buku pelatihan berbasis kinerja pdf.pdf

205

Upload: royadi-nusa

Post on 24-Sep-2015

152 views

Category:

Documents


37 download

TRANSCRIPT

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor i

    KATA PENGANTAR

    Mencermati buku yang ada dihadapan pembaca yang budiman, sungguh mengesankan baik

    secara konseptual yang disusun secara apik maupun implementasi yang terarah secara

    sistematis dan didukung dengan pengungkapan gaya bahasa yang lugas dan jelas. Sehingga

    kita membuat lebih penasaran untuk membaca secara teliti dari bab demi bab buku ini.

    Terlepas dari semua itu, buku ini memang perlu anda miliki karena memuat topik dan kajian

    kontemporer dalam pengembangan sumber daya manusia, khususnya para pengelola lembaga

    pelatihan dan para pelatih (instructur).

    Saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada penulis, dengan diterbitkan buku berjudul:

    Pelatihan Berbasis Kinerja: Konsep dan Implementasi pada Pelatihan Guru/Tutor.

    Buku ini mencoba mengupas dengan tuntas suatu model pelatihan berbasis kinerja

    (performance based training Model) dimana adanya perpaduan pendekatan kompetensi dan

    kinerja untuk mencapai kompetensi ideal yang diharapkan.

    Melalui buku ini pula kita diajak untuk memahami suatu pendekatan pelatihan yang mampu

    meningkatkan kompetensi guru/tutor dalam pembelajaran secara berkualitas, sehingga pada

    gilirannya berdampak pada meningkatnya mutu lulusan suatu lembaga pelatihan.

    Mudah-mudahan dengan adanya buku ini dapat membantu kita dalam mendisain program-

    program pelatihan guru/tutor di tanah air tercinta secara efektif dan efisien. Amien.

    Jakarta, 20 Mei 2011

    Rektor UNJ

    Prof. Dr. Bedjo Sujanto, M.Pd NIP. 19510316 198703 1001

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    ii Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    PRAKATA

    Buku yang berjudul: Pelatihan Berbasis Kinerja Suatu Konsep dan Implementasi dalam

    Pelatihan Guru/tutor. memiliki dua kata kunci yaitu (1) pelatihan dan (2) kinerja guru/tutor.

    Pelatihan merupakan kegiatan pengembangan sumber daya manusia, dengan berbagai fungsi

    dan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pelatihan adalah aktivitas pendidikan secara

    singkat, pembelajaran secara praktis dan bimbingan secara teknis dengan tujuan

    memfasilitasi agar peserta pelatihan memperoleh peningkatakan kompetensi baik dalam

    dimensi kognitif, skill maupun afektif yang dibutuhkan. David Dubois (1993)

    mengemukakan model pelatihan lima tahap (1) analisis kebutuhan, penilaian dan

    perencanaan, (2) pengembangan model kompetensi yang memperhatikan tujuan, strategi,

    sasaran dan rencana organisasi, (3) perencanaan kurikulum, (4) perencanaan dan

    pengembangan intervensi pembelajaran, dan (5) evaluasi pelatihan

    Pelatihan berbasis kinerja merupakan salah satu dari tiga pendekatan lainnya yaitu (1)

    pendekatan tradisional dan (2) pendekatan eksperiens. Model pelatihan berbasis kinerja

    diharapkan dapat (1) meningkatkan sumber daya manusia, (2) meningkatkan kinerja

    guru/tutor dalam pembelajaran. Selajutnya penulisan buku ini terdiri atas delapan bab,

    masing-masing bab memuat hal-hal sebagai berikut: Bab 1 menjelaskan masalah pelatihan

    dan manfaat pelatihan. Bab 2 Pelatihan Meningkatkan SDM. Bab 3 membahas konsep

    Pelatihan Berbasis Kompetensi,. Bab 4 mengkaji tentang Pembelajaran dalam Pelatihan. Bab

    5 membahas tentang Pelatihan Berbasis Kinerja. Bab 6 berisi tentang Implementasi Model

    Pelatihan Berbasis Kinerja. Bab 7 bersisi tentang Pelatihan Meningkatkan Kompetensi. dan

    Bab 9 berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi.

    Jakarta, Maret 2011

    Penulis,

    Anan Sutisna

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor iii

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Pertama dan utama penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas

    izin, karunia dan rahmat-Nya, penulisan buku ini dapat diselesaikan. Buku ini merupakan seri

    pengembangan sumber daya manusia melalui model pelatihan berbasis kinerja. Pelatihan itu

    sendiri adalah salah satu bentuk kegiatan pendidikan luar sekolah (PLS). Sudah barang tentu

    buku ini dapat diselesaikan berkat kontribusi pemikiran Bapak Prof. Dr. H. Sutaryat

    Trisnamansyah MA, Bapak Prof. Dr. H. Achmad Hufad, M.Ed dan Bapak Prof. Dr. H.

    Mustofa Kamil, M.Pd, sebagai pembimbing penulis sewaktu studi di program Doktor di

    Universitas Pendidikan Indonesia. Kemudian Bapak Prof. Dr. H. Bedjo Sujanto, M.Pd,

    Rektor Univeristas Negeri Jakarta, sebagai pimpinan institusi penulis bekerja yang telah

    memberikan kata pengantar dalam buku ini. Serta tidak lupa secara pribadi penulis Wiwi

    Karyati, S.Pd, Kahfi Azzuhry, Wizananta dan Tendy Fajarsubhi, sebagai istri dan anak

    penulis yang telah memberikan iringan doa pada penulis untuk menyelesaikan buku ini.

    Semuanya penulis ucapan terima kasih, mudah-mudah segala pengorbanan dan partisipasi

    semua pihak yang telah diberikan kepada penulis bernilai ibadah dan diberikan balasan

    pahala yang setimpal. Amin yaa rabbal alamin.

    Jakarta, April 2011

    Penulis

    Anan Sutisna

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    iv Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    DAFTAR ISI

    Hal.

    KATA PENGANTAR Rektor UNJ ............................................................

    PRAKATA ..................................................................................................

    UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................

    DAFTAR ISI ................................................................................................

    BAB 1. PENDAHULUAN

    A. Selayang Pandang Pelatihan ....................................................................

    B. Masalah Pelatihan....................................................................................

    C. Manfaat Pelatihan ....................................................................................

    Rangkuman ....................................................................................................

    Referensi .......................................................................................................

    BAB 2. TEORI DAN KONSEP PELATIHAN

    A. Batasan Pelatihan .....................................................................................

    B. Pendekatan Pelatihan ...............................................................................

    C. Asas-Asas Pelatihan .................................................................................

    D. Model-Model Pelatihan ............................................................................

    Rangkuman ....................................................................................................

    Referensi ........................................................................................................

    BAB 3. PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

    A. Konsep Pelatihan Berbasis Kompetensi ..................................................

    B. Kompetensi Yang Dibutuhkan .................................................................

    C. Proses Pelatihan Berbasis Komptensi ......................................................

    D. Konsep Kompetensi .................................................................................

    E. Profil Kompetensi Pedagogik dan Andragogik Guru/Tutor.....................

    Rangkuman ....................................................................................................

    i

    ii

    iii

    iv

    1

    8

    11

    13

    13

    15

    19

    22

    24

    32

    33

    35

    39

    40

    42

    45

    53

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor v

    Referensi ........................................................................................................

    BAB 4. PEMBELAJARAN DALAM PELATIHAN

    A. Teori Pembelajaran Orang Dewasa (Andragogi) ....................................

    B. Teori Pembelajaran Partisipatif ................................................................

    C. Alur Pikir Pembelajaran dalam Pelatihan ................................................

    D. Kinerja Guru/Tutor dalam Pembelajaran .................................................

    E. Efektivitas Pelatihan Dalam Meningkatkatkan Kompetensi ....................

    Rangkuman ....................................................................................................

    Referensi ........................................................................................................

    BAB 5. MODEL PELATIHAN BERBASIS KINERJA

    A. Studi Kasus pada Pelatihan Guru/Tutor Di DKI Jakarta .........................

    B. Pengembangan Model Konseptual Pelatihan ...........................................

    C. Pengujian Model Hipotetik ......................................................................

    Rangkuman ....................................................................................................

    Referensi ........................................................................................................

    BAB 6. IMPLEMENTASI MODEL PELATIHAN BERBASIS

    KINERJA

    A. Implementasi Model Pelatihan .................................................................

    B. Data Hasil Implementasi Model Pelatihan ...............................................

    C. Hasil Temuan Implementasi ....................................................................

    D. Model Pelatihan Direkomendasikan ........................................................

    Rangkuman ....................................................................................................

    Referensi ........................................................................................................

    BAB 7. PELATIHAN MENINGKATKAN KOMPETENSI

    A. Pendahuluan ............................................................................................

    B. Analisis SWOT .......................................................................................

    C. Sistem Program Pelatihan Guru/Tutor ....................................................

    D. Pelatihan Meningkatkan Kompetensi ......................................................

    Rangkuman ....................................................................................................

    53

    55

    62

    66

    68

    69

    72

    73

    75

    89

    100

    111

    112

    113

    126

    130

    135

    137

    138

    141

    143

    147

    153

    157

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    vi Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    Referensi ........................................................................................................

    BAB 8. PENUTUP

    A. Kesimpulan ..............................................................................................

    B. Rekomendasi ............................................................................................

    Rangkuman ....................................................................................................

    Referensi ........................................................................................................

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

    LAMPIRAN ..................................................................................................

    GLOSARIUM ...............................................................................................

    INDEKS ........................................................................................................

    RIWAYAT PENULIS ..................................................................................

    158

    159

    162

    166

    166

    167

    173

    195

    198

    199

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Pendahuluan 1

    BAB 1. PENDAHULUAN

    Setelah mempelajari bab ini diharapakan para pembaca memiliki pemahaman tentang:

    1. Pelatihan merupakan salah satu aktivitas pendidikan nonformal.

    2. Pelatihan dijadikan sarana untuk pengembangan sumber daya manusia dalam

    meningkatkan produktifitas sesuai visi dan misi lembaga/organisasi.

    3. Permasalahan yang sering muncul dalam pelatihan pengembangan sumber daya manusia

    dalam suatu organisasi.

    4. Manfaat pelatihan bagi lembaga/organisasi maupun bagi setiap individu.

    A. Selayang Pandang Pelatihan

    Salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas manusia adalah melalui pendidikan.

    Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan dan

    peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan nasional dan global. Pendidikan

    berfungsi untuk mengembangkan diri peserta didik, pemenuhan kebutuhan hidup secara

    material maupun non material dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi

    demi meningkatkan kualitas kehidupan di masa yang akan datang. Pendidikan

    diselenggarakan melalui jalur formal, non-formal, dan informal. Ketiga jalur pendidikan itu

    dilaksanakan untuk melayani semua warga negara berdasarkan pada prinsip pendidikan

    sepanjang hayat menuju terbentuknya manusia Indonesia yang berkualitas dan sejahtera.

