buku 2 mengenal fikih ibadah

98
i MENGENAL FIKIH IBADAH Bermula dari Rukun Islam buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 1 01/04/2015 19:37:30

Upload: tauhid-nur-azhar

Post on 21-Jul-2016

284 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Buku panduan dasar tentang ibadah dalam Islam. Dapat dijadikan materi belajar Islam, khususnya mengenai konsep ibadah dan tata cara pelaksanaannya.

TRANSCRIPT

Page 1: Buku 2 mengenal fikih ibadah

i

MENGENALFIKIH IBADAHBermula dari Rukun Islam

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 1 01/04/2015 19:37:30

Page 2: Buku 2 mengenal fikih ibadah

ii

”Islam di bangun di atas lima dasar, yaitu: persaksian bahwasannya tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi secara benar) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, lalu menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah.” (HR Bukhari, Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban)

Tim Darul Ilmi Bandung2/13/2015

Halaman Copyright

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 2 01/04/2015 19:37:30

Page 3: Buku 2 mengenal fikih ibadah

iii

KATA PENGANTAR

Bismillâhi Ar-Rahmân Ar-Rahîm. Segala puji bagi Allah Ta’ala. Zat Yang Mahakuasa dan Pemilik segala yang ada. Shalawat dan salam semoga pula tercurahlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad saw. Nabi Akhir Zaman yang layak untuk kita jadikan teladan dan ikutan.

Mempelajari fikih ibadah dan dalil-dalil hukum di dalam Islam termasuk perkara yang sangat penting bagi seorang Muslim. Mengapa? Sebab, kita diciptakan untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Adapun beribadah kepada-Nya tidak cukup sekadar niat yang ikhlas dan semangat yang membara. Kita pun membutuhkan aturan terkait tata cara pelaksanaannya sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Hal inilah yang kemudian menjadi bagian dari ilmu fikih.

Sesungguhnya, kita membutuhkan ilmu fikih dalam shalat dan puasa kita, ketika kita hendak mandi haid atau mandi janabah, ketika kita hendak mengurusi jenazah, berhaji, menunaikan zakat, dan lainnya. Kita membutuhkannya di dalam setiap aspek kehidupan, terlebih dalam praktik ibadah yang bersifat ritual.

Maka, besar harapan kami, semoga hadirnya buku “Mengenal Fikih Ibadah: Bermula dari Rukun Islam” dapat menjadi pengantar bagi siapa saja yang ingin mengetahui tentang tuntunan praktik ibadah dalam Islam, khususnya yang terangkum dalam lima poin Rukun Islam,

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 3 01/04/2015 19:37:30

Page 4: Buku 2 mengenal fikih ibadah

iv

yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan ibadah haji. Dengan landasan pengetahuan yang benar, ibadah yang kita lakukan sehari-hari pun menjadi semakin bermakna karena lebih sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Selamat membaca. Semoga mendapatkan manfaat. Âmîn. ***

Bandung, Februari 2015

Tim Baitul Ilmi Bandung

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 4 01/04/2015 19:37:30

Page 5: Buku 2 mengenal fikih ibadah

v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar — iii

Pendahuluan — 1

Bagian 1 – Syahadat — 5Bagian 2 – Wudhu dan Tayammum — 11Bagian 3 – Shalat — 27Bagian 4 – Zakat — 47Bagian 5 – Puasa — 63Bagian 6 – Haji dan Umrah — 77

Daftar Pustaka — 95Tentang Darul Ilmi — 97

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 5 01/04/2015 19:37:30

Page 6: Buku 2 mengenal fikih ibadah

vi

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 6 01/04/2015 19:37:30

Page 7: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Pendahuluan | 1

PENDAHULUAN

“Kami tidak menurunkan Al-Quran ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan

bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.”

(QS Thâhâ, 20:2-4)

Tidaklah Allah dan rasul-Nya memerintahkan sesuatu, kecuali sesuatu itu baik bagi manusia. Maka, semua aturan yang Dia tetapkan bukanlah

untuk mengekang, mempersulit, atau membuat manusia menjadi celaka. Tidak! Semua aturan Dia tetapkan agar manusia selamat, sejahtera, bahagia, dan bisa mengoptimalkan segala potensinya sebagai khalifah di muka bumi. Penetapan aturan ini pun didasari oleh sifat Ar-Rahmân dan Ar-Rahîm-Nya, yang berpadu dengan kemahasempurnaan ilmu dan kehendak-Nya. Andaipun aturan tersebut tampak buruk, itu lebih disebabkan karena keterbatasan ilmu manusia atau terlalu dominannya hawa nafsu.

Maka, bagi seorang Muslim, Islam adalah acuan seluruh gerak kehidupannya. Islam memuat rambu-rambu dari Allah Swt. yang akan mengatur tata kehidupan manusia dari A sampai Z, baik yang bersifat mahdhah maupun ghairu mahdhah, atau yang bersifat vertikal

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 1 01/04/2015 19:37:30

Page 8: Buku 2 mengenal fikih ibadah

2 | MENGENAL FIKIH IBADAH

(hubungan dengan Allah) maupun yang bersifat horizontal (hubungan dengan sesama ciptaan Allah). Aturan Ilahi akan menjadikan lalu lintas kehidupan lebih terarah, tertib, aman, lancar, dan tentu saja akan menjadikan kita lebih cepat sampai ke tempat tujuan.

Apabila tujuan ini kita rinci lagi, setidaknya ada lima tujuan pokok syariat Islam, yang kepadanya bertumpu seluruh tuntutan agama yang mulia ini, yaitu (1) pemeliharaan agama; (2) pemeliharaan jiwa; (3) pemeliharaan akal; (4) pemeliharaan keturunan; dan (5) pemeliharaan harta. Semua petunjuk agama, baik itu berupa perintah ataupun larangan, pada akhirnya pasti akan mengantarkan manusia pada satu atau lebih dari lima hal pokok tersebut. Selanjutnya, semua langkah dan kebijaksanaan yang bermuara pada salah satu dari kelima hal tersebut, dapat menjadi tuntunan agama.

Kelima hal ini tampak jelas dari disyariatkannya ibadah-ibadah yang terdapat dalam Rukun Islam. Beragam ibadah ini diperintahkan bukan untuk membuat susah, akan tetapi untuk membimbing manusia agar tetap berada dalam fitrah penciptaannya yang suci dan lurus.

”Mengapa Allah Swt. memerintahkan kita shalat? Bukankah shalat atau tidak shalat, tidak ada pengaruh apa-apa buat kita, orang kafir juga yang tidak shalat aman aman saja hidupnya, lebih kaya malah!” Selintas, pernyataan tersebut tampak benar. Namun, apabila kita telusuri lebih dalam, ada begitu banyak manfaat dari shalat, yang merujuk setidaknya pada tiga di antara lima tujuan pokok agama, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, dan memelihara akal.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 2 01/04/2015 19:37:30

Page 9: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Pendahuluan | 3

Demikian pula dengan ibadah lain, zakat merupakan sarana yang ampuh dalam memelihara agama, jiwa, dan harta; puasa menjamin terpeliharanya agama, jiwa, dan pikiran; ibadah haji menjadikan seseorang lebih mengenal kuasa Tuhannya, mencerdaskan ruhaninya, mengikis kesombongan, dan memupuk tali persaudaraan dengan sesamanya, sehingga agama, jiwa, akal, dan hartanya semakin terpelihara.

Maka, buku ini hadir sebagai sebuah ”panduan sangat ringkas” tentang bagaimana kita mengenal, memahami, dan mempraktikkan petunjuk agama yang terangkum dalam Rukun Islam. Dengan demikian, praktik-praktik ibadah yang kita lakukan dapat membawa maslahat yang lebih optimal bagi diri dan orang-orang di sekitar kita. Âmîn ya Rabb! ***

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 3 01/04/2015 19:37:30

Page 10: Buku 2 mengenal fikih ibadah

4 | MENGENAL FIKIH IBADAH

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 4 01/04/2015 19:37:31

Page 11: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 1: SYAHADAT | 5

BAGIAN 1SYAHADAT

”Islam di bangun di atas lima dasar, yaitu: persaksian bahwasannya tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi secara

benar) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, lalu menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah.”

(HR Bukhari, Muslim, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)

Islam bagaikan sebuah bangunan yang tersusun atas sejumlah pilar yang saling berhubungan antara satu sama lain. Tidak sempurna bangunan apabila salah

satu pilarnya tidak ada. Pilar-pilar bangunan Islam tersebut dinamakan rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan ibadah haji.

Bangunan keislaman seseorang, dengan demikian, tidak akan tegak kokoh, kecuali dengan kelimanya. Adapun bagian-bagian Islam yang lain bagaikan pelengkap atau aksesoris sebuah bangunan. Apabila sebagian pelengkap ini tidak ada, bangunan itu kurang (sempurna), akan tetapi dia masih tegak, tidak roboh dengan kurangnya hal itu. Hal ini berbeda dengan robohnya kelima pilar utama. Bahkan, Islam akan hilang dengan ketiadaan kelimanya.

Fondasi dari bangunan Islam adalah dua kalimah syahadat. Kokoh tidaknya bangunan sangat dipengaruhi

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 5 01/04/2015 19:37:31

Page 12: Buku 2 mengenal fikih ibadah

6 | MENGENAL FIKIH IBADAH

kokoh tidaknya fondasi yang menyangga seluruh bangunan. Sehebat apapun bangunannya apabila fondasinya rapuh, dia pun akan rentan runtuh. Sedikit saja goncangan bisa menimbulkan kerusakan yang parah. Itulah keimanan manusia. Orang yang lemah fondasi keimanannya, lemah syahadatnya, sangat rentan berputus asa dari rahmat Allah. Sedikit saja permasalahan hidup menerpa, dia bisa lupa daratan: mulai dari bunuh diri, berburuk sangka kepada Allah, berkeluh kesah, malas beribadah, pergi ke dukun, murtad, dan lainnya. Andaikan fondasi syahadatnya kuat, sekeras apapun goncangan dan terpaan, dia akan kokoh berdiri. Maka, memperkuat fondasi keimanan menjadi sebuah hal yang tidak bisa ditawar lagi. Semakin tinggi kedudukan kita, semakin banyak bertambah usia kita, semakin amanah yang dititipkan kepada kita, syahadat kita harusnya semakin kuat. Layaknya sebuah bangunan, semakin tinggi dan besar bangunan tersebut, fondasinya pun harus semakin dalam dan kuat.

Lalu, apa dan bagaimanakah syahadat itu?

Menurut Ibnu Rajab dalam Jamîul ‘Ulum wal Hikam (1:145), yang dimaksudkan dengan dua syahadat adalah iman kepada Allah dan rasul-Nya. Adapun menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, yang dimaksudkan syahadat di sini ialah membenarkan apa yang dibawa oleh Rasulullah saw. sehingga mencakup keyakinan rukun iman yang enam dan lainnya.

Dengan demikian, sebagaimana makna syahadat itu sendiri yang berarti “pengakuan”, di dalam syahadat terdapat unsur pengakuan. Pengakuan terhadap apa? Jawabnya adalah pengakuan terhadap dua hal. Pertama,

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 6 01/04/2015 19:37:31

Page 13: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 1: SYAHADAT | 7

pengakuan bahwa tiada tuhan yang patut disembah selain Allah Swt. Kedua, pengakuan bahwa Rasulullah Muhammad saw. adalah utusan Allah. Hal ini sesuai dengan redaksi kalimat syahadat itu sendiri, yaitu: “Asyhadu allâ ilâha illallâh; wa asyhadu anna Muhammadar-Rasûlullâh. Artinya, “Aku bersaksi (mengakui) bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi (mengakui) bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.”

Pengakuan pertama disebut sebagai syahadat tauhid dan pengakuan kedua disebut syahadat rasul. Dua kalimat syahadat ini menjadi syarat utama bagi seseorang untuk masuk Islam.

Makna apa saja yang terkandung dalam syahadat tauhid? Ada sejumlah makna yang bisa kita dapatkan, antara lain:

• tiada pencipta selain Allah Azza wa Jalla (QS Al-Kahfi, 18:51);

• tiada pemberi rezeki selain Allah Azza wa Jalla (QS Al-Isrâ’, 17:30-31);

• tiada pemilik segala sesuatu selain Azza wa Jalla (QS Thâhâ, 20:5)

• tiada yang memiliki kekuasaan selain Azza wa Jalla (QS Ali Imrân, 3:26-27);

• tiada hukum atau ketentuan selain hukum dan ketentuan dari Allah Swt. (QS An-Nûr, 24:52);

• tiada wali, pemimpin, pelindung, sahabat dekat, dan teman hidup selain Allah Swt. (QS Al-Baqarah, 2:257);

• tiada tujuan yang paling utama selain Allah Azza wa Jalla (QS Adz-Dzâriyât, 51:56);

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 7 01/04/2015 19:37:31

Page 14: Buku 2 mengenal fikih ibadah

8 | MENGENAL FIKIH IBADAH

• tiada yang paling layak untuk dicintai selain Allah Azza wa Jalla (QS Al-Baqarah, 2:165);

• tiada yang patut disembah selain Allah Azza wa Jalla (QS Al-Baqarah, 2:21).

Di dalam kalimat yang agung ini terdapat dua rukun, yaitu pertama an-nafyu (peniadaan) dan al-itsbat (pengakuan). Kata lâ ilâha berarti meniadakan segala sesuatu yang patut disembah selain Allah Swt. Adapun kata illallâh berarti mengakui segala macam ibadah yang dilakukan hanya kepada Allah Swt.

Adapun makna yang terkandung dalam syahadat rasul, antara lain:

• mengakui bahwa Nabi Muhammad saw. adalah utusan Allah Swt. (QS Al-Fath, 48:29);

• mengakui bahwa Nabi Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul yang terakhir (QS Al-Ahzab, 33:40);

• mengakui bahwa Nabi Muhammad saw. adalah nabi dan rasul yang diutus untuk seluruh manusia (QS Al-A’râf, 7:158 dan QS Saba’, 34:28);

• mengakui bahwa Nabi Muhammad saw. merupakan contoh atau teladan terbaik dalam kehidupan (QS Al-Ahzab, 33:21);

• mengakui bahwa Nabi Muhammad saw. bersih dari dosa dan kesalahan (QS Al-Fath, 48:2);

• mengakui bahwa Nabi Muhammad saw. memiliki akhlak mulia (QS Al-Qalam, 68:4);

• perintah dan larangan yang datang dari Nabi Muhammad saw. wajib dipatuhi (QS Ali ‘Imrân, 3:132)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 8 01/04/2015 19:37:31

Page 15: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 1: SYAHADAT | 9

Berdasarkan pemaknaan ini, nyatalah bagi kita bahwa syahadat adalah jiwanya semua amal. Artinya, semua yang dilakukan oleh seorang Muslim harus terwarnai oleh syahadat. Tidak dikatakan sebagai amal saleh apabila dia tidak dilandasi oleh keimanan kepada Allah (syahadat tauhid), yang tergambar dalam hal niat. Tidak pula dikatakan sebagai amal saleh apabila tidak dilakukan sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. (syahadat rasul). Kedua tidak bisa dipisahkan. Keduanya harus menjadi satu kesatuan. Shalat kita, zakat, puasa, haji, dan amal kebaikan kita tidak cukup hanya diniatkan untuk Allah. Dia akan sempurna manakala dilakukan sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw. Sebaliknya, dia pun tidak sekadar mengikuti petunjuk Rasulullah saw. tanpa disertai lurusnya niat karena Allah Swt.

