buku lahan rawa

Upload: ari-hidayat

Post on 03-Apr-2018

265 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    1/201

    KARAKTERISTIK DANPENGELOLAAN LAHAN RAWABalai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan PertanianBadan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian2006

    KARAKTERISTIK DANPENGELOLAAN LAHAN RAWAPENGARAH :Irsal LasPENYUNTING :Didi Ardi S.Undang KurniaMamat H.S.Wiwik HartatikDiah SetyoriniREDAKSI PELAKSANA :Karmini GandasasmitaSuwartoWidhya AdhySukmaraDiterbitkan oleh :BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

    SUMBERDAYA LAHAN PERTANIANBadan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen PertanianJl. Ir. H. Juanda 98, Bogor 16123Telp 0251-323012, Fax. 0251-311256e-mail : [email protected]://www.soil-climate.or.idEdisi pertama tahun 2006ISBN 979-9474-52-3

    iKATA PENGANTARLahan rawa merupakan salah satu ekosistem yang sangat potensial untuk

    pengembangan pertanian. Luas lahan ini, diperkirakan sekitar 33,4 juta ha, yangterdiri atas lahan pasang surut sekitar 20 juta ha dan rawa lebak 13 juta ha.Namun demikian, ekosistem rawa, secara alami bersifat rapuh (fragile) olehsebab itu dalam memanfaatkan lahan rawa dengan produktivitas optimal danberkelanjutan, diperlukan teknologi pengelolaan lahan yang tepat dan terpadu.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, melalui berbagailembaga penelitian dan kegiatan, terutama yang dikoordinasikan oleh Balai BesarPenelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian telahmengidentifikasi karakteristik lahan rawa tersebut secara komprehensif danmenemukan berbagai inovasi teknologi untuk mengatasi masalah yang ada,sehingga pemanfaatannya optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Teknologipengelolaan tanah, tata air mikro, ameliorasi tanah dan pemupukan, sertapenggunaan varietas yang adaptif merupakan beberapa hasil penelitian yang

    telah terbukti sangat beperan dalam meningkatkan produktivitas lahan rawa.Untuk menyebarluaskan hasil yang telah diperoleh, supaya dapat dimanfaatkanmasyarakat luas, maka hasil itu kami rangkum di dalam terbitan ini.Buku Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa ini memuat informasitentang lahan rawa di Indonesia secara komprehensif mulai dari lahan rawasecara umum, rawa pasang surut, dan rawa lebak, sampai teknologi pengelolaanlahan sulfat masam dan gambut, pemanfaatan lahan rawa lebak, sumberdayahayati pertanian, konservasi dan rehabilitasi lahan rawa, dan usaha agribisnis dilahan rawa pasang surut. Sehingga, diharapkan bisa digunakan sebagai acuan

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    2/201

    bagi berbagai usaha praktis, di dalam pengelolaan maupun penelitian lanjutan,untuk menemukan teknologi pemanfaatan lahan rawa yang lebih efektif danefisien.Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terbitnya bukuini, saya sampaikan terima kasih.Bogor, Desember 2006Kepala Badan Penelitian danPengembangan PertanianDr. Ir. Achmad Suryana, MS

    iiiDAFTAR ISIHalamanKATA PENGANTAR .................................................................................. iDAFTAR ISI ............................................................................................... iiiI. KLASIFIKASI DAN PENYEBARAN LAHAN RAWA ......................... 1Subagyo H.II. LAHAN RAWA PASANG SURUT ...................................................... 23Subagyo H.III. LAHAN RAWA LEBAK ....................................................................... 99

    Subagyo H.IV. TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN SULFAT MASAM .............. 117Didi Ardi Suriadikarta dan Diah SetyoriniV. TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA LAHAN GAMBUT ................. 151Wiwik Hartatik dan Didi Ardi SuriadikartaVI. TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN RAWA LEBAK ................... 181Trip Alihamsyah dan Isdijanto Ar-RizaVII. SUMBERDAYA HAYATI PERTANIAN LAHAN RAWA ..................... 203Izhar Khairullah, Mawardi, dan Muhrizal SarwaniVIII. KONSERVASI DAN REHABILITASI LAHAN RAWA ....................... 229Abdurachman Adimihardja, Kasdi Subagyono, dan M. Al-JabriIX. USAHA AGRIBISNIS DI LAHAN RAWA PASANG SURUT ............ 275Achmadi Jumberi dan Trip Alihamsyah

    1IKLASIFIKASI DANPENYEBARANLAHAN RAWASubagyo H.

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa21.1. PENGERTIANLahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun, atau selama waktu yangpanjang dalam setahun, selalu jenuh air (saturated) atau tergenang (waterlogged)

    air dangkal. Dalam pustaka, lahan rawa sering disebut dengan berbagai istilah,seperti swamp, marsh, bog dan fen, masing-masing mempunyai arti yangberbeda.Swamp adalah istilah umum untuk rawa, digunakan untuk menyatakanwilayah lahan, atau area yang secara permanen selalu jenuh air, permukaan airtanahnya dangkal, atau tergenang air dangkal hampir sepanjang waktu dalamsetahun. Air umumnya tidak bergerak, atau tidak mengalir (stagnant), dan bagiandasar tanah berupa lumpur. Dalam kondisi alami, swamp ditumbuhi oleh berbagaivegetasi dari jenis semak-semak sampai pohon-pohonan, dan di daerah tropikabiasanya berupa hutan rawa atau hutan gambut.

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    3/201

    Marsh adalah rawa yang genangan airnya bersifat tidak permanen,namun mengalami genangan banjir dari sungai atau air pasang dari laut secaraperiodik, dimana debu dan liat sebagai muatan sedimen sungai seringkalidiendapkan. Tanahnya selalu jenuh air, dengan genangan relatif dangkal. Marshbiasanya ditumbuhi berbagai tumbuhan akuatik, atau hidrofitik, berupa reeds(tumbuhan air sejenis gelagah, buluh atau rumputan tinggi, seperti Phragmitessp.), sedges (sejenis rumput rawa berbatang padat, tidak berbuluh, seperti familiCyperaceae), dan rushes (sejenis rumput rawa, seperti purun, atau mendong,dari famili Juncaceae, yang batangnya dapat dianyam menjadi tikar, topi, ataukeranjang). Marsh dibedakan menjadi "rawa pantai" (coastal marsh, atau saltwatermarsh), dan "rawa pedalaman" (inland marsh, atau fresh water marsh)(SSSA, 1984; Monkhouse dan Small, 1978).Bog adalah rawa yang tergenang air dangkal, dimana permukaantanahnya tertutup lapisan vegetasi yang melapuk, khususnya lumut spaghnumsebagai vegetasi dominan, yang menghasilkan lapisan gambut (ber-reaksi)masam. Ada dua macam bog, yaitu "blanket bog, dan "raised bog. Blanket bogadalah rawa yang terbentuk karena kondisi curah hujan tinggi, membentukdeposit gambut tersusun dari lumut spaghnum, menutupi tanah seperti selimutpada permukaan lahan yang relatif rata. Raised bog adalah akumulasi gambutmasam yang tebal, disebut hochmoor", yang dapat mencapai ketebalan 5 meter,dan membentuk lapisan (gambut) berbentuk lensa pada suatu cekungan dangkal.

    Subagyo

    3Fed adalah rawa yang tanahnya jenuh air, ditumbuhi rumputan rawasejenis reeds, sedges, dan rushes, tetapi air tanahnya ber-reaksi alkalis,biasanya mengandung kapur (CaCO3), atau netral. Umumnya membentuklapisan gambut subur yang ber-reaksi netral, yang disebut laagveen ataulowmoor.Lahan rawa merupakan lahan basah, atau wetland, yang menurut definisiRamsar Convention mencakup wilayah marsh, fen, lahan gambut (peatland),atau air, baik terbentuk secara alami atau buatan, dengan air yang tidak bergerak(static) atau mengalir, baik air tawar, payau, maupun air asin, termasuk jugawilayah laut yang kedalaman airnya, pada keadaan surut terendah tidak melebihienam meter (Wibowo dan Suyatno, 1997).

    Lahan rawa sebenarnya merupakan lahan yang menempati posisiperalihan di antara sistem daratan dan sistem perairan (sungai, danau, atau laut),yaitu antara daratan dan laut, atau di daratan sendiri, antara wilayah lahan kering(uplands) dan sungai/danau. Karena menempati posisi peralihan antara sistemperairan dan daratan, maka lahan ini sepanjang tahun, atau dalam waktu yangpanjang dalam setahun (beberapa bulan) tergenang dangkal, selalu jenuh air,atau mempunyai air tanah dangkal. Dalam kondisi alami, sebelum dibuka untuklahan pertanian, lahan rawa ditumbuhi berbagai tumbuhan air, baik sejenisrumputan (reeds, sedges, dan rushes), vegetasi semak maupun kayukayuan/hutan, tanahnya jenuh air atau mempunyai permukaan air tanah dangkal,atau bahkan tergenang dangkal.

    1.2. KLASIFIKASI WILAYAH RAWALahan rawa yang berada di daratan dan menempati posisi peralihan antarasungai atau danau dan tanah darat (uplands), ditemukan di depresi, dancekungan-cekungan di bagian terendah pelembahan sungai, di dataran banjirsungai-sungai besar, dan di wilayah pinggiran danau. Mereka tersebar di dataranrendah, dataran berketinggian sedang, dan dataran tinggi. Lahan rawa yangtersebar di dataran berketinggian sedang dan dataran tinggi, umumnya sempitatau tidak luas, dan terdapat setempat-setempat. Lahan rawa yang terdapat didataran rendah, baik yang menempati dataran banjir sungai maupun yangmenempati wilayah dataran pantai, khususnya di sekitar muara sungai-sungai

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    4/201

    besar dan pulau-pulau deltanya adalah yang dominan.

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa4Pada kedua wilayah terakhir ini, karena posisinya bersambungan denganlaut terbuka, pengaruh pasang surut dari laut sangat dominan. Di bagian muarasungai dekat laut, pengaruh pasang surut sangat dominan, dan ke arah hulu ataudaratan, pengaruhnya semakin berkurang sejalan dengan semakin jauhnya jarakdari laut.Berdasarkan pengaruh air pasang surut, khususnya sewaktu pasang besar(spring tides) di musim hujan, bagian daerah aliran sungai di bagian bawah (downstream area) dapat dibagi menjadi 3 (tiga) zona. Klasifikasi zona-zona wilayahrawa ini telah diuraikan oleh Widjaja-Adhi et al. (1992), dan agak mendetail olehSubagyo (1997). Ketiga zona wilayah rawa tersebut adalah:Zona I : Wilayah rawa pasang surut air asin/payauZona II : Wilayah rawa pasang surut air tawarZona Ill : Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut1.2.1. Zona I: Wilayah rawa pasang surut air asin/payauWilayah rawa pasang surut air asin/payau terdapat di bagian daratan yangbersambungan dengan laut, khususnya di muara sungai besar, dan pulau-pulaudelta di wilayah dekat muara sungai besar. Di bagian pantai ini, dimana pengaruh

    pasang surut air asin/laut masih sangat kuat, sering kali disebut sebagai tidalwetlands, yakni lahan basah yang dipengaruhi langsung oleh pasang surut airlaut/salin.Di bagian pantai yang terbuka ke laut lepas, apabila pesisir pantainyaberpasir halus, dan ombak langsung mencapai garis pantai, oleh pengaruh energiombak dan angin biasanya terbentuk beting pasir pantai (coastal dunes/ridges),yang di belakangnya terdapat semacam danau-danau sempit yang disebutlaguna (lagoons). Wilayah di belakang laguna, merupakan jalur yang ditumbuhihutan bakau atau mangrove (Rhizophora sp., Bruguiera sp.), dan masihdipengaruhi oleh air pasang melalui sungai-sungai kecil (creeks). Di belakanghutan mangrove, terdapat jalur wilayah yang dipengaruhi oleh air payau (brackishwater), dan ditumbuhi vegetasi nipah (Nipa fruticans). Di belakang hutan nipah,

    terdapat landform rawa belakang (backswamp) yang dipengaruhi oleh air tawar(fresh water).