    Pendidikan non-formal (PNF) sebagai subsistem pendidikan nasional, dalam kiprahnya dapat

    memberikan kontribusi terhadap peningkatan index pengembangan manusia (Human

    Development Index), yaitu melalui berbagai program pendidikan non-formal. Salah satunya

    program pendidikan non-formal yang sedang populer diantaranya adalah pelatihan.

    Kebutuhan terhadap layanan program pelatihan dewasa ini semakin meningkat, sejalan

    dengan kebijakan pemerintah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

    tuntutan kualitas hidup yang semakin meningkat.

    Pada tahun 2006 tidak kurang dari 39.000 satuan pendidikan non-formal yang memberikan

    layanan berbagai jenis program pendidikan non formal kepada 48 juta penduduk diantaranya;

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    2 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    18,3 juta dilayani melalui program pendidikan anak usia dini, 12,7 juta mengikuti program

    pendidikan kesetaraan, 16,5 juta mengikuti program pendidikan keaksaraan dan 1,5 juta

    mengikuti program teknis melalui berbagai macam pelatihan dan kursus (Suryadi: 2006).

    Permasalahan yang dihadapi dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan non-formal

    dipengaruhi oleh beberapa faktor; salah satu faktor utama adalah kualitas Pendidik dan

    Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK-PNF) dalam hal ini berkaitan dengan

    kualifikasi pendidikan dan kompetensi guru/tutor. Permasalahan umum yang dihadapi PTK-

    PNF dalam kualifikasi akademik pada saat ini adalah sekitar 40% dari 121.301 orang

    pendidik dan tenaga kependidikan belum memenuhi kualifikasi minimal sesuai dengan

    Standar Nasional Pendidikan. Di samping itu kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan

    mencapai 60% dari 121.301 orang bekerja tidak sesuai keahliannya (miss-macth), artinya

    masih belum terpenuhi sesuai harapan ideal yang dituntut penyelenggara program, bahkan

    belum terselenggaranya sertifikasi profesi bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan

    Pendidikan Non-Formal (Syamsudin: 2008).

    Berkaitan dengan kebijakan pendidikan kesetaran yang tertuang dalam Keputusan Mentri

    Pendidikan Nasional Nomor: 0132/U/2004 tentang Program Paket C setara SMA, maka

    keberadaan program tersebut semakin dibutuhkan oleh masyarakat, oleh karena itu

    pemerintah berupaya meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat dengan keluarnya

    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 14 Tahun 2007 tantang standar isi

    Pendidikan Kesetaraan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 3 Tahun 2008

    tentang standar proses Pendidikan Kesetaraan. Hanya sayang kebijakan ini tidak diiringi

    dengan penyiapan tenaga guru/tutor yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan bidang

    studi yang dipersyaratkan tersebut. Hal ini menjadi permasalahan yang cukup krusial dalam

    pelaksanaan program pendidikan kesetaraan tersebut. Adanya kebijakan tersebut, makin jelas bahwa

    keberadaan pendidikan kesetaraan perlu lebih dioptimalkan penyelenggaraannya, untuk

    mendukung kesempatan anggota masyarakat memperoleh pendidikan melalui pendidikan

    kesetaraan. Namun dalam penyelenggaraannya terdapat keterbatasan, di antaranya bahwa jumlah tenaga

    ahli dan guru/tutor yang kompeten dan profesional masih sangat terbatas. Sejalan dengan

    pandangan tersebut, sekalipun secara kuantitatif guru/tutor pendidikan kesetaraan sudah memadai

    secara proporsional, namun secara kualitatif keberadaan guru/tutor tersebut masih jauh dari standar yang

    diisyaratkan, sehingga dalam konteks pelaksanakaan pendidikan kesetaraan, guru/tutor bidang

    keahliannya terjadi ketidakcocokan (miss-match) dalam melaksanakan tugas pembelajaran.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Pendahuluan 3

    Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan dan perluasan akses dari segala lapisan sosial

    masyarakat terhadap pendidikan, maka keberadaan tutor dalam penyelenggaraan pendidikan

    keseataraan merupakan komponen penting, dan perlu dikembangkan profesionalitasnya dalam

    penyelenggaraan program pembelajaran tersebut. Salah satu persoalan yang sangat krusial pada

    pelaksanaan pendidikan kesetaraan adalah kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor dimana

    hasil penelitian menunjukkan masih lemah dan tidak sesuai tuntutan pelaksanaan pembelajaran,

    mengingat para tutor adalah berasal dari berbagai latar belakang pendidikan non-kependidikan (Sutisna:

    2010). Indikasi lemahnya kompetensi tutor tersebut didasarkan pada miss- macth antara bidang

    keahlian dengan tugas mengajar tutor serta dihubungkan dengan tuntutan Peraturan Pemenntah Nomor 19

    Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

    Keadaan ini menjadi dasar perlunya pengembangan kualitas guru/tutor, di antaranya melalui

    pelatihan kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor, agar kualitas pembelajaran dalam

    penyelenggaraan pendidikan kesetaraan meningkat. Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan

    upaya pengembangan kompetensi tutor melalui program-program pelatihan. Namun sayangnya

    masih sangat terbatas pada pelatihan dengan cara-cara konvensional, dan berupaya untuk

    meningkatkan penguasaan guru/tutor pada aspek substansi materi mata pelajaran yang diwajibkan

    dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan. Menyadari tentang kondisi tersebut baik secara

    kualifikasi maupun kompetensi guru/tutor yang masih sangat terbatas pada pendidikan kesetaraan,

    Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan upaya peningkatannya, baik melalui jalur

    pendidikan S1 maupun jalur pelatihan. Upaya pemenuhan peningkatan kompetensi guru/tutor

    melalui program-program pelatihan, misalnya pelatihan penguasaan bidang studi bagi guru/tutor,

    namun itupun belum mampu menjangkau secara luas keseluruhan guru/tutor pada seluruh

    kelompok belajar pendidikan kesetaraan. Pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogik

    guru/tutor, belum secara khusus dan proporsional dilakukan pelatihannya.

    Pelatihan untuk pengembangan kompetensi guru/tutor yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga

    Diklat dilingkungan Departemen Pendidikan Nasional, masih menunjukkan pola-pola pelatihan

    konvensional, belum mengembangkan model pelatihan dengan terlebih dahulu melakukan asesmen

    kinerja pembelajarannya guru/tutor apakah sudah efektif atau belum. Untuk itu sangat

    dimungkinkan adanya upaya pengembangan suatu model pelatihan berbasis kinerja dalam

    peningkatan kompetensi pedagogik dan andragogik. Model pelatihan ini agar lebih kontekstual

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    4 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    terhadap tugas guru/tutor pada pendidikan kesetaraan, sebagai upaya meningkatkan kompetensi

    pedagogik dan andragogik guru/tutor yang lebih efektif dan efisien.

    Sesuai dengan salah satu misi pendidikan nasional adalah mengupayakan perluasan dan

    pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Upaya untuk mewujudkan hal tersebut, di antara melalui penyelenggaraan pendidikan

    kesetaraan dengan mengupayakan keberadaan guru/tutor yang profesional. Guru/Tutor adalah

    agen pembelajaran yang harus memiliki kompetensi, agar profesional di dalam melaksanakan

    tugasnya. Oleh sebab itu guru/tutor pendidikan kesetaraan perlu dibina kompetensinya termasuk

    kompetensi pedagogik dan andragogik secara berkelanjutan, diantaranya melalui model pelatihan

    berbasis kinerja (performance based training) yang lebih dikembangkan, agar pelatihan itu lebih

    efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan.

    Dalam Appeal Training Materials For Continuing Education Personnel (UNESCO: 1993), bahwa

    secara umum prinsip penerapan pendidikan luar sekolah, dan khususnya pendidikan kesetaraan adalah

    pemanfaatan yang efektif dari personalia terdidik, seperti guru/tutor dengan sertifikat mengajar, atau

    lulusan pendidikan menengah ataupun universitas sebagai guru/tutor untuk dilatih dalam metode

    mengajar yang relevan. Personalia semacam ini harus dilatih tentang teknik-teknik motivasi,

    pengelolaan program, dan teknik pembelajaran, tidak hanya tentang pendekatan pada warga

    belajar secara keseluruhan mengenai kognitif, afektif dan psikomotor, melainkan juga dalam

    penguasaan pengetahuan fungsional, keterampilan-keterampilan yang relevan, serta pengembangan

    sikap mental yang sesuai. Sejalan dengan pernyataan tersebut, guru/tutor pendidikan kesetaraan,

    mendesak untuk ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan yang lebih efektif dan efisien.

    Dalam kontek pengelolaan pendidikan kesetaraan, guru/tutor mempunyai peranan strategis, di

    samping faktor-faktor lain seperti sarana prasarana, biaya, kurikulum, sistem pengelolaan, dan

    peserta didik. Apa yang disiapkan dalam pengelolaan pendidikan, seperti sarana prasarana, biaya,

    kurikulum, hanya. akan berarti jika guru/tutornya memiliki kinerja secara profesional. Peran dan posisi

    guru/tutor tersebut, terbukti sesuai dengan yang diungkapkan Knowles (1986: 246), bahwa guru/tutor

    yang efektif memerlukan pengembangan keterampilan dan sikap yang memfasilitasi belajar.

    Seorang guru/tutor harus memiliki kompetensi yang diharapkan warga belajar dapat membantu

    aspek-aspek: mengidentifikasi kebutuhan belajar, merancang tujuan pembelajaran, menciptakan

    lingkungan belajar kondusif dan bermanfaat, merancang pengalaman dan kegiatan belajar yang menarik.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Pendahuluan 5

    Peranan guru/tutor yang cukup strategis dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi

    pendidikan, khususnya dalam pelaksanaan pendidikan kesetaraan, maka peningkatan

    profesionalisme guru/tutor merupakan kebutuhan. Benar bahwa mutu pendidikan bukan hanya

    ditentukan oleh guru/tutor, melainkan oleh mutu masukan (warga belajar), sarana, manajemen, dan

    faktor-faktor eksternal lainnya. Akan tetapi seberapa banyak warga belajar mengalami kemajuan

    dalam belajarnya, banyak bergantung kepada kepiawaian guru/tutor dalam membelajarkannya. Apa

    yang dimaksud guru/tutor yang profesional paling tidak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

    1. mempunyai komitmen pada proses belajar peserta didik;

    2. menguasai secara mendalam materi pelajaran dan cara-cara mengajarkannya;

    3. mempu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya;

    dan

    4. merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan

    mereka untuk selalu meningkatkan profesionalismenya (Supriadi, 1998: 179).

