biopsikologi

19
BIOPSIKOLOGI “NEUROPSIKOLOGI” Anggota : Mustika Wening Tri Aji P (201410230311305 / Angkatan 2014) Suchi Nurjahnah (201410230311314 / Angkatan 2014) Asalisa Haresmaningrum (201410230311320 / Angkatan 2014) Samudera Bai’aturridwan (201410230311328 / Angkatan 2014) Istianah Fauziah Laily (201410230311344/ Angkatan 2014) Andryka Devy P (201410230311350 / Angkatan 2014)

Upload: asaharesma

Post on 16-Nov-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

biopsikologi

TRANSCRIPT

BIOPSIKOLOGINEUROPSIKOLOGI

Anggota: Mustika Wening Tri Aji P (201410230311305 / Angkatan 2014) Suchi Nurjahnah (201410230311314 / Angkatan 2014) Asalisa Haresmaningrum (201410230311320 / Angkatan 2014) Samudera Baiaturridwan (201410230311328 / Angkatan 2014) Istianah Fauziah Laily (201410230311344/ Angkatan 2014) Andryka Devy P (201410230311350 / Angkatan 2014) Veronica Dwi Sanda (201410230311361 / Angkatan 2014) Rahma Caesar Damayanti (201410230311366 / Angkatan 2014)

FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG2015Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Idayah, Taufik dan Hinayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.Makalah inikami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki masih kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Malang,12 Maret 2015

Penyusun

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangNeuropsikologi atau yang lebih sering disebut psikologi syaraf merupakan suatu cabang dari psikologi klinis yang mempelajari tentang sistem syaraf manusia dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku dari manusia itu sendiri. Perilaku yang dilakukan oleh manusia dikendalikan oleh sistem otak mereka, karena otak merupakan pusat kendali utama yang ada pada diri manusia.Otak terdiri dari dua bagian, yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Hemisfer kanan mengendalikan bagian kiri badan, dan lebih terlibat dalam keterampilan spatial-visual, kreativitas, aktivitas musikal, dan persepsi arah. Sedangkan hemisfer kiri mengendalikan bagian kanan badan dan lebih terlihat dengan fungsi bahasa, penyimpulan logis, dan analisis.Dengan kata lain neuropsikologi adalah bagian psikologi terapan yang berhubungan dengan bagaimana perilaku dipengaruhi oleh cedera dan disfungsi otak. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh difungsi otak adalah autis. Autis merupakan kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor hereditas. Gejala penyakit autis pada umumnya sudah dapat dilihat sejak individu berumur 6 bulan. Deteksi dan terapi sedini mungkin akan menjadikan si penderita lebih dapat menyesuaikan dirinya dengan anak yang normal.Dalam makalah yang kami buat ini, kami mencoba untuk mengkaji secara mendalam tentang Autis dan kaitannya dengan Neuropsikologi.1.2 Rumusan Masalah1. Apa pengertian Autis?2. Faktor apa saja yang menyebabkan penyakit autis?3. Bagaimana cara penyembuhan penderita autis ?4. Bagaimana kajian neuropsikologi terhadap penderita autis?1.3 Tujuan:1. Mengetahui pengertian Autis2. Mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan penyakit autis3. Mengetahui bagaimana cara penyembuhan penderita autis4. Mengetahui bagaimana kajian Neuropsikologi terhadap penderita autisBAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian AutisAutisme adalah gangguan perkembangan kompleks pada fungsi otak yang disertai dengan defisit intelektual dan perilaku dalam rentang keparahan yang luas. Autisme juga merupakan gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan karakter stereotip. Autisme dimanisfestasikan selama masa bayi dan awal masa kanak-kanak terutama sejak usia 18-30 bulan. Autisme terjadi pada 1:2500 anak, sekitar empat kali lebih sering pada lelaki dibanding perempuan (meskipun perempuan biasanya terkena lebih parah) dan tidak berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi, ras atau gaya hidup orang tua.Menurut Ginanjar (2001), autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensoris, dan belajar. Biasanya, gejala sudah mulai tampak pada anak berusia di bawah 3 tahun. Sedangkan menurut Widyawati (1997), gangguan autistik atau autisme juga sering disebut autisme infantil. Gangguan ini merupakan salah satu dari kelompok gangguan perkembangan pervasif yang paling dikenal dan mempunyai ciri khas: Adanya gangguan yang menetap pada interaksi sosial, komunikasi yang menyimpang,dan pola tingkah laku yang terbatas serta stereotip. Fungsi yang abnormal ini biasanya telah muncul sebelum usia 3 tahun. Lebih dari dua per tiga mempunyai fungsi di bawah rata-rata.Deteksi dan terapi sedini mungkin akan menjadikan si penderita lebih dapat menyesuaikan dirinya dengan yang normal. Kadang-kadang terapi harus dilakukan seumur hidup, walaupun demikian penderita Autisme yang cukup cerdas, setelah mendapat terapi Autisme sedini mungkin, seringkali dapat mengikuti Sekolah Umum, menjadi Sarjana dan dapat bekerja memenuhi standar yang dibutuhkan, tetapi pemahaman dari rekan selama bersekolah dan rekan sekerja seringkali dibutuhkan, misalnya tidak menyahut atau tidak memandang mata si pembicara, ketika diajak berbicara. Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial, berkomunikasi secara normal maupun memahami emosi serta perasaan orang lain.Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian dari Kelainan Spektrum Autisme atau Autism Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung Gangguan Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder (PDD). Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme.Autisme adalah yang terberat di antara PDD.Gejala-gejala autisme dapat muncul pada anak mulai dari usia tiga puluh bulan sejak kelahiran hingga usia maksimal tiga tahun. Penderita autisme juga dapat mengalami masalah dalam belajar, komunikasi, dan bahasa. Seseorang dikatakan menderita autisme apabila mengalami satu atau lebih dari karakteristik berikut: kesulitan dalam berinteraksi sosial secara kualitatif, kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif, menunjukkan perilaku yang repetitif, dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal.

