blok 27 - genetika klinik & gizi masyarakat_jenni

37
Tinjauan Pustaka Penatalaksanaan Neonatus dengan Defisiensi Glukosa-6- Fosfat Dehidrogenase Jennifer 10.2012.023 / D2 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email: j [email protected] Tutor : dr. Elly Ingkiriwang Pendahuluan (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi pertama jalur pentose fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH (bentuk tereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Senyawa NADPH memungkinkan sel-sel bertahan dari stress oksidatif yang dapat dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan menyediakan glutathione dalam bentuk tereduksi. Eritrosit tidak memiliki mitokondria sehingga jalur pentosa fosfat merupakan satu-satunya sumber NADPH, sehingga pertahanan terhadap kerusakan oksidatif tergantung pada G6PD. 1 Defisiensi G6PD merupakan enzimopati yang paling umum diderita manusia dan terkait dengan kromosom X. Gen pengkode enzim ini terletak di lengan panjang kromosom X (Xq28). Kebanyakan pasien defisiensi G6PD tidak menunjukkan gejala hingga terpapar obat-

Upload: theresia-sugiarto

Post on 19-Feb-2016

266 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

pbl blok 27

TRANSCRIPT

Page 1: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Tinjauan Pustaka

Penatalaksanaan Neonatus dengan Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase

Jennifer

10.2012.023 / D2

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email: j [email protected]

Tutor : dr. Elly Ingkiriwang

Pendahuluan (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi pertama jalur pentose fosfat dan memberikan efek

reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH (bentuk tereduksi nicotinamide adenine

dinucleotide phosphate). Senyawa NADPH memungkinkan sel-sel bertahan dari stress oksidatif

yang dapat dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan menyediakan glutathione dalam bentuk

tereduksi. Eritrosit tidak memiliki mitokondria sehingga jalur pentosa fosfat merupakan satu-

satunya sumber NADPH, sehingga pertahanan terhadap kerusakan oksidatif tergantung pada

G6PD.1

Defisiensi G6PD merupakan enzimopati yang paling umum diderita manusia dan terkait dengan

kromosom X. Gen pengkode enzim ini terletak di lengan panjang kromosom X (Xq28).

Kebanyakan pasien defisiensi G6PD tidak menunjukkan gejala hingga terpapar obat-obatan

pengoksidasi, infeksi, dan makan kacang fava. Pengobatan terpenting adalah dengan menghindari

bahan pengoksidasi yang dapat menginduksi anemia hemolitik. Skrining neonatus dan eduasi

kesehatan berperan penting dalam mengurangi manifestasi klinis defisiensi G6PD.1,2

Melalui tinjauan pustaka saya mencoba untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya defisiensi G6PD pada bayi tersebut dimana bayi tersebut tampak kuning dengan

peningkatan bilirubin dan diduga akibat aktivitas pemecahan eritrosit yang berlebihan,sehingga

perlu penangganan yang baik dan tepat terhadap defisiensi G6PD. Semoga bermanfaat.

Skenario 4

Page 2: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Seorang bayi baru lahir, perempuan, dirawat di Rumah Sakit karena icterus. Bayi lahir aterm, berat

badan 2850 gram. Waktu dilahirkan , sampai pulang dari Rumah Sakit, bayi baik-baik saja. Setelah

2 hari di rumah, bayi mengalami kuning dan mulai kejang. Bayi dibawa ke UGD dan dilakukan

pemeriksaan, dan didapatkan kadar bilirubin yang tinggi. Dugaan sementara adalah aktivitas

pemecahan eritrosit yang berlebihan.

AnamnesisDalam praktik ilmu kesehatan anak, tidak mungkin membuat diagnosis atau perencanaan program

perawatan yang memadai tanpa data mengenai anak, umur, ukuran tubuh, kemampuan, dan

kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah bagian dari sebuah keluarga. Maka untuk

memahami anak, kita harus tahu tentang keluarganya, orang tuanya, gaya hidupnya, kehidupan

keluarganya, kemampuan keluarga memelihara anak, terutama hubungan keluarga dengan pasien

kita serta sikap keluarga terhadap penyakitnya.3

Setiap dokter mengembangkan caranya sendiri dalam mengumpulkan informasi. Kita sebaiknya

memulai anamnesis dengan menanyakan keluhan utama pasien. Jika terdapat banyak masalah,

maka kita perlu menyusun suatu daftar masalah singkat yang dapat mempermudah kita. Kemudian

kita harus mengembangkan dan menetapkan setiap masalah, serta menanyakan masalah-masalah

yang berhubungan. Penyelidikan yang obsesif mengenai seluruh fungsi tubuh biasanya tidak selalu

diperlukan karena hal tersebut membuang waktu dan dapat mengganggu jalannya anamnesis.

Namun, informasi tertentu tentang latar belakang penyakit merupakan hal yang penting pada

sebagian besar malasah kesehatan dan juga pada setiap anak yang dirawat di rumah sakit. Pertama,

kita harus menanyakan informasi tentang kehidupan anak. Apakah kehamilan, persalinan dan

kelahirannya normal? Berapa berat lahirnya? Bagaimana keadaan anak pada hari-hari pertama

kehidupannya? Mungkin kita juga perlu menayakan apakah anak mendapat ASI atau susu formula

dan kapan anak itu disapih. Apakah anak pernah mengalami infeksi yang sering ditemukan pada

masa kanak-kanak? Apakah sudah diimunisasi? Apakah pernah dirawat di rumah sakit? Bila

pernah, kapan, di mana, dan untuk apa?3

Riwayat Neonatus

Page 3: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Riwayat neonatus harus mendeteksi penyakit yang menimbulkan kecacatan dengan tindakan

pencegahan segera atau pengobatan (misalnya asfiksia); mengantisipasi keadaan-keadaan yang

nantinya mungkin penting (misalnya konjungtivitis gonokokus); dan menemukan kemungkinan

faktor penyebab yang dapat menjelaskan keadaan patologis, tanpa memandang apakah keadaan itu

segera ‘bearti’ pada saat ini atau baru pada kemudian hari (misalnya skrining kesalahan

metabolisme bawaan).4

Riwayat Penyakit SekarangMulailah dari sini karena inilah yang ingin mereka sampaikan pada anda. Biarkan mereka

menceritakan dengan caranya sendiri; kemudian berikan pertanyaan spesifik untuk mendapatkan

detail yang penting. Interupsi yang terlalu sering atau mendapat kronologis cerita akan

menghalangi pembicaraan yang terbuka. Untuk mengukur tingkat keparahan, cari tahu bagaimana

penyakitnya mempengaruhi kehidupan anak. Apakah akut atau tidak. Tanyakan tentang pola

makan, tidur dan aktivitasnya. Jika tidak terjadi perubahan kebiasaan, kecil kemungkinan adanya

penyakit yang serius. Penurunan selera makan atau aktivitas, atau meningkatnya kebutuhan tidur

menandakan penyakit yang serius.5

Tanyakan pendapat orang tua sendiri tentang apa yang menjadi masalah pada anaknya. Sesekali

hal tersebut akan memungkinkan anda untu meredakan kegelisahan orang tua yang berlebihan;

kadangkala hal itu juga akan membawa pada diagnosis tepat yang mungkin sebelumnya belum

terpikirkan. Dibandingkan orang lain, ibu lebih baik dalam memahami tangisan bayinya, dan riset

menunjukkan bahwa bayi dapat ‘berbicara’. Mereka memiliki tangisan yang berbeda untuk lapar,

sakit, dan lain-lain. Ibu biasanya akan memahami jika tangisan bayi tersebut tidak biasa dan

seringkali mengetahui sebabnya.5

Riwayat Penyakit DuluBerikut adalah yang ditanyakan mengenai riwayat penyakit dulu:5

