bupati alor nomor 11 tahun 2013 tentang dengan … filepenyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat...

22
1 BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sebagai hak konstutisional; b. bahwa dalam rangka perwujudan akses keadilan bagi masyarakat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum, maka perlu diatur penyelenggaraan bantuan hukum dengan Peraturan Daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);

Upload: leliem

Post on 16-May-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BUPATI ALOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR

NOMOR 11 TAHUN 2013

TENTANG

PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR,

Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang

sama di hadapan hukum, sebagai hak konstutisional;

b. bahwa dalam rangka perwujudan akses keadilan bagi

masyarakat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 19

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan

Hukum dan ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan

Hukum, maka perlu diatur penyelenggaraan bantuan

hukum dengan Peraturan Daerah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan

Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum Bagi

Masyarakat Miskin;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang

Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah

Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan

Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 1655);

2

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah

beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4844);

4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan

Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011

Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5246);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat

dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran

Dana Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2013 Nomor 98, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5421);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN ALOR

dan

BUPATI ALOR

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN

BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Alor.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Alor.

3

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD

adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Alor.

4. Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi

Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum.

5. Masyarakat miskin adalah orang atau kelompok orang yang tercatat

sebagai penduduk di daerah, dengan kondisi sosial ekonominya

dikategorikan miskin.

6. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin.

7. Pemohon Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin

atau kuasanya yang tidak termasuk Pemberi Bantuan Hukum atau

keluarganya yang mengajukan Permohonan Bantuan Hukum.

8. Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau

organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum yang

berdasarkan syarat-syarat yang ditetapkan undang-undang.

9. Litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan

melalui jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.

10. Non litigasi adalah proses penanganan perkara hukum yang dilakukan di

luar jalur pengadilan untuk menyelesaikannya.

11. Verifikasi adalah pemeriksaan atas kebenaran laporan, pernyataan dan

dokumen yang diserahkan oleh Pemberi Bantuan Hukum.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Bantuan hukum bagi masyarakat miskin dilaksanakan berdasarkan asas :

a. keadilan;

b. persamaan kedudukan di dalam hukum;

c. perlindungan terhadap hak asasi manusia;

d. keterbukaan;

e. efisiensi;

f. efektivitas; dan

g. akuntabilitas.

Pasal 3

Pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin bertujuan untuk:

a. menjamin dan memenuhi hak penerima bantuan hukum untuk

mendapatkan akses keadilan;

4

b. mewujudkan hak konstitusional setiap orang atau kelompok orang sesuai

dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum; dan

c. menjamin tercapainya keadilan dan kepastian hukum.

BAB III

RUANG LINGKUP

Pasal 4

(1) Bantuan hukum diberikan kepada Penerima Bantuan Hukum yang sedang

menghadapi masalah hukum.

(2) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi masalah

hukum keperdataan, pidana, tata usaha negara, uji materil undang-undang

dan pelanggaran hak konstitusi masyarakat baik litigasi maupun

nonlitigasi.

(3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi

menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau

melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum Penerima

Bantuan Hukum.

Pasal 5

(1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat

memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri.

(2) Hak dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak atas pangan,

sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha,

dan/atau perumahan.

BAB IV

PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 6

(1) Bantuan hukum diselenggarakan untuk membantu penyelesaian

permasalahan hukum yang sedang dihadapi Penerima Bantuan Hukum.

5

(2) Pemberian Bantuan Hukum kepada Penerima Bantuan Hukum

diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan dilaksanakan oleh Pemberi

Bantuan Hukum.

Pasal 7

Pemberi Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) harus

memenuhi syarat :

a. berbadan hukum;

b. terakreditasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan;

c. memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;

d. memiliki pengurus; dan

e. memiliki program Bantuan Hukum.

Pasal 8

(1) Penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan melalui kerjasama antara

Pemerintah Daerah dengan Pemberi Bantuan Hukum.

(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka

waktu 1 (satu) Tahun Anggaran.