2.2 Faktor-faktor penyebab autisMenurut Budiman(Kompas, 26-9-2000), peningkatan kasus autisme belakangan ini, selain karena faktor kondisi dalam rahim seperti terkena virus toksoplamosis, sitomegalovirus, rubella atau herpes, dan faktor herediter, juga diduga karena pengaruh zat-zat beracun. Misalnya timah hitam (Pb) dari knalpot kendaraan, cerobong pabrik, cat tembok; kadmium (Cd) dari batu baterai; serta air raksa (Hg) yang juga digunakan untuk menjinakkan kuman untuk imunisasi. Demikian pula pula antibiotik yang memusnahkan hampir semua kuman baik dan buruk di saluran pencernaan, sehingga jamur merajalela di usus. Logam-logam berat yang menumpuk di tubuh wanita dewasa masuk ke janin lewat demineralisasi tulang, dan tersalur ke bayi melalui ASI. Stephen Edelson, MD (Majalah Nirmala, Juni 2001) yang melakukan penelitian pada 1998 terhadap 56 anak autisme, menemukan bahwa 95% dari mereka dalam darahnya ditemukan satu atau lebih racun bahan kimia pada tingkat yang cukup tinggi, melampaui batas maksimum rata-rata orang dewasa dalam keadaan sehat. Selain itu, 100% dari mereka mengandung satu atau lebih metal seperti air raksa (merkuri) dan timah dalam tingkat yang tinggi, yang merupakan racun yang dapat menyerang sistem otak.Para ilmuwan menyebutkan autisme terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Beberapa teori tentang penyebab autisme, antara lain: A. Teori Psikososial Kanner mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik sebagai penyebab autisme: orangtua yang emosional, kaku, dan obsessif, yang mengasuh anak mereka dalam suatu atmosfir yang secara emosional kurang hangat, bahkan dingin. Pendapat lain mengatakan adanya trauma pada anak yang disebabkan hostilitas yang tidak disadari dari ibu, yang sebenarnya tidak menghendaki anak ini. Ini mengakibatkan gejala penarikan diri pada anak dengan autisme. Menurut Bruno Bettelheim, perilaku orangtua dapat menimbulkan perasaan terancam pada anak-anak. Teori-teori ini pada 1950-1960 sempat membuat hubungan dokter dengan orangtua mengalami krisis dan menimbulkan perasaan bersalah serta bingung pada para orangtua yang telah cukup berat bebannya dengan mengasuh anak dengan autisme. B. Teori Biologis Teori ini menjadi berkembang karena beberapa fakta seperti berikut: adanya hubungan yang erat dengan retardasi mental (7580%), perbandingan laki-laki : perempuan = 4 : 1, meningkatnya insidens gangguan kejang (25%), dan adanya beberapa kondisi medis serta genetik yang mempunyai hubungan dengan gangguan ini. Hingga sekarang ini diyakini bahwa gangguan autisme merupakan suatu sindrom perilaku yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Namun demikian, sampai saat ini belum diketahui dengan pasti letak abnormalitasnya. Hal ini diduga karena adanya disfungsi dari batang otak dan mesolimbik. Namun, dari penelitian terakhir ditemukan kemungkinan adanya keterlibatan dari serebelum. Berbagai kondisi tersebut antara lain: 1. Faktor genetik Hasil penelitian terhadap keluarga dan anak kembar menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam perkembangan autisme. Pada anak kembar satu telur ditemukan sekitar 36-89%, sedang pada anak kembar dua telur 0%. Pada penelitian terhadap keluarga ditemukan 2,53% autisme pada saudara kandung, yang berarti 50--100 kali lebih tinggi dibanding pada populasi normal. Penelitian terbaru menemukan adanya peningkatan gangguan psikiatrik pada anggota keluarga dari penyandang autisme berupa peningkatan insidens gangguan afektif dan ansietas, juga peningkatan gangguan dalam fungsi sosial. Selain itu, juga telah ditemukan adanya hubungan antara autisme dengan sindrom fragile-X, yaitu suatu keadaan abnormal dari kromosom X. Pada sindrom ini ditemukan kumpulan berbagai gejala, seperti retardasi mental dari