bukan proposal biasa
TRANSCRIPT
Tugas Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Ekonomi
“Analisis Hubungan antara Tingkat Laju Inflasi dan Pertumbuhan
Ekonomi di Provinsi Jambi”
Oleh :
Nama : Putri Ardela
NIM : C1A007022
Kelas : C
Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi
Universitas Jambi
2009/2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permasalahan yang dihadapi ekonomi dunia dewasa ini semakin
pelik. Melambatnya pertumbuhan ekonomi global sebagai dampak
peningkatan harga komoditas dunia terutama harga minyak dan pangan,
diperparah lagi dengan krisis keuangan hebat yang melanda Amerika Serikat yang
mengakibatkan luluhnya industri keuangan global. Krisis ini akan menyebabkan
terjadinya peningkatan inflasi dibeberapa negara, yang akan diikuti oleh kenaikan suku
bunga, dan gejolak nilai tukar.
Mengingat sistem keuangan suatu negara tidak dapat berdiri sendiri, melainkan
saling terkait dan terintegrasi dengan sistem keuangan dinegara lain secara global, maka
guncangan dunia keuangan global ini akan menjadi batu ujian pada kekuatan
perekonomian nasional kedepan.
Salah satu tujuan pemerintah dalam perekonomian adalah meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan taraf hidup diukur
dengan output riil perorangan. Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan
masalah makro ekonomi jangka panjang.
TahunLaju
Inflasi
Laju Pertumbuhan ekonomi
Dengan Migas Tanpa Migas Total
2001 10.11
2002 12.62 5.86 6.19 12.05
2003 3.79 5.00 5.55 10.55
2004 7.25 5.38 6.48 11.84
2005 16.50 5.57 6.25 11.82
2006 10.66 5.89 6.13 12.02
2007 7.42 6.82
Sumber data : Badan Pusat Statistik, Berita resmi statistik.
Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jambi
URAIAN 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
1. Pertanian 8,33 (1,61) (3,58) 5,69 0,69 3,71 4,85 3,56 5,08 4,61 11,34 4,57
2. Pertambangan
dan Penggalian
21,84 14,90 53,19 3,74 7,24 29,39 (1,52) 2,82 0,65 1,04 (7,29) 9,60
3. industri 12,39 5,04 (9,36) 1,20 2,14 3,63 10,09 2,36 3,55 3,90 4,44 5,45
4. listrik 4,92 7,67 10,80 11,02 5,12 6,04 16,05 22,10 13,03 5,10 7,38 4,47
5. Bangunan 7,32 2,32 (42,00) (16,90) (7,68) 1,66 33,98 26,79 25,75 20,48 6,67 14,58
6. Perdagangan,
Hotel & Rest.
9,52 8,24 (11,79) 4,09 1,94 2,84 5,67 6,32 6,03 9,04 7,90 6,25
7. Angkutan &
komunikasi
5,90 5,73 (1,66) 3,82 3,78 8,10 5,36 4,94 6,47 7,10 5,94 7,14
8. Keuangan 4,69 5,56 (15,05) 2,50 5,73 (8,93) 3,13 13,98 14,38 8,42 5,77 19,06
9. Jasa-jasa 3,30 2,73 2,18 1,75 2,44 4,42 9,67 4,82 3,48 3,21 4,07 5,62
PDRB 8,81 3,91 (5,41) 2,90 2,20 6,65 5,86 5,00 5,38 5,57 5,89 6,82
* : tanda kurung menunjukkan negatif
Di Provinsi Jambi, berdasarkan Badan Pusat Statistik laju inflasi pada tahun
2002 sebesar 12.62 % dan pertumbuhan ekonomi sebesar 12.05 %. Pada tahun 2003
laju inflasi sebesar 7.25 % dan pertumbuhan ekonomi sebesar 10,55 %. Pada tahun
2004 laju inflasi sebesar 16.50 % dan pertumbuhan ekonomi sebesar 11.84 %. Pada
tahun 2005 laju inflasi sebesar 10.66 % dan pertumbuhan ekonomi sebesar 11.82 %.
Pada tahun 2006 laju inflasi sebesar 9.26 % dan pertumbuhan ekonomi sebesar
12.02%.