Kesakitan, operasi, atau perawatan rumah sakit

Alergi atau sentiitas pada obat

Riwayat Imunisasi: mungkin dapat menolong untuk menyingkirkan suatu kondisi yang

mencurigakan, dan hal itu menunjukkan perlunya memberikan imunisasi lebih lanjut

kepada keluarga tersebut.

Page 4: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Tanyakan pada orang tua tentang catatan kesehatan pada anak mereka (pujilah mereka jika

mereka membawa dan memilikinya). Catatan mencakup berat badan sebelum imunisasi

dan berbagai peristiwa kesehatan yang pernah dialami.

Riwayat KeluargaBerikut adalah yang ditanyakan mengenai riwayat keluarga:5

Usia saudara kandung dan orang tua

Apakah ada anggota keluarga lain yang pernah, atau sedang, mengalami kondisi yang sama

dengan anak tersebut; apakah anak itu mendapatkan infeksi yang sama, apakah anak

mewarisi sifat yang sama dalam keluarga.

Apa saja penyakit yang pernah diderita oleh orang tua atau saudara dekat, dengan tujuan

untuk menenangkan kekhawatiran yang berlebihan. Orang tua mungkin cemas bahwa sakit

perut anaknya disebabkan kanker, karena ada kerabat yang baru saja meninggal karena

kanker.

Pertanyaan yang berkaitan dengan famili atau kekerabatan pda adat tertentu. Hal ini

penting, karena penyakit genetik yang langka menjadi lebih besar kemungkinannya jika

kedua orang tua memiliki hubungan kekerabatan.

Riwayat SosialSesudah membina hubungan dengan orang tua, berbicaralah dengan mereka tentang kehidupan

mereka, rumah merekam pekerjaan mereka pekerjaan si ayah (digunakan sebagai petunjuk

keadaan keuangan), dan teliti lebih lanjut bagaimana pekerjaan si ayah, apakah pekerjaannya bisa

dikerjakan di rumah atau menuntut si ayah bekerja jauh dari rumah dalam jangka waktu lama.

Apakah si ibu bekerja di luar rumah, jika ya, siapa yang menjaga anaknya? Tapi bila ia seorang ibu

rumah tangga apakah pekerjaan si ibu sebelumnya? Bila ia seorang perawat misalnya, tentunya ia

memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda dan membutuhkan informasi yang berbeda pula. Ada

3 faktor yang harus diteliti, karena pengaruhnya yang langsung terhadap perkembangan anak:5

Komposisi keluarga: apakah ayah dan ibu tinggal bersama? Jika ya, harmonis atau tidak?

Apakah keluarga tersebut hanya punya orang tua tunggal?

Kondisi keuangan: apakha keuangan keluarga sudah mandiri atau masih mengandalkan

bantuan pihak lain?

Page 5: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Kondisi perumahan: apakah mereka punya rumah sendiri? Jika ya, seperti apa wujudnya?

Apakah mereka tinggal degan kerabat atau di tempat sewaan? Perumahan yang baik

seharusnya ada pasokan air hangat dan sanitasi ruangan yang bagus, serta dalam satu kamar

tidak lebih dari 1,5 orang.

Dari anamnesis didapatkan: bayi mulai kuning sejak 2 hari di rumah. Tidak diperoleh riwayat

yang bermakna sehubungan dengan penyebab kondisi icterus dan kejangnya. Waktu bayi diganti

bajunya oleh ibunya di UGD, nampak baju-baju yang ada berbau kamfer yang cukup kuat.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan awal pada bayi baru lahir harus dilakukan sesegera mungkin sesudah persalinan

untuk mendeteksi kelainan-kelainan dan menegakkan dasar untuk pemeriksaan selanjutnya. Nadi

(normal 120-160 denyut/menit), frekuensi pernapasan (normal 30-60 pernapasan/menit), suhu,

berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan ukuran-ukuran terhadap sesuatu yang dapat dilihat

atau kelainan structural yang dapat diraba harus dicatat. Tekanan darah diukur jika neonatus

tampak sakit.4

Pemeriksaan Nilai APGARSkor APGAR merupakan metode praktis yang secara sistematis digunakan untuk menilai bayi baru

lahir segera sesudah lahir, untuk membantu mengidentifikasi bayi yang memerlukan resusitasi

akibat asidosis hipoksik (Tabel 1). Skor yang rendah tidak selalu bearti janin mengalami hipoksia-

asidosis; faktor-faktor tambahan dapat mengurangi skor (Tabel 2). Skor APGAR juga tidak

meramalkan mortalitas neonatus atau palsi serebral selanjutnya. Sebenarnya, kebanyakan penderita

yang selanjutnya berkembang menjadi palsi serebral, skor APGARnya normal; sedangkan insidens

palsi serebral sangat rendah pada bayi yang skor APGAR 0-3 pada menit-5. APGAR skor menit-1

mengisyaratkan perlunya tindakan resusitasi segera; dan skor menit-5, -10, -15, dan -20

menunjukkan kemungkinan keberhasilan dalam melakukan resusitasi bayi. Skor APGAR 0-3 pada

menit -20 meramalkan tingginya mortalitas dan morbiditas.Bayi dengan prolapse tali pusat atau

persalinan lama dan adanya bukti asfiksia intrauteri harus mendapat resusitasi segera, dan

selanjutnya, pengamatan yang ketat. Lambung bayi-bayi yang dilahirkan dengan seksio sesaria

dapat berisi cairan lebih banyak daripada bayi-bayi yang dilahirkan per vaginam. Lambung bayi-

bayi itu harus dikosongkan dengan pipa gastrik untuk mencegah aspirasi isi lambung.4

Page 6: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Tabel 1. Evaluasi APGAR pada Bayi Baru Lahir.4

Tanda 0 1 2

Frekuensi jantung Tidak ada < 100 > 100

Upaya pernapasan Tidak ada Lambat, tidak teratur Baik, menangis

Tonus otot Lemah Beberapa fleksi tungkai Gerakan aktif

Respons terhadap kateter

dalam lubang hidung

Tidak ada respons Menyeringai Batuk atau bersin

Warna Biru, pucat Tubuh merah muda,

tungkai biru

Seluruhnya merah

muda

Tabel 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Skor APGAR.4

Positif-Palsu (Tidak ada asidosis/hipoksia

janin; APGAR rendah)

