blog anak bajawit

12
blog anak bajawit apa adanya, yang penting bisa! RSS Tentang Saya Beranda MAKALAH USHUL FIQIH TENTANG QIYASH Diposting oleh abdurrahman pada 08:12, 28-Jul- 13 Di: makalah ushul fiqh MAKALAH USHUL FIQIH TENTANG QIYASH O L E H

Upload: fadhilah-culan

Post on 04-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Blog Anak Bajawit

blog anak bajawit apa adanya, yang penting bisa!

RSS Tentang Saya Beranda

MAKALAH USHUL FIQIH TENTANG QIYASHDiposting oleh abdurrahman pada 08:12, 28-Jul-13Di: makalah ushul fiqh

MAKALAH

USHUL FIQIH

TENTANG QIYASH

 

O

L

E

H

 

Nor Hikmah

Hj. Mujahadah

 

Page 2: Blog Anak Bajawit

 

Kelas : XI Agama

Smester : Genap

Guru Pembimbing : M. Saini, S.Ag, M.Ag

 

 

 

MADRASAH ALIYAH NEGRI 3 AMUNTAI

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

KATA PENGANTAR

 

Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas mengenai QIYASuntuk memenuhi tugas Ushul Fiqih.

Dengan pembuatan karya tulis/makalah ini kami menyadari dan mengakui masih banyak terdapat kekurangan dalam pembuatan makalah ini, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata. Karena itulah kami mengharapkan adanya keritikan dan saran-saran perbaikan dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Demikianlah, kepada Allah jua kami memohon ampun dan kepada Allah SWT jualah kita berharap, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi diri kami sendiri dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Amuntai,        Februari 2012

 

 

Penulis

 

Page 3: Blog Anak Bajawit

DAFATA ISI

 

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………   i  

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..   ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………   iii

 

BAB I       PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah……………………………………………………   1

B.     Perumusan Masalah………………………………………………………...   1

 

BAB II       PEMBAHASAN

A.     Pengertian Qiyas……………………………………………........................  

B.     Rukun Qiyas…….......……………………………….............…………….. 

C.     Kedudukan dan Dasar Kehujjahan Qiyas………………….………..…….. 

D.     Sebab-sebab Dilakukan Qiyas........................................................................  

 

BAB III    PENUTUP

A.     Kesimpulan ………………………………………………………………..  

B.     Saran-Saran………………………………………………………………..   

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Page 4: Blog Anak Bajawit

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Qiyas

Menurut bahasa, qiyas berarti mengukur, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Para ahli Ushul Fiqih merumuskan qiyas dengan :

 

 

 

Artinya : “manyamakan atau mengukur sesuatu kejadian yang tidak ada nash Al-Qur’an dan Hadist) tentang hukumnya dengan kejadian yang disebutkan dalam nash karena ada kesamaan antara dua kejadian itu didalam illat hokum tersebut.”

Dari rumusan diatas dapat dijelaskan beberapa hal :

1.      Kejadian ( (واقعةadalah peristiwa, perbuatan, tindakan yng tidak ada hukumnya atau belum jelas hukumnya baik dalam Al-Qur’an maupu  As-Sunnah. Dalam ilmu Ushul Fiqih hal ini disebut “far’un” (فرع).

Suatu peristiwa dapat disebut far’un apabila : adanya kemudian, tidak ada kesamaan illat dengan peristiwa yang akan disamainya. Kejadian yang telah ada ketentuan hukumnya baik didalam A-Qur’an maupun As-Sunnah disebut ashal (اصل) atau disebut disebut juga “maqiis ‘alaih” ( عليه (مقس yaitu sesuatu yang akan diqiyaskan kepadanya, atau “masyabbah bih” ( به .yaitu yang akan diserupakan dengannya   (مشبه

B.     Rukun Qiyas

Rukun qiyas ada empat yaitu, Ashal (pangkal) yang menjadi ukuran/tempat menyerupakan (masyabbah bih = tempat menyerupakan), Far’un, cabang yang

Page 5: Blog Anak Bajawit

diukur(musyabbah = yang diserupakan), ‘Illat, yaitu sifat yang menghubungkan pangkal dan cabang, dan Hukum, ditetapkan pada far’i  sesudah tetap pada asal.