Bagian Kedua

Mekanisme Penetapan Pemberi Bantuan Hukum

Paragraf 1

Seleksi Administrasi

Pasal 9

Untuk ditetapkan sebagai Pemberi Bantuan Hukum, calon Pemberi Bantuan

Hukum harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati,

dilampirkan dengan :

a. persyaratan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7;

b. rencana kerja dan rencana anggaran bantuan hukum;

c. data personalia tim advokat dan paralegal;

d. pengalaman dalam pemberian bantuan hukum; dan

e. surat pernyataan tidak sedang memberikan bantuan hukum kepada

penerima Bantuan Hukum yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara Tahun berkenan.

6

Paragraf 2

Seleksi Kualifikasi

Pasal 10

(1) Pemberi Bantuan Hukum yang lulus seleksi administrasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) berhak mengikuti seleksi kualifikasi.

(2) Seleksi kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

cara mempresentasikan program kerja dan rencana anggaran.

Pasal 11

(1) Pemberi Bantuan Hukum yang dinyatakan lulus seleksi kualifikasi

sebagaimana dimakud dalam Pasal 10 ayat (2) ditetapkan sebagai Pemberi

Bantuan Hukum.

(2) Pemerintah Daerah melakukan kerjasama dengan Pemberi Bantuan

Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dituangkan dalam

Naskah Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

Pasal 12

Seleksi administrasi dan seleksi kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 dan Pasal 10, dilakukan oleh tim yang berjumlah gasal paling banyak

5 (lima) orang dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Ketiga

Mekanisme Penetapan Penerima Bantuan Hukum

Paragraf 1

Persyaratan

Pasal 13

(1) Untuk mendapatkan bantuan hukum, Penerima Bantuan Hukum

mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. identitas Pemohon Bantuan Hukum; dan

b. uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimintakan bantuan

hukum.

(3) Permohonan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus

melampirkan:

7

a. surat keterangan miskin dari Lurah, Kepala Desa, atau pejabat yang

berwenang di tempat tinggal Pemohon Bantuan Hukum; dan

b. dokumen yang berkenaan dengan perkara.

Pasal 14

(1) Identitas Pemohon Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 ayat (2) huruf a, dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk dan/atau

dokumen lain yang dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang.

(2) Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki identitas, Pemerintah

Daerah dapat membantu Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh

surat keterangan alamat sementara dan/atau dokumen lain dari Instansi

yang berwenang.

Pasal 15

(1) Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki surat keterangan

miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) huruf a, Pemohon

Bantuan Hukum dapat melampirkan Kartu Jaminan Kesehatan

Masyarakat, Bantuan Langsung Tunai, Kartu Beras Miskin atau dokumen

lain sebagai pengganti surat keterangan miskin.

(2) Dalam hal Pemohon Bantuan Hukum tidak memiliki persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat membantu

Pemohon Bantuan Hukum dalam memperoleh persyaratan tersebut.

Pasal 16

(1) Pemohon Bantuan Hukum yang tidak mampu menyusun permohonan

secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat

mengajukan permohonan secara lisan.

(2) Dalam hal Permohonan Bantuan Hukum diajukan secara lisan, Pemerintah

Daerah menuangkan dalam bentuk tertulis.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani atau

dicap jempol oleh Pemohon Bantuan Hukum.

8

Paragraf 2 Mekanisme

Pasal 17

(1) Bupati membentuk Tim untuk memeriksa kelengkapan persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dalam jangka waktu paling lama 1

(satu) hari kerja setelah menerima berkas permohonan bantuan hukum.

(2) Dalam hal permohonan bantuan hukum telah memenuhi persyaratan, Tim

menyampaikan rekomendasi tentang kesediaan atau penolakan atas

permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati dalam

jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak permohonan

dinyatakan lengkap.

(3) Rekomendasi Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah diterima,

dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja, Bupati memberikan jawaban secara

tertulis kepada Pemohon Bantuan Hukum.

(4) Dalam hal Bupati menyatakan kesediaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(3), berkas Pemohon Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 dan Pasal 16 disampaikan kepada Pemberi Bantuan Hukum untuk

memberikan bantuan hukum berdasarkan Surat Kuasa Khusus dari

Penerima Bantuan Hukum.