Bertolak dari permasalahan tersebut, penulis mencoba mengupas dan
memaparkan secara terbuka tentang masalah laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi
Provinsi Jambi. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti fenomena
tersebut melalui proposal yang berjudul: “Analisis hubungan tingkat
laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan data pada tabel fakta diatas, maka yang menjadi permasalahan
pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang menyebabkan terjadinya inflasi di Provinsi Jambi ?
2. Apakah ada hubungan antara tingkat laju inflasi dengan pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Jambi ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah seperti yang tertuang berikut ini
1. mengetahui penyebab terjadinya inflasi di Provinsi Jambi
2. mengetahui hubungan antara tingkat laju inflasi dengan pertumbuhan ekonomi
di Provinsi Jambi
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.1. Pengertian Inflasi
Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga
umum yang berlangsung terus menerus. Dari pengertian tersebut maka apabila terjadi
kenaikan harga hanya bersifat sementara, maka kenaikan harga yang sementara
sifatnya tersebut tidak dapat dikatakan inflasi. Ada pula yang mengatakan bahwa
inflasi adalah meningkatnya harga barang atau jasa kebutuhan masyarakat secara rata-
rata (agregat) pada waktu berjalan terhadap waktu sebelumnya secara terus menerus
dalam jangka waktu panjang Semua negara di dunia selalu menghadapi permasalahan
inflasi ini. Oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan
salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi
suatu negara.
Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar
antara 2 sampai 4 persen per tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4
persen dikatakan tingkat inflasi yang rendah. Selanjut tingkat inflasi yang berkisar
antara 7 sampai 10 persen dikatakan inflasi yang tinggi. Namun demikian ada negara
yang meng-hadapai tingkat inflasi yang lebih serius atau sangat tinggi, misalnya
Indonesia pada tahun 1966 dengan tingkat inflasi 650 persen. Inflasi yang sangat
tinggi tersebut disebut hiper inflasi (hyper inflation).
2.1.2. Jenis Inflasi
Didasarkan pada faktor-faktor penyebab inflasi maka ada tiga jenis inflasi
yaitu:
1) inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)
2) inflasi desakan biaya (cost-push inflation)
3) inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).
Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation) atau inflasi dari sisi
permintaan (demand side inflation) adalah inflasi yang disebabkan karena adanya
kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan dengan jumlah barang
dan jasa yang ditawarkan. Karena jumlah barang yang diminta lebih besar dari pada
barang yang ditawarkan maka terjadi kenaikan harga. Inflasi tarikan permintaan
biasanya berlaku pada saat perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh dan pertumbuhan eko-nomi berjalan dengan pesat (full employment
and full capacity). Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat/tinggi mendorong
peningkatan permintaan sedangkan barang yang ditawarkan tetap karena
kapasitas produksi sudah maksimal sehingga mendorong kenaikan harga yang
terus-menerus.
Inflasi desakan biaya (Cost-push Inflation) atau inflasi dari sisi penawaran
(supply side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan
biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan tingkat produktivitas dan efisiensi,
sehingga perusahaan mengurangi supply barang dan jasa. Peningkatan biaya produksi
akan mendorong perusahaan menaikan harga barang dan jasa, meskipun mereka harus
menerima resiko akan menghadapi penurunan permintaan terhadap barang dan jasa
yang mereka produksi. Sedangkan inflasi karena pengaruh impor adalah inflasi yang
terjadi karena naiknya harga barang di negara-negara asal barang itu, sehingga terjadi
kenaikan harga umum didalam negeri.
2.1.2. Teori-Teori Inflasi
Boediono (1994:161) menjelaskan tiga teori inflasi sebagai berikut:
1) Teori Kuantitas.
Teori kuantitas merupakan teori yang paling tua mengenai inflasi. Teori
ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari (a) jumlah uang yang beredar, dan (b)
psikologi (harapan ) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Inti
dari teori ini adalah sebagai berikut:
(a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar
( uang kartal atau uang giral). Penambahan jumlah uang ibarat “bahan bakar”
bagi api inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan
sendirinya,apapun sebab musabab awal terjadinya inflasi.