Negatif-Palsu (Asidosis; APGAR normal)

Imaturitas Dari ibu yang asidosis

Analgesik, narkotik, sedative Kadar katekolamn janin tinggi

Magnesium sulfat Beberapa bayi cukup-bulan

Trauma serebral akut

Persalinan yang sangat cepat

Neuropati kongenital

Anomali SSP

Miopati kongenital

Trauma medulla spinalis

Anomali paru (hernia diafragmatika)

Obstruksi jalan napas (atresia koana)

Pneumonia kongenital

Episode sebelum asfiksia janin (sembuh)

Kesan Umum

Page 7: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Pemeriksaan biasa akan dilakukan dari ujung kepala hingga ujung kaki untuk mendeteksi kelainan-

kelaianan yang mungkin terjadi. Dilanjutkan dengan memperhatikan aktivitas fisik bayi yang

mungkin tidak dijumpai selama fase relaksasi tidur normal, atau berkurang karena sakit atau

pengaruh obat-obatan; bayi mungkin berbaring dengan tungkai yang tidak bergerak untuk

menghemat energy dalam upaya mengatasi pernapasan yang sukar, atau menangis keras bersama-

sama dengan aktivitas lengan dan kaki. Tonus otot yang aktif maupun pasif dan setiap postur yang

tidak biasa harus dicatat. Gerakan kasar, tremor, dengan pergelangan kaki atau rahang yang

mioklonus adalah lazim dan kurang bearti pada bayi baru lahir daripada bila terjadi pada umur-

umur lainnya. Gerakan demikian cenderung terjadi ketika bayi aktif, sedangkan gerakan konvulsif

berkejat-kejat biasanya terjadi pada keadaan diam. Cekungan (pitting) sesudah penekanan bisa ada

atau tidak ada, tetapi kulit pada jari-jari tangan dan kaki akan kehilangan kerutan halus normalnya

bila kulit itu dikembungkan dengan cairan. Edema pada kelopak mata biasanya akibat iritasi yang

disebabkan oleh pemberian perak nitrat. Edema menyeluruh dapat terjadi pada prematuritas,

hipoproteinemia akibat eritroblastosis fetalis berat, hydrops non-imun, nefrosis kongenital,

sindrom Hurler, atau penyebab yang belum diketahui. Edema local memberi kesan malformasi

kongenital system limfe; jika terbatas pada satu atau lebih ekstremitas bayi wanita, edema ini

mugkin merupakan tanda sindrom Turner.4

Pemeriksaan Penunjang

Uji Fluoresen SpotUji ini direkomendasikan oleh International Committee for Standardization in Hematology,

merupakan uji semikuantitatif yang mudah, murah dan cepat. Glukosa-6-fosfat (G6P) dan NADP

ditambahkan pada tetesan darah pada kertas saring kemudian dieksitasi pada panjang gelombang

340 nm. Prinsip uji ini adalah NADPH berfluoresen secara intens ketika teraktivasi dengan

gelombang panjang ultraviolet, sehingga fluoresensi mengindikasikan adanya aktivitas G6PD.

Kelemahan uji ini adalah cut off point yang rendah 2,1 U/gr Hg, sehingga dapat mendeteksi

defisiensi berat, tetapi tidak dapat mendeteksi penderita dengan sisa aktivitas enzim 20–60% dan

perempuan heterozigot. Sensitivitas uji ini dalam mendeteksi perempuan defisiensi heterozigot

sebesar 32% dan spesisfisitasnya 99%. 6,7

Analisis Spektrofotometri

Page 8: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Hemolisat ditambahkan ke dalam campuran yang mengandung G6PD dan NADP, kecepatan

pembentukan NADPH dapat diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 340 nm

pada suhu 300. Nilai normal bervariasi pada neonatus. Sebuah penelitian di Afrika menunjukkan

pada nonpenderita G6PD, aktivitas enzim 14,5–33,8 U/grHb (rata-rata 21,8±2,2 U/grHb), di Israel

nilai normal berkisar 9,3–26,2 U/grHb (rata-rata 14,5±3,0 U/grHb). Perempuan heterozigot

merupakan tantangan dalam penegakan diagnosis, karena analisis spektrofotometri kuantitatif dan

fluoresen spot bisa menunjukkan hasil normal. Uji ini dapat dipercaya pada deteksi laki-laki

hemizigot dan perempuan homozigot. Deteksi perempuan heterozigot sulit, karena populasi

eritrosit normal menghasilkan NADPH. Sensitivitas uji ini dalam mendeteksi perempuan

heterozigot adalah 11% dan spesifisitasnya 99%. 6,7

Analisis Pewarnaan SitokimiawiUji ini pertama kali ditemukan oleh Fairbanks dan Lampe. Uji ini mendeteksi NADPH secara tidak

langsung. Aktivitas G6PD menyebabkan pewarnaan eritrosit melalui penambahan G6P dan NADP

eksogen. Eritrosit terwarnai oleh cresyl blue. Eritrosit yang mengalami defisiensi G6PD akan

sedikit terwarnai dan dapat diidentifikasikan secara mikroskopis. Persentase eritrosit yang

terwarnai dan tidak dihitung.6,7

Van Noorden telah mengembangkan prosedur baru untuk evaluasi eritrosit dengan aktivitas G6PD

normal dan defisiensi G6PD dengan menggunakan analisis flowsitometri. Prinsipnya adalah

reduksi cairan larut air tetranitro blue tetrazolium di dalam cairan tidak larut air berwarna gelap,

formazan oleh NADPH. Kristal formazan yang terdapat di dalam eritrosit menekan otofloresensi

eritrosit. Eritrosit dengan defisiensi G6PD tidak mengandung kristal formazan, sehingga

menunjukkan otofloresensi kuat. Atas dasar inilah, persentase eritrosit yang terwarnai dan tidak

terwarnai dapat ditentukan secara obyektif. Analisis ini dapat mendeteksi semua bentuk defisiensi

G6PD. Akan tetapi membutuhkan waktu 3 jam dan banyak langkah kimiawi.6

Uji ini reliabel untuk deteksi penderita defisiensi G6PD hemizigot, homozigot dan heterozigot

karena menunjukkan aktivitas G6PD pada setiap eritrosit. Perbandingan sensitivitas dan

spesisfisitas ketiga uji di atas dalam menetukan aktivitas G6PD pada laki-laki hemizigot,

perempuan homozigot dan perempuan heterozigot dapat dilihat pada tabel 3 di bawah.6,7

Page 9: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Tabel 3. Sensitivitas dan Spesifisitas Uji Fluoresen Spot, Analisis Spektrofotometer, dan Sitokimiawi Untuk Mendeteksi Laki-laki Hemizigot, Perempuan Homozigot, dan

Perempuan Heterozigot.6

Sensitivitas (%) Spesifisitas (%)