    Subagyo5Gambar 1.1. Pembagian zona lahan rawa di sepanjang daerah aliran sungai(DAS) bagian bawah dan tengahSelanjutnya lebih jauh ke arah daratan, pada landform cekungan/depresi,ditempati oleh hutan rawa dan gambut air tawar (fresh-water swamp and peatforests).Di bagian estuari atau teluk yang terlindung dari hantaman ombaklangsung, atau di bagian pantai yang terlindung gosong pasir (sand spits), padabagian paling depan terdapat dataran lumpur tidak bervegetasi, yang terbenam di

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa6bawah air laut sewaktu air pasang, tetapi terlihat muncul sebagai daratansewaktu air surut. Dataran berlumpur ini disebut tidal flats, atau mudflats. Padabagian daratan yang sedikit lebih tinggi letaknya, yang sebagian atau seluruhnyamasih digenangi air pasang, disebut tidal marsh (rawa pasang surut), atau "saltmarsh (rawa dipengaruhi air garam). Di bagian terluar yang masih dipengaruhioleh pasang surut, biasanya didominasi oleh vegetasi rambai (Sonneratia sp.),

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    5/201

    api-api (Avicennia sp.), dan jeruju (Acanthus licifolius), dan di belakangnya kearah daratan ditumbuhi oleh hutan bakau/mangrove, dengan tumbuhan bawahbuta-buta (Excoecaria agallocha), dan pial (Acrostichum aureum). Jalur bakau inilebarnya beragam dan dapat mencapai 1,5-2 km ke arah darat.Wilayah di belakang hutan mangrove, masih dipengaruhi oleh air pasangmelalui sungai-sungai kecil, namun sudah ada pengaruh air tawar dari hutanrawa pantai lebih ke darat. Bagian yang dipengaruhi oleh air payau ini,didominasi oleh nipah bersama panggang (Araliceae) dan pedada (Sonneratiaacida), membentuk jalur hutan nipah yang lebarnya dapat mencapai 500 m. Dibelakang jalur hutan nipah terdapat landform rawa belakang yang sudahdipengaruhi oleh air tawar. Di rawa delta Pulau Petak, wilayah rawa belakang ini,umumnya didominasi pohon gelam (Melaleuca leucadendron). Lebih jauh ke arahdaratan, pada sub-landform cekungan/ depresi ditempati hutan rawa dan gambutair tawar.Bagian wilayah pasang surut yang dipengaruhi oleh air asin/salin dan airpayau ini, di pantai timur pulau Sumatera seperti di Sumatera Selatan, Jambi, danRiau, umumnya masuk ke dalam daratan Pulau Delta dan sepanjang sungaibesar sejauh dari beberapa ratus meter sampai sekitar 4-6 km ke dalam. Wilayahini, karena pengaruh air laut/salin atau air payau, tanahnya mengandung garamgaram

    yang tinggi, dikatagorikan sebagai tipologi lahan salin, dan tidak sesuaiuntuk lahan pertanian.Berapa jauh zona I wilayah pasang surut air asin/payau masuk ke arahhulu dari muara sungai, tergantung dari bentuk estuari, yaitu bagian muarasungai yang melebar berbentuk V ke arah laut, dimana gerakan air pasang dansurut terjadi. Jika bentuk estuari lebar dan lurus, pengaruh air asin/salin dapatmencapai sekitar 10-20 km dari mulut/muara sungai besar. Namun, apabila relatifsempit dan sungai berkelok, pengaruh air asin/salin hanya mencapai jarak 5-10km dari muara sungai. Sementara dari laut/ sungai ke arah daratan Pulau Delta,

    Subagyo7

    atau ke arah wilayah pinggiran sungai, jarak masuknya air pasang dapatmencapai sekitar 4-5 km.1.2.2. Zona II: Wilayah rawa pasang surut air tawarWilayah pasang surut air tawar adalah wilayah rawa berikutnya ke arahhulu sungai. Wilayahnya masih termasuk daerah aliran sungai bagian bawah,namun posisinya lebih ke dalam ke arah daratan, atau ke arah hulu sungaI. Diwilayah ini energi sungai, berupa gerakan aliran sungai ke arah laut, bertemudengan energi pasang surut yang umumnya terjadi dua kali dalam sehari (semidiurnal). Karena wilayahnya sudah berada di luar pengaruh air asin/salin, yangdominan adalah pengaruh air-tawar (fresh-water) dari sungai sendiri. Walaupunbegitu, energi pasang surut masih cukup dominan, yang ditandai oleh masihadanya gerakan air pasang dan air surut di sungai.Di daerah tropika yang beriklim munson, yang dicirikan oleh adanya musim

    hujan dan musim kemarau, di musim hujan ditandai oleh volume air sungai yangmeningkat, berakibat bertambah besarnya pengaruh air pasang ke daratan kirikanansungai besar, dan bertambah jauh jarak jangkauan air pasang ke arahhulu. Limpahan banjir sungai selama musim hujan yang dibawa air pasang,mengendapkan fraksi debu dan pasir halus ke pinggir sungai. Pengendapanbahan halus yang terjadi secara periodik selama ber-abad-abad akhirnyamembentuk (landform) tanggul sungai alam (natural levee), yang jelas terlihat kearah hulu dan makin tidak jelas terbentuk, karena pengaruh pasang surut, ke

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    6/201

    arah hilir dan di muara sungai besar.Di antara dua sungai besar, ke arah belakang tanggul sungai, tanah secaraberangsur atau secara mendadak menurun ke arah cekungan di bagian tengahyang diisi tanah gambut. Ke bagian tengah, lapisan gambut semakin tebal/dalamdan akhirnya membentuk kubah gambut (peat dome). Bagian yang menuruntanahnya di antara tanggul sungai dan depresi/kubah gambut disebut (sublandform)rawa belakang (backswamp). Di musim kemarau, pada saat volume airsungai relatif tetap atau malahan berkurang, pengaruh air asin/salin dapatmerambat sepanjang sungai sampai jauh ke pedalaman. Pada bulan-bulanterkering, Juli-September, pengaruh air asin/salin di sungai dapat mencapai jaraksejauh 40-90 km dari muara sungai.

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa8Makin jauh ke pedalaman, atau ke arah hulu, gerakan naik turunnya airsungai karena pengaruh pasang surut makin berkurang, dan pada jarak tertentuberhenti. Di sinilah batas zona II, dimana tanda pasang surut yang terlihat padagerakan naik turunnya air tanah juga berhenti. Jarak zona II dari pantai,tergantung dari bentuk dan lebar estuari di mulut/muara sungai dan kelak-keloksungai dapat mencapai sekitar 100-150 km dari pantai. Sebagai contoh, kotaPalembang di tepi S. Musi, pengaruh pasang surut masih terasa, tetapi relatif

    sudah sangat lemah, berjarak sekitar 105 km dari pantai. Di muara Anjir Talarandi dekat kota Marabahan di Sungai Barito, Provinsi Kalimantan Selatan, yangberjarak (garis lurus) sekitar 65 km dari muara, pasang surut relatif masih agakkuat.Pencapaian air pasang di musim hujan dan air asin di musim kemaraupada tiga sungai besar di Sumatera adalah S. Rokan: 48 dan 60 km, S.Inderagiri: 146 dan 86 km, dan S. Musi 108 dan 42 km dari muara sungai. DiKalimantan, S. Kapuas Besar: 150 dan 24 km, S. Kahayan 125 dan 65 km, danS. Barito 158 dan 68 km dari muara sungai. Di Papua, S. Mamberamo: 30 dan 8km, S. Lorenz (pantai selatan, barat Agats) 103 dan 63 km, dan S. Digul (baratMerauke) 272 dan 58 km dari muara sungai (Nedeco/Euroconsult-Biec,1984).1.2.3. Zona III: Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut

    Wilayah rawa lebak terletak lebih jauh lagi ke arah pedalaman, dan dimulaidi wilayah dimana pengaruh pasang surut sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu,rawa lebak sering disebut sebagai rawa pedalaman, atau rawa non-pasang surut.Biasanya sudah termasuk dalam daerah aliran sungai bagian tengah padasungai-sungai besar. Landform rawa lebak bervariasi dan dataran banjir(floodplains) pada sungai-sungai besar yang relatif muda umur geologisnya,sampai dataran banjir bermeander (meandering floodplains), termasuk bekasaliran sungai tua (old river beds), dan wilayah danau oxbow (oxbow lakes) padasungai-sungai besar yang lebih tua perkembangannya. Pengaruh sungai yangsangat dominan adalah berupa banjir besar musiman, yang menggenangidataran banjir di sebelah kiri-kanan sungai besar. Peningkatan debit sungai yangsangat besar selama musim hujan, "verval" sungai atau perbedaan penurunan

    tanah dasar sungai yang rendah, sehingga aliran sungai melambat, ditambahtekanan balik arus air pasang dari muara, mengakibatkan air sungai seakan-akan

    Subagyo9"berhenti" (stagnant), sehingga menimbulkan genangan banjir yang meluas.Tergantung dari letak dan posisi lahan di landscape, genangan dapatberlangsung dari sekitar satu bulan sampai lebih dari enam bulan. Sejalandengan perubahan musim yang ditandai dengan berkurangnya curah hujan,genangan air banjir secara berangsur-angsur akan surut sejalan dengan

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    7/201

    perubahan musim ke musim kemarau berikutnya.1.3. PENYEBARAN DAN LUAS LAHAN RAWA1.3.1. Penyebaran lahan rawaSumberdaya lahan rawa di Indonesia, sebagai salah satu pilihan lahanpertanian di masa depan, secara dominan terdapat di empat pulau besar di luarJawa, yaitu Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua, serta sebagian kecil diPulau Sulawesi. Penyebaran lahan rawa, berikut tanah gambut diilustrasikanpada Gambar 1.2.Di Sumatera, penyebaran lahan rawa secara dominan terdapat di dataranrendah sepanjang pantai timur, terutama di Provinsi Riau, Sumatera Selatan, danJambi, serta dijumpai lebih sempit di Provinsi Sumatera Utara dan Lampung. Dipantai barat, lahan rawa menempati dataran pantai sempit, terutama di ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam (sekitar Meulaboh dan Tapaktuan), Sumatera Barat(Rawa Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan), dan Bengkulu (selatan kotaBengkulu).Di Kalimantan, penyebaran lahan rawa yang dominan terdapat di dataranrendah sepanjang pantai barat, termasuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat;pantai selatan, dalam wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, dan sedikit diKalimantan Selatan; serta pantai timur dan timur laut, dalam wilayah ProvinsiKalimantan Timur. Penyebaran rawa lebak yang cukup luas, terdapat di daerahhulu Sungai Kapuas Besar, sebelah barat Putussibau, Kalimantan Barat, serta disekitar Danau Semayang dan Melintang, sekitar Kotabangun, di Daerah AliranSungai (DAS) bagian tengah Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa10Gambar 1.2. Peta penyebaran lahan rawa dan lahan gambut di Indonesia

    Subagyo11Di Papua, penyebaran lahan rawa yang terluas terdapat di dataran rendahsepanjang pantai selatan, termasuk wilayah Kabupaten Fakfak, dan pantaitenggara dalam wilayah Kabupaten Merauke. Kemudian di daerah KepalaBurung, di sekeliling Teluk Berau-Bintuni, dalam wilayah Kabupaten Manokwaridan Sorong.Selanjutnya di sepanjang dataran pantai utara, memanjang dari sekitarNabire (Kabupaten Paniai) sampai Sarmi (Kabupaten Jayawijaya). Penyebaran

    lahan rawa lebak yang cukup luas terdapat di lembah Sungai Mamberamo, yangterletak hampir di bagian tengah pulau.Di Sulawesi, penyebaran lahan rawa relatif tidak luas, dan terdapatsetempat-setempat di dataran pantai yang sempit. Lahn rawa yang relatif agakluas ditemukan di pantai barat-daya kota Palu, dalam wilayah KabupatenMamuju, kemudian di sekitar Teluk Bone, sepanjang pantai timur-Iaut Palopo,dan sedikit di pantai selatan Kabupaten Toli-toli di sekitar Teluk Tomini.1.3.2. Luas lahan rawaBelum seluruh wilayah lahan rawa di Indonesia diteliti cukup intensif. Dariketiga pulau besar, Sumatera, Kalimantan, dan Papua, hanya lahan rawa pasangsurut di pantai timur Sumatera (Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung)telah banyak diteliti dan dipetakan tanahnya antara tahun 1969-1980 dalamrangka pelaksanaan P4S (Proyek Pengembangan Persawahan Pasang Surut),

    Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (sekarang, DepartemenKimpraswil). Seluruh wilayah Pulau Sumatera, termasuk wilayah lahan rawanya,kemudian dipetakan tanahnya pada tingkat tinjau oleh proyek LREP-I (LandResource Evaluation and Planning Project) Pusat Penelitian Tanah (sekarangBalai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian), antara tahun 1986-1990.Di Kalimantan, lahan rawa di Provinsi Kalimantan Barat, KalimantanTengah, dan Kalimantan Selatan banyak memperoleh perhatian selamapelaksanaan P4S. Di Kalimantan Barat, khususnya di wilayah pulau-pulau deltadi antara S. Kapuas Kecil, Punggur Besar, dan Ambawang, di sebelah selatankota Pontianak, seperti Rasau Jaya, Pinang luar, dan Air Putih. Di Kalimantan

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    8/201

    Tengah di wilayah pulau delta pada aliran bawah Sungai Kahayan, antara S.Kahayan dan Kapuas, seperti Pangkoh, Tamban luar, dan Berengbengkel. Di

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa12Kalimantan Selatan, sebagian besar penelitian dikonsentrasikan di wilayah DeltaPulau Petak, seperti di Barambai, Jelapat, dan Belawang. Selanjutnya penelitianwilayah lahan rawa terakhir, dilakukan antara tahun 1996-1998, yaitu padawilayah rawa antara S. Sebangau-Kahayan-Kapuas-Kapuasmurung yang ditelitidalam rangka pelaksanaan proyek PLG (Pengembangan Lahan Gambut SatuJuta Hektar) di wilayah tersebut.Di Papua, baru wilayah di sekitar Merauke, yakni daerah S. Digul-Kabupaten Merauke, dan daerah S. Digul-Pantai Kasuari, seluas 3,7 juta hasudah dipetakan pada tingkat tinjau oleh Pusat Penelitian Tanah untukpengembangan wilayah di tempat tersebut (Puslittan, 1985, 1986). Wilayah rawalainnya, seperti di sekitar Teluk Berau-Bintuni, dan di pantai utara pulau antaraNabire dan Sarmi belum pernah diteliti tanahnya. Tim penelitiNedeco/Euroconsult-Biec yang melakukan Nationwide study of coastal and nearcoastal swamp land in Sumatra, Kalimantan, and Irian Jaya pada tahun 1982-1984, diperkirakan pernah meneliti sebagian lahan rawa, khususnya di pantaiselatan Pulau Papua ini. Selama pelaksanaan P4S antara tahun 1969-1984,lahan rawa di Papua belum sempat tertangani oleh pemerintah pusat.Oleh karena tidak lengkapnya data dan informasi lahan rawa, maka data

    luas lahan rawa di Indonesia belum dapat ditentukan secara lebih pasti danakurat. Luas lahan rawa masih bersifat perkiraan, dan estimasi yang dilakukanoleh beberapa peneliti atau instansi lain, menunjukkan luas lahan rawa yangbervariasi, seperti terlihat pada Tabel 1.1.Data luas lahan rawa pertama kali dikemukakan oleh Mulyadi (1977), yaitusekitar 39,42 juta ha, sudah termasuk lahan rawa lebak. Data ini kemudiandigunakan oleh Direktorat Rawa, Departemen Pekerjaan Umum (DirektoratRawa, 1992; Sugeng, 1992) untuk perencanaan pengembangan lahan rawa.Sementara itu, Nedeco/Euroconsult-Biec (1984) bekerja sama dengan DirektoratSumberdaya Air, Departemen Pekerjaan Umum melaksanakan studi nasionallahan pantai di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya (Papua), tidak termasukpulau Sulawesi, memperoleh luas lahan rawa di ketiga pulau tersebut sebesar23,5 juta ha. Hasil penelitian ini, diuraikan agak mendetail, disajikan pada

    Lampiran 1.1. Berdasarkan peta-peta laporan akhir studi tersebut,Nedeco/Euroconsult-Biec tampaknya tidak memasukkan penyebaran lahan rawalebak.

