buku pelatihan berbasis kinerja pdf.pdf
TRANSCRIPT
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor i
KATA PENGANTAR
Mencermati buku yang ada dihadapan pembaca yang budiman, sungguh mengesankan baik
secara konseptual yang disusun secara apik maupun implementasi yang terarah secara
sistematis dan didukung dengan pengungkapan gaya bahasa yang lugas dan jelas. Sehingga
kita membuat lebih penasaran untuk membaca secara teliti dari bab demi bab buku ini.
Terlepas dari semua itu, buku ini memang perlu anda miliki karena memuat topik dan kajian
kontemporer dalam pengembangan sumber daya manusia, khususnya para pengelola lembaga
pelatihan dan para pelatih (instructur).
Saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada penulis, dengan diterbitkan buku berjudul:
Pelatihan Berbasis Kinerja: Konsep dan Implementasi pada Pelatihan Guru/Tutor.
Buku ini mencoba mengupas dengan tuntas suatu model pelatihan berbasis kinerja
(performance based training Model) dimana adanya perpaduan pendekatan kompetensi dan
kinerja untuk mencapai kompetensi ideal yang diharapkan.
Melalui buku ini pula kita diajak untuk memahami suatu pendekatan pelatihan yang mampu
meningkatkan kompetensi guru/tutor dalam pembelajaran secara berkualitas, sehingga pada
gilirannya berdampak pada meningkatnya mutu lulusan suatu lembaga pelatihan.
Mudah-mudahan dengan adanya buku ini dapat membantu kita dalam mendisain program-
program pelatihan guru/tutor di tanah air tercinta secara efektif dan efisien. Amien.
Jakarta, 20 Mei 2011
Rektor UNJ
Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd NIP. 19510316 198703 1001
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
ii Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
PRAKATA
Buku yang berjudul: Pelatihan Berbasis Kinerja Suatu Konsep dan Implementasi dalam
Pelatihan Guru/tutor. memiliki dua kata kunci yaitu (1) pelatihan dan (2) kinerja guru/tutor.
Pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber daya manusia, dengan berbagai fungsi
dan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pelatihan adalah aktivitas pendidikan secara
singkat, pembelajaran secara praktis dan bimbingan secara teknis dengan tujuan
memfasilitasi agar peserta pelatihan memperoleh peningkatakan kompetensi baik dalam
dimensi kognitif, skill maupun afektif yang dibutuhkan. David Dubois (1993)
mengemukakan model pelatihan lima tahap (1) analisis kebutuhan, penilaian dan
perencanaan, (2) pengembangan model kompetensi yang memperhatikan tujuan, strategi,
sasaran dan rencana organisasi, (3) perencanaan kurikulum, (4) perencanaan dan
pengembangan intervensi pembelajaran, dan (5) evaluasi pelatihan
Pelatihan berbasis kinerja merupakan salah satu dari tiga pendekatan lainnya yaitu (1)
pendekatan tradisional dan (2) pendekatan eksperiens. Model pelatihan berbasis kinerja
diharapkan dapat (1) meningkatkan sumber daya manusia, (2) meningkatkan kinerja
guru/tutor dalam pembelajaran. Selajutnya penulisan buku ini terdiri atas delapan bab,
masing-masing bab memuat hal-hal sebagai berikut: Bab 1 menjelaskan masalah pelatihan
dan manfaat pelatihan. Bab 2 Pelatihan Meningkatkan SDM. Bab 3 membahas konsep
Pelatihan Berbasis Kompetensi,. Bab 4 mengkaji tentang Pembelajaran dalam Pelatihan. Bab
5 membahas tentang Pelatihan Berbasis Kinerja. Bab 6 berisi tentang Implementasi Model
Pelatihan Berbasis Kinerja. Bab 7 bersisi tentang Pelatihan Meningkatkan Kompetensi. dan
Bab 9 berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi.
Jakarta, Maret 2011
Penulis,
Anan Sutisna
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama dan utama penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
izin, karunia dan rahmat-Nya, penulisan buku ini dapat diselesaikan. Buku ini merupakan seri
pengembangan sumber daya manusia melalui model pelatihan berbasis kinerja. Pelatihan itu
sendiri adalah salah satu bentuk kegiatan pendidikan luar sekolah (PLS). Sudah barang tentu
buku ini dapat diselesaikan berkat kontribusi pemikiran Bapak Prof. Dr. H. Sutaryat
Trisnamansyah MA, Bapak Prof. Dr. H. Achmad Hufad, M.Ed dan Bapak Prof. Dr. H.
Mustofa Kamil, M.Pd, sebagai pembimbing penulis sewaktu studi di program Doktor di
Universitas Pendidikan Indonesia. Kemudian Bapak Prof. Dr. H. Bedjo Sujanto, M.Pd,
Rektor Univeristas Negeri Jakarta, sebagai pimpinan institusi penulis bekerja yang telah
memberikan kata pengantar dalam buku ini. Serta tidak lupa secara pribadi penulis Wiwi
Karyati, S.Pd, Kahfi Azzuhry, Wizananta dan Tendy Fajarsubhi, sebagai istri dan anak
penulis yang telah memberikan iringan doa pada penulis untuk menyelesaikan buku ini.
Semuanya penulis ucapan terima kasih, mudah-mudah segala pengorbanan dan partisipasi
semua pihak yang telah diberikan kepada penulis bernilai ibadah dan diberikan balasan
pahala yang setimpal. Amin yaa rabbal alamin.
Jakarta, April 2011
Penulis
Anan Sutisna
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
iv Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR Rektor UNJ ............................................................
PRAKATA ..................................................................................................
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Selayang Pandang Pelatihan ....................................................................
B. Masalah Pelatihan....................................................................................
C. Manfaat Pelatihan ....................................................................................
Rangkuman ....................................................................................................
Referensi .......................................................................................................
BAB 2. TEORI DAN KONSEP PELATIHAN
A. Batasan Pelatihan .....................................................................................
B. Pendekatan Pelatihan ...............................................................................
C. Asas-Asas Pelatihan .................................................................................
D. Model-Model Pelatihan ............................................................................
Rangkuman ....................................................................................................
Referensi ........................................................................................................
BAB 3. PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI
A. Konsep Pelatihan Berbasis Kompetensi ..................................................
B. Kompetensi Yang Dibutuhkan .................................................................
C. Proses Pelatihan Berbasis Komptensi ......................................................
D. Konsep Kompetensi .................................................................................
E. Profil Kompetensi Pedagogik dan Andragogik Guru/Tutor.....................
Rangkuman ....................................................................................................
i
ii
iii
iv
1
8
11
13
13
15
19
22
24
32
33
35
39
40
42
45
53
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor v
Referensi ........................................................................................................
BAB 4. PEMBELAJARAN DALAM PELATIHAN
A. Teori Pembelajaran Orang Dewasa (Andragogi) ....................................
B. Teori Pembelajaran Partisipatif ................................................................
C. Alur Pikir Pembelajaran dalam Pelatihan ................................................
D. Kinerja Guru/Tutor dalam Pembelajaran .................................................
E. Efektivitas Pelatihan Dalam Meningkatkatkan Kompetensi ....................
Rangkuman ....................................................................................................
Referensi ........................................................................................................
BAB 5. MODEL PELATIHAN BERBASIS KINERJA
A. Studi Kasus pada Pelatihan Guru/Tutor Di DKI Jakarta .........................
B. Pengembangan Model Konseptual Pelatihan ...........................................
C. Pengujian Model Hipotetik ......................................................................
Rangkuman ....................................................................................................
Referensi ........................................................................................................
BAB 6. IMPLEMENTASI MODEL PELATIHAN BERBASIS
KINERJA
A. Implementasi Model Pelatihan .................................................................
B. Data Hasil Implementasi Model Pelatihan ...............................................
C. Hasil Temuan Implementasi ....................................................................
D. Model Pelatihan Direkomendasikan ........................................................
Rangkuman ....................................................................................................
Referensi ........................................................................................................
BAB 7. PELATIHAN MENINGKATKAN KOMPETENSI
A. Pendahuluan ............................................................................................
B. Analisis SWOT .......................................................................................
C. Sistem Program Pelatihan Guru/Tutor ....................................................
D. Pelatihan Meningkatkan Kompetensi ......................................................
Rangkuman ....................................................................................................
53
55
62
66
68
69
72
73
75
89
100
111
112
113
126
130
135
137
138
141
143
147
153
157
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
vi Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
Referensi ........................................................................................................
BAB 8. PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................
B. Rekomendasi ............................................................................................
Rangkuman ....................................................................................................
Referensi ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
LAMPIRAN ..................................................................................................
GLOSARIUM ...............................................................................................
INDEKS ........................................................................................................
RIWAYAT PENULIS ..................................................................................
158
159
162
166
166
167
173
195
198
199
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Pendahuluan 1
BAB 1. PENDAHULUAN
Setelah mempelajari bab ini diharapakan para pembaca memiliki pemahaman tentang:
1. Pelatihan merupakan salah satu aktivitas pendidikan nonformal.
2. Pelatihan dijadikan sarana untuk pengembangan sumber daya manusia dalam
meningkatkan produktifitas sesuai visi dan misi lembaga/organisasi.
3. Permasalahan yang sering muncul dalam pelatihan pengembangan sumber daya manusia
dalam suatu organisasi.
4. Manfaat pelatihan bagi lembaga/organisasi maupun bagi setiap individu.
A. Selayang Pandang Pelatihan
Salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia adalah melalui pendidikan.
Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan dan
peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan nasional dan global. Pendidikan
berfungsi untuk mengembangkan diri peserta didik, pemenuhan kebutuhan hidup secara
material maupun non material dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi
demi meningkatkan kualitas kehidupan di masa yang akan datang. Pendidikan
diselenggarakan melalui jalur formal, non-formal, dan informal. Ketiga jalur pendidikan itu
dilaksanakan untuk melayani semua warga negara berdasarkan pada prinsip pendidikan
sepanjang hayat menuju terbentuknya manusia Indonesia yang berkualitas dan sejahtera.