Dengan demikian, penting bagi seorang Muslim untuk senantiasa mengulang-ulang kalimat syahadat, khususnya dalam shalat. Tentu saja, tidak sekadar mengucapkan dengan lisannya, tetapi juga dengan keyakinan hatinya, bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad saw. adalah utusan-Nya. “Engkau harus bersyahadat dengan lisanmu, dengan keyakinan hatimu bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dari kalangan makhluk, baik para nabi, wali, orang saleh, pohon, batu, ataupun lainnya,termasuk harta benda dan segala aksesoris dunia, kecuali Allah. Apapun yang diibadahi dari selain Allah adalah batil. Bukankah Dia telah berfirman, ‘… sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq, dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru (ibadahi) selain Allah, itulah yang batil. Dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar’. (QS Al Hajj, 22:62)”. (Al-Fawaid Adz-

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 9 01/04/2015 19:37:31

Page 16: Buku 2 mengenal fikih ibadah

10 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Dzahabiyah min Arba’in Nawawiyah, hlm. 18, dalam As-Sunnah, Edisi 03/Tahun X/1427 H/2006 M)

Adapun ucapan ”Muhammad adalah utusan Allah”, yaitu beriman kepadanya, bahwa beliau adalah utusan Allah, Dia mengutusnya kepada seluruh manusia, sebagai basyir (pembawa berita gembira) dan nadzir (pembawa berita ancaman). Dengan demikian, berita-berita dari beliau diyakini, perintah-perintahnya dilaksanakan, apa yang dilarang beliau, ditinggalkan, dan beribadah kepada Allah hanya dengan apa yang beliau syariatkan. (Al-Hadits fin-Nasyiah, hlm. 49, Falih bin Muhammad Ash-Shaghir, dalam As-Sunnah, Edisi 03/Tahun X/1427 H/2006 M).***

TIPS:Agar kalimat syahadat bisa menghujam ke dalam dada, dia selayaknya diucapkan dengan memenuhi syarat-syaratnya, antara lain:

• berusaha memahami arti dan maksudnya;• yakin dan tidak ragu dalam mengucapkannya;• ikhlas ketika mengucapkannya; ikhlas artinya

pemurnian dan merupakan ungkapan dari rasa cinta yang tulus kepada Allah Azza wa Jalla dan rasul-Nya;

• syahadat diucapkan secara jujur, artinya dia harus terucap dari lubuk hati yang paling dalam tanpa adanya kebohongan atau pengingkaran (lain di mulut lain pula di hati);

• berusaha mencintai dua kalimat syahadat dengan segala konsekuensi dan akibatnya.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 10 01/04/2015 19:37:31

Page 17: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 2: WUDHU DAN TAYAMUM | 11

BAGIAN 2WUDHU DAN TAYAMUM

”Siapa yang wudhunya serupa dengan wudhuku, kemudian (dia) berdiri dan mengerjakan (shalat) dua rakaat, dan tidak

memikirkan sesuatu yang lain (penuh konsentrasi), niscaya segala dosanya yang terdahulu (akan) diampuni

(oleh Allah Ta’ala).” (HR Muslim)

Bagi seorang Muslim, praktik wudhu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya. Bagaimana tidak, minimal lima kali sehari dia akan

melakukannya, khususnya sebelum yang bersangkutan menunaikan shalat yang lima waktu. Jumlah ini bisa lebih banyak daripada yang dia pergunakan untuk aktivitas lainnya, semisal makan, mandi, belajar, berganti pakaian, bepergian, dan sejenisnya.

Pada satu segi, nilai wudhu pun jauh lebih penting daripada makan dan minum karena dia mengandung konsekuensi hukum, yaitu apabila dilakukan akan mendapatkan pahala sekaligus menggugurkan kewajiban dan apabila ditinggalkan tanpa alasan yang syar’i bisa berakibat dosa. Hal ini terjadi karena wudhu berkaitan erat dengan shalat. Wudhu adalah prasyarat sahnya shalat. Tidak ada shalat tanpa didahului wudhu atau tayammum. Bahkan, kualitas shalat seseorang sangat

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 11 01/04/2015 19:37:31

Page 18: Buku 2 mengenal fikih ibadah

12 | MENGENAL FIKIH IBADAH

dipengaruhi oleh kualitas wudhu yang dilakukannya. Allah Swt. sendiri yang menetapkan kewajiban ini di dalam Al-Quran:

”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka (berwudhulah dengan) membasuh mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS Al-Mâ’idah, 5:6)

Rasulullah saw. menguatkan perintah berwudhu ini dengan bersabda, “Tidaklah diterima shalat seseorang dari kamu jika berhadats hingga dia berwudhu.” (HR Muttafaqun Alaih). Hadis lain pun menyebutkan, “Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci dan tidak pula sedekah karena terpaksa (benci).” (HR Muslim). Beliau bersabda pula, “Sesungguhnya aku diperintahkan untuk berwudhu jika aku hendak shalat.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi)

Berdasarkan nash-nash yang shahih ini, sudah selayaknya seorang Muslim memahami apa dan bagaimana wudhu tersebut. Sebab, selain berposisi sebagai ibadah harian, wudhu pun termasuk ibadah primer dalam Islam sehingga setiap Muslim wajib memahami ilmunya dan mampu mempraktikkannya secara baik dan benar sesuai dengan tuntunan agama. Jika sudah memahami,

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 12 01/04/2015 19:37:31

Page 19: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 2: WUDHU DAN TAYAMUM | 13

seseorang akan lebih mudah menggali hikmah dan kebaikan yang Allah Swt. ”selipkan” di balik ritual tersebut. Pemahaman yang baik, benar dan menyeluruh, pada akhirnya akan dapat menguatkan iman, melahirkan pengamalan, dan akhirnya menghasilkan pengamalan dan aneka manfaat. Hal ini sesungguhnya merupakan modal yang sangat berharga dalam upaya mendakwahkannya.

APA ITU WUDHU? Secara bahasa, wudhu berasal dari kata al-wadha’ah, yang berarti “kebersihan” atau “kecerahan”. Adapun menurut istilah, wudhu berarti “menggunakan air yang bersih lagi membersihkan untuk membasuh anggota-anggota tubuh tertentu (yaitu wajah, dua tangan, kepala, dan dua kaki, sebagaimana terungkap dalam QS 5:6). Hal ini dilakukan untuk menghilangkan najis yang dapat menghalangi seseorang untuk melaksanakan shalat atau ibadah yang lain.

SYARAT AIR WUDHUDalam berbagai bentuknya, baik yang masih murni maupun yang sudah tercampur, air senantiasa memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh zat-zat lain di muka bumi. Akan tetapi, tidak semua jenis air dapat digunakan sebagai media penyempurna wudhu. Hanya air dengan syarat-syarat tertentu sajalah yang boleh dipakai untuk berwudhu. Para ulama menyebutnya sebagai ”air yang suci lagi mensucikan” alias ”air mutlak”. Apa keistimewaannya? Sebelum membahas pertanyaan ini, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu jenis-jenis air

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 13 01/04/2015 19:37:31

Page 20: Buku 2 mengenal fikih ibadah

14 | MENGENAL FIKIH IBADAH

yang berkaitan dengan prosesi wudhu. Para ulama fikih membagi air ke dalam empat bagian:

Pertama, air mutlak atau air yang suci lagi mensucikan. Air mutlak ini dapat kita pergunakan untuk berwudhu, hukumnya sah dan tidak makruh, selama dia tidak berubah dalam sifat-sifatnya dan tidak musta’mal. Air mutlak pada umumnya berasal dari alam, baik yang turun dari langit, yang berada di dalam bumi, maupun yang mengalir di permukaan bumi. Adapun jenis air yang termasuk air mutlak, antara lain: air hujan, air laut, air sungai, air telaga atau danau, air sumur, air embun, air salju, air yang keluar dari mata air.

Kedua, air musta’mal, yaitu air yang suci akan tetapi tidak mensucikan. Jenis air yang tergolong musta’mal adalah (1) air yang jumlah sedikit sehingga tidak mencukupi apabila dipakai berwudhu, dan (2) air dari bekas bersuci, seperti air bekas wudhu atau mandi.

Ketiga, air musyammas, yaitu air yang suci dan dapat mensucikan, akan tetapi makruh apabila digunakan untuk bersuci. Contoh terbaik dari air musyammas ini adalah air yang terjemur.

Keempat, air mutanajjis, yaitu air yang terkena atau mengandung najis. Air jenis ini awalnya boleh jadi suci lagi mensucikan, tetapi kemudian terkena najis sehingga dia tidak sah digunakan untuk wudhu. Walaupun demikian, ada dua hal yang perlu diperhatikan:

• Apabila air tersebut jumlahnya sedikit, yaitu kurang dari 216 liter atau 2 qullah, dan kemasukan najis, air tersebut tidak sah untuk dipakai berwudhu dan hukumnya tetap najis, baik itu berubah sifatnya maupun tidak.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 14 01/04/2015 19:37:31

Page 21: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 2: WUDHU DAN TAYAMUM | 15

• Apabila air tersebut jumlahnya banyak, yaitu lebih dari 216 liter atau 2 qullah, lalu kemasukan najis, akan tetapi tidak berubah sifatnya; baik pada warna, rasa, dan bau, air tersebut tetap dianggap suci sehingga dapat dipergunakan untuk bersuci. Namun, apabila berubah sifatnya, baik warna, rasa, maupun baunya, air tersebut tidak lagi suci sehingga tidak boleh dipakai untuk bersuci. Kondisi ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw., “Air itu suci, kecuali apabila berubah bau, rasa dan warnanya.” (HR Baihaqi)

Kelima, air yang suci akan tetapi tidak mensucikan karena sudah bercampur dengan benda yang suci, semisal air teh, air kopi, air susu, dan sebagainya. Air jenis ini tidak boleh dipakai untuk berwudhu karena sifatnya tidak lagi mensucikan.

TATA CARA WUDHUShalat dan wudhu adalah satu kesatuan, bagaikan dua sisi mata uang. Tidak akan berkualitas shalat seseorang apabila wudhunya tidak berkualitas. Pun tidak akan diterima shalat yang dilakukan seseorang apabila tidak diawali dengan wudhu. Melalaikan wudhu sama artinya dengan melalaikan shalat. Wudhu adalah prosesi ibadah yang dipersiapkan untuk mensucikan diri agar mampu melakukan komunikasi Zat Yang Mahasuci. Oleh karena itu, menyempurnakan wudhu merupakan sebuah keutamaan sekaligus keharusan bagi seorang Muslim. Kesempurnaan wudhu pun tidak mungkin tercapai apabila seseorang tidak mengetahui kaifiyat atau tata cara dalam melakukannya. Dengan demikian, mengetahui kaifiyat

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 15 01/04/2015 19:37:31

Page 22: Buku 2 mengenal fikih ibadah

16 | MENGENAL FIKIH IBADAH

atau tata cara berwudhu sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. merupakan sebuah kewajiban bagi setiap Muslim atau fardhu ’ain.

Layaknya ibadah ritual lainnya, wudhu pun memiliki tahapan-tahapan, yaitu tahap permulaan (persiapan), tahap pelaksanaan, dan tahap penutup. Tahapan ini sejatinya sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw. secara detail, lengkap, dan operasional. Seorang Muslim wajib mengikuti tata cara wudhu sebagaimana yang beliau contohkan dan tidak diperkenankan untuk menambah, mengurangi, atau mengambil tata cara wudhu yang bukan dari Nabi saw.

1. Tahap Permulaan

Tahap permulaan atau tahap persiapan sangat penting untuk diperhatikan. Tahap pertama ini dapat dikatakan sebagai tahap pengkondisian, baik fisik maupun jiwa seseorang yang hendak berwudhu. Baiknya tahap permulaan akan berimbas pada baiknya tahap-tahap selanjutnya, demikian pula sebaiknya. Persiapan apa saja yang dapat kita lakukan pada tahap pertama ini?

• Menggosok gigi atau bersiwak (apabila memung-kinkan).

Membersihkan gigi dengan bersiwak sebelum wudhu adalah sebuah keutamaan. Apabila memungkinkan kita dianjurkan untuk senantiasa bersiwak sebelum shalat. Anjuran ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw., ”Kalau seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali akan shalat.” (HR Bukhari Muslim)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 16 01/04/2015 19:37:31

Page 23: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 2: WUDHU DAN TAYAMUM | 17

• Meluruskan dan memperkuat niat.

Niat merupakan penentu jenis dan kualitas sebuah amal. Boleh jadi praktik antara satu amal dengan amal yang lainnya memiliki kesamaan, akan tetapi bisa berbeda penilaiannya di hadapan Allah Swt. Hal akan yang akan membedakannya adalah niat atau motivasi atau dorongan bagi dilakukannya sebuah amal, semisal wudhu. Wudhu yang kita lakukan akan lebih mantap dan afdhal apabila benar-benar lurus karena Allah semata. Lurusnya niat akan menjadikan wudhu yang kita lakukan lebih powerfull dan multimanfaat.

• Membaca basmalah.

Membaca basmalah merupakan ekspresi sekaligus penguatan dari niat yang ada di dalam hati. Membaca basmalah pun adalah sebuah adab seorang Muslim ketika hendak melakukan sebuah amal kebajikan. Dengan membaca basmalah, kita seakan berikrar bahwa wudhu yang dilakukan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah dan dilakukan sesuai petunjuk Rasulullah saw.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting atau tahap utama dari prosesi wudhu. Pada tahap ini, kita dapat menunaikan rukun dan wajib wudhu secara bersamaan dan berurutan. Rasulullah saw. mencontohkan secara detail tentang proses pelaksanaan wudhu ini. Ada satu hadis riwayat Utsman bin ’Affan yang dapat kita jadikan rujukan tentang bagaimana Nabi saw. berwudhu.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 17 01/04/2015 19:37:31

Page 24: Buku 2 mengenal fikih ibadah

18 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Humran, seorang hamba sahaya yang dibebaskan oleh Utsman bin ’Affan menceritakan, ”Utsman bin ’Affan meminta air kemudian berwudhu. Dia membasuh tangannya tiga kali, kemudian dia memasukkan air ke mulutnya dan hidungnya dan membasuh mukanya tiga kali. Kemudian dia membasuh lengan kanannya sampai ke siku tiga kali, dan membasuh lengan kirinya seperti itu juga, kemudian menyapukan kepala dengan tangannya yang basah dan dia membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali, kemudian dia membasuh kaki kirinya seperti itu juga, kemudian dia berkata, ’Aku melihat Rasulullah saw. mengerjakan wudhunya serupa dengan wudhuku, dan Rasulullah saw. bersabda, ”Siapa yang wudhunya serupa dengan wudhuku, kemudian (dia) berdiri dan mengerjakan (shalat) dua rakaat, dan tidak memikirkan sesuatu yang lain (dengan penuh konsentrasi), niscaya segala dosanya yang terdahulu (akan) diampuni.” (HR Muslim)

Berdasarkan hadis ini, ada sejumlah gerakan membasuh yang dapat kita lakukan secara berurutan pada saat berwudhu, antara lain:

• Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan tiga kali. Pastikan air merata sampai daerah pergelangan tangan sehingga tidak ada bagian yang kering.

• Berkumur atau memasukkan air ke dalam mulut dan menghirup air ke hidung tiga kali.

• Membasuh muka tiga kali. Adapun batasan muka atau wajah yang dibasuh adalah berawal dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai wilayah ujung dagu, dan dari telinga kanan sampai telinga

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 18 01/04/2015 19:37:31

Page 25: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 2: WUDHU DAN TAYAMUM | 19

kiri melebar. Pada saat membasuh muka, kita dapat melakukannya dengan menggosok kulit wajah, kemudian mengusap dua sudut mata dan menyelelahi janggut; bagi yang memiliki janggut.

• Membasuh tangan kanan dan tangan kiri sampai siku tiga kali. Proses membasuh tangan akan terasa lebih sempurna apabila kita melakukukan pembasuhan yang disertai dengan menggosok dan menyelahi jari-jari tangan, dimulai dari tangan kanan dan kemudian tangan kiri.

• Mengusap atau menyapu kepala tiga kali. Mengusap atau menyapu kepala di sini adalah mengusap seluruh bagian kepala mulai dari bagian depan (ubun-ubun) hingga belakang sampai kuduk dan kemudian menariknya kembali dari kuduk ke bagian depan. Proses membasuh kepala ini termasuk pula membasuh kedua belah telinga, karena telinga adalah bagian dari kepala. Rasulullah saw. bersabda, “Kedua telinga termasuk kepala.” (HR Ibnu Majah). Mengusap kedua telinga ini dilakukan setelah mengusap kepala tanpa mengambil air yang baru.

• Membasuh kedua kaki sampai mata kaki secara sempurna. Kita dapat memulainya dari kaki kanan kemudian kaki kiri masing-masing tiga kali.

3. Tahap Akhir atau Penutup

Setelah melakukan prosesi wudhu secara lengkap dan berurutan, kita dapat menyempurnakannya dengan membaca doa. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 19 01/04/2015 19:37:31

Page 26: Buku 2 mengenal fikih ibadah

20 | MENGENAL FIKIH IBADAH

bersabda, “Tidaklah salah seorang di antara kalian berwudhu dengan sempurna, kemudian mengucapkan ‘Asyhadu allâ ilâha illallâh wahdahû lâ syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhû wa Rasûluhu‘ kecuali dibukakan baginya delapan pintu surga dan dia boleh masuk dari pintu mana saja yang dia suka.” (HR Muslim)

Berdasarkan hadis ini, doa yang dapat kita baca setelah wudhu adalah kalimat syahadat. Akan tetapi, dalam hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, ada tambahan bacaan setelah syahadat, yaitu “Allâhummaj’alni minattawwabîna waj’alni minal mutathahhirîn.”

