buletin jumat (30 08 13)

4
30 Agustus 2013 - Buletin Jumat 1 TIDAK UNTUK DIBACA SAAT KHUTBAH As-Shahîfah BULETIN JUMAT DKM PARAMADINA Edisi 1 30 Agustus 2013 Sekilas Tentang DKM Paramadina Dewan Keluarga Masjid (DKM) Paramadina merupakan organisasi independen di lingkungan civitas akademika Universitas Paramadina, yang bergerak di sisi keruhaniannya. Di dunia baru itu, agama lebih banyak memperhatikan bangunan ajaran yang bersifat dogmatis. Organisasi ini mengemban tugas pokok dan tanggung jawab sebagai berikut: Menyelenggarakan kegiatan yang dapat menunjang upaya peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan pembentukan akhlak mulia. Memasyarakatkan pemahaman motto, misi, dan tujuan Universitas Paramadina, sehingga menjadi dasar dan acuan sikap dan perilaku civitas akademika Universitas Paramadina. Melakukan pelbagai upaya untuk menumbuh-suburkan kehidupan beragama di lingkungan civitas akademika Universitas Paramadina. Menumbuhkan semangat keagamaan yang berbasis keilmuan dilingkungan kampus universitas paramadina. Nilai-nilai luhur tersebut akan kami derivasikan dalam setiap ruang dan waktu demi terwujudnya masyarakat yang dicita- citakan. Kami meyakini bahwa spiritualitas merupakan fondasi yang paling penting bagi kemajuan ilmu pengetahuan sekaligus memiliki peran sentral dalam masyarakat maju serta modern seperti sekarang ini. Setiap peradaban selalu mempunyai nasab teologis, begitu kata KH Masdar F. Mas’udi dalam sebuah forum diskusi. Ada benarnya kalau kita lihat sejarah peradaban Mesir kuno, peradaban Islam, sampai peradaban Barat sekalipun. Agama selalu menjadi awal mula atau cikal bakal berdirinya suatu peradaban, atau paling tidak agama telah menjadi lawan dialog yang sangat bermakna bagi suatu peradaban. Itu juga mungkin salah satu alasan mengapa Nurcholis Madjid begitu yakin bahwa agama sebenarnya mempunyai misi peradaban. Menurut Nurcholis, Islam mengayuh dalam dua poros yang saling melengkapi, yaitu doktrin yang bersifat tetap, serta peradaban yang bersifat dinamis. Hal ini mempunyai pengertian bahwa nilai-nilai Islam harus dikaitkan dengan kondisi-kondisi nyata ruang dan waktu agar memiliki kekuatan efektif dalam masyarakat, sebagai dasar etika sosial. Selengkapnya bisa dibaca dalam magnum opusnya, Islam Doktrin dan Peradaban. Dengan demikian, agama tidak hanya menjadi sumber energi kerohanian saja, tetapi juga sumber inspirasi, dan pedoman yang dapat memberikan Babak Baru Sekularisme Agama Sebenarnya Mempunyai Misi Peradaban Sumber: https://cerpenpendek.files.wordpress.com/

Upload: dkm-paramadina

Post on 19-Mar-2016

254 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Babak Baru Sekularisme

TRANSCRIPT

Page 1: Buletin jumat (30 08 13)

30 Agustus 2013 - Buletin Jumat 1TIDAK UNTUK DIBACA SAAT KHUTBAH

As-ShahîfahBULE TIN JUMAT DKM PAR AMADINA

Edisi 130 Agustus 2013

Sekilas Tentang DKM Paramadina

Dewan Keluarga Masjid (DKM) Paramadina merupakan organisasi independen di lingkungan civitas akademika Universitas Paramadina, yang bergerak di sisi keruhaniannya.

Di dunia baru itu, agama lebih banyak memperhatikan bangunan ajaran yang bersifat dogmatis.

Organisasi ini mengemban tugas pokok dan tanggung jawab sebagai berikut:

• Menyelenggarakan kegiatan yang dapat menunjang upaya peningkatan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan pembentukan akhlak mulia.