Pendidikan non-formal (PNF) sebagai subsistem pendidikan nasional, dalam kiprahnya dapat
memberikan kontribusi terhadap peningkatan index pengembangan manusia (Human
Development Index), yaitu melalui berbagai program pendidikan non-formal. Salah satunya
program pendidikan non-formal yang sedang populer diantaranya adalah pelatihan.
Kebutuhan terhadap layanan program pelatihan dewasa ini semakin meningkat, sejalan
dengan kebijakan pemerintah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
tuntutan kualitas hidup yang semakin meningkat.
Pada tahun 2006 tidak kurang dari 39.000 satuan pendidikan non-formal yang memberikan
layanan berbagai jenis program pendidikan non formal kepada 48 juta penduduk diantaranya;
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
2 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
18,3 juta dilayani melalui program pendidikan anak usia dini, 12,7 juta mengikuti program
pendidikan kesetaraan, 16,5 juta mengikuti program pendidikan keaksaraan dan 1,5 juta
mengikuti program teknis melalui berbagai macam pelatihan dan kursus (Suryadi: 2006).
Permasalahan yang dihadapi dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan non-formal
dipengaruhi oleh beberapa faktor; salah satu faktor utama adalah kualitas Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK-PNF) dalam hal ini berkaitan dengan
kualifikasi pendidikan dan kompetensi guru/tutor. Permasalahan umum yang dihadapi PTK-
PNF dalam kualifikasi akademik pada saat ini adalah sekitar 40% dari 121.301 orang
pendidik dan tenaga kependidikan belum memenuhi kualifikasi minimal sesuai dengan
Standar Nasional Pendidikan. Di samping itu kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
mencapai 60% dari 121.301 orang bekerja tidak sesuai keahliannya (miss-macth), artinya
masih belum terpenuhi sesuai harapan ideal yang dituntut penyelenggara program, bahkan
belum terselenggaranya sertifikasi profesi bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Non-Formal (Syamsudin: 2008).
Berkaitan dengan kebijakan pendidikan kesetaran yang tertuang dalam Keputusan Mentri
Pendidikan Nasional Nomor: 0132/U/2004 tentang Program Paket C setara SMA, maka
keberadaan program tersebut semakin dibutuhkan oleh masyarakat, oleh karena itu
pemerintah berupaya meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat dengan keluarnya
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 14 Tahun 2007 tantang standar isi
Pendidikan Kesetaraan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 3 Tahun 2008
tentang standar proses Pendidikan Kesetaraan. Hanya sayang kebijakan ini tidak diiringi
dengan penyiapan tenaga guru/tutor yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan bidang
studi yang dipersyaratkan tersebut. Hal ini menjadi permasalahan yang cukup krusial dalam
pelaksanaan program pendidikan kesetaraan tersebut. Adanya kebijakan tersebut, makin jelas bahwa
keberadaan pendidikan kesetaraan perlu lebih dioptimalkan penyelenggaraannya, untuk
mendukung kesempatan anggota masyarakat memperoleh pendidikan melalui pendidikan
kesetaraan. Namun dalam penyelenggaraannya terdapat keterbatasan, di antaranya bahwa jumlah tenaga
ahli dan guru/tutor yang kompeten dan profesional masih sangat terbatas. Sejalan dengan
pandangan tersebut, sekalipun secara kuantitatif guru/tutor pendidikan kesetaraan sudah memadai
secara proporsional, namun secara kualitatif keberadaan guru/tutor tersebut masih jauh dari standar yang
diisyaratkan, sehingga dalam konteks pelaksanakaan pendidikan kesetaraan, guru/tutor bidang
keahliannya terjadi ketidakcocokan (miss-match) dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Pendahuluan 3
Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan dan perluasan akses dari segala lapisan sosial
masyarakat terhadap pendidikan, maka keberadaan tutor dalam penyelenggaraan pendidikan
keseataraan merupakan komponen penting, dan perlu dikembangkan profesionalitasnya dalam
penyelenggaraan program pembelajaran tersebut. Salah satu persoalan yang sangat krusial pada
pelaksanaan pendidikan kesetaraan adalah kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor dimana
hasil penelitian menunjukkan masih lemah dan tidak sesuai tuntutan pelaksanaan pembelajaran,
mengingat para tutor adalah berasal dari berbagai latar belakang pendidikan non-kependidikan (Sutisna:
2010). Indikasi lemahnya kompetensi tutor tersebut didasarkan pada miss- macth antara bidang
keahlian dengan tugas mengajar tutor serta dihubungkan dengan tuntutan Peraturan Pemenntah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Keadaan ini menjadi dasar perlunya pengembangan kualitas guru/tutor, di antaranya melalui
pelatihan kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor, agar kualitas pembelajaran dalam
penyelenggaraan pendidikan kesetaraan meningkat. Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan
upaya pengembangan kompetensi tutor melalui program-program pelatihan. Namun sayangnya
masih sangat terbatas pada pelatihan dengan cara-cara konvensional, dan berupaya untuk
meningkatkan penguasaan guru/tutor pada aspek substansi materi mata pelajaran yang diwajibkan
dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan. Menyadari tentang kondisi tersebut baik secara
kualifikasi maupun kompetensi guru/tutor yang masih sangat terbatas pada pendidikan kesetaraan,
Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan upaya peningkatannya, baik melalui jalur
pendidikan S1 maupun jalur pelatihan. Upaya pemenuhan peningkatan kompetensi guru/tutor
melalui program-program pelatihan, misalnya pelatihan penguasaan bidang studi bagi guru/tutor,
namun itupun belum mampu menjangkau secara luas keseluruhan guru/tutor pada seluruh
kelompok belajar pendidikan kesetaraan. Pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogik
guru/tutor, belum secara khusus dan proporsional dilakukan pelatihannya.
Pelatihan untuk pengembangan kompetensi guru/tutor yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga
Diklat dilingkungan Departemen Pendidikan Nasional, masih menunjukkan pola-pola pelatihan
konvensional, belum mengembangkan model pelatihan dengan terlebih dahulu melakukan asesmen
kinerja pembelajarannya guru/tutor apakah sudah efektif atau belum. Untuk itu sangat
dimungkinkan adanya upaya pengembangan suatu model pelatihan berbasis kinerja dalam
peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik. Model pelatihan ini agar lebih kontekstual
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
4 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
terhadap tugas guru/tutor pada pendidikan kesetaraan, sebagai upaya meningkatkan kompetensi
pedagogik dan andragogik guru/tutor yang lebih efektif dan efisien.
Sesuai dengan salah satu misi pendidikan nasional adalah mengupayakan perluasan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
Upaya untuk mewujudkan hal tersebut, di antara melalui penyelenggaraan pendidikan
kesetaraan dengan mengupayakan keberadaan guru/tutor yang profesional. Guru/Tutor adalah
agen pembelajaran yang harus memiliki kompetensi, agar profesional di dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh sebab itu guru/tutor pendidikan kesetaraan perlu dibina kompetensinya termasuk
kompetensi pedagogik dan andragogik secara berkelanjutan, diantaranya melalui model pelatihan
berbasis kinerja (performance based training) yang lebih dikembangkan, agar pelatihan itu lebih
efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan.
Dalam Appeal Training Materials For Continuing Education Personnel (UNESCO: 1993), bahwa
secara umum prinsip penerapan pendidikan luar sekolah, dan khususnya pendidikan kesetaraan adalah
pemanfaatan yang efektif dari personalia terdidik, seperti guru/tutor dengan sertifikat mengajar, atau
lulusan pendidikan menengah ataupun universitas sebagai guru/tutor untuk dilatih dalam metode
mengajar yang relevan. Personalia semacam ini harus dilatih tentang teknik-teknik motivasi,
pengelolaan program, dan teknik pembelajaran, tidak hanya tentang pendekatan pada warga
belajar secara keseluruhan mengenai kognitif, afektif dan psikomotor, melainkan juga dalam
penguasaan pengetahuan fungsional, keterampilan-keterampilan yang relevan, serta pengembangan
sikap mental yang sesuai. Sejalan dengan pernyataan tersebut, guru/tutor pendidikan kesetaraan,
mendesak untuk ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan yang lebih efektif dan efisien.
Dalam kontek pengelolaan pendidikan kesetaraan, guru/tutor mempunyai peranan strategis, di
samping faktor-faktor lain seperti sarana prasarana, biaya, kurikulum, sistem pengelolaan, dan
peserta didik. Apa yang disiapkan dalam pengelolaan pendidikan, seperti sarana prasarana, biaya,
kurikulum, hanya. akan berarti jika guru/tutornya memiliki kinerja secara profesional. Peran dan posisi
guru/tutor tersebut, terbukti sesuai dengan yang diungkapkan Knowles (1986: 246), bahwa guru/tutor
yang efektif memerlukan pengembangan keterampilan dan sikap yang memfasilitasi belajar.
Seorang guru/tutor harus memiliki kompetensi yang diharapkan warga belajar dapat membantu
aspek-aspek: mengidentifikasi kebutuhan belajar, merancang tujuan pembelajaran, menciptakan
lingkungan belajar kondusif dan bermanfaat, merancang pengalaman dan kegiatan belajar yang menarik.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Pendahuluan 5
Peranan guru/tutor yang cukup strategis dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi
pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan pendidikan kesetaraan, maka peningkatan
profesionalisme guru/tutor merupakan kebutuhan. Benar bahwa mutu pendidikan bukan hanya
ditentukan oleh guru/tutor, melainkan oleh mutu masukan (warga belajar), sarana, manajemen, dan
faktor-faktor eksternal lainnya. Akan tetapi seberapa banyak warga belajar mengalami kemajuan
dalam belajarnya, banyak bergantung kepada kepiawaian guru/tutor dalam membelajarkannya. Apa
yang dimaksud guru/tutor yang profesional paling tidak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. mempunyai komitmen pada proses belajar peserta didik;
2. menguasai secara mendalam materi pelajaran dan cara-cara mengajarkannya;
3. mempu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya;
dan
4. merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan
mereka untuk selalu meningkatkan profesionalismenya (Supriadi, 1998: 179).