Homo/hemizigot Heterozigot Homo/hemizigot Heterozigot

Uji fluoresen spot 100 32 99 99

Analisis spektrofotometri 100 11 99 99

Analisis sitokimiawi Tidak dapat dtentukan

85 Tidak dapat ditentukan

100

Analisis DNAAnalisis DNA merupakan metode molekuler, yaitu dengan teknologi PCR, metode ini tidak

dipengaruhi oleh proses hemolitik. Keuntungan uji ini adalah kemampuan mengidentifikasi

populasi subgroup, jenis mutasi, perempuan heterozigot, sampel berupa darah kering pada kertas

saring, dan tahan terhadap pemanasan. Kelemahannya adalah metode molekuler ini rumit,

membutuhkan peralatan dan sumber daya manusia yang sangat tinggi, mahal, dan hasilnya baru

diketahui dalam 1 minggu. Teknik ini tidak direkomendasikan sebagai metode skrining. Tabel 4 di

bawah ini menunjukkan perbandingan antara metode kualitatif dan kuantitatif (biokimiawi) dengan

molekuler.6,7

Tabel 4. Perbandingan Skrining Metode Kualitatif dan Kuantitatif dengan Molekuler.7

Kategori Skrining biokimiawi Skrining molekuler

Laki-laki Mudah diidentifikasi Mudah diidentifikasi

Perempuan Dapat mengidentifikasi homozigot dan sebagian heterozigot

Dapat mengdentifikasi individu normal, homozigot dan semua heterozigot

Peralatan Sederhana Rumit

Pelatihan tim kerja Sederhana Rumit

Hasil Singkat Lama

Efek hemolisis Dapat memberikan hasil normal palsu Tidak dipengaruhi oleh hemolisis

Tes Fenotip

Page 10: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Tes fenotip aktivitas enzimatik G6PD pada darah vena segar merupakan metode diagnostic yang

paling umum. Tes fenotip dapat dibagi menjadi 4 kategori:

a. Tes direk yang langsung menilai aktivitas enzimatik G6PD. Standar perhitungan adalah

berdasarkan spektrofotometer. Tes spot fluorescent Beutler’s merupakan tes skrining

popular yang menginkubasi hemolisat dengan substrat reaksi G6PD, ditempatkan di kertas

filter dan disinari UV (450 nm). Fluoresensi menunjukkan aktivitas G6PD. Tes ini paling

mudah meskipun jauh dari ideal.8

b. Tes indirek yang mencakup tes reduksi methemoglobin. Sel eritrosit direaksikan dengan

nitrit dan substrat glukosa kemudian tingkat NADPH-dependent methaemoglobin reduction

dinilai dengan katalis redoks. Derajat NADPH-dependent methaemoglobin reduction

berkolerasi dengan aktivitas G6PD. Metode indirek lain menggunakan kromofor seperti

brillian cresil blue, resazurin, formazan untuk memantau produksi NADPH.8

c. Tes sitokimia yang menilai status G6PD eritrotsit, dapat digunakan untuk deteksi laki-laki

defisiensi homozigot, perempuan defisiensi homozigot dan heterozigot. Tes sitokimia

mencakup methaemoglobin elution test dengan melabel eritrosit berdasarkan jumlah relatif

methemoglobinnya sesuai metode indirek dengan tes reduksi methe-moglobin. Metode

terbaru sitofluorometrik mendeteksi autofluoresens terinduksi glutaral-dehid dengan

formazan yang menggunakan teknik flowsitometri.8

d. Tes cepat dengan point of care tests (POCT).8

Differential Diagnosis

Anemia HemolitikAnemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolysis, yaitu pemecahan

eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia ini merupakan anemia yang tidak

terlalu sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostic yang tepat.

Anemia hemolitik dapat disebabkan antara lain oleh anemia sel sabit, malaria, penyakit hemolitik

pada bayi baru lahir, dan reaksi transfuse. Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi

dua golongan besar sebagai berikut.9

1. Anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskular), yang sebagian

besar bersifat herediter-familiar.

2. Anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular), yang sebagian besar

bersifat didapatkan.

Page 11: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Ikterus NeonatorumIkterus neonatorum sering terjadi pada bayi aterm dan dapat dirisaukan keluarga karena

kekurangan pengertian. Keadaan tersebut dapat merupakan gambaran fisiologi neonatus. Selalu

terjadi pemecahan eritrosit dalam jumlah yang cukup besar setiap saat, sebagai upaya untuk

menggantikan eritrosit yang sudah tua. Bilirubin yang merupakan hasil pemecahan eritrosit akan

masuk dalam sirkulasi darah dalam bentuk bebas dan berikatan dengan alumin. Ikatan bilirubin –

albumin akan masuk ke dalam liver dan akan mengadakan ikatan kembali dengan asam glukoranat

dengan bantuan glucuronyltransferase menjadi bilirubin asam glukoranat yang larut dalam air.

Hasil ini akan dialirkan menuju kantong empedu serta meneruskannya menuju usus halus. Dalam

usus, bilirubin terkonjugasi akan dipecah menjadi bilirubin bebas dan berikatan. Bilirubin bebas

akan diresorbsi kembali oleh liver untuk mengikuti entrohepatic sirkulasi. Konsentrasi bilirubin

dalam darah bervariasi antara 2-13 mg/dl. Setelah mencapai sekitar 20 mg/dl dapat menimbulkan

icterus.10

Working Diagnosis

Defisiensi G6PDDefisiensi G6PD merupakan defek enzim herediter dari eritrosit manusia yang paling sering

ditemukan. Enzim G6PD bekerja pada jalur fosfat pentose metabolism karbohidrat. Diwariskan

secara X-linked, oleh karena itu mutase pada gen G6PD, ditemukan lebih banyak pada laki-laki

daripada perempuan.11

Defisiensi ini paling banyak dilaporkan dari Afrika, Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara.

Manifestasi klinis yang paling sering pada defisiensi G6PD adalah penyakit kuning neonatal, dan

anemia hemolitik akut, yang biasanya dipicu oleh agen eksogen. Beberapa varian G6PD

menyebabkan hemolisis kronis, anemia hemolitik bawaan non-spherocytic. Manajemen yang

paling efektif pada defisiensi G6PD adalah mencegah hemolysis dengan menghindari stress

oksidatif.1

Page 12: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Tabel 5. Pembagian Kelas Defisiensi G6PD.11

Manifestasi Klinis Sebagian besar penderita defisiensi G6PD tidak bergejala dan tidak mengeahui kondisinya.