1.      Ashal

Suatu kejadian dapat disebut ashal (اصل) apabila :

a.       Hukumnya adalah hukum syari’a amali dan berdasar nash.

b.      ‘Illat hukumnya dapat diketahui secara ‘aqli.

c.       Hukumnya bukan merupakan cabang (far’un) dari ashal mansukh (منسوخ)

d.      Nash hukum ashal tidak meliputi hukum far’un.

e.       Hukum nash adalah hukum yang disepakati dan tidak mansukh (منسوخ).

f.        Hukum pada ashal tidak mempunyai qiyas rangkap.

Syari’at ashal atau pokok ada tiga macam yaitu :

a.       Hukum ashal harus masih  tetap (berlaku), karena kalau sudah tidak berlaku lagi (sudah diubah atau mansukh) niscaya tidak mungkin far’i berdiri sendiri.

b.      Hukum yang berlaku pada ashal, adalah hukum syara’, karena yang sedang dibahas oleh kita ini hukum syara’ pula.

c.       Hukum pokok atau ashal tidak merupakan hukum pengecualan. Seperti sahnya puasa bagi orang yang lupa, sebab sesuatu tidak akan ada apabila berkumpul dengan hal-hal yang meniadakan, tetapi puasanya tetap ada, karena ada hadis :“barang siapa lupa, padahal ia sedang puasa, kemudian ia makan dan minum, hendaklah ia menyelesaikan puasanya, sesungguhnya Allah yang memberi makan dan minum.” (H.R Bukhari dan Muslim). Berhubung hadist tersebut, maka orang yang dipaksa tidak dapat diqiyaskan dengan orang yang lupa.

2.      Far’un

Syarat-syarat far’i ada 3 yaitu :

a.       Hukum far’i janganlah berwujud lebih dahulu dari pada hukum ashal. Misalnya mengqiyaskan wudhu kepada tayamum didalam berkewajiban niat dengan alasan bahwa kedua-duanya thaharah. Qiyas tersebut  tidak benar, karena wudhu (dalam contoh ini sebagai cabang) diadakan sebelum hijrah, sedangkan tayamum (dalam contoh ini sebagai ashal) diadakan sesudah hijrah. Bila qiyas tersebut dibenarkan,

Page 6: Blog Anak Bajawit

berarti menetapkan hukum sbelum ada ‘illat. Yakni karena wudhu itu berlaku sebelum tayamum.

b.      Illat, hendaknya menyamai ‘illatnya ashal.

c.       Hukum yang ada pada far’i itu menyamai hukum ashal.

3.      ‘Illat

‘Illat ialah  sifat yang ada pada hukum ashal yang digunakan menjadi dasar hukum, yang dengan ‘illat itu dapat diketahui hukum didalam cabang.

Contohnya memabukkan merupakan ‘illat yang ada pada khamar. Kemudian dijadikan pegangan untuk mengharamkan khamar. Maka dengan ‘illat itu dapat diketahui tentang haramnya semua minuman yang memabukkan.

Sesuai firman Allah SWT. فاجتنبوه (maka jauhilah) karena sifatnya yang memabukkan. Perasan anggur adalah far’un (فرع) yang tidak disebutkan hukumnya tetapi sifatnya saja yaitu memabukkan. Karena sifatnya sama maka perasan anggur dan semua makanan dan minuman yang memiliki sifat memabukkan hukumnya disamakan dengan khamar.

Dengan kata lain ‘illat ialah yang memberikan batasan terhadap hukum, dan ‘illat itu juga menjadi kebulatan pendapat para jumhur ulama, ialah bahwa Allah tidak mensyari’atkan hukum, melainkan dengan untuk kemaslahatan hambaNya. Kemaslahatan itu adakalanya jelas menguntungkan mereka, dan adakalanya untuk menghindari bahaya dari mereka. Karena itulah timbulnya pembentukan hukum yang disebut sebagai hikmatul hukmi.

Misalnya orang yang pada bulan Ramadhan, dibolehkan untuk tidak berpuasa. Hal ini mengandung hikmah yakni menghindari bahaya, dalam hal ini untuk menghindari kepayahan.

Adanya hak syuf’ah bagi tetangga, ini pun mengandung hikmah untuk menghindari bahaya pertengkaran.

