barang milik daerah pada Pengguna Barang dilakukan dengan menerbitkan keputusan penghapusan oleh Pengelola Barang setelah
mendapat persetujuan Bupati. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 221 ayat (2) untuk
barang milik daerah pada Pengelola Barang dilakukan dengan menerbitkan keputusan penghapusan oleh Bupati.
(3) Dikecualikan dari ketentuan mendapat persetujuan penghapusan Bupati
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk barang milik daerah yang dihapuskan karena: a. pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
sampai dengan Pasal 42; b. pemindahtanganan; atau
c. pemusnahan. (4) Bupati dapat mendelegasikan persetujuan penghapusan barang milik
daerah berupa barang persediaan kepada Pengelola Barang untuk Daftar
Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna. (5) Pelaksanaan atas penghapusan barang milik daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) dilaporkan kepada Bupati.
Pasal 224
Ketentuan lebih lanjut terkait pelaksanaan penghapusan barang milik
daerah diatur dengan Peraturan Bupati. (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penghapusan
ditetapkan dengan Peraturan Bupati. (2) Penetapan Peraturan Bupati mengenai tata cara penghapusan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan
BAB XIII
PENATAUSAHAAN Bagian Kesatu
Pembukuan
Pasal 225
(1) Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan barang
milik daerah yang berada di bawah penguasaannya ke dalam Daftar
Barang Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang. (2) Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus melakukan
pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah yang status
penggunaannya berada pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang ke dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna
menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
Pasal 226
(1) Pengelola Barang menghimpun daftar barang Pengguna/daftar barang Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat (2).
(2) Pengelola Barang menyusun daftar barang milik daerah berdasarkan himpunan daftar barang Pengguna/daftar barang Kuasa Pengguna
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan daftar barang Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
(3) Dalam daftar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
termasuk barang milik daerah yang dimanfaatkan oleh pihak lain.
Bagian Kedua Inventarisasi
Pasal 227
(1) Pengguna Barang melakukan inventarisasi barang milik daerah paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam hal barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun.
(3) Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya Inventarisasi.
Pasal 228
Pengelola Barang melakukan inventarisasi barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit
1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Bagian Ketiga
Pelaporan
Pasal 229
(1) Kuasa Pengguna Barang harus menyusun laporan barang Kuasa Pengguna Semesteran dan laporan barang Kuasa Pengguna Tahunan
untuk disampaikan kepada Pengguna Barang. (2) Pengguna Barang menghimpun laporan barang Kuasa Pengguna
Semesteran dan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
bahan penyusunan laporan barang Pengguna semesteran dan tahunan. (3) Laporan barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca SKPD untuk disampaikan kepada Pengelola barang.
Pasal 230
(1) Pengelola Barang harus menyusun laporan barang Pengelola semesteran dan laporan barang Pengelola tahunan.
(2) Pengelola Barang harus menghimpun laporan barang Pengguna semesteran dan laporan barang Pengguna tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2) serta laporan barang Pengelola
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan penyusunan laporan barang milik daerah.
(3) Laporan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah daerah.
BAB XIV PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 231
Pegawasan dan pengendalian pengelolaan barang milik daerah dilakukan oleh:
a. Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban; dan/atau b. Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi.
Pasal 232
(1) Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap
penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik daerah yang berada di
dalam penguasaannya. (2) Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk Unit Kerja SKPD dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang.
(3) Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dapat meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2). (4) Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang menindaklanjuti hasil
audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 233
(1) Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan
pemindahtanganan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemantauan dan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
ditindaklanjuti oleh Pengelola Barang dengan meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit atas
pelaksanaan Penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah.
(3) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Pengelola Barang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PADA SKPD YANG
MENGGUNAKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN
UMUM DAERAH
Pasal 234
(1) Barang milik daerah yang digunakan oleh Badan Layanan Umum
Daerah merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum Daerah yang
bersangkutan.
(2) Pengelolaan barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pengelolaan Barang Milik Daerah, kecuali terhadap barang yang dikelola dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan
Layanan Umum Daerah mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Badan Layanan Umum Daerah.
BAB XVI
BARANG MILIK DAERAH BERUPA RUMAH NEGARA Bagian Kesatu Prinsip Umum
Pasal 235
Rumah negara merupakan barang milik daerah yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan serta menunjang
pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan.
Pasal 236
(1) Bupati menetapkan status penggunaan golongan rumah negara. (2) Rumah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi ke dalam 3
(tiga) golongan, yaitu:
a. rumah negara golongan I; b. rumah negara golongan II; dan
c. rumah negara golongan III. (3) Penetapan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada pemohonan penetapan status penggunaan yang
diajukan oleh Pengguna Barang.