yang ringan sampai yang berat, kesulitan belajar pada yang ringan, daya ingat jangka pendek yang buruk, fisik yang abnormal pada 80% laki-laki dewasa, clumsiness, serangan kejang, dan hiperefleksi. Sering tampak pula gangguan perilaku seperti hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, impulsif, dan ansietas. Gambaran autisme seperti tidak mau bertukar pandang, stereotip, pengulangan kata-kata, dan perhatian/minat yang terpusat pada suatu benda/objek sering ditemukan. Diduga terdapat 0-20% sindrom fragile-X pada autisme. Walau demikian, hubungan kedua kondisi tersebut masih diperdebatkan. 2. Faktor perinatal Komplikasi pranatal, perinatal, dan neonatal yang meningkat juga ditemukan pada anak dengan autisme. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah adanya pendarahan setelah trimester pertama dan ada kotoran janin pada cairan amnion, yang merupakan tanda bahaya dari janin (fetal distress). Penggunaan obat-obatan tertentu pada ibu yang sedang mengandung diduga ada hubungannya dengan timbulnya autisme. Adanya komplikasi waktu bersalin seperti terlambat menangis, gangguan pernapasan, anemia pada janin, juga diduga ada hubungannya dengan autisme. Model neuroanatomi Berbagai kondisi neuropatologi diduga mendorong timbulnya gangguan perilaku pada autisme. Ada beberapa daerah di otak anak penyandang autisme yang diduga mengalami disfungsi. Adanya kesamaan perilaku autistik dan perilaku abnormal pada orang dewasa yang diketahui mempunyai lesi di otak, dijadikan dasar dari berbagai teori penyebab autisme. Hipotesis neurokemistri Sejak ditemukan adanya kenaikan kadar serotonin di dalam darah pada sepertiga anak autistik pada 1961, fungsi neurotransmitter pada autisme menjadi fokus perhatiaan banyak peneliti. Dengan anggapan bila fungsi neurokemistri yang ditemukan merupakan dasar dari perilaku dan kognitif yang abnormal, tentu dengan terapi obat diharapkan disfungsi sistem neurotransmitter ini akan dapat dikoreksi. Beberapa jenis neurotransmitter yang diduga mempunyai hubungan dengan autisme antara lain serotonin, dopamin, dan opioid endogen. C. Teori Imunologi Ditemukannya penurunan respons dari sistem imun pada beberapa anak autistik meningkatkan kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus autisme. Ditemukannya antibodi beberapa ibu terhadap antigen lekosit anak mereka yang autisme, memperkuat dugaan ini, karena ternyata antigen lekosit juga ditemukan pada sel-sel otak. Dengan demikian, antibodi ibu dapat secara langsung merusak jaringan saraf otak janin yang menjadi penyebab timbulnya autisme. d. Infeksi Virus Peningkatan frekuensi yang tinggi dari gangguan autisme pada anak-anak dengan congenital rubella, herpes simplex encephalitis, dan cytomegalovirus infection, juga pada anak-anak yang lahir selama musim semi dengan kemungkinan ibu mereka menderita influensa musim dingin saat mereka ada di dalam rahim, telah membuat para peneliti menduga infeksi virus ini merupakan salah satu penyebab autisme.2.3 Cara Penyembuhan Penderita AutisTerdapat beberapa terapi bagi penderita autisme :1. Terapi fisikPenderita autis khususnya anak-anak biasanya mengalami gangguan syaraf motorik. Biasanya anak yang menderita autis mengalami gejala seperti jalan yang tidak kuat, atau bahkan belum bisa berjalan pada usia yang seharusnya sudah bisa berjalan. Hal ini disebabkan karena anak-anak penderita autis memiliki tonus otot yang lembek sehingga mengalami gejala seperti yang dicontohkan di atas. Salah satu terapi yang bisa dilakukan orang tua adalah dengan fisioterapi dan terapi integrasi sensoris.Menurut penelitian ilmiah, terapi ini akan sangat membantu anak agar otot-ototnya menjadi lebih kuat dan mampu meningkatkan keseimbangan tubuh.2. Terapi visualAnak penderita autis secara umum lebih