Tanpa guru/tutor menguasai bahan pelajaran dan strategi belajar mengajar, tanpa guru/tutor dapat
mendorong warga belajar untuk belajar sungguh-sungguh guna mencapai prestasi yang tinggi, maka
segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.
Profesionalisme guru/tutor merupakan proses yang dijalaninya secara terus menerus. Dalam proses
ini bisa melalui pendidikan pra-jabatan (preservice education), pendidikan dalam jabatan
termasuk pelatihan (in-service training), pembinaan dari organisasi profesi guru/tutor dan termasuk
penghargaan masyarakat terhadap profesi guru/tutor, penegakan kode etik profesi, sertifikasi,
peningkatan kualitas calon guru/tutor, besar kecilnya gaji/insentif, dan lain-lain bersama-sama
menentukan profesionalisme guru/tutor. Mengingat peranan strategis guru/tutor dalam setiap upaya
peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan kesetaraan, maka peningkatan kompetensi
guru/tutor merupakan kebutuhan yang sangat urgen dalam mendorong terwujudnya mutu
pendidikan kesetaraan.
Peranan guru/tutor dalam meningkatkan mutu pendidikan kesetaraan dapat dipahami dari hakekat
guru/tutor yang selama ini dijadikan landasan asumsi dalam perancangan program pelatihan.
Menurut UNESCO (1993: 90), asumsi-asumsi tersebut dijelaskan bahwa guru/tutor dalam
program post-literacy, adalah sebagai agen pembaharu, yang memerlukan kompetensi yang harus
dikembangkan di antaranya yaitu:
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
6 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
1. memahami komunitas dan mengidentifikasi kelompok belajar;
2. memahami hubungan program dengan rencana pengembangan;
3. menerapkan keterampilan-keterampilan bekerja dengan orang dewasa;
4. menerapkan keterampilan komunikasi dan motivasi;
5. menerapkan keterampilan manajemen yang relevan;
6. meningkatkan keterampilan kepemimpinan;
7. mengembangkan dan menyesuaikan bahan belajar;
8. mengorganisasikan pendekatan belajar, dan
9. menggerakkan sumber dan mengorganisasikan pusat belajar.
Menghadapi tantangan seperti ini, potensi guru/tutor pendidikan kesetaraan memerlukan upaya
peningkatan kompetensinya, mengingat perannya yang sangat penting dalam pengembangan program
pembelajaran. Tingginya angka putus sekolah adalah merupakan salah satu faktor penting yang
menjadi dasar perlunya ditingkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan kesetaraan. Apalagi diikuti
dengan meningkatnya angka prosentase tidak lulus ujian nasional bagi peserta didik pendidikan formal,
sehingga menambah banyak input yang akan mengikuti ujian nasional pendidikan kesetaraan (UNPK)
setiap tahunnya.
Pemerintah di satu sisi telah mengupayakan bagi warga putus sekolah untuk terlayani dalam
pendidikan kesetaraan, yaitu melalui pelaksanaan program paket A setara SD, paket B setara SLTP
dan paket C setara SMA. Bahkan dalam kaitannya dengan wajib belajar 12 tahun, khususnya
program paket C lulusannya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.
Namun dalam pelaksanaannya masih mengalami berbagai kendala diantaranya, masih terbatasnnya
jumlah dan mutu tenaga profesional pada institusi Pendidikan Luar Sekolah di tingkat pusat dan
daerah dalam mengelola dan mengembangkan program tersebut. Kondisi ini menyebabkan
pembelajaran pada penyelenggaraan pendidikan kesetaraan tersebut, masih dirasakan belum efektif.
Efektifnya pembelajaran pada penyelenggaraan program tersebut, antara lain ditentukan oleh
guru/tutor yang jumlahnya belum memadai secara proporsional, baik kualifikasi akademik
maupun kompetensi yang sesuai standar kompetensi yang ditetapkan. Belum efektifhya
pembelajaran kesetaraan disebabkan antara lain masih terjadinya ketidakcocokan (miss-match)
keahlian dalam melaksanakan tugas mengajar guru/tutor yang menyebabkan lemahnya kompetensi
guru/tutor dalam mengelola pendidikan kesetaraan.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Pendahuluan 7
Di sisi lain pemerintah telah menerapkan kebijakan penyelenggaraan pendidikan kesetaraan
melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Hal ini dapat dipahami karena PKBM
sebagai lembaga pendidikan nonformal yang berazaskan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat, sehingga memiliki akses yang sangat mudah terhadap warga belajar yang ada di akar
rumput paling bawah (grassroott), termasuk dalam melakukan rekrutmen para tenaga guru/tutor di
PKBM dari masyarakat, sehigga konsekuensi logis bahwa kompetensi mereka perlu dikembangkan
agar mereka profesional memenuhi standar sebagai agen pembelajaran dengan cara atau model
yang lebih efektif dan efisien sesuai karakteristik guru/tutor. Dengan adanya pendidikan kesetaraan di
PKBM, semestinya termasuk pengembangan kompetensi guru/tutornya dilakukan melalui pelatihan
baik oleh Dinas Pendidikan Provinsi maupun oleh Lembaga atau Badan yang mempunyai
kewenangan untuk melaksanakan program pelatihan guru/tutor yang tidak selalu bergantung pada
anggaran APBD/APBN. Walaupun pelatihan yang diselenggarakan umumnya menyerap dana yang
tidak sedikit, namun dampak dari hasil pelatihan belum jelas. Sebagaimana hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa kontribusi hasil pelatihan terhadap kinerja guru/tutor Pendidikan
kesetaraan sebesar 21.53% (Wariyanto: 2005).
Melihat kondisi seperti itu, maka alternatif yang mungkin adalah mengembangkan model pelatihan
berbasis kinerja dimana secara kontekstual tugas pokok guru/tutor dalam pembelajaran di nilai ujuk
kerjanya, lalu dianalisis bagian kompetensi mana yang dianggap lemah. Sehingga kompetensi
tersebut yang di desain dalam suatu pelatihan, untuk program pelatihan yang dikembangkan dapat
meningkatkan kompetensi. Pengembangan kompetensi guru/tutor melalui competency based training
(CBT) dengan model pelatihan berbasis kinerja ini dikembangkan, diharapkan lebih efektif, karena
lebih kontekstual berkaitan dengan pelaksanaan tugas pembelajaran guru/tutor di kelompok
belajar. Di samping itu juga lebih efisien dan efektif, karena materi latihan sesuai dengan
kebutuhan aktual peserta. Pelatihan yang dilaksanakan setidaknya meliputi:
1. perencanaan yang dirancang oleh para pengambil kebijakan dan penyelenggara,
2. proses pembelajaran dilaksanakan dengan bantuan para fasilitator secara praktis,
3. rancangan dan pelaksanaan evaluasi, dan
4. pelaksnaan refleksi hasil belajar dilakukan pada akhir kegiatan.
Dari keempat komponen pelatihan tersebut, proses pembelajaran yang sangat menentukan untuk
terjadinya perubahan kompetensi para guru/tutor yang dilatih dan perlu terus dikembangkan.
Pengelolaan pembelajaran pendidikan kesetaraan di PKBM dalam kenyataannya masih belum
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
8 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
optimal. Belum optimalnya pelaksanaan pembelajaran tersebut, disebabkan antara lain masih lemahnya
kompetensi guru/tutor dalam hal:
1. penguasaan landasan pendidikan;
2. pengelolaan program pembelajaran;
3. penggunaan media dan sumber belajar;
4. pengelolaan proses pembelajaran, dan
5. perancangan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran.
Kelemahan seperti itu berdampak pada kurang efektifnya pembelajaran pendidikan keseataraan.
Disamping lemahnya profil kompetensi guru/tutor pendidikan kesetaraan tersebut juga
dimungkinkan akibat dari miss-match atau ketidaksesuaian tugas mengajar dengan bidang keahlian
guru/tutor. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan guru/tutor yang selama ini dilaksanakan belum
optimal hasilnya, belum efektif pelaksanaannya, dan belum terlihat dampaknya terhadap
kompetensi guru/tutor. Hal ini dikarenakan model pelatihan yang selama ini dilaksanakan belum
berkembang, masih mempertahankan pola-pola pelatihan secara konvensional, dan masih terbatas
pada pelatihan untuk peningkatan penguasaan substansi bidang studi. Upaya peningkatan
kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor sendiri kurang memperoleh porsi yang cukup,
padahal sebagian besar guru/tutor miss-macth antara bidang keahlian dengan tugas mengajarnya.
Penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik bagi guru/tutor pendidikan kesetaraan di
lembaga pendidikan sebagai agen pembelajaran, merupakan faktor penting untuk menjadikan
guru/tutor yang profesional. Dengan demikaan guru/tutor pendidikan kesetaraan perlu pengembangan
kompetensi pedagogik dan andragogiknya melalui suatu model pelatihan berbasis kinerja
(performance based training).
B. Masalah Pelatihan
Berdasarkan pengamatan penulis yang menjadi permasalahan dalam pelatihan pengembangan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan secara umum dapat dilihat pada
aspek:
1. Kemampuan melakukan penilaian kebutuhan pelatihan
2. Kemampuan membuat desain pengembangan dan evaluasi program pelatihan;
3. Kemampuan pemasaran program pelatihan dan
4. Kemampuan melakukan analisis cost benefit.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Pendahuluan 9
Kemampuan melakukan penilaian kebutuhan pelatihan bagi para praktisi HRD harus pandai
mendesain dan melakukan penilaian kebutuhan sebelum mendesain dan mengembangkan
program pembelajaran dan aktivitas pelatihan SDM. Alasannya adalah:
1. untuk mengidentifikasi bidang permasalahan tertentu dalam organisasi;
2. untuk mengidentifikasi kekurangan pembelajaran gunda dijadikan sebagai dasar program
dan aktivitas;
3. untuk menentukan dasar dari evaluasi learner di masa yang akan datang; dan
4. untuk menentukan cost and benefit dari program dan aktivitas untuk memperoleh
dukungan dari organisasi.