(b) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar
dan oleh psikologi ( harapan ) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa
mendatang. Dalam hal ini ada tiga kemungkinan keadaan. Keadaan pertama, adalah
bila masyarakat tidak atau belum mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-
bulan mendatang.
Dalam keadaan ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang
beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya (memperbesar
pos Kas neraca anggota masyarakat). Ini berarti, sebagian besar dari penambahan
jumlah uang tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Berarti, tidak akan ada
kenaikan permintaan barang, yang berarti pula tidak akan ada kenaikan harga barang.
Jika ada kenaikanharga, hanya relatif kecil.
Misalnya, penambahan jumlah uang yang beredar sebesar 10%, hanya akan
diikuti oleh kenaikan harga-harga sebesar 1%. Keadaan ini biasanya dijumpai pada
waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi
sedang berlangsung. Keadaan kedua, adalah keadaan di mana masyarakat mulai sadar
adanya inflasi. Masyarakat mulai mengharapkan adanya kenaikan harga. Penambahan
jumlah uang yang beredar, tidak lagi untuk menambah pos Kas-nya,
Tetapi untuk membeli barang ( memperbesar pos aktiva barang-barang di
dalam neraca). Hal ini akan menyebabkan meningkatnya permintaan barang. Akibat
selanjutnya adalah kenaikan harga barang. Dalam hal ini, penambahan jumlah uang
yang beredar 10%, akan diikuti kenaikan harga-harga sebesar 10% pula. Keadaan ini
biasanya dijumpai pada waktu inflasi sudahberjalan cukup lama, dan masyarakat
cukup waktu untuk menyesuaikan sikapnyaterhadapsituasi yang baru. Keadaan
ketiga, adalah keadaan di mana inflasi telahterjadilebihparah (hiperinflasi). Dalam
keadaan ini masyarakat telah kehilangan kepercayaannya terhadap nilai mata uang.
Masyarakat cenderung enggan memegang uangkas.Begitumenerima uang kas,
masyarakat cenderung langsung membelanjakannya.Masyarakat memiliki harapan
bahwa laju inflasi di bulan-bulan mendatang lebih besar dari laju bulan-bulan
sebelumnya. Keadaan ini ditandai dengan makin cepatnya peredaran uang.
Dalam keadaan ini penambahan jumlah uang sebesar 10% misalnya, akan
menyebabkan kenaikan harga-harga lebih besar dari 10%.
2). Teori Keynes.
Teori ini menyatakan, bahwa inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan perekonomiannya. Proses inflasi menurut pandangan
ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok
sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh
masyarakat tersebut.
Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan di
mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-
barang yang tersedia sehingga timbul apa yang disebut dengan inflationary gap (celah
inflasi). Inflationary gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut
berhasil menerjemahkan keinginan mereka menjadi permintaan efektif akan barang-
barang. Dengan kata lain, mereka berhasil memperoleh dana untuk mengubah
keinginannya menjadi rencana pembelian barang-barang yang didukung dengan dana.
Golongan masyarakat ini, mungkin adalah pemerintah sendiri yang menginginkan
bagian yang lebih besar dari output masyarakat dengan jalan melakukan defisit
anggaran belanja yang ditutup dengan mencetak uang baru. Golongan ini mungkin
juga pihak swasta yang ingin
melakukan investasi baru dan memperoleh dana pembiayaannya dari kredit bank.