    Tanpa guru/tutor menguasai bahan pelajaran dan strategi belajar mengajar, tanpa guru/tutor dapat

    mendorong warga belajar untuk belajar sungguh-sungguh guna mencapai prestasi yang tinggi, maka

    segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.

    Profesionalisme guru/tutor merupakan proses yang dijalaninya secara terus menerus. Dalam proses

    ini bisa melalui pendidikan pra-jabatan (preservice education), pendidikan dalam jabatan

    termasuk pelatihan (in-service training), pembinaan dari organisasi profesi guru/tutor dan termasuk

    penghargaan masyarakat terhadap profesi guru/tutor, penegakan kode etik profesi, sertifikasi,

    peningkatan kualitas calon guru/tutor, besar kecilnya gaji/insentif, dan lain-lain bersama-sama

    menentukan profesionalisme guru/tutor. Mengingat peranan strategis guru/tutor dalam setiap upaya

    peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan kesetaraan, maka peningkatan kompetensi

    guru/tutor merupakan kebutuhan yang sangat urgen dalam mendorong terwujudnya mutu

    pendidikan kesetaraan.

    Peranan guru/tutor dalam meningkatkan mutu pendidikan kesetaraan dapat dipahami dari hakekat

    guru/tutor yang selama ini dijadikan landasan asumsi dalam perancangan program pelatihan.

    Menurut UNESCO (1993: 90), asumsi-asumsi tersebut dijelaskan bahwa guru/tutor dalam

    program post-literacy, adalah sebagai agen pembaharu, yang memerlukan kompetensi yang harus

    dikembangkan di antaranya yaitu:

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    6 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    1. memahami komunitas dan mengidentifikasi kelompok belajar;

    2. memahami hubungan program dengan rencana pengembangan;

    3. menerapkan keterampilan-keterampilan bekerja dengan orang dewasa;

    4. menerapkan keterampilan komunikasi dan motivasi;

    5. menerapkan keterampilan manajemen yang relevan;

    6. meningkatkan keterampilan kepemimpinan;

    7. mengembangkan dan menyesuaikan bahan belajar;

    8. mengorganisasikan pendekatan belajar, dan

    9. menggerakkan sumber dan mengorganisasikan pusat belajar.

    Menghadapi tantangan seperti ini, potensi guru/tutor pendidikan kesetaraan memerlukan upaya

    peningkatan kompetensinya, mengingat perannya yang sangat penting dalam pengembangan program

    pembelajaran. Tingginya angka putus sekolah adalah merupakan salah satu faktor penting yang

    menjadi dasar perlunya ditingkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan kesetaraan. Apalagi diikuti

    dengan meningkatnya angka prosentase tidak lulus ujian nasional bagi peserta didik pendidikan formal,

    sehingga menambah banyak input yang akan mengikuti ujian nasional pendidikan kesetaraan (UNPK)

    setiap tahunnya.

    Pemerintah di satu sisi telah mengupayakan bagi warga putus sekolah untuk terlayani dalam

    pendidikan kesetaraan, yaitu melalui pelaksanaan program paket A setara SD, paket B setara SLTP

    dan paket C setara SMA. Bahkan dalam kaitannya dengan wajib belajar 12 tahun, khususnya

    program paket C lulusannya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi baik negeri maupun swasta.

    Namun dalam pelaksanaannya masih mengalami berbagai kendala diantaranya, masih terbatasnnya

    jumlah dan mutu tenaga profesional pada institusi Pendidikan Luar Sekolah di tingkat pusat dan

    daerah dalam mengelola dan mengembangkan program tersebut. Kondisi ini menyebabkan

    pembelajaran pada penyelenggaraan pendidikan kesetaraan tersebut, masih dirasakan belum efektif.

    Efektifnya pembelajaran pada penyelenggaraan program tersebut, antara lain ditentukan oleh

    guru/tutor yang jumlahnya belum memadai secara proporsional, baik kualifikasi akademik

    maupun kompetensi yang sesuai standar kompetensi yang ditetapkan. Belum efektifhya

    pembelajaran kesetaraan disebabkan antara lain masih terjadinya ketidakcocokan (miss-match)

    keahlian dalam melaksanakan tugas mengajar guru/tutor yang menyebabkan lemahnya kompetensi

    guru/tutor dalam mengelola pendidikan kesetaraan.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Pendahuluan 7

    Di sisi lain pemerintah telah menerapkan kebijakan penyelenggaraan pendidikan kesetaraan

    melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Hal ini dapat dipahami karena PKBM

    sebagai lembaga pendidikan nonformal yang berazaskan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk

    masyarakat, sehingga memiliki akses yang sangat mudah terhadap warga belajar yang ada di akar

    rumput paling bawah (grassroott), termasuk dalam melakukan rekrutmen para tenaga guru/tutor di

    PKBM dari masyarakat, sehigga konsekuensi logis bahwa kompetensi mereka perlu dikembangkan

    agar mereka profesional memenuhi standar sebagai agen pembelajaran dengan cara atau model

    yang lebih efektif dan efisien sesuai karakteristik guru/tutor. Dengan adanya pendidikan kesetaraan di

    PKBM, semestinya termasuk pengembangan kompetensi guru/tutornya dilakukan melalui pelatihan

    baik oleh Dinas Pendidikan Provinsi maupun oleh Lembaga atau Badan yang mempunyai

    kewenangan untuk melaksanakan program pelatihan guru/tutor yang tidak selalu bergantung pada

    anggaran APBD/APBN. Walaupun pelatihan yang diselenggarakan umumnya menyerap dana yang

    tidak sedikit, namun dampak dari hasil pelatihan belum jelas. Sebagaimana hasil penelitian yang

    menunjukkan bahwa kontribusi hasil pelatihan terhadap kinerja guru/tutor Pendidikan

    kesetaraan sebesar 21.53% (Wariyanto: 2005).

    Melihat kondisi seperti itu, maka alternatif yang mungkin adalah mengembangkan model pelatihan

    berbasis kinerja dimana secara kontekstual tugas pokok guru/tutor dalam pembelajaran di nilai ujuk

    kerjanya, lalu dianalisis bagian kompetensi mana yang dianggap lemah. Sehingga kompetensi

    tersebut yang di desain dalam suatu pelatihan, untuk program pelatihan yang dikembangkan dapat

    meningkatkan kompetensi. Pengembangan kompetensi guru/tutor melalui competency based training

    (CBT) dengan model pelatihan berbasis kinerja ini dikembangkan, diharapkan lebih efektif, karena

    lebih kontekstual berkaitan dengan pelaksanaan tugas pembelajaran guru/tutor di kelompok

    belajar. Di samping itu juga lebih efisien dan efektif, karena materi latihan sesuai dengan

    kebutuhan aktual peserta. Pelatihan yang dilaksanakan setidaknya meliputi:

    1. perencanaan yang dirancang oleh para pengambil kebijakan dan penyelenggara,

    2. proses pembelajaran dilaksanakan dengan bantuan para fasilitator secara praktis,

    3. rancangan dan pelaksanaan evaluasi, dan

    4. pelaksnaan refleksi hasil belajar dilakukan pada akhir kegiatan.

    Dari keempat komponen pelatihan tersebut, proses pembelajaran yang sangat menentukan untuk

    terjadinya perubahan kompetensi para guru/tutor yang dilatih dan perlu terus dikembangkan.

    Pengelolaan pembelajaran pendidikan kesetaraan di PKBM dalam kenyataannya masih belum

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    8 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    optimal. Belum optimalnya pelaksanaan pembelajaran tersebut, disebabkan antara lain masih lemahnya

    kompetensi guru/tutor dalam hal:

    1. penguasaan landasan pendidikan;

    2. pengelolaan program pembelajaran;

    3. penggunaan media dan sumber belajar;

    4. pengelolaan proses pembelajaran, dan

    5. perancangan dan pelaksanaan evaluasi pembelajaran.

    Kelemahan seperti itu berdampak pada kurang efektifnya pembelajaran pendidikan keseataraan.

    Disamping lemahnya profil kompetensi guru/tutor pendidikan kesetaraan tersebut juga

    dimungkinkan akibat dari miss-match atau ketidaksesuaian tugas mengajar dengan bidang keahlian

    guru/tutor. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan guru/tutor yang selama ini dilaksanakan belum

    optimal hasilnya, belum efektif pelaksanaannya, dan belum terlihat dampaknya terhadap

    kompetensi guru/tutor. Hal ini dikarenakan model pelatihan yang selama ini dilaksanakan belum

    berkembang, masih mempertahankan pola-pola pelatihan secara konvensional, dan masih terbatas

    pada pelatihan untuk peningkatan penguasaan substansi bidang studi. Upaya peningkatan

    kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor sendiri kurang memperoleh porsi yang cukup,

    padahal sebagian besar guru/tutor miss-macth antara bidang keahlian dengan tugas mengajarnya.

    Penguasaan kompetensi pedagogik dan andragogik bagi guru/tutor pendidikan kesetaraan di

    lembaga pendidikan sebagai agen pembelajaran, merupakan faktor penting untuk menjadikan

    guru/tutor yang profesional. Dengan demikaan guru/tutor pendidikan kesetaraan perlu pengembangan

    kompetensi pedagogik dan andragogiknya melalui suatu model pelatihan berbasis kinerja

    (performance based training).

    B. Masalah Pelatihan

    Berdasarkan pengamatan penulis yang menjadi permasalahan dalam pelatihan pengembangan

    sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan secara umum dapat dilihat pada

    aspek:

    1. Kemampuan melakukan penilaian kebutuhan pelatihan

    2. Kemampuan membuat desain pengembangan dan evaluasi program pelatihan;

    3. Kemampuan pemasaran program pelatihan dan

    4. Kemampuan melakukan analisis cost benefit.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Pendahuluan 9

    Kemampuan melakukan penilaian kebutuhan pelatihan bagi para praktisi HRD harus pandai

    mendesain dan melakukan penilaian kebutuhan sebelum mendesain dan mengembangkan

    program pembelajaran dan aktivitas pelatihan SDM. Alasannya adalah:

    1. untuk mengidentifikasi bidang permasalahan tertentu dalam organisasi;

    2. untuk mengidentifikasi kekurangan pembelajaran gunda dijadikan sebagai dasar program

    dan aktivitas;

    3. untuk menentukan dasar dari evaluasi learner di masa yang akan datang; dan

    4. untuk menentukan cost and benefit dari program dan aktivitas untuk memperoleh

    dukungan dari organisasi.

