biokonversi serat sawit dengan aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (cr-yeast) sangat tepat...

189
BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger PENSINTESA Cr-ORGANIK SEBAGAI KOMPONEN RANSUM KOMPLIT DOMBA YULIATY SHAFAN NUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: ngokien

Post on 27-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger PENSINTESA Cr-ORGANIK

SEBAGAI KOMPONEN RANSUM KOMPLIT DOMBA

YULIATY SHAFAN NUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan
Page 3: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya

yang berjudul : “Biokonversi Serat Sawit dengan Aspergillus niger Pensintesa

Cr-Organik sebagai Komponen Ransum Komplit Domba” adalah karya saya sendiri

dengan arahan Komisi Pembimbing dan be lum pernah diajukan da lam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

YULIATY SHAFAN NUR NRP 995054

Page 4: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan
Page 5: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

ABSTRACT

YULIATY SHAFAN NUR. Bioconversion of Palm Press Fiber by Cr-organic Synthesizing Aspergillus niger as Compo nent of Sheep Complete Feed. Supervised by KOMANG GEDE WIRYAWAN, RIZAL SYARIEF, LILY AMALIA SOFYAN (Alm) , NAHROWI

Palm press fiber (PPF) as cattle feed has not yet optimally utilized; one constraint is its low content of crude protein (3.93%) and its high content of crude fiber (48.96%), which can inhibit growth and decrease the feed digestibility. To overcome such condition, palm press fiber can be processed to improve its nutrition through physical, chemical and biological treatments. The objectives of this research were to improve the utility of PPF as animal feed and examine the nutritional level of PPF treated with NaOH and then fermented with A. niger as a synthesizer of organic Cr to replace a component of sheep feed. The study consisted of three stages. The first stage was the immersion of PPF with NaOH. In the second stage, the best result of the first stage was used for the fermentation of PPF with A.niger as the synthesizer of organic Cr to produce fermented PPF . The second stage was also to produce the right level of inoculums of A. niger and CrCl3 to obtain PPF with the highest digestibility and content of nutrients as well as Cr-yeast. The first experiment with factor A = Level of NaOH (A1=2,5%, A2=5%, A3=7,5%) and factor B = immersion length in NaOH (B1=6 hours B2=12 hours, B3 = 24 hours). The second experiment consisted of factor A, the yeast levels of A. niger i.e (1) 5.0% Dry Matter (DM), (2) 7.5% DM, (3) 10% DM, of substrate and in factor B the levels of CrCl3 added to the substrate were (1) 2 mg/kg substrate, (2) 4 mg/kg substrate, (3) 6 mg/kg substrate, with the addition of tryptophan of 600 ppm for each treatment. The parameters observed in the experiments were protein, crude fiber organic Cr, ADF and NDF. The second stage of the research was an in-vitro experiment to assess the digestibility of fermented PPF

in the rumen with the observed variables of total VFA, NH3, DM digestibility and OM digestibility. The target of this experiment was to produce fermented PPF with the best contents of nutrients and organic Cr as well as the highest digestibility. The third stage was an in-vivo experiment in sheep to produce a complete formula of feed made of fermented palm press fiber which could promote an optimum growth of sheep. The best result of fermented PPF in stage two was used to formulate 4 types of complete feed with TDN 64% and Protein 12.5%. The levels of fermented PPF in the feed were: A = 0% PPF + 60% native grass (NG) + 40% concentrate, B = 15% PPF+ 45% NG + 40% concentrate, C= 30% PPF + 30% NG + 40% concentrate, D= 45% PPF + 15% NG + 40% concentrate. The research results showed that the best level of NaOH and immersion periode to increase the nutritional content of PPF were 2.5% NaOH and immersion for 24 hours, A. niger could synthesize organic Cr by using CrCl3 and tryptophan as the precursors, the treatment with 10% inoculum of A. niger and 6 mg CrCl3/kg could produce the highest digestibility of dry and organic matter. Fermented PPF could be used as substitute for 45% native grass without reducing t he quality of sheep meat In contrast, the use of 45% fermented PPF in the ration could reduce fat and cholesterol content and increase organic Cr in meat.

Keywords : palm press fiber, NaOH, Aspergillus niger, chromium, sheep, ration

Page 6: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan
Page 7: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

RINGKASAN

YULIATY SHAFAN NUR. Biokonvesi Serat Sawit dengan Aspergillus niger Pensintesa Cr-organik sebagai Komponen Ransum Komplit Domba. Dibimbing oleh KOMANG GEDE WIRYAWAN, LILY AMALIA SOFYAN (Alm), RIZAL SYARIEF dan NAHROWI

Sebagai pakan ternak, serat sawit yang ada belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, salah satu kendala serat sawit adalah rendahnya protein kasar yaitu 3.5% dan tingginya kandungan serat kasar yaitu 48% yang dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan tingka t kecernaan pakan. Menyadari kondisi tersebut untuk menanggulanginya dari segi nutrisi adalah dengan cara pengolahan secara fisik, kimia dan mikrobiologi. Biokonversi menggunakan fungi pensintesa kromium organik (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah diperlakukan alkali dengan NaOH, karena selain akan meningkatkan nilai nutrisi, juga memperkaya kandungan mineral Cr yang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan kualitas daging.