Golongan ini bisa juga dari serikat buruh yang berusaha memperoleh kenaikan gaji
para anggotanya melebihi kenaikan produktivitas kerja buruh. Apabila permintaan
efektif dari golongan-golongan masyarakat tersebut, pada harga-harga yang berlaku,
melebihi jumlah maksimum barang-barang yang bisa dihasilkan oleh masyarakat,
maka inflationary gap akan timbul. Akibatnya, akan terjadi kenaikan harga-harga
barang. Dengan adanya kenaikan harga, sebagian dari rencana pembelian barang dari
golongan-golongan tadi tentu tidak bisa terpenuhi. Pada periode berikutnya,
golongan-golongan yang tidak bisa memenuhi rencana pembelian barang tadi, akan
berusaha memperoleh dana lagi ( baik dari pencetakan uang baru, kredit bank, atau
kenaikan gaji). Tentunya tidak semua golongan tersebut berhasil memperoleh
tambahan dana yang diinginkan. Golongan yang berhasil memperoleh tambahan dana
lebih besar bisa memperoleh bagian
dari output yang lebih banyak. Mereka yang tidak bisa memperoleh tambahan dana
akan memperoleh bagian output yang lebih sedikit. Golongan yang kalah dalam
perebutan ini adalah golongan yang berpenghasilan tetap atau yang penghasilannya
tidak naik secepat kenaikan laju inflasi ( pensiunan, PNS, petani, karyawan
perusahaan yang tidak mempunyai serikat buruh). Inflasi akan terus berlangsung
selamajumlah permintaan efektif masyarakat melebihi jumlah output yang bisa
dihasilkanmasyarakat. Inflasi akan berhenti jika permintaan efektif total tidak
melebihijumlahoutputyangtersedia.
3) Teori Struturalis. Teori strukturalis adalah teori inflasi yang didasarkan atas
pengalaman
di negara-negara Amerika Latin. Teori ini menekankan pada ketegaran
(infleksibilitas)
dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi
dikaitkan
dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian ( yang, menurut definisi faktor-
faktor
ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang) , maka teori ini bisa
disebut teori inflasi “ jangka panjang”. Dengan kata lain yang dicari disini adalah :
faktor-faktor jangka panjang manakah yang bisa mengakibatkan inflasi ( yang
berlangsung lama)? Menurut teori ini ada dua ketegaran dalam perekonomian negara-
negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi, yaitu :
(1) Ketegaran yang pertama berupa “ ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor, yaitu
nilai
ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan oleh : (a) Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor
negara tersebut makin tidak menguntungkan ( dibanding dengan harga-harga barang
impor yang harus dibayar), atau sering disebut dengan istilah dasar penukaran (term
of
trade) semakin memburuk. Dalam hal ini sering dianggap bahwa harga barang-barang
hasil alam, yang merupakan barang-barang ekspor dari negara-negara sedang
berkembang, dalam jangka panjang naik lebih lambat dari pada harga barang-barang
industri, yang merupakan barang-barang impor negara-negara sedang berkembang,
(b) Suplai atau produksi barang-barang ekspor tidak responsif terhadap kenaikan
harga ( tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan ekspor berarti pula kelambanan
kemampuan untuk impor barang-barang yang dibutuhkan ( baik barang konsumsi
maupun investasi). Akibatnya negara yang bersangkutan mengambil kebijakan
pembangunan yang menekankan pada pengembangan produksi dalam negeri untuk
barang-barang yang sebelumnya diimpor ( import-substitution strategy) walaupun
harus sering dengan biaya produksi yang lebih tinggi dan kualitan yang lebih rendah.
Biaya yang lebih tinggi menyebabkan harga produk menjadi lebih tinggi. Dengan
demikian inflasi akan terjadi.
(2). Ketegaran kedua berkaitan dengan “ ketidakelastisan” dari suplai atau produksi
bahan
makanan. Pertumbuhan bahan makanan tidak secepat pertumbuhan penduduk dan
penghasilan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung
naik melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Akibat selanjutnya adalah
timbulnya tuntutan dari para karyawan di sektor industri untuk memperoleh kenaikan
gaji/upah. Kenaikan upah berarti kenaikan biaya produksi, yang berarti kenaikan
harga barang-barang produksi. Kenaikan barang-barang, mengakibatkan tuntutan
kenaikan upah lagi. Kenaikan upah akan diikuti oleh kenaikan harga produk. Dan
seterusnya. Proses ini akan berhenti dengan sendirinya apabila harga bahan makanan
tidak terus naik.
Dalam praktek, proses inflasi yang timbul karena dua ketegaran tersebut tidak berdiri
sendiri-sendiri. Kedua proses tersebut saling berkaitan dan bahkan saling memperkuat
satu sama lain.
Disamping teori-teori tersebut, A.W. Phillips dari London School of Economics
berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dan tingkat
perubahan
upah nominal ( Soediyono, 1992 : 201 ; Samuelson dan Nordhaus, 1997 : 327).