    Subagyo13Tabel 1.1. Estimasi luas lahan rawa di IndonesiaLahan rawaSumber data Pulau TanahgambutTanahmineral Rawa lebak Total ha ...

    Polak, 1952 Indonesia 16.349.865Mulyadi, 1977 SumateraKalimantanPapuaSulawesi13.211.00012.764.00012.980.500469.000Total 39.424.500

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    9/201

    Nedeco/Euroconsult-Biec, 1984SumateraKalimantanPapuaSulawesi4.200.1503.156.0001.906.500tad4.742.7903.872.3505.872.000tad8.942.9407.028.3507.778.500-Total 9.262.650 14.487.140 23.749.790Subagyo et al., 1990 SumateraKalimantanPapuaSulawesiMaluku

    6.407.7505.352.5003.129.750--6.804.5115.645.3239.866.0001.115.814775.50013.212.26110.997.82312.995.7501.115.814

    775.500Total 14.890.000 24.207.148 39.097.148Nugroho et al., 1991 SumateraKalimantanPapuaSulawesi4.798.0004.674.8001.284.250145.5001.806.0003.452.1002.932.690

    1.039.4502.786.0003.580.5006.305.770608.5009.390.00011.707.40010.522.7101.793.450Total 10.902.550 9.230.240 13.280.770 33.413.560

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    10/201

    Puslittanak, 2000 SumateraKalimantanPapuaSulawesiMaluku6.590.3454.447.5232.011.780127.74424.8855.862.8065.259.9738.293.2511.212.677478.97512.453.1519.707.49610.305.0311.340.421503.860Total 13.302.276 21.107.682 34.309.958Catatan:- Data Polak (1952) hanya menyebutkan total luas tanah gambut di Indonesia.- Data Mulyadi (1977) hanya menyebutkan luas lahan rawa di setiap pulau.

    - Data Nedeco/Euroconsult-Biec (1984), tidak memperhitungkan luas rawa lebak. Pulau Sulawesitidak termasuk diteliti; tad = tidak ada data.- Data Subagyo et al. (1990) diolah kembali; luas lahan basah (wetsoils) yang ada dikurangi luaslahan sawah (BPS, 2000). Data Subagyo et al. (1990) dan Puslittanak (2000), sudah termasuklahan rawa lebak.

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa14Selanjutnya, Subagyo et al. (1990) dalam Studi ''wetsoils" di Indonesia,memperoleh luas lahan basah, termasuk lahan sawah di empat pulau besar plus

    Maluku sebesar 43.124.250 ha. Apabila dikurangi luas lahan sawah di limapulau/kepulauan tersebut, seluas 4.027.102 ha (data BPS, 2000), maka diperolehluas lahan rawa seluas 39.097.148 ha.Studi yang lebih mendetail dilakukan Nugroho et al. (1991) untukmenentukan areal potensial lahan pasang surut, rawa, dan pantai di Indonesia.Dengan menggunakan peta dasar "Tactical Ploatage Chart" (TPC) berskala1:500.000 yang berjumlah 49 lembar, dan berbagai sumber informasi, utamanyadari Nedeco/Euroconsult-Biec (1984), peta-peta satuan lahan dan tanah P.Sumatera dan LREP-I 1990, peta-peta sistem lahan dan RePPProT 1991, danberbagai peta tanah dari dokumentasi Puslittanah dan Agroklimat, diperoleh luaslahan rawa 33.413.560 ha. Hasil penelitiannya, yang dilakukan berdasarkantipologi lahan diuraikan agak mendetail dan disajikan pada Lampiran 1.2.Berdasarkan studi ini, luas lahan rawa seluruhnya adalah 33,41 juta ha,

    yang terbagi ke dalam lahan rawa lebak seluas 13,28 juta ha, dan lahan rawapasang surut 20,13 juta ha. Lahan pasang surut sendiri tersusun dari lima tipologilahan, yaitu lahan/tanah gambut sekitar 10,90 juta ha, lahan potensial 2,07 jutaha, lahan sulfat masam potensial 4,34 juta ha, sulfat masam aktual 2,37 juta ha,dan lahan salin sekitar 0,44 juta ha. Berdasarkan data pada Lampiran 1.2, terasasulit untuk menentukan secara pasti berapa luas sebenarnya masing-masing

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    11/201

    tipologi lahan, karena adanya bermacam-macam asosiasi antar berbagai tipologilahan.Data dari studi Nugroho et al. (1991) yang relatif komprehensif ini,kemudian dijadikan semacam "angka resmi" luas lahan rawa di Indonesia, dandigunakan oleh berbagai instansi dan proyek, seperti oleh DepartemenKimpraswil (Ditjen Pengairan-Dep. PU, 1998), Balai Penelitian Tanaman PanganLahan Rawa (Balittra) Banjarbaru-Kalimantan Selatan (Alihamsyah, 2001), danbeberapa proyek pengembangan lahan rawa Badan Litbang PertanianDepartemen Pertanian, seperti proyek SWAMPS-II 1985-1994, ISOP (Integrated

    Subagyo15Swamp Development Project) 1994-2000, dan Proyek PSLPSS (PengembanganSistem Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan) 1997-2000.Sementara itu, berdasarkan sebaran jenis tanah dari Atlas SumberdayaTanah Eksplorasi Indonesia, skala 1:1.000.000 (Puslittanak, 2000), luas lahanrawa sudah termasuk lahan rawa lebak, dapat dihitung, dan diperoleh luas 34,31juta ha, terdiri atas lahan/tanah gambut 13,20 juta ha, dan tanah mineral basah21,11 juta ha. Rincian luas lahan rawa berdasarkan jenis tanah, disajikan padaLampiran 1.3.Berdasarkan keempat penelitian terakhir (Tabel 1.1) agak sulit menentukanberapa angka yang dipilih untuk luas lahan rawa di Indonesia. StudiNedeco/Euroconsult-Biec (1984) menunjukkan luas lahan rawa tidak termasuklahan lebak, di tiga pulau besar (Sumatera, Kalimantan, dan Papua) sebesar

    23,75 juta ha. Seandainya data dari Nugroho et al. (1991) untuk lahan rawa di P.Sulawesi (1,79 juta ha), dan rawa lebak di tiga pulau besar (12,67 juta ha)ditambahkan, maka luas lahan rawa seluruhnya akan mencapai 38,22 juta ha.Sementara itu, data luas lahan gambut juga berbeda, estimasi terendah berkisarantara 9,26-10,90 juta, dan yang lebih tinggi antara 13,20-14,89 juta ha.Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan data pada Tabel 1.1, adalahbahwa luas lahan rawa di Indonesia sekitar 33,41-39,10 juta ha, dengan Iuasrawa pasang surut sekitar 20,13-25,82 juta ha, dan lahan rawa lebak sekitar13,28 juta ha. Luas lahan/tanah gambut berdasarkan estimasi rendah antara9,26-14,89 juta ha, dan estimasi lebih tinggi sekitar 13,20-14,89 juta ha. Luastotal lahan gambut yang pada awalnya (sebelum reklamasi tahun 1970-an)sekitar 16,35 juta ha, namun setelah reklamasi ekstensif selama Pelita I-III (19

    69-1984) yang diikuti oleh pembukaan oleh masyarakat setempat/pemukim spontanpada tahun-tahun sesudahnya, luasnya dewasa ini telah menyusut menjadisekitar 13-14 juta ha (Subagyo, 2002). Penyebaran lahan rawa diurutkan dariyang terluas, terdapat di Sumatera, Papua, dan Kalimantan, serta Sulawesi.

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa16PENUTUPDari ketiga zona wilayah rawa, ditinjau dari kegunaannya untuk pertanian,yang paling potensial sebenarnya lahan rawa lebak, kemudian lahan rawapasang surut air tawar, dan terakhir lahan rawa pasang surut air asin/payau.Dalam pembicaraan sehari-hari yang menyangkut potensi lahan rawa untuk

    pertanian, sering kali kata rawa, air tawar, dan air asin/payau dihilangkan,sehingga hanya dikenal, lahan lebak, lahan pasang surut, dan lahan salin. Lahanrawa secara keseluruhan masih tetap disebut lahan rawa, atau swampland, dantermasuk dalam kelompok lahan basah, atau wetlands.Ditinjau dari keluasannya, lahan pasang surut adalah paling dominan,diikuti oleh lahan lebak, kemudian lahan pasang surut air asin/payau yang karenakandungan garamnya relatif tinggi, atau salinitasnya tinggi, disebut lahan salin.Lahan salin ini, karena kendala kandungan garam yang tinggi dengan reaksi

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    12/201

    tanah netral sampai agak alkalis (pH 7,0-8,4), tidak cocok untuk budidayatanaman pertanian, sehingga umumnya tidak di reklamasi atau dibuka untukpersawahan dan pemukiman. Pilihan penggunaan yang lebih sesuai adalahuntuk budidaya tambak, atau tetap dipertahankan keberadaannya sebagaiwilayah konservasi alam, untuk tujuan pengamanan sumberdaya hayati danplasma nutfah, ekologi, dan lingkungan hidup.Sementara itu, yang paling luas di reklamasi selama pembukaan wilayahpasang surut secara besar-besaran, sekitar 1970-1984, adalah lahan pasangsurut di Pulau Sumatera (Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat,dan Lampung), dan Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, danKalimantan Selatan), serta sedikit di Provinsi Kalimantan Timur, dan SulawesiSelatan. Lahan pasang surut di Pulau Papua (Irian Jaya), karena begitu besarnyavolume pekerjaan reklamasi di Sumatera dan Kalimantan, belum sempattertangani oleh pemerintah, walaupun 2-3 survei pendahuluan telah dilakukanpada lahan rawa di wilayah pantai bagian selatan pulau. Sampai awal tahun1998, menurut data Dirjen Pengairan Departemen PU (sekarang Kimpraswil),reklamasi lahan rawa seluruhnya mencapai 5,39 juta ha. Khusus untuk lahanpasang surut telah direklamasi 3,84 juta ha, yang terdiri atas 0,94 juta ha olehpemerintah dan 2,90 juta ha oleh swadaya masyarakat.

    Subagyo17Lahan pasang surut yang dianggap memiliki potensi dan prospek yang

    besar untuk dijadikan pilihan strategis guna pengembangan areal produksipertanian ke depan, untuk mendukung dan mengamankan ketahahan pangannasional, inventarisasi biofisiknya termasuk masalah berapa luas masing-masinglahan pasang surut, lahan lebak, dan lahan salin yang lebih akurat, perlu lebihmendapatkan perhatian di masa-masa mendatang. Luas total lahan rawa saat ini,yang diestimasi antara 33-39 juta ha, masih bersifat perkiraan yang belum tentubenar. Secara khusus, lahan rawa di Kawasan Timur Indonesia, terutama diPulau Papua (Irian Jaya) yang data dan informasinya masih sangat terbatas,perlu lebih banyak dieksplorasi dan diteliti luas dan potensi alaminya, baikpotensinya sebagai sumberdaya pertanian maupun sebagai sumberdaya hayatiuntuk tujuan konservasi, ekologi, dan lingkungan hidup.DAFTAR PUSTAKAAlihamsyah, T. 2001. Propek pengembangan dan pemanfaatan lahan pasang

    surut dalam perspektif eksplorasi sumber pertumbuhan pertanian masadepan. h. 1-18. Dalam 1. A. Riza, T. Alihamsyah, dan M. Sarwani(penyunting). Pengelolaan Air dan Tanah di Lahan Pasang Surut.Monograf ISSN 1410-637 X. Balai Penelitian Tanaman Pangan LahanRawa.BPS (Badan Pusat Statistik). 2000. Statistik Indonesia 2000.Direktorat Rawa. 1992. Prasarana fisik bagi pengembangan lahan pasang surut:Jaringan reklamasi rawa dan bangunan penunjang, sertaoperasionalisasinya. h. 63-80. Dalam Sutjipto Ph., dan M. Syam(penyunting). Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan PertanianLahan Rawa pasang Surut dan Lebak. Cisarua, 3-4 Maret 1992.Ditjen Pengairan PU (Pekerjaan Umum). 1998. Pengembangan Daerah Rawa.Direktorat Jenderal Pengairan, Dep. PU. Februari 1998; 93 hal.