Dengan demikian, doa setelah wudhu yang dapat kita baca secara lengkap adalah: ‘Asyhadu allâ ilâha illallâh wahdahû lâ syarika lahu, wa asyhadu anna Muhammadan abduhû wa Rasûluhu‘. Allâhummaj’alni minat-tawwabîna waj’alni minal mutathahhirîn. Artinya, ”Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, yang tiada bagi-Nya. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang mensucikan diri.”

Setiap tahapan dari prosesi wudhu, baik persiapan, pelaksanaan, maupun penutup, memiliki makna, fadhilah (keutamaan), hikmah, dan nilai-nilai tersendiri yang layak kita pahami dan kita renungi. Pemahaman terhadap masalah ini, sedikit banyak akan mengubah pandangan kita terhadap ritual wudhu yang setiap hari kita jalankan, bahwa wudhu bukan sekadar pelengkap shalat; bukan sekadar mengusap atau membasuhkan air; dan tentunya bukan sekadar ritual harian tanpa makna.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 20 01/04/2015 19:37:31

Page 27: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 2: WUDHU DAN TAYAMUM | 21

Poin-poin ini insya Allah akan coba kita dalami pada bagian selanjutnya dari buku ini.

TAYAMMUMDalam proses bersuci (thaharah), selain wudhu dikenal pula tayammum. Pada prinsipnya, tayammum adalah pengganti wudhu atau mandi wajib yang seharusnya menggunakan air bersih digantikan dengan menggunakan tanah atau debu yang dianggap bersih. Zat yang boleh dijadikan alat tayammum adalah tanah suci yang ada debunya. Kita dilarang bertayammum dengan tanah berlumpur atau yang diketahui mengandung nazis. Pasir halus, pecahan batu halus boleh dijadikan alat melakukan tayammum.

Tayammum termasuk satu dari sekian banyak kemudahan dari Allah Swt. dalam rangkaian ibadah shalat. Adapun dasar hukum dari tayammum adalah QS Al-Mâ’idah, 5:6. Allah Swt. berfirman, ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka (berwudhulah dengan) membasuh mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.”

Ayat yang mulia ini diperkuat pula oleh sabda Rasulullah saw. Salah satunya adalah sebuah hadis yang

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 21 01/04/2015 19:37:31

Page 28: Buku 2 mengenal fikih ibadah

22 | MENGENAL FIKIH IBADAH

diriwayatkan oleh Abu Umamah, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Telah dijadikan tanah ini seluruhnya sebagai masjid dan media pensucian (tayammum). Di mana pun ummatku mendapati waktu shalat, maka dia bisa bersuci dengan tanah itu.” (HR Ahmad)

Ada beberapa alasan yang menyebabkan kita boleh melakukan tayammum dengan menggunakan tanah atau debu, antara lain:

• Kita tengah dalam perjalanan jauh atau sedang dalam kendaraan yang tidak memungkinkan kita untuk berwudhu secara sempurna, semisal di dalam pesawat, bus, kereta api, mobil, dan sebagainya.

• Kita tidak mendapatkan air yang mencukupi untuk berwudhu, andaipun dipaksakan, prosesi wudhu yang kita lakukan menjadi tidak sempurna atau tidak tertunaikan rukun dan wajibnya.

• Kita telah berusaha mencari air akan tetapi tetap tidak berhasil menemukannya, padahal waktu shalat sudah tiba. Dalam kondisi semacam ini, kita diperbolehkan untuk bertayammum.

• Air yang ada hanya cukup untuk minum. Di sini ada unsur prioritas, di mana kita harus mendahulukan sesuatu yang lebih penting. Karena minum tidak bisa diganti dengan zat lain selain dengan air, kebutuhan untuk minum harus didahulukan daripada untuk berwudhu. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dihadirkannya Islam, yaitu menjaga diri dari kebinasaan.

• Tempat berwudhunya sangat jauh sehingga dapat membuat telat atau terlewat shalat. Dalam kondisi ini, air untuk berwudhu bisa didapatkan akan

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 22 01/04/2015 19:37:31

Page 29: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 2: WUDHU DAN TAYAMUM | 23

tetapi untuk mendapatkannya kita harus melakukan perjalanan yang jauh atau sulit. Kondisi semacam ini biasanya terjadi di daerah-daerah yang mengalami kekeringan atau kekurangan air bersih atau ketika kita sedang berada di gunung, dan sebagainya.

• Tempat sumber air di mana kita berwudhu terdapat bahaya, semisal di tempat wudhu terdapat hewan berbahaya, orang jahat, atau bisa pula tempat tersebut rawan longsor. Menghindarkan diri dari sesuatu yang membahayakan atau membawa mudharat harus lebih kita prioritaskan daripada mendapatkan kesempurnaan dalam bersuci, yaitu dengan berwudhu.

• Kita sedang sakit atau berada dalam kondisi tidak boleh terkena air. Dalam kondisi sakit, agama memberikan keringanan bagi siapapun untuk tidak berwudhu. Apabila memaksakan diri untuk berwudhu secara sempurna, dikhawatirkan akan memperparah penyakit yang diderita atau menimbulkan rasa tidak nyaman bagi tubuh.

• Kita mendapati cuaca sangat dingin sehingga apabila kita memaksakan untuk tayammum bisa mendatangkan mudharat. Kondisi semacam ini biasanya menimpa orang-orang yang hidup di daerah beriklim sub tropis atau di daerah kutub. Pada musim dingin di daerah sub tropis, suhu udara dapat mencapai titik beku.

Prosesi tayammum pada dasarnya sama saja dengan wudhu, yaitu mengusap zona-zona tertentu pada tubuh yang biasa dibasuh ketika wudhu. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut:

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 23 01/04/2015 19:37:31

Page 30: Buku 2 mengenal fikih ibadah

24 | MENGENAL FIKIH IBADAH

• Berniat, bisa di dalam hati maupun dilisankan dengan membaca basmalah.

• Menempelkan kedua tangan ke atas debu, tanah, batu, atau benda lain yang memiliki debu di atasnya. Kita disunnahkan untuk menipiskan debu yang menempel di tangan, yaitu dengan cara meniupnya secara ringan.

• Mengusapkan tangan yang berdebu tersebut ke muka layaknya ketika kita sedang berwudhu.

• Menempelkan atau menepukkan tangan pada debu untuk yang kedua kalinya.

• Mengusapkan debu yang ada pada telapak tangan sebelah kiri ke tangan sebelah kanan sampai siku; dan telapak tangan sebelah kanan ke tangan sebelah kiri sampai siku.

• Lakukan secara berturut-turut atau tidak terputus.• Akhiri dengan doa sebagaimana yang kita lakukan

setelah berwudhu.

Ilustrasi Prosesi Tayammumsumber gambar: noorunalanoor.wordpress.com

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 24 01/04/2015 19:37:31

Page 31: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 2: WUDHU DAN TAYAMUM | 25

Ada hal penting yang tidak boleh dilupakan, bahwa dalam menjalankan proses pembersihan dengan tayammum, kita harus senantiasa mengisi pikiran dengan mengingat Allah, menghayati setiap gerakan, dan menjadikannya sebagai sarana penggugur dosa. Apabila kita tidak menghadirkan hati, gerakan-gerakan yang kita lakukan selama bertayammum hanya sekadar gerakan mekanis yang hampa makna. ***

TIPS:

Tips Bersemangat Menjaga Wudhu • Milikilah cita-cita besar untuk bisa

meninggal dalam keadaan punya wudhu, menjadi manusia yang bercahaya di hari Akhir nanti sehingga bisa bertemu Allah dengan muka bercahaya. Dengan memiliki cita-cita seperti ini, seseorang akan senantiasa menjaga wudhunya, tidak hanya ketika akan shalat tetapi juga dalam setiap waktunya.

• Pahami benar-benar keutamaan menjaga wudhu, semisal ketika hendak tidur. Jika kita tidur enam jam dalam keadaan suci, sepanjang waktu itu pula malaikat akan mendoakan dan memintakan ampunan kepada Allah atas dosa-dosa kita.

• Biasakan ... biasakan ... biasakan. Menjaga wudhu itu sangat berat bagi

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 25 01/04/2015 19:37:31

Page 32: Buku 2 mengenal fikih ibadah

26 | MENGENAL FIKIH IBADAH

TIPS:

orang yang tidak terbiasa melakukannya. Sebaliknya, menjadi ringan bagi orang yang sudah terbiasa melakukannya. Ada sesuatu yang hilang jika tidak berwudhu. Maka, biasakanlah berwudhu dan menjaga wudhu, awalnya memang berat, tetapi kemudian menjadi nikmat.

• Lakukanlah secara bertahap. Awalnya targetkan bahwa hari ini saya harus berusaha menjaga. Ulangi lagi keesokan harinya, dan terus demikian. Biasanya, jika satu minggu kita bisa istikamah melakukannya, insya Allah ke depannya akan menjadi lebih mudah.

• Bagaimana jika batal? Gampang ... Tinggal perbaharui lagi wudhu kita. Jika tidak memungkinkan? Ya jangan dilakukan. Asal kita sudah berusaha. Allah Mahatahu keinginan dan ikhtiar kita dalam menegakkan sunnah Nabi-Nya.

• Mohonlah kepada Allah Swt. agar kita dijadikan sebagai orang yang senantiasa menjaga kesucian diri. Salah satunya dengan senantiasa menjaga wudhu. ***

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 26 01/04/2015 19:37:31

Page 33: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 27

BAGIAN 3

SHALAT”Bacalah apa yang telah diwahyukan kapadamu, yaitu

Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah

Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS Al-Ankabût, 29:45)

Shalat berarti doa (QS At-Taubah, 9:103), rahmat (QS Al-Ahzab, 33:43) dan ampunan (QS Al-Ahzab, 33:56). Sedangkan menurut istilah fikih, shalat berarti salah

satu bentuk ibadah yang teraplikasikan dalam perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.

Shalat adalah hadiah terindah dari Allah kepada orang-orang beriman. Demikian istimewanya, sehingga untuk menyampaikan perintah shalat fardhu, Allah Swt. mengundang langsung Rasulullah saw. ke langit. Ini berbeda dengan perintah-perintah lainnya, semisal perintah zakat, shaum Ramadhan, ibadah haji, dan sebagiannya. Semua perintah ini Allah Swt. turunkan lewat perantaraan Malaikat Jibril.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 27 01/04/2015 19:37:32

Page 34: Buku 2 mengenal fikih ibadah

28 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Oleh karena itu, jangan heran apabila ada banyak keistimewaan dari shalat yang tidak terbantahkan lagi keshahihannya, antara lain:

Pertama, shalat adalah tiangnya agama. Rasulullah saw. mengatakan bahwa shalat itu tiangnya agama (Islam), barangsiapa mendirikan shalat sama artinya dengan mendirikan bangunan agamanya. Sebaliknya, barangsiapa meninggalkan (serta menyia-nyiakan) shalat, sama artinya dengan meruntuhkan bangunan agamanya (HR Baihaqi).

Islam (pun) di bangun di atas lima dasar, yaitu: persaksian bahwasannya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi secara benar) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, lalu menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke Baitullah. (HR Bukhari, Muslim, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dari Ibnu Umar)

Kedua, shalat adalah amalan pertama yang diperintahkan Allah Swt. kepada Rasulullah saw. tidak lama setelah beliau diangkat menjadi rasul. Pada bagian pertama QS Al-Muzzammil [73] disebutkan, ”(1) Hai orang yang berselimut (Muhammad), (2) bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (3) (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, (4) atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Quran itu dengan perlahan-lahan. (5) Sesungguhnya, Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. (6) Sesungguhnya, bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” Sesungguhnya, sebelum ritual shalat disyariatkan kepada Rasulullah saw., para nabi sebelumnya pun sudah

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 28 01/04/2015 19:37:32

Page 35: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 29

menjalankannya walaupun caranya tidak sama antara satu sama lain.

Ketiga, shalat adalah sarana menggugurkan dosa-dosa. Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kalian sekiranya ada sungai di depan pintu (rumah) salah seorang di antara kalian, dia mandi di dalamnya setiap lima kali, apakah masih ada yang tersisa dari kotorannya?” Mereka menjawab, “Tidak ada yang tersisa sama sekali.” Nabi saw. bersabda, “Yang demikian itu adalah perumpamaan shalat lima (waktu). Allah menghapuskan dosa-dosa dengannya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah). Hadis lain menyebutkan, “Di antara shalat lima waktu dan dari Jumat ke Jumat ada pengampunan bagi dosa-dosa yang dilakukan seorang hamba, selama dia meninggalkan dosa-dosa besar.” (HR Muttafaqun ‘Alaih).

Keempat, shalat adalah amal yang pertama kali dihisab di akhirat. Rasulullah saw. menegaskan, “Amal yang pertama kali akan diperhitungkan tentang seorang hamba pada hari Kiamat adalah shalat; jika baik shalatnya maka baik pula semua amalnya, dan jika rusak maka rusak pulalah seluruh amalnya.” (HR Ath-Thabrani). Rasulullah saw. pun bersabda, “Pangkal segala urusan adalah Islam (sikap pasrah kepada Allah), tiang penyangganya adalah shalat, dan puncak ketinggiannya adalah berjihad di jalan Allah.”

Kelima, shalat menjadi penentu nasib seorang manusia di akhirat, apakah mendapatkan surga ataukah terjerembab di dalam neraka. Dia akan mendapati surga apabila istiqamah dengan shalatnya. Sebaliknya, dia akan mendapati neraka apabila menyia-nyiakan

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 29 01/04/2015 19:37:32

Page 36: Buku 2 mengenal fikih ibadah

30 | MENGENAL FIKIH IBADAH

shalatnya. Rasulullah saw. bersabda, ”Shalat lima waktu telah ditetapkan Allah atas hamba-hambanya. Barangsiapa menemui Allah dengan membawa amalan shalat tanpa menyia-nyiakannya karena menganggap rezeki, maka janji Allah baginya untuk memasukkannya ke dalam surga.” (HR Abu Dawud, An-Nasa’i). Hadis lain menyebutkan, “Tidak akan masuk neraka seorang yang mengerjakan shalat sebelum terbit dan tenggelam matahari, yaitu shalat Subuh dan Ashar.” (HR Muslim)

Rasulullah saw. pun bersabda, ”(Ada) lima shalat yang diwajibkan Allah kepada para hamba; siapa mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakan salah satu di antaranya sama sekali karena meremehkan kewajibannya, maka baginya janji Allah untuk memasukkan dia ke dalam surga; dan siapa tidak mengerjakannya, maka dia tidak mendapatkan janji di sisi Allah: Jika suka Dia menyiksanya dan jika suka Dia memasukkannya ke dalam surga.” (HR Malik, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Hibban)

Keenam, shalat adalah pengundang cinta dan kasih sayang Allah Swt. Kewajiban shalat adalah hadiah dari Allah bagi orang-orang beriman. Siapa saja yang menerimanya, menjaganya, dan berusaha optimal dalam menjalankannya, dia berhak mendapatkan cinta dan limpahan rahmat dari-Nya. Maka, Rasulullah saw. pun mengabarkan bahwa, ”Amal yang paling dicintai Allah Swt. adalah shalat (tepat) pada waktunya.” (HR Muslim dari Abdullah bin Anas). Itulah mengapa, sebelum wafatnya, Rasulullah saw. berwasiat tentang shalat bagi orang-orang sepeninggalnya. “Jagalah shalat, jagalah shalat! Berlaku-baiklah pada budak-budak yang kalian miliki.” (HR Abu Dawud)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 30 01/04/2015 19:37:32

Page 37: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 31

Sejumlah ayat Al-Quran menyebutkan pula beberapa fungsi shalat, di antaranya:

• sebagai pembeda antara seorang Muslim dan kafir (QS At-Taubah, 9:11);

• kunci kesuksesan dan kebahagiaan hidup (QS Al-Mu’minûn, 23:2);

• mencegah seorang Muslim dari perbuatan keji dan munkar (QS Al-Ankabût, 29:45);

• pengundang datangnya pertolongan Allah (QS Al-Baqarah, 2:45, 153);

• memupuk rasa persamaan, persatuan, dan persaudaraan (QS An-Nisâ’, 4:102);

• sarana efektif mendisiplinkan diri (QS Hûd, 11:114;

• sarana untuk menjaga kebersihan diri (QS Al-Mâ’idah, 5:6);

• peredam rasa gelisah dan keluh kesah (QS Al-Ma’ârij, 70:19);

• momen yang sangat istimewa bagi seorang hamba untuk bisa berkomunikasi secara langsung dengan Allah Swt. (QS Al-Mâ’idah, 5:12; QS Thâhâ, 20:14).