Penemuan
tersebut diperoleh dari hasil pengolahan data empirik perekonomian Inggris periode
1861-
1957 dan kemudian menghasilkan teori yang dikenal dengan Kurve Phillips.
Kurva WP adalah kurva Phillips yang merupakan garis regresi dari hubungan antara
persentase perubahan tingkat upah nominal dan tingkat pengangguran. Setiap titik
dalam
gambar tersebut menunjukkan kombinasi nilai persentase perubahan tingkat upah
nominal
dan persentase tingkat pengangguran pada tahun yang bersangkutan. Semua titik
tersebut
membentuk diagram pencar. Dari diagram pencar ini ditarik garis regresi. Dari Gb.
5.5.
tersebut jelas bahwa antara persentase perubahan tingkat upah nominal dan persentase
pengangguran mempunyai hubungan yang negatif. Artinya, meningkatnya tingkat
upah
nominal akan disertai oleh menurunnya tingkat pengangguran. Sebaliknya
menurunnya
tingkat upah nominal akan disertai meningkatnya tingkat pengangguran. Kueva dalam
Gb.
2.1.3. Pertumbuhan ekonomi
2.1.3.1. Pengertian dan Definisi Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat
penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan
analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu
negara atau suatu daerah. Ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan apabila
produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat
menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada
periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang
terus menunjukkan peningkatan, maka itu menggambarkan bahwa
perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik.
Perencanaan pembangunan ekonomi merupakan sarana utama kearah
tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan perencanaan
pembangunan ekonomi suatu negara dapat menentukan serangkaian sasaran
ekonomi secara kuantitatif dalam periode tertentu. Melalui perencanaan
pembangunan suatu negara dapat memobilisasi sumber daya yang terbatas
untuk memperoleh hasil yang optimal dengan lancar, progresif dan seimbang.
2.1.3.2. Teori dan Model Pertumbuhan Ekonomi
a. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom
sesudah Keynes yaitu Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori Harrod-Domar ini
mempunyai asumsi yaitu:
1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan
barang- barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara
penuh.
2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor
perusahaan.
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya
pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik nol.
4. Kecenderungan untuk menabung (marginal propensity to save = MPS)
besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (capital-output ratio
= COR) dan rasio pertambahan modal-output (incremental capital-output
ratio = ICOR).
Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu
proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-
barang modal yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian
tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Hubungan
tersebut telah kita kenal dengan istilah rasio modal-output (COR).
Dalam teori ini disebutkan bahwa, jika ingin tumbuh, perekonomian harus
menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya. Semakin
banyak tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat perekonomian
itu akan tumbuh (Lincolyn, 2004:64-67).
b. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan
Menurut teori ini garis besar proses pertumbuhan mirip dengan teori Harrod-
Domar, dimana asumsi yang melandasi model ini yaitu:
1. Keluaran (output) diproduksi dengan menggunakan masukan (input) kapital
dan tenaga kerja melalui suatu fungsi produksi yang homogen linier (a linier
homogenous production function) yang dirumuskan sebagai berikut :
Qt – f (Kt, Lt)
K adalah modal, L adalah tenaga kerja, dan t adalah periode waktu.
2. Pertumbuhan tenaga kerja total terjadi pada tingkat yang konstan sebesar n,
Lt = Lo ent
Dimana Lt merupakan jumlah tenaga kerja pada periode tahun ke t, Lo mlah
tenaga kerja pada tahun dasar, dan e adalah bilangan natural, sedangkan t
merupakan periode waktu (tahun) serta n adalah tingkat pertumbuhan.
3. Pertumbuhan capital total terjadi pada tingkat konstan sebesar :
Kt = Ko . e k t
Kt merupakan jumlah capital pada tahun t, Ko adalah jumlah kapital pada
tahun dasar, sedangkan e adalah bilangan natural dan t merupakan waktu
(tahun) serta k adalah tingkat pertumbuhan kapital.
4. Penggandaan (multiplier) terjadi pada saat itu juga (an instaneous multiplier)
Sesuai dengan anggapan mengenai kecenderungan menabung, maka dari
output disisakan sejumlah proporsi untuk ditabung dan kemudian di investasikan.