Kemampuan membuat desain pengembangan dan evaluasi program bagi para praktisi HRD
merupakan inti dari program pembelajaran dan aktivitas pelatihan kerja adalah desain
pelatihan etos kerja, yaitu blueprint yang membentuk seluruh pembelajaran spiritual
enrichment dalam organisasi. Tanpa program etos kerja yang didesain dengan semestinya,
maka pembelajaran spiritual enrichment tidak akan konsisten dan tidak akan memperlihatkan
hasil yang diinginkan. Praktisi HRD mesti memiliki kemampuan mengembangkan program
kerja sdm dan aktivitas pembelajaran quantum touch yang efektif serta mampu mengevaluasi
hasil spiritual enrichment secara akurat.
Kemampuan pemasaran program pelatihan, para pengelola program pengembangan sumber
daya manusia mestinya juga memiliki kemampuan untuk memasarkan program-program
pelatihan sdm kepada top manajemen dan juga direktur keuangan. Ia harus mampu
membranding dan mengkomunikasikan benefit dan potensi financial return yang dapat diraih
dari segenap program pengembangan sumber daya manusia. Tanpa kemampuan melakukan
pemasaran yang solid, acapkali program-program etos kerja yang direncanakan tidak akan
disetujui oleh pihak top manajemen dan pemegang anggaran perusahaan.
Kemampuan melakukan analisis cost benefit. Show me the money, begitu sebuah slogan
pernah berujar. Para CEO dan pengendali keuangan perusahaan juga selalu akan berkata
seperti itu, jika mereka melihat program pengembangan pelatihan kerja dan pelatihan etos
kerja hanya sekedar program kerja sdm tanpa makna yang hanya mengambur-hamburkan
uang. Disini para pengelola SDM mesti mampu menunjukkan analisa kuantitatif spiritual
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
10 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
enrichment dan analisa Return On Investment (ROI) dari segenap program pengembangan
quantum touch yang dilakukan. Berapa ROI yang dapat diraih dari berbagai program
pelatihan yang direncanakan.
Gambaran permasalahan pelatihan secara umum tersebut, menjadikan suatu inpirasi bagi
penulis untuk mencermati beberapa permasalahan penting dilakukannya pelatihan pada
guru/tutor yaitu antara lain:
1. lemahnya kompetensi guru/tutor yang berlatarbelakang non-kependidikan dalam
melaksanakan tugas pembelajaran;
2. pelaksanaan pembelajaran masih terjadi miss-match bidang keahlian yg dimiliki guru/tutor
dengan bidang studi yang diajarkan;
3. umumnya guru/tutor belum memenuhi kualifikasi pendidikan sesuai standar kompetensi yang
disyaratkan yaitu D-IV atau S1;
4. kurangnya strategi, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan guru/tutor dalam
pembelajaran;
5. lemahnya kemampuan guru/tutor dalam merancang dan melaksanakan evaluasi
pembelajaran dan
6. pelaksanaan pelatihan guru/tutor yang dilakukan selama ini masih berlangsung dengan
model konvensional dan belum secara proporsional adanya pelatihan untuk peningkatan
kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor oleh lembaga penyelenggara pelatihan.
Seiring dengan adanya beberapa permasalahan guru/tutor tersebut di atas, maka akan mengakibatkan
rendahnya kualitas pembelajaran dalam penyelenggaraan program pendidikan, padahal salah satu faktor
penting yang turut menentukan kualitas pembelajaran dalam program pendidikan adalah
kompetensi guru/tutor dalam kaitannya melaksanakan pembelajaran yang memadai sesuai dengan
standar kompetensi yang ditentukan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dimana kompetensi guru/tutor meliputi empat jenis kompetensi, yaitu
kompetensi pedagogik dan andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional. Selanjutnya Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional telah merumuskan Standar Kompetensi Pendidik dan
Tenaga Kependidikan termasuk untuk guru/tutor pendidikan kesetaraan yang meliputi keempat jenis
kompetensi tersebut.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Pendahuluan 11
Mengingat kondisi faktual bahwa guru/tutor pendidikan kesetaraan pada lembaga pendidikan umumnya
berlatar belakang non pendidikan dan terjadinya miss-match bidang keahlian dengan tugas dalam
pembelajaran program pendidikan kesetaraan, maka menyebabkan kualitas dan kompetensi dalam
pembelajaran lemah, serta belum memenuhi standar kompetensi sebagaimana yang dipersyaratkan. Di
sisi lain, program-program pelatihan pengembangan kompetensi tutor secara umum yang dirancang dan
dilaksanakan terfokus pada pengembangan kompetensi profesional. Kondisi ini menunjukkan
bahwa pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor belum memperoleh
perhatian secara khusus dan proporsional, padahal pengembangan kompetensi pedagogik dan
andragogik sebagai hal penting manakala kita memandang guru/tutor sebagai agen pembelajaran.
C. Manfaat Pelatihan
Selain memahami pengertian pelatihan dan masalah pelatihan sebagaimana dikemukakan di
atas, pelatihan juga memiliki sejumlah manfaat baik bagi organisasi maupun juga bagi setiap
individu. Bagi sebuah organisasi pelatihan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan individu atau
kelompok dengan harapan memperbaiki performan organisasi. Perbaikan-perbaikan itu
dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Pelatihan yang efektif dapat meningkatkan
kinerja dalam melaksanakan pekerjaan/tugas.
2. Keterampilan tertentu diajarkan agar para peserta dapat melaksanakan tugas-tugas
sesuai dengan standar yang diinginkan.
3. Pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan,
dan sering kali juga sikap-sikap yang tidak produktif timbul dari salah pengertian yang
disebabkan oleh informasi yang membingungkan.
Menurut Siagian (1998: 183-185) mengemukakan sepuluh manfaat yang dapat dipetik oleh
lembaga dari kegiatan pelatihan sebagai berikut:
1. Membantu dalam membuat keputusan yang lebih baik,
2. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya,
3. Terjadinya interaksi dan operasionalisasi faktor-taktor motivasional,
4. Timbulnya dorongan dalam lembaga untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya.
5. Peningkatan kemampuan lembaga untuk mengatasi; strees, frustrasi, dan konflik yang
pada gilirannya memperbesar rasa percaya diri.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
12 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
6. Tersedianya informasi berbagai program yang dapat dimanfaatkan para pegawai dalam
rangka pengembangan secara teknikal dan inteleklual.
7. Meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja lembaga
8. Semakin besar pengakuan atas kemampuan lembaga
9. Makin besarnya tekad lembaga untuk lebih mandiri
10. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Sedangkan secara individual bagi guru/tutor pendidikan kesetaraan kegiatan pelatihan yang
diberikan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya:
1. Membantu guru/tutor mempercepat pemenuhan kebutuhan sebagai upaya memperbaiki
kerja sesuai dengan standar.
2. Memperbaiki sikap-sikap agar mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi karena
pengaruh ilmu pengtahuan dan teknologi serta dapat membuat keputusan dengan baik dan
benar.
3. Meningkatkan motivasi untuk belajar dan senantiasa bersedia untuk mengembangkan
pengetahuan dan kemampuannya.
4. Menumbuhkan rasa percaya diri dan solidaritas yang tinggi diantara sesama guru/tutor.
Beberapa uraian manfaat pelatihan di atas jelas bahwa pelatihan merupakan sarana yang
ditujukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja baik guru/tutor maupun lembaga yang
dipandang kurang efektif sebelumnya. Dengan pelatihan akan mampu mengurangi adanya
dampak negatif yang disebabkan kurangnya pengetahuan, kurangnnya kepercayaan diri atau
pengalaman yang terbatas. Dalam pengembangan sumber daya manusia yang ada di lembaga
pendidikan, khusus guru/tutor pendidikan kesetaraan jelas pelatihan merupakan suatu
keharusan. Keharusan itu tergambar pada berbagai manfaat yang dapat diambil baik lembaga
maupun guru/tutor. Manfaat juga akan dirasakan bagi penumbuhan dan pemeliharaan
hubungan yang serasi baik dalam kelompok belajar maupun antara peserta dengan peserta
dalam kelompok belajar yang semuanya bermuara pada peningkatan kinerja.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Pendahuluan 13
Referensi Sutisna, Anan. (2009). Profil Kompetensi Gutu/Tutor Paket C Di DKI Jakarta, Jurnal
Pendidikan Luar Sekolah UPI Volume 6 Nomor 1 April. Kepmen. Pendidikan Nasional Nomor 0132/U/2004 tentang Program Paket C Setara
SMA/MA. Jakarta: Depdiknas. Knowles, M. S., (1986), The Adut Learner, A Neglected Species. Houston: Gulf Publishing
Company. Knowles, M. S. (1984). Andragogy in Action: Applying Modern Principles of Adult Learning.
San Francisco: Jossey Bass Inc. Permen. Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi Pendidikan
Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas. Permen. Pendidikan Nasional Nomor 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan
Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas.
Rangkuman 1. Pelatihan merupakan salah satu aktivitas pendidikan nonformal, dimana
pelaksanaannya dalam waktu singkat dan materi yang diberikan bersifat praktis. Dalam suatu lembaga/organisasi pelatihan dijadikan sarana untuk pengembangan sumber daya manusia dalam meningkatkan produktifitas sesuai visi dan misi lembaga/organisasi tersebut.
2. Permasalahan yang sering muncul dalam pelatihan pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan secara umum dapat dilihat pada aspek (i) Kemampuan melakukan penilaian kebutuhan pelatihan, (ii) Kemampuan membuat desain pengembangan dan evaluasi program pelatihan, (iii) Kemampuan pemasaran program pelatihan dan (iv) Kemampuan melakukan analisis cost benefit.