    Monkhouse, F.J., and J. Small. 1978. A Dictionary of the Natural Environment. AHalsted Press Book. John Wiley & Sons, New York.Mulyadi, D. 1977. Sumberdaya Tanah Kering. Penyebaran dan potensinya untukkemungkinan budidaya pertanian. Kongres Agronomi I, Jakarta, 27-29Oktober 1977.

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa18Nedeco/Euroconsult-Biec. 1984. Final Report. Nationwide Study of Coastal andNear Coastal Swamp land in Sumatra, Kalimantan, and Irian Jaya. Volume

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    13/201

    3 Maps. August 1984. Governm. of the Republic of Indonesia. Ministry ofPublic Works. Direct. Gen. of Water Resources Development.Nugroho, K., Alkasuma, Paidi, W. Wahdini, Abdulrachman, H. Suhardjo, dan IP.G. Widjaja-Adhi. 1991. Laporan Akhir. Penentuan areal potensial lahanpasang surut, rawa, dan pantai. Skala 1:500.000. Laporan Teknik No.1/PSRP/1991. Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan, Puslittanah danAgroklimat.Polak, B. 1952. Veen en Veenontginning in Indonesia. Overdruk van het M.I.A.INr. 5 en 6.Sept.- Dec. 1952.Puslittanak (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat). 2000. Atlas SumberdayaTanah Eksplorasi Indonesia. Skala 1:1.000.000. Badan Litbang Pertanian,Dep. Pertanian.Puslittan (Pusat Penelitian Tanah). 1985. Survei dan Pemetaan Tanah TingkatTinjau Daerah Sungai Digul, Kabupaten Merauke. Dep. Transmigrasi/Sekr.Jendral dan Dep. Pertanian/Badan Litbang Pertanian, 222 hal.Puslittan (Pusat Penelitian Tanah). 1986. Survei dan Pemetaan Tanah TingkatTinjau Daerah Merauke (Sungai Digul-Pantai Kasuari). Dep.Transmigrasi/Sekr. Jendral dan Dep. Pertanian/Badan Litbang Pertanian,235 hal.SSSA (Soil Science Society of America). 1984. Glossary of Soil Science Terms.SSSA, Madison, Wisconsin, USA. August 1984.Subagyo, H. 1997. Potensi pengembangan dan tata ruang lahan rawa untukpertanian. h. 17-55. Dalam A.S. Karama et al. (penyunting). ProsidingSimposium Nasional dan Kongres VI PERAGI. Makalah Utama. Jakarta,

    25-27 Juni 1996.Subagyo, H. 2002. Penyebaran dan potensi tanah gambut di Indonesia untukpengembangan pertanian. h. 197-227. Dalam CCFPI (Climate Change,Forests and Peatlands in Indonesia). 2003. Sebaran Gambut di Indonesia.Seri Prosiding 02. Wetlands International-Indonesia Programme danWildlife Habitat Canada. Bogor.Subagyo, H., M. Sudjadi, E. Suryatna, and J. Dai. 1990. Wet soils of Indonesia.p.248-259. In Kimble, J.M. 1992 (ed.). Proc. Eighth Int. Soil Correl. Meeting(VIII ISCOM): Characterization, Classification, and Utilization of Wet Soils.

    Subagyo19

    Lousiana and Texas. October 6-21, 1990. USDA, SCS, National SoilSurvey Center, Lincoln, NE.Sugeng, S. 1992. Pengembangan dan pemanfaatan rawa di Indonesia. h. 43-63.Dalam Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Potensi Lahan Rawauntuk Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan. Fak. Pertanian,Univ. Sriwijaya, Palembang, 23-24 Oktober 1991.Wibowo, P., and N. Suyatno. 1997. An Overview of Indonesia Wetland Sites-Included in Wetland Database. Wetlands International-IndonesiaProgramme, PHPA, Bogor.Widjaja-Adhi, I P.G., K. Nugroho, Didi Ardi S., dan A.S. Karama. 1992.Sumberdaya lahan rawa: Potensi, keterbatasan, dan pemanfaatan. h. 19-38. Dalam Sutjipto P. dan M. Syam (penyunting). Risalah PertemuanNasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak.

    Cisarua, 3-4 Maret 1992.

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa20Lampiran 1.1. Area of coastal and near coastal swamp of IndonesiaLandform and island Not suitable Suitable Total ha Deep peatsSumatra 3.972.375 3.972.375Kalimantan 3.156.000 3.156.000

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    14/201

    Papua 1.542.500 1.542.500Subtotal 8.670.875 0 8.670.875Complexes of deep peats with floodplainPapua 364.000 364.000Sumatra 227.775 227.775Subtotal 591.775 0 591.775Tidal flatsPapua 1.515.000 1.515.000Sumatra 531.325 531.325Kalimantan 995.200 995.200Subtotal 3.041.525 0 3.041.525Meander beltsKalimantan 34.800 34.800Lowland, poorly drained, tidalPapua 1.570.000 1.570.000Kalimantan 1.232.675 1.232.675Sumatra 1.380.140 1.380.140Subtotal 4.182.815 4.182.815Lowland, poorly drained, braided riverPapua 360.375 191.625 552.000Lowland, poorly drained, floodplainKalimantan 280.000 74.375 354.375Sumatra 728.125 130.000 858.125Papua 474.950 98.750 573.700

    Subtotal 1.483.075 303.125 1.786.200Lowland, poorly drained, low terracesKalimantan 66.100 66.100Papua 979.875 979.875Subtotal 1.045.975 1.045.975MiscellaneousPapua 138.750 258.250 397.000Sumatra 168.525 168.525Subtotal 307.275 258.250 565.525Occupied landsKalimantan 1.189.200 1.189.200Sumatra 2.089.100 2.089.100Subtotal 3.278.300 0 3.278.300

    TOTAL 17.768.000 5.981.790 23.749.790Sumber : Nedeco/Euroconsult-Biec. 1984.

    Subagyo21Lampiran 1.2. Luas lahan rawa di IndonesiaPembagian lahan rawa dengan tipologi lahan Simbol Luas Luas. ha .Lahan rawa lebak 13.280.770Lebak dangkal R1 4.167.530Lebak tengahan R2 3.444.550Asosiasi Lebak tengahan, dengan Gambutdangkaldan Gambut-sedang

    R2/G1 2.630.530Lebak dalam R3 677.550Asosiasi Lebak dalam, dengan Gambut-dangkaldan Gambut-sedangR3/G1 2.360.610Subtotal 13.280.770Lahan rawa pasang surut 20.132.790Gambut-dangkal dan Gambut-sedang G1 4.261.900Asosiasi Gambut-dangkal dan Gambut-sedang,dengan Lahan agak salin

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    15/201

    G1/S1 103.000Gambut-dalam G2 3.720.650Asosiasi Gambut-dalam dan Gambut-sangatdalamG2/G3 2.817.000Subtotal 10.902.550Lahan potensial P 30.130Asosiasi Lahan potensial dengan Lahan agaksalinP/S1 1.205.430Asosiasi Lahan potensial dengan Lahan salin P/S2 832.400Subtotal 2.067.960Sulfat masam potensial SM1 1.132.750Asosiasi Sulfat masam potensial, denganGambut-dangkal dan Gambut-sedangSM1/G1 66.000Asosiasi Sulfat masam potensial, dengan Lahanagak salinSM1/S1 1.017.430Asosiasi Sulfat masam potensial, dengan LahansalinSM1/S2 2.127.800Subtotal 4.343.980Asosiasi Sulfat masam aktual, dengan Lahan salin SM2/S2 2.374.000

    Lahan agak salin S1 304.000Lahan salin S2 140.300Subtotal 444.300Total lahan rawa 33.413.560Sumber : Nugroho et al. (1991)

    Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa22Lampiran 1.3. Jenis tanah dan luas lahan rawa di IndonesiaSPT Takson tanah (SoilSurvey Staff, 1999) Bahan induk Sub-landform TanahmineralTanah

    gambut. ha .2 Haplohemists Organik Kubah gambut - 6.474.932Haplosaprists3 Haplohemists Organik Dataran gambut - 5.384.017Sulfihemists4 Endoaquents Aluvium danOrganikDataran pasangsurut1.508.075 1.005.384Haplohemists5 Hydraquents Aluvium Dataran pasang

    surut3.064.938 -Sulfaquents6 Endoaquepts Aluvium Dataran pasangsurut1.380.634 -Endoaquents7 Endoaquepts Aluvium Dataran pasangsurut285.310 -

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    16/201

    Halaquepts8 Udipsamments Aluvium Pesisir pantai 454.179 -Endoaquents14 Endoaquepts Aluvium Delta atau dataranestuarin2.225.819 -Sulfaquents15 Endoaquepts Aluvium Rawa belakang 669.668 -Sulfaquents16 Endoaquepts Aluvium danorganikBasin aluvial(lakustrin)506.916 337.944Haplohemists17 Endoaquepts Aluvium Basin aluvial(lakustrin)83.019 -Endoaquents18 Endoaquepts Aluvium Basin aluvial(lakustrin)24.102 -Dystrudepts20 Endoaquepts Aluvium Jalur aliran sungai 4.606.942 -

    Dystrudepts25 Sulfaquepts Aluvium Dataran aluvial 400.239 -Sulfaquents27 Endoaquepts Aluvium Dataran aluvial 5.486.743 -Dystrudepts26 Endoaquepts Aluvium Dataran aluvial 411.098EndoaquentsTotal : 21.107.682 13.202.276Total lahan rawa : 34.309.958Sumber : Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia, skala 1:1.000.000 (Puslittanak, 2000)

    23

    IILAHAN RAWA PASANG SURUTSubagyo H.

    Lahan Rawa Pasang Surut242.1. TANAH LAHAN RAWA PASANG SURUTDalam keadaan alamiah, tanah-tanah pada lahan rawa pasang surutmerupakan tanah yang jenuh air atau tergenang dangkal, sepanjang tahun ataudalam waktu yang lama, beberapa bulan, dalam setahun. Dalam klasifikasiTaksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1999), tanah rawa termasuk tanah basah,atau "wetsoils", yang dicirikan oleh kondisi aquik, yakni saat ini mengalamipenjenuhan air dan reduksi secara terus-menerus atau periodik. Proses

    pembentukan tanah yang dominan adalah pembentukan horison tanah tereduksiberwarna kelabu-kebiruan, disebut proses gleisasi, dan pembentukan lapisangambut di permukaan. Bentuk wilayah, atau topografi lahan rawa pasang surutadalah sangat rata (flat) sejauh mata memandang, dengan ketinggian tempatrelatif kecil, yaitu sekitar 0-0,5 m dpl di pinggir laut sampai sekitar 5 m dpldiwilayah lebih ke pedalaman.Secara umum, ada dua jenis tanah yang terbentuk, yaitu tanah gambut(peat soils), dan tanah non-gambut, atau tanah mineral basah (wet mineral soils).

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    17/201

    Tanah mineral yang terdapat di wilayah rawa, seluruhnya merupakan endapanbahan halus, berupa debu halus dan lumpur yang diendapkan air pasangditambah dengan bahan aluvium yang dibawa ke muara oleh air sungai. Olehkarena itu, tanah yang terbentuk semuanya merupakan tanah aluvial basah, yangdi permukaannya terdapat lapisan gambut tipis (

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    18/201

    berpasir. Di belakangnya terdapat danau-danau kecil dan sempit yang disebutlaguna (lagoons), biasanya ditempati tanah-tanah basah bertekstur liat. Lebih kedalam ke arah daratan, dijumpai rawa pasang surut bergaram (tidal salt marsh)yang sebagian masih selalu digenangi pasang dan ditumbuhi hutan bakau/mangove. Sebagian lagi, di wilayah belakangnya terdapat bagian lahan yangkadang masih dipengaruhi air pasang melalui sungai-sungai kecil (creeks),namun juga sudah ada pengaruh air tawar (fresh-water) yang kuat dari wilayahhutan rawa dan gambut air tawar yang menempati depresi/cekungan lebih kedarat. Bagian lahan yang dipengaruhi air payau ini ditumbuhi banyak spesies,tetapi yang terutama adalah nipah (Nipa fruticans), panggang (Sonneratia acida),dan pedada (Araliceae).Tanah di zona I, seluruhnya terbentuk dari endapan marin, yaitu terbentukdalam lingkungan laut/marin, yang secara khas dicirikan oleh kandungan mineralbesi-sulfida berukuran sangat halus, beberapa mikron (0,001 mm), yang disebutpirit. Ditinjau dari sifat kematangan tanah (soil ripeness), tanah pada zona Iumumnya bervariasi dari masih mentah (unripe) sampai setengah matang (halfripe). Profil tanah umumnya menunjukkan tanah bagian atas (upper layers)teroksidasi setebal 25-50 cm, setengah matang sampai hampir matang (nearlyripe), tekstur liat berdebu, dan berwarna kelabu sampai coklat kekelabuan tua.