(5) Dalam hal permohonan bantuan hukum ditolak, Bupati memberikan

alasan penolakan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)

hari kerja kepada Pemohon Bantuan Hukum.

Bagian Keempat

Pemberian Bantuan Hukum

Pasal 18

Pemberian Bantuan Hukum dilaksanakan secara litigasi dan non litigasi.

Pasal 19

(1) Pemberian bantuan hukum secara Litigasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 18 dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi

Bantuan Hukum dan/atau Advokat yang direkrut oleh Pemberi Bantuan

Hukum.

(2) Dalam hal jumlah Advokat yang terhimpun dalam wadah Pemberi Bantuan

Hukum tidak memadai dengan banyaknya jumlah Penerima Bantuan

9

Hukum, Pemberi Bantuan Hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan

mahasiswa fakultas hukum.

(3) Dalam melakukan pemberian bantuan hukum, paralegal, dosen dan

mahasiswa fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus

melampirkan bukti tertulis pendampingan dari Advokat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

(4) Mahasiswa fakultas hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus

telah lulus mata kuliah hukum acara dan pelatihan paralegal.

Pasal 20

Pemberian Bantuan Hukum oleh Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 ayat (1), tidak menghapuskan kewajiban Advokat tersebut untuk

memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 21

Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 19 dilakukan dengan cara:

a. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa yang dimulai dari tingkat

penyidikan, dan penuntutan;

b. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa dalam proses pemeriksaan di

persidangan;

c. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan

Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara; dan

d. pendampingan dan/atau menjalankan kuasa terhadap Penerima Bantuan

Hukum di Mahkamah Konstitusi.

Pasal 22

(1) Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 dapat dilakukan oleh Advokat, paralegal, dosen, dan

mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi Bantuan Hukum.

(2) Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi kegiatan:

a. penyuluhan hukum;

b. konsultasi hukum;

c. investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;

d. penelitian hukum;

e. mediasi;

10

f. negosiasi;

g. pemberdayaan masyarakat;

h. pendampingan di luar pengadilan; dan/atau

i. drafting dokumen hukum.

Pasal 23

Apabila permohonan bantuan hukum telah diterima Pemberi Bantuan Hukum

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), dalam jangka waktu paling

lama 2 (dua) hari kerja Pemberi Bantuan Hukum wajib memberikan bantuan

hukum.

Pasal 24

(1) Pemberi Bantuan Hukum wajib melakukan koordinasi dengan Penerima

Bantuan Hukum tentang rencana kerja pelaksanaan pemberian bantuan

hukum.

(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk

kesepakatan bersama.

(3) Pemberi Bantuan Hukum, harus memberikan perlakuan yang sama kepada

Penerima Bantuan Hukum, tanpa memperhatikan jenis kelamin, agama,

kepercayaan, suku, dan pekerjaan serta latar belakang politik Penerima

Bantuan Hukum.

BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 25

Penerima Bantuan Hukum berhak:

a. mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai

dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama

Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat

kuasa;

b. mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan standar bantuan hukum

dan/atau Kode Etik Advokat; dan

c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan

pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

11

Pasal 26

Penerima Bantuan Hukum wajib :

a. menyampaikan bukti, informasi, dan/atau keterangan perkara secara

benar kepada Pemberi Bantuan Hukum; dan

b. membantu kelancaran pemberian bantuan hukum.

Pasal 27

Pemberi Bantuan Hukum berhak:

a. melakukan rekruitmen terhadap advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa

Fakultas Hukum;

b. melakukan pelayanan bantuan hukum;

c. menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program

kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hukum;

d. menerima anggaran dari Pemerintah Daerah untuk melaksanakan bantuan

hukum;

e. mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang

menjadi tanggungjawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. mendapatkan informasi dan data lain dari Pemerintah Daerah ataupun

Instansi lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan

g. mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan

selama menjalankan pemberian bantuan hukum.

