biopsi hati
DESCRIPTION
biopsi hatiTRANSCRIPT
BIOPSI HATI DALAM DIAGNOSIS KARSINOMA HEPATOSELULER
Irwin Prijatna K
Poernomo Boedi Setiawan
PENDAHULUAN
Biopsi hati mempunyai peranan penting dalam diagnosis, staging dan menentukan
respon terapi beberapa penyakit hati. Biopsi hati juga membantu untuk diagnosis dimana
penyakit primer bukan berasal dari hati, seperti kanker metastasis, sarkoidosis, amiloidosis
dan demam yang tidak diketahui asalnya (Metcalf, 1996; Brown, 2000; Maxwell, 2001).
Teknik pencitraan modern telah membuat temuan lesi hati kecil dan asimptomatik
yang memberikan tantangan baru bagi ahli patologi. Lesi ini sulit untuk di diagnosis secara
histologi karena lesi kecil walaupun dapat dibedakan secara baik namun penyimpangannya
tidak berbeda secara signifikan dari yang normal (Caldwell, 2001).
Karsinoma hepatoseluler (KHS) adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel hati
(hepatosit) dan paling sering ditemukan di seluruh dunia (Farmer, 1997; Aguayo, 2001; Rust,
2001). KHS ini sering ditemukan berkaitan dengan penyakit hati kronis, khususnya sirosis
(Molmenti, 1999). Insidens KHS sangat bervariasi di antara beberapa negara. Di Afrika Sub-
Sahara dan Asia Timur, dilaporkan 150 kasus per 100.000 populasi, dan kurang lebih 50%
dari seluruh tumor yang terdiagnosis (Aguayo, 2001). Insidens KHS semakin meningkat
dengan bertambahnya umur, dan angka tertinggi pada kelompok umur 30-50 tahun.
Perbandingan jenis kelamin, pria : wanita berkisar antara 2-4 : 1 (Molmenti, 1999; Aguayo,
2001).
KLASIFIKASI DAN TATA NAMA
Studi dari resected KHS menunjukkan prevalensi tinggi lesi pra-ganas kecil dalam hati
yang sama (Wada K, 1998; Theise ND, 2002). Lesi ini memiliki sifat atipikal membedakan
mereka dari hati normal atau sirosis hati tetapi tidak memenuhi untuk diagnosis KHS.
Mereka dianggap sebagai pra-ganas karena wilayah kecil dari karsinoma dapat
ditemukan dalam lesi jinak ini. Penyelidik individual telah menggunakan nama-nama yang
berbeda pada lesi tersebut, termasuk nodul makrogeneratif, hiperplasia adematous, dan nodul
displastik.
Tinjauan Pustakaan Departemen– SMF Ilmu Penyakit Dalam FK. Unair – RSU dr. SoetomoSurabaya, 25 Januari 2008
1
Kelompok Kerja Internasional Kongres Dunia Gastroenterologi merekomendasikan
konsolidasi nodul displastik (Wanless IR for the International Working Party, 1995).
Tabel 1 Kriteria histologi IWP untuk membedakan hepatoseluler nodul
Sifat histologi Nodul regenerat jika besar
Nodul displastik, tingkat rendah
Nodul displastik, tingkat tinggi
HCC yg dibedakan dengan baik
HCC yg dibedakan secara menengah
Populasi seperti-klon - + + + +Plat lebar lebih dari 3 sel - - - - +Gambar mitotik >5/10 HPF
- - - - +
Densitas sel lebih dari dua kali normala
- - - + +
Invasi struma atau saluran portal
- - - + +
Kontur inti tidak reguler, paling tidak menengah
- - - + +
Ketiadaan saluran portal (suplai arteri)
- - +/- + +
Gambar mitotik, kadangkala (1-5/10 HPF)x
- - + + +
Densitas sel lebih dari 1.3 kali normal
- - + + +
Hiperkhromasia inti - - + + +Kontur inti tidak reguler, paling tidak ringan
- - + + +
Pembentukan pseudoglan +b - + + +Sitoplasmik basofilia - - + + +Perubahan sel jelas sitoplasmik
- - + + +
Retikulin kurang dari normal
- - - - +
Peningkatan atau penurunan akumulasi besi
- + + + +
Keterangan : IWP-International Working Party; HCC-Hepatocellular Carcinoma; HPF-high
power field (10 x 40)a sebagai ukuran peningkatan inti pada rasio sitoplasmikb khususnya ketika terdapat kholestasisc Mitosis dapat terjadi berbagai lesi pada keberadaan kholestasis atau nekrosis terbaru.