SHALAT IBADAH PENUH BERKAHSejumlah penelitian ilmiah menunjukkan pula bahwa shalat memiliki segudang manfaat, baik secara fisik maupun psikologis, termasuk kemampuannya dalam menangkal dan menyembuhkan beragam penyakit fisik, mengurangi stres, kecemasan, menumbuhkembangkan mental yang sehat, dan tentu saja menyembuhkan

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 31 01/04/2015 19:37:32

Page 38: Buku 2 mengenal fikih ibadah

32 | MENGENAL FIKIH IBADAH

beragam penyakit ruhani, mulai dari ujub, riya, takabur, dengki, sum’ah sampai penyakit malas.

Sentot Haryanto, dalam bukunya yang berjudul Psikologi Shalat (Pustaka Pelajar, 2001), mengungkapkan bahwa shalat mengandung aspek-aspek yang dapat mengembangkan mentalitas sehat. Aspek-aspek psikologis itu antara lain:

• Aspek olahraga, artinya gerakan-gerakan shalat, mulai dari takbiratul ihram sampai salam, memberikan efek positif bagi kesehatan jasmani dan ruhani.

• Aspek relaksasi otot, menurut Walker aspek ini dapat mengurangi kecemasan, insomnia, mengurangi sifat hiperaktif pada anak, dan mengurangi toleransi rasa sakit.

• Aspek relaksasi kesadaran indra, artinya pada saat shalat ruh kita “terbang” menghadap Zat Yang Mahatinggi tanpa perantara, setiap bacaan dan gerakan senantiasa dihayati dan dimengerti, ingatan pun fokus pada Allah semata.

• Aspek meditasi, shalat memiliki efek seperti meditasi, bahkan shalat adalah meditasi tertinggi dengan efek luar biasa apabila dilakukan dengan benar dan khusyuk.

• Aspek auto sugesti, artinya shalat dapat membimbing diri melalui proses pengulangan doa-doa atau bacaan shalat yang menyatakan suatu keyakinan atau perbuatan positif.

• Aspek penyaluran emosi (katarsis), shalat menjadi sarana penghubung atau sarana komunikasi antara seorang hamba dengan Tuhannya, di mana dia dapat

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 32 01/04/2015 19:37:32

Page 39: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 33

mengadu dan mengungkapkan isi hatinya kepada Allah secara langsung, sehingga beban emosi dapat tersalurkan secara tepat.

• Aspek pembentukan kepribadian, artinya melalui shalat, seorang hamba akan memiliki kedisiplinan, cinta kebersihan, cinta persaudaraan, bertutur kata yang baik, dan bersungguh-sungguh dalam hidup.

• Aspek terapi air (hydro therapy), sebelum shalat seseorang harus berwudhu, dan wudhu ini memiliki efek penyegaran (refreshing), mampu membersihkan badan dan jiwa, serta memulihkan tenaga.

SHALAT, MI’RAJ-NYA ORANG BERIMANKetika seseorang mampu melaksanakan shalat secara istiqamah, khusyuk, dan tuma’ninah, dia pun berpeluang mendapatkan pengalaman ruhani tertinggi serta bangkitnya kesadaran puncak (altered states of conciousness) sebagai hasil konkret dari ketersambungan dengan Zat Yang Mahatinggi. Itulah mengapa, ada yang mengatakan bahwa shalat itu adalah ”mi’raj-nya orang-orang beriman”.

Ketika shalat ruh kita terbang menghampiri Dzat Yang Mahatinggi, bertemu dan berdialog dengan-Nya. “Sesungguhnya, Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku; maka sembahlah Aku dan dirikan shalat untuk mengingat-Ku.” (QS Thâhâ, 20:14)

Ketika shalat, tidak ada sekat yang membatasi seseorang untuk bertemu, berdialog, dan mengungkapkan segenap perasaannya kepada Zat Yang Mahasuci. Tidak perlu perantara, tidak perlu status yang tinggi untuk

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 33 01/04/2015 19:37:32

Page 40: Buku 2 mengenal fikih ibadah

34 | MENGENAL FIKIH IBADAH

bertemu dengan-Nya. Walau dia seorang pendosa besar, rakyat jelata, atau orang yang miskin papa, Allah akan tetap menerima kehadiran sang hamba dalam shalat dengan ”tangan terbuka”. Di sinilah shalat dimaknai sebagai bentuk komunikasi yang intens dan dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya.

Pada saat membaca Al-Fâtihah misalnya, terungkap sebuah dialog penuh makna. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah Swt. berfirman, ”Hamba-Ku berkata, ’Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.’ Aku menjawab, ’Hamba-Ku telah memuji-Ku.’ Hamba-Ku berkata, ’Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.’ Aku menjawab, ’Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.’ Hamba-Ku berkata, ’Raja yang menguasai Hari Pembalasan.’ Aku menjawab, ”Hamba-Ku telah memuliakan-Ku.’ hamba-Ku berkata, “Hanya kepada Engkau-lah kami menyembah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon pertolongan.’ Aku menjawab, ’Ini antara Aku dan hamba-Ku setengah-setengah dan hamba-Ku berhak atas apa yang dia minta.’ Hamba-Ku berkata, ’Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.’ Aku menjawab, ’Itu semua untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku berhak atas apa yang dia minta’.”

SHALAT FARDHU DAN SHALAT SUNNATSecara umum, ritual shalat terbagi ke dalam dua macam, yaitu shalat fardhu (wajib) dan shalat sunnat.

Shalat fardhu terbagi ke dalam dua bagian, yaitu shalat fardhu ‘ain dan shalat fardhu kifayah. Shalat fardhu ‘ain wajib dilakukan oleh setiap Muslim yang mukallaf

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 34 01/04/2015 19:37:32

Page 41: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 35

(baligh/normal) sebanyak lima kali sehari semalam, yaitu shalat Subuh, Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya (HR Bukhari dan Muslim dari Thalhah bin Ubaidillah).

Adapun shalat fardhu kifayah adalah shalat yang gugur nilai wajibnya apabila ada sebagian orang yang menunaikannya, misal pada pelaksanaan shalat Jenazah (HR Ahmad Dawud, Ibn Majah dan Nasa’i).

Seperti halnya shalat wajib, shalat sunnat pun terbagi ke dalam dua bagian, yaitu mu’akkadah (shalat sunnat yang hampir selalu dilaksanakan atau jarang ditinggalkan Rasulullah saw.) dan ghairu mu’akkadah (shalat sunnat yang tidak selalu atau sekali-kali dilaksanakan Rasulullah saw.).

Shalat sunnat Rawatib mu’akkadah terdiri atas sepuluh (10) rakaat, perinciannya: 2 rakaat sebelum shalat Subuh, 2 rakaat sebelum dan sesudah shalat Zuhur, 2 rakaat sesudah shalat Maghrib, dan 2 rakaat sesudah shalat Isya.

Shalat sunnat Rawatib ghairu mu’akkadah terdiri dari sepuluh (10) rakaat, dengan perincian: 2 rakaat sebelum dan sesudah shalat Zuhur (menjadi 4 rakaat sebelum dan sesudahnya 2 rakaatnya termasuk yang ghairu mu’akkadah), 2 rakaat sebelum shalat Ashar, 2 rakaat sebelum shalat Maghrib, serta 2 rakaat sebelum shalat Isya.

Selain shalat Rawatib, ada pula shalat-shalat sunnat lainnya, seperti shalat Witir, Tahajud, Tahiyatul Masjid, ‘Ied (‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha), Dhuha, Kusuf (gerhana matahari), dan Khusuf (gerhana bulan), Ishtisqa, shalat Tasbih, shalat Tobat, shalat Istikharah, dan shalat Hajat.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 35 01/04/2015 19:37:32

Page 42: Buku 2 mengenal fikih ibadah

36 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Shalat DhuhaShalat Dhuha adalah shalat sunnah yang dilakukan sesudah matahari terbit kira-kira pukul 08.00 sampai pukul 11.00. Shalat ini boleh dikerjaan dua, empat, enam, delapan, atau dua belas rakaat yang masing-masing terdiri atas dua rakaat.

Shalat IedShalat Ied adalah shalat sunnah dua rakaat yang dilaksanakan di tanah lapang atau di masjid secara berjamaah setiap tanggal 1 Syawal yang disebut shalat sunnah Idul Fitri atau tanggal 10 Zulhijjah yang disebut shalat sunnah Idul Adha. Hukum shalat Ied adalah sunnah mu’akad atau sunnah yang dikuatkan. Ada beberapa hal yang disunnahkan sebelum shalat Ied, antara lain:

• mandi dan berwudu, memakai pakaian yang baik dan bersih, serta memakai wangi-wangian;

• sunnah makan terlebih dahulu sebelum shalat;

• pergi mengambil jalan yang panjang dan pulang mengambil jalan yang lebih pendek;

• mendengarkan khutbah setelah shalat Ied yang disampaikan oleh imam atau khatib; bahkan wanita yang sedang haid dianjurkan pula ke tempat shalat Ied untuk mendengarkan khutbah Ied.

Shalat IntizarShalat Intizar adalah shalat sunnah dua rakaat yang dikerjakan pada waktu akan melaksanakan shalat Jumat

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 36 01/04/2015 19:37:32

Page 43: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 37

(setelah shalat Tahiyatul Masjid). Shalat ini hanya boleh dilakukan sebelum imam naik ke mimbar untuk memberikan khutbah.

Shalat IstikharahShalat Istikharah termasuk golongan shalat ghair mu’aqad atau tidak terikat waktu pelaksanaannya. Shalat Istikharah adalah shalat sunnah dua rakaat untuk memohon petunjuk Allah Swt. agar diberikan ketetapan hati dalam memilih perkara yang sifatnya penting.

Shalat IstisqaShalat Istisqa adalah shalat sunnah yang dilakukan untuk memohon turunnya hujan kepada Allah Swt. Pelaksanaan shalat Istisqa dilakukan secara berjamaah dengan ada khatib yang berkhutbah.

Shalat Khusuf dan KusufShalat Khusuf dan Kusuf adalah shalat sunnah dua rakaat yang dilakukan ketika terjadinya gerhana bulan atau gerhana matahari.

Shalat TahajudShalat Tahajud adalah shalat sunnah yang dilakukan pada waktu malam setelah orang bangun dari tidurnya. Shalat Tahajud biasanya ditutup dengan shalat Witir tiga rakaat (shalat ganjil) dengan satu tahiyat. Pada bulan Ramadhan, shalat Tahajud disebut juga qiyam Ramadhan atau yang sering kita kenal sebagai Tarawih.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 37 01/04/2015 19:37:32

Page 44: Buku 2 mengenal fikih ibadah

38 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Shalat Tahiyatul MasjidShalat Tahiyatul Masjid adalah shalat sunnah dua rakaat yang dilakukan setelah memasuki masjid sebelum duduk.

Shalat TuhurShalat sunnah Tuhur ialah shalat sunnah dua rakaat sekali, dua kali atau lebih setelah seorang Muslim mengerjakan wudhu. Shalat ini disebut juga shalat Syukrul Wudhu.

JENIS SHALAT BERDASARKAN KEADAANSelain shalat wajib lima waktu yang sering dilakukan, ada beberapa shalat khusus yang dilakukan berdasar keadaan dan kondisi tertentu, antara lain:

Shalat KhaufShalat Khauf, artinya shalat yang dilakukan dalam keadaan bahaya. Misalnya dalam peperangan. Adapun tata cara shalat Khauf diuraikan dalam Al-Quran (QS 4:101-102). Jika keadaan bahaya itu lebih besar, maka diperbolehkan shalat sambil berjalan (QS 2: 239).

Shalat JumatShalat Jumat adalah shalat fardu yang dilakukan pada hari Jumat secara berjamaah sebagai pengganti shalat Zuhur. Shalat Jumat dilakukan dua rakaat dan disertai khutbah Jumat oleh khatib.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 38 01/04/2015 19:37:32

Page 45: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 39

Shalat Jana’izShalat Jana’iz atau shalat Jenazah dilakukan ketika ada seorang yang meninggal dunia. Shalat Jana’iz atau shalat Jenazah hukumnya fardhu kifayah, artinya sesuatu kewajiban yang cukup dilakukan oleh beberapa orang Islam saja. Akan tetapi, jika sama sekali tidak ada yang melakukannya, semua orang yang ada di tempat tersebut ikut berdosa.

Shalat Jama QasharJama’

Shalat jama’ adalah dua waktu shalat yang disatukan dalam satu waktu, misalnya antara shalat Zuhur dengan Ashar dan antara shalat Maghrib dengan Isya.

Shalat jama ini ada dua macam, yaitu (1) jama’ takdim, yaitu menarik waktu shalat kedua ke waktu shalat pertama, misalkan mengerjakan shalat Zuhur dengan Ashar dan dilakukan pada waktu Zuhur, atau mengerjakan shalat Maghrib dengan Isya dan dilakukan pada waktu Maghrib, (2) jama’ takhir, yaitu menarik waktu shalat pertama ke waktu shalat kedua, misalkan mengerjakan shalat Zuhur dengan Ashar dan dilakukan pada waktu Ashar, atau mengerjakan shalat Maghrib dengan Isya dan dilakukan pada waktu Isya.

Shalat jama’ dilakukan sesuai dengan urutan waktu shalat. Jika kita menjama shalat Zuhur dan Ashar, kita dapat memulai dengan shalat Zuhur kemudian diikuti dengan shalat Ashar. Demikian pula jika menjama shalat Maghrib dan Isya, shalat Maghrib itulah yang dikerjakan terlebih dahulu.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 39 01/04/2015 19:37:32

Page 46: Buku 2 mengenal fikih ibadah

40 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Qashar

Qashar adalah memendekkan jumlah rakaat shalat dari asalnya empat rakaat menjadi dua rakaat. Menurut Rasulullah saw., shalat qashar adalah ”sedekah” dari Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dalam Al-Quran, Allah Swt. berfirman, ”Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” (QS An-Nisâ’, 4:101)

Jama’ Qashar

Shalat jama’ dan qashar ini dapat digabungkan, sehingga ada yang namanya shalat Jama’ Qashar, yaitu menyatukan dua waktu shalat sekaligus meringkas jumlah rakaatnya, (untuk shalat Maghrib jumlah rakaatnya tetap tiga).

KHAFIYAT ATAU CARA SHALATMelaksanakan shalat adalah wajib ’ain bagi setiap orang yang sudah mukallaf (terbebani kewajiban syari’ah), baligh (telah dewasa dengan ciri telah bermimpi basah), dan ‘aqil (berakal). Allah Ta’ala berfirman, “Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar mereka hanya menyembah kepada Allah saja, mengikhlaskan ketaatan pada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan hanif (lurus), agar mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, demikian itulah agama yang lurus.” (QS Al-Bayyinah, 98:5)

Pada pelaksanaannya, ada beberapa hal yang harus kita ketahui dan kita pahami tentang tatacara shalat, antara lain:

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 40 01/04/2015 19:37:32

Page 47: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 41

Syarat-syarat shalatSyarat-syarat shalat adalah sejumlah peraturan dalam shalat yang harus dipenuhi sehingga shalatnya dianggap sah sesuai hukum, antara lain:

• mengetahui waktu;

• suci dari hadats kecil dan besar;

• suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis;

• menutup aurat;

• menghadap kiblat, kecuali dalam perjalanan.

Rukun shalat

Rukun shalat adalah setiap bagian shalat yang apabila ketinggalan salah satunya dengan sengaja atau karena lupa, shalatnya batal (tidak sah). Ada beberapa rukun shalat, yaitu:

• niat;

• berdiri (bagi yang mampu);

• takbiratul ihram;

• membaca surat Al-Fâtihah;

• rukuk;

• i’tidal (berdiri dari ruku);

• sujud;

• duduk di antara dua sujud;

• sujud kedua;

• tahiyyat akhir dan membaca tasyahud;

• mengucap salam yang pertama;

• tertib (berurutan) dan tuma’ninah.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 41 01/04/2015 19:37:32

Page 48: Buku 2 mengenal fikih ibadah

42 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Hal-hal yang wajib dalam shalat.Hal yang wajib dalam shalat adalah bagian shalat yang apabila ketinggalan salah satunya dengan sengaja maka shalatnya batal (tidak sah), akan tetapi kalau tidak sengaja atau lupa maka orang yang shalat diharuskan melakukan sujud sahwi.

• semua takbir selain takbiratul ihram;

• melafazkan “subhâna rabbiyal a’dzîm” pada saat rukuk;

• melafazkan “sami’ allâhu liman hamidah” bagi imam dan pada saat shalat sendiri;

• melafazkan “rabbana wa lakal hamdu” bagi imam, makmum dan pada saat shalat sendiri;

• melafazkan “subhâna rabbiyal a’lâ” pada saat sujud;

• melafazkan “rabbighfirlî” pada saat duduk di antara dua sujud;

• tasyahud awal;

• duduk tasyahud awal.