Tujuan dari pene litian ini adalah untuk meningkatkan daya guna serat sawit sebagai pakan ternak. Mengkaji kemampuan nutrisi serat sawit yang diperlakukan dengan NaOH kemudian difermentasi dengan A. niger pensintesa Cr-organik dalam mengganti sebagian ransum ternak domba. Penelitian terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, pemeraman serat sawit dengan NaOH. Tahap kedua, hasil terbaik dari tahap pertama, fermentasi serat sawit dengan A.niger pensintesa Cr-organik pembuatan serat sawit fermentasi. Penelitian ini untuk mendapatkan level inokulum A. niger, level CrCl3 yang tepat untuk menghasilkan serat sawit dengan kecernaan dan kandungan nutrisi serta Cr-yeast tertinggi. Penelitian ini meliputi pembiakan kapang, pembuatan inokulum, penyediaan media fermentasi, fermentasi serat sawit dengan A. niger. Rangkaian pengerjaan fermentasi serat sawit dilakukan setelah dimodifikasi sesuai dengan keperluan.

Penelitian tahap I, dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor (3x3) dan 2 ulangan (Steel & Torrie 1993). Faktor perlakuan A adalah level konsentrasi NaOH yaitu 2,5%,5%, dan 7,5% dan faktor perlakuan B adalah lama pemeraman serat sawit dalam NaOH yaitu 6 jam, 12 jam, dan 24 jam. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) kandungan nutrisi meliputi bahan kering, protein kasar. (2) Kandungan fraksi serat NDF, ADF, selulosa, hemiselulosa, dan lignin ditentukan dengan analisis Van Soest; (3) struktur dinding sel (scanning electron microscope).

Pada penelitian tahap I, pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap dinding sel serat sawit dengan menggunakan scanning electron microscopy (SEM), serat sawit tanpa pemeraman dengan NaOH terlihat jaringan dasar terjalin dengan pita parenkim longitudinal dan dengan parenkim jari- jari, pembuluh tertutup oleh tilosis. Konsentrasi NaOH yang tinggi, aktivitas alkali akan lebih kuat dalam memutuskan ikatan antara lignin dengan hemiselulosa dan selulosa dinding sel serat sawit. Kandungan BK dan protein (P<0.01) yang menurun akibat pemeraman dengan NaOH juga fraksi serat yaitu kandungan NDF, ADF, selulosa, hemiselulosa dan lignin terjadi penurunan (P<0.01).

Page 8: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

Penelitian tahap II, mengkaji kombinasi terbaik A. niger pensintesa Cr-organik dengan kecernaan, kandungan gizi dan kandungan Cr organik yang tinggi. Pada tahap ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama, penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2 faktor (3x3) dan 2 ulangan (Steel & Torrie 1993)untuk mengkaji kandungan nutrisi dan Cr organik. Faktor A level kapang A. niger adalah (1) 5.0% BK bahan, (2) 7.5% BK bahan, (3) 10% BK bahan dan faktor B adalah level mineral CrCl3 yang ditambahkan ke dalam substrat, yaitu; (1) 2 mg/kg substrat , (2) 4 mg/kg substrat, (3) 6 mg/kg substrat, dengan penambahan triptopan 600 ppm substrat untuk setiap perlakuan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kandungan protein, serat kasar dan kandungan Cr-organik terbaik, ADF dan NDF, selulosa, hemiselulosa dan lignin.

Penelitian tahap ke dua dilakukan secara in-vitro untuk menilai kecernaan hasil fermentasi serat sawit dalam rumen dengan peubah yang diamati meliputi VFA total, NH3, KCBK dan KCBO. Target penelitian ini adalah menghasilkan serat sawit terfermentasi dengan kandungan nutrien dan Cr-organik terbaik serta kecernaan tertinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinding sel SS setelah difermentasi dengan Aspergillus niger pensintesa Cr organik diamati dengan SEM, tilosis yang ada pada dinding sel menjadi hilang dan licin, Kandungan protein dan serat kasar berbeda tidak nyata (P>0.05) dengan meningkatnya persentase Aspergillus niger dan leveli Cr. Inkorporasi Aspergillus niger-Cr –NaOH. Inkorporasi Aspergillus niger-Cr meningkat dengan meningkatnya persentase Aspergillus niger dan level Cr (P<0.01) dalam

Penelitian tahap III, percobaan In-vivo pada domba. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula ransum komplit berbahan serat sawit terfermentasi yang mampu mendukung pertumbuhan domba secara optimal. Serat sawit terfermentasi hasil terbaik tahap II dipakai untuk menyusun 4 macam ransum komplit dengan TDN 65% dan Protein 14%. Level pemanfaatan serat sawit terfermentasi dalam ransum yaitu: A = 0% SSF + 60% rumput lapangan + 40% konsentrat, B = 15% SSF + 45% rumput lapangan + 40% konsentrat, C = 30% SSF + 30% rumput lapangan + 40% konsentrat dan D = 45% SSF + 15% rumput lapangan + 40% konsentrat. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: kandungan nutrisi meliputi bahan kering, protein kasar , konsumsi, pertambahan bobot badan , konversi pakan dan kecernaan juga diukur sebagai tolok ukur kualitas ransum. Untuk produksi daging peubah yang diukur adalah produk karkas dan komposisi kimia daging. Sifat fisik daging yang diukur warna daging, pH daging, daya mengikat air daging, persentase lemak intramuskuler, dan komposisi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh serta kandungan kromium daging domba. Ransum dicobakan pada 20 ekor domba sebagai hewan model untuk menjelaskan pola pertumbuhan.

substrat SS-NaOH. Kandungan NDF, ADF, selulosa, hemiselulosa, lignin, VFA dan NH3 berbeda tidak nyata (P>0.05), kecernaan bahan kering dan bahan organik meningkat (P<0.01). 10 % Aspergillus niger dan 6 mg/kg Cr dapat meningkatkan inkorporasi Cr dalam SS dan kecernaan bahan kering dan bahan organik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi BK, PK, SK, lemak dan BETN selama penelitian menurun dibandingkan kontrol. Kecernaan BK, SK, lemak dan BETN berbeda tidak nyata (P>0.05), tetapi kecernaan PK (P<0.01) menurun pada 30% SSF. Pertamba han bobot badan dan retensi nitrogen menurun dengan meningkatnya SSF. Kandungan lemak dan kolesterol daging menurun dengan meningkatnya SSF, tetapi terjadi peningkatan Cr organik dalam daging dan hati.