3. Manfaat pelatihan bagi lembaga/organisasi maupun bagi setiap individu. Bagi sebuah organisasi pelatihan dapat memberikan manfaat: (i) untuk memperbaiki performan organisasi, (ii) dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan, (iii) dapat memperbaiki sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan, dan sikap yang tidak produktif. Sedangkan manfaat bagi guru/tutor kegiatan pelatihan yang diberikan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya: (i) membantu dan mempercepat pemenuhan kebutuhan sesuai dengan standar, (ii) memperbaiki sikap beradaptasi dengan perubahan yang terjadi karena pengaruh ilmu pengetahuan dan teknolgi, (iii) meningkatkan motivasi untuk belajar secara terus-menerus, dan (iv) menumbuhkan rasa percaya diri dan solidaritas yang tinggi diantara sesama guru/tutor.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
14 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
PP. Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Depdiknas. Siagian, S. P., (1998), Menejemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara Supriadi, D. (1998). Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Bandung: Adicita Karya Nusa. Suryadi, A. (2006), Peningkatan Layanan Berbagai Program Pendidikan Nonformal
(Makalah disampaikan dalam pertemuan dengan Mitra PLS), Jakarta: Depdiknas. Syamsudin, E. (2008), Percepatan Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik dan Kependidikan
Pendidikan Nonformal, sesuai BSNP (Makalah disampaikan dalam pertemuan dengan Perguruan Tinggi) di Yogyakarta,
UNESCO, (1993). Appeal Training Materials for Continuing Education Personal, Bangkok:
UNESCO Principal Regional Office for Asia Pasific. Wariyanto, (2005), Hubungan antara Hasil Pelatihan, Motivasi Kerja, dan Pemberian
Kompensasi dengan Kinerja Tutor dalam Pengelolaan Pembelajaran Kejar Paket C, Thesis Magister Pendidikan Luar Sekolah, SPs:UPI
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Teori dan Konsep Kepelatihan 15
BAB 2. TEORI DAN KONSEP PELATIHAN
Setelah mempelajari bab ini diharapkan para pembaca dapat memahami tentang:
1. Definisi pelatihan menurut para ahli mempunyai perbedaan karena disebabkan oleh sudut
pandang keilmuan yang berbeda.
2. Pendekatan dalam pelatihan baik secara tradisional, eksperiensial, maupun berbasis
kinerja.
3. Asas pelatihan yang merupakan sesuatu yang harus dikusai oleh pelatih.
4. Beberapa model pelatihan antara lain: (i) Critical Event Model (CEM) dari Nedler, (ii)
Model lima langkah dari Goad, (iii) Model lima langkah dari Mayo & Dubois, (iv) Six
stages of the training process dari Paul G. Friedmen & Elaine A.Y dan (v) Model sepuluh
langkah dari Djudju Sudjana.
A. Batasan Pelatihan Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu
proses dalam pengembangan individu, masyarakat, lembaga dan organisasi. Pendidikan
dengan pelatihan merupakan dua bagian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem
pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan,
penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya
diupayakan agar sumber daya manusia dapat diberdayakan secara optimal, sehingga apa yang
menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan individu, masyarakat, lembaga dan organisasi
tersebut dapat terpenuhi. Menurut Moekijat (1993: 3) menyatakan bahwa pelatihan adalah
suatu bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif
singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori. Pernyataan
tersebut mengisyaratkan bahwa kegiatan pelatihan sebagai upaya mendidik dalam arti sempit,
terutama dilakukan dengan cara instruksi, berlatih, dan sikap disiplin.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
16 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
Pendidikan dengan pelatihan sulit untuk menarik batasan yang tegas, karena baik pendidikan
maupun pelatihan merupakan suatu proses kegiatan pembelajaran yang mentransfer
pengetahuan dan keterampilan dari sumber belajar kepada peserta pelatihan sebagai penerima
pesan. Walaupun demikian perbedaan keduanya akan lebih terlihat dari tujuan yang ingin
dicapai melalui kegiatan tersebut. Pendidikan formal pada umumnya selalu berkaitan dengan
mata pelajaran secara konseptual, sifatnya teoritis dan merupakan pengembangan sikap dan
falsafah pribadi seseorang. Bila pelatihan lebih menitikberatkan pada kegiatan yang
dirancang untuk memperbaiki kinerja dalam menjalankan tugas, maka pendidikan lebih
menitikberatkan pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan terhadap keseluruhan
kebutuhan lingkungan. Pada bagian lain dijelaskannya bahwa pelatihan lebih dikaitkan
dengan kekhususan pembelajaran yang terbatas kepada keterampilan yang bersifat motorik
dan mekanistik.
Dalam suatu lembaga, organisasi atau perusahaan, pelatihan dianggap sebagai suatu terapi
yang dapat memecahkan permasalahan. khususnya yang berkaitan dengan peningkatan
kinerja dan produktifitas lembaga, organisasi atau perusahaan. Pelatihan dikatakan sebagai
terapi, karena melalui kegiatan pelatihan para karyawan diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat memberikan konstribusi yang lebih tinggi
terhadap produktivitas organisasi atau perusahaan. Dengan meningkatnya pengetahuan dan
keterampilan sebagai hasil pelatihan, maka karyawan akan semakin matang dan terampil
dalam menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang dihadapi lembaga atau
organisasi. Dalam pengembangan lembaga atau organisasi, pelatihan merupakan upaya untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam melakukan layanan yang lebih
profesional kepada anggota masyarakat. Pemberian pelatihan bagi warga masyarakat
bertujuan untuk memberdayakan, sehingga warga masyarakat menjadi berdaya dan dapat
berpartisipasi aktif pada proses perubahan. Pelatihan dapat membantu seseorang untuk
menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki. Dengan pelatihan juga
dapat menimbulkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan bekerja seseorang, perubahan
sikap terhadap pekerjaan, serta dalam informasi dan pengetahuan yang mereka terapkan
dalam pekerjaannya sehari-hari.
Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang menyadari perlunya mengembangkan
potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan maupun kepuasan hidupnya, oleh sebab
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Teori dan Konsep Kepelatihan 17
itu untuk mengetahui penjelasan mengenai pelatihan berikut ini diuraikan beberapa
pengertian pelatihan, antara lain yang dikemukakan para ahli. Robinson ( 1981:12)
mengemukakan bahwa : "Training, is therefore we are seeking by any instructional or
experiential means to develop a person behavior patterns in the urea of knowledge, skill or
attitude in order to achieve disered standar". Dengan demikian pelatihan merupakan
instruksional atau experensial untuk mengembangkan pola-pola perilaku seseorang dalam
bidang pengetahuan keterampilan atau sikap untuk mencapai standar yang diharapkan. Goad
(1982: 5) menjelaskan bahwa "Training can be defined broadly is the techniques and
arrangement aimed at fostering and experiencing learning. The focus in on learning".
Goad mengemukakan, bahwa pelatihan itu lebih difokuskan pada kegiatan pembelajaran.
Michael J. Jacius (1968: 296). mengemukakan istilah pelatihan menunjukkan suatu proses
peningkatan sikap, kemampuan, dan kecakapan dari para pekerja untuk menyelenggarakan
pekerjaan secara khusus.
Ungkapan ini menunjukkan kalau kegiatan pelatihan merupakan proses membantu peserta
belajar untuk memperoleh keefektifan dalam melakukan pekerjaan mereka baik pada saat
sekarang maupun masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran dan
tindakan-tindakan, kecakapan, pengetahuan. dan sikap-sikap. Kegiatan pelatihan juga
dilakukan dalam upaya memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam aktivitas
pekerjaan sehari-hari dan mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang terjadi dimasa
yang akan datang. Hal ini sejalan dengan pandangan Soenanto dalam Moekijat (1993:4)
bahwa pelatihan adalah kegiatan belajar untuk mengubah rencana orang dalam melakukan
pekerjaan. Penyelenggaraan pelatihan yang baik dan optimal akan meningkatkan kemampuan
peserta pelatihan dalam mengatasi masalah yang dihadapi untuk menjalankan tugas serta
dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja. Alex S. Nitisemito (1982: 86)
mengungkapkan tentang tujuan pelatihan sebagai usaha untuk memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku dan pengetahuan, sesuai dengan keinginan individu
maupun lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian pelatihan dimaksudkan dalam
pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas semata-mata hanya untuk mengembangkan
keterampilan dan bimbingan.
Dengan demikian pentingnya suatu pelatihan baik bagi organisasi maupun lembaga didasari
berhagai alasan seperti :
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
18 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
1. Pengeluaran biaya pelatihan yang sistematis jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan
pengeluaran yang disebabkan dari beberapa kekeliruan dan kelambatan yang disebabkan
dari hasil coba-coba dalam mencari pemecahan masalah dalam pekerjaannya sendiri.
2. Seseorang yang telah dibina dalam suatu program pelatihan biasanya lebih menyenangi
pekerjaannya dan kecenderungan untuk berpindah pekerjaan menjadi kecil.
3. Adanya jenis-jenis pekerjaan tertentu yang sangat memerlukan program pelatihan, karena
tanpa pelatihan pekerjaan tersebut tidak akan mencapai sasaran dengan tepat.
Oleh karena itu kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan,
keahlian/keterampilan (skill), pengalaman, dan sikap peserta pelatihan tentang bagaimana
melaksanakan pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Henry Simamora (1997:
287) yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang
untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang
individu atau kelompok dalam menjalankan tugasnya. Pengertian pelatihan antara satu
rumusan dengan rumusan lain pada umumnya tidak bertentangan. melainkan memiliki ciri
atau unsur yang sama. Dalam suatu pelatihan memiliki beberapa ciri, yaitu:
1. direncanakan dengan sengaja;
2. adanya tujuan yang hendak dicapai;
3. ada kelompok sasaran atau peserta pelatihan;
4. ada kegiatan pembelajaran secara praktis;
5. isi belajar dan berlatih menekankan pada keahlian atau keterampilan suatu pekerjaan
tertentu;
6. dilaksanakan dalam waktu relatif singkat, dan
7. ada tempat belajar dan berlatih.