Hal-hal yang sunnah dalam shalatHal yang sunnah dalam shalat adalah bagian shalat yang tidak termasuk dalam rukun maupun wajib, tidak membatalkan shalat baik ditinggalkan secara sengaja maupun lupa.

• mengangkat kedua tangan ketika takbir;

• membaca do’a istiftah/iftitah;

• membaca ta’awudz ketika memulai qira’ah (bacaan);

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 42 01/04/2015 19:37:32

Page 49: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 43

• membaca surat dari Al-Quran setelah membaca Al-Fâtihah pada dua rakaat yang awal;

• meletakkan dua tangan pada lutut selama rukuk;

• meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri selama berdiri;

• mengarahkan pandangan mata ke tempat sujud selama shalat (kecuali pada waktu tasyahud).

Hal-hal yang makruh dalam shalatHal-hal yang dimakruhkan dalam shalat adalah segala aktivitas yang sebaiknya ditinggalkan atau tidak dikerjakan karena dapat mengurangi kesempurnaan shalat, antara lain:

• memejamkan dua mata;

• menoleh tanpa keperluan;

• meletakkan lengan di lantai ketika sujud;

• banyak melakukan gerakan yang sia-sia, misalnya bermain-main dengan jam (melihat jam, mengakurkan jam, memperbaiki tali jam, membersihkan jam), mempermainkan baju, gadget, atau lainnya.

Hal-hal yang membatalkan shalatHal-hal yang membatalkan shalat adalah segala bentuk perbuatan yang dilarang dalam shalat. Apabila dilakukan, seseorang akan batal atau tidak sah shalatnya.

• makan atau minum dengan sengaja;

• tertawa;

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 43 01/04/2015 19:37:32

Page 50: Buku 2 mengenal fikih ibadah

44 | MENGENAL FIKIH IBADAH

• memalingkan badan dari kiblat dengan sengaja

• mendahului imam dengan sengaja;

• terbukanya aurat;

• berbicara dengan sengaja;

• banyak bergerak dengan sengaja;

• meninggalkan syarat dan rukun dengan sengaja, tanpa halangan;

• menambah rukuk, sujud, berdiri, atau duduk dengan sengaja.***

”Bacalah apa yang telah diwahyukan kapadamu, yaitu

Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari

ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah Maha Mengetahui

apa yang kamu kerjakan.”(QS Al-Ankabût, 29:45)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 44 01/04/2015 19:37:32

Page 51: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 3: SHALAT | 45

MERAIH SHALAT BERKUALITAS

Dalam prosesi shalat, baik sebelum, ketika, dan sesudah shalat, kita dituntut untuk mengondisikan diri agar bisa menjalin hubungan intens dengan-Nya. Maka, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agara shalat kita terasa nikmat dan berkualitas. • Ciptakan suasana lingkungan yang ikut membantu

kekhusyukan. Jangan terlalu gaduh dan banyak gambar. Suasana seperti itu akan akan mengganggu kekhusyukan.

• Kondisikan diri sendiri agar berada dalam kondisi yang baik, artinya badan harus fit, bersih sehingga tidak gatal-gatal, tidak kepanasan, dan sebagianya.

• Pahami bahwa dalam ibadah itu kita sedang kita ber-tadzakkur dan tadabbur, merenungkan kebesaran Allah dan merenungkan makna dari bacaan shalat, sehingga, bacaan shalat dirasakan sebagai dialog kita dengan Allah Swt. bukan seperti mantra-mantra tanpa makna.

• Lakukan shalat secara (istiqamah) dan benar (sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw.).

• Lakukan shalat dengan memenuhi segala persyaratan-nya, seperti wudhunya sempurna, badan, pakaian dan tempatnya terjamin kesucian dan kebersihannya.

• Lakukan shalat berjamaah, di masjid, pada awal waktu, terlebih bagi kaum laki-laki. Pastikan shalat berjamaah kita dilakukan setertib-tertibnya sesuai dengan petunjuk dari Rasulullah saw.

TIPS:

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 45 01/04/2015 19:37:32

Page 52: Buku 2 mengenal fikih ibadah

46 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Seorang hamba memiliki dua tempat pemberhentian di hadapan Allah Azza wa Jalla. Pertama, ke-

tika dia berdiri di hadapan-Nya. Kedua, ketika dia berdiri di hadapan-Nya pada Hari Kiamat. Siapa menunaikan haknya

tempat pemberhentian pertama, dia akan diringankan pada tempat pemberhentian

kedua. Dan, siapa meremehkan tempat pember-hentian yang pertama dan tidak menunaikan haknya, Allah Ta’ala akan mempersulitnya di tempat pember-

hentian kedua.(Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Al-Fawâ’id)

Utsman bin Affan ra. berkata, “Apabila engkau selalu menunaikan shalat

lima waktu tepat pada waktu utamanya, nis-caya Allah Ta’ala akan memuliakanmu den-

gan sembilan kemuliaan: (1) Allah akan mencin-taimu, (2) menyehatkan badanmu, (3) melembutkan

hatimu, (4) malaikat akan selalu menjagamu, (5) rumahmu akan diberkahi, (6) wajahmu akan menam-

pakan jati diri orang saleh, (7) engkau akan menye-berangi shirat bagai kilat, (8) selamat dari api neraka, dan (9) Allah akan menempatkanmu di surga bersama

orang-orang yang tidak lagi memiliki rasa takut dan tidak pula bersedih hati.”

(Syaikh Nawawi Al-Bantani, Nashaihul ‘Ibâd)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 46 01/04/2015 19:37:32

Page 53: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 4: ZAKAT | 47

BAGIAN 4

ZAKAT”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya, Allah

Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”

(QS Al-Baqarah, 2:110)

Zakat adalah rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Hal ini didasarkan pada sejumlah hadis shahih. Salah satunya ketika Jibril as. mengajukan

pertanyaan kepada Rasulullah saw, “Apakah itu Islam?” Nabi saw. menjawab, “Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan haji bagi yang mampu melaksanakannya.” (HR Bukhari Muslim)

Urutan ini tidak terlepas dari pentingnya kewajiban zakat (setelah shalat) bagi seorang Muslim. Siapapun yang menunaikannya, dia mendapatkan pujian, keberkahan dan balasan yang berlipat. Namun, siapapun yang mengabaikan atau mendustakan, dia layak mendapatkan celaan, bahkan mendapatkan sanksi hukum.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 47 01/04/2015 19:37:32

Page 54: Buku 2 mengenal fikih ibadah

48 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Peringatan keras terhadap orang yang tidak membayar zakat tidak hanya berupa hukuman yang sangat pedih di akhirat (misalnya QS 9:34-35; 3:180), tetapi juga hukuman di dunia. Sejumlah hadis shahih menjelaskan bahwa:

• orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang;

• apabila zakat bercampur dengan kekayaan lain, kekayaan itu niscaya akan binasa;

• pembangkang zakat dapat dihukum dengan denda bahkan dapat diperangi dan dibunuh.

Hukuman terhadap orang-orang yang menolak membayar zakat dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shidiq tidak lama setelah Rasulullah wafat. Pada waktu itu, ada banyak suku Arab yang membangkang tidak mau membayar zakat dan hanya mau mengerjakan shalat akan tetapi menolak zakat. Maka, Khalifah Abu Bakar ra. pun bersumpah, “Demi Allah, saya akan memerangi siapapun yang membeda-bedakan zakat dari shalat ....”

Berdasarkan hal ini, kita dapat memahami betapa asasi dan pentingnya zakat dalam ajaran Islam. Bahkan, dapat dikatakan bahwa orang yang mengingkari kewajiban zakat dapat dihukumi sebagai kafir dan sudah keluar dari Islam (murtad).

MANFAAT ZAKATZakat bukan sekadar untuk memenuhi Baitul Maal dan menolong orang yang lemah dari kejatuhan yang semakin parah. Tujuan utama diperintahkannya zakat adalah agar manusia lebih tinggi nilainya daripada

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 48 01/04/2015 19:37:32

Page 55: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 4: ZAKAT | 49

harta sehingga manusai menjadi tuannya harta bukan menjadikan budaknya. Dengan demikian kepentingan tujuan zakat terhadap si pemberi (muzakki) sama dengan kepentingannya terhadap si penerima (mustahik).

Manfaat zakat bagi muzaki• harta menjadi bersih dan berkah;

• mempermudah urusan hidup;

• didoakan kebaikan oleh malaikat;

• menolak bala dan bencana;

• memperpanjang dan memberkahkan usia;

• membersihkan jiwa dari sifat serakah, kikir, egois, dan lainnya;

• menumbuhkan jiwa kasih sayang kepada sesama;

• didoakan orang lain, khususnya orang-orang miskin, dan lainnya.

Manfaat zakat bagi mustahik:• merasa terbantu dalam mengatasi kesulitan

hidup;

• hidup selalu optimis;

• merasa diperhatikan dan disayangi;

• merasakan kemahaadilan Allah Ta’ala;

• bisa terhindar dari kemurtadan, kekafiran, dan kebencian kepada orang kaya;

• merasakan indahnya ajaran Islam, dan lainnya.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 49 01/04/2015 19:37:32

Page 56: Buku 2 mengenal fikih ibadah

50 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Manfaat zakat bagi masyarakat luas:• menggalang jiwa dan semangat saling menunjang

dan solidaritas sosial di kalangan masyarakat Islam;

• merapatkan dan mendekatkan jarak dan kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat;

• menanggulangi pembiayaan yang mungkin timbul akibat bencana alam;

• menutup biaya-biaya yang timbul akibat terjadinya konflik, persengketaan, dan masalah sosial lainnya di masyarakat;

• menyediakan dana taktis dan khusus untuk menanggulangi biaya hidup bagi para gelandangan, penganggur, dan tuna sosial lainnya, termasuk dana untuk membantu pembiayaan pernikahan, sekolah, dan sebagainya.

Hikmah diwajibkannya zakat bagi seorang Muslim:• manifestasi rasa syukur atas nikmat dari Allah

Swt. dan dengan bersyukur, nikmat dari Allah akan berlipat ganda dan menjadi berkah;

• melaksanakan pertanggungjawaban sosial, sebab harta kekayaan yang kita peroleh tidak lepas dari andil dan bantuan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung;

• membantu golongan ekonomi lemah sehingga dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan perdamaian di tengah masyarakat;

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 50 01/04/2015 19:37:32

Page 57: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 4: ZAKAT | 51

• mendidik orang bersikap dermawan dan menjauhkan diri dari sikap kikir serta rakus;

• mengantisipasi lahirnya berbagai kerawanan dan penyakit sosial yang disebabkan oleh kemiskinan dan lebarnya jurang pemisah antara golongan kaya dengan miskin.

JENIS ZAKATSecara umum, ada dua macam zakat. Pertama adalah zakat fitrah. Kedua adalah zakat harta atau zakat mâl.

Zakat Fitrah

Dasar hukum kewajiban zakat fitrah didasarkan pada hadis dari Ibnu Umar ra. bahwa dia berkata, “Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari ummat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk shalat (Ied ).” (HR Mutafaqun Alaih).

Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. Adapun makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah atau negara yang makanan pokoknya selain kelima makanan tersebut, Mazhab Maliki dan Syafi’i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain.

Menurut Mazhab Hanafi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayarkan harganya dari makanan pokok yang dimakan. Adapun waktu

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 51 01/04/2015 19:37:32

Page 58: Buku 2 mengenal fikih ibadah

52 | MENGENAL FIKIH IBADAH

pembayaran zakat fitrah, menurut jumhur ulama, ditandai dengan tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan. Meskipun demikian, para ulama membolehkan pembayaran zakat fitrah di awal bulan Ramadhan.

Zakat Harta (Maal)

Menurut terminologi bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. Adapun menurut terminologi syari’ah (istilah syara’), harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi dua syarat, yaitu: (1) dapat dimiliki, dikuasai, dihimpun, disimpan; dan (2) dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya, misalnya rumah, ternak, hasil pertanian, uang, emas, dan lainnya.

Tidak semua harta terkena kewajiban zakat, hanya harta tertentu saja yang wajib dizakati, antara lain:

• Milik penuh. Artinya, harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dapat diambil manfaatnya secara penuh, dan berasal dari jalan halal.

• Berkembang. Artinya, harta tersebut dapat bertambah atau berkembang jika diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang.

• Cukup nishab. Artinya, harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’. Sedangkan harta yang tidak

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 52 01/04/2015 19:37:33

Page 59: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 4: ZAKAT | 53

sampai nishabnya terbebas dari zakat dan dianjurkan mengeluarkan infak dan sedekah

• Lebih dari kebutuhan pokok. Artinya, harta tersebut melebihi kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya.

• Bebas dari utang. Orang yang mempunyai utang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), harta tersebut terbebas dari zakat.

• Berlalu satu tahun (al-haul). Artinya, pemilikan harta tersebut sudah belalu (mencapai) satu tahun. Persyaratan ini tidak berlaku bagi hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.

Apa saja yang termasuk zakat harta?

Zakat harta terdiri atas: (a) hewan ternak dengan peraturan tertentu; (b) simpanan emas yang lebih dari 85 gram atau perak dan simpanan lainnya seharga 85 gram emas. Zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 persen setahun (QS At-Taubah, 9:34); (c) tumbuhan-tumbuhan (makanan pokok seperti padi) 5-10 dengan nishab satu ton padi setiap panen (QS Al-An’âm, 6:141); (d) perniagaan atau perusahaan, sebanyak 2,5 persen; (e) rikaz atau bahan galian, sebanyak 20 persen; (f) usaha lain yang dianalogikan dengan usaha-usaha di atas (QS Al-Baqarah, 2:267)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 53 01/04/2015 19:37:33

Page 60: Buku 2 mengenal fikih ibadah

54 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Zakat Harta Kekayaan (Zakah An-Nuqud)

Zakat dari semua jenis harta yang sengaja disimpan baik untuk modal usaha maupun tabungan. Adapun yang temasuk dalam zakat ini adalah emas, perak, intan, berlian, zamrud, platina, uang simpanan, depostio, uang tunai, cek, saham, dan sebagainya. Besar nilai zakat adalah 2.5% tiap tahun untuk harga senilai total 85 gram emas. Apabila digunakan sebagai perhiasan, besar zakat adalah 2.5% sekali selama dimiliki.

Zakat Perniagaan (Zakah At-Tijarah)

Zakat dari semua jenis usaha seperti perdagangan (ekspor, impor, perdagangan, pertokoan, percetakan, penebitan, industri, pariwisata, dan sebagainya.

Adapun ketentuan dari zakat perdagangan ini adalah sebagai berikut:

• Perdagangan tersebut telah memenuhi haul, yaitu telah berjalan satu tahun. Kita dapat menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun kemudian dikeluarkan zakatnya.

• Nishab zakat perdagangan sama dengan nisab emas, yaitu senilai 85 gr emas dan kadar zakatnya sebesar 2,5 persen. Artinya, jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas, dia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 54 01/04/2015 19:37:33

Page 61: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 4: ZAKAT | 55

Zakat Tanaman (Zakah Az-Zira’ah)

Zakat dari semua hasil pertanian, seperti biji-bijian, kacang-kacangan, umbi-umbian, buah-buahan, sayur-sayuran, dan sebagainya yang kita tanam. Besar zakatnya adalah 5% jika dalam prosesnya memerlukan biaya pengairan dan 10% jika dalam pengelolaannya tidak memerlukan biaya pengairan. Untuk nisabnya adalah 1350 kg gabah atau 70 kg beras dan dikeluarkan setiap kali panen.

Zakat Binatang Ternak (Zakah Al-An’âm)

Zakat dari harta yang berupa binatang tenak seperti unta, sapi, kerbau, kambing, kuda dan domba. Jumlah zakat dan nisabnya tergantung menurut ketentuan syariat sebagai berikut:

No Jenis ternak Nisab Kadar zakat

1 Unta 5 ekor

25-34 ekor35-45 ekor46-60 ekor61-75 ekor76-90 ekor91-124 ekor

1 ekor kambing umur 2 tahun. Setiap kali bertambah 5 ekor atau kurang, zakat ditambah 1 ekor kambing/domba hingga unta berjumlah 24 ekor1 ekor unta betina umur 1 tahun1 ekor unta betina umur 2 tahun

2 Sapi 30-39 ekor40-59 ekor60-69 ekor70 ekor

1 ekor sapi, umur 1 tahun1 ekor sapi, umur 2 tahun2 ekor sapi, umur 1 tahun1 ekor sapi, umur 1 tahun dan 1 ekor sapi umur 2 tahun. Selanjutnya, setiap kali sapi bertambah 30, zakatnya ditambah dengan seekor sapi yang berumur 1 tahun dan setiap kali sapi bertambah 40, zakatnya ditambah seekor sapi berumur 2 tahun.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 55 01/04/2015 19:37:33

Page 62: Buku 2 mengenal fikih ibadah

56 | MENGENAL FIKIH IBADAH

3 Kerbau Sama dengan diatas (sda)

4 Kuda Sama dengan diatas (sda)

5 Kambing/ domba

40-120 ekor121-200 ekor201-300 ekor

1 ekor kambing/domba2 ekor kambing/domba3 ekor kambing/domba.Selanjutnya, setiap kali kambing/domba bertambah 100 atau kurang, zakatnya ditambah dengan seekor kambing/domba.