Pasal 237
(1) Rumah negara golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 ayat
(2) huruf a, adalah rumah negara dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus bertempat tinggal di rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama pejabat yang
bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut. (2) Rumah negara golongan II sebagaimana dimaksud dalam pasal 236 ayat
(2) huruf b, adalah rumah negara yang mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu SKPD dan hanya disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan.
(3) Termasuk dalam rumah negara golongan II adalah rumah negara yang berada dalam satu kawasan dengan SKPD atau Unit Kerja, rumah susun dan mess/asrama pemerintah daerah.
(4) Rumah negara golongan III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 ayat (2) huruf c, adalah rumah negara yang tidak termasuk golongan I dan
golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya.
Pasal 238
(1) Barang milik daerah berupa rumah negara hanya dapat digunakan
sebagai tempat tinggal pejabat atau pegawai negeri sipil pemerintah daerah yang bersangkutan yang memiliki Surat Izin Penghunian (SIP).
(2) Pengguna Barang wajib mengoptimalkan penggunaan barang milik daerah berupa rumah negara Golongan I dan rumah negara golongan II
dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi. (3) Pengguna Barang rumah negara golongan I dan rumah negara golongan
II wajib menyerahkan barang milik daerah berupa rumah negara yang
tidak digunakan kepada Bupati.
Pasal 239
(1) Surat Ijin Penghunian (SIP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 238 ayat (1) untuk rumah negara golongan I ditandatangani Pengelola Barang.
(2) Surat Ijin Penghunian (SIP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 238 ayat (1) untuk rumah negara golongan II dan golongan III ditandatangani
Pengguna Barang.
Pasal 240
(1) Suami dan istri yang masing-masing berstatus pegawai negeri sipil
pemerintah daerah yang bersangkutan, hanya dapat menghuni satu
rumah negara. (2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat diberikan apabila suami dan istri tersebut bertugas dan bertempat tinggal di daerah yang berlainan.
Bagian Kedua
Penggunaan
Pasal 241
(1) Barang milik daerah berupa rumah negara dapat dilakukan alih status
penggunaan.
(2) Alih status penggunaan: a. antar Pengguna Barang untuk rumah negara golongan I dan rumah
negara golongan II; b. dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang rumah negara
golongan III, untuk rumah negara golongan II yang akan dialihkan
statusnya menjadi rumah negara golongan III; atau c. dari Pengguna Barang rumah negara golongan III kepada Pengguna
Barang, untuk rumah negara golongan III yang telah dikembalikan status golongannya menjadi rumah negara golongan II.
(3) Pengalihan status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Bupati.
(4) Alih status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
hanya dapat dilakukan apabila barang milik daerah berupa rumah negara telah berusia paling singkat 10 (sepuluh) tahun sejak dimiliki
oleh pemerintah daerah atau sejak ditetapkan perubahan fungsinya sebagai rumah negara.
(5) Usulan alih status penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, harus disertai sekuang-kurangnya dengan: a. persetujuan tertulis dari Bupati mengenai pengalihan status
golongan rumah negara dari rumah negara golongan II menjadi rumah negara golongan III;
b. surat pernyataan bersedia menerima pengalihan dari Pengguna Barang rumah negara golongan III;
c. salinan keputusan penetapan status rumah negara golongan II; d. salinan Surat Izin Penghunian (SIP) rumah negara golongan II; dan e. gambar ledger/gambar arsip berupa rumah dan gambar situasi.
(6) Pengguna Barang bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan keabsahan data dan dokumen yang diterbitkan dalam rangka pengajuan
usulan pengalihan status penggunaan. (7) Proses pengajuan dan pemberian persetujuan alih status penggunaan
mengikuti ketentuan mengenai alih status penggunaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 42.
Pasal 242
(1) Dalam hal diperlukan Bupati dapat melakukan alih fungsi barang milik daerah berupa rumah negara golongan I dan rumah negara golongan II, menjadi bangunan kantor.
(2) Alih fungsi barang milik daerah berupa rumah negara golongan I dan rumah negara golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 243
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengalihan hak, tata cara
penghapusan, penatausahaan dan pengawasan dan pengendalian Rumah Negara diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
(2) Penetapan Peraturan mengenai tata cara pengalihan hak, tata cara
penghapusan, penatausahaan dan pengawasan dan pengendalian Rumah Negara Barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVII GANTI RUGI DAN SANKSI
Pasal 244
(1) Setiap kerugian daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan/pelanggaran
hukum atas pengelolaan barang milik daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. (2) Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 245
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hulu Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Barang
Milik Daerah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 246
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Rokan Hulu.
Ditetapkan di Pasir Pengaraian
Pada tanggal, 9 Mei 2018
BUPATI ROKAN HULU,
ttd
S U K I M A N
Diundangkan di Pasir Pengaraian Pada tanggal 17 Mei 2018
Pj. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU,
ttd
ABDUL HARIS
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2018 NOMOR: 2
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU, PROVINSI RIAU: 4.17.C/2018