Page 9: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Level NaOH dan lama pemeraman yang terbaik dalam meningkatkan kandungan nutrisi serat sawit adalah 2.5% NaOH dengan lama pemeraman 24 jam. 2) A. niger dapat mensintesis Cr-organik menggunakan CrCl3 dan triptopan sebagai prekursornya, 3) Fermentasi serat sawit dengan A. niger dapat meningkatkan kandungan nutrien melalui peningkatan kadar protein dan penurunan kadar serat kasarnya, 4) Perlakuan pemberian 10% inokulum A. niger dan 6 mg CrCl3/kg serat sawit menghasilkan kecernaan bahan kering dan bahan organik yang paling tinggi. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian inokulum A. niger 10% dan level kromium 6 mg/kg memberikan hasil yang terbaik. 5) Setelah dilakukan penelitian ternyata serat sawit fermentasi dapat digunakan sebagai pengganti 45% rumput lapangan tanpa menurunkan kualitas daging pada ternak domba. Pemanfaatan SSF-Cr dalam ransum domba mengurangi kandungan lemak dan kolesterol daging

.

Page 10: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan
Page 11: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk laporan tanpa izin IPB

Page 12: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan
Page 13: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger PENSINTESA Cr-ORGANIK

SEBAGAI KOMPONEN RANSUM KOMPLIT DOMBA

YULIATY SHAFAN NUR

Disertas i sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Prog ram Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 14: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

Penguji pada Ujian Tertutup :

1. Prof. Dr. Ir. H. Toto Toharmat,M.Agr.Sc

2. Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr

Penguji pada ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. Moh Yamin. M.Agr.Sc

2. Prof. Dr. Ir. Budi Haryanto. M.Sc

Page 15: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

Judul Disertasi : Biokonversi Serat Sawit dengan Aspergillus niger Pensintesa Cr-Organik sebagai Komponen Ransum Komplit Domba

Nama : Yuliaty Shafan Nur N I M : 995054 Program Studi : Ilmu Ternak (PTK)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Komang Gede Wiryawan Prof. Dr. Lily Amalia Sofyan,M.Sc (Alm) Ketua Anggota Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS. Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Departemen INTP Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: 24 Januari 2012 Tanggal Lulus:

Page 16: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan
Page 17: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah. Puji syukur dipe rsembahkan kehadirat Allah S.W.T, Tuhan

Yang Maha Esa, pemilik segala ilmu, pemberi rahmat dan petunjuk, yang telah

melimpahkan hidayah Nya, sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Penelitian yang

dilaksanakan sejak bulan Oktober 2004 dengan judul “Biokonversi Serat Sawit

dengan Aspergillus niger Pensintesa Cr-Organik sebagai Komponen Ransum

Komplit Domba”.

Sebagian dari hasil penelitian ini sudah dipresentasikan dengan judul

“Influence of Aspergillus niger and Chromium Combination Level in Palm Fiber

Fermentation”. The 9th International Seminar on The Role of Chemistry in Industry

and Environment. Departement of Chemistry, Andalas University in Cooperation

with Indonesian Chemical Society Branch West Sumatera. November 2007. Effects

of Chromium Organic Supplementation of Aspergillus niger on Rumen Fermentation

Activity In Vitro. Y. S. Nur, K. G. Wiryawan , R. Syarief , Nahrowi , akan

diterbitkan di Journal Animal Production Scientific Journal of Farm Animals and

Feed Resources in The Tropic Volume 14 Tahun 2012. Bagian lain dengan judul

Pengaruh konsentrasi NaOH terhadap nutrisi serat sawit diterbitkan pada Jurnal

Peternakan Indonesia Volume 14 Nomor 1 (Februari 2012) dengan ISSN 1907-1760.

Ucapan terimakasih yang tidak terhingga kepada Bapak Prof. Dr. Ir.

Komang Gede Wiryawan, sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Ibu Prof. Dr. Lily

Amalia Sofyan, M.Sc (Alm), Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS, dan Bapak

Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc, sebagai anggota Komisi Pembimbing, atas bimbingan,

dorongan semangat dan moril penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

Ucapan terimakasih disampaikan pula kepada Rektor Institut Pertanian Bogor

yang telah menerima penulis melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana IPB,

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan seluruh staf pengajar yang telah membekali

dan memperkaya ilmu selama mengikuti pendidikan, Ketua program studi Ilmu

Ternak (PTK) Sekolah Pascasarjana IPB yang telah mengarahkan dan memfasilitasi

penulis selama mengikuti pendidikan, Rekan-rekan mahasiswa, khususnya Program

Studi Ilmu Ternak Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan bantuan dan

dorongan semangat dalam menyelesaikan studi.