    Subagyo27

    Lapisan tanah bawah (subsoil) tereduksi, mentah sampai setengah matang,tekstur liat berdebu, dan umumnya berwarna kelabu gelap-sangat gelapterkadang hitam, atau kelabu kehijauan.Pada bagian "dataran bergaram" yang ditumbuhi bakau/mangrove, karenapengaruh air laut pasang, tanahnya bersifat salin, mempunyai reaksi alkalis (pH>7,5), mengandung garam/salinitas tinggi, dan merupakan wilayah tipologi lahansalin. Pada bagian yang dipengaruhi air payau, tanah umumnya bereaksimendekati netral (pH 6,5-7,5) karena pengaruh air tawar dengan kandungangaram lebih rendah, dan merupakan wilayah tipologi lahan agak-salin. Padawilayah rawa belakang yang dipengaruhi air tawar, tanah bereaksi semakinmasam, dan terbentuk lapisan gambut di permukaan, yang bersifat lebihmemasamkan tanah.Wilayah zona I, khususnya di bagian sub-landform "dataran bergaram",

    atau "salt-marsh", baik yang dipengaruhi air asin/salin maupun air payau, akibatsalinitas atau kandungan garam yang masih tinggi, tanah umumnya tidak sesuaiuntuk pertanian. Oleh karenanya, tanah tersebut tidak direklamasi, baik olehpenduduk maupun oleh pemerintah.2.1.2. Zona II: Wilayah rawa pasang surut air tawarSeperti telah diuraikan sebelumnya, lokasi zona II masih terdapat padawilayah daerah aliran bagian bawah, tetapi lebih ke arah hulu, dimana pengaruhlangsung air laut/salin sudah tidak ada lagi, tetapi energi pasang surut masihterasa berupa naik dan turunnya air (tawar) sungai mengikuti siklus gerakan airpasang surut. Wilayahnya dapat mencakup seluruh pulau-pulau delta kecil,seperti Delta Upang dan Delta Telang, atau sebagian besar wilayah pulau besar,seperti Delta Berbak dan Delta Pulau Petak. Secara keseluruhan, wilayah ini

    umumnya dimasukkan sebagai landform fluvio-marin, karena terbentuk darigabungan pengaruh sungai (fluvio) dan pengaruh marin.Satuan-satuan sub-landform yang terdapat di zona II dapat dilihat lebihjelas pada wilayah yang terletak di antara dua sungai besar. Penampangskematis sub-landform di antara dua sungai besar pada zona II diilustrasikanpada Gambar 2.2.

    Lahan Rawa Pasang Surut28Gambar 2.2. Penampang skematis sub-landform di antara dua sungai besar

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    19/201

    pada zona II lahan rawa pasang surut air tawarOleh karena pengaruh sungai masih kuat, di sepanjang pinggir sungaiterbentuk tanggul sungai alam (natural levee) yang sempit dan lebarnyabervariasi, makin ke arah hilir relatif sempit dan tidak begitu nyata terlihat dilapangan. Tetapi ke arah hulu, kenampakannya di potret udara lebih jelas,terutama karena perbedaan vegetasi yang tumbuh. Lebarnya yang tercatatadalah sekitar 0,2-1 km, dan setempat-setempat sampai sekitar 2 km. Tanggulsungai dapat terbentuk sebagai akibat pengendapan muatan sedimen sungaiyang terjadi selama berabad-abad, setiap kali sungai meluap ke daratan selamamusim hujan. Bahan endapan berupa debu halus dan lumpur, akan mengendappertama-tama di pinggir sungai, sementara bahan yang lebih halus berupa liat,akan diendapkan pada wilayah di belakang tanggul. Tanah yang terbentuk dibagian tanggul sungai alam, merupakan endapan sungai (fluviatile) yangtebalnya beragam, dari sekitar 0,5 m sampai lebih dari 1,5 m, menutupi endapandasar yang merupakan endapan marin. Oleh karena terbentuk dari bahan relatifagak kasar, debu kasar dan halus serta lumpur, tanah tanggul sungai (leveesoils) umumnya bertekstur sedang, dengan kandungan fraksi debu relatif tinggi,seperti lempung, lempung berdebu, lempung liat berdebu, dan liat berdebu.Pada wilayah di belakang tanggul sungai, permukaan tanah umumnyaberangsur menurun ke arah cekungan/depresi besar di hampir bagian tengahwilayah di antara dua sungai besar. Wilayah di antara tanggul sungai dancekungan/depresi besar di bagian tengah, disebut sub-landform dataran rawabelakang (backswamp). Dari pengamatan lapangan di areal hutan gambut di

    antara S. Sebangau-Kahayan-Kapuasmurung-Barito di Kalimantan Tengah,peralihan dari tanggul sungai ke arah cekungan/depresi, menunjukkan penurunan

    Subagyo29tanah dasar mineral tidak selalu terjadi secara berangsur, tetapi dapat jugamenurun secara mendadak dalam jarak yang relatif pendek, dan menjadi bagiandari cekungan/depresi besar. Ini berarti dataran rawa belakangnya sangat sempit,atau tidak ada.Depresi besar di sekitar bagian tengah wilayah di antara dua sungai besarditempati tanah gambut. Posisi depresi di berbagai wilayah pulau delta tidakselalu persis di bagian tengah, tetapi seringkali menyamping mengikuti bentuk

    pulau delta. Batasan tanah gambut yang sederhana adalah memiliki kandunganbahan organik lebih dari 65% (berdasarkan berat) dengan ketebalan gambutlebih dari 0,5 m. Definisi tanah gambut yang disebut Histosols dalam TaksonomiTanah (Soil Survey Staff, 1999), lebih rumit, yaitu (i) harus tersusun dari bahantanah organik, (ii) jenuh air selama 1 bulan atau lebih setiap tahun, dan (iii)ketebalannya minimal 0,4 atau 0,6 m tergantung dari tingkat dekomposisi bahangambut dan bobot-jenisnya.Tanah gambut yang menempati cekungan/depresi besar mempunyaiketebalan yang bervariasi. Di bagian pinggir ditempati gambut dangkal denganketebalan 0,5-1 m, dan gambut sedang dengan ketebalan 1-2 m, dan seringkalimengandung sisipan-sisipan lapisan tanah mineral. Keduanya biasanyamerupakan gambut topogen yang relatif subur (eutrofik). Semakin ke bagian

    tengah depresi, lapisan gambut semakin tebal dan kesuburan bahan gambutnyacenderung makin menurun. Tanah gambut dalam (2-3 m) dan gambut sangatdalam(>3 m) yang terbentuk disebut gambut ombrogen, dengan tingkatkesuburan sedang (mesotrofik) sampai rendah (oligotrofik). Oleh karenaperbedaan pertumbuhan vegetasi hutan di bagian pinggir dan bagian tengahcekungan, permukaan tanah gambut semakin meninggi di bagian tengah danmembentuk semacam kubah dari tanah gambut, yang disebut kubah gambut(peat dome). Ketinggian relatif di bagian tengah kubah, dapat mencapai sekitar 3-5 m. Bentuk kubah gambut umumnya lonjong atau hampir bujur telur, dan

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    20/201

    ukurannya cukup besar. Sebagai contoh dua kubah gambut di Delta Pulau Petakyang diteliti Lembaga Penelitian Tanah tahun 1972, masing-masing berukuransekitar 4-9 km lebar dan 8-15 km panjang; serta 8-12 km lebar, dan 15-24 kmpanjang (SRI, 1973). Dua buah kubah gambut di areal Proyek PengembanganLahan Gambut Satu Juta Hektar (PLG) yang disurvei Pusat Penelitian Tanah danAgroklimat tahun 1996, masing-masing mempunyai dimensi Iebar dan panjangsekitar 17-22 km, dan 23-45 km (Subagyo, 2002).

    Lahan Rawa Pasang Surut30Pada awal pembukaan lahan rawa pasang surut di Sumatera danKalimantan, yang survei tanahnya dilakukan secara intensif antara tahun 1969dan 1984, banyak ditemukan wilayah kubah gambut di berbagai tempat, baik diSumatera maupun di Kalimantan. Di Sumatera, kubah gambut ditemukan didaerah rawa Sumatera Selatan, seperti di Sugihan Kiri, Delta Upang, DeltaTelang, Pulau Rimau, dan Karang Agung Ulu (Wiradinata dan Hardjosusastro,1979), serta di Delta Reteh antara S. Reteh dan S. Inderagiri di Provinsi Riau.DiKalimantan Barat, terdapat beberapa kubah gambut besar di Delta S. Kapuas, diantara S. Kapuas Kecil, Punggur Besar, Ambawang, dan Kubu-Terentang, padawilayah rawa pasang surut sebelah selatan kota Pontianak, di bagian muara S.Kapuas (LPT, 1969). Di Provinsi Kalimantan Tengah, wilayah kubah gambutditemukan sangat luas di wilayah delta antara S. Mentaya, Katingan, Sebangau,Kahayan, Kapuas, dan Barito (Jaya, 2002).

    Dewasa ini, yakni sekitar 35 tahun kemudian, sebagian dari wilayah kubahgambut tersebut, terutama yang telah berhasil dijadikan areal pemukimantransmigrasi, telah lenyap dijadikan lahan pertanian. Yang tersisa umumnyatinggal berupa wilayah lahan gambut sempit yang ditempati gambut dangkal atautanah bergambut. Sebagai contoh, wilayah dimana kubah gambut telah lenyapatau tinggal sedikit sekali, di antaranya terdapat di Delta Upang, Delta Telang,Sugihan Kiri, dan Pulau Rimau di Sumatera Selatan, serta Delta Pulau Petak diKalimantan Selatan.Bagian yang terluas dari zona II adalah wilayah dataran rawa belakang,yakni wilayah bertopografi datar yang menempati posisi di antara tanggul sungaidan cekungan/depresi di bagian tengah antara dua sungai besar. Di berbagaipulau delta, baik di Sumatera maupun Kalimantan, wilayah rawa belakang ini

    merupakan wilayah yang menjadi tujuan reklamasi rawa oleh P4S-PU (1969-1984), dan dewasa ini merupakan persawahan pasang surut yang utama di lahanrawa. Menurut BPS (2001) luas lahan sawah yang aktif ditanami padi adalah591.877 ha, terutama tersebar di delapan provinsi, yang bila diurutkan dari yangterluas sampai tersempit adalah Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan,Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Riau, Lampung, dan SumateraUtara.Sebagaimana pada zona I, endapan dasar yang membentuk tanah rawa diwilayah rawa belakang adalah endapan marin, oleh karena itu sering disebutsebagai tanah aluvial marin. Ciri yang unik dari tanah aluvial marin adalah adanya

    Subagyo31senyawa besi-sulfida (FeS2) yang disebut pirit. Kandungan pirit di tanah rawapasang surut umumnya rendah, yakni hanya sekitar 0-5%, namun walaupunkadarnya rendah, temyata di kemudian hari menjadi permasalahan utama yangberat, atau sangat sulit diatasi, apabila tanah rawa dibuka untuk pertanian.Masalahnya dimulai pada saat rawa direklamasi, yaitu dengan penggaliansaluran-saluran drainase besar, seperti saluran primer, sekunder, dan tersier,dengan tujuan untuk mengeringkan wilayah agar tanah rawa yang semula basahatau tergenang menjadi tanah yang relatif lebih kering yang siap digunakan

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    21/201

    sebagai lahan pertanian.Akibat adanya saluran-saluran drainase tersebut, permukaan air tanahmenjadi turun, dan tanah bagian atas menjadi kering dan terbuka. Akibat adanyaoksigen di udara, maka tanah bagian atas ini mengalami oksidasi, sementaratanah bagian bawah masih tetap berada di lingkungan air tanah, yaitu tetapdalam kondisi tereduksi. Pirit yang terbentuk dalam suasana reduksi dalamendapan laut di dekat pantai dengan kandungan bahan organik tinggi, berasaldari vegetasi pantai seperti api-api dan bakau/mangrove. Dalam kondisi reduksi,pirit bersifat stabil sesuai dengan suasana lingkungan pembentukannya. Akibatpenurunan air tanah, pirit yang berada di tanah bagian atas ikut terbuka(exposed) di lingkungan yang aerob, dan mengalami oksidasi, menghasilkanasam sulfat dan senyawa besi bebas bervalensi 3 (Fe-III). Hasil akhirnyamerupakan tanah ber-reaksi masam ekstrim (pH 4,0), tekstur umumnya liat berdebu, danwarnanya kelabu tua sampai coklat kekelabuan. Lapisan bawah tereduksi, hampirmentah (practically unripe) sampai mentah, reaksi tanah masam-agak masam(pH >4,0), tekstur liat berdebu sampai liat, dan warnanya kelabu tua sampaikelabu gelap.Tanah sulfat masam aktual, karena memiliki reaksi masam ekstrim, danbanyak kandungan ion-ion yang bersifat racun/toksik, sehingga tidak sesuaiuntuk tanaman pertanian. Tanaman padi yang ditanam di tanah ini tidakmenghasilkan gabah yang berarti. Lahan ini banyak ditinggalkan petanitransmigran, sehingga menjadi lahan bongkor dan ditutupi semak-semak lebat.Vegetasi alami yang mampu tumbuh adalah yang toleran terhadap kemasamantinggi, terdapat di Delta pulau Petak biasanya berupa purun (Lepironiamucronata), atau purun tikus (Fimbristylis sp.), dan gelam (Melaleuca

    leucadendron).2.2. GENESIS TANAH RAWASeperti telah diuraikan sebelumnya, lahan rawa pasang surut berada dibagian muara sungai-sungai besar, berupa pulau-pulau delta berukuran relatifkecil yang terpisah dari daratan, atau sebagai pulau-pulau delta besar yangmenyambung ke daratan, dan diapit oleh dua sungai besar. Sebagai contoh yangpertama adalah Delta (pulau) Upang, Delta Telang, dan Pulau Rimau pada muaraS. Musi-Banyuasin di Sumatera Selatan. Contoh yang kedua adalah Delta Berbakpada S. Batanghari di Jambi, Delta Reteh antara S. Reteh dan Inderagiri di Riau,