    Kemampuan membuat desain pengembangan dan evaluasi program bagi para praktisi HRD

    merupakan inti dari program pembelajaran dan aktivitas pelatihan kerja adalah desain

    pelatihan etos kerja, yaitu blueprint yang membentuk seluruh pembelajaran spiritual

    enrichment dalam organisasi. Tanpa program etos kerja yang didesain dengan semestinya,

    maka pembelajaran spiritual enrichment tidak akan konsisten dan tidak akan memperlihatkan

    hasil yang diinginkan. Praktisi HRD mesti memiliki kemampuan mengembangkan program

    kerja sdm dan aktivitas pembelajaran quantum touch yang efektif serta mampu mengevaluasi

    hasil spiritual enrichment secara akurat.

    Kemampuan pemasaran program pelatihan, para pengelola program pengembangan sumber

    daya manusia mestinya juga memiliki kemampuan untuk memasarkan program-program

    pelatihan sdm kepada top manajemen dan juga direktur keuangan. Ia harus mampu

    membranding dan mengkomunikasikan benefit dan potensi financial return yang dapat diraih

    dari segenap program pengembangan sumber daya manusia. Tanpa kemampuan melakukan

    pemasaran yang solid, acapkali program-program etos kerja yang direncanakan tidak akan

    disetujui oleh pihak top manajemen dan pemegang anggaran perusahaan.

    Kemampuan melakukan analisis cost benefit. Show me the money, begitu sebuah slogan

    pernah berujar. Para CEO dan pengendali keuangan perusahaan juga selalu akan berkata

    seperti itu, jika mereka melihat program pengembangan pelatihan kerja dan pelatihan etos

    kerja hanya sekedar program kerja sdm tanpa makna yang hanya mengambur-hamburkan

    uang. Disini para pengelola SDM mesti mampu menunjukkan analisa kuantitatif spiritual

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    10 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    enrichment dan analisa Return On Investment (ROI) dari segenap program pengembangan

    quantum touch yang dilakukan. Berapa ROI yang dapat diraih dari berbagai program

    pelatihan yang direncanakan.

    Gambaran permasalahan pelatihan secara umum tersebut, menjadikan suatu inpirasi bagi

    penulis untuk mencermati beberapa permasalahan penting dilakukannya pelatihan pada

    guru/tutor yaitu antara lain:

    1. lemahnya kompetensi guru/tutor yang berlatarbelakang non-kependidikan dalam

    melaksanakan tugas pembelajaran;

    2. pelaksanaan pembelajaran masih terjadi miss-match bidang keahlian yg dimiliki guru/tutor

    dengan bidang studi yang diajarkan;

    3. umumnya guru/tutor belum memenuhi kualifikasi pendidikan sesuai standar kompetensi yang

    disyaratkan yaitu D-IV atau S1;

    4. kurangnya strategi, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan guru/tutor dalam

    pembelajaran;

    5. lemahnya kemampuan guru/tutor dalam merancang dan melaksanakan evaluasi

    pembelajaran dan

    6. pelaksanaan pelatihan guru/tutor yang dilakukan selama ini masih berlangsung dengan

    model konvensional dan belum secara proporsional adanya pelatihan untuk peningkatan

    kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor oleh lembaga penyelenggara pelatihan.

    Seiring dengan adanya beberapa permasalahan guru/tutor tersebut di atas, maka akan mengakibatkan

    rendahnya kualitas pembelajaran dalam penyelenggaraan program pendidikan, padahal salah satu faktor

    penting yang turut menentukan kualitas pembelajaran dalam program pendidikan adalah

    kompetensi guru/tutor dalam kaitannya melaksanakan pembelajaran yang memadai sesuai dengan

    standar kompetensi yang ditentukan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

    Nasional Pendidikan dimana kompetensi guru/tutor meliputi empat jenis kompetensi, yaitu

    kompetensi pedagogik dan andragogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

    profesional. Selanjutnya Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga

    Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional telah merumuskan Standar Kompetensi Pendidik dan

    Tenaga Kependidikan termasuk untuk guru/tutor pendidikan kesetaraan yang meliputi keempat jenis

    kompetensi tersebut.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Pendahuluan 11

    Mengingat kondisi faktual bahwa guru/tutor pendidikan kesetaraan pada lembaga pendidikan umumnya

    berlatar belakang non pendidikan dan terjadinya miss-match bidang keahlian dengan tugas dalam

    pembelajaran program pendidikan kesetaraan, maka menyebabkan kualitas dan kompetensi dalam

    pembelajaran lemah, serta belum memenuhi standar kompetensi sebagaimana yang dipersyaratkan. Di

    sisi lain, program-program pelatihan pengembangan kompetensi tutor secara umum yang dirancang dan

    dilaksanakan terfokus pada pengembangan kompetensi profesional. Kondisi ini menunjukkan

    bahwa pengembangan kompetensi pedagogik dan andragogik guru/tutor belum memperoleh

    perhatian secara khusus dan proporsional, padahal pengembangan kompetensi pedagogik dan

    andragogik sebagai hal penting manakala kita memandang guru/tutor sebagai agen pembelajaran.

    C. Manfaat Pelatihan

    Selain memahami pengertian pelatihan dan masalah pelatihan sebagaimana dikemukakan di

    atas, pelatihan juga memiliki sejumlah manfaat baik bagi organisasi maupun juga bagi setiap

    individu. Bagi sebuah organisasi pelatihan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

    1. Pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki penampilan/kemampuan individu atau

    kelompok dengan harapan memperbaiki performan organisasi. Perbaikan-perbaikan itu

    dapat dilaksanakan dengan berbagai cara. Pelatihan yang efektif dapat meningkatkan

    kinerja dalam melaksanakan pekerjaan/tugas.

    2. Keterampilan tertentu diajarkan agar para peserta dapat melaksanakan tugas-tugas

    sesuai dengan standar yang diinginkan.

    3. Pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan,

    dan sering kali juga sikap-sikap yang tidak produktif timbul dari salah pengertian yang

    disebabkan oleh informasi yang membingungkan.

    Menurut Siagian (1998: 183-185) mengemukakan sepuluh manfaat yang dapat dipetik oleh

    lembaga dari kegiatan pelatihan sebagai berikut:

    1. Membantu dalam membuat keputusan yang lebih baik,

    2. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya,

    3. Terjadinya interaksi dan operasionalisasi faktor-taktor motivasional,

    4. Timbulnya dorongan dalam lembaga untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya.

    5. Peningkatan kemampuan lembaga untuk mengatasi; strees, frustrasi, dan konflik yang

    pada gilirannya memperbesar rasa percaya diri.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    12 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    6. Tersedianya informasi berbagai program yang dapat dimanfaatkan para pegawai dalam

    rangka pengembangan secara teknikal dan inteleklual.

    7. Meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja lembaga

    8. Semakin besar pengakuan atas kemampuan lembaga

    9. Makin besarnya tekad lembaga untuk lebih mandiri

    10. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.

    Sedangkan secara individual bagi guru/tutor pendidikan kesetaraan kegiatan pelatihan yang

    diberikan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya:

    1. Membantu guru/tutor mempercepat pemenuhan kebutuhan sebagai upaya memperbaiki

    kerja sesuai dengan standar.

    2. Memperbaiki sikap-sikap agar mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi karena

    pengaruh ilmu pengtahuan dan teknologi serta dapat membuat keputusan dengan baik dan

    benar.

    3. Meningkatkan motivasi untuk belajar dan senantiasa bersedia untuk mengembangkan

    pengetahuan dan kemampuannya.

    4. Menumbuhkan rasa percaya diri dan solidaritas yang tinggi diantara sesama guru/tutor.

    Beberapa uraian manfaat pelatihan di atas jelas bahwa pelatihan merupakan sarana yang

    ditujukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja baik guru/tutor maupun lembaga yang

    dipandang kurang efektif sebelumnya. Dengan pelatihan akan mampu mengurangi adanya

    dampak negatif yang disebabkan kurangnya pengetahuan, kurangnnya kepercayaan diri atau

    pengalaman yang terbatas. Dalam pengembangan sumber daya manusia yang ada di lembaga

    pendidikan, khusus guru/tutor pendidikan kesetaraan jelas pelatihan merupakan suatu

    keharusan. Keharusan itu tergambar pada berbagai manfaat yang dapat diambil baik lembaga

    maupun guru/tutor. Manfaat juga akan dirasakan bagi penumbuhan dan pemeliharaan

    hubungan yang serasi baik dalam kelompok belajar maupun antara peserta dengan peserta

    dalam kelompok belajar yang semuanya bermuara pada peningkatan kinerja.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Pendahuluan 13

    Referensi Sutisna, Anan. (2009). Profil Kompetensi Gutu/Tutor Paket C Di DKI Jakarta, Jurnal

    Pendidikan Luar Sekolah UPI Volume 6 Nomor 1 April. Kepmen. Pendidikan Nasional Nomor 0132/U/2004 tentang Program Paket C Setara

    SMA/MA. Jakarta: Depdiknas. Knowles, M. S., (1986), The Adut Learner, A Neglected Species. Houston: Gulf Publishing

    Company. Knowles, M. S. (1984). Andragogy in Action: Applying Modern Principles of Adult Learning.

    San Francisco: Jossey Bass Inc. Permen. Pendidikan Nasional Nomor 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi Pendidikan

    Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas. Permen. Pendidikan Nasional Nomor 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan

    Kesetaraan. Jakarta: Depdiknas.

    Rangkuman 1. Pelatihan merupakan salah satu aktivitas pendidikan nonformal, dimana

    pelaksanaannya dalam waktu singkat dan materi yang diberikan bersifat praktis. Dalam suatu lembaga/organisasi pelatihan dijadikan sarana untuk pengembangan sumber daya manusia dalam meningkatkan produktifitas sesuai visi dan misi lembaga/organisasi tersebut.

    2. Permasalahan yang sering muncul dalam pelatihan pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan secara umum dapat dilihat pada aspek (i) Kemampuan melakukan penilaian kebutuhan pelatihan, (ii) Kemampuan membuat desain pengembangan dan evaluasi program pelatihan, (iii) Kemampuan pemasaran program pelatihan dan (iv) Kemampuan melakukan analisis cost benefit.