2
BIOPSI HATI
Pada saat ini berbagai macam dan teknik biopsi hati telah dilakukan yaitu: biopsi hati
perkutan, transvena (transjuguler), laparoskopi dan fine-needle aspiration biopsy (FNAB)
(Caldwell, 2001).
Biopsi hati hanya dikerjakan oleh operator yang berpengalaman (Maxwell, 2001).
Dari audit the British society of gastroenterology tahun 1991 menunjukkan bahwa frekuensi
terjadinya komplikasi lebih tinggi pada operator yang mengerjakan biopsi kurang dari 20 kali
biopsi, yakni 3,2% dibandingkan operator yang mengerjakan biopsi lebih dari 100 kali biopsi
yakni 1,1% (Gilmore, 1995). Sedangkan biopsi transjuguler dilakukan seorang radiologist
atau clinician yang berpengalaman dalam pemasangan kanulasi vena dan biopsi hati dengan
laparoskopi oleh gastrohepatologist (Grant, 1999).
Sedasi boleh diberikan pada penderita yang gelisah dan diperlukan pemeriksaan
hematologi sebelum biopsi hati (Alexander, 1993; Grant, 1999).
Pemeriksaan hematologi ini antara lain yaitu pemeriksaan prothrombin time atau INR
dan hitung trombosit sebagai prioritas. Resiko koagulopati bila prothrombin time memanjang
empat detik atau lebih, atau INR lebih dari 1,4. Sedangkan jumlah trombosit yang aman untuk
dilakukan tindakan biopsi hati masih kontroversial. Beberapa literatur di Inggris menyebutkan
jumlah trombosit yang aman adalah diatas 80.000/mm3, tetapi hasil survei di beberapa pusat
kesehatan Amerika menggunakan batas jumlah trombosit diatas 50.000/mm3 (Gilmore, 1995;
Sue, 1996; Grant, 1999). Vitamin K, Fresh Frozen Plasma dan tranfusi trombosit dapat
digunakan untuk koreksi abnormalitas faal koagulasi sebelum biopsi hati. Vitamin K
diberikan secara parenteral enam jam sebelum tindakan biopsi dan efektif bila gangguan
koagulasi disebabkan obstruksi biliari atau malasorbsi. Untuk koreksi prothrombin time
diberikan FFP dengan dosis 12-15 ml/kg BB segera sebelum tindakan. Dari suatu penelitian
didapatkan bahwa FFP hanya memperbaiki prothrombin time pada 20% kasus. Pemberian
transfusi trombosit sebelum tindakan biopsi pada penderita trombositopenia banyak
digunakan tetapi kurang bermanfaat dalam menurunkan resiko perdarahan akibat
abnormalitas fungsi trombosit, 30% dari penderita yang menerima transfusi trombosit tidak
menunjukkan perbaikan bleeding time in vitro sebagai pengukuran fungsi trombosit
(Kristensen, 1993).
Adanya cairan ascites merupakan kontraindikasi untuk dilakukan biopsi hati perkutan
disebabkan jarak antara dinding perut dan hati melebar sehingga sulit mendapatkan spesimen
dan juga menyulitkan bila terjadi komplikasi perdarahan (Little, 1996).