Page 18: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

Doa yang tulus dan ucapan terimakasih penulis sampaikan, khusus untuk

Papa Umar Salim (Almarhum), dan Mama Asnah Nur (Almarhumah), serta suami

tercinta Dr. Ir. Arfa`i, MS, ananda Boby Arya Putra, Bayu Inra Setiawan, Feby Eka

Putra dan Dzaky Dhiyaul Amru atas segala kesabaran, dorongan, pengertian dan

bantuan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan. Kepada Keluarga

Besar Ayah Rauf Kari Mudo, Prof Dr Kamardi Thalut, SpBdh, Sahabatku Dr Rima

Semiarti Kamardi,MS, Ibunda Ir. H Jurnida Rahman, MS, Kakanda Ir. Harnentis,

MS, Kakanda Arfah dan Drs Aldjufri Tandjung, dan Moncu Izharudd in seke luarga

saya ucapka n terimakasih yang telah membantu baik materil maupun moril selama

saya melaksanakan tugas belajar S3 saya di IPB Bogor.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini tidak luput dari kekurangan karena

kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Semoga disertasi ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran, bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan

masyarakat.

Bogor, Januari 2012

Penulis

Page 19: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan ketika perbarisan cahaya mentari di ufuk timur mulai

menapak di kota Sinabang Kabupaten Aceh Barat pada hari Minggu 22 Juli 1962

anak tunggal dari Papa Umar Salim (Almarhum) dan Mama Asnah Nur

(Almarhumah).

Pendidikan sarjana penulis, dimulai tahun 1981 pada program studi Ilmu

Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Teknologi Industri Pakan Fakultas Peternakan

Universitas Andalas Padang, lulus tahun 1986.

Pada 8-27 Agustus 1988 penulis mengikuti pelatihan singkat Pengenalan

Proses Hulu dan Hilir dalam Bioteknologi Pangan, PAU Pangan dan Gizi-IPB. Pada

7-26 Agustus 1989 penulis mengikuti pelatihan singkat Operasi Unit Thermal dalam

Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi-IPB. Penulis 7-26 Januari 1989

mengikuti pelatihan singkat Aplikasi “Good Laboratory Practices” dalam Analisis

Mutu Pangan yang diselenggarakan oleh PAU Pangan dan Gizi-IPB. Selanjutnya

pada September sampai dengan Desember 1989 mengikuti workshop in Comparative

Nutrition, IPB-AUSTRALIA PROJECT, kemudian dilanjutkan 11 Desember 1989

sampai dengan 7 Januari 1990 penulis mengikuti kursus singkat Teknologi Mikoriza

di PAU Bioteknologi IPB. Januari s/d Mei 1990 penulis mengikuti Nutrisi Vitamin

dan Hormon CEA PAU Ilmu Hayat IPB. Pada 29 Juli-15 Agustus 1991 penulis

mengikuti lagi kegiatan pelatihan singkat Pengendalian Mutu Dalam Industri Pangan

diselenggarakan oleh PAU Pangan dan Gizi-IPB. Pelatihan singkat Pengukuran dan

Pengendalian Proses dalam Industri Pangan penulis ikuti pada tanggal 6-25 Januari

1992 yang diselenggarakan oleh PAU Pangan dan Gizi-IPB

Pada tahun 1990 penulis melanjutkan studi program magister pada program

studi Ilmu Ternak, Program Pascasarjana IPB, lulus tahun 1993. Kemudian tahun

1999 diberi kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi

Ilmu Ternak, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Penulis diterima bekerja sejak tahun 1987 sampai sekarang sebagai staf

pengajar pada program studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Teknologi

Industri Pakan Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang.

Page 20: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan
Page 21: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. i DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v

I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 Perumusan Masalah ................................................................................. 4 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7 Potensi Serat Sawit untuk Pakan Ruminansia ......................................... 7 Peningkatan Kualitas Serat Sawit dengan NaOH .................................... 9 Fermentasi .............................................................................................. 13 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi ....................................... 14 Perubahan Zat-zat Makanan selama Fermentasi ..................................... 17 Fermentasi dengan Aspergillus niger ...................................................... 18 Peranan Kromium dalam Sistem Transport dan Metabolisme Nutrien .... 20 Kebutuhan Kromium dan Bentuk Suplemen dalam Pakan ...................... 24 Pengaruh Suplementasi Kromium terhadap Produksi Ternak ................. 25 Pencernaan Mikroba pada Ruminansia ................................................... 29 Kebutuhan Nutrisi pada Domba ................................................................ Komposisi Kimia dan Kualitas Daging ..................................................... Kualitas Fisik Daging ..............................................................................

31 33 36

III. PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN LAMA PEMERAMAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI SERAT SAWIT

43

Abstrak .................................................................................... Pendahuluan .............................................................................

43 43

Materi dan Metode ............................................................................ 44 Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 46 Simpulan ........................................................................................... Daftar Pustaka ……………………………………………………...

57 57

IV. FERMENTASI SERAT SAWIT-NaOH DENGAN Aspergillus niger PENSINTESA KROMIUM ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PAKAN

61

Abstrak ...................................................................................... Pendahuluan ..............................................................................

61 61

Materi dan Metode ............................................................................ 63 Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 66 Simpulan ........................................................................................... Daftar Pustaka ....................................................................................

78 78

Page 22: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

V. PEMANFAATAN SERAT SAWIT-Cr ORGANIK FERMENTASI SEBAGAI PENGGANTI RUMPUT LAPANGAN TERHADAP

PERFORMA DAN KUALITAS DAGING

81

Abstrak .................................................................................. Pendahuluan ...........................................................................

81 81

Materi dan Metode ......................................................................... 83 Hasil dan Pembahasan ................................................................... 90 Simpulan ........................................................................................ 109 Daftar Pustaka ................................................................................ 109

VI. PEMBAHASAN UMUM

119

VII. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN ............................................ 129

5.1 Kesimpulan .................................................................................... 129 5.2. Saran ............................................................................................ 129

VIII. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 131

LAMPIRAN ...................................................................................... 145

Page 23: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1.