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    22/201

    dan Delta Pulau Petak antara S. Kapuasmurung dan Barito di KalimantanSelatan.Dengan mempertimbangkan posisi lahan rawa tersebut, dapat dimengertibahwa lahan rawa pasang surut terbentuk karena proses akreasi (accreation),yaitu proses pelebaran daratan baru ke arah laut yang terjadi secara alami,

    Subagyo33karena pengendapan bahan-bahan sedimen yang dibawa sungai (sedimen load)di wilayah bagian muara sungai besar. Di bagian muara sungai, pada saat airsungai yang bereaksi sekitar netral (pH 5-6), bertemu dengan air laut yangbereaksi sekitar alkalis (pH 7-9), maka muatan sedimen sungai yang berupabahan halus, liat sampai debu halus, akan "menjojot" yakni membentukgumpalan-gumpalan kecil yang mengendap di dasar laut. Pengendapan yangintensif terjadi selama musim hujan dan terus-menerus berlangsung selamaberabad-abad, lambat laun membentuk "dataran lumpur", atau "mudflats" yangmuncul sebagai daratan tanpa vegetasi sewaktu air surut, dan tenggelam dibawah air sewaktu air pasang. Sejalan dengan waktu, tumbuhan yang toleran airasin, khususnya api-api (Avicennia sp.) dan bakau/mangrove (Rhizophora sp.,Bruguiera sp.) akan tumbuh di lumpur, yang menjebak lebih banyak sedimen,sehingga dataran lumpur terbangun secara vertikal semakin tinggi, dan akhirnyamenjadi dataran rawa pasang surut, tidal marsh, atau salt marsh, yangditumbuhi oleh hutan bakau/mangrove.Mencermati bentuk-bentuk pantai di Indonesia dimana lokasi rawa pasang

    surut berada, dapat disimpulkan bahwa pantai-pantai Indonesia bukan termasukshorelines of submergence (Strahler, 1973), yaitu bentuk-bentuk pantai yangterbentuk karena permukaan air laut naik, atau kerak bumi menurun. Juga tidaktermasuk shorelines of submergence, yaitu bentuk-bentuk pantai yang terjadikarena permukaan air laut menurun, atau kerak bumi meninggi. Tetapi termasukdalam neutral submergence, yaitu apabila pantai terbentuk sebagai akibatpenambahan bahan-bahan baru ke dalam laut. Kata netral di sini diartikan, tidakada perubahan relatif pada posisi permukaan air laut atau posisi kerak bumi.Bentuk-bentuk pantai Indonesia, karena berbentuk delta-delta, dapat dimasukkansebagai delta shorelines.Dari sekian banyak wilayah rawa di pulau-pulau delta di Indonesia,tampaknya yang paling intensif diteliti dari aspek kIasifikasi tanah, proses fisika

    dan kimia, pengelolaan air dan kesuburan tanah, serta aspek lingkungan darireklamasi tanah sulfat masam adalah Delta Pulau Petak. Riset dilakukan oleh timgabungan antara peneliti-peneliti dari Land and Water Research Group(LAWOO) dan dari Badan Litbang Pertanian (AARD), berlangsung dari Oktober1987 sampai sekitar Maret 1991. Genesis, atau proses pembentukan Delta PulauPetak dilaporkan oleh Jansen et al. (1990) dan Prasetyo et al. (1990).Sampai sekitar 5.500 tahun yang lalu, seluruh wilayah Delta Pulau Petaksekarang ini masih merupakan wilayah teluk yang berpantai dangkal. Dari 5.500

    Lahan Rawa Pasang Surut34tahun sebelum masehi (SM), kenaikan permukaan air laut secara berangsur(eustatik) berkurang atau berhenti, dan perluasan secara lateral dari pantai asl

    imulai teljadi. Perluasan lateral karena proses akreasi yang membentuk DeltaPulau Petak berlangsung melalui 3 fase sedimentasi, yaitu fase sedimentasi I,dari 5.500 sampai 4.000-3.500 tahun SM, fase sedimentasi II, dari 4.000-3.500tahun SM sampai 1.000-700 tahun SM, dan fase sedimentasi III dari 1.000-700tahun SM. Pada fase I, bahan sedimen dipasok dari S. Barito dan Kapuas; padafase II sumber bahan sedimen berasal dari S. Barito dan S. Pulau Petak; danfase III sumber sedimen adalah S. Kapuasmurung dan Barito, dan membentukgaris pantai yang ada sekarang ini.Genesis tanah gambut di wilayah rawa pantai Indonesia diperkirakan

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    23/201

    dimulai sekitar 5.000-4.000 tahun yang lalu (Subagyo, 2002), dan diperkirakanhampir bersamaan waktunya dengan dimulainya proses akreasi yang membentukwilayah pulau-pulau delta di rawa pasang surut yang ada sekarang ini. Mengikutiinformasi geologi, diketahui bahwa berdasarkan radiometric dating periodezaman es Pleistosin (Pleistocene glaciation) yang terakhir, yaitu zaman es(glacial) Wisconsin (di Amerika Utara) yang setara dengan zaman es Wurm (diEropa) berakhir sekitar 18.000/15.000-10.000 tahun yang lalu (Strahler, 1973).Dengan melelehnya lapisan es/ gletser zaman es Wisconsin dan Wurm tersebut,permukaan air laut di seluruh dunia secara berangsur (eustatic) naik.Diperkirakan kenaikan permukaan laut di seluruh dunia terjadi selama akhirzaman Pleistosin sampai awal Holosin (Holocene), sekitar 100-135 m (Davis etal., 1976; Holmes, 1978). Di perairan laut Indonesia, kenaikan permukaan air lautdiperkirakan !ebih dari 100 m (Andriesse, 1997), atau sekitar 120 m (Neuzil,1997).Stabilisasi permukaan laut di wilayah pantai di sebagian besar AsiaTenggara tercapai sekitar 6.000-5.000 tahun yang lalu (Diemont dan Pons,1991), atau 6.000-4.000 tahun yang lalu (Neuzil, 1997), sementara Brinkman danPons (1968) menyebutkan sekitar 5.500 tahun yang lalu. Dengan adanyapermukaan laut yang sudah relatif stabil waktu itu, proses pelebaran/perluasanpantai secara lateral akibat sedimentasi bahan-bahan halus yang dibawa sungai,yakni proses akreasi pantai, diperkirakan mulai terjadi, diikuti denganpembentukan tanah gambut. Berbagai data pengukuran C-14 dating contohcontohtanah gambut di Sumatera dan Kalimantan untuk memperkirakan umur

    pembentukan gambut, memperkuat estimasi mulainya proses akreasi di wilayahpantai di Indonesia. Sebagai contoh: di pantai timur P. Sumatera, gambut di

    Subagyo35sekitar S. Batanghari di Jambi menunjukkan umur 4.300 tahun SM (Cameron etal., 1987), gambut di Bengkalis, dan S. Siak Kanan di Riau, masing-masingberumur 5.730-4.740 dan 5.220-3.620 tahun SM (Neuzil, 1997). Di pantai P.Kalimantan, gambut di Teluk Keramat, Kalimantan Barat, menunjukkan umur4.040-2.570 tahun SM (Neuzil, 1997), di dekat S. Mahakam, Kalimantan Timur,4.400-3.850 tahun SM (Diemont dan Pons, 1991). Contoh gambut dari S. Lassadan Baram di Serawak, Malaysia, menunjukkan umur masing-masing 6.500-5.000 dan 4.000 tahun SM (Neuzil, 1997).

    2.3. PIRIT DALAM TANAH RAWASeperti telah diuraikan sebelumnya, di dalam lumpur dan endapan marintereduksi, serta lapisan tanah bawah tereduksi pada tanah sulfat masampotensial dan sulfat masam aktual pada lahan rawa pasang surut air salin/payau(Zona I) dan air tawar (Zona II), terdapat pirit.Pirit adalah mineral berkristal oktahedral, termasuk sistem kubus, darisenyawa besi-sulfida (FeS2) yang terbentuk di dalam endapan marin kaya bahanorganik, dalam lingkungan air laut/payau yang mengandung senyawa sulfat (SO4)larut. Dengan menggunakan teknik SEM (Scanning Electron Microscope)diketahui bahwa partikel-partikel pirit berada dalam bentuk kristal, yang individuindividukristal tunggalnya sangat halus, terbanyak berukuran

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    24/201

    lonjong (elliptical), atau membulat (spherical) yang padat, yang disebutframboid, sehingga ukurannya sedikit lebih besar, yakni berkisar dari 1-14mikron, dengan rata-rata enam mikron. Beberapa agregat pirit framboidberukuran sampai 100 mikron. Kristal-kristal pirit berbentuk oktahedral danframboidal dapat dilihat pada Gambar 2.3.

    Lahan Rawa Pasang Surut36Gambar 2.3. Kristal-kristal pirit diobservasi dengan mikroskop elektron scanning(SEM), (a) memperlihatkan kristal besar berbentuk oktahedral danframboidal; (b) memperlihatkan framboidal besar yang tersusundari kristal-kristal tunggal oktahedral berukuran kecil (Michaelsendan Phi, 1998)ab

    Subagyo37Dalam lapisan tanah yang mengandung pirit, partikel pirit tergabungdengan jaringan sisa-sisa akar mangrove, atau tersebar dalam matriks tanah. Dilapangan, lapisan tanah yang mengandung pirit berwarna lebih gelap/hitam (hue10YR, 2,5Y, 5Y, N, dan 5GY; kroma 1), sering bercampur dengan sisa-sisa daunatau akar tumbuhan bakau atau nipah, dan kadang berbau busuk (H2S).

    Secara umum kandungan pirit yang terdapat dalam tanah sulfat masampotensial relatif tidak tinggi, maksimum 6-7 persen (berdasarkan berat), dankandungan yang paling umum bervariasi dari 1-4 persen (Van Bremen, 1973).Pada tanah sulfat masam potensial di Vietnam, kandungan pirit sampai sedalam90 cm, berkisar dari 0,2 sampai 5,5-6% (berdasarkan berat). Lapisan bagian atassampai 50 cm, kandungan piritnya bervariasi 0-3,5%, dan meningkat ke lapisanlebih bawah (Michaelsen dan Phi, 1998). Walaupun kandungan pirit yangterdapat dalam tanah marin, khususnya sulfat masam potensial relatif kecil,namun ternyata kemudian merupakan permasalahan atau kendala berat dalampemanfaatan lahan rawa untuk pertanian.Penyebaran kandungan pirit dan pH-H2O lapangan di dalam profil tanahrawa di Delta Pulau Petak, yang diambil dari lokasi dekat laut (Tabunganen)sampai Iokasi yang jauh dari laut (Talaran), dan beberapa contoh profil dari

    Vietnam disajikan pada Tabel 2.1.Jarak dekat atau jauhnya Iokasi profil dari laut, tampaknya tidakberpengaruh pada kandungan pirit setiap lapisan di dalam profil tanah.Kandungan pirit pada profil tanah di Tabunganen, yang terdekat dengan laut,tidak lebih tinggi dari kandungan pirit pada profil tanah dari Talaran, yang terletakpaling jauh dari laut. Sementara kandungan pirit pada profil tanah di Belawang,yang terletak cukup jauh dari laut, ternyata justru menunjukkan kandungan pirityang paling tinggi. Sedangkan kandungan pirit pada profil tanah di Sakalagun,hanya berseberangan dengan lokasi Belawang, paling rendah.