Pasal 28

Pemberi Bantuan Hukum wajib :

a. melaporkan kepada Pemerintah Daerah tentang program bantuan hukum;

b. melaporkan setiap penggunaan anggaran daerah yang digunakan untuk

pemberian bantuan hukum;

c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan hukum bagi Advokat,

paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut;

d. menjaga kerahasiaan data, informasi dan/atau keterangan yang diperoleh

dari Penerima Bantuan Hukum berkaitan dengan perkara yang sedang

ditangani kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang; dan

e. memberikan bantuan hukum kepada Penerima Bantuan Hukum

berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan sampai perkaranya selesai, kecuali ada

alasan yang sah secara hukum.

12

Pasal 29

Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana

dalam menjalankan tugasnya memberikan bantuan hukum kepada Penerima

Bantuan Hukum, kecuali Pemberi Bantuan Hukum telah melanggar kode etik

yang harus ditaatinya dan/atau peraturan perundang-undangan.

BAB VI

PELAKSANAAN ANGGARAN BANTUAN HUKUM

Bagian Kesatu

Tata Cara Pencairan Anggaran

Pasal 30

(1) Pencairan dana bantuan hukum litigasi dilakukan setelah Pemberi

Bantuan Hukum menyelesaikan perkara pada setiap tahapan proses

beracara dan Pemberi Bantuan Hukum menyampaikan laporan yang

disertai dengan bukti pendukung.

(2) Tahapan proses beracara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

tahapan penanganan perkara dalam:

a. kasus pidana, meliputi penyidikan dan persidangan di pengadilan

tingkat I, persidangan tingkat banding, persidangan tingkat kasasi dan

peninjauan kembali;

b. kasus perdata, meliputi upaya perdamaian atau putusan pengadilan

tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding, putusan pengadilan

tingkat kasasi, dan peninjauan kembali;

c. kasus tata usaha negara, meliputi pemeriksaan pendahuluan dan

putusan pengadilan tingkat I, putusan pengadilan tingkat banding,

putusan pengadilan tingkat kasasi, dan peninjauan kembali; dan

d. kasus uji materil Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi meliputi

pemeriksaan pendahuluan dan putusan.

(3) Pencairan dana bantuan hukum pada setiap tahapan proses beracara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban

Pemberi Bantuan Hukum untuk memberikan bantuan hukum sampai

dengan perkara yang ditangani selesai atau mempunyai kekuatan hukum

tetap.

13

Pasal 31

Pencairan dana bantuan hukum nonlitigasi dilakukan setelah Pemberi

Bantuan Hukum menyelesaikan satu kegiatan dalam paket kegiatan non

litigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan menyampaikan

laporan yang disertai bukti pendukung.

Pasal 32

Pencairan dana bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan

Pasal 31 dihitung berdasarkan standar biaya yang ditetapkan dengan

Peraturan Bupati.

Pasal 33

Bupati berwenang melakukan pengujian kebenaran atas pelaksanaan bantuan

hukum sebagai dasar pencairan dana bantuan hukum litigasi dan nonlitigasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31.

Bagian Kedua

Pertanggungjawaban Anggaran

Pasal 34

(1) Pemberi Bantuan Hukum wajib melaporkan realisasi pelaksanaan

anggaran bantuan hukum kepada Bupati pada akhir tahun anggaran.

(2) Untuk perkara litigasi laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus melampirkan paling sedikit :

a. salinan putusan perkara yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;

dan

b. perkembangan perkara yang sedang dalam proses penyelesaian.

(3) Untuk kegiatan nonlitigasi laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus melampirkan laporan kegiatan yang telah dilaksanakan.

14

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 35

(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

pemberian pedoman dan petunjuk serta langkah-langkah operasional

penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pembinaan dan pengawasan diatur dengan

Peraturan Bupati.

BAB VIII

LARANGAN

Pasal 36

Pemberi Bantuan Hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran dari

Penerima Bantuan Hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara

yang sedang ditangani Pemberi Bantuan Hukum.

BAB IX

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 37

(1) Pemberi Bantuan Hukum yang terbukti menerima atau meminta

pembayaran dari penerima bantuan hukum dan/atau pihak lain yang

terkait dengan perkara yang sedang ditangani sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 36, dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan

kerjasama.