    3. Manfaat pelatihan bagi lembaga/organisasi maupun bagi setiap individu. Bagi sebuah organisasi pelatihan dapat memberikan manfaat: (i) untuk memperbaiki performan organisasi, (ii) dapat melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang diinginkan, (iii) dapat memperbaiki sikap terhadap pekerjaan, terhadap pimpinan, dan sikap yang tidak produktif. Sedangkan manfaat bagi guru/tutor kegiatan pelatihan yang diberikan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya: (i) membantu dan mempercepat pemenuhan kebutuhan sesuai dengan standar, (ii) memperbaiki sikap beradaptasi dengan perubahan yang terjadi karena pengaruh ilmu pengetahuan dan teknolgi, (iii) meningkatkan motivasi untuk belajar secara terus-menerus, dan (iv) menumbuhkan rasa percaya diri dan solidaritas yang tinggi diantara sesama guru/tutor.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    14 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    PP. Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Depdiknas. Siagian, S. P., (1998), Menejemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara Supriadi, D. (1998). Mengangkat Citra dan Martabat Guru, Bandung: Adicita Karya Nusa. Suryadi, A. (2006), Peningkatan Layanan Berbagai Program Pendidikan Nonformal

    (Makalah disampaikan dalam pertemuan dengan Mitra PLS), Jakarta: Depdiknas. Syamsudin, E. (2008), Percepatan Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik dan Kependidikan

    Pendidikan Nonformal, sesuai BSNP (Makalah disampaikan dalam pertemuan dengan Perguruan Tinggi) di Yogyakarta,

    UNESCO, (1993). Appeal Training Materials for Continuing Education Personal, Bangkok:

    UNESCO Principal Regional Office for Asia Pasific. Wariyanto, (2005), Hubungan antara Hasil Pelatihan, Motivasi Kerja, dan Pemberian

    Kompensasi dengan Kinerja Tutor dalam Pengelolaan Pembelajaran Kejar Paket C, Thesis Magister Pendidikan Luar Sekolah, SPs:UPI

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Teori dan Konsep Kepelatihan 15

    BAB 2. TEORI DAN KONSEP PELATIHAN

    Setelah mempelajari bab ini diharapkan para pembaca dapat memahami tentang:

    1. Definisi pelatihan menurut para ahli mempunyai perbedaan karena disebabkan oleh sudut

    pandang keilmuan yang berbeda.

    2. Pendekatan dalam pelatihan baik secara tradisional, eksperiensial, maupun berbasis

    kinerja.

    3. Asas pelatihan yang merupakan sesuatu yang harus dikusai oleh pelatih.

    4. Beberapa model pelatihan antara lain: (i) Critical Event Model (CEM) dari Nedler, (ii)

    Model lima langkah dari Goad, (iii) Model lima langkah dari Mayo & Dubois, (iv) Six

    stages of the training process dari Paul G. Friedmen & Elaine A.Y dan (v) Model sepuluh

    langkah dari Djudju Sudjana.

    A. Batasan Pelatihan Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu

    proses dalam pengembangan individu, masyarakat, lembaga dan organisasi. Pendidikan

    dengan pelatihan merupakan dua bagian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem

    pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan,

    penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya

    diupayakan agar sumber daya manusia dapat diberdayakan secara optimal, sehingga apa yang

    menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan individu, masyarakat, lembaga dan organisasi

    tersebut dapat terpenuhi. Menurut Moekijat (1993: 3) menyatakan bahwa pelatihan adalah

    suatu bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan

    meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif

    singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori. Pernyataan

    tersebut mengisyaratkan bahwa kegiatan pelatihan sebagai upaya mendidik dalam arti sempit,

    terutama dilakukan dengan cara instruksi, berlatih, dan sikap disiplin.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    16 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    Pendidikan dengan pelatihan sulit untuk menarik batasan yang tegas, karena baik pendidikan

    maupun pelatihan merupakan suatu proses kegiatan pembelajaran yang mentransfer

    pengetahuan dan keterampilan dari sumber belajar kepada peserta pelatihan sebagai penerima

    pesan. Walaupun demikian perbedaan keduanya akan lebih terlihat dari tujuan yang ingin

    dicapai melalui kegiatan tersebut. Pendidikan formal pada umumnya selalu berkaitan dengan

    mata pelajaran secara konseptual, sifatnya teoritis dan merupakan pengembangan sikap dan

    falsafah pribadi seseorang. Bila pelatihan lebih menitikberatkan pada kegiatan yang

    dirancang untuk memperbaiki kinerja dalam menjalankan tugas, maka pendidikan lebih

    menitikberatkan pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan terhadap keseluruhan

    kebutuhan lingkungan. Pada bagian lain dijelaskannya bahwa pelatihan lebih dikaitkan

    dengan kekhususan pembelajaran yang terbatas kepada keterampilan yang bersifat motorik

    dan mekanistik.

    Dalam suatu lembaga, organisasi atau perusahaan, pelatihan dianggap sebagai suatu terapi

    yang dapat memecahkan permasalahan. khususnya yang berkaitan dengan peningkatan

    kinerja dan produktifitas lembaga, organisasi atau perusahaan. Pelatihan dikatakan sebagai

    terapi, karena melalui kegiatan pelatihan para karyawan diharapkan dapat meningkatkan

    pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat memberikan konstribusi yang lebih tinggi

    terhadap produktivitas organisasi atau perusahaan. Dengan meningkatnya pengetahuan dan

    keterampilan sebagai hasil pelatihan, maka karyawan akan semakin matang dan terampil

    dalam menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang dihadapi lembaga atau

    organisasi. Dalam pengembangan lembaga atau organisasi, pelatihan merupakan upaya untuk

    meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam melakukan layanan yang lebih

    profesional kepada anggota masyarakat. Pemberian pelatihan bagi warga masyarakat

    bertujuan untuk memberdayakan, sehingga warga masyarakat menjadi berdaya dan dapat

    berpartisipasi aktif pada proses perubahan. Pelatihan dapat membantu seseorang untuk

    menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki. Dengan pelatihan juga

    dapat menimbulkan perubahan dalam kebiasaan-kebiasaan bekerja seseorang, perubahan

    sikap terhadap pekerjaan, serta dalam informasi dan pengetahuan yang mereka terapkan

    dalam pekerjaannya sehari-hari.

    Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang menyadari perlunya mengembangkan

    potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan maupun kepuasan hidupnya, oleh sebab

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Teori dan Konsep Kepelatihan 17

    itu untuk mengetahui penjelasan mengenai pelatihan berikut ini diuraikan beberapa

    pengertian pelatihan, antara lain yang dikemukakan para ahli. Robinson ( 1981:12)

    mengemukakan bahwa : "Training, is therefore we are seeking by any instructional or

    experiential means to develop a person behavior patterns in the urea of knowledge, skill or

    attitude in order to achieve disered standar". Dengan demikian pelatihan merupakan

    instruksional atau experensial untuk mengembangkan pola-pola perilaku seseorang dalam

    bidang pengetahuan keterampilan atau sikap untuk mencapai standar yang diharapkan. Goad

    (1982: 5) menjelaskan bahwa "Training can be defined broadly is the techniques and

    arrangement aimed at fostering and experiencing learning. The focus in on learning".

    Goad mengemukakan, bahwa pelatihan itu lebih difokuskan pada kegiatan pembelajaran.

    Michael J. Jacius (1968: 296). mengemukakan istilah pelatihan menunjukkan suatu proses

    peningkatan sikap, kemampuan, dan kecakapan dari para pekerja untuk menyelenggarakan

    pekerjaan secara khusus.

    Ungkapan ini menunjukkan kalau kegiatan pelatihan merupakan proses membantu peserta

    belajar untuk memperoleh keefektifan dalam melakukan pekerjaan mereka baik pada saat

    sekarang maupun masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran dan

    tindakan-tindakan, kecakapan, pengetahuan. dan sikap-sikap. Kegiatan pelatihan juga

    dilakukan dalam upaya memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam aktivitas

    pekerjaan sehari-hari dan mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang terjadi dimasa

    yang akan datang. Hal ini sejalan dengan pandangan Soenanto dalam Moekijat (1993:4)

    bahwa pelatihan adalah kegiatan belajar untuk mengubah rencana orang dalam melakukan

    pekerjaan. Penyelenggaraan pelatihan yang baik dan optimal akan meningkatkan kemampuan

    peserta pelatihan dalam mengatasi masalah yang dihadapi untuk menjalankan tugas serta

    dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja. Alex S. Nitisemito (1982: 86)

    mengungkapkan tentang tujuan pelatihan sebagai usaha untuk memperbaiki dan

    mengembangkan sikap, tingkah laku dan pengetahuan, sesuai dengan keinginan individu

    maupun lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian pelatihan dimaksudkan dalam

    pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas semata-mata hanya untuk mengembangkan

    keterampilan dan bimbingan.

    Dengan demikian pentingnya suatu pelatihan baik bagi organisasi maupun lembaga didasari

    berhagai alasan seperti :

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    18 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    1. Pengeluaran biaya pelatihan yang sistematis jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan

    pengeluaran yang disebabkan dari beberapa kekeliruan dan kelambatan yang disebabkan

    dari hasil coba-coba dalam mencari pemecahan masalah dalam pekerjaannya sendiri.

    2. Seseorang yang telah dibina dalam suatu program pelatihan biasanya lebih menyenangi

    pekerjaannya dan kecenderungan untuk berpindah pekerjaan menjadi kecil.

    3. Adanya jenis-jenis pekerjaan tertentu yang sangat memerlukan program pelatihan, karena

    tanpa pelatihan pekerjaan tersebut tidak akan mencapai sasaran dengan tepat.

    Oleh karena itu kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan,

    keahlian/keterampilan (skill), pengalaman, dan sikap peserta pelatihan tentang bagaimana

    melaksanakan pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Henry Simamora (1997:

    287) yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang

    untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang

    individu atau kelompok dalam menjalankan tugasnya. Pengertian pelatihan antara satu

    rumusan dengan rumusan lain pada umumnya tidak bertentangan. melainkan memiliki ciri

    atau unsur yang sama. Dalam suatu pelatihan memiliki beberapa ciri, yaitu:

    1. direncanakan dengan sengaja;

    2. adanya tujuan yang hendak dicapai;

    3. ada kelompok sasaran atau peserta pelatihan;

    4. ada kegiatan pembelajaran secara praktis;

    5. isi belajar dan berlatih menekankan pada keahlian atau keterampilan suatu pekerjaan

    tertentu;

    6. dilaksanakan dalam waktu relatif singkat, dan

    7. ada tempat belajar dan berlatih.