• Memasyarakatkan pemahaman motto, misi, dan tujuan Universitas Paramadina, sehingga menjadi dasar dan acuan sikap dan perilaku civitas akademika Universitas Paramadina.

• Melakukan pelbagai upaya untuk menumbuh-suburkan kehidupan beragama di lingkungan civitas akademika Universitas Paramadina.

• Menumbuhkan semangat keagamaan yang berbasis keilmuan dilingkungan kampus universitas paramadina.

Nilai-nilai luhur tersebut akan kami derivasikan dalam setiap ruang dan waktu demi terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan. Kami meyakini bahwa spiritualitas merupakan fondasi yang paling penting bagi kemajuan ilmu pengetahuan sekaligus memiliki peran sentral dalam masyarakat maju serta modern seperti sekarang ini.

Setiap peradaban selalu mempunyai nasab teologis, begitu kata KH Masdar F. Mas’udi dalam sebuah forum diskusi. Ada benarnya kalau kita lihat sejarah peradaban Mesir kuno, peradaban Islam, sampai peradaban Barat sekalipun. Agama selalu menjadi awal mula atau cikal bakal berdirinya suatu peradaban, atau paling tidak agama telah menjadi lawan dialog yang sangat bermakna bagi suatu peradaban. Itu juga mungkin salah satu alasan mengapa Nurcholis Madjid begitu yakin bahwa agama sebenarnya mempunyai misi peradaban.

Menurut Nurcholis, Islam mengayuh dalam dua poros yang saling melengkapi, yaitu doktrin yang bersifat tetap, serta peradaban yang bersifat dinamis. Hal ini mempunyai pengertian bahwa nilai-nilai Islam harus dikaitkan dengan kondisi-kondisi nyata ruang dan waktu agar memiliki kekuatan efektif dalam masyarakat, sebagai dasar etika sosial. Selengkapnya bisa dibaca dalam magnum opusnya, Islam Doktrin dan Peradaban.

Dengan demikian, agama tidak hanya menjadi sumber energi kerohanian saja, tetapi juga sumber inspirasi, dan pedoman yang dapat memberikan

Babak Baru Sekularisme

Agama Sebenarnya MempunyaiMisi Peradaban

Sumber: https://cerpenpendek.files.wordpress.com/

Page 2: Buletin jumat (30 08 13)

30 Agustus 2013 - Buletin Jumat2 TIDAK UNTUK DIBACA SAAT KHUTBAH

KETUA REDAKSI - Arifatul RonansyahEDITOR - Burhanuddin TryatmojoPENULIS - Watir Pradhika

PENANGGUNG JAWABKETUA DKM - Abdus Salam

DKM PARAMADINA

Jl. Gatot Subroto Kav. 97 Mampang,Jakarta Selatan, 12790.

Indonesia

HP: 089630882987EMAIL: [email protected]: Dkm Paramadina

INFO ORGANISASI

TIM REDAKSI

dukungan atau support yang nyata terhadap kreatifitas manusia membentuk peradaban maju. Namun seiring dengan perjalanan waktu, agama mulai berubah. Ia seperti mengalienasi diri dari realita serta kemudian mencoba masuk dalam ruang baru yang penuh misteri. Kita sering menyebutnya “Dunia Baru Agama”.

Di dunia baru inilah agama berputar-putar tanpa ujung. Akibatnya, agama yang seharusnya hadir dengan tawaran-tawaran solutif di tengah tantangan hidup manusia, kini perlahan menghindar dari hiruk-pikuk kehidupan nyata. Sehingga, alih-alih bisa memberi petunjuk atau solusi, ia malah keasyikan dengan dunia barunya yang tidak semua orang bisa mengakses, tidak semua orang bisa mengerti.

Di dunia baru itu, agama lebih banyak memperhatikan bangunan ajaran yang bersifat dogmatis. Sehingga lahirlah ustad-ustad yang rajin mengidentifikasi mana perilaku islami dan tidak islami, yang halal dan yang haram, yang dosa dan yang pahala, yang surga dan yang neraka. Akibatnya, kehidupan harus dilihat secara dikotomis. Meminjam istilah Moeslim Abdurrahman, agama tak lebih dari sekedar tempat ritual dengan intensitas tinggi.