    Lahan Rawa Pasang Surut38

    Tabel 2.1. Kandungan pirit dan pH-H2O lapang pada tanah rawa di Delta PulauPetak, Indonesia dan di VietnamProfil Kedalaman pH-(H2O)lapang Pirit Profil Kedalaman pH-(H2O)lapang Piritcm %FeS2 cm %FeS2IndonesiaTAB 4/I4/II4/III

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    25/201

    4/IV4/V4/VI4/VII113352851251551805,05,45,35,14,95,35,80,240,241,074,712,522,11

    VietnamRMB -1-2-3-415305090-1,102,404,90

    LUP 1/I1/II1/III1/IV1/V1/VI1/VII51532517095

    1356,16,56,26,46,16,35,60,250,22

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    26/201

    0,070,110,500,202,76RA -1-2-3-415305090-1,202,706,00JEL 1/I1/II1/III1/V1/VI515

    30671155,25,45,55,95,80,140,150,140,151,35

    RM -1-2-3-415305090-0,700,903,10SPT 2/II

    2/III2/IV2/V52038563,53,63,9

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    27/201

    4,90,160,151,296,96R -1-2-3-415305090-0,402,403,30SAK 2/I2/II2/III2/IV2/V2/VI2/VII

    7254262901201454,54,84,84,95,04,8

    5,80,050,070,060,070,070,070,45F2X47-A-B21-B22-B23-BC

    -C2257851151502303,73,13,0

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    28/201

    3,22,82,91,450,140,820,80BEL 6/II6/III6/IV6/V6/VI6/VII2050801001201403,13,04,04,34,4

    4,50,243,925,764,333,300,30A2X5-B21-B22-BC-C2568

    862953,43,33,02,60,090,090,250,96TAL 3/II3/III3/IV

    3/V3/VI3/VII3/VII103254698398

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    29/201

    1153,33,23,43,33,53,63,70,100,150,120,154,323,906,11TL1 -B23-1BC-C1891111783,42,7

    2,80,080,611,12Sumber: Konsten dan Sarwani (1990) (data diproses); Konsten et al. (1986); Michaelsen and Phi(1998).TAB = Tabunganen; LUP = Lupakluar; JEL = Jelapat; SPT = Serapat; SAK = Sakalagun; BEL =Belawang; TAL = Talaran. Dari Tabunganen ke Talaran, lokasinya makin jauh dari laut.

    Subagyo

    39Perhitungan data kandungan pirit dari 22 profil tanah rawa yang terdiri atas100 contoh dari Pulau Petak, Indonesia, dan 17 profil yang terdiri atas 59 contohdari Vietnam, menunjukkan variasi data rata-rata kandungan pirit dan simpanganbaku (standard deviation) seperti disajikan pada Tabel 2.2. Kandungan pirit tanahrawa, sebagaimana diwakili dari data tanah rawa di Delta Pulau Petak, denganmenggunakan skala kandungan pirit menurut Pons (1970) yaitu rendah (few):4,50%, menunjukkan bahwa kandungan pirit pada lapisantanah atas (0-50 cm) beragam dari 0,05-4,24%.Tabel 2.2. Kandungan pirit pada tanah rawa di Indonesia dan Vietnam

    Kandungan pirit Tanah sulfat masam Variasi Rata-rata Simpangan baku.. % ..Delta Pulau Petak, Indonesia- Tanah bagian atas teroksidasi (0-50 cm) 0,05-4,24 0,52 (rendah) 0,94- Lapisan bawah (50-100 cm) 0,07-6,96 1,89 (sedang) 2,60- Tanah bawah tereduksi (100-150 cm) 0,30-6,11 2,61 (tinggi) 1,89- Lapisan tanah tereduksi (150-200 cm) 2,11-6,00 3,54 (tinggi) 2,14Vietnam- Tanah bagian atas teroksidasi (0-50 cm) 0,00-3,50 0,87 (rendah) 1,13- Lapisan bawah (50-100 cm) 0,09-6,00 2,45 (tinggi) 2,27

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    30/201

    - Tanah bawah tereduksi (100-150 cm) 0,10-1,24 0,60 (rendah) 0,43- Lapisan tanah tereduksi (150-200 cm) 0,14-1,12 0,71 (rendah) 0,37Kesimpulan yang dapat ditarik dari observasi data pada Tabel 2.2 tersebutadalah bahwa kandungan pirit pada tanah rawa bagian atas yang teroksidasi diIndonesia, umumnya rendah. Kandungan pirit dalam tanah cenderung meningkatke lapisan bawah, yaitu termasuk sedang. Lebih ke bawah pada lapisan bawahtereduksi, pada kedalaman lebih dari 1 m tergolong tinggi.Lain halnya dengan kandungan pirit tanah rawa Vietnam, sampaikedalaman sekitar 1 m sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tanah rawa dariDelta Pulau Petak. Kandungan pirit rata-rata pada tanah bagian atas, sama-samarendah, tetapi kandungan pirit di bagian tanah bawah tereduksi sedalam 1-2 m,menjadi rendah kembali. Bahan sedimen yang diendapkan di tanah rawaVietnam mungkin berbeda dengan bahan sedimen yang membentuk tanah rawadi Delta Pulau Petak.

    Lahan Rawa Pasang Surut40Dengan menggunakan simulasi model untuk tanah sulfat masam (SMASS:Simulation Model for Acid Sulphate Soils) yang divalidasi dengan kondisilapangan tanah sulfat masam potensial di Barambai I dan II, Delta Pulau Petak,dari kurva prediksi hubungan antara kedalaman dan kandungan pirit yang dibuatvan Wijk et al. (1992) dapat diprediksi bahwa pada kondisi pengelolaan air normalyang dilakukan saat ini, dalam 5 tahun ke depan, pirit pada kedalaman 40 cm

    menurun dari kondisi awal sekitar 3,9% menjadi sekitar 2,3%, atau terjadipenurunan kandungan pirit rata-rata sekitar 0,32% per tahun. Dengan perbaikanpengelolaan air, berupa pencucian tambahan pada akhir musim hujan denganmenggunakan air berkualitas lebih baik dari saluran tersier, dapat diprediksiterjadi penurunan kandungan pirit dari sekitar 3,9% menjadi 2%, atau rata-ratasekitar 0,38% per tahun. Namun, kurva prediksi tersebut tidak menunjukkanperubahan kandungan pirit pada kedalaman tanah lebih dalam, antara 50-100cm. Kandungan pirit praktis tidak berubah, dan tetap tinggi antara 4,2-6,5%, baiksesudah 5 maupun 10 tahun, walaupun telah dilakukan perlakuan perbaikanpengelolaan air.2.3.1. Pembentukan dan oksidasi piritProses pembentukan pirit telah disarikan oleh Langenhoff (1986)

    berdasarkan makalah Pons et al. (1982) dan publikasi Dent (1986), metaluibeberapa tahap:.. Reduksi sulfat (SO4) menjadi sulfida (S) oleh bakteri pereduksi sulfat dalamlingkungan anaerobik;.. Oksidasi parsial sulfida menjadi polisulfida (misalnya Fe3S4: Greigite; Fe4S5:Pyrrhotite), atau unsur S; diikuti pembentuksan FeS, dari sulfida terlarut, besioksida (FeOOH, Fe2O3), atau mineral silikat mengandung unsur Fe;.. Pembentukan FeS2 dari penggabungan FeS dengan unsur S, atau presipitasilangsung dari besi (Fe-II) terlarut dengan ion-ion polisulfida.Reaksi keseluruhan pembentukan pirit, dari besi-oksida (Fe2O3) sebagaisumber Fe, digambarkan sebagai berikut:

    Fe2O3 + 4SO42- + 8CH2O + O2 . 2FeS2 + 8HCO3- + 4H2Osulfat bahan organik PIRIT karbonat

    Subagyo41Bahan baku pembentukan pirit dengan demikian adalah besi-oksida, ionsulfat, bahan organik (ditulis sebagai CH2O), kondisi reduksi, dan bakteripereduksi sulfat. Kondisi seperti ini terdapat pada lumpur atau bahan endapan

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    31/201

    dalam lingkungan air asin/payau, yang kaya bahan organik berasal dari vegetasiapi-api dan bakau/mangrove. Da!am suasana jenuh air atau anaerobik, olehadanya ion mono-karbonat (HCO3-), pH tanah endapan adalah netral sampaiagak alkalis, sehingga kondisi pirit stabil dan tidak berbahaya.Namun apabila lahan rawa pasang surut direklamasi, yaitu dengandibuatnya jaringan tata air makro berupa saluran-saluran primer, sekundersampai tersier, lahan mengalami pengeringan/pengatusan, air tanah menjaditurun, maka lingkungan pirit menjadi terbuka (exposed) di udara. Dalam suasanaaerobik, pirit menjadi tidak stabil karena bereaksi dengan oksigen udara. Reaksioksidasi pirit dengan oksigen berjalan lambat, dan dipercepat oleh adanya bakteriThiobacillus ferrooxidans. Seluruh reaksinya digambarkan sebagai berikut:FeS2 + 15/4O2 + 7/2 H2O . Fe(OH)3 + 2SO42- + 4H+PIRIT oksigen besi-III (koloidal) asam sulfatHasil reaksi adalah dihasilkannya besi-III koloidal, dan asam sulfat yangterlarut menjadi ion sulfat dan melimpahnya ion H+, yang mengakibatkan pHtanah turun drastis dari awalnya netral-agak alkalis (pH 5,5-6,5) menjadi masamekstrim (pH 1,3 sampai 400-500 mV)pada lingkungan masam (pH 2-4).2.3.2. Kondisi tanah sesudah oksidasi piritBerbagai pengamatan di berbagai daerah transmigrasi yang menyertaipembukaan lahan rawa pasang surut di Kalimantan Tengah (Pangkoh, AnjirBasarang), Kalimantan Selatan (Delta Pulau Petak, Barambai), Sumatera Selatan

    (Sugihan Kanan), Jambi (Pamusiran), dan Riau, menunjukkan bahwa padatahun-tahun awal pembukaan, banyak wilayah persawahan transmigrasi yangdibangun oleh proyek P4S, dilaporkan penduduk transmigran sebagaipersawahan yang produktif, dengan rata-rata produksi padi mencapai 2,5-3 tonGKP/ha.Namun dengan berjalannya waktu, sesuai dengan selesainya saluransaluranprimer, sekunder dan tersier, banyak areal sawah mulai menurunproduksinya, dan sesudah beberapa tahun hasilnya sangat rendah. Khususnyasesudah rehabilitasi saluran, dimana saluran-saluran diperdalam dan dibersihkan,

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    32/201

    tanpa diikuti pembuatan pintu-pintu pengatur tingginya permukaan air, degradasilahan sawah semakin akut. Banyak areal sawah, yang sesudah 5 tahun berturutturutdigarap tidak pernah menghasilkan padi sama sekali, dan mulai banyakyang ditinggalkan petani. Selanjutnya lahan ditutupi vegetasi liar, seperti purun,purun tikus, paku-pakuan, semak-semak gelam, atau semak dari vegetasi lainyang toleran terhadap kondisi tanah masam ekstrim. Lahan sawah yang telahmengalami degradasi menjadi bongkor/mati, dan tidak pernah digarap lagi danditinggalkan, sehingga menjadi lahan tidur yang ditutupi semak belukar.Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa pada tahun awal pembukaan,lahan sawah aslinya merupakan tanah sulfat masam potensial dengan lapisantanah yang mengandung pirit atau bahan sulfidik relatif dangkal (

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    33/201

    hara makro (K, Ca, Mg), dan mikro (Mn, Zn, Cu, dan Mo) pada berbagai tanahsulfat masam di daerah tropika.2.3.3. Pengaruh penggenanganMemasuki musim hujan yang berlangsung dari sekitar Oktober/Novembersampai dengan Maret/April, air tanah berangsur naik ke permukaan, dantergantung kondisi tata air makro dan mikro, seringkali dapat menggenangi tanah.Tanah kembali menjadi jenuh air, atau bahkan tergenang. Kondisi tanah dalamlapisan perakaran sesudah penggenangan di musim hujan adalah sebagaiberikut:.. Dalam kondisi tergenang, redoks potensial tanah menjadi lebih tinggi, dan pHtanah meningkat kembali, yang mengakibatkan konsentrasi ion H dan AI dalamlarutan tanah menurun, atau kurang bersifat toksik, tetapi masalah-masalahbaru muncul... Kandungan ion sulfat (SO42-) dalam larutan tanah meningkat kembali. Inidiakibatkan oleh hidrolisis AI-sulfat hidrat:AIOHSO4 + 2H2O7 . AI(OH)3 + 2H+ + SO42-Atau, desorpsi sulfat yang diadsorpsi kompleks pertukaran liat tanahTanah-SO4 + 2H2O . Tanah-(OH)2 + 2H+ + SO42-.. Dalam kondisi tergenang, oksigen yang berada dalam tanah dalam waktu relatifsingkat segera digunakan oleh bakteria aerobik, sehingga konsentrasinya

    mendekati nol, oleh karena diffusi oksigen udara pada tanah jenuh air sangatlambat. Dalam lingkungan reduksi, tanpa oksigen, bakteri anaerobik akanmemanfaatkan semua senyawa-senyawa teroksidasi sebagai sumberoksigennya... Tahap pertama yang mengalami reduksi adalah nitrat (NO3-), sehingga semuanitrat akan direduksi menjadi ion amonium (NH4+). Setelah semua nitrat lenyap,