3
INTERPRETASI SECARA UMUM
Spesimen yang baik adalah paling sedikit berukuran panjang 2 cm dan diameter 1,2 –
2 mm dengan empat zona porta. Apabila ukuran spesimen kecil terutama bila zona porta tidak
didapatkan maka sulit untuk memberikan evaluasi gambaran histologi karena merupakan
pedoman orientasi jaringan (Sherlock, 1997 ; Bravo, 2001).
Evaluasi morfologi dari biopsi hati terdiri dari beberapa tahap yakni meliputi
perubahan arsitektur dan seluler dari parenkim hati. Sebagai tahap awal ditentukan arsitektur
jaringan, adanya abnormalitas jarak antara venula-venula hepatika terminal dan struktur porta
mungkin disebabkan adanya nekrosis sehingga terjadi kolaps atau skaring jaringan yang luas.
Remodeling pada sirosis hati memberi gambaran fragmen–fragmen parenkim yang kecil,
bulat, dilapisi kolagen dan nodul-nodul hepatosit tanpa venula hepatika terminal. Selain itu
pada gambaran arsitektur juga dievaluasi sistem porta yakni komponen biliari dan vaskuler,
hepatosit pada tiga zona asinus, lokasi dan struktur venula-venula hepatika terminal dan
sinusoid-sinusoid. Pada akhirnya temuan gambaran histologi harus diintegrasikan dengan
informasi klinis dalam menegakkan diagnosis (Brown, 2000).
PATOLOGI
Pengenalan ini lebih baik apabila ahli patologi dapat mengenal nodul displastik
melalui perbedaan ukuran dan tekstur beda dari nodul sirosis. Ini secara umum terjadi ketika
nodul displastik mencapai 5 mm namun untuk tujuan studi pemotongan 10 mm telah sering
digunakan. Secara umum, nodul yang lebih besar dari 1.5 cm memenuhi kriteria histologi dan
digolongkan dalam KHS. Nodul displastik jinak dapat mencapai diameter 2 cm tanpa
transformasi keganasan tertentu. Sitologi aspirasi dapat digunakan untuk diagnosis KHS,
tetapi bagian jaringan umumnya dibutuhkan nodul displastik dan karsinoma yang dibedakan
dengan baik (Farmer, 1997).
Sifat-sifat histologi dalam tabel 1 dapat membantu dalam mendiagnosis. KHS
dinyatakan oleh plates hepatoseluler lebih dari dua sel dalam ketebalan. Retikulin, thrikhrom,
atau pewarna schiff asam periodik mempermudah pengujian tersebut. KHS dapat dibedakan
dengan baik menjadi plates tunggal atau ganda sehingga kriteria lainnya harus
dipertimbangkan. Sifat arsitektur khusus dalam bentuk pseudoglandular, dan plates ganda
dengan penyimpangan inti pada tepi sinusoidal menunjukkan KHS. Sebuah peningkatan rasio
inti pada sitoplasmik secara khusus berguna. KHS seharusnya memiliki beberapa atipia inti,
meskipun ini seringkali ringan (Kondo F, 1994).
Terdapat sejumlah kondisi terlihat sama dimana hepatosit jinak dan non neoplastik
bermigrasi ke area stromal dan juga lumina portal dan vena hepatik. Oleh karena itu, kriteria
4
tersebut seharusnya tidak dapat diterima kecuali terdapat sitologi suportif dan sifat-sifat
arsitektural karsinoma. Gambar-gambar mitotik tidak membantu mendiagnosis KHS.
Kehilangan retikulin dapat terjadi, khususnya pada KHS dibedakan secara menengah.
Pewarnaan immunohistokhemikal pada CD34 atau CD31 menunjukkan suplai arterial dari
nodul. Sel-sel endothelial menyejajarkan warna sinusoidal arterialisasi secara positif (Roncalli
M, 1999). Meskipun pewarnaan ini lebih menonjol pada KHS namun dapat terjadi secara
fokal dalam nodul displastik dan nodul sirosis hati. Hepatosit dari sebagian besar KHS adalah
positif untuk glipikan-3, tetapi pewarnaan (staining) focal dan lemah membatasi kegunaan
diagnostiknya (Capurro M, 2003).