Dalam berbagai forum pengajian agama, kita bisa melihat bagaimana sang Ustad menggambarkan agama dengan begitu melangit, misterius, mengawang di atas jangkauan akal kesadaran manusia. Seolah agama hanya berurusan dengan Tuhan, surga dan neraka, begitu jauh dari manusia.

Dahulu di pesantren, ustad dari penulis sering menggambarkan Tuhan dengan sosok ayah. Kalau kita menuruti perintah ayah akan diberi hadiah. Begitu pula Tuhan, Tuhan akan mengganjar kita dengan surga kalau kita menurutinya. Begitu juga neraka, selalu digambarkan dengan teramat antroposentrik.

Konon, kita akan masuk ke surga

sesuai kelas kita. Para nabi, sahabat, ulama akan ditempatkan di surga yang paling tinggi. Semacam surga VVIP (Very Very Important Person). Bahkan katanya, surga ada tujuh tingkatan. Ibarat kendaraan, surga juga mungkin ada kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif. Subhanallah!

Begitu dominan pembahasan surga, sehingga apapun doktrinnya selalu harus berurusan dengan surga-neraka. Bab sedekah, misalnya, dalam berbagai ceramah di masjid-masjid, tidak semata-mata untuk mengurangi angka kemiskinan, atau setidaknya membantu mereka yang kurang mampu, tetapi karena surga.

Begitu pula dengan Sholat. Sholat yang idealnya dilakukan untuk mencapai ketenangan, kedamaian, jauh dari brutal, dan lain-lain, dibalik menjadi semacam ikhtiar untuk menghidari ancaman neraka. Lagi-lagi motivasinya adalah surga, tidak karena yang lain yang lebih substantif serta lebih bermakna bagi kehidupan nyata. Pertanyaannya kemudian, kalau sekiranya surga dan neraka hanyalah ilusi, apakah mereka masih mau sholat dan sedekah? Wallahu A’lam

Misteri agama juga terlihat dalam perayaan hari qurban – untuk hanya menyebut sebagian contoh saja. Pada lebaran ini, umat Islam berlomba-lomba berqurban. Ketika ditanya tujuannya, mereka ingin mengendarai hewan yang diqurbankan dalam perjalanan menuju surga di akhirat kelak. Agama digambarkan tak lebih dari sekedar janji-janji yang entah kapan pelaksanaannya. Padahal seharusnya agama melampaui itu semua sehingga ia memiliki kekuatan efektif dalam dunia materi.

Kegiatan Dewan Keluarga Masjid

1 HALAL BIHALAL Transformasi nilai-nilai ilahi dalam bingkai kebhinekaan. Selasa, 3 September 2013. Pukul 17.00 - 20.30 di ruang A 1-10 Universitas Paramadina.

2 SARASEHAN JUMAT Diskusi keagamaan dan mengulas materi khutbah yang disampaikan oleh khotib. Jumat, Ba’da shalat jumat di Aula Nurcholis Madjid Universitas Paramadina.

3 FORUM KAJIAN KEILMUAN DAN KEISLAMAN PARAMADINA (FKKKP) Segera hadir forum mengenai kajian keilmuan dan keislaman bagi seluruh civitas akademika. Akan dilaksanakan di bulan September 2013.

AGENDA JUMATKHOTIB- Fuad Mahbub Siraj, Ph.D

MUADZIN- Miftahurrahman

Sumber: http://m5.flexmedia.co.id/

Page 3: Buletin jumat (30 08 13)

30 Agustus 2013 - Buletin Jumat 3TIDAK UNTUK DIBACA SAAT KHUTBAH

Tertutup, jumud, fanatik, kaku adalah fenomena agama yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari. Terma ini merujuk pada fakta bahwa kelompok agama yang satu menutup diri dari kelompok agama lain. Mereka tidak mau hidup bersama, bekerja sama, bahkan kalau perlu saling bermusuhan.