Qishas memotong tangan bagi pencuri, ini pun mengandung hikmah yakni, melindungi harta kekayaan manusia. Ringkasnya hikmah hukum syara’, itu ialah untuk mencari kemaslahatan dan menghindari kerusuhan. Tetapi himah itu adakalanya sembunyi, yakni tidak mudah diketahui secara jelas. Dengan kata lain, hikmah itu adakalanya tidak dapat dijangkau dengan indera manusia secara lahiriyah. Begitu pula hukum itu tidak semuanya dapat dilaksanakan karena mendasarkan himah, atau menghubungkan wujud hukum dengan wujuh hikmah.

a.       Masaalikul ‘illat (jalan mengetahui ‘illat)

Jalan ‘illat (masaalikul ‘illat) ialah dasar-dasar teori untuk mengetahui ‘illat. Ada tiga cara untuk mengetahui masaalikul ‘illat yaitu :

Page 7: Blog Anak Bajawit

1.      Berdasarkan Al-Qur’an dan hadist Nabi baik secara langsung atau tidak . yang langsung adalah :

a.       ‘Illat tersebut secara tegas dinyatakan oleh nash  النطق seperti صريحkarena dulu banyak orang berkumpul mengakibatkan larangan menyimpan daging qurban. Rasulullah SAW bersabda :

 

 

Artiny : “dulu saya melarang kamu menyimpan daging qurban karena banyak orang yang berkumpul . maka sekarang boleh makan, menyimpan dan memberinya.” (H.R. An-Nasai)

Apabila nash didalam nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah itu bersifat tertentu, maka sifat tersebut sebagai ‘illat atas dasar nash, kemudian qiyas yang semacam itu meruakan penerapan nash. Nash yang memberikan petunjuk bahwa sifat tertentu itusebagai ‘illat. Kadang-kadang tegas (shorih) dan kadang-kadang samar (ghairu shorih).

Maka dalalah yang shorih ialah dalalah  lafazh dalam nash  terhadap ‘illat menurut tata aturan bahasa. Misalnya tersebut dalam nash, ‘illat ini, atau karena demikian, atau lantaran begini. Jika lafazh yang menunjukkan ‘illat  didalam nash tidak meliputu selain dalam ‘illat, maka dalalah nash kepada ‘illat adalah shorih dan pasti (qath’i).

Misalnya firman Allah dalam member ‘illat diutusnya Rasul :

artinya : “rasul-rasul itu member kabar gembira dan memberikan peringantan, agar jangan ada lagi alas an bagi manusia untuk membentah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu…” (Q.S. An-Nisa)

Firman Allah dalam hal mengambil kewajiban seperlima harta fai untuk fakir miskin :

Artinya : “supaya ia (harta) tidak beredar diantara orang-orang kaya dari kamu.” (Q.S. Al-Hasyari : 7)

Jika lafazh yang menunjukkan ‘illat pada nash tersebut meliputi dalalah selain ‘illat , maka dalalah nash terhadap ‘illat sifat merupakan kejelasan, namun bersifat perkiraan (zhanni).

b.      Tidak secara tegas ditunjuk oleh syara’ seperti perintahnya menjauhi istri dalam keadaan haid. Yang tidak langsung, yaitu ‘illat yang hanya ditunjuk

Page 8: Blog Anak Bajawit

secara isyarat atau peringatan, seperti larangan berjual beli dikaitkan dengan adzan atau larangan mengadili dalam keadaa marah.

2.      Berdasarkan ijma’

Illat bagi suatu hukum juga dapat ditetapkan melalui ijma’ para mujtahid . apabila telah terjadi ijma’ maka illat itu menjadi dasar hukum, seperti bolehnya para wali menguasai harta anak kecil atau seseorang yang belum/tidak baligh keadaan kecil, belum/tidak baligh menjadi illat.

Jika pada suatu ketika para ahli ijtihad menyepakati sifat illat bagi hukum syara’, bearti sifat illat itu telah menjadi ketetapan hukum berdasarkan ijma’.

Seperti menjadikan wilayah penguasaan harta benda kanak-kanak ialah atas walinya, dengan illat karena dia masih kecil dan keadaannya masih masih kanak-kanak. Tetapi didalam jalan tersebut, terdapat perbedaan pendapat. Karena para penolak  berlakunya berlakunya qiyas tidak melakukan iyas disamping tidak memberikan illat. Karena itu tidak mungkin ijma’ itu terwujud, tanpa kebulatan pendapat dari ahli ijtihad.