Nodul displastik terdapat pada tingkat rendah atau tingkat tinggi. Nodul displastik
tingkat rendah tidak menunjukkan keganasan, dan nodul displastik tingkat tinggi memiliki
sifat tersendiri tetapi bukan kriteria untuk mendiagnosis KHS. Nodul displastik tingkat rendah
sulit untuk dibedakan dari nodul regeneratif karena atipia inti minimal dan rasio
nukleus/sitoplasmik (N/C) adalah normal pada kedua kondisi. Sifat paling berguna adalah
keberadaan area seperti peta penampilan seluler seragam khususnya pada nodul sirotik.
Kelompok kecil kurang dari 1 mm (diameter) pada hepatosit atipikal telah di definisikan
sebagai foci displastik. Ini adalah paling sering dikenali sebagai foci bebas besi dalam
penderita hemokhromatosis (Deugnier YM, 1993).
Nodul regeneratif dalam kondisi non neoplastik dapat menyerupai nodul displastik
atau KHS. Ini adalah secara khusus kasus dalam gagal hati fulminan, kholestasis parah, dan
sindrom Budd-Chiari ketika stimuli regeneratif adalah ekstrim. Nodul regeneratif seringkali
memiliki mitosis, plates melebar, peningkatan menengah dalam rasio N/C, dan pola
khromatin inti aktif. Nodul regeneratif di suplai oleh saluran portal dan seringkali dengan
perkembangbiakan duktural. Riwayat klinis adalah penting untuk menghindari kesulitan ini
(Wanless IR, 2002).
Adenoma menjadi sulit untuk dibedakan dari KHS. Riwayat pemakaian kontrasepsi
oral atau steroid anabolik dapat menerangkan hal tersebut. Penyusutan lesi pada penghentian
pengobatan adalah salah satu kriteria diagnostik terbaik untuk adenoma. Sebuah lesi beberapa
sentimeter yang memiliki abnormalitas minimal nuklei, rasio N/C, dan struktur plates
umumnya jinak. Secara umum adenoma tidak memiliki mitosis, dan plates adalah seragam
dan tidak lebih dari dua sel dalam ketebalannya (Wanless IR, 2002).
Hiperplasia nodular fokal didiagnosis ketika terdapat sebuah gurat/birat (central
scar), sebuah pengaturan reguler dari arteri, dan jaringan penghubung periarterial
mengandung elemen-elemen duktal. Terdapat bentuk baru dikenali dari adenoma dimana
elemen-elemen portal dapat ditemukan dan di definisikan sebagai telangiektatik hepatoseluler
5
adenoma dan juga “telangiectatic focal nodular hyperplasia”. Lesi non hepatoseluler seperti
angiomiolipoma dapat dibedakan oleh warna negatif heppar-1 (hepatosit, Dako) dan Cam5.2
(Wanless IR, 2002).
VARIASI ANTAR PENGAMAT
Kelompok Konsensus Internasional untuk Neoplasia Hepatik menilai reliabilitas
diagnosis histologi KHS awal dan nodul displastik. Kelompok ini terdiri dari dua grup ahli
hepatologi dari 10 negara bertemu pada tahun 2002 dan 2004. Hasil dari pertemuan tersebut
diterbitkan secara detil. Hasil ini menunjukkan variasi besar dalam diagnosis yang diberikan
untuk satu rangkaian studi lesi resected. Ini adalah bukti bahwa pemurnian dari kriteria
diagnostik dan sebuah bantuan mengajar untuk ahli patologi umumnya dibutuhkan. Sebuah
pendekatan diagnostik baru sedang dikembangkan dan dikenal sebagai Laennec Classification
of Hepatocellular Neoplasia ( Wanless IR for the International Working Party, 1995).