Doktrin agama yang mengarah pada eksklusifisme komunal memang terkadang menjadi biang-keladi bagi munculnya kecemburuan sosial yang akhirnya berujung konflik. Sehingga jangankan nikah beda agama, mereka malah tidak mau berbagi satu-sama lain dalam hal-hal yang bersifat sosial.

Sifatnya yang melangit membuatnya tak terbiasa berbaur dengan kenyataan hidup manusia. Sehingga ketika ia mencoba masuk di ruang materi yang kompleks dan berbeda-beda, ia selalu merasa menjadi hakim yang bisa menentukan yang lain: salah, sesat, murtad, kafir, tidak islami, dan semacamnya. Kehadirannya tak lebih dari sekedar makhluk asing yang selalu ingin menggurui, mengejek, mendiskriminasi, serta menghapus nilai-nilai lokal dengan alasan pemurnian:

bid’ah, khurafat, misalnya.

Masih dalam konteks sedekah. Doktrin sedekah selain karena sifatnya yang ukhrowi juga persoalan realisasinya yang hanya boleh diterima sesama agama. Tidak dengan yang lain. Mereka tidak mau berbagai rejeki dengan orang yang beda agama, misalnya, walaupun kondisinya sangat membutuhkan.

Lagi-lagi karena mereka takut Tuhan murka. Dan ini terjadi pada hampir semua doktrin agama. Mereka lupa bahwa Rasulullah biasa melakukan itu. Dalam suatu riwayat, konon Rasulullah selalu menyempatkan diri memberi makan pengemis yahudi, walaupun Rasulullah tahu si pengemis sangat membenci Rasulullah. Begitu pula dalam masalah-masalah sosial lainnya, Rasulullah tak jarang bekerjasama dengan orang Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Tetapi hari ini kita tidak melihat itu.

Wajahnya yang melangit, penuh dengan malaikat-malaikat dan surga-neraka, memang mengurangi kepekaannya membaca realitas, ujung-ujungnya mengalami krisis sosial. Dalam konteks ini, agama seolah tidak lagi mempunyai

tanggungjawab sosial untuk melakukan perubahan, perdamaian, kemajuan, toleransi dan sebagainya.

Sebab, wataknya yang hanya berhubungan dengan alam di luar sana membuatnya tumpul, tidak lagi peka terhadap tantangan yang dihadapi manusia. Bahkan dalam tingkat tertentu, agama nyatanya telah menjadi beban tersendiri bagi kehidupan manusia. Dengan dalih agama, mereka bisa melakukan apa saja, termasuk melakukan kekerasan.

Makanya, toleransi, perdamaian, pluralisme, kebebasan, persamaan, hak asasi manusia serta tema-tema yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan mendasar manusia menjadi tema yang paling dimusuhi oleh agama. Sebab, fungsi sosial agama sudah direduksi sedemikian rupa, sehingga ia tak lagi mampu berbuat apa-apa untuk memperbaiki kehidupan umat manusia. Sebaliknya, agama justru dekat dengan tema kekerasan, premanisme, terorisme, dan semacamnya.

Fundamentalisme agama yang kerap muncul dalam bentuk kekerasan merupakan salah satu

Bersikap Kaku Menyebabkan Perpecahan

Tanpa Misi Sosial

Sumber: http://m5.flexmedia.co.id/

Page 4: Buletin jumat (30 08 13)

30 Agustus 2013 - Buletin Jumat4 TIDAK UNTUK DIBACA SAAT KHUTBAH

dampak buruk dari keterasingan agama. Tak terlalu sulit menemukan contohnya di lapangan. Segerombolan pemuda bringas tiba-tiba datang merusak properti umum, tempat ibadah, kelompok yang dianggap sesat, sambil teriak Allahu Akbar. Mereka seolah melihat surga dalam tindakan brutal itu.