Dengan begitu, maka terjadi penambahan stok kapital (Boediono, 1992: 81-82).
2.2. Hipotesis
Berdasarkan apa yang telah diungkapkan pada kerangka pemikiran dan
landasan teori diatas maka dapat disusun beberapa hipotesis yang akan dicari
kebenarannya. Hipotesis yang diungkapkan dalam penelitian ini yaitu :
a. Penyebab Inflasi ada tiga, yaitu tarikan permintaan (demand-pull inflation)
atau inflasi dari sisi permintaan (demand side inflation), Inflasi desakan
biaya (Cost-push Inflation) atau inflasi dari sisi penawaran (supply side
inflation) dan inflasi karena pengaruh impor
b. Terdapat pengaruh antara tingkat laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Ukuran yang digunakan dalam menghitung besarnya inflasi adalah Indeks
Harga Konsumen. Indeks Harga Konsumen mengukur tingkat kenaikan harga dari
sejumlah paket komoditi barang dan jasa yang dibeli oleh consumen akhir.
Data yang digunakan dalam penghitungan IHK kota Jambi dikumpulkan dari
pasar yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. relatif besar dan oleh masyarakat setempat dipakai sebagai patokan /
pembanding baik harga, komoditi, dan kualitas / merk dari pasar lainnya di
kota bersangkutan.
b. Terletak di daerah kota
c. Berbagai komoditi dapat ditemui
d. Banyak masyarakat berbelanja kesana
e. Waktu keramaian berbelanja panjang
Metode yang digunakan untuk menghitung IHK adalah indeks Laspeyres :
In = x 100
Keterangan :
In = indeks bulan ke-n
= relatif harga (rh) pada bulan ke- n dibandingkan bulan sebelumnya
(n-1) untuk suatu jenis barang.
Pni = harga suatu jenis barang pada bulan berjalan (n)
P (n-1) = harga suatu barang pada bulan sebelumnya (n-1)
P(n-1) i x Qoi = nilai konsumsi (NK) suatu jenis barang pada bulan sebelumnya (n-1)
PoI x Qoi = jumlah nilai barang / jasa yang termasuk dalam paket komoditas IHK.
Perhitungan persentase perubahan IHK dalam 1 tahun / laju inflasi
menggunakan metode point to point yang pada penghitungan sebelumnya
menggunakan metode kumulatif bulanan.
Metode point to point diperoleh dengan membandingkan indeks pada bulan
bersangkutan dengan indeks bulan yang sama pada tahun sebelumnya / dapat ditulis
sebagai berikut
LIn = x 100 %
Keterangan :
LIn = Laju inflasi bulan ke- n
In = Indeks bulan ke –n
In-1 = Indeks bulan sebelumnya
3.1 Metode Penelitian
Metode yang di gunakan adalah metode library research (studi kepustakaan)
yang dimana dalam pengumpulan data dan informasi yang ada hubungannya dengan
penelitian ini dilakukan dengan cara menghimpun / mempelajari info dari literature
yang tersedia, baik berupa buku-buku, laporan, artikel serta bacaan-bacaan dari
instansi yang terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data-data sekunder.
Data sekunder adalah data berkala yang dikumpulkan dari instansi terkait yang
dikumpulkan untuk menggambarkan tentang perkembangan suatu kegiatan dari waktu
ke waktu dan diolah oleh pihak lain. Dilakukan melalui telaah langsung dengan cara
pencatatan sistematis melalui sumber sumber yang dimiliki oleh instansi-instansi
pemerintah terkait serta sumber-sumber sekunder lainnya melalui studi kepustakaan
(library research).
Adapun sumber data yang didapat dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat
Statistik Provinsi Jambi.
3.2. Alat Analisis
Alat analisis yang di gunakan dalam penelitian ini adalah memakai alat
analisis yang bersifat statistic struktur.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, amri. 2007. Perekonomian Indonesia (Dalam Perspektif Makro). Bogor :
Biografika.
Amir, Amri. 2007. Pembangunan dan Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Dalam Era
Globalisasi. Bogor : Biografika
Badan Pusat Statistik.2006. Berita Resmi Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2006. http://bps.go.id
--------.Teori Pertumbuhan Ekonomi dan inflasi.www.google.com.