Penyakit ini muncul apabila eritrosit mengalami stress oksidatif dipicu obat, infeksi, maupun

konsumsi kacang fava. Defisiensi G6PD biasanya bermanifestasi sebagai anemia hemolitik akut

yang diinduksi obat maupun infeksi, favisme, icterus neonatorum maupun anemia hemolitik non-

sferosis kronis. Beberapa kondisi seperti diabetes, infark miokard, latihan fisik berat telah

dilaporkan menginduksi hemolysis pada penderita defisiensi G6PD. Hemolisis akut pada penderita

defisiensi G6PD biasanya ditandai dengan rasa lemah, nyeri punggung, anemia dan icterus. Terjadi

peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi, laktat dehydrogenase dan retikulosis.1,2

Etiop atogenesis

Struktur dan Fungsi Enzim G6PDPada sel eritrosit terjadi metabolisme glukosa untuk menghasilkan energy (ATP), yang digunakan

untuk kerja pompa ionic dalam rangka mempertahankan milieu ionic yang cocok bagi eritrosit.

Pembentukan ATP ini berlangsung melalui jalur Embden Meyerhof yang melibatkan sejumlah

enzim seperti glukosa fosfat isomerase dan piruvat kinase, sebagian kecil glukosa mengalami

metabolisme dalam eritrosit melalui jalur heksosa monofosfat dengan bantuan enzim G6PD untuk

menghasilkan glutation yang penting untuk melindungi hemoglobin dan membrane eritrosit dari

oksidan. Defisiensi enzim piruvat kinase, glukosa fosfat isomerase dan G6PD dapat mempermudah

dan mempercepat hemolisis. Yang paling sering mengalami defisiensi adalah G6PD.12

G6PD adalah enzim "housekeeping" yang melakukan fungsi-fungsi vital di seluruh sel tubuh.

Namun, dalam eritrosit yang tidak memiliki nukleus, mitokondria, organel lainnya, ada hambatan

tertentu pada metabolisme dan enzim ini memiliki peran penting. G6PD mengkatalisis langkah

pertama dari jalur fosfat pentosa (jalur heksosa monofosfat), sejumlah reaksi sampingan dari jalur

utama glikolisis dalam eritrosit dan dalam semua sel tubuh.13

Page 13: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Metabolisme glukosa melalui jalur heksosa monofosfat meningkat beberapa kali ketika eritrosit

terpapar dengan obat-obatan atau toksin yang membentuk radikal bebas (Rinaldi,2009). G6PD

menginisiasi jalur ini dengan menjadi katalis oksidasi glukosa-6-fosfat menjadi 6-

phosphogluconolactone oleh ko-enzim nikotinamida adenin-dinucleotidephosphate (NADP), yang

dikurangi menjadi NADPH. 6-phosphogluconolactone menghidrolisis secara spontan untuk 6-

phosphogluconate. Ini berfungsi sebagai substrat untuk 6-phosphogluconate dehidrogenase dan

NADP. Langkah kedua dalam jalur enzimatik ini juga berhubungan dengan pengurangan NADP+

untuk NADPH. NADPH dihasilkan sebagai akibat dari reaksi mengurangi glutation teroksidasi

(GSSG) untuk mengurangi glutation (GSH) dalam reaksi dikatalisis oleh glutation reduktase. GSH

kemudian mengurangi hidrogen peroksida, oksidan kuat yang dihasilkan dalam metabolisme sel

dan sebagai konsekuensi dari respon inflamasi, dan oksidan endogen dan eksogen lainnya, pada

reaksi katalis oleh glutathione peroksidase (gambar 1).13

Fungsi utama dari jalur fosfat pentosa adalah menghasilkan kapasitas pengurangan melalui

produksi NADPH dan akhirnya GSH. Hanya ini mekanisme yang tersedia bagi eritrosit untuk

menghasilkan kapasitas pengurangan dan sehingga penting untuk kelangsungan hidup sel,

sedangkan pada sel lain dari tubuh berarti produksi NADPH tetap ada dan jalur pentosa fosfat

hanya untuk 60% dari produksi NADPH.13

GSH dihasilkan melalui jalur fosfat pentosa, seperti diuraikan di atas, melindungi hanya terhadap

stres oksidan dalam eritrosit. Dalam eritrosit yang normal tanpa tekanan G6PD, aktivitas G6PD

hanya sekitar 2% dari total kapasitas. Ini meningkatkan kemungkinan terhadap tantangan dari stres

oksidan dan GSH dipertahankan pada tingkat stabil. Namun, eritrosit defisiensi G6PD telah sangat

mengurangi aktivitas G6PD (10 sampai 20% dari normal pada G6PD A (-) dan 0 sampai 10% dari

normal pada G6PD Mediteranian dan varian serupa). Peningkatan stress oksidan dapat

menyebabkan penipisan GSH ditandai sebagai kemampuan dari defisiensi G6PD untuk

menghasilkan NADPH terlampaui oleh tingginya tingkat kehilangan GSH.13

Stres oksidan tidak terkompensasi dalam eritrosit normal (atau lebih mudah dalam eritrosit

defisiensi G6PD) menghasilkan oksidasi hemoglobin menjadi methem-globin, pembentukan Heinz

body, dan kerusakan membran. Jika terjadi sangat berat akan mengakibatkan hemolisis, sementara

bila terjadi lebih ringan tetapi stres oksidan tidak terkompensasi akan mengurangi kemampuan

eritrosit dan meningkatkan kemungkinan bahwa eritrosit akan dikeluarkan dari sirkulasi ke sistem

retikuloendotelial. Akibat hilangnya eritrosit , hematopoiesis ditingkatkan karena tubuh berusaha

Page 14: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

untuk mempertahankan fungsi normal vaskular, dan ada banyak retikulosit yang dikeluarkan

(eritrosit muda dilepaskan dari sumsum tulang). Retikulosit biasanya mencapai kurang dari 1%

eritrosit total, tapi berikut hemolisis dapat terdiri sampai 15% dari eritrosit.13

Enzim G6PD monomer terdiri dari 515 asam amino dengan berat molekul 59 kDa. Model 3

dimensi G6PD ditunjukkan pada Gambar 2. Enzim ini aktif dalam bentuk tetramer atau dimer.

Setiap monomer terdiri dari 2 domain: N terminal dan β + α domain, kedua domain tersebut

dihubungkan oleh α helix.1

Enzim G6PD ditemukan pada semua sel dengan kadar bervariasi di jaringan yang berbeda. Pada

eritrosit normal, enzim ini bekerja pada 1-2% potensi maksimalnya. Hingga saat ini lebih dari 140

mutasi gen G6PD telah ditemukan dan dihubungkan dengan defisiensi G6PD.1,2

Gambar 1. Jalur Pentosa Fosfat.1

Page 15: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Gambar 2. Bentuk 3 Dimensi G6PD Dimer yang Aktif.1

Struktur Genetika G6PDG6PD dikode oleh gen Xq28. Mutasi pada gen ini menyebabkan defisiensi G6PD. Laki-laki hanya

memiliki satu kromosom X, sehingga defisiensi G6PD tergantung pada apakah kromosom X

tersebut membawa gen G6PD abnormal. Perempuan memiliki dua kromosom X, sehingga

perempuan bisa saja homozigot normal, homozigot defisiensi G6PD, dan heterozigot defisiensi