Zakat Temuan (Ar-Rikaz)

Zakat dari harta yang berasal dari barang temuan atau harta yang diperoleh dengan cara tidak sengaja. Besar zakatnya adalah 20% dari nilai harta dan dikeluarkan zakatnya saat barang itu diperoleh.

Zakat Investasi

Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Bentuk-bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak atau tambak, dan sebagiannya.

Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan tidak terpengaruh terhadap hasil produksi maka zakat investasi lebih dekat ke zakat pertanian. Pendapat ini diikuti oleh ulama modern seperti Yusuf Qaradhawi, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdurahman Hasan, dan para ulama lainnya. Dengan demikian, zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 atau 10 persen. Lima persen untuk penghasilan kotor dan 10 untuk penghasilan bersih.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 56 01/04/2015 19:37:33

Page 63: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 4: ZAKAT | 57

Zakat dari Deposito dan Tabungan

Uang simpanan, baik itu tabungan, deposito, dan sejenisnya dikenakan zakat dari jumlah terendah apabila telah mencapai haul. Besarnya nishab senilai dengan 85 gram emas, dan kadar zakatnya 2,5 persen. Kita lihat ilustrasi berikut:

Tanggal Transaksi Penarikan (Debet) Setoran (Kredit) Saldo

01/02/2008 20.000.000 20.000.000

25/03/2008 8.000.000 28.000.000

20/05/2008 5.000.000 23.000.000

01/06/2008 1.000.000 (Bunga) 24.000.000

12/09/2008 5.000.000 29.000.000

11/10/2008 2.000.000 27.000.000

31/12/2008 1.000.000 26.000.000

Jumlah saldo terakhir dalam tabel di atas adalah 26.000.000. Apabila diasumsikan 1 gram emas itu adalah Rp 200.000, nishabnya adalah sebesar Rp 17.00.000 dan telah genap satu tahun. Dengan demikian, si pemilik tabungan atau simpanan tersebut sudah diwajibkan zakat karena saldo terendah yang dimilikinya sudah memenuhi nishab. Adapun jumlah uang yang harus dizakatkan adalah 2,5 dari Rp 26.000.000. Adapun uang bunga yang diperoleh dikeluarkan terlebih dahulu sebelum perhitungan zakat.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 57 01/04/2015 19:37:33

Page 64: Buku 2 mengenal fikih ibadah

58 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Kita lihat perhitungannya:

Tahun haul : 01/02/2008-31/12/2008

Nisab : Rp 17.000.000

Saldo terakhir : Rp 26.000.000-Rp 1.000.000

= Rp 25.000.000

Besaran zakat : 2,5 % x Rp 25.000.000 = Rp 625.000

Apabila dia mempunyai beberapa rekening tabungan di bank yang berbeda, semua rekening dihitung setelah dilihat haul dan saldo terendah dari masing-masing rekening. Misalkan, saldo terakhir (a) rekening 1: 50.000.000, (b) rekening 2: 30.000.000, (c) rekening 3: 12.000.000. Jumlah totalnya adalah Rp 92.000.000. Dengan demikian, zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 % x Rp 92.000.000 = Rp 2.300.000.

PENERIMA ZAKATMustahiq az-zakah adalah orang-orang yang berhak menerima zakat, sering disingkat mustahiq saja atau ashaf. Mustahiq terbagi menjadi 8 golongan besar, antara lain: (a) fakir; (b) miskin; (c) ’amilin; (d) gharimin; (e) mualaf; (f) fî sabilillâh; (g) ibnu sabil; dan (h) budak belian (QS Al-Baqarah, 2:267).

Fuqara

Fuqara adalah bentuk jamak dari faqir yang artinya adalah orang yang membutuhkan. Mereka termasuk kelompok orang yang sangat menghajatkan bantuan orang lain untuk mempertahankan kehidupan sehari-

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 58 01/04/2015 19:37:33

Page 65: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 4: ZAKAT | 59

hari. Hal ini disebabkan karena mereka tidak mempunyai pekerjaan yang layak sehingga kesulitan menghidupi diri dan keluarganya.

Masakin

Masakin adalah orang-orang miskin. Miskin dengan faqir memiliki makna yang sama yaitu sama-sama membutuhkan bantuan orang lain untuk menghidupi dirinya. Orang miskin tidak malu untuk meminta-minta kepada orang lain. Faqir dan miskin sering digabungkan menjadi faqir-miskin yang menunjukan:

• orang yang tidak memiliki harta benda;

• orang yang tidak sanggup bekerja;

• orang yang memiliki harta akan tetapi dia tidak sanggup memenuhi kebutuhannya;

• orang yang sanggup bekerja akan tetapi dia tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya;

• orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap dan tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya.

Amilin

Amilin adalah orang-orang yang mengurus pelaksanaan zakat. Pelaksanaan zakat di sini termasuk ke dalam tugas mengumpulkan, menjaga, mengatur gudang, dan administrasi, serta pembagian zakat. Para amilin harus terdiri dari orang-orang Islam dan bukan mereka yang diharamkan menerima sedekah.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 59 01/04/2015 19:37:33

Page 66: Buku 2 mengenal fikih ibadah

60 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Muallafah Qulubuhum

Mereka adalah orang-orang yang diharapkan hatinya dapat didekatkan dan dikukuhkan kepada Islam. Yang termasuk dalam kategori ini seperti orang-orang yang baru masuk Islam, orang-orang yang belum masuk Islam tapi hatinya dihidupkan terhadap nilai-nilai Islam, dan orang-orang yang sudah mengenal Islam akan tetapi belum melaksanakan ajaran Islam karena alasan tertentu

Riqab

Hamba sahaya yang hendak menebus dirinya agar menjadi manusia merdeka. Oleh karena itu, harta zakat diberikan kepada majikan yang memiliknya. Karena pada perkembangannya praktik perbudakan sudah menghilang, dana zakat pun bisa digunakan untuk:

• menebus orang-orang Islam yang ditawan musuh;

• dana Islam internasional;

• dana-dana untuk membantu membebaskan ketergantungan orang Islam;

• penebusan denda bagi para pidana Muslim yang sudah bertobat dan tidak mampu membayar dendanya.

Gharimin

Gharimin adalah orang-orang yang berhutang, yaitu orang-orang yang tidak dapat lagi membayar utangnya karena jatuh pailit atau orang tersebut meninggal. Yang termasuk gharimin juga bisa sebuah lembaga, badan atau yayasan yang bergerak untuk kemaslahatan umat.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 60 01/04/2015 19:37:33

Page 67: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 4: ZAKAT | 61

Fî Sabilillâh

Fî sabilillâh artinya di jalan Allah Swt. Dahulu yang temasuk golongan ini adalah yang melakukan perang guna membela agama Allah Swt. Seiring perkembangan zaman, cara dan sarana apapun yang digunakan asal tidak melanggar normal agama Allah Swt. dan untuk membela agama-Nya termasuk golongan fî sabilillâh.

Ibnu Sabil

Ibnu sabil memiliki arti anak jalan. Kata ini memiliki arti lain safar atau musafir, yaitu orang-orang yang berpergian yang bukan untuk tujuan maksiat. ***

Setiap anggota tubuh harus ditunaikan zakatnya kepada Allah Ta’ala. (1) Zakatnya hati adalah menafakuri keagungan-Nya, kebijaksa-

naan dan kekuasaan-Nya. (2) Zakatnya mata adalah melihat dengan mengambil ibrah (pelajaran) dari

apa yang dilihat dan menghindar dari yang diharam-kan. (3) Zakatnya telinga adalah mendengarkan ses-uatu yang menjamin keselamatanmu dari api neraka. (4) Zakatnya lisan adalah berbicara dengan sesuatu yang akan mendekatkanmu kepada Allah Ta’ala. (5)

Zakatnya tangan adalah menahannya dari keburukan dan mengarahkannya pada kebaikan. (6) Zakatnya kaki adalah melakukan apa yang baik bagi hatimu

dan keselamatan agamamu.(Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ’Ulumuddin)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 61 01/04/2015 19:37:33

Page 68: Buku 2 mengenal fikih ibadah

62 | MENGENAL FIKIH IBADAH

TIPS:

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 62 01/04/2015 19:37:33

Page 69: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 5: PUASA | 63

BAGIAN 5

P U A S A

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya

yang terdahulu.” (HR Muttafaqun ‘Alaih)

Para sahabat membagi dua belas bulan dalam satu tahun menjadi dua bagian. Enam bulan pertama mereka memohon kepada Allah agar bisa mendapati

bulan Ramadhan dan mampu mengisinya dengan amal ibadah yang optimal. Pada enam bulan kedua, mereka memohon kepada Allah Swt. agar semua ibadah yang dilakukan pada bulan tersebut diterima.

Dengan kata lain, para sahabat menjadikan Ramadhan sebagai titik tolak kurikulum kehidupannya. Tahun ajaran hidup mereka diawali dan diakhiri pada bulan Ramadhan. Bulan mulia tersebut dijadikan masa pembuktian ibadah lima bulan sebelumnya, sekaligus sebagai masa persiapan menempuh hidup di enam bulan sesudahnya.

Sebenarnya, sangat wajar apabila sahabat menjadikan bulan Ramadhan sebagai munthalaq kurikulum hidup. Sebab, ada berbagai keistimewaan yang Allah Swt. karuniakan pada bulan Ramadhan yang tidak diberikan pada bulan-bulan lain, di antaranya:

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 63 01/04/2015 19:37:33

Page 70: Buku 2 mengenal fikih ibadah

64 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Pertama, pintu surga dibuka, sedangkan pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Rasulullah saw. bersabda, “Jika telah datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup…” (HR Bukhari). Hadis ini bisa dipahami apa adanya, yaitu pintu surga betul-betul dibuka dan pintu neraka ditutup. Atau bisa dipahami bahwa peluang masuk surga begitu besar karena pada bulan ini, Allah Swt. mensyariatkan banyak ibadah yang dapat membawa seseorang ke surga. Sebaliknya, peluang masuk ke neraka kecil, karena peluang bermaksiat menjadi lebih kecil.

Kedua, meningkatnya derajat ibadah. Pada bulan Ramadhan, Allah Swt. melipatgandakan ganjaran dan menaikkan derajat ibadah. Satu ibadah wajib dilipatgandakan menjadi tujuh puluh kali ibadah wajib di bulan lain, dan ibadah sunnah bernilai ibadah wajib. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa bertaqarrub kepada-Nya (di bulan Ramadhan) dengan suatu kebaikan, dia bagaikan melakukan suatu kewajiban di bulan lainnya. Barangsiapa melakukan suatu kewajiban pada bulan ini, maka dia sama dengan orang yang melakukan tujuh puluh kali amalan wajib di bulan lainnya.” (HR Ibnu Khuzaimah). Dalam hadis lain dikemukakan bahwa satu tasbih pada bulan Ramadhan sepadan dengan seribu kali tasbih di bulan lain (HR Tirmidzi). Itulah sebabnya, Ramadhan disebut pula Syahr ar-Rahmâh (bulan yang penuh rahmat) dan Syahr ala-i (bulan yang penuh nikmat dan limpahan rahmat). Nilai ibadah pada bulan ini lebih tinggi ketimbang sebelas bulan lainnya.

Ketiga, dihapuskannya dosa-dosa. Allah Swt. berjanji akan mengampuni semua dosa yang telah lalu bagi mereka

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 64 01/04/2015 19:37:33

Page 71: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 5: PUASA | 65

yang “mendirikan” Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi saw., ”Barangsiapa yang ’mendirikan’ Ramadhan dengan penuh keimanan dan penghayatan, maka akan diampuni semua dosanya yang telah lalu”. Kata “mendirikan Ramadhan” bermakna menghidupkan hari-hari bulan Ramadhan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah.

Dalam hadis lain disebutkan bahwa bulan Ramadhan adalah kafarat (penghapus dosa) sampai bulan Ramadhan berikutnya selama tidak dilakukan dosa-dosa besar. Menurut Rasulullah saw., shalat lima waktu, dari Jumat ke Jumat berikutnya, dari Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa di antaranya, apabila ditinggalkan dosa-dosa besar (HR Muslim). Rasulullah saw. pun bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Muttafaqun ‘Alaih). Karena keutamaan ini, bulan Ramadhan disebut pula Syahr an-Najah atau ”bulan pelepasan dari siksa neraka”.

Berpuasa selama satu bulan penuh adalah kewajiban pokok umat Islam yang eksklusif pada bulan Ramadhan. Oleh karena itu, bulan Ramadhan disebut pula Syahr ash-Shiyâm (bulan puasa). Berbeda dengan ibadah pokok lain seperti shalat, zakat, dan ibadah haji yang dapat dilihat dengan mudah oleh orang lain, ibadah puasa hanya bisa dilihat oleh Allah Swt. dan hanya diketahui oleh-Nya dan diri sendiri. Itulah sebabnya, puasa adalah satu-satunya ibadah “untuk Allah”. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah Swt. menegaskan, ”Setiap amal anak Adam (manusia) itu untuknya sendiri, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku dan

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 65 01/04/2015 19:37:33

Page 72: Buku 2 mengenal fikih ibadah

66 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Aku sendiri yang akan membalasnya ...” Karena itulah Ramadhan disebut pula sebagai Syahrullâh (bulan Allah).

Dalam konsep Islam, puasa tidak sekadar menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri, dan hal-hal yang membatalkan ibadah puasa secara fisik, tetapi juga menahan diri dari segala hal yang menyebabkan hilangnya pahala puasa, seperti berbohong, membicarakan aib orang, memfitnah, dan perbuatan maksiat lainnya. Pada saat bersamaan puasa pun (terutama pada bulan Ramadhan) harus dilengkapi dan diselaraskan dengan ibadah-ibadah lainnya, tidak hanya ibadah yang berdimensi vertikal tetapi juga yang berdimensi horizontal.

Simaklah sebagian isi khutbah Rasulullah saw. ketika menyambut bulan Ramadhan, “Wahai manusia, barangsiapa di antara kalian memberi makanan untuk berbuka kepada orang-orang Mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampun atas dosa-dosa yang lalu,” (sahabat-sahabat bertanya), “Ya Rasulullah, tidaklah kami semua mampu berbuat demikian?” Rasulullah yang mulia meneruskan, “Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebutir kurma atau seteguk air. Tuhan akan memberikan pahala yang sama kepada orang yang melakukan kebaikan yang kecil, karena tidak dapat melakukan kebaikan yang lebih besar.”

“Wahai manusia, siapa yang membaguskan akhlaknya pada bulan ini, dia akan berhasil melewati shîrath pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) pada bulan ini, Allah akan

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 66 01/04/2015 19:37:33

Page 73: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 5: PUASA | 67

meringankan pemeriksaan-Nya pada hari Kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya pada bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ketika dia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakannya pada hari dia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa menyambungkan silaturahim pada bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari dia berjumpa dengan-Nya. Barangsiapa memutuskan kekeluargaan pada bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari dia berjumpa dengan-Nya.”

PENGERTIAN PUASA Secara harfiah, puasa yang dalam bahasa Arab disebut shaum (dari shama-yashumu-shauman) berarti “al-imsak” atau menahan diri dari segala sesuatu. Para ulama mendefinisikan puasa sebagai “menahan diri dari segala keinginan syahwat, perut, serta kemaluan dan dari segala yang masuk ke dalam kerongkongan, baik berupa makanan, minuman, obat, dan semacamnya sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat”.

Hal ini disebutkan dalam Al-Quran, “Makan dan minumlah sampai terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS Al–Baqarah, 2:187).

Dari pengertian ini, ada hal yang harus kita perhatikan, yaitu seseorang dikatakan berpuasa apabila didahului dengan niat dan beberapa syarat tertentu. Jadi, apabila seseorang menahan diri dari segala sesuatu akan tetapi tidak didahului dengan niat dan syarat tertentu, dia tidaklah dianggap berpuasa.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 67 01/04/2015 19:37:33

Page 74: Buku 2 mengenal fikih ibadah

68 | MENGENAL FIKIH IBADAH

MACAM–MACAM PUASA Pada kenyataannya ada beragam jenis puasa yang dilakukan umat manusia. Bagi seorang Muslim sendiri ada beberapa jenis puasa yang terlarang dilakukan dan wajib dilakukan.