Berdasarkan beberapa ungkapan tentang pengertian dan tujuan pelatihan serta ciri-ciri yang
digambarkan dalam suatu pelatihan tersebut di atas, maka pelatihan dapat diartikan sebagai
suatu upaya melalui proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan. keterampilan, dan sikap seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam waktu relatif singkat pada tempat tertentu.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Teori dan Konsep Kepelatihan 19
B. Pendekatan Pelatihan Pendekatan pelatihan menurut Paul G. Friedman dan Elaine A. Yarbrough (1985) dalam buku
"Training strategies" mengungkapkan bahwa: dalam pelaksanaan pelatihan dapat ditelusuri
dari dimensi langkah-langkahnya, pelatih dan metodenya. Proses pelatihan secara umum
dilakukan melalui dua pendekatan yaitu; pendekatan kesesuaian (adaptive) yang digunakan
sebagai fase diagnostik atau lebih dikenal dengan sebutan pendekatan "bottom-up", dan
pendekatan instruksi (directive) yang digunakan sebagai fase instruksional atau disebut
dengan pendekatan "top-down". Kedua pendekatan ini mempunyai kepentingan yang sama
sesuai dengan fungsinya, serta digunakan untuk saling melengkapi walaupun dalam situasi
yang berbeda. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Paul G. Friedman, et al. (1985: 2), yaitu:
"although the adaptive and directive approaches may appear contradictory, both can he
effective when used appropriately. In fact, both are necessary". Dua hal yang perlu
diperhatikan dalam menyeimbangkan kedua pendekatan tersebut dalam suatu pelatihan, yaitu
dengan mengetahui situasi penggunaan masing-masing pendekatan dan mengetahui
bagaimana mengimplementasikannya. Pada tahap pertama dalam setiap tugas pelatihan
adalah diagnosis situasi dengan mencoba merespon pernyataan-pernyataan tentang status quo
(keadaan sekarang), perbedaan antara perilaku seseorang dan perilaku yang diharapkan
terjadi pada peserta pelatihan, tujuan-tujuan pelatihan yang bersifat realistik dan metode yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan instruksional. Tahapan berikutnya adalah implementasi
dengan mengunakan pendekatan directive, yang dalam hal ini program pelatihan diwujudkan
dalam praktek. Sekuensi adaptive dan directive merupakan suatu siklus dan dapat berulang
dalam suatu program pelatihan.
Menurut Halim dan Ali (1993: 20) mengemukakan adanya tiga pendekatan dalam
menyelenggarakan pelatihan yaitu:
1. pendekatan tradisional;
2. pendekatan eksperiensial dan
3. pendekatan berbasis kinerja.
Menurut mereka dalam "pendekatan tradisional" staf pelatihan merancang tujuan, konten,
teknik pembelajaran, penugasan, rencana pembelajaran, motivasi dan evaluasi difokuskan
pada intervensi yang dilakukan staf pelatihan. Dalam "pendekatan eksperiensial" pelatih
memadukan pengalaman sehingga warga belajar menjadi lebih aktif dan mempengaruhi
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
20 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
proses pelatihan. Model pelatihan ini menekankan pada situasi nyata. Tujuan pelatihannya
ditetapkan bersama oleh pelatih dan warga belajar. Pelatih menjalankan peran sebagai
fasilitator, katalisator, atau nara sumber. Sedangkan dalam "pendekatan berbasis kinerja".
tujuan diukur berdasarkan pencapaian tingkat kemahiran tertentu dengan menekankan pada
penguasaan keterampilan yang bisa diamati.
Tutor pendidikan kesetaraan sebagai peserta pelatihan adalah tergolong orang dewasa. oleh
sebab itu prinsip-prinsip yang diterapkan dalam proses pelatihannya harus mengacu kepada
prinsip pembelajaran orang dewasa. Dalam pembelajaran orang dewasa (andragogy)
Knowles (1984: 41) menjelaskan tentang konsep andragogi dengan "the art and science of
helping adults learn", yaitu seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar. Proses
pembelajaran orang dewasa pada dasarnya menggunakan beberapa asumsi antara lain:
Pertama, orang dewasa telah memiliki konsep diri, dan tidak mudah untuk menerima konsep
yang datang dari luar dirinya, sehingga dalam proses pelatihannya perlu memperhatikan:
1. iklim belajarnya perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa;
2. warga belajar perlu dilibatkan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya;
3. warga belajar perlu dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya;
4. proses belajarnya merupakan tanggung jawab bersama antara sumber belajar dengan
warga belajar dan
5. evaluasi pembelajarannya ditekankan pada evaluasi diri sendiri.
Kedua, orang dewasa telah memiliki pengalaman, dan berbeda-beda sehingga perlu
diperhatikan:
1. proses pembelajarannya lebih ditekankan pada teknik yang sifatnya menyadap
pengalaman mereka;
2. proses pembelajarannya lebih ditekankan pada aplikasi praktis.
Ketiga, orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar seirama dengan adanya peran sosial
yang mereka tampilkan. Peran ini akan berubah sejalan dengan perubahan usianya sehingga
dalam proses pembelajarannya:
1. urutan program belajar perlu disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran, dan
2. dengan adanya konsep mengenai tugas-tugas perkembangan pada orang dewasa akan
memberikan petunjuk dalam belajar secara kelompok.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Teori dan Konsep Kepelatihan 21
Keempat, orang dewasa memiliki perspeklif waktu dan orientasi belajar, sehingga cenderung
memiliki perspektif untuk secepatnya mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Sehingga
dalam proses pembelajarannya harus memperhatikan:
1. sumber belajar berperan sebagai pemberi bantuan kepada warga belajar dan
2. kurikulum tidak berorientasi pada mata pelajaran, tetapi berorientasi pada masalah,
(Knowles: 1980: 45-54).
Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang tepat digunakan dalam
pelatihan adalah pendekatan yang bobot dukungannya terhadap kegiatan pembelajaran
partisipatif sangat tinggi, yakni pendekatan yang mengikutsertakan warga belajar semaksimal
mungkin dalam proses pelatihan. Beberapa pendekatan yang ada, penyelenggaraan pelatihan
lebih mengedepankan untuk menggunakan pendekatan partisipatif walaupun ada beberapa
uraian yang memiliki kesamaan dengan pendekatan yang lain. Dengan pendekatan
partisipatif, pendekatan lain juga akan lebih mudah untuk diadaptasikan. Karena dengan
pendekatan partisipatif tutor sebagai peserta pelatihan tidak akan merasa tersinggung atau
dipaksa bila diperintah dan akan dengan senang hati untuk menerima. Pendekatan ini akan
lebih efektif karena sebagaimana diungkapkan sebelumnya bahwa yang menjadi sasaran
utamanya adalah orang dewasa yang pada umumnya sudah banyak memiliki pengalaman. Di
samping itu melalui pendekatan partisipatif tutor yang direkrut dari masyarakat sebagai
peserta pelatihan akan ikut berperan lebih banyak dan luas, baik dari sejak dilakukannya
identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan sampai kepada menilai hasil kegiatan
pelatihan. Secara khusus pendekatan ini digunakan untuk melibatkan peserta pelatihan agar
berpartisipasi aktif dalam proses pelatihan dan juga diharapkan dapat menjalankan tugas
sebagai tutor pendidikan kesetaraan dengan baik.
Pengadaptasian dari beberapa pendekatan yang diungkapkan Paul G. Friedman dan Elaine A.
Yarbrough ke dalam pendekatan partisipatif seperti pada pendekatan adaptive (Bottom-up)
dilakukannya lebih menekankan pada partisipasi tutor dari masyarakat dalam menggali
informasi yang berkaitan dengan identifikasi kebutuhan pelatihan yang sesuai. Sedangkan
pada pendekatan directive (top-down) merupakan kegiatan atau partisipasi peserta
(gutu/tutor) dalam pelaksanaan pelatihan sebagai bukti peransertanya dalam mensukseskan
pelaksanaan program pelatihan yang dilakukan penyelenggara pelatihan. Kegiatan lain yang
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
22 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
hampir sama dalam bentuk partisipasi juga dari pendekatan yang dikemukakan oleh Halim
dan Ali seperti; dalam pendekatan tradisional pelatih memberikan tugas memotivasi dan
melakukan evaluasi kepada peserta. Pada pendekatan eksperiensial pelatih juga tidak lupa
memperhatikan dan berusaha memadukan pengalaman yang telah dimiliki peserta
sebelumnya. Sedangkan pada pendekatan berbasis kinerja tujuan pelatihannya diukur dengan
melihat partisipasi peserta selama mengikuti pelatihan terutama dalam pencapaian tingkat
penguasaan keterampilan yang telah dipelajari.
Penggunaan pendekatan partisipatif ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung biasanya dilaksanakan dalam kelompok kecil atau dalam tatap muka, dan ini
akan terasa lebih efektif karena akan terjadi hubungan keakraban di antara peserta. Secara
tidak langsung biasanya dilakukan dalam kelompok yang lebih besar yang tidak
memungkinkan bagi setiap peserta untuk bertatap muka langsung, (Sudjana, 1992:266).
Dengan demikian dalam pelatihan ini pendekatannya menggunakan pendekatan
partisipatif yang dilakukan secara langsung karena jumlah pesertanya yang relatif kecil.
Sedangkan dalam penilaian hasil latihan menggunakan pendekatan yang berbasis kinerja
yaitu yang mengukur tingkat pengusaan keterampilan dalam melaksanakan tugas
pembelajaran sebagai guru/tutor dalam program pendidikan kesetaraan.
C. Asas-asas Pelatihan Dalam melakukan pembinaan terhadap guru/tutor pendidikan kesetaraan yang berasal dari
masyarakat terlebih dahulu harus ditetapkan sasaran atau kompetensi yang ingin dicapai,
dengan demikian potensi atau keterampilan yang telah dimiliki calon peserta pelatihan
tersebut akan dapat dikembangkan dan ditingkatkan secara maksimal. Di samping itu
kegiatan pelatihan yang akan diberikan kepada peserta harus mengikuti asas-asas umum
pelatihan. Hal ini dimaksudkan agar tujuan pelatihan tersebut dapat tercapai dengan baik.
Dalam pelaksanaan suatu pelatihan, harus selalu diingat akan adanya perbedaan-perbedaan
peserta pelatihan baik dalam latar belakang pendidikan, pengalaman, maupun motivasi.