G6PD. Fenotip heterozigot disebut juga dengan intermediate. Tabel 6 di bawah ini menunjukkan

kemungkinan genotip dan fenotip G6PD.7

Tabel 6. Genetika G6PD.7

Jenis kelamin Genotip G6PD

Fenotip G6PD Aktivitas G6PD

Laki-laki XnlY Hemizigot normal Normal

Xdef Y Hemizigot defisiensi Defisiensi

Perempuan Xnl Xnl Homozigot normal Normal

Xnl Xdef Heterozigot Intermediate, dapat menjadi normal maupun defisiensi

Xdef Xdef Homozigot defisiensi Defisiensi

nl: normal, def: defisiensi

Pewarisan Resesif Terkait-X

Page 16: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Perwarisan ini menunjukkan bahwa hanya anak laki-laki yang terkena secara klinis; bahwa laki-

laki yang terkena terkait melalui pengidap wanita; sehingga semua anak wanita dari orang tua laki-

laki terkena merupakan pengidap gen mutan; dan bahwa orang laki-laki yang terkena tidak

mempunyai anak laki-laki yang terkena namun dapat mempunyai cucu laki-laki terkena yang

dilahirkan wanita pengidap. Pengidap wanita mempunyai peluang 50% memberikan

kromosomnya yang membawa gen mutan untuk setiap anaknya. Dengan kata lain, setiap anak

wanita dari pengidap memiliki peluang 50% menjadi pengidap, dan setiap anak laki-laki memiliki

peluang 50% mewariskan gen mutannya dan menderita penyakit yang disebabkan gen mutan.

Karenanya, pada setiap kehamilan pengidap wanita memiliki peluang 25% mempunyai anak laki-

laki yang terkena.4

Pada mulanya kedua kromosom X dari zigot wanita adalah aktif. Inaktifasi secara acak bagian dari

satu X pada setiap sel berlangsung pada awal perkembangan janin. Kromosom X yang

diinaktifasi, yang bereplikasi lebih kemudian daripada kromosom X yang aktif, merupakan massa

kromatin seks atau benda Barr yang dapat diamati pada nucleus sel dekat membrane nucleus.

Inaktifasi secara acak ini, disebut juga lionisasi, melindungi pengidap wanita dari pengaruh gen

mutan resesif terkait-X, karena banyak juga peluang bahwa kromosom X yang membawa gen

mutan akan diinaktifkan seperti gen mutan kromosom X yang lain. Karenanya, pengidap

mengekspresikan pengaruh gen mutan pada sekitar 50% selnya.4

EpidemiologiDefisiensi G6PD diperkirakan diderita 400 juta orang di seluruh dunia. Prevalensi tertinggi

ditemukan di negara-negara Sub-Sahara Afrika terutama di daerah-daerah dengan edemisitas

malaria tinggi. Prevalensi tinggi ditemukan di Afrika, Mediterania, Asia Tenggara dan Amerika

Latin (Gambar 3). Di Amerika Serikat, defisiensi G6PD terutama diderita keturunan Afrika dan

Mediterania. Di Indonesia, prevalensi defisiensi G6PD berkisar 2,7% - 14,2%. Prevalensi

defisiensi G6PD yang tinggi di daerah endemis malaria dikaitkan dengan resistensi terhadap

infeksi malaria.14

Gambar 3. Rerata Prevalensi G6PD di Dunia.14

Page 17: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

PenatalaksanaanStrategi penatalaksanaan defisiensi G6PD yang paling efektif untuk mencegah hemolysis adalah

mencegah stress oksidatif (misalnya akibat obat-obatan dan kacang fava). Konsumsi kacang fava

dapat menyebabkan hemolysis dan kondisi ini disebut favisme. Kandungan toksik dari kacang fava

seperti divicine, isouramil, dan convicine diperkirakan meningkatkan aktivitas hexose

monophosphate shunt, sehingga menyebabkan hemolysis pada penderita G6PD. Pendekatan ini

memerlukan pemahaman pasien dan bisa tercapai jika ada program skrining defisiensi G6PD

biasanya tidak lama dan tidak memerlukan terapi spesifik. Pada kasus jarang biasanya anak-anak

dapat terjadi anemia berat yang memerlukan transfuse darah.1,2

Ikterus neonatorum akibat defisiensi G6PD diterapi seperti icterus neonatorum kausa lain. Jika

kadar bilirubin tidak terkonjugasi melebihi 150 nmol/L diberi fototerapi untuk mencegah

kerusakan saraf. Jika kadarnya > 300 nmol/L, trasnfusi darah mungkin diperlukan. Pasien anemia

hemolitik non-sferosis kongenital terkadang mengalami anemia terkompensasi yang tidak

memerlukan transufi darah kecuali jika ada eksaserbasi akibat stress oksidatif yang dapat

memperburuk anemianya. Pasien anemia hemolitik non-sferosis kongenital biasanya mengalami

splenomegaly tetapi tindakan splenektomi jarang memberi keuntungan. Batu empedu juga

merupakan komplikasi akibat hemolysis karena defisiensi G6PD.1,2

Page 18: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

Gambar 4. Obat-obat yang Mencetuskan G6PD.15

Preventif

Konseling GenetikPenyediaan informasi yang akurat kepada keluarga memerlukan (1) menelusuri riwayat keluarga

dengan cermat dan menyusun suatu pedigree (silsilah keluarga) yang mendaftar kerabat penderita

(termasuk aborsi, lahir mati, dan individu-individu yang mati) beserta jenis kelamin, umur dan

status kesehatannya; (2) menggabungkan informasi dari catatan medic rumah sakit mengenai

Page 19: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

individu yang terkena (dan pada beberapa kasus, anggota keluarga yang lain); (3)

mendokumentasikan riwayat prenatal, kehamilan, dan persalinan; (4) meninjau lagi informasi yang

tersedia mengenai gangguannya; (5) pemeriksaan fisik secara cermat (dengan pengambilan foto

dan pengukurannya) individu yang terkena dan individu yang nampaknya tidak terkena; (6)

menegakkan atau menguatkan diagnosis dengan uji diagnostic yang tersedia; (7) memberikan

informasi keluarga mengenai kelompok-kelompok yang mendukung; (8) memberikan informasi

baru pada keluarga ketika tersedia hal yang baru.4

Gambar 5. Silsilah Keluarga 3 Generasi dengan Defisinesi G6PD.16

Agar memberikan manfaat yang optimal, pemberian nasehat harus memasukkan beberapa

informasi tertentu.4

Informasi Diagnosis Kondisi Tertentu. Meskipun tidak selalu mungkin untuk membuat suatu

diagnosis yang tepat, mempunyai diagnosis seakurat mungkin adalah penting. Penaksiran risiko

berulang pada berbagai anggota keluarga tergantung pada diagnosis yang akurat. Bila diagnosis

spesifik tidak dapat dibuat (seperti pada banyak kasus anomaly kongenital multiple), berbagai

Page 20: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

diagnosis banding harus didiskusikan dengan keluarga dan informasi pengalaman yang diberikan.