Syafi’i Ma’arif menyebutnya sebagai premanisme berjubah. Mereka preman, melakukan tindakan brutal dengan dalih agama. Sesuatu yang dulu sebenarnya dilarang oleh agama. Dalam bentuknya yang paling ekstrim, ia bisa menghalalkan darah manusia karena alasan sesat, murtad, dan kafir. Lewat jargon jihad fi sabilillah, Tuhan seolah menyambutnya dengan suka-cita.

Agama yang dulu dilahirkan untuk manusia dan hanya untuk manusia - karena Allah jelas tidak butuh apa-apa, termasuk agama- kini berbalik. Agama seolah untuk Allah, bukan untuk manusia. Sehingga, siapapun yang dianggap bertentangan dengan doktrin agama boleh disikat dan didiskriminasi dan Tuhan pun seolah tersenyum melihat itu. Meminjam rumor populer, apapun kami lakukan asal Bapak senang.

Inilah sebenarnya fenomena yang oleh Peter L. Berger disebut sekularisme. Sebuah paham yang sangat ditakuti oleh pemeluk agama. Tetapi pada saat yang sama, mereka diam-diam mengikutinya. Menganggap bahwa agama hanya berhubungan dengan surga-neraka merupakan salah satu fenomena nyata dari paham sekuler.

Lebih tepat jika fenomena ini disebut babak baru sekularisme. Kita sering menyebut orang sekuler anti agama, padahal tidak selamanya begitu, kata Abdullah An Na’im, seorang pemikir Sudan. Para asatidz di masjid-masjid yang selalu memandang agama sebagai entitas yang hanya berhubungan dengan Tuhan, surga, dan neraka, tanpa mengaitkan dengan kenyataan ruang dan waktu adalah ustad sekuler yang sebenarnya. Dari sinilah kekerasan mulai menemukan tempatnya. Romantisme kehidupan ritual agama membuat visi sosialnya terlupakan, sehingga yang muncul adalah kekerasan.

Terkadang kita bingung menentukan sumber kekerasan dalam agama, karena manusianya atau doktrinnya. Siapa mempengaruhi siapa? Kata teman, sebenarnya bukan karena doktrin agamanya, tetapi karena manusianya sendiri yang tidak paham agama. Kalau karena manusianya, mengapa mereka

selalu menggunakan legitimasi teologis untuk melakukan kekerasan? Sebaliknya, kalau karena doktrinnya, mengapa ada pemeluk agama yang tidak melakukan hal serupa, mereka justru melihat agama sebagai sumber kedamaian?

Memang sulit menjawab pertanyaan di atas. Tetapi penulis kira, sudah bukan masanya kita berfikir, apa yang “dikatakan” agama. Jauh lebih penting adalah apa yang bisa kita lakukan untuk membuat agama lebih bermakna dalam hidup. Sebab, agama tidak berbicara dengan sendirinya, ia butuh juru bicara.

Dalam konteks ini, maka pemikir Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, Dawam Raharjo, Ahmad Wahib, M. Syafi’i Ma’arif dan masih banyak pemikir sekelasnya yang telah bekerja mengawinkan doktrin agama dengan konteks sosio-kultural di mana agama itu berada telah benar-benar mampu menjadikan agama lebih bersahabat dengan kehidupan manusia.

Dari tangan merekalah tendensi kekerasan dalam agama bisa diminimalisir. Sebab mereka yakin bahwa nilai-nilai ketuhanan (rububiyah) tidak mungkin bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan (insaniyah). Dari sinilah agama mulai keluar dari keterasingannya. Dan adalah tugas kita untuk melanjutkan perjuangan mereka.

Redaksi menerima tulisan dari semua kalangan, dengan ketentuan maksimal 5500 karakter dengan spasi. Redaksi berhak menyunting tulisan dengan tanpa merubah substansinya. Tulisan yang telah dikirim menjadi milik redaksi.

Bagi tulisan yang dimuat, akan diberikan insentif, sebagai tanda terimakasih. Silahkan kirimkan tulisan, saran maupun kritik anda ke alamat email kami:

[email protected]

TULISAN

Keterasingan Agama