(2) Akibat pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggaran

Pemerintah Daerah yang telah dicairkan dikembalikan kepada Pemerintah

Daerah dan kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan tersebut

menjadi beban Pemberi Bantuan Hukum.

(3) Pemberi Bantuan Hukum yang dikenakan sanksi administratif

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak diperkenankan melakukan

kerjasama dengan Pemerintah Daerah selama 2 (dua) tahun berturut-turut.

15

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Alor.

Ditetapkan di Kalabahi.

pada tanggal 5 Desember 2013

BUPATI ALOR,

SIMEON TH. PALLY

Diundangkan di Kalabahi

pada tanggal 5 Desember 2013

PLT. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ALOR,

HOPNI BUKANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TAHUN 2013 NOMOR 11

16

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR

MOMOR 11 TAHUN 2013

TENTANG

PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

I. UMUM

Bahwa Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”.

Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia

bagi setiap individu termasuk hak atas Bantuan Hukum. Penyelenggaraan

pemberian Bantuan Hukum kepada warga negara, khususnya warga tidak

mampu, merupakan upaya untuk memenuhi dan sekaligus sebagai

implementasi negara hukum yang mengakui dan melindungi serta

menjamin hak asasi warga negara akan kebutuhan akses terhadap keadilan

(access to justice) dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law)

sebagaimana diamanatkan dalam Udang-Undang Nomor 16 Tahun 2011

tentang Bantuan Hukum dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013

tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran

Dana Bantuan Hukum.

Bahwa pemberian Bantuan Hukum dan penyaluran dana Bantuan Hukum

yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat melalui Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara dalam setiap tahunnya belum banyak menyentuh orang

atau kelompok orang miskin yang sedang menghadapi masalah hukum

dalam proses litigasi maupun non litigasi sehingga mereka kesulitan untuk

mengakses keadilan karena terhambat oleh ketidakmampuan mereka untuk

mewujudkan hak-hak konstitusional mereka. Fakta sebagaimana

disebutkan ditemui di Kabupaten Alor. Dalam rapat koordinasi dan analisis

masalah-masalah Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Pemerintah

Kabupaten Alor Tahun 2012 terungkap bahwa ada banyak kasus seperti

kekerasan terhadap anak, kekerasan dalam rumah tangga, tenaga kerja,

pertanahan (penyerobotan hak atas lahan oleh sesama masyarakat), tindak

pidana pendidikan, dan berbagai masalah hukum lainnya, belum dapat

diselesaian secara hukum karena korban dan/atau masyarakat yang

17

haknya dilanggar mengalami kendala penganggaran dalam proses litigasi

maupun non litigasi.

Bahwa dalam konteks yang demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 19

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan Pasal

19 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum,

Pemerintah Daerah memandang penting untuk menindaklanjutinya dengan

menyusun Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum

bagi masyarakat miskin sebagai perwujudan akses keadilan serta jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

bagi masyarakat pencari keadilan di hadapan hukum sebagaimana telah

diuraikan diatas.

Bahwa dengan demikian Peraturan Daerah ini disamping mengatur asas,

tujuan dan ruang lingkup, mengatur pula sejumlah persyaratan dan

mekanisme Pemberi Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum, hak dan

kewajiban Pemberi Bantuan Hukum dan Penerima Bantuan Hukum, serta

tata cara pencairan anggaran dan pertanggungjawabanya, larangan, sanksi

dan pembinaan serta pengawasan.

Bahwa berkaitan standar biaya untuk 1 (satu) perkara dalam tahapan

peradilan, akan diatur dengan Peraturan Bupati.