    Berdasarkan beberapa ungkapan tentang pengertian dan tujuan pelatihan serta ciri-ciri yang

    digambarkan dalam suatu pelatihan tersebut di atas, maka pelatihan dapat diartikan sebagai

    suatu upaya melalui proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan

    pengetahuan. keterampilan, dan sikap seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

    pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam waktu relatif singkat pada tempat tertentu.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Teori dan Konsep Kepelatihan 19

    B. Pendekatan Pelatihan Pendekatan pelatihan menurut Paul G. Friedman dan Elaine A. Yarbrough (1985) dalam buku

    "Training strategies" mengungkapkan bahwa: dalam pelaksanaan pelatihan dapat ditelusuri

    dari dimensi langkah-langkahnya, pelatih dan metodenya. Proses pelatihan secara umum

    dilakukan melalui dua pendekatan yaitu; pendekatan kesesuaian (adaptive) yang digunakan

    sebagai fase diagnostik atau lebih dikenal dengan sebutan pendekatan "bottom-up", dan

    pendekatan instruksi (directive) yang digunakan sebagai fase instruksional atau disebut

    dengan pendekatan "top-down". Kedua pendekatan ini mempunyai kepentingan yang sama

    sesuai dengan fungsinya, serta digunakan untuk saling melengkapi walaupun dalam situasi

    yang berbeda. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Paul G. Friedman, et al. (1985: 2), yaitu:

    "although the adaptive and directive approaches may appear contradictory, both can he

    effective when used appropriately. In fact, both are necessary". Dua hal yang perlu

    diperhatikan dalam menyeimbangkan kedua pendekatan tersebut dalam suatu pelatihan, yaitu

    dengan mengetahui situasi penggunaan masing-masing pendekatan dan mengetahui

    bagaimana mengimplementasikannya. Pada tahap pertama dalam setiap tugas pelatihan

    adalah diagnosis situasi dengan mencoba merespon pernyataan-pernyataan tentang status quo

    (keadaan sekarang), perbedaan antara perilaku seseorang dan perilaku yang diharapkan

    terjadi pada peserta pelatihan, tujuan-tujuan pelatihan yang bersifat realistik dan metode yang

    dipergunakan untuk mencapai tujuan instruksional. Tahapan berikutnya adalah implementasi

    dengan mengunakan pendekatan directive, yang dalam hal ini program pelatihan diwujudkan

    dalam praktek. Sekuensi adaptive dan directive merupakan suatu siklus dan dapat berulang

    dalam suatu program pelatihan.

    Menurut Halim dan Ali (1993: 20) mengemukakan adanya tiga pendekatan dalam

    menyelenggarakan pelatihan yaitu:

    1. pendekatan tradisional;

    2. pendekatan eksperiensial dan

    3. pendekatan berbasis kinerja.

    Menurut mereka dalam "pendekatan tradisional" staf pelatihan merancang tujuan, konten,

    teknik pembelajaran, penugasan, rencana pembelajaran, motivasi dan evaluasi difokuskan

    pada intervensi yang dilakukan staf pelatihan. Dalam "pendekatan eksperiensial" pelatih

    memadukan pengalaman sehingga warga belajar menjadi lebih aktif dan mempengaruhi

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    20 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    proses pelatihan. Model pelatihan ini menekankan pada situasi nyata. Tujuan pelatihannya

    ditetapkan bersama oleh pelatih dan warga belajar. Pelatih menjalankan peran sebagai

    fasilitator, katalisator, atau nara sumber. Sedangkan dalam "pendekatan berbasis kinerja".

    tujuan diukur berdasarkan pencapaian tingkat kemahiran tertentu dengan menekankan pada

    penguasaan keterampilan yang bisa diamati.

    Tutor pendidikan kesetaraan sebagai peserta pelatihan adalah tergolong orang dewasa. oleh

    sebab itu prinsip-prinsip yang diterapkan dalam proses pelatihannya harus mengacu kepada

    prinsip pembelajaran orang dewasa. Dalam pembelajaran orang dewasa (andragogy)

    Knowles (1984: 41) menjelaskan tentang konsep andragogi dengan "the art and science of

    helping adults learn", yaitu seni dan ilmu dalam membantu orang dewasa belajar. Proses

    pembelajaran orang dewasa pada dasarnya menggunakan beberapa asumsi antara lain:

    Pertama, orang dewasa telah memiliki konsep diri, dan tidak mudah untuk menerima konsep

    yang datang dari luar dirinya, sehingga dalam proses pelatihannya perlu memperhatikan:

    1. iklim belajarnya perlu diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa;

    2. warga belajar perlu dilibatkan dalam mendiagnosis kebutuhan belajarnya;

    3. warga belajar perlu dilibatkan dalam proses perencanaan belajarnya;

    4. proses belajarnya merupakan tanggung jawab bersama antara sumber belajar dengan

    warga belajar dan

    5. evaluasi pembelajarannya ditekankan pada evaluasi diri sendiri.

    Kedua, orang dewasa telah memiliki pengalaman, dan berbeda-beda sehingga perlu

    diperhatikan:

    1. proses pembelajarannya lebih ditekankan pada teknik yang sifatnya menyadap

    pengalaman mereka;

    2. proses pembelajarannya lebih ditekankan pada aplikasi praktis.

    Ketiga, orang dewasa memiliki masa kesiapan belajar seirama dengan adanya peran sosial

    yang mereka tampilkan. Peran ini akan berubah sejalan dengan perubahan usianya sehingga

    dalam proses pembelajarannya:

    1. urutan program belajar perlu disusun berdasarkan urutan logik mata pelajaran, dan

    2. dengan adanya konsep mengenai tugas-tugas perkembangan pada orang dewasa akan

    memberikan petunjuk dalam belajar secara kelompok.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Teori dan Konsep Kepelatihan 21

    Keempat, orang dewasa memiliki perspeklif waktu dan orientasi belajar, sehingga cenderung

    memiliki perspektif untuk secepatnya mengaplikasikan apa yang mereka pelajari. Sehingga

    dalam proses pembelajarannya harus memperhatikan:

    1. sumber belajar berperan sebagai pemberi bantuan kepada warga belajar dan

    2. kurikulum tidak berorientasi pada mata pelajaran, tetapi berorientasi pada masalah,

    (Knowles: 1980: 45-54).

    Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang tepat digunakan dalam

    pelatihan adalah pendekatan yang bobot dukungannya terhadap kegiatan pembelajaran

    partisipatif sangat tinggi, yakni pendekatan yang mengikutsertakan warga belajar semaksimal

    mungkin dalam proses pelatihan. Beberapa pendekatan yang ada, penyelenggaraan pelatihan

    lebih mengedepankan untuk menggunakan pendekatan partisipatif walaupun ada beberapa

    uraian yang memiliki kesamaan dengan pendekatan yang lain. Dengan pendekatan

    partisipatif, pendekatan lain juga akan lebih mudah untuk diadaptasikan. Karena dengan

    pendekatan partisipatif tutor sebagai peserta pelatihan tidak akan merasa tersinggung atau

    dipaksa bila diperintah dan akan dengan senang hati untuk menerima. Pendekatan ini akan

    lebih efektif karena sebagaimana diungkapkan sebelumnya bahwa yang menjadi sasaran

    utamanya adalah orang dewasa yang pada umumnya sudah banyak memiliki pengalaman. Di

    samping itu melalui pendekatan partisipatif tutor yang direkrut dari masyarakat sebagai

    peserta pelatihan akan ikut berperan lebih banyak dan luas, baik dari sejak dilakukannya

    identifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan sampai kepada menilai hasil kegiatan

    pelatihan. Secara khusus pendekatan ini digunakan untuk melibatkan peserta pelatihan agar

    berpartisipasi aktif dalam proses pelatihan dan juga diharapkan dapat menjalankan tugas

    sebagai tutor pendidikan kesetaraan dengan baik.

    Pengadaptasian dari beberapa pendekatan yang diungkapkan Paul G. Friedman dan Elaine A.

    Yarbrough ke dalam pendekatan partisipatif seperti pada pendekatan adaptive (Bottom-up)

    dilakukannya lebih menekankan pada partisipasi tutor dari masyarakat dalam menggali

    informasi yang berkaitan dengan identifikasi kebutuhan pelatihan yang sesuai. Sedangkan

    pada pendekatan directive (top-down) merupakan kegiatan atau partisipasi peserta

    (gutu/tutor) dalam pelaksanaan pelatihan sebagai bukti peransertanya dalam mensukseskan

    pelaksanaan program pelatihan yang dilakukan penyelenggara pelatihan. Kegiatan lain yang

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    22 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    hampir sama dalam bentuk partisipasi juga dari pendekatan yang dikemukakan oleh Halim

    dan Ali seperti; dalam pendekatan tradisional pelatih memberikan tugas memotivasi dan

    melakukan evaluasi kepada peserta. Pada pendekatan eksperiensial pelatih juga tidak lupa

    memperhatikan dan berusaha memadukan pengalaman yang telah dimiliki peserta

    sebelumnya. Sedangkan pada pendekatan berbasis kinerja tujuan pelatihannya diukur dengan

    melihat partisipasi peserta selama mengikuti pelatihan terutama dalam pencapaian tingkat

    penguasaan keterampilan yang telah dipelajari.

    Penggunaan pendekatan partisipatif ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

    Secara langsung biasanya dilaksanakan dalam kelompok kecil atau dalam tatap muka, dan ini

    akan terasa lebih efektif karena akan terjadi hubungan keakraban di antara peserta. Secara

    tidak langsung biasanya dilakukan dalam kelompok yang lebih besar yang tidak

    memungkinkan bagi setiap peserta untuk bertatap muka langsung, (Sudjana, 1992:266).

    Dengan demikian dalam pelatihan ini pendekatannya menggunakan pendekatan

    partisipatif yang dilakukan secara langsung karena jumlah pesertanya yang relatif kecil.

    Sedangkan dalam penilaian hasil latihan menggunakan pendekatan yang berbasis kinerja

    yaitu yang mengukur tingkat pengusaan keterampilan dalam melaksanakan tugas

    pembelajaran sebagai guru/tutor dalam program pendidikan kesetaraan.

    C. Asas-asas Pelatihan Dalam melakukan pembinaan terhadap guru/tutor pendidikan kesetaraan yang berasal dari

    masyarakat terlebih dahulu harus ditetapkan sasaran atau kompetensi yang ingin dicapai,

    dengan demikian potensi atau keterampilan yang telah dimiliki calon peserta pelatihan

    tersebut akan dapat dikembangkan dan ditingkatkan secara maksimal. Di samping itu

    kegiatan pelatihan yang akan diberikan kepada peserta harus mengikuti asas-asas umum

    pelatihan. Hal ini dimaksudkan agar tujuan pelatihan tersebut dapat tercapai dengan baik.

    Dalam pelaksanaan suatu pelatihan, harus selalu diingat akan adanya perbedaan-perbedaan

    peserta pelatihan baik dalam latar belakang pendidikan, pengalaman, maupun motivasi.