Komposisi nutrien produk samping tanaman dan pengolahan buah kelapa sawit .....................................................................

8

2. Kandungan senyawa kimia penyusun serat pada beberapa bahan pakan asal perkebunan kelapa sawit ..............................

9

3. Pretreatment biomassa lignoselulosa ......................................... 11

4. Pengaruh penambahan kromium dalam ransum domba ............ 26 5. Standar kebutuhan nutrisi per ekor per hari untuk domba di

Indonesia ....................................................................................

32 6. Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap

kandungan bahan kering dan protein kasar (% BK) .................

43

7. Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan NDF dan ADF (% BK) ............................................

45

8. Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin (% BK) ...……..

47

9. Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar SSF-Cr (% BK) ........

68

10. Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan sintesis Cr-organik pada sel Aspergillus niger (mg/kg) .....................................................................................

69

11. Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan NDF dan ADF SSF-Cr (% BK) ...............................

70

12. Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan hemiselulosa dan selulosa SSF-Cr (% BK) ...........

72

13. Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan VFA dan NH3 SSF-Cr (mM) ...................................

74

14.

15. 16. 17.

18. 19.

Pengaruh persentase Aspergillus niger dan level kromium yang berbeda terhadap kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik SSF in- vitro ....................................................... Formula ransum penelitian ........................................................ Komposisi kimia pakan domba penelitian .................................

Pengaruh ransum perlakuan terhadap konsumsi pakan ............. Pengaruh ransum perlakuan terhadap kecernaan zat makanan

Pengaruh ransum perlakuan terhadap pertambahan bobot badan domba .............................................................................

77 84 84

91 95

99

Page 24: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

20. 21.

22.

Pengaruh ransum perlakuan terhadap kimia daging domba ...... Pengaruh ransum perlakuan terhadap analisis fisik daging domba ........................................................................................ Analisis ekonomis masing-masing perlakuan ...........................

103

105

108

Page 25: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Skema pretreatment biomassa ligno selulosa ................................. 10

2. Mekanisme hidrolisis selulosa ………..…..................................... 16 3. Struktur faktor toleransi glukosa ................................................... 21 4. Mekanisme kerja GTF dalam meningkatkan potensi aktivitas Insulin ............................................................................................. 23 5. Metabolisme Triptopan menjadi Niasin ......................................... 25 6. Potongan-potongan karkas komersial ..…....................................... 36 7. Diagram alur pembuatan serat sawit-NaOH .................................. 40 8. Scanning Electron Microscope ...................................................... 46 9. Penampang dinding sel serat sawit dengan SEM ..........….…....... 47 10. Skema reaksi katalis alkali dari selulosa dengan alkil halida …..... 51 11. SEM permukaan serat sawit-NaOH (A) dan serat sawit fermentasi perbesaran 1000x (B) ..................................................................... 67

Page 26: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan
Page 27: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Analisis ragam bahan kering SS-NaOH (%) ................................. 147

2. Analisis ragam protein kasar SS-NaOH (%) ................................. 147

3. Analisis ragam k andungan neutral detergent fiber (NDF) SS-NaOH (%) …………………………………………………… 148

4. Analisis ragam kandungan acid detergent fiber (ADF) SS-NaOH (%) …………………………………………………… 148

5. Analisis ragam kandungan selulosa SS-NaOH (%) ...................... 149 6. Analisis ragam kandungan hemi-selulosa SS-NaOH (%) ............ 149 7. Analisis ragam kandungan lignin SS-NaOH (%) .......................... 150 8. Analisis ragam kandungan serat kasar SS-NaOH (%) .................. 150 9. Analisis ragam kandungan sintesis Cr-organik pada sel

Aspergillus niger ........................................................................... 151 10. Analisis ragam kandungan SSF-Cr (% BK) ................................ 151 11. Analisis ragam kandungan NDF SSF-CR (% BK) ....................... 151 12. Analisis ragam ADF SSF-Cr (% BK) .......................................... 152 13. Analisis ragam kandungan hemi-selulosa SSF-Cr (% BK) .......... 152 14. Analisis ragam kandungan selulosa SSF-Cr (% BK) ………….... 152 15. Analisis ragam kandungan VFA SSF-Cr (mM) ............................ 153

16. Analisis ragam kandungan NH3 SSF-Cr (mM) ............................. 153

17. Analisis ragam kecernaan bahan kering SSF-Cr (%) .................... 154

18. Analisis ragam kecernaan bahan organik SSF-Cr (%) .................. 154

19. Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi bahan kering ransum

(g/ekor/hr) ..................................................................................... 155

Page 28: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

20. Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi protein kasar ransum (g/ekor/hr) .................................................................................... 155

21. Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi serat kasar ransum (g/ekor/hr) ..................................................................................... 156 22. Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi lemak ransum (g/ekor/hr) 157

23. Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi BETN ransum (g/ekor /hr) 157