KLASIFIKASI LAENNEC HEPATIC NEOPLASIA
Kelompok Konsensus Internasional untuk Neoplasia Hepatik menunjukkan bahwa
terdapat banyak kriteria histologi yang sulit untuk digunakan oleh karena penilaiannya
subyektif. Beberapa kriteria dinilai hanya pada spesimen potongan besar, tingkat lebih rendah
dari neoplasia seringkali di diagnosis dalam sebuah biopsi dari lesi yang sama. Klasifikasi
Laennec pada sistem Neoplasia Hepatoseluler didefinisikan secara detil di bagian lain. Sistem
tersebut dapat di terapkan untuk lesi pra-ganas dan semua tingkat KHS (Wanless IR for the
International Working Party, 1995).
Dalam sistem ini, atipia inti, rasio N/C, dan atipia arsitektural adalah diberi nilai 0-4
atau 0-6 dengan bantuan satu rangkaian foto standar. Skor dari tiga komponen ini adalah
dirangkum, memberikan sebuah ukuran memungkinkan 0-14. Ketika dua atau lebih wilayah
tersendiri dikutip, lebih dari satu skor Laennec yang dilaporkan dengan satu komentar pada
persentase lesi yang ditempati oleh masing-masing skor. Invasi stromal, mitosis, dan
arterialisasi tidak dipertimbangkan dalam sistem ini karena mereka sangat bergantung pada
ukuran sampel (Wanless IR for the International Working Party, 1995).
Keuntungan dari sistem ini adalah (1) dapat diterapkan baik pada sampel kecil
maupun besar, (2) kerumitan berkurang, (3) kriteria di standarisasi, dan (4) penggunaan skor
numerik memperkuat fakta bahwa sifat neoplastik awal membentuk sebuah spektrum.
Signifikansi klinis dari skor Laennec yang ada sekarang ini sedang dievaluasi (Wanless IR for
the International Working Party, 1995).
6
RANGKUMAN
Biopsi hati sering digunakan dalam diagnosis, staging dan menentukan respon terapi
beberapa penyakit hati. Biopsi hati membantu diagnosis dimana penyakit primer bukan
berasal dari hati, seperti kanker metastasi, sarkoidosis, amiloidosis dan demam yang tidak
diketahui asalnya. Macam biopsi hati meliputi biopsi hati perkutan, biopsi hati trasvena atau
transjuguler, biopsi hati dengan laparoskopi, dan fine-needle biopsi aspiration (FNAB).
Tindakan dikerjakan oleh operator yang berpengalaman, pemberian sedasi untuk penderita
yang gelisah, pemeriksaan hematologi sebelum tindakan biopsi hati, pemberian vitamin K,
fresh frozen plasma dan transfusi trombosit sebelum tindakan biopsi hati.
Spesimen yang baik adalah paling sedikit berukuran panjang 2 cm dan diameter 1,2-2
mm dengan empat zona porta. Evaluasi morfologi dari biopsi hati terdiri dari beberapa tahap
yakni meliputi perubahan arsitektur dan seluler dari parenkim hati. Nodul yang lebih besar
dari 1,5 cm memenuhi kriteria histologi dan digolongkan dalam KHS. Sifat arsitektur khusus
dalam bentuk pseudoglandular dan plates ganda dengan penyimpangan inti pada tepi
sinusoidal menunjukkan KHS.