Jika uji diagnostic spesifik tersedia, uji ini harus didiskusikan.4

Riwayat Alamiah Keadaan. Mendiskusikan riwayat alamiah gangguan genetic spesifik dalam

keluarga merupakan hal yang penting. Individu yang terkena beserta keluarganya akan

melontarkan pertanyaan sehubungan dengan prognosis dan kemungkinan terapi yang hanya dapat

dijawab dengan informasi riwayat alamiah. Jika ada kemungkinan diagnosis banding lain, riwayat

alamiahnya dapat juga didiskusikan. Jika gangguan ini dikaitkan dengan spectrum hasil akhr

(outcome) atau komplikasi klinis, skenario terbaik dan terburuk, juga penanganan dan rujukan ke

spesialis yang tepat harus diberikan.4

Segi Genetik Keadaan dan Risiko Berulang. Ini merupakan informasi yang penting bagi

keluarga karena anggota keluarga perlu mewaspadai pilihan reproduktifnya. Genetika gangguan

dapat dijelaskan dengan bantuan visual (yaitu gambar kromosom, dll). Adalah penting

memberikan dengan tepat risiko terjadinya atau berulangnya pada berbagaii anggota keluarga,

termasuk yang tidak terkena, sepupu, bibi, dan lain-lain. Dalam kasus dimana diagnosis yang tepat

tidak dapat dibuat, akan perlu menggunakan risiko berulang menurut pengalaman. Nasehat harus

memberikan individu informasi yang diperlukan untuk memahami berbagai pilihan dalam

mengambil keputusan sendiri berkenaan dengan kehamilan, adopsi, inseminasi buatan, diagnosis

prenatal, skrining, deteksi pengidap atau pengakhiran kehamilan. Agar menyelesaikan proses

pendidikann, mungkin perlu dilakukan nasehat lebih dari satu kali.4

Diagnosis Prenatal dan Pencegahannya. Ada berbagai metode diagnosis prenatal yang tersedia

tergantung pada gangguan genetic spesifik. Penggunaan ultrasound memungkinkan diagnosis

prenatal kelainan anatomi seperti cacat pipa saraf. Amniosentesis dan pengambilan sampel villus

korionik digunakan untuk mendapatkan jaringan janin untuk analisis kelainan kromosom,

gangguan biokimiawi, dan studi DNA. Pengambilan sampel darah atau serum ibu digunakan pada

beberapa tipe skrining.4

Terapi dan Rujukan. Ada sejumlah gangguan genetic yang memerlukan perawatan spesialis.

Misalnya, individu dengan sindrom Turner biasanya perlu dievaluasi oleh ahli endokrinologi.

Pencegahan komplikasi yang diketahui merupakan prioritas. Penyesuaian diri secara psikologis

keluarga mungkin memerlukan intervensi spesifik.4

Kelompok-kelompok Pendukung. Selama beberapa tahun terakhir ini sejumlah besar kelompok

pendukung biasa telah dibentuk untuk menyediakan informasi dan pendanaan riset pada kondisi

Page 21: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

genetic dan non-genetik spesifik. Bagian penting dari nasehat genetic adalah untuk memberikan

informasi mengenai kelompok-kelompok ini pada individu dan dapat menyarankan orang kontak

untuk keluarga.4

Pemantauan. Keluarga harus didorong untuk terus menanyakan pertanyaan dan melanjutkan

informasi baru mengenai gangguan spesifik. Perkembangan baru seringkali mempengaruhi

diagnosis dan terapi gangguan genetic spesifik. Kelompok-kelompok biasa merupakan sumber

informasi baru yang baik.4

Program Skrining Neonatus Beberapa laporan telah menyebutkan adanya perbaikan prognosis pada neonatus dengan defisiensi

G6PD segera setelah lahir. Skrining defisiensi G6PD tentu saja tidak mencegah peningkatan

bilirubin, tetapi meningkatkan kewaspadaan orang tua dan petugas kesehatan, pengenalan dini

terhadap kondisi ikterus, dan rujukan yang tepat dan cepat.7

Skrining defisiensi G6PD digunakan sebagai program pencegahan dengan tujuan sebagai berikut:17

Identifikasi laki-laki hemizigot dan perempuan homozigot maupun heterozigot untuk

pencegahan krisis hemolitik akut

Identifikasi perempuan heterozigot, minimal pada keluarga yang berisiko, dan evaluasi

NH pada anak laki-laki mereka

Konseling genetik pada keluarga

Skrining darah donor untuk mencegah transfuse ertirosit dengan defisiensi G6PD

Skrining defisiensi G6PD belum diimplementasikan secara luas. WHO merekomendasikan

skrining neonatal defisiensi G6PD pada populasi dimana insiden defisiensi G6PD pada laki-laki

melebihi 3–5%. Sebagian penderita defisiensi G6PD akan tetap sehat dan hidup normal, tidak ada

terapi segera yang dibutuhkan, dan hanya sebagian kecil yang akan menjadi hiperbilirubinemia

berat. Sebagian alasan inilah yang yang menjadi alasan skrining G6PD nasional tidak

diimplementasikan secara luas.7

Pemilihan metode skrining defisiensi G6PD memerlukan pertimbangan pada beberapa faktor yaitu

dana, jumlah neonatus yang harus diperiksa setiap harinya, ketersediaan laboratorium dan

peralatan. Kriteria suatu skrining neonatal dapat dilakukan adalah:18

1. Terapi tersedia

Page 22: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

2. Terapi awal sebelum gejala muncul telah menunjukkan bukti pengurangan keparahan

penyakit

3. Observasi rutin dan pemeriksaan fisik tidak dapat menunjukkan kelainan sehingga uji ini

dibutuhkan

4. Kejadian penyakit sering dan skrining dapat mengurangi beban biaya akibat penyakit ini

5. Tersedia tempat untuk menginformasikan kepada orang tua pasien dan konselingnya

Skrining defisiensi G6PD memenuhi sebagian kriteria tersebut di atas. Pengobatan belum tersedia

pada kondisi ini, tetapi kernikterus dapat dihindari dengan penghindaran pemicu dan pencarian

sumber infeksi.18

Singapura telah menangkap konsep ini dan menyelenggarakan suatu program skrining defisiensi

G6PD neonatus pada tahun 1965. Neonatus dengan defisiensi G6PD diidentifikasi saat lahir

dengan mengukur aktivitas G6PD darah umbilikus, kemudian dirawat di rumah sakit sampai dua

minggu pertama kehidupan. Orang tua penderita ini dikonseling tentang bahan pencetus krisis

hemolisis yang mungkin terdapat di rumah. Melalui pencegahan ini, insidensi kernikterus telah

jauh berkurang dalam 20 tahun terakhir. Pemerintah Singapura mensubsidi 40–60% biaya skrining

ini. Malaysia memasukkan skrining defisiensi G6PD ke dalam skrining rutin neonatus pada tahun

1980. Yunani melaporkan penurunan insidensi NH dan kernikterus dengan adanya program

skrining defisiensi G6PD dan konseling orang tua.19-21

Metode skrining defisiensi G6PD yang direkomendasikan dan banyak dipakai adalah metode

fluoresen spot, karena mudah, murah, dan cepat. Sejumlah besar sampel dapat diambil dengan

mudah pada kertas saring. Metode ini tidak bisa mendeteksi perempuan heterozigot, sehingga

metode ini tidak berguna dalam dalam penegakan diagnosis atau pencegahan komplikasi penyakit

ini pada perempuan heterozigot. Pengambilan sampel dapat dilakukan dalam 24 sampai 72 jam.28

Saat ini telah ditemukan rapid kit yang lebih sensitif dibandingkan dengan uji fluoresen spot.