24. Analisis ragam daya cerna bahan kering ransum (% BK) ............ 158

25. Analisis ragam dan uji lanjut daya cerna protein kasar ransum

(% BK) .......................................................................................... 158

26. Analisis ragam daya cerna serat kasar ransum (% BK) ................ 159

27. Analisis ragam daya cerna lemak kasar ransum (% BK) .............. 159

28. Analisis ragam daya cerna BETN ransum (% BK) ....................... 159

29. Analisis ragam pertambahan bobot badan (g/ekor/hr) .................. 160

30. Analisis ragam dan uji lanjut retensi N (g/ekor/hr) ...................... 160

31. Analisis ragam perlakuan terhadap pH daging ............................. 160

32. Analisis ragam perlakuan terhadap keempukan daging (kg/cm2

). 161

33. Analisis ragam perlakuan terhadap warna daging ........................ 161

34. Analisis ragam perlakuan terhadap susut masak daging (%) ....... 161

35. Analisis ragam perlakuan terhadap DMA (% mg H2O) ............... 161

36. Analisis ragam perlakuan terhadap kadar air daging (%) ............ 161

37. Analisis ragam perlakuan terhadap kadar protein daging (%) ...... 162

38. Analisis ragam perlakuan terhadap kadar lemak daging (%) ....... 162

39. Analisis ragam perlakuan terhadap kadar kolesterol daging (%) .. 162

40. Analisis ragam perlakuan terhadap kadar kromium daging (%) .. 162

41. Analisis ragam perlakuan terhadap kadar kromium hati (%) ....... 162

Page 29: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan
Page 30: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya permintaan akan kebutuhan protein hewani,

memicu peternak untuk meningkatkan produktivitas ternaknya. Usaha

peningkatan produk peternakan menuntut adanya pakan yang murah, berkualitas

dan tersedia dalam jumlah yang banyak dan tidak bersaing dengan kebutuhan

manusia. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

Pada tahun 2010 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai 7 juta

Ha dengan produksi minyak sawit (crude palm oil) lebih da ri 19 juta ton (Ditjen

Perkebunan 2010). Meningkatnya luas perkebunan kelapa sawit tiap tahunnya

12,6 % (Liwang 2003), akan meningkatkan hasil samping pengolahan kelapa

sawit yang dihasilkan dan berpotensi mengganggu lingkungan. Salah satu hasil

samping pengolahan kelapa sawit adalah serat sawit (palm press fibre). Setiap Ha

luasan kebun kelapa sawit dihasilkan berupa serat sawit sebanyak 2.681 kg bahan

kering per tahun (Diwyanto & Handiwirawan 2004), dengan produksi 90 %,

jumlah serat sawit yang dihasilkan adalah sebesar 16,888 metrik ton BK/th,

diperkirakan dapat menampung ± 236.910 ekor domba/th. Hal ini merupakan

potensi yang besar untuk dijadikan pakan ternak, terutama ternak ruminansia.

Serat sawit masih sangat terbatas penggunaannya sebagai pakan ternak

karena tingginya kadar serat kasar terutama selulosa yang merupakan komponen

utama penyusun dinding sel (Kogel-Knabner 2002). Selulosa hampir tidak

pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan berikatan dengan bahan

lain, yaitu lignin dan hemiselulosa (Lynd et al. 2002) membentuk kompleks

lignoselulosa (Kogel-Knabner 2002). Kandungan selulosa pada dinding sel

tanaman 35% sampai 45% (Perez et al. 2002, Lynd et al. 2002) dari berat kering

tanaman serta rendahnya kandungan protein kasar (6.90%) (Rahman et al. 2007)

yang merupakan faktor pembatas penggunaannya sebagai pakan ternak.

Pemanfaatan serat sawit sebagai pakan ternak menghadapi kendala pada nilai

nutrisinya yang rendah, sehingga perlu pengolahan. Untuk mengoptimalkan

penggunaan serat sawit sebagai pakan ternak dapat dilakukan perlakuan fisik

(dipotong, digiling), alkali dengan NaOH atau biologis seperti difermentasi.

Page 31: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

2

Pengolahan serat sawit sebelum diberikan kepada ternak dengan penggunaan

alka li seperti NaOH, Ca(OH)2 atau urea. Pengolahan ini pada prinsipnya

ditujukan untuk memutuskan ikatan ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa yang

secara tidak langsung membantu meningkatkan nutrisi serat sawit, meningkatkan

daya cerna bahan, daya guna limbah serta memperpanjang waktu penyimpanan.

Menurut Subkaree et al. (2007), NaOH lebih efisien untuk mendegradasi

komposisi serat sawit dibandingkan Ca(OH)2

Penelitian terdahulu be lum ada memanfaatkan serat sawit sebagai substrat A.

niger pensintesa kromium organik . A. niger merupakan salah satu jenis

Aspergillus, dapat tumbuh dengan cepat, oleh karena itu banyak digunakan secara

komersial dalam produksi asam sitrat (Narayana et al 2006; Demirel et al. 2004;

Adham 2001), asam glukonat, dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase,

pektinase, amiloglukosidase dan selulase (Immanuel et al. 2006, Ikram et al.

2005, Omojasola et al. 2008, Narasimha et al. 2006).

, selanjutnya dinyatakan bahwa

kondisi optimum pra perlakuan adalah 10% (w/v) NaOH dan waktu pendidihan

15 menit dapat meningkatkan kandungan selulosa menjadi 54.13 ± 0.87% (w/w).

Fenomena ini meningkatkan kegunaan selulosa untuk dipecah oleh enzim selulase

yang dihasilkan A. niger guna meningkatkan kandungan nutrien dan

kecernaannya.