    Subagyo45sebarang oksida-mangan (MnO2) yang ada akan direduksi menjadi ion Mn2+.Dalam 1-3 minggu penggenangan, hampir seluruh Mn dapat tukar, direduksi

    menjadi Mn2+ (Konsten et al., 1990). Sesudah semua MnO2 habis, reduksisebarang Fe-III (ferri-oksida) mulai terjadi, yang menghasilkan Fe-II (ferro) yangmelimpah, dan peningkatan pH oleh karena dihasilkannya senyawahidrokarbonat dalam larutan tanah.Fe(OH)3 + CH2O + 2H+ . Fe2+ + CO2 + 1 H2O.. Peningkatan pH larutan tanah bersifat menstabilkan reduksi Fe-III, sehinggadihasilkan ion Fe-II dalam konsentrasi tinggi yang bersifat toksik terhadaptanaman. Selain itu, jumlah ion Fe-II yang melimpah mendesak ke luar basabasadapat tukar Ca dan Mg dari kompleks adsorpsi tanah, sehinggajumlahnya meningkat dalam larutan tanah. Kedua unsur hara ini dengan mudahterbawa keluar dari lingkungan akar oleh air yang mengalir... Sesudah semua ferri-oksida tereduksi, reduksi sulfat mulai terjadi, yang

    berakibat menurunkan konsentrasi ion sulfat dan ion H+ (karena digunakanuntuk membentuk bikarbonat), dan disertai dengan peningkatan pH tanah.SO42- + 2CH2O . H2S + 2HCO3-.. Proses reduksi sulfat terjadi pada potensial redoks antara -0,12V dan -0,19V,serta hanya terjadi di atas pH 5,0, tetapi juga pada reaksi lebih masam, pH 2,8-3,4 (Konsten et al., 1990). Sulfida yang terbentuk segera bereaksi dengan Fe-II

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    34/201

    yang tersedia dalam larutan tanah, dan membentuk senyawa ferro-sulfida.Adanya reduksi sulfat pada lapisan tanah ditandai oleh karatan FeS yangberwarna hitam, dan terkadang oleh bau (busuk) H2S. Senyawa H2S yangdihasilkan dari reduksi sulfat bersifat sangat toksik terhadap pertumbuhantanaman... Secara ringkas, akibat penggenangan selama musim hujan, terjadi peningkatanpH tanah, dan penurunan konsentrasi AI. Namun, kemungkinan dapat terjadikeracunan ion Fe-ll, dan Mn karena konsentrasinya yang sangat tinggi dalamlarutan tanah. Kemungkinan juga terjadi keracunan H2S, dan pencucian unsurbasa Ca dan Mg yang berakibat menurunkan kesuburan alami tanah rawa.Demikian seriusnya permasalahan budidaya tanaman yang timbul akibatoksidasi pirit, apabila senyawa-senyawa yang bersifat racun, yakni ion H+, Al3+,

    Lahan Rawa Pasang Surut46SO42-, dan Fe-III, serta Fe2+, Mn2+, dan H2S tersebut tidak dapat terbuang darilingkungan perakaran, maka pertumbuhan tanaman yang normal sulit sekalidiharapkan. Lambat atau cepat, tanah akan mengalami degradasi danmenunjukkan gejala bongkor, atau mati suri. Teknik pengelolaan tanah yangsesuai, dan pengelolaan air yang tepat, yang mampu membuang atau melakukanpencucian unsur-unsur beracun secara efektif, baik dengan air pasangberkualitas baik, dan atau dengan air hujan, merupakan salah satu kunci utamakeberhasilan pertanian di lahan rawa. Selain itu, penggunaan bahan amelioran

    seperti kapur pertanian (kaptan), dolomit, batuan fosfat (rock phosphate), abusisa pembakaran tumbuhan, abu dapur, dan abu volkan merupakan tindakanyang sangat diperlukan untuk memperbaiki lingkungan perakaran,mempertahankan kesuburan tanah, dan meningkatkan produktivitas tanah rawa.2.4. TANAH RAWA DALAM TAKSONOMI TANAHTanah rawa merupakan tanah yang terdapat pada lahan basah, atauwetland, dan terdiri atas tanah-tanah basah, atau wetsoils. Secara umumtanah rawa terdiri atas dua kelompok tanah, yaitu tanah mineral dan tanahgambut. Dalam kondisi asli alami, tanah rawa merupakan tanah yang selalu jenuhair atau tergenang, sepanjang tahun atau dalam waktu yang lama, beberapabulan, dalam setahun.Sistem klasifikasi Taksonomi Tanah, atau Soil Taxonomy (Soil SurveyStaff, 1975; 1999; 2003) adalah sistem klasifikasi tanah morfometrik, yaitu

    berdasarkan sifat-sifat morfologi tanah yang dapat diobservasi dan diukur.Klasifikasi suatu tanah ditetapkan berdasarkan adanya horison penciri/diagnostikdan karakteristik-karakteristik tanah penciri, yang didefinisikan secara kuantitatif.Untuk itu dibedakan (i) horison permukaan penciri, atau disebut epipedon, (ii)horison bawah (subsurface) penciri, dan (iii) karakteristik penciri/diagnostiklainnya.Seperti pada sistem klasifikasi Taksonomi Tumbuh-tumbuhan, yangmengenal tingkatan atau kategori klasifikasi dari yang paling atas(pengelompokkan secara garis besar) sampai yang paling detail: Phyllum-Subphyllum-Class-Order-Family-Genus-Species, dan Subspecies. Dalam sistemTaksonomi Tanah juga dikenal taxa, atau kategori klasifikasi, yang bila

    diurutkan dari yang paling atas, adalah Ordo (order), Subordo (suborder), Jenis

    Subagyo47Tanah (Great group), Subgrup/Macam tanah (Subgroup), Famili (Family), danSeri tanah (Series).2.4.1. Sifat-sifat penciri/diagnostikDalam Taksonomi Tanah, kondisi jenuh air atau tergenang pada tanahrawa yang merupakan salah satu karakterisitk penciri utama, diberi istilah kondisi

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    35/201

    aquik (aquic condition), yakni mengalami penjenuhan air, atau saturasi, dan(proses) reduksi secara terus-menerus atau periodik. Jenis penjenuhan yangdominan adalah penjenuhan air yang berasal dari bawah, yaitu datang dari airtanah, sehingga semua lapisan tanah dari permukaan tanah sampai sedalam 200cm atau lebih, jenuh air. Jenis penjenuhan seperti ini disebut endosaturasi(endosaturation). Pada lahan basah, proses pembentukan tanah yang dominanadalah gleisasi dan pembentukan gambut di permukaan tanah. Gleisasi adalahterbentuknya lapisan tanah berwarna glei yaitu kelabu (N 7-4/0), kelabu (5Y 7-4/1), kelabu gelap kehijauan (5B 7-4/1), atau kelabu kebiruan (5B 7-4/1) akibatproses reduksi terus-menerus atau periodik yang berlangsung lama.Pembentukan lapisan gambut di permukaan tanah setelah mencapaiketebalan tertentu, dapat dimasukkan sebagai epipedon histik. Pada tanahyang masih asli alami, ketebalan gambutnya disyaratkan antara 20-40 cm.Apabila bahan gambut tiga-perempat bagian dari volumenya tersusun dari lumutspaghnum, atau apabila bobot-isinya 2,0 >80Agak mentah (practically unripe) 1,4-2,0 70-80Setengah matang (half ripe) 1,0-1,4 60-70Hampir matang (nearly ripe) 0,7-1,0 50-60

    Matang (ripe)

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    36/201

    teroksidasi, menghasilkan asam sulfat, unsur besi, dan berbagai ion ikutanlainnya yang bersifat racun terhadap tanaman, dianggap telah mengalami prosespembentukan tanah, dan disebut horison sulfurik. Keduanya, yakni bahansulfidik dan horison sulfurik, merupakan sifat dan horison penciri utama padatanah rawa pasang surut. Definisi keduanya adalah sebagai berikut.

    Subagyo49Bahan sulfidik (sulfida: unsur S) merupakan bahan tanah mineral ataubahan tanah organik yang mengandung senyawa sulfida yang dapat teroksidasi,dan memiliki:.. pH >3,5; dan.. apabila sebagai lapisan setebal 1 cm diinkubasi pada suhu ruangan, dalamkeadaan aerob dan lembab (pada kapasitas lapang), dalam waktu delapanminggu, pH-nya turun 0,5 unit atau lebih, menjadi pH 4,0 atau kurang.Pengukuran pH (H2O) diiakukan pada rasio tanah/air 1:1, atau dengan airminimal untuk memungkinkan pengukuran.Horison sulfurik (sulfuric acid = asam sulfaf) merupakan lapisan atauhorison tanah setebal 15 cm atau lebih, tersusun dari bahan tanah mineral ataubahan tanah organik, yang memiliki:.. pH 3,5 atau kurang; dan.. menunjukkan bukti bahwa adanya pH yang rendah disebabkan oleh asamsulfat. Bukti-bukti tersebut, boleh satu atau lebih, dapat berupa:- adanya konsentrasi jarosit;

    - terletak langsung di atas (Iapisan) bahan sulfidik;- kandungan sulfat-Iarut air, (SO4)2-, 0,05% atau lebih.Salah satu karakteristik penciri lain, yang mungkin ditemukan pada tanahrawa pada zona I: lahan rawa pasang surut air asin/payau, adalah tanah-tanahyang karena pengaruh pasang air laut mempunyai kadar garam larut (air),natrium (NaCl) atau garam-garam lain yang tinggi. Pada musim kemarau, seringterlihat lapisan garam yang tipis menutupi permukaan tanah. Tanah umumnyamempunyai reaksi alkalis (pH 7,5-8,5). Dalam istilah Taksonomi Tanah,digolongkan pada tanah-tanah salin atau sodik, atau mungkin mempunyaihorison salik, yang keduanya mempunyai kandungan unsur sodium (natrium)tinggi. Definisi keduanya adalah sebagai berikut.Tanah-tanah salin, atau sodik, (sodium, atau natrium: Na) adalah tanahyang jenuh air sampai sedalam 100 cm, dan

    .. pada separuh atau lebih dari tanah bagian atas mempunyai kejenuhansodium sebesar 15% atau lebih, atau nilai rasio adsorpsi sodium (SAR:sodium adsorption ratio) 13 atau lebih;

    Lahan Rawa Pasang Surut50.. kejenuhan sodium dan nilai SAR ini semakin berkurang pada kedalaman dibawah 50 cm.Horison salik (sal atau salt = garam) adalah horison akumulasi garam,terutama halite, yaitu bentuk kristal dari garam dapur (NaCl), dan merupakan:.. horison setebal 15 cm atau lebih, yang selama 3 bulan atau lebih secaraberturut-turut dalam setahun,.. dalam bentuk pasta jenuh air, mempunyai daya hantar listrik (DHL) (electrical

    conductivity) 30 dS/m atau lebih; dan.. hasil perkalian antara DHL, dalam satuan dS/m, dan ketebalan horison, dalamsatuan cm, mencapai nilai 900 atau lebih.Pada tanah-tanah rawa dalam zona I, sering juga dijumpai tanah-tanahyang tingkat pematangannya tergolong mentah sampai setengah matang,karena merupakan tanah yang semula berasal dari dataran lumpur, yang karenasecara periodik terbuka di udara mengalami proses pematangan awal. Tanahtanahyang masih muda tingkat perkembangannya ini mempunyai sifat hidrik,yaitu dicirikan oleh kandungan air yang relatif tinggi. Definisi secara kuantita

  • 7/28/2019 buku lahan rawa...

    37/201

    tifadalah:Sifat hidrik (hydro, atau adanya air) adalah pada semua lapisan di antarakedalaman 20 dan 50 cm dari permukaan tanah, mempunyai nilai-n lebih dari 0,7dan kandungan (fraksi) liat 8% atau lebih.Pada tanah-tanah rawa dalam zona II, terdapat tanah-tanah yangmenempati (sublandform) tanggul sungai alam (natural levee) yang terbentukkarena pengendapan muatan sedimen yang dibawa sungai sewaktu terjadi banjirmusiman, dan sering disebut endapan fluviatil (fiuvius = sungai). DalamTaksonomi Tanah, terbentuk oleh sedimentasi bahan yang berulang kali, dicirikansecara kuantitatif mempunyai kandungan C-organik yang naik-turun, atauberkurang secara tidak teratur di antara kedalaman 25-125 cm, dan mencapaikandungan C-organik 0,2% atau lebih pada kedalaman 125 cm dari permukaantanah.

    Subagyo512.4.2. Klasifikasi tanah mineralSesuai dengan bahan-bahan penyusunnya, berupa bahan tanah mineraldan bahan tanah organik, dalam lingkungan basah atau tergenang, tanah rawadibagi dalam dua kelompok besar, yaitu tanah mineral dan tanah gambut. Tanahmineral pada lahan rawa secara dominan berasal dari sedimentasi dalamlingkungan laut/marin, sehingga bahan induknya berupa endapan marin yangmengandung bahan sulfidik. Berdasarkan pada tingkat perkembangan tanah,

    yang diekspresikan pada tingkat pematangan tanah (nilai-n dan kandungan liat),adanya horison sulfurik, dan tanda-tanda alterasi, atau perkembangan tanah lain,seperti terbentuknya struktur tanah, warna yang tidak berubah saat terbuka diudara, maka tanah mineral lahan rawa termasuk dalam dua kelompok besar, atauordo tanah, yaitu Entisols dan Inceptisols.Entisols, berasal dari suku kata "recent, adalah istilah geologi yang berartiterbentuk di zaman Holosin ( 11.000 tahun SM) yaitu zaman sekarang ini, makaberarti tanah yang paling muda umurnya. Inceptisols, berasal dari kata"inceptum, atau beginning, artinya tanah yang sudah mulai menunjukkantanda-tanda awal pembentukan tanah, seperti tanah menjadi ag