Bahwa dengan adanya Peraturan Daerah ini akan menjadi payung hukum

dalam penyelenggaraan bantuan hukum bagi masyarakat di Daerah dimana

Pemerintah Daerah sebagai Penyelenggara, Pemberi Bantuan Hukum

sebagai Pelaksana, dan orang atau kelompok orang miskin (masyarakat)

sebagai Penerima Bantuan Hukum.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

18

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Syarat ini dimaksudkan agar Pemberi Bantuan Hukum benar-benar

memiliki legal standing dengan dokumen hukum yang tepat, benar, jelas

dan pasti. Yang dimaksud dengan legal standing adalah kedudukan

hukum Pemberi Bantuan Hukum harus jelas dan pasti agar ikatan

hukum yang dibuat Pemerintah Daerah dengan Pemberi Bantuan

Hukum tersebut benar-benar mempunyai kewenangan bertindak.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Jangka waktu kerjasama adalah 1 (satu) tahun anggaran dan

dapat diperpanjang untuk tahun anggaran berikutnya, apabila

dalam seleksi ditetapkan sebagai Pemberi Bantuan Hukum.

Pasal 9

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Surat Pernyataan ini bermaterai Rp.6.000,- (enam ribu

rupiah), dimaksudkan agar tidak terjadi pembiayaan ganda

dalam pemberian bantuan hukum.

19

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

- Seleksi kualifikasi dilaksanakan secara terbuka di hadapan Tim

Seleksi. Unsur-unsur Tim terdiri dari Inspektorat Daerah,

Bagian Hukum dan HAM, DPRD dan Pengadilan Negeri.

- Esensi seleksi agar ada kompetisi, disamping menghindari

penunjukan sepihak yang cenderung subjektif.

Pasal 11

Cukup jelas.

Pasal 12

Tim Seleksi Administrasi adalah juga Tim Seleksi Kualifikasi. Unsur-

unsur Tim terdiri dari Inspektorat Daerah, Bagian Hukum dan HAM,

DPRD dan Pengadilan Negeri.

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Identitas pemohon yang dimaksud adalah Kartu Tanda

Penduduk yang telah dilegalisir.

Legalisir cukup dilakukan oleh Kepala Desa atau Lurah

dimana pemohon bantuan hukum bertempat tinggal.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan pejabat berwenang ditempat tinggal

pemohon adalah Sekretaris Lurah atau Kepala Seksi di

Kelurahan, Sekretaris Desa, Kepala Urusan dan Kepala

Dusun di Desa.

Huruf b

Cukup jelas.

20

Pasal 14

Ayat (1)

Legalisir cukup dilakukan oleh Kepala Desa atau Lurah dimana

pemohon bantuan hukum bertempat tinggal.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Apabila permohonan bantuan hukum diwakili oleh keluarga,

maka harus dengan surat kuasa.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Agar ada kepastian, Pemerintah Daerah menyurati Pemberi

Bantuan Hukum, lengkap dengan berkas Pemohon.

Pemberitahuan melalui surat juga disampaikan kepada Penerima

Bantuan Hukum agar menghubungi Pemberi Bantuan Hukum

dengan nama dan alamat yang telah ditentukan. Pelaksanaan

pemberian bantuan hukum berdasarkan surat kuasa khusus yang

dibuat oleh Pemberi Bantuan Hukum.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

21

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan paralegal adalah orang yang melakukan

pendampingan untuk memperjuangkan keadilan dalam

masyarakat.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Diperlukannya kesepakatan karena pada hakekatnya rencana

kerja tersebut merupakan perikatan yang di dalamnya memuat

hak dan kewajiban Pemberi Bantuan Hukum dan Penerima

Bantuan Hukum.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

22

Pasal 28

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Kalimat kecuali ada alasan yang sah menurut hukum seperti

gempa bumi dengan kekuatan besar yang mengakibatkan tidak

berjalannya aktifitas pemerintahan dan masyarakat.

Pasal 29

Ketentuan ini berkaitan dengan penanganan Litigasi yang dilakukan

oleh Pemberi Bantuan Hukum dalam setiap tahapan perkara. Sebagai

misal dalam kasus perdata, Gugatan Penggugat ditolak atau dalam

kasus pidana putusan Hakim tidak membebaskan terdakwa, maka

Pemberi Bantuan Hukum tidak dapat dituntut. Tuntutan perdata

maupun pidana hanya berlaku bagi Pemberi Bantuan Hukum yang

melanggar kode etik.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 509