3.      Berdasarkan hasil penelitian

a.       Dengan cara memilih dan memilah mana-mana sifat yang ada pada ashal sehingga tepat sebagai illat. Cara ini disebut dengan السبر Contohnya adanya unsur riba dalam jual beli gandum, apakah.والتقسيمkarena bahan makanan, memberi kekuatan atau karena ditakar. Dari ketiga sifat ini yang menonjol adalah  karena bahan makanan. Sifat inilah yang ditetapkan sebagai illat.

b.      Mencari persesuaian antara sifat dengan larangan /perintah. Cara ini disebut مناسبه

Apakah larangan itu atau mengakibatkan mudharat, karena hukum syara’ selalu bermaksud membawa maslahat bagi umat dalam segalah dan perbuatan maupun kebutuhan. Haramnya khmar adalah munasabah, karena membawa mudharat bagi manusia yaitu merusakkan akal.

Agar dapat memiliki dan mengukur seberapa munasabah perintah dan larangan terhadap perbuatan manusia, maka tindakan manusia dapat digolongkan kepada tiga kelompok.

-         Dhoruri, yaitu suatu tindakan yang harus ada dan tidak boleh tidaj ada

Page 9: Blog Anak Bajawit

Keharusan ada ini berhubungan dengan pemenuhan hajat hidup manusia sehingga jika tidak ada maka manusia akan mengalami kesulitan . yang tergolong dalam hukum dhoruni ini :

1.      Memelihara agama

2.      Memelihara jiwa

3.      Memelihara akal

4.      Memelihara keturunan

5.      Memelihara harat

-         Haji, yaitu sesuatu yang sangat dibutuhkan tetapi kebutuhan itu tidak sampai tingkatan doruri. Jika kebutuhan ini terpenuhi, kebutuhan manusia akan menjadi mudah, tetapi jika tidak terpenuhi tidak akan menyulitkan manusia. Contohnya adalah kebutuhan akan keringanan dalam beribadaj dalam keadaan tertentu.

-         Tahsini, yaitu kebutuhan manusia yang  sifatnya sebagai penyempurnaan dan memperindah kehidupan, seperti ibadah-ibadah nafilah, sopan-santun, dan lain-lain.

4.      Tanqihul manath ( المناط ,(تنقيح yaitu merinci sifat-sifat pada ashal dan far’u, kemudian memindahkan sifat-sifat yang ada yang tidak. Sifatnya sama ditetapkan sebagai illat. Contohnya ketetapan setengah hukuman yang diberikan kepada budak laki-laki yang melakukan perbuatan keji. Didalam Al-Qur’an hanya disebutkan bahwa budak perempuan-perempuan  yang melakukan perbuatan keji (zina) hukumnya setengah hukuman yang diberikan kepada wanita merdeka yang berbuat zina. Firman Allah SWT :

Artinya : “maka jika mereka telah menjaga dengan kawin, kemudian mereka mereka melakukan perbuatan yang keji (zina) maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami.”(Q.S. An-Nisa : 25)

5.      Tahqiqul manath ( المناط yaitu meneliti seuatu sifat yang tedapat ,(تحقيقdalam masalah yang menjadi illat pada hukum ashal agar dapat memastikan bahwa sifat tersebut dapat menjadi illat pada far’u. Contohnya adalah haramnya mendekati wanita dalam keadaan haid dan wanita dalam keadaan nifas. Apakah sifat adza yang menjadi illat pada haid tersebut pada nifas.

b.      Syarat-syarat illat

Page 10: Blog Anak Bajawit

Ashal (Al-ashlu) yang telah disebutkan hukumnya oleh nash terkadang meliputi beberpa sifat dan kekhususan, tetapi tidak setiap  sifat pada ashal ini patut menjadi illat, hukum ashal itu memenuhi sebagaian besar syarat yang telah diambil (ditetapkan) oleh ulama ushul dalam mengadakan penyelidikan terhadap illat-illat yang telah ditetapkan oleh nash dan dalam memelihara definisi illat, juga tujuan yang dimaksud dalam pembentukan far’ul illat (cabang illat). Dan sebagain syarat-syarat ini telah disepakati oleh  suara bulat ulama ushul bahwa semua itu sebagai syarat illat, tetapi sebagaian syarat lain tidak disepakati oleh mereka. Dan kami uraikan (disini) penjelasan mengenai syarat-syarat yang telah disepakati.

Syarat-syarat illat yang telah disepakati ada 4, yaitu :

1.      Hendaknya ia merupakan  sifat yang nyata, yakni bersifat material yang bisa dijan