• Puasa wajib, di antaranya puasa di bulan Ramadhan satu bulan penuh, puasa nazar dan puasa kifarat.

• Puasa sunnat, di antaranya: puasa enam hari di bulan Syawal, puasa Senin–Kamis, puasa Daud, puasa Tasyua dan Asyura, puasa tanggal 13-15 tiap bulan qamariah, dan lainnya.

• Puasa makruh, yaitu puasa yang mendahului satu atau dua hari sebelum tanggal satu Ramadhan. Hal tersebut dimakruhkan karena dapat menimbulkan keraguan apakah sudah memasuki bulan Ramadhan atau belum. Dalam istilah lain, kondisi ini dinamakan yaumu syak.

• Puasa haram, yaitu puasa yang dilakukan pada dua hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, hari Tasyrik (11-13) Zulhijah, dan puasa sepanjang tahun tanpa pernah berbuka sehari pun.

DALIL HUKUM KEWAJIBAN PUASA RAMADHANSeorang Muslim hendaknya meyakini bahwa puasa di bulan Ramadhan adalah sebuah kewajiban dari Allah Swt. atas dirinya. Hal ini termasuk bagian dari keimanan kepada Al-Quran dan sunnah Nabi saw. Karena perintah berpuasa pada bulan Ramadhan diungkapkan secara jelas pada keduanya. Di dalam Al-Quran, kita akan mendapatinya dalam QS Al-Baqarah, 2:183-185.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 68 01/04/2015 19:37:33

Page 75: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 5: PUASA | 69

Adapun dalam hadis, kita akan mendapati banyak seruan Rasulullah saw. terkait hal ini. Salah satunya adalah sabda beliau, ”Siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan berharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Mutafaqun ’Alaih)

RU’YAT DAN HISAB Menurut bahasa ru’yat artinya melihat dan hisab artinya menghitung. Adapun yang dimaksud dalam pembahasan ini ru’yat adalah Sya’ban dan kedatangannya, yaitu terlihatnya bulan sebagai tanda dimulainya bulan Ramadhan atau berakhirnya bulan Ramadhan dan datangnya 1 Syawal. Ru’yat inilah yang kemudian menjadi dasar kapan kaum Muslim memulai dan mengakhiri puasanya. Hal ini sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah saw., “Puasalah kamu sekalian karena ru’yat dan berbukalah karena ru’yat pula. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (HR Bukhari)

SYARAT SYAH DAN WAJIB PUASAPuasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap orang beriman sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah, 2:183. Namun demikian, pada praktiknya, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, yaitu:

• Islam. Artinya, tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.

• Berakal. Artinya, tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 69 01/04/2015 19:37:33

Page 76: Buku 2 mengenal fikih ibadah

70 | MENGENAL FIKIH IBADAH

• Tamyiz. Artinya, tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (mana yang baik dan mana yang buruk).

• Tidak haid. Artinya, tidak sah puasa wanita haid sebelum berhenti haidnya.

• Tidak nifas. Artinya, tidak sah puasa wanita nifas sebelum suci dari nifas.

• Niat. Artinya, puasa yang kita lakukan harus diawali oleh niat karena Allah. Niat ini utamanya sejak malam untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw. “Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i, Tirmidzi). Hadis ini menunjukkan tidak sahnya puasa kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di salah satu bagian malam.

RUKUN PUASA Makna dari rukun puasa adalah hakikat puasa itu sendiri yang tidak boleh ditinggalkan, yaitu niat dan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa.

• Niat dilakukan pada malam hari ketika esok harinya akan berpuasa. Nabi saw. bersabda, “Siapa yang tidak berniat puasa malam harinya, maka tidak sah puasanya.” (HR Bukhari Muslim)

• Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa dari mulai terbit fajar shadiq sampai terbenam matahari. Hal ini sebagaimana yang disyariatkan

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 70 01/04/2015 19:37:33

Page 77: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 5: PUASA | 71

dalam Al-Quran, ”Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar.” (QS Al-Baqarah, 2:187)

SUNNAT PUASASelain dari pekerjaan rukun yang harus dilakukan dalam puasa, ada pula beberapa pekerjaan sunnat. Hal ini sangat dianjurkan oleh Rasulullah saw. untuk dilaksanakan sebagai penyempurna dari ibadah puasa yang kita lakukan. Adapun sunnat puasa jumlahnya ada enam, yaitu:

• mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar;

• segera berbuka puasa apabila matahari telah terbenam;

• memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunnat, sedekah, membaca Al-Quran dan amal kebajikan lainnya;

• apabila dicaci maki, lebih baik mengatakan “saya berpuasa”, tidak membalas mengejek orang yang mengejek, memaki orang yang memakinya, membalas kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; sangat utama apabila kita membalas keburukan dengan kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa;

• berdoa ketika berbuka, misalnya membaca doa, “Ya Allah, karena engkau aku puasa, dan dengan

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 71 01/04/2015 19:37:33

Page 78: Buku 2 mengenal fikih ibadah

72 | MENGENAL FIKIH IBADAH

rezeki pemberian Engkau aku berbuka, dahaga telah hilang, dan urat-urat telah minum, dan insya Allah pahala telah ditetapkan.” (HR Bukhari Muslim);

• berbuka dengan kurma segar, jika tidak punya; kita bisa mengonsumsi kurma kering, apabila tidak punya cukup dengan air putih.

HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASAAda sejumlah hal yang dapat membatalkan puasa yang kita lakukan, di antaranya:

• makan dan minum dengan sengaja, apabila dilakukan karena lupa, puasanya menjadi tidak batal;

• jima (bersenggama);

• memasukkan makanan ke dalam perut, termasuk suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa;

• mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja, adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja;

• keluamya darah haid dan nifas, ketika seorang wanita mendapati darah haid atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari;

• sengaja muntah, yaitu mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut;

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 72 01/04/2015 19:37:33

Page 79: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 5: PUASA | 73

• murtad dari Islam, perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan (QS Al-An’âm, 6:88).

Catatan: • Tidak dikatakan batal puasanya orang yang

melakukan sesuatu yang membatalkan puasa karena alasan tidak tahu, lupa atau dipaksa. Hal yang sama berlaku pula ketika tenggorokan kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.

• Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat puluh hari, dia hendaknya mandi, shalat dan berpuasa.

BOLEH BERBUKA DAN KONSEKUENSINYA Ada beberapa orang yang dibolehkan untuk berbuka atau tidak puasa karena sebab–sebab tertentu. Namun demikian, hal ini melahirkan adanya konsekuensi yang lain, berikut riciannya:

• Sakit dan safar. Apabila seseorang mengalami sakit saat berpuasa, dia dibolehkan untuk berbuka. Demikian pula apabila sesorang melakukan safar (perjalanan) yang termasuk katagori boleh mengqashar shalat. Adapun konsekuensinya adalah dia harus menggantinya (qadha) pada hari lain. (QS Al-Baqarah, 2:185)

• Orang yang sudah lanjut usia, wanita hamil dan menyusui (tidak kuat puasa). Mereka boleh berbuka dan konsekuensinya membayar fidyah sebanyak satu mud ¾ liter beras untuk satu hari yang ditinggalkan. (QS Al-Baqarah, 2:184)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 73 01/04/2015 19:37:33

Page 80: Buku 2 mengenal fikih ibadah

74 | MENGENAL FIKIH IBADAH

• Wanita haid dan wanita nifas. Mereka tidak boleh berpuasa dan wajib mengqadha. ‘Aisyah ra. berkata, “Jika kami mengalami haid, kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat.” (HR Muttafaqun ‘Alaih)

MASALAH–MASALAH SEKITAR PUASA Ada beberapa masalah yang berhubungan erat dengan ibadah puasa dan pelaksanaannya:

• Berpantik (berbekam). Para ulama berbeda pendapat, ada yang membatalkan puasa dan ada pula yang tidak membatalkan puasa. Namun, jumhur ulama berpendapat berbekam tidak membatalkan puasa. Dasar hukumnya adalah hadis yang dari Ibnu Abbas ra., “Sesungguhnya Nabi saw. telah berpantik ketika beliau sedang berihram dan ketika sedang berpuasa.”

• Junub atau hadats besar sampai pagi. Apabila seseorang dalam keadaan junub atau berhadats besar untuk puasa, segeralah bersuci. Namun, apabila karena suatu hal, dia boleh berpuasa dan bersuci setelah fajar. Dari Aisyah ra. bahwa sesungguhnya Nabi saw. pernah dalam keadaan junub sampai waktu subuh karena bersetubuh, bukan karena mimpi, kemudian beliau terus berpuasa Ramadhan.” (HR Bukhari Muslim)

• Waktu qadha puasa Ramadhan. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Hal ini disebabkan perbedaan dalam memahami

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 74 01/04/2015 19:37:33

Page 81: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 5: PUASA | 75

firman Allah Swt. khususnya tentang kata “hari-hari yang lain” (QS Al-Baqarah, 2:185)

• Menggantikan puasa orang lain. Siapa meninggal dunia dalam keadaan punya kewajiban qadha puasa yang belum sempat di bayar, anak atau keluarga dekatnya boleh menggantikan utang qadha puasa tersebut. Dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang mati dengan meninggalkan qadha puasa, hendaklah walinya berpuasa untuk menggantikannya.”

• Membayar fidyah. Fidyah adalah memberi makan kepada fakir miskin karena seseorang tidak mampu melaksanakan puasa Ramadhan sejumlah hari dia tidak berpuasa (QS Al-Baqarah, 2:184). Adapun tentang banyaknya, di sinilah letak perbedaan para ulama. Menurut kalangan Maliki dan Syafi’i besaran fidyah yang harus diberikan adalah satu mud setiap hari (sekitar lima per enam liter). Sedangkan menurut kalangan Hanafi besarannya adalah satu sha’ (gantang = 3,125 kg) gandum atau kurma. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa hal itu bergantung kepada kebiasaan makanan setempat dan jumlahnya sebanyak yang biasa dia makan. Yang jelas esensinya adalah mencukupi kebutuhan makan sehari seorang miskin. ***

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 75 01/04/2015 19:37:33

Page 82: Buku 2 mengenal fikih ibadah

76 | MENGENAL FIKIH IBADAH

TIPS:

Keutamaan Puasa

Abu Hamid Al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddîn mengungkapkan sepuluh kebaikan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang menjalankan ibadah shaum (dengan ikhlas), yaitu:

• kebersihan hati dan kekuatan pandangan,

• kelembutan nurani, • rendah hati dan hilangnya

kesombongan, • tidak lupa akan azab Allah, • melemahkan gejolak nafsu, • terhindar dari banyak tidur, • meringankan aktivitas ibadah, • didapatkannya kesehatan badan dan

dijauhkan dari penyakit, • mengurangi biaya hidup, dan • lebih ringan untuk bersedekah.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 76 01/04/2015 19:37:34

Page 83: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 6: HAJI DAN UMRAH | 77

BAGIAN 6

HAJI DAN UMRAH“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,

barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik

dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-

orang yang berakal.”

(QS Al-Baqarah, 2:197)

Haji adalah ibadah yang sangat mulia. Dia merangkai semua aspek ibadah lainnya. Shalat memerlukan kesiapan ruhani dan fisik. Zakat memerlukan

kemampuan finansial. Puasa memerlukan kesiapan fisik. Bagaimana dengan ibadah ibadah haji? Ia memerlukan semuanya; kesiapan ruhani, fisik, finansial, dan keilmuan. Selain itu, ibadah haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup dan tidak bisa dilakukan sembarang waktu. Dalam setahun, rangkaian ibadah haji hanya dilakukan dalam tempo lima sampai enam hari, mulai tanggal 8 sampai 12 atau 13 Zulhijjah. Ibadah haji juga dilakukan di tempat-tempat yang telah ditentukan. Dimulai di Miqat (tempat dimulainya niat beribadah haji), kemudian Masjidil Haram, Mina, ‘Arafah dan Muzdalifah.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 77 01/04/2015 19:37:34

Page 84: Buku 2 mengenal fikih ibadah

78 | MENGENAL FIKIH IBADAH

Pakaiannya pun istimewa, sesuai dengan ketentuan syariat, dua helai kain tanpa jahitan untuk laki-laki, tidak boleh menutup kepala, tidak memakai alas kaki yang menutup dua mata kaki, dan menutup seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan bagi perempuan. Inilah yang disebut ihram.

Bagaimana dengan perintah haji? Redaksinya menggunakan wa lillâhi alannâsi hijjul baiti. Mengapa kata lillâh menjadi tekanan? Alasannya, ibadah haji memerlukan persiapan-persiapan yang matang, meliputi persiapan ilmu, harta, fisik, dan persiapan takwa (keikhlasan). Harapannya, dengan sempurnanya persiapan, setiap jamaah haji mampu menepati janjinya di hadapan Allah dengan menerjemahkan lambang-lambang itu setelah kembali ke tanah air. Itulah haji mabrur.

Secara umum, ada sekian banyak keutamaan ibadah haji yang selayaknya membuat kita semakin bersemangat untuk bisa melakukannya, antara lain:

• Ibadah haji merupakan perintah Allah yang wajib ditunaikan bagi orang yang mampu.

• Ibadah haji melibatkan fisik, ruhani, harta, dan jiwa.

• Ibadah haji termasuk jihad fî sabilillâh.

• Ibadah haji bisa menumbuhkan dan melatih pengabdian, disiplin diri, persaudaraan, persamaan, pengorbanan, ketenangan, kesucian dan kebersihan, pendalaman sejarah, permohonan, dan lainnya.

• Ibadah haji dapat menggugurkan dosa-dosa bagi yang menjalankannya sesuai aturan Allah Swt.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 78 01/04/2015 19:37:34

Page 85: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 6: HAJI DAN UMRAH | 79

• Ibadah haji dan umrah merupakan kifarat atau penebus dosa.

• Tidak ada balasan yang pantas bagi haji yang mabrur selain surga.

• Harta yang dikeluarkan untuk ibadah haji bernilai infaq fî sabilillâh.

IBADAH HAJI DAN UMRAHHaji dan umrah memiliki arti yang hampir sama, yaitu mengunjungi Baitullah untuk menjalankan ibadah. Namun, secara lebih khusus, haji dapat berarti ”bermaksud mengunjungi sesuatu”, yaitu mengunjungi Baitullâh untuk menjalankan ibadah kepada Allah Swt. Adapun umrah berarti ”mendiami sesuatu” atau ”mengunjunginya”, yaitu mengunjungi Baitullâh untuk beribadah kepada Allah Swt.

PERBEDAAN ANTARA HAJI DAN UMRAHAda sejumlah perbedaan mendasar antara ibadah haji dan umrah, antara lain: (1) haji hanya dilakukan pada bulan haji, yaitu tanggal 9-13 Zulhijjah, sedangkan umrah dapat dilakukan kapan saja; (2) haji dilakukan tidak hanya di Makkah, tetapi juga wuquf di Arafah, dan jumrah di Mina, sedangkan umrah hanya dilakukan di Masjidil Haram, di Makkah, yaitu tawaf dan sa’i.

PELAKSANAAN HAJI DAN UMRAHIbadah haji mencangkup ihram, mabit di Mina, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melempar Jumrah Kubra,

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 79 01/04/2015 19:37:34

Page 86: Buku 2 mengenal fikih ibadah

80 | MENGENAL FIKIH IBADAH

tahallul, kurban, tawaf ifadah, melempar tiga jumrah, dan tawaf Wada. Adapun untuk umrah mencangkup ihram, tawaf, sa’i, dan tahallul.

Pelaksanaan ibadah haji dan umrah dapat secara terpisah ataupun digabungkan. Penggabungan haji dan umrah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

• Tamattu

Menggabungkan umrah dan haji dengan terlebih dahulu mengerjakan ihram untuk umrah sampai selesai melaksanakan umrah (mengerjakan tawaf dan sa’i) dan kembali dalam keadaan tahallul (keluar dari keadaan ihram) dan kembali menjalankan ihram haji lagi pada tanggal 9 Zulhijjah sampai 13 Zulhijjah

• Qiran

Menggabungkan umrah dan haji dengan cara menjalankan ihram secara bersama-sama dan tidak boleh keluar dari keadaan ihram sampai selesai mengerjakan umrah dan haji; atau melakukan saat bulan-bulan haji dengan niat menjalankan umrah dan setelah menjalankan umrah tidak ber-tahallul melainkan langsung mengerjakan ibadah haji.