    Nasution (1986: 25) mengemukakan bahwa pembelajaran tidak mungkin tanpa mengenal

    perbedaan peserta didik (asas perbedaan), oleh karena itu dalam pelatihan perbedaan dari

    peserta pelatihan harus mendapatkan perhatian baik dalam perencanaan, pelaksaanaan

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Teori dan Konsep Kepelatihan 23

    maupun penilaian pelatihan, sehingga pelatihan tersebut benar-benar dapat memberikan

    manfaat yang optimal.

    Asas yang juga penting adalah sikap dan penampilan pelatih, karena sikap dan penampilan

    pelatih turut menentukan keberhasilan suatu pelatihan. Alex S. Nitisemito (1982: 105)

    mengemukakan peranan pelatih sangat menentukan berhasiltidaknya pelatihan tersebut.

    Zaenudin Arif (1981: 54-55) mengemukakan bahwa peran utama pelatih adalah

    memperlancar atau memberikan kemudahan agar setiap peserta pelatihan merupakan sumber

    yang efektif bagi yang lain. Di samping memiliki pengetahuan dan skill yang memadai,

    seorang pelatih juga harus memiliki ciri-ciri pribadi yang baik bagi keberhasilan

    pekerjaannya yaitu:

    1. memiliki konsep diri yang matang;

    2. memiliki kemampuan empati;

    3. mempunyai sikap terhadap keanggotaan kelompok;

    4. kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko pribadi dan

    5. mampu mengatasi tekanan emosional yang erat hubungannya dengan kemampuan

    menghadapi resiko.

    Beberapa asas pelatihan, yang sangat penting adalah penentuan metode pelatihan, karena

    metode setiap kegiatan pelatihan yang ditetapkan oleh sumber belajar untuk mencapai tujuan-

    tujuan pelatihan (Sudjana, 2007: 10). Dengan demikian metode pelatihan harus cocok dengan

    jenis pelatihan yang diberikan. Meskipun tidak ada suatu metode yang paling tepat dalam

    kegiatan pelatihan, tetapi dapat dicarikan beberapa altematif metode pembelajaran yang dapat

    dipilih. Di dalam memilih metode pelatihan yang tepat, perlu mempertimbangkan beberapa

    faktor. Adapun pemilihan metode pelatihan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti:

    1. tujuan pelatihan;

    2. peserta pelatihan;

    3. situasi;

    4. fasilitas dan

    5. pribadi pelatih.

    Sementara itu yang terpenting bahwa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih

    metode pelatihan adalah:

    1. manusia yang meliputi sumber belajar dan warga belajar;

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    24 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    2. tujuan belajar;

    3. bahan;

    4. waktu dan

    5. fasilitas.

    Berkaitan dengan metode pelatihan dimana alat bantu atau media pembelajaran juga penting

    dalam pelatihan karena:

    1. dapat mengurangi salah tafsir;

    2. pelatihan yang diberikan akan lebih mudah, cepat dan jelas ditangkap;

    3. menegaskan, dan memberikan dorongan kuat untuk menerapkan apa yang dianjurkan.

    Sedangkan alat atau fasilitas dan sarana berhubungan dengan tempat pelaksanaan kegiatan

    pelatihan, adapun alat bantu berhubungan dengan penyampaian materi pelatihan.

    D. Model-Model Pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan pada umumnya dilakukan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan

    dari setiap lembaga atau organisasi baik pemerintah seperti: Lembaga Administrasi Negara

    (LAN), Badan Diklat Depnakertran, Badan Diklat Depdiknas. maupun swasta seperti:

    Badan Diklat Perusahaan Otomotif Toyota, Badan Diklat Garuda Indonesia, sangat

    dimungkinkan menggunakan model-model yang berbeda. Model-model pelatihan yang

    ditampilkan tersebut, kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

    manusia sebagai tenaga kerja dan untuk memperbaiki kinerja, sehingga dapat meningkatkan

    produktifitas. Pelaksanaan pelatihan yang dilakukan dengan basis kinerja (performance based

    training) yang juga bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, sehingga kualitas dari sumber

    daya manusia baik pengetahuan atau keterampilan.

    Para pakar pelatihan biasanya melaksanakan pelatihan dengan menggunakan langkah-

    langkah atau siklus tersendiri berdasarkan dari model yang mereka kembangkan. Di antara

    model-model pelatihan yang ada para pakar mengembangkannya bermacam-macam, ada

    yang menggambarkan hanya melalui siklus yang sederhana, dan ada juga yang digambarkan

    secara detail. Walaupun demikian dari beberapa model yang dikembangkan ditemukan

    adanya langkah-langkah atau tahapan yang memiliki kesamaan, seperti pada pelaksanaan

    pelatihan umumnya. Kesamaan itu seperti sama-sama diawali dengan melakukan identifikasi,

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Teori dan Konsep Kepelatihan 25

    dengan tujuan untuk menemukan dan mengkaji kebutuhan yang akan diberi pelatihan serta

    diakhiri dengan pelaksanaan evaluasi.

    Berdasarkan model-model pelatihan yang ada, dapat dilihat diantaranya sebagaimana

    diungkapkan Nedler (1982: 12), yang dikenal dengan The Critical Events model (CEM) atau

    disebut dengan model terbuka yang langkah-langkahnya terlihat lebih detail dan spesifik.

    Pada model ini tidak semua variabel bisa diidentifikasi atau ditetapkan pada saat dilakukan

    perancangan program pelatihannya, namun pada setiap langkahnya selalu di evaluasi sebagai

    balikan. Siklus pelatihan pada model CEM dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 2.1 Critical Event Model(CEM) Sumber: Nedler (1982:12)

    Model yang dikembangkan Nedler ini dimulai:

    1. menentukan kebutuhan organisasi;

    2. menentukan spesifikasi pelaksanaan tugas;

    3. menentukan kebutuhan pembelajaran;

    4. merumuskan tujuan;

    5. menentukan kurikulum;

    6. memilih strategi pembelajaran;

    7. mendapatkan sumber belajar dan

    8. selanjutnya kembali lagi ke menentukan kebutuhan.

    Identify the needs of the

    Evaluatio

    n

    and

    Build Curriculu

    Specific job

    Identify learner

    Determine Select Instructional

    Strategis

    Obstain Instructional

    Conduct Training

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    26 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    Perputaran ini bertujuan untuk melihat keunggulan dan kelemahan dari pelatihan yang telah

    dilaksanakan, apakah masih perlu diadakan perbaikan atau memang sudah sesuai dengan

    tujuan yang diinginkan oleh organisasi. Sedangkan Goad (1982: 11) menjelaskan model

    pelatihan melalui beberapa tahapan yang siklus pelatihannya terdiri dari:

    1. analisis kebutuhan pelatihan (analyze to determine training requirements);

    2. desain pendekatan pelatihan (design the training approach);

    3. pengembangan materi pelatihan (develop the training materials);

    4. pelaksanaan pelatihan (conduct the training) dan

    5. evaluasi dan pemutakhiran pelatihan (evaluate and update the training).

    Secara skematis langkah-langkah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 2.2 Siklus Pelatihan Lima Tahap Sumber: Goad (1982:11)

    Dalam siklus pelatihan atau pendidikan yang ditujukan pada orang dewasa sebagai sasaran.

    Goad (1982: 41) mengungkapkan perlunya memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:

    1. orang dewasa belajar dengan melakukan dirinya senantiasa ingin dilibatkan;

    2. masalah dan contoh harus realistis dan relevan dengan warga belajar;

    3. lingkungan belajar yang terbaik adalah lingkungan informal;

    4. keragaman mendorong membuka kelima indra dari peserta belajar;

    5. dilakukan perubahan kecepatan dan teknik dari waktu ke waktu;

    6. tidak menerapkam sistem peringkat apapun;

    7. fasilitator berperan sebagai agen pembaharu dan

    8. fasilitator bertanggung jawab untuk memfasilitasi pembelajaran, sedangkan

    pembelajarannya sendiri merupakan tanggung jawab peserta belajar, oleh karena itu peran

    fasilitator sebagai, catalicator, proces helper, resources linker and solution giver,

    (Havelock: 1991).

    Analyze

    Evaluate

    Conduct Develop

    Design

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Teori dan Konsep Kepelatihan 27

    Kemudian Mayo & Dubois, (1987: 3) juga mengembangkan model pelatihan melalui lima

    tahap (fase), yang dikenal dengan Continuous Loop Training Development and

    Implementation Model. Kelima fase tersebut adalah:

    1. fase analyze operational requirement;

    2. fase defining training requirement;

    3. fase developing objectives;

    4. fase planning, developing, and validating training dan

    5. fase conduct and evaluate the training.

    Secara skematis kelima langkah ini dapat digambarkan di bawah ini sebagai berikut:

    Gambar 2.3 Model Siklus Pelatihan Lima Langkah Sumber: Mayo & Dubois (1987:32)

    Selanjutnya model pelatihan menurut Paul G. Friedman dan Elaine A.Y. (1985: 4),

    mengemukakan enam tahap dalam proses pelatihan (six stages of the training process). Posisi

    enam tahap yang digunakan dalam proses pelatihan dimaksud adalah sebagai berikut:

    Tahap pertama, menyadari kebutuhan (awereness of need). Kesenjangan antara keadaan

    sekarang dengan keadaan yang diharapkan biasanya disebabkan oleh dua sifat yang melekat

    dalam fungsi manusia, yaitu perubahan dan aspirasi. Perubahan adalah merupakan

    "dorongan'" dan aspirasi adalah "tarikan" yang menimbulkan kebutuhan pada pelatihan.

    Perubahan-pcrubahan menciptakan masalah yang harus segera dipecahkan, sedangkan

    aspirasi cenderung kepada tahap pertumbuhan untuk adanya nilai tambah.

    Analyze Operational

    Conduct and

    Evaluate

    Planning Developing

    &

    Developing Training

    Objectives

    Defining Training

    Requireme

    Feedback and

    Interactio

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    28 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    Tahap kedua, menganalisis masalah (analyzing the problems). Apabila kebutuhan itu

    dirasakan masih bersifat umum, maka perlu dianalisis secermat mungkin, sehingga

    rumusannya tidak terlalu umum atau tidak terlalu khusus. Jika menganalisis setiap

    performans maka sebaiknya dilakukan dengan menjawab lebih dahulu pertanyaan-pertanyaan

    apakah yang menjadi perbedaan antara performans sekarang dan yang diharapkan?. Apakah

    performans tersebut berguna untuk mengatasi kekurangan? dan Apakah performans itu dapat

    meningkatkan keterampilan?.