Nasution (1986: 25) mengemukakan bahwa pembelajaran tidak mungkin tanpa mengenal
perbedaan peserta didik (asas perbedaan), oleh karena itu dalam pelatihan perbedaan dari
peserta pelatihan harus mendapatkan perhatian baik dalam perencanaan, pelaksaanaan
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Teori dan Konsep Kepelatihan 23
maupun penilaian pelatihan, sehingga pelatihan tersebut benar-benar dapat memberikan
manfaat yang optimal.
Asas yang juga penting adalah sikap dan penampilan pelatih, karena sikap dan penampilan
pelatih turut menentukan keberhasilan suatu pelatihan. Alex S. Nitisemito (1982: 105)
mengemukakan peranan pelatih sangat menentukan berhasiltidaknya pelatihan tersebut.
Zaenudin Arif (1981: 54-55) mengemukakan bahwa peran utama pelatih adalah
memperlancar atau memberikan kemudahan agar setiap peserta pelatihan merupakan sumber
yang efektif bagi yang lain. Di samping memiliki pengetahuan dan skill yang memadai,
seorang pelatih juga harus memiliki ciri-ciri pribadi yang baik bagi keberhasilan
pekerjaannya yaitu:
1. memiliki konsep diri yang matang;
2. memiliki kemampuan empati;
3. mempunyai sikap terhadap keanggotaan kelompok;
4. kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko pribadi dan
5. mampu mengatasi tekanan emosional yang erat hubungannya dengan kemampuan
menghadapi resiko.
Beberapa asas pelatihan, yang sangat penting adalah penentuan metode pelatihan, karena
metode setiap kegiatan pelatihan yang ditetapkan oleh sumber belajar untuk mencapai tujuan-
tujuan pelatihan (Sudjana, 2007: 10). Dengan demikian metode pelatihan harus cocok dengan
jenis pelatihan yang diberikan. Meskipun tidak ada suatu metode yang paling tepat dalam
kegiatan pelatihan, tetapi dapat dicarikan beberapa altematif metode pembelajaran yang dapat
dipilih. Di dalam memilih metode pelatihan yang tepat, perlu mempertimbangkan beberapa
faktor. Adapun pemilihan metode pelatihan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:
1. tujuan pelatihan;
2. peserta pelatihan;
3. situasi;
4. fasilitas dan
5. pribadi pelatih.
Sementara itu yang terpenting bahwa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih
metode pelatihan adalah:
1. manusia yang meliputi sumber belajar dan warga belajar;
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
24 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
2. tujuan belajar;
3. bahan;
4. waktu dan
5. fasilitas.
Berkaitan dengan metode pelatihan dimana alat bantu atau media pembelajaran juga penting
dalam pelatihan karena:
1. dapat mengurangi salah tafsir;
2. pelatihan yang diberikan akan lebih mudah, cepat dan jelas ditangkap;
3. menegaskan, dan memberikan dorongan kuat untuk menerapkan apa yang dianjurkan.
Sedangkan alat atau fasilitas dan sarana berhubungan dengan tempat pelaksanaan kegiatan
pelatihan, adapun alat bantu berhubungan dengan penyampaian materi pelatihan.
D. Model-Model Pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan pada umumnya dilakukan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan
dari setiap lembaga atau organisasi baik pemerintah seperti: Lembaga Administrasi Negara
(LAN), Badan Diklat Depnakertran, Badan Diklat Depdiknas. maupun swasta seperti:
Badan Diklat Perusahaan Otomotif Toyota, Badan Diklat Garuda Indonesia, sangat
dimungkinkan menggunakan model-model yang berbeda. Model-model pelatihan yang
ditampilkan tersebut, kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia sebagai tenaga kerja dan untuk memperbaiki kinerja, sehingga dapat meningkatkan
produktifitas. Pelaksanaan pelatihan yang dilakukan dengan basis kinerja (performance based
training) yang juga bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, sehingga kualitas dari sumber
daya manusia baik pengetahuan atau keterampilan.
Para pakar pelatihan biasanya melaksanakan pelatihan dengan menggunakan langkah-
langkah atau siklus tersendiri berdasarkan dari model yang mereka kembangkan. Di antara
model-model pelatihan yang ada para pakar mengembangkannya bermacam-macam, ada
yang menggambarkan hanya melalui siklus yang sederhana, dan ada juga yang digambarkan
secara detail. Walaupun demikian dari beberapa model yang dikembangkan ditemukan
adanya langkah-langkah atau tahapan yang memiliki kesamaan, seperti pada pelaksanaan
pelatihan umumnya. Kesamaan itu seperti sama-sama diawali dengan melakukan identifikasi,
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Teori dan Konsep Kepelatihan 25
dengan tujuan untuk menemukan dan mengkaji kebutuhan yang akan diberi pelatihan serta
diakhiri dengan pelaksanaan evaluasi.
Berdasarkan model-model pelatihan yang ada, dapat dilihat diantaranya sebagaimana
diungkapkan Nedler (1982: 12), yang dikenal dengan The Critical Events model (CEM) atau
disebut dengan model terbuka yang langkah-langkahnya terlihat lebih detail dan spesifik.
Pada model ini tidak semua variabel bisa diidentifikasi atau ditetapkan pada saat dilakukan
perancangan program pelatihannya, namun pada setiap langkahnya selalu di evaluasi sebagai
balikan. Siklus pelatihan pada model CEM dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Critical Event Model(CEM) Sumber: Nedler (1982:12)
Model yang dikembangkan Nedler ini dimulai:
1. menentukan kebutuhan organisasi;
2. menentukan spesifikasi pelaksanaan tugas;
3. menentukan kebutuhan pembelajaran;
4. merumuskan tujuan;
5. menentukan kurikulum;
6. memilih strategi pembelajaran;
7. mendapatkan sumber belajar dan
8. selanjutnya kembali lagi ke menentukan kebutuhan.
Identify the needs of the
Evaluatio
n
and
Build Curriculu
Specific job
Identify learner
Determine Select Instructional
Strategis
Obstain Instructional
Conduct Training
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
26 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
Perputaran ini bertujuan untuk melihat keunggulan dan kelemahan dari pelatihan yang telah
dilaksanakan, apakah masih perlu diadakan perbaikan atau memang sudah sesuai dengan
tujuan yang diinginkan oleh organisasi. Sedangkan Goad (1982: 11) menjelaskan model
pelatihan melalui beberapa tahapan yang siklus pelatihannya terdiri dari:
1. analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training requirements);
2. desain pendekatan pelatihan (design the training approach);
3. pengembangan materi pelatihan (develop the training materials);
4. pelaksanaan pelatihan (conduct the training) dan
5. evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate and update the training).
Secara skematis langkah-langkah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Siklus Pelatihan Lima Tahap Sumber: Goad (1982:11)
Dalam siklus pelatihan atau pendidikan yang ditujukan pada orang dewasa sebagai sasaran.
Goad (1982: 41) mengungkapkan perlunya memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:
1. orang dewasa belajar dengan melakukan dirinya senantiasa ingin dilibatkan;
2. masalah dan contoh harus realistis dan relevan dengan warga belajar;
3. lingkungan belajar yang terbaik adalah lingkungan informal;
4. keragaman mendorong membuka kelima indra dari peserta belajar;
5. dilakukan perubahan kecepatan dan teknik dari waktu ke waktu;
6. tidak menerapkam sistem peringkat apapun;
7. fasilitator berperan sebagai agen pembaharu dan
8. fasilitator bertanggung jawab untuk memfasilitasi pembelajaran, sedangkan
pembelajarannya sendiri merupakan tanggung jawab peserta belajar, oleh karena itu peran
fasilitator sebagai, catalicator, proces helper, resources linker and solution giver,
(Havelock: 1991).
Analyze
Evaluate
Conduct Develop
Design
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Teori dan Konsep Kepelatihan 27
Kemudian Mayo & Dubois, (1987: 3) juga mengembangkan model pelatihan melalui lima
tahap (fase), yang dikenal dengan Continuous Loop Training Development and
Implementation Model. Kelima fase tersebut adalah:
1. fase analyze operational requirement;
2. fase defining training requirement;
3. fase developing objectives;
4. fase planning, developing, and validating training dan
5. fase conduct and evaluate the training.
Secara skematis kelima langkah ini dapat digambarkan di bawah ini sebagai berikut:
Gambar 2.3 Model Siklus Pelatihan Lima Langkah Sumber: Mayo & Dubois (1987:32)
Selanjutnya model pelatihan menurut Paul G. Friedman dan Elaine A.Y. (1985: 4),
mengemukakan enam tahap dalam proses pelatihan (six stages of the training process). Posisi
enam tahap yang digunakan dalam proses pelatihan dimaksud adalah sebagai berikut:
Tahap pertama, menyadari kebutuhan (awereness of need). Kesenjangan antara keadaan
sekarang dengan keadaan yang diharapkan biasanya disebabkan oleh dua sifat yang melekat
dalam fungsi manusia, yaitu perubahan dan aspirasi. Perubahan adalah merupakan
"dorongan'" dan aspirasi adalah "tarikan" yang menimbulkan kebutuhan pada pelatihan.
Perubahan-pcrubahan menciptakan masalah yang harus segera dipecahkan, sedangkan
aspirasi cenderung kepada tahap pertumbuhan untuk adanya nilai tambah.
Analyze Operational
Conduct and
Evaluate
Planning Developing
&
Developing Training
Objectives
Defining Training
Requireme
Feedback and
Interactio
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
28 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
Tahap kedua, menganalisis masalah (analyzing the problems). Apabila kebutuhan itu
dirasakan masih bersifat umum, maka perlu dianalisis secermat mungkin, sehingga
rumusannya tidak terlalu umum atau tidak terlalu khusus. Jika menganalisis setiap
performans maka sebaiknya dilakukan dengan menjawab lebih dahulu pertanyaan-pertanyaan
apakah yang menjadi perbedaan antara performans sekarang dan yang diharapkan?. Apakah
performans tersebut berguna untuk mengatasi kekurangan? dan Apakah performans itu dapat
meningkatkan keterampilan?.