Kemungkinan negatif palsu pada kasus lionisasi ekstrim, hemizigot dengan varian kelas III dan

varian G6PD dengan aktivitas enzim normal. Alat ini dipakai sebagai alat penilaian epidemiologi

cepat di daerah endemis malaria. 7,22,23

Skrining defisiensi G6PD di Indonesia masih belum merupakan program skrining neonatus.

Skrining neonatus yang tersedia di Indonesia sampai saat ini adalah hipotiroid kongenital,

walaupun belum diterapkan pada semua populasi neonatus.24

Page 23: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

KesimpulanDefisiensi G6PD merupakan enzimopati yang paling umum diderita manusia dan terkait dengan

kromosom X. Gen pengkode enzim ini terletak di lengan panjang kromosom X (Xq28).

Kebanyakan pasien defisiensi G6PD tidak menunjukkan gejala hingga terpapar obat-obatan

pengoksidasi, infeksi, dan makan kacang fava. Pemeriksaan awal pada bayi baru lahir harus

dilakukan sesegera mungkin sesudah persalinan untuk mendeteksi kelainan-kelainan dan

menegakkan dasar untuk pemeriksaan selanjutnya. Tes spot fluorescent Beutler’s merupakan tes

skrining popular yang menginkubasi hemolisat dengan substrat reaksi G6PD, ditempatkan di

kertas filter dan disinari UV (450 nm). Fluoresensi menunjukkan aktivitas G6PD. Tes ini paling

mudah meskipun jauh dari ideal.Defisiensi G6PD biasanya bermanifestasi sebagai anemia

hemolitik akut yang diinduksi obat maupun infeksi, favisme, icterus neonatorum maupun anemia

hemolitik non-sferosis kronis.Strategi penatalaksanaan defisiensi G6PD yang paling efektif untuk

mencegah hemolysis adalah mencegah stress oksidatif (misalnya akibat obat-obatan dan kacang

fava). Konseling genetic dan pemeriksaan skrining terhadap neonatus merupakan salah satu

pencegahan terhadap terjadinya defisiensi G6PD secara genetic, walaupun skrining G6PD terhadap

neonatus masih belum dilakukan di Indonesia.

Daftar Pustaka1. Cappelini MD, Fiorelli G. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency. Lancet.

2008;371:64-74.

2. Farhud DD, Yazdanpanah L. Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) deficiency.

Iranian J Publ Health. 2008;37(4):1-18.

3. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Jakarta: EGC; 2008.h. 1-7.

4. Kliegman RM. Dalam: Berhman, Kliegman, Arvin. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi 15.

Vol. 1. Jakarta: EGC; 2012.h. 406-7, 535-41.

5. Meadow SR, Newell SJ. Lecture notes on pediatrics. 7th ed. Jakarta: Erlangga; 2009

6. Peters AL, Noorden CJV. Glucose-6-phosphate Dehydrogenase Deficiency and Malaria:

Cytochemical Detection of Heterozygous G6PD Deficiency in Women. J Histochem

Cytochem. 2009;57(11):1003-11.

7. Kaplan M, Hammerman C. Neonatal screening for glucose-6-phosphate dehydrogenase

deficiency: biochemical versus genetic technologies. Semin Perinatol. 2011;35:155-61.

Page 24: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

8. Seldlein LV, Auburn S, Espino F, Shanks D, Cheng Q, McCarthy J, et al. Review of key

knowledge gaps in glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency detection with regard to

the safe clinical deployment of 8-aminoquinoline treatment regimens: a workshop report.

Malaria J. 2013. Dol:10.1186/1475-2875-12-112.

9. Handayani W, Haribowo AS. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system

hematologi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008.h. 59-60.

10. Manuaba IBG, Manuaba C, Manuaba IBG F. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: EGC;

2007.h. 348.

11. WHO Working Group. Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency. Bull WHO.

1989;67:601-11.

12. Rinaldi,I. dan Sudoyo,A.W., 2009, Anemia Hemolitik Non Imun,Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Edisi V: 1157-59

13.Greene,L.S.,1993, G6PD Deficiency as Protection Against falciparumMalaria: An

Epidemiologic Critique of Population andExperimental Studies, Yearbook Of Physical

Anthropology 36:153—178.

14. Nkhoma ET, Poole C, Vannappagari V, Hall SA, Beutler E. The global prevalence of

glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency: a systematic review and meta-analysis.

Blood cells molecules and diseases. 2009;42:267-8.

15. MIMS. Drugs to avoid in G6PD deficiency. 2006.

16. Epsein O, Perkin GD, Cookson J, Watt IS, Rakhit R, et al. Clinical examination. 4th ed.

Phhiladelphia: Mosby Elsevier; 2008.p. 319.

17. Minucci A, Giardina B, Zuppi C, Capuluongo E. Glucose-6-phosphat dehydrogenase

assay:how, when, and why? IUBMB Life. 2009;61(1):27-34.

18. Leong A. Is there a need for neonatal screening of glucose-6-phosphate dehydrogenase

deficiency in Canada? MJM. 2007;10(1):31-4.

19. Joseph R, Ho L, Gomez J, Rajdurai V, Sivasankaran S, Yip Y. Mass newborn screening for

glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency in Singapore. Southeast Asian J Trop Med

Public Health. 1999;30(Suppl2):70-1.

20. Padilla CD, Therrell BL. Newborn screening in the Asia Pacific region. J Inherit Metab

Dis. 2007;30:490-506.

21. Missiou-Tsagaraki S. Screening for glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency as a

preventive measure: prevalence among 1.286.000 Greek newborn infants. J Pediatr.

1991;119(2):293-9.

Page 25: Blok 27 - Genetika Klinik & Gizi Masyarakat_Jenni

22. Sahai I, Marsden D. Glucose-6-phosphate dehydrogenase laboratory assay: how, when, and

why? Critical Reviews in Clinical Laboratory Sciences. 2009;46(2):55-82.

23. Jalloh A, Tantular I, Pusarawati S, Kawilarang A, Kerong H, Lin K, et al. Rapid

epidemiologic assesment of glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency in malaria-

endemic areas in Southeast Asia using a novel diagnostic kit. Trop Med Int Health.

2004;9(5):615-23.

24. Padilla CD, Therrell BL. Newborn screening in the Asia Pacific region. J Inherit Metab

Dis. 2007;30:490-506.

25.