Fermentasi yang dilakukan menggunakan A. niger dapat meningkatkan

kecernaan dan kandungan protein kasar serat sawit. Hasil penelitian yang telah

dilakukan menggunakan berbagai level inokulum A. niger dan lama fermentasi

serat sawit dengan NaOH terhadap kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan

Kecernaan Bahan Organik (KCBO) meningkat, dengan meningkatnya level

inokulum dan lama fermentasi (Jamarun et al. 2000). Selama ini fungi

Aspergillus oryzae , Rhizopus olygosporus, yeast Saccharomyces cereviseae

sudah diteliti dengan menginkorporasikan dengan Cr (Astuti 2006, Jayanegara

2005). Berbagai bahan dari limbah kelapa sawit telah banyak diteliti untuk

dijadikan pakan ternak antara lain tandan kosong kelapa sawit dan lumpur sawit

dengan Ganoderma lucidum (Agustin 2010) diberikan pada domba dan sapi

perah, sedangkan Sinurat (2003) meneliti lumpur sawit untuk pakan unggas dan

Bintang et al (2003) pada pemberian ransum yang mengandung lumpur sawit

Page 32: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

3

fermentasi dengan A. niger. Serat sawit dengan A. niger tanpa supp lemen Cr

diteliti oleh Jamarun et al (2000), Namun demikian penggunaan serat sawit

dengan A. niger sebagai prekusor Cr organik sampai saat ini belum pernah

diteliti.

Kromium adalah suatu mikronutrien esensial yang dibutuhkan untuk

metabolisme glukosa, protein dan metabolisme lemak yang normal (NRC 1997)

dan memegang peranan penting dalam tubuh karena Cr berperan sebagai kofaktor

melalui peningkatan respon reseptor insulin terhadap hormon vital insulin (Mertz

1993; Vincent & Davis 1997; Vincent 2000; Pechova & Pavlata 2007). Kromium

secara biologis aktif sebagai komponen dari glucose tolerance factor (GTF) yang

meningkatkan penggunaan glukosa dan insulin (NRC 1997), selain itu penting di

dalam metabolisme karbohidrat, juga dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan

protein (Davis & Vincent 1997), asam nukleat dan mencegah stress. Hal ini

dibuktikan dari hasil suplementasi Cr pada ransum babi yang sedang tumbuh

yaitu: Cr pikolinat 200 ppb meningkatkan pertambahan bobot badan 0,87 kg/hr

lebih tinggi dibandingkan kontrol 0,81 kg/hr (Page 1993). Salah satu gejala

defisiensi Cr dapat menyebabkan hiper-kolesteolemia, arterosklerosis, dan

rendahnya inkorperasi asam amino pada protein hati. Burton (1995), mengatakan

Cr berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan konversi tiroksin (T4) menjadi

triodotironin (T3). Mengingat semua fungsi tubuh tergantung pada karbohidrat,

lemak, protein, asam nukleat dan hormon insulin maka kecukupan Cr dalam

pakan sangat diperlukan yaitu dalam bentuk Cr organik. Kromium organik dapat

dihasilkan melalui proses fermentasi pakan serat dengan memanfaatkan yeast

(Zetic et al. 2001) yang diketahui mempunyai kemampuan untuk menginkorporasi

Cr ke dalam sel fungi tersebut dan mengubahnya ke dalam bentuk Cr organik di

dalam miselium.

Kromium organik dari fungi A. niger ada lah berupa suplemen yang

dirancang untuk meningkatkan efisiensi metabolisme nutrient dan kinerja

produksi. Untuk melihat manfaat penggunaan suplemen Cr organik pada ternak

ruminansia, dilakukan percobaan pada ternak domba lokal, karena domba ini daya

adaptasinya lebih tinggi dengan kondisi setempat dan dapat dikembangkan

sebagai sumber daging. Dengan adanya suplemen Cr organik hasil fermentasi

Page 33: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

4

serat sawit dengan A. niger didalam ransum, diharapkan dapat memperbaiki

transpor glukosa atau meningkatkan aktifitas reseptor insulin, sehingga dapat

meningkatkan efisiensi metabolisme nutrient yang pada akhirnya dapat

meningkatkan produksi ternak. Pada manusia menurut Balk et al (2007) bahwa

suplementasi kromium tidak memberikan efek signifikan terhadap metabolisme

karbohidrat dan lipid pada bukan penderita diabetes, tetapi memperbaiki glikemia

penderita diabetes secara signifikan. Diharapkan dari penelitian ini, daging yang

dihasilkan selain untuk memenuhi swasembada daging 2014 dan juga sangat ba ik

dikonsumsi untuk penderita diabetes.

Biokonversi menggunakan kapang pensintesa kromium organik (Cr-fungi)

sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit, karena selain akan

meningkat-kan nilai nutrisi, juga memperkaya kandungan mineral Cr yang

dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan,meningkatkan kekebalan tubuh dan

kualitas daging.

Perumusan Masalah

Sebagian besar, produk samping tanaman dan olahan kelapa sawit

mengandung serat kasar yang cukup tinggi. Keadaan yang demikian

mengindikasikan bahwa apabila produk samping diberikan kepada ternak

ruminansia dapat dipastikan akan menyebabkan ternak mengalami kekurangan

nutrien, baik untuk kebutuhan hidup pokok maupun produksi. Menyadari kondisi

tersebut, para peneliti berupaya untuk dapat meningkatkan nilai nutrien produk

samping tersebut dengan berbagai cara, yaitu cara kimia, fisika atau biologi.

Kualitas suatu bahan pakan ditentukan oleh interaks i antara konsentrasi

unsur gizi, tingkat kecernaan dan tingkat konsumsi. Kandungan unsur gizi

merupakan indikator awal yang menunjukkan potensi suatu bahan pakan. Tingkat

kecernaan akan menentukan seberapa besar unsur gizi yang terkandung dalam

bahan pakan secara potensial dapat dimanfaatkan untuk produksi ternak.