    Tahap ketiga, menentukan pilihan (knowing options). Ketika mempersiapkan pilihan-pilihan,

    perlu dimasukkan suatu penjelasan tujuan tentang keuntungan-keuntungan dan

    kelemahan-kelemahannya, serta pengalaman yang dapat membantu peserta pelatihan

    mengembangkan pedoman-pedoman untuk menentukan pilihan-pilihan yang terbaik. Tahap

    keempat, menyadari suatu pemecahan (adopting solution). Dalam menghadapi suatu solusi

    pertama-tama adalah dengan memberikan penjelasan tentang prosedur sehingga menjadi jelas

    dan dapat dipahami oleh mereka yang akan menentukan prosedur tersebut. Selanjutnya

    adalah pemberian dukungan dimana prosedur tersebut harus dijalankan mengenai

    keuntungan-keuntungan dan kelemahan-kelemahannya. Dalam hal ini peranan pelatihan

    adalah mempersempit pilihan-pilihan peserta pelatihan yang menyalurkan usaha-usaha

    peserta pelatihan pada cara atau jalur khusus.

    Tahap kelima, mengajarkan suatu keterampilan (teaching a skill). Apabila pelatihan

    diharapkan untuk mampu mempengaruhi cara berpikir peserta pelatihan, sikapnya atau

    pengetahuannya, maka peranan pelatihan adalah membantu peserta pelatihan dalam

    mempelajari suatu keterampilan. Kemudian memberikan umpan balik pada pekerjaan peserta

    pelatihan sesuai langkah-langkah yang ditempuh sampai kepada penilaian hasil belajar atau

    hasil kerjanya.

    Tahap keenam, integrasi dalam sistem (integration in the system). Apabila dalam prosedur

    belajar peserta pelatihan tidak menimbulkan pengaruh kerjasama dalam situasi belajarnya,

    maka dalam tindaklanjutnya perlu membantu para peserta pelatihan untuk melakukan

    prosedur kerjasama tersebut dalam sistem yang membutuhkan kerjasama, misalnya dalam

    "team work". Pengintegrasian ini sangat diperlukan karena pada tahap akhir pelatihan selalu

    muncul masalah-masalah yang dihadapi para pelatih dalam mengintegrasikan hasil-hasil

    belajarnya yang baru ke dalam konteks pekerjaanya. Tipe lain dari "integrasi dalam sistem"

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Teori dan Konsep Kepelatihan 29

    ini adalah dengan memusatkan pengembangan interaksi "team" yang lebih baik dalam suatu

    kelompok kerja yang utuh. Keenam tahapan proses pelatihan tersebut dapat dilihat:

    Integration in the

    System Learning Awarennes A skill of need Adopting Analysis A Solution of Problem

    Knowing option

    Gambar 2.4 Six Stages of the Training Process

    Sumber: Paul G. Friedmen & Elaine A.Y (1985:4) Dalam pandangan lain menurut Sudjana (2005: 78) mengembangkan model pelatihan sepuluh

    langkah atau dikenal dengan model pelatihan partisipatif, yang uraiannya sebagai berikut:

    1. Identifikasi Kehutuhan, Sumber, dan Kemungkinan Hambatan Pelatihan. Untuk dapat

    melaksanakan kegiatan pelatihan yang efektif sehingga berguna dan bermanfaat bagi

    peserta, maka sebelum kegiatan dilaksanakan perlu diidentifikasi kebutuhan belajar,

    sumber belajar dan kemungkinan hambatan yang akan dihadapi baik dalam pelaksaan

    kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan hasil pelatihan yang diperoleh.

    Identifikasi kebutuhan pelatihan merupakan hal yang sangat perlu karena suatu kegiatan

    pelatihan akan sangat bermanfaat bagi peserta bila yang diikutinya tersebut dapat

    memenuhi kebutuhan yang dirasakannya. Setelah mengetahui kebutuhan belajar atau

    pelatihan, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi sumber belajar yang tepat dengan

    kegiatan petatihan yang akan dilaksanakan. Sumber belajar yang diidentifikasi tersebut

    dapat berupa manusia dan dapat pula berupa non manusia. Di samping mengidentifikasi

    kebutuhan dan sumber belajar yang mungkin dapat dimanfaatkan, maka perlu

    diidentifikasi kemungkinan hambatan yang akan dihadapi atau dijumpai baik dalam

    melaksanakan kegiatan pelatihan maupun dalam mengembangkan hasil pelatihan.

    Kemungkinan hambatan ini dapat berupa faktor manusia seperti; keterbatasan

    kemampuan sumber belajar dalam memberikan dan menyajikan materi, ketidakmampuan

    peserta dalam mengembangkan keterampilan. Sedangkan faktor non manusia seperti,

    Directive Receptive Approach Approach

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    30 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    dukungan lingkungan sekitar, bantuan dari pihak lain berupa modal stimulan dalam

    mengembangkan keterampilan yang dimiliki.

    2. Perumusan Tujuan Pelatihan: Tujuan adalah merupakan arah atau target yang akan

    dicapai dalam suatu kegiatan pelatihan. Untuk dapat mengarahkan pelaksanaan kegiatan

    pelatihan, maka perlu dirumuskan tujuan dengan jelas dan terarah, baik yang menyangkut

    tujuan umum, maupun tujuan khusus. Dengan rumusan tujuan akan mengarahkan

    penyelenggaraan dalam melaksanakan program pelatihan, atau dengan kata lain bahwa

    tujuan merupakan penuntun penyelenggara dalam melaksanakan program. Rumusan

    tujuan yang ingin dicapai melalui pelatihan tersebut harus jelas, terarah, dan kongkrit,

    sehingga dapat diukur. Dengan demikian bahwa dalam merumuskan tujuan pelatihan

    harus menggunakan ungkapan-ungkapan yang operasional.

    3. Penyusunan Program Pelatihan. Pada tahap penyusunan program pelatihan berarti

    mencakup kegiatan penyusunan kurikulum pelatihan, menyiapkan materi pelatihan,

    menentukan metode dan strategi pelatihan, waktu pelaksanaan pelatihan dan nara sumber

    pelatihan (instruktur).

    4. Penyusunan Alat Evaluasi Awal dan Evaluasi Ahkir Peserta. Alat evaluasi awal

    digunakan untuk mengadakan evaluasi awal (pretest) guna mengetahui pengetahuan,

    sikap dan keterampilan dasar yang dimiliki peserta. Sedangkan alat evaluasi akhir

    (posttest) adalah digunakan untuk mengetahui hasil belajar peserta setelah mengikuti

    kegiatan pelatihan.

    5. Latihan Untuk Pelatih. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada

    pelatih/tutor/sumber belajar tentang kegiatan program pelatihan secara menyeluruh.

    6. Pelaksanaan Kegiatan Pelatihan, Memanfaatkan Bahan Belajar, dan menerapkan Metode

    dan Teknik Pelatihan. Urutan kegiatan pelatihan menyangkut urutan rangkaian kegiatan

    pelaksanaan kegiatan mulai dari awal hingga akhir kegiatan. Menentukan bahan belajar

    dalam menentukan dan menetapkan materi yang akan disajikan berdasarkan kompetensi

    yang harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta pelatihan. Penentuan metode dan teknik

    didasarkan pada tingkat kesesuaiannya dengan materi, dan karakteristik peserta serta

    daya dukungnya terhadap intensitas kegiatan pelatihan.

    7. Melaksanakan Evaluasi Terhadap Peserta Pelatihan. Evaluasi awal ini dilakukan untuk

    mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta yang menyangkut pengetahuan,

    sikap dan keterampilannya. Evaluasi awal ini dapat berupa test tulis dan dapat juga test

    lisan.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    Teori dan Konsep Kepelatihan 31

    8. Mengimplementasikan Proses Latihan. Tahapan ini merupakan inti pelaksaan kegiatan

    pelatihan. Pada tahapan ini terjadi proses pembelajaran yaitu proses interaksi dinamis

    antara peserta pelatihan dan sumber belajar/tutor/fasilitator, serta materi pelatihan.

    9. Melaksanakan Evaluasi Akhir Kegiatan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui hasil

    belajar yang dicapai oleh peserta setelah mengikuti program pelatihan. Untuk

    mengevaluasi akhir kegiatan dapat menggunakan alat evaluasi yang digunakan pada saat

    evaluasi awal.

    10. Melaksanakan Evaluasi Program Pelatihan. Evaluasi program pelatihan adalah kegiatan

    mengumpulkan data tentang penyelenggaraan pelatihan untuk diolah dan dianalisis guna

    dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan

    di masa mendatang.

    Secara umum model-model pelatihan dalam siklusnya terbagi ke dalam tiga tahapan yaitu;

    tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi. Dari ketiga tahap tersebut, dalam

    pelaksanaannya rata-rata setiap model selalu diawali dengan analisis kebutuhan, baru

    kemudian disusun desain pelatihan yang dilanjutkan dengan pengembangan bahan pelatihan,

    penyelenggaraan pelatihan dan diakhiri dengan evaluasi. Dalam pelaksanaan model-model

    tersebut dapat dikatakan sebagai langkah standar dalam setiap penyelenggaraan pelatihan.

    Perbedaan antara satu model pelatihan dengan model pelatihan yang lain lebih terletak pada

    sisi pendekatan pembelajaran dan pengorganisasian pelatihannya, namun pada prinsipnya

    kesemuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan

    dan sikap dari para peserta pelatihan. Sebagai sebuah proses, pelatihan bukanlah suatu

    program yang telah lengkap dan dapat dibuat seketika, ia memerlukan waktu, serta meliputi

    intensitas, frekuensi, dan durasi tertentu, serta bersifat continum dan melibatkan berbagai

    elemen yang harus dikelola secara benar. Pendekatan sistem menghendaki pengelolaan

    pelatihan secara sistematis dan berorientasi kepada hasil. Masing-masing komponen memiliki

    keterkaitan dengan komponen lain, sehingga semakin sempurna setiap proses yang dilakukan,

    maka akan semakin baik hasil yang didapatkan.

  • Pelatihan Berbasis Kkinerja

    32 Konsep & Implementasi dalam Pelatihan Guru/Tutor

    Rangkuman

    1. Dalam memberikan definisi ataupun batasan pelatihan setiap ahli mempunyai

    perbedaan karena disebabkan oleh sudut pandang keilmuan yang berbeda. Namun juga secara umum dalam mendefinikan pelatihan mempunyai key word yaitu: (i) suatu aktivitas atau usaha atau suatu proses, (ii) ada tujuan atau goals, dan (iii) domain menekan pada keterampilan atau skill. Contoh: pelatihan adalah proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori.

    2. Pendekatan pelatihan secara umum ada tiga yaitu (i) tradisional, (ii) eksperiensial, dan (iii) berbasis kinerja. Dimana yang pertama semuanya dilakukan staf pelatihan. Kedua tujuan ditetapkan bersama oleh pelatih dan peserta pelatihan dan Keetiga tujuan diukur berdasarkan pencapaian tingkat kemahiran keterampilan tertentu.

    3. As