mudah belajar dengan cara visual ( visual learning). Untuk itu anda sebagai orang tua bisa memberikan terapi visual kepada anak anda yang autis sebagai salah satu solusi. Terapi visual sangat mudah didapatkan, misalnya dengan video game atau dengan PECS ( Picture Exchange Communication System), atau dengan visual-visual lain. Terbukti secara medis terapi visual ini dapat meningkatkan kemampuan syaraf penderita autis dan melatih komunikasi.3. Terapi bermainAnak yang mengalami autisme membutuhkan hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya, maka dari itu anak penderita autis bisa diberikan terapi bermain. Terapi bermain dapat meningkatkan kemampuan berbicara, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Hal ini bisa anda lakukan sendiri atau melalui jasa terapis.4. Terapi wicaraTerapi wicara dianggap sebagai terapi wajib bagi andak autis karena hampir semua anak penderita autis memiliki kesulitan dalam berucap sehingga sulit berkomunikasi dengan orang lain. Terapi wicara ini akan melatih anak autistik dalam berkomunikasi dan berbahasa. Meskipun demikian orang tua harus sabar dan tidak boleh menyerah dalam melatih anak autis, karena melatih anak autis tidak seperti melatih anak-anak normal.5. Applied Behavioral Analysis (ABA)Jenis terapi ini sangat populer di indonesia sehingga mayoritas orang tua menggunakan jenis terapi ini untuk penyembuhan anak autis. ABA adalahmemberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian) kepadanya atas pencapaian-pencapaian tertentu. Dengan metode ini orang tua bisa mengukur sejauh mana perkembangan anak autis. Terapi ini dikenal juga dengan istilah terapi perilaku. Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi agresivitas pada anak autis, karena anak autis cenderung hiperaktif dan mudah mengamuk. Selain itu terapi ini juga bertujuan menambahkan perilaku yang kurang pada anak autis.6. Terapi okupasi (occupational therapy)Biasanya anak penderita autis mengalami kesulitan dalam ketrampilan dan gerakannya. Hal ini dikarenakan anak autis memiliki keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Nah, sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan ketrampilan anak autis anda bisa menggunakan terapi okupasi ini. Terapi okupasi ini mampu meningkatkan kemampuan anak dan memperbaiki kualitas hidup mereka, baik di rumah maupun di sekolah.Terapis akan membantu mengenalkan, mempertahankan, dan meningkatkan keterampilan anak. Dengan cara ini, penderita autisme diharapkan bisa hidup semandiri mungkin.7. Terapi sosialTerapi sosial dibutuhkan untuk membantu anak penderita autis agar lebih mudah berkomunkasi dan berinteraksi dengan teman-teman sebaya atau orang lain. Karena pada umumnya anak autis mengalami kesulitan dalam berucap dan berkomunikasi dua arah. Oleh karena itu anda bisa mengajak anak autis untuk bermain bersama teman-teman sebayanya di tempat yang menyenangkan dan dengan suasana yang ceria.8. Terapi perkembanganFloortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Caranya dengan mempelajari minat anak, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, dan kemudian ditingkatkan kemampuan sosialnya, emosionalnya dan intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.9. Terapi biomedikAnak yang menderita autis biasanya mengalami gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif baik darah, urine, feses, dan rambutnya. Setelah menemukan dan mengetahui kelainan dalam tubuh anak, maka kemudian diperbaiki sehingga otak bebas dari gangguan-gangguan dari dalam. Terapi ini memang membutuhkan biaya yang lumayan mahal, karena dilakukan oleh tenaga ahli dan dengan peralatan yang lengkap tentunya. Walau bagaimanapun kesembuhan anak merupakan prioritas bagi orang tua, karena ia adalah harta yang paling berharga.