Tahap ketiga, menentukan pilihan (knowing options). Ketika mempersiapkan pilihan-pilihan,
perlu dimasukkan suatu penjelasan tujuan tentang keuntungan-keuntungan dan
kelemahan-kelemahannya, serta pengalaman yang dapat membantu peserta pelatihan
mengembangkan pedoman-pedoman untuk menentukan pilihan-pilihan yang terbaik. Tahap
keempat, menyadari suatu pemecahan (adopting solution). Dalam menghadapi suatu solusi
pertama-tama adalah dengan memberikan penjelasan tentang prosedur sehingga menjadi jelas
dan dapat dipahami oleh mereka yang akan menentukan prosedur tersebut. Selanjutnya
adalah pemberian dukungan dimana prosedur tersebut harus dijalankan mengenai
keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya. Dalam hal ini peranan pelatihan
adalah mempersempit pilihan-pilihan peserta pelatihan yang menyalurkan usaha-usaha
peserta pelatihan pada cara atau jalur khusus.
Tahap kelima, mengajarkan suatu keterampilan (teaching a skill). Apabila pelatihan
diharapkan untuk mampu mempengaruhi cara berpikir peserta pelatihan, sikapnya atau
pengetahuannya, maka peranan pelatihan adalah membantu peserta pelatihan dalam
mempelajari suatu keterampilan. Kemudian memberikan umpan balik pada pekerjaan peserta
pelatihan sesuai langkah-langkah yang ditempuh sampai kepada penilaian hasil belajar atau
hasil kerjanya.
Tahap keenam, integrasi dalam sistem (integration in the system). Apabila dalam prosedur
belajar peserta pelatihan tidak menimbulkan pengaruh kerjasama dalam situasi belajarnya,
maka dalam tindaklanjutnya perlu membantu para peserta pelatihan untuk melakukan
prosedur kerjasama tersebut dalam sistem yang membutuhkan kerjasama, misalnya dalam
"team work". Pengintegrasian ini sangat diperlukan karena pada tahap akhir pelatihan selalu
muncul masalah-masalah yang dihadapi para pelatih dalam mengintegrasikan hasil-hasil
belajarnya yang baru ke dalam konteks pekerjaanya. Tipe lain dari "integrasi dalam sistem"
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Teori dan Konsep Kepelatihan 29
ini adalah dengan memusatkan pengembangan interaksi "team" yang lebih baik dalam suatu
kelompok kerja yang utuh. Keenam tahapan proses pelatihan tersebut dapat dilihat:
Integration in the
System Learning Awarennes A skill of need Adopting Analysis A Solution of Problem
Knowing option
Gambar 2.4 Six Stages of the Training Process
Sumber: Paul G. Friedmen & Elaine A.Y (1985:4) Dalam pandangan lain menurut Sudjana (2005: 78) mengembangkan model pelatihan sepuluh
langkah atau dikenal dengan model pelatihan partisipatif, yang uraiannya sebagai berikut:
1. Identifikasi Kehutuhan, Sumber, dan Kemungkinan Hambatan Pelatihan. Untuk dapat
melaksanakan kegiatan pelatihan yang efektif sehingga berguna dan bermanfaat bagi
peserta, maka sebelum kegiatan dilaksanakan perlu diidentifikasi kebutuhan belajar,
sumber belajar dan kemungkinan hambatan yang akan dihadapi baik dalam pelaksaan
kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan hasil pelatihan yang diperoleh.
Identifikasi kebutuhan pelatihan merupakan hal yang sangat perlu karena suatu kegiatan
pelatihan akan sangat bermanfaat bagi peserta bila yang diikutinya tersebut dapat
memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Setelah mengetahui kebutuhan belajar atau
pelatihan, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi sumber belajar yang tepat dengan
kegiatan petatihan yang akan dilaksanakan. Sumber belajar yang diidentifikasi tersebut
dapat berupa manusia dan dapat pula berupa non manusia. Di samping mengidentifikasi
kebutuhan dan sumber belajar yang mungkin dapat dimanfaatkan, maka perlu
diidentifikasi kemungkinan hambatan yang akan dihadapi atau dijumpai baik dalam
melaksanakan kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan hasil pelatihan.
Kemungkinan hambatan ini dapat berupa faktor manusia seperti; keterbatasan
kemampuan sumber belajar dalam memberikan dan menyajikan materi, ketidakmampuan
peserta dalam mengembangkan keterampilan. Sedangkan faktor non manusia seperti,
Directive Receptive Approach Approach
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
30 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
dukungan lingkungan sekitar, bantuan dari pihak lain berupa modal stimulan dalam
mengembangkan keterampilan yang dimiliki.
2. Perumusan Tujuan Pelatihan: Tujuan adalah merupakan arah atau target yang akan
dicapai dalam suatu kegiatan pelatihan. Untuk dapat mengarahkan pelaksanaan kegiatan
pelatihan, maka perlu dirumuskan tujuan dengan jelas dan terarah, baik yang menyangkut
tujuan umum, maupun tujuan khusus. Dengan rumusan tujuan akan mengarahkan
penyelenggaraan dalam melaksanakan program pelatihan, atau dengan kata lain bahwa
tujuan merupakan penuntun penyelenggara dalam melaksanakan program. Rumusan
tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit,
sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan tujuan pelatihan
harus menggunakan ungkapan-ungkapan yang operasional.
3. Penyusunan Program Pelatihan. Pada tahap penyusunan program pelatihan berarti
mencakup kegiatan penyusunan kurikulum pelatihan, menyiapkan materi pelatihan,
menentukan metode dan strategi pelatihan, waktu pelaksanaan pelatihan dan nara sumber
pelatihan (instruktur).
4. Penyusunan Alat Evaluasi Awal dan Evaluasi Ahkir Peserta. Alat evaluasi awal
digunakan untuk mengadakan evaluasi awal (pretest) guna mengetahui pengetahuan,
sikap dan keterampilan dasar yang dimiliki peserta. Sedangkan alat evaluasi akhir
(posttest) adalah digunakan untuk mengetahui hasil belajar peserta setelah mengikuti
kegiatan pelatihan.
5. Latihan Untuk Pelatih. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada
pelatih/tutor/sumber belajar tentang kegiatan program pelatihan secara menyeluruh.
6. Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan, Memanfaatkan Bahan Belajar, dan menerapkan Metode
dan Teknik Pelatihan. Urutan kegiatan pelatihan menyangkut urutan rangkaian kegiatan
pelaksanaan kegiatan mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Menentukan bahan belajar
dalam menentukan dan menetapkan materi yang akan disajikan berdasarkan kompetensi
yang harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta pelatihan. Penentuan metode dan teknik
didasarkan pada tingkat kesesuaiannya dengan materi, dan karakteristik peserta serta
daya dukungnya terhadap intensitas kegiatan pelatihan.
7. Melaksanakan Evaluasi Terhadap Peserta Pelatihan. Evaluasi awal ini dilakukan untuk
mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta yang menyangkut pengetahuan,
sikap dan keterampilannya. Evaluasi awal ini dapat berupa test tulis dan dapat juga test
lisan.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
Teori dan Konsep Kepelatihan 31
8. Mengimplementasikan Proses Latihan. Tahapan ini merupakan inti pelaksaan kegiatan
pelatihan. Pada tahapan ini terjadi proses pembelajaran yaitu proses interaksi dinamis
antara peserta pelatihan dan sumber belajar/tutor/fasilitator, serta materi pelatihan.
9. Melaksanakan Evaluasi Akhir Kegiatan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui hasil
belajar yang dicapai oleh peserta setelah mengikuti program pelatihan. Untuk
mengevaluasi akhir kegiatan dapat menggunakan alat evaluasi yang digunakan pada saat
evaluasi awal.
10. Melaksanakan Evaluasi Program Pelatihan. Evaluasi program pelatihan adalah kegiatan
mengumpulkan data tentang penyelenggaraan pelatihan untuk diolah dan dianalisis guna
dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan
di masa mendatang.
Secara umum model-model pelatihan dalam siklusnya terbagi ke dalam tiga tahapan yaitu;
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Dari ketiga tahap tersebut, dalam
pelaksanaannya rata-rata setiap model selalu diawali dengan analisis kebutuhan, baru
kemudian disusun desain pelatihan yang dilanjutkan dengan pengembangan bahan pelatihan,
penyelenggaraan pelatihan dan diakhiri dengan evaluasi. Dalam pelaksanaan model-model
tersebut dapat dikatakan sebagai langkah standar dalam setiap penyelenggaraan pelatihan.
Perbedaan antara satu model pelatihan dengan model pelatihan yang lain lebih terletak pada
sisi pendekatan pembelajaran dan pengorganisasian pelatihannya, namun pada prinsipnya
kesemuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap dari para peserta pelatihan. Sebagai sebuah proses, pelatihan bukanlah suatu
program yang telah lengkap dan dapat dibuat seketika, ia memerlukan waktu, serta meliputi
intensitas, frekuensi, dan durasi tertentu, serta bersifat continum dan melibatkan berbagai
elemen yang harus dikelola secara benar. Pendekatan sistem menghendaki pengelolaan
pelatihan secara sistematis dan berorientasi kepada hasil. Masing-masing komponen memiliki
keterkaitan dengan komponen lain, sehingga semakin sempurna setiap proses yang dilakukan,
maka akan semakin baik hasil yang didapatkan.
-
Pelatihan Berbasis Kkinerja
32 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor
Rangkuman
1. Dalam memberikan definisi ataupun batasan pelatihan setiap ahli mempunyai
perbedaan karena disebabkan oleh sudut pandang keilmuan yang berbeda. Namun juga secara umum dalam mendefinikan pelatihan mempunyai key word yaitu: (i) suatu aktivitas atau usaha atau suatu proses, (ii) ada tujuan atau goals, dan (iii) domain menekan pada keterampilan atau skill. Contoh: pelatihan adalah proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori.
2. Pendekatan pelatihan secara umum ada tiga yaitu (i) tradisional, (ii) eksperiensial, dan (iii) berbasis kinerja. Dimana yang pertama semuanya dilakukan staf pelatihan. Kedua tujuan ditetapkan bersama oleh pelatih dan peserta pelatihan dan Keetiga tujuan diukur berdasarkan pencapaian tingkat kemahiran keterampilan tertentu.
3. As