Keuntungan dari klasifikasi Laennec adalah dapat diterapkan baik pada sampel kecil
maupun besar, kerumitan berkurang, kriteria di standarisasi dan penggunaan skor numerik
memperkuat fakta bahwa sifat neoplastik awal membentuk spektrum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aguayo A, Patt YZ (2001). Liver cancer. Clin Liver Dis 5, pp. 1-9
2. Alexander JA, Smith BJ (1993). Midazolam sedation for percutaneous liver biopsy. Dig
dis sci 38, pp. 2209-2211
3. Bravo AA, Sheth SG, Chopra S (2001). Liver Biopsy. N Engl J Med 344 (7), pp. 495-
500
4. Brown KE, Janney CG, Brunt EM (2000). Liver Biopsy: indications, technique,
complications, and interpretation. In: Liver Disease: Diagnosis and management. Bacon
BR, Di-Biscegue AM (eds) 1-th ed Churchill livingstone, Philadelphia, pp. 47-75
5. Capurro M, Wanless IR, Sherman M, et al (2003). Related Glypican-3: a novel serum
and histochemical marker for hepatocellular carcinoma. Gastroenterology 125, pp. 89-97
6. Caldwell SH (2001). Controlling pain in liver biopsy, or we will probably to repeat the
biopsy in a year or assess the respons. Hepatitis Assoc 96 (5), pp.1327-1329
7. Deugnier YM, Charalambous P, Le Quilleuc D, et al (1993). Preneoplastic significance
of hepatic iron-free foci in genetic hemochromatosis: a study of 185 patients. Hepatology
1993; 18, pp. 1363-1369
7
8. Farmer DG, Seu P, Swenson K, Economou J, Busuttil RW (1997). Liver transplantation:
Current and future treatment modalities for hepatocellular carcinoma. Clin Liver Dis 1
(2), pp. 361-389
9. Gilmore IT, Burroughs A, Murray-Lyan IM (1995). Indications, methods, and outcomes
of percutaneous liver biopsy. Gut 36, pp. 437-441
10. Grant A, Neuberger J (1999). Guidelines on the use of liver biopsy in clinical practice.
Gut 45 (Suppl 4), pp. 151-162
11. Kondo F, Kondo Y, Nagato Y, et al (1997). Interstitial tumour cell invasion in small
hepatocellular carcinoma. Evalution in microscopic and low magnification views. J
Gastroenterol Hepatol 1994; 9, pp.604-612
12. Kristensen J, Friksson L, Olsson K (1993). Functional capacity of transfused platelets
estimated by the thrombostat 400/2. Eur J Haematol 51, pp. 152-155
13. Little AF, Ferris JV, Doud GD (1996). Image guided percutaneous hepatic biopsy: effect
of ascites on the complication rate. Radiology 199, pp. 79-83
14. Maxwell JH (2001). What you need to know: liver biopsy.
http://www.hcvadvocate.org/searchpg.cfm-21k. [Acessed January 3rd 2008].
15. Metcalf JV, Mitchison HC, Palmer JM (1996). Natural history of early primary biliary
cirrhosis. Lancet 348, pp. 1399-1402
16. Molmenti EP, Marsh JW, Duorchik I, Oliver JH, Madariaga J, Iwatsuki S (1999). Liver
transplantation: Current management. Surg Clin North Am 79 (1), pp. 43-51
17. Rust C, Gores GC (2001). Locoregional management of hepatocellular carcinoma:
surgical and ablation therapies. Clin Liver Dis 5 (1), pp.1-4
18. Sherlock S, Dooley J (1997). Disease of the liver and biliary system: Biopsy of the liver.
10-th ed Blackwell Scientific, London, pp. 33-42
19. Sue M, Caldwell SH, Dickson RC (1996). Variation between centers in technique and
guidelines for liver biopsy. Liver 16, pp. 267-270
20. Theise ND, Park YN, Kojiro M (2002). Dysplastic nodules and hepatocarcinogenesis.
Clin Liver Dis 2002; 6, pp. 497-512
21. Wada K, Kondo F, Kondo Y (1988). Large regenerative nodules and dysplastic nodules
in cirrhotic liver: a histopathologic studi. Hepatology 1988, pp.1684-1688
22. Wanless IR (2002). Benign liver tumours. Clin Liver Dis 2002; 6, 513-526
23. Wanless IR for the International Working Party (1995). Terminology of nodular
hepatocellular lesions. Hepatology 1995; 22, pp. 983-993.
oooooOOOooooo
8