10. Terapi berkudaTerapi ini masih sangat jarang digunakan di indonesia, karena terapi ini tergolong penemuan baru. Terapi berkuda mampu meningkatkan konsentrasi anak autis. Anak autis menunggangi kuda dan kuda berjalan secara pelan dan dipandu oleh terapis. Peran terapi sangat penting di sini, karena ia lah yang akan mendampingi anak dan menganalisa perkembangannya.11. Terapi AkupunturMetode tusuk jarum ini diharapkan bisa menstimulasi sistem pada otak hingga dapat bekerja kembali.12. Terapi BalurBanyak yang menyakini autisme disebabkan oleh tingginya zat merkuri pada tubuh pederita, terapi ini bertujuan untuk mengurangi merkuri dalam tubuh penyandang autis. Caranya, menggunakan cuka aren campur bawang yang dilulurkan lewat kulit. Tujuannya melakukan detoksifikasi gas merkuri.13. Terapi autis dengan Lumba-LumbaTubuh lumba-lumba terkandung potensi yang bisa menyelaraskan kerja saraf motorik dan sensorik penderita autis. Sebab lumba-lumba mempunyai gelombang sonar ( gelombang suara dengan frekuensi tertentu) yang dapat merasang otak manusia untuk memproduksi energi yang ada dalam tulang tengkorak, dada dan tulang belakang pasien sehingga dapat membentuk keseimbangan antara otak kanan dan kiri. Selain itu, gelombang suara dari lumba-lumba juga dapat meningkatkan neurotransmitter.2.4 Kajian Neuropsikologi terhadap penderita autisSeperti yang telah dijelaskan di atas, autis merupakan gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan karakter stereotip. Anak-anak yang meyandang autis diketahui memiliki gangguan saraf pada otak. Bagian otak yang mengalami gangguan adalah bagian otak di daerah korteks prefrontal. Korteks prefrontal adalah bagian lapisan terluar kortikal otak yang terdiri dari satu-pertiga dari semua materi abu-abu kortikal. Sebuah studi dari para peneliti, menunjukan bahwa pertumbuhan otak pada anak penderita autis melibatkan jumlah neuron yang berlebihan di area otak yang berhubungan dengan sosial, komunikasi dan perkembangan kognitif. Menurut Courchesne, penelitian pencitraan otak pada anak-anak yang menderita autisme telah menunjukan pertumbuhan yang berlebihan dan disfungsi pada korteks prefrontal serta area otak lainnya. Penelitian yang lain juga menyebutkan bahwa anak-anak penderita autis memiliki kelebihan neuron hingga 67 % pada korteks prefrontal. Otak anak-anak autis akan lebih berat dibandingkan anak-anak yang normal pada usia yang sama.Gangguan saraf otak ini menyebabkan perilaku penderita autis menjadi terhambat. Ada beberapa permasalahan yang dialami anak autis yaitu: anak autis memiliki hambatan kualitatif dalam interaksi sosial, artinya bahwa anak autistik memiliki hambatan dalam kualitas berinteraksi dengan individu disekitarnya. Sekitar 50% anak autis memiliki keterlambatan dalam berbicara dan berbahasa. Mereka mengalami kesulitan dalam hal memahami pembicaraan orang lain yang ditukan pada mereka, kesulitan dalam memahami arti kata-kata dan apabila berbicara tidak pada konteks yang tepat. Anak autis sering mengulang kata tanpa bermaksud untuk berkomunikasi, dan sering salah dalam menggunakan kata ganti orang, contohnya menggunakan kata saya untuk orang lain dan menggunakan kata kamu untuk diri sendiri. Anak autis memiliki minat yang terbatas, mereka cenderung menyukai lingkungan yang rutin dan menolak perubahan lingkungan. Penderita autis mengalami perilaku yang terhambat, namun terdapat kelebihan dari penderita autis itu sendiri. Kelebihan yang tampak seperti dalam bidang elektronik, olahraga, musik dan masih banyak lagi.

Daftar Pustaka

http://tempo.co.id/medika/arsip/072002/hor-1.html http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme http://penyebabautis.com/penyebab-autis-menurut-para-ahli/ http://www.jevuska.com/2012/12/29/autisme-pengertian-penyebab-gejala-ciri-terapi/ http://www.constiti.com/2013/05/terapi-untuk-penyembuhan-autisme.html http://terapiautis.org/ http://www.academia.edu/4574225/MAKALAH_AUTISME http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196101051983032-OOM_SITI_HOMDIJAH/MAKALAH_A_AUTIS.pdf