• Ifrad

Kaum Muslim juga bisa melakukan haji Ifrad, yaitu melaksanakan haji sampai selesai terlebih dahulu kemudian melakukan ihram untuk melakukan umrah sampai selesai.

TAHAPAN PELAKSANAAN HAJI DAN UMRAHTahap-tahap pelaksanaan ibadah haji dan umrah dapat dijelaskan sebagai berikut:

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 80 01/04/2015 19:37:34

Page 87: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 6: HAJI DAN UMRAH | 81

Umrah

Melakukan ihram, yaitu memakai pakaian ihram setelah mandi dan berwudhu, kemudian shalat dua rakaat dan berniat ihram. Adapun tempat berangkatnya adalah salah satu dari tempat-tempat berikut ini, yaitu:

• Zulhulaifah untuk jamaah yang berangkat dari arah Madinah.

• Juhfah untuk jamaah yang berangkat dari arah Mesir dan Syria.

• Qarnulmanazil untuk jamaah yang berangkat dari arah Najd.

• Yulamlam untuk jamaah yang berangkat dari arah Yaman, India, Asia Tenggara.

• Dzati Iraq untuk jamaah yang berangkat dari arah Irak.

• Makkah untuk jamaah yang berangkat dari Makkah.

Pada saat sudah berihram, ada sejumlah larangan bagi jamaah umrah atau haji, laki-laki ataupun perempuan, yang wajib dipatuhi, antara lain:

• memakai pakaian berjahit (HR Bukhari Muslim);

• menutup kepala bagi laki-laki (HR Bukhari Muslim);

• menutup muka dan dua telapak tangan bagi wanita (HR Bukhari Ahmad);

• memakai wangi-wangian baik di badan atau di pakaian ihram (HR Bukhari Muslim);

• memotong kuku, mencukur jenggot atau mencabut bulu di badan;

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 81 01/04/2015 19:37:34

Page 88: Buku 2 mengenal fikih ibadah

82 | MENGENAL FIKIH IBADAH

• memotong tumbuh-tumbuhan (HR Bukhari Muslim);

• membunuh, memburu, atau mengganggu binatang;

• mengeluarkan perkataan yang menimbulkan birahi;

• bertengkar, mencaci, atau mengucapkan perkataan kotor;

• meminang, menikah, atau menikahkan orang lain (HR Muslim).

Pada tahap selanjutnya, jamaah berangkat menuju Masjidil Haram, lalu melakukan tawaf, yaitu mengelilingi Ka’bah tujuh kali dimulai dari arah Hajar Aswad, di mana Ka’bah berada di sebela kiri orang yang tawaf.

Kemudian, jamaah melakukan prosesi sa’i, yaitu lari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah. Setelah sa’i, jamaah melakukan tahallul, yaitu dengan memotong rambut sedikit agar bebas dari ketentuan-ketentuan ihram. Setelah tahallul ini, selesai pulalah ibadah umrah.

Haji

Pelaksanaan ibadah haji dapat ditempuh dengan tiga cara, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, yaitu: haji tamattu, qiran, dan ifrad. Adapun tahap-tahap pelaksanaan ibadah haji itu sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:

• Tanggal 8 Zulhijjah disebut hari Tarwiyyah, di mana seluruh jamaah haji setelah berpakaian ihram berangkat menuju padang Arafah untuk melaksanakan wukuf.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 82 01/04/2015 19:37:34

Page 89: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 6: HAJI DAN UMRAH | 83

• Tanggal 9 Zulhijjah, sekitar waktu Maghrib, jamaah haji berangkat ke Muzdalifah dan menginap satu malam di sana, sambil memungut batu-batu kecil sebanyak 70 buah.

• Tanggal 10 Zulhijjah pagi-pagi (masih gelap), jamaah harus sudah ada di Mina untuk melaksanakan jumratul ’aqabah, yaitu melemparkan 7 buah batu dengan 7 kali lemparan di satu tempat.

• Setelah tahallul, jamaah melaksanakan penyembelihan kurban di Mina.

• Siang harinya berangkat ke Makkah untuk melaksanakan tawaf ifadhah.

• Sebelum Maghrib tanggal 10, jamaah sudah harus berada di Mina lagi.

• Tanggal 11, 12, 13 (atau hanya tangal 11 dan 12 saja, jamaah pulang ke Makkah sebelum waktu Maghrib tanggal 12) untuk melaksanakan umrah lanjutan dengan melemparkan batu pada tiga tempat, yaitu 7 batu dengan 7 lemparan (sehari 21 kali lemparan).

• Selesai jumrah seluruhnya, jamaah menuju Makkah untuk bersiap pulang ke tanah air.

• Menjelang pulang diperintahkan untuk melaksanakan tawaf Wada’ atau tawaf perpisahan.***

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 83 01/04/2015 19:37:34

Page 90: Buku 2 mengenal fikih ibadah

84 | MENGENAL FIKIH IBADAH

ISTILAH PENTING DALAM IBADAH HAJI DAN UMRAH

Ihram Ihram adalah niat memasuki manasik haji atau umrah dengan cara mengenakan pakaian ihram serta meninggalkan beberapa larangan yang biasanya dihalalkan. Pakaian ihram bagi laki-laki terdiri atas dua lembar kain yang tidak dijahit sebagai sarung dan penutup tubuh bagian atas. Untuk wanita mengenakan pakaian yang biasa, yakni pakaian yang menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Warna pakaian ihram disunnatkan berwarna putih. Ihram dilakukan ketika hendak memasuki tempat ihram.

TawafTawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh keliling. Firman Allah Ta’ala, “Hendaklah mereka melakukan tawaf mengelilingi Baitul-Atiq (Ka’bah).” (QS Al-Hajj, 22:29). Pada pelaksanaannya, ada beberapa jenis tawaf, antara lain:

• Tawaf qudum, yaitu tawaf yang dilakukan ketika sampai di Makkah

• Tawaf Ifadah, yaitu tawaf yang dilakukan pada hari menyembelih kurban tanggal 10 Zulhijjah. Inilah tawaf yang menjadi rukun haji disebut juga tawaf Ziyarah.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 84 01/04/2015 19:37:34

Page 91: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 6: HAJI DAN UMRAH | 85

• Tawaf Wada, yaitu tawaf yang dilakukan ketika jamaah haji atau umrah akan meninggalkan Makkah.

• Tawaf sunnah, yaitu tawaf yang dilakukan setiap saat.

Sa’iSa’i adalah berlari kecil di antara bukit Shafa’ dan Marwah di dekat kota Makkah. Sa’i merupakan salah satu rukun haji atau umrah. Praktik pelaksanaan ibadah Sa’i adalah sebagai berikut:

• dilakukan sesudah tawaf;• mulai berlari kecil atau jalan cepat dari bukit

Shafa’ menuju Marwah;• dikerjakan sebanyak tujuh kali putaran (bolak-

balik) dan berakhir di puncak bukit Marwah; dari Shafa’ ke Marwah dihitung satu putaran, begitu sebaliknya sehingga totalnya adalah 4 kali berangkat dan 3 kali pulang;

• sa’i hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang mengerjakan haji atau umrah saja.

Wuquf Wuquf di padang Arafah dilakukan pada 9 Zulhijjah setelah mabit di Mina. Setelah sampai padang Arafah, para jamaah melakukan shalat Zuhur dan Ashar secara jama’ dan mengisi waktu dengan bertalbiyah, berzikir, dan berdoa. Wuquf merupakan salah satu syarat sahnya ibadah haji.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 85 01/04/2015 19:37:34

Page 92: Buku 2 mengenal fikih ibadah

86 | MENGENAL FIKIH IBADAH

MabitMabit adalah bermalam, dalam rangkaian ibadah Haji terdapat dua kali proses Mabit. Pertama, mabit di Mina, dilakukan tanggal 8 Zulhijjah (hari Tarwiyah). Adapun hukum mabit di Mina adalah sunnah. Kedua, mabit di Muzdalifah. Mabit di Muzdalifah dilakukan setelah Wuquf di Arafah. Di dalam Al-Qur’an Muzdalifah dinamakan Masy’aril Haram. Di tempat inilah orang diperintahkan mengingat Allah Swt. Mabit di Muzdalifah hukumnya wajib. Para jamaah diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah setelah shalat Subuh.

TahallulTahallul adalah keluar dari keadaan ihram dengan mencukur atau memotong rambut kepala paling sedikit tiga helai rambut. Laki-laki disunnahkan memotong habis rambutnya, sedangkan wanita menggunting ujung rambut sepanjang jari. Sebelum proses tahallul, para jamaah melempar Jumrah Kubra di Mina. Pelemparan dilakukan dengan cara melontarkan tujuh (7) kerikil kecil.

KurbanPada 10 Zulhijjah tepatnya saat Idul Adha, bagi yang mampu disunnahkan untuk menyembelih kurban. Waktu penyembelihan dilakukan setelah terbit matahari pada hari Idul Adha sampai matahari terbenam pada hari ketiga belas.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 86 01/04/2015 19:37:34

Page 93: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 6: HAJI DAN UMRAH | 87

ETIKA HAJI DAN UMRAHJamaah haji dan umrah adalah tamu-tamu Allah yang sangat dimuliakan. Aneka kebaikan akan Allah curahkan kepada mereka. Doa-doa mereka adalah doa-doa yang ijabah. Air mata mereka adalah air mata yang akan membukakan pintu rahmat dan ampunan Allah. Setiap langkah mereka akan menggugurkan dosa-dosanya dan mengangkat derajatnya.

Akan tetapi, aneka keutamaan ini bisa hilang apabila jamaah meninggalkan adab batiniahnya. Haji dan umrah adalah safar ruhani menuju Allah Swt. Oleh karena itu, selain memperhatikan ritus-ritus keduanya, jamaah haji pun harus menjaga adab-adab batiniah ibadah yang dilaksanakannya itu. Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menyebutkan beberapa etika haji, di antaranya:

• Hendaknya berhaji dengan harta halal. Dia harus meninggalkan perhatian pada urusan pekerjaan dan bisnisnya, serta mencurahkan perhatiannya hanya kepada Allah semata.

• Tidak memboroskan bekalnya untuk makan dan minum yang mewah atau membeli kelezatan-kelezatan di perjalanan. Ia harus banyak menggunakan hartanya untuk bersedekah, menolong orang lain atau memberikan bekal pada teman seperjalanan.

• Meninggalkan segala macam akhlak tercela, kekejian dan kefasikan, serta perdebatan dan perbantahan. Adapun yang termasuk kekejian adalah berkata kotor, kasar atau yang menusuk perasaan, berdusta, memfitnah, dan menipu.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 87 01/04/2015 19:37:34

Page 94: Buku 2 mengenal fikih ibadah

88 | MENGENAL FIKIH IBADAH

• Diutamakan memperbanyak berjalan. Lebih baik meninggalkan Arafah dan menuju Mina dengan berjalan kaki daripada dengan kendaraan.

• Berpakaian sederhana dan meninggalkan tanda-tanda kesombongan dan kemewahan. Haji adalah ibadah untuk membesarkan Allah Swt. dan mengecilkan diri kita.

• Melaksanakan kurban dengan penuh keikhlasan dan membagikan dagingnya kepada fakir miskin.

• Bersabar menerima musibah yang menimpanya. ***

TIPS:

Keutamaan Ibadah HajiAbu Dzar Al-Ghifari ra. berkata, “Perjalanan menuju hari Kiamat adalah perjalanan terjauh. Maka, ambillah perbekalan yang berguna untuk perjalanan kalian.”

Seseorang bertanya, “Apa perbekalan yang berguna bagi kami?”

Abu Dzar menjawab, “(1) Berhajilah untuk menghadapi perkara yang amat besar (Kiamat), (2) berpuasalah pada hari yang sangat panas demi menghadapi Hari Kebangkitan, (3) shalatlah dua rakaat di kegelapan malam untuk menghadapi kejamnya alam kubur, (4) ucapkanlah kata-kata yang baik serta (5) tinggalkanlah kata-kata buruk untuk menyongsong hari yang besar, dan (6) bersedekahlah dengan harta kalian. Semoga dengan itu kalian bisa selamat pada saat yang sulit.”

(Abu Nu’aim Al-Ashbahani, Hilyatul Auliya, I:165)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 88 01/04/2015 19:37:34

Page 95: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Pendahuluan | 89

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2002. Fathul Bari: Penjelasan Kitab Shahih Bukhari. Jakarta: Pustaka Azzam.

Al-Atsary, Zulqarnain Sunusi. Panduan Puasa Ramadhan di Bawah Naungan Al-Quran dan Sunnah. Majalah An-Nashihah, Vol. 7 (1425/2008).

Azhar, Tauhid Nur. 2015. Cara Hidup Sehat Islami. Bandung: Tasdiqiya Publishing.

Faridl, Miftah. 1999. Pokok-Pokok Ajaran Islam. Bandung: Pustaka.

Faridl, Miftah. 2009. Ibadah Muslim Kosmopolitan. Bandung: Sygma.

Haryanto, Sentot. 2011. Psikologi Shalat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hidayat, Rachmat Taufik. 2000. Almanak Alam Islami. Jakarta: Pustaka Jaya.

Majalah As-Sunnah, Edisi 03/Tahun X/1427 H/2006 M.

Qaradhawi, Yusuf. 2008. Hukum Zakat. Bogor: Litera Antara Nusa.

Qaradhawi, Yusuf. 2005. Tanya Jawab Seputar Ibadah Haji dan Umrah. Jakarta: Bening Publishing.

Tim Darul Ilmi. 2010. Buku Panduan Lengkap Agama Islam. Jakarta: Qultum Media.

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 89 01/04/2015 19:37:34

Page 96: Buku 2 mengenal fikih ibadah

90 | MENGENAL FIKIH IBADAH

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 90 01/04/2015 19:37:34

Page 97: Buku 2 mengenal fikih ibadah

Bagian 6: HAJI DAN UMRAH | 91

TENTANG DARUL ILMI

Profil Darul Ilmi, Madrasatul Hayat

Hadirnya Darul Ilmi bermula dari kepedulian Ir. H. Soedarsono Soekardi terhadap pentingnya pendidikan ruhiyah bagi generasi penerus umat, khususnya dalam menyikapi berbagai tantangan perkembangan zaman yang semakin dinamis. Apabila tidak disikapi dengan tepat, kondisi ini sangat berpotensi menggerus kualitas akhlak dan fondasi akidah.

Gagasan besar Ir. H. Soedarsono Soekardi ini diwujudkan dalam bentuk pesantren virtual yang dinamai Baitul Ilmi atau Rumah Ilmu (House of Knowledge) yang berangkat dari semangat IQRA. Secara lengkap nama pesantren virtual ini adalah Baitul Ilmi Madrasatul Hayat atau Rumah Ilmu-Sekolah Kehidupan.

Dibesut oleh tim yang tergabung dalam Tauhid Institute, Baitul Ilmi memulai programnya dengan menerbitkan dua buah buku bertopik akidab (tauhid) dan fikih ibadah. Topik ini dianggap sangat relevan dengan kebutuhan edukasi ruhiyah bagi generasi muda masa kini. Kedua buku tersebut tidak diperjualbelikan dan dibagikan secara gratis bagi siapapun yang memiliki niat untuk menambah ilmu agama sebagai bekal kehidupan.

Buku ini disusun oleh tim Baitul Ilmi Madrasatul Hayat dengan bersumber pada sumber-sumber rujukan yang sahih. Selain buku, menyikapi perkembangan teknologi yang teramat pesat serta bergesernya perilaku membaca generasi Y (generasi youth; generasi muda melek teknologi) yang lebih condong mengakses melalui gawai seluler, maka Baitul Ilmi Madrasatul Hayat menyiapkan

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 91 01/04/2015 19:37:34

Page 98: Buku 2 mengenal fikih ibadah

92 | MENGENAL FIKIH IBADAH

TENTANG DARUL ILMI

aplikasi Android berjudul fikih ibadah yang dapat diunduh dan dibaca siapapun di mana saja dia berada.

Demikian sekilas profil Baitul Ilmi Madrasatul Hayat. Insya Allah ke depan kami akan terus mengembangkan diri dalam hal edukasi umat serta memasuki pula program-program inovatif dalam hal pemberdayaan umat melalui aktivitas teknopreneurship.

Insya Allah apa yang kami kerjakan dalam wadah Darul Ilmi Madrasatul Hayat dapat memberi manfaat bagi ummat.

Salam,

Tauhid Nur Azhar

(Managing Director Darul Ilmi Madrasatul Hayat)

buku 2_mengenal fikih ibadah.indd 92 01/04/2015 19:37:34