Kandungan lignin dan silika secara bersama yang relatif tinggi (18-40% dari total

dinding sel) merupakan indikator bahwa tingkat kecernaan bahan pakan

merupakan salah satu kendala penting dan membutuhkan teknik untuk

mengatasinya. Data ini memberi indikasi bahwa masalah utama pemanfaatan hasil

Page 34: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

5

samping perkebunan kelapa sawit adalah bagaimana meningkatkan kecernaan.

Peningkatan kecernaan selanjutnya diharapkan dapat memberi pengaruh positif

bagi peningkatan konsumsi.

Kromium organik dapat dihasilkan dengan cara fermentasi pakan yang

disuplementasi dengan mineral anorganik menggunakan fungi. Konversi kromium

menjadi bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaannya. Hal yang perlu

dilakukan terlebih dahulu dalam upaya konversi ini adalah mengkaji kemampuan

fungi dalam menginkorporasi mineral anorganik ke dalam protein tubuhnya.

Aspergillus niger adalah salah satu fungi yang dapat memanfaatkan

substrat untuk pertumbuhannya dan dapat dijadikan pensintesa kromium

anorganik menjadi kromium organik. Substrat yang digunakan dalam proses

biokonversi ini adalah serat sawit yang ketersediaannya berlimpah. Kemampuan

A. niger menginkorporasi kromium ke dalam komponen selnya perlu dikaji,

bagaimana peranan kromium organik bagi domba lokal perlu pengkajian yang

lebih mendalam terutama pengaruhnya da lam kualitas daging, baik dikonsumsi

untuk penderita diabetes dan menjadikan masyarakat sehat.

Tujuan Penelitian

Tujuan da ri penelitian ini untuk:

1. Menganalisis konsentrasi NaOH dan lama pemeraman serat sawit terbaik

untuk mendapatkan kandungan gizi tertinggi serat sawit.

2. Menganalisis kualitas nutrisi serat sawit -NaOH yang difermentasi

dengan A. niger sebagai pensintesa kromium organik. 3. Mengkaji kualitas serat sawit sebagai komponen ransum komplit

terhadap produksi ternak domba. 4. Menghasilkan daging berkromium yang sehat bagi manusia

Page 35: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

6

Page 36: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Serat Sawit untuk Pakan Ruminansia

Serat sawit yang diperoleh dari industri minyak sawit di Indonesia akan

terus meningkat sejalan dengan meningkatnya luas area penanaman kelapa sawit.

Di Indonesia saat ini penanaman kelapa sawit (Elais gueneensis JACK) sedang

dikembangkan dengan peningkatan luasan yang pesat dari 120.000 hektar tahun

1969 menjadi 7 juta Ha pada tahun 2010 dengan produksi minyak sawit (crude

palm oil) lebih dari 19 juta ton (Ditjen Perkebunan 2010), dengan meningkatnya

luas per-kebunan kelapa sawit tiap tahunnya 12,6 % (Liwang 2003), akan

meningkatkan limbah pengolahan kelapa sawit yang dihasilkan dan berpotensi

mengganggu lingkungan. Salah satu limbah pengolahan kelapa sawit adalah serat

sawit (palm press fibre). Setiap Ha luasan kebun kelapa sawit dihasilkan limbah

berupa serat sawit sebanyak 2.681 kg bahan kering per tahun (Diwyanto et al

2004), dengan luas perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia yakni 7 juta

Ha (90 % nya berproduksi), jumlah serat sawit yang dihasilkan adalah sebesar

16,888 metrik ton BK/th. Hal ini merupakan potensi yang besar untuk dijadikan

pakan ternak, terutama ternak ruminansia. Terbatasnya penggunaan serat sawit

dalam ransum karena tingginya kandungan sellulosa (38.69 %) dan lignin

(20.99%) yang mengakibatkan rendahnya daya cerna serat kasar. Untuk mengatasi

ini diperlukan suatu teknologi, salah satu diantaranya memberikan perlakuan

secara kimia (NaOH) dan biologis yakni melakukan fermentasi menggunakan

kapang Aspergillus niger.

Menurut hasil penelitian Purwaningrum (2003) bahwa pemanfaatan SS

yang mendapatkan pengolahan dengan Trichoderma harzianum diperoleh SS dan

LSKS (limbah serat kelapa sawit) dengan rasio 1:2, dan digunakan sebagai

pengganti hijauan konvensional dengan taraf 50% dan lebih dari itu akan

menurunkan kecernaan dan keracunan amonia. Jamarun et al (2000)

mendapatkan hasil penelitian bahwa serat sawit yang telah direndam dengan

NaOH 2,5% dengan lama perendaman 24 jam telah mampu memberikan hasil

yang terba ik dalam menurunkan kandungan NDF, ADF, selulosa, lignin dan silika

serat sawit tanpa mempengaruhi nilai protein kasar. Mutu suatu bahan pakan

Page 37: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

8

ditentukan oleh interaksi antara konsentrasi unsur gizi, tingkat kecernaan dan

tingkat konsumsi. Kandungan unsur gizi merupakan indikator awal yang

menunjukkan potensi suatu bahan pakan. Kandungan gizi beberapa produk

hasil samping perkebunan kelapa sawit disajikan pada Tabel 1.

Tabe l 1 Komposisi nutrien produk samping tanaman dan pengolahan buah kelapa sawit

Bahan/produk samping

BK (%)

Abu PK SK L BETN Ca P GE (kal/g) …% BK …

Daun tanpa lidi (5) Pelepah (4) Solid (4) Bungkil (2) Serat perasan (5) Tandan kosong (3)

46,18 26,07 24,08 91,83 93,11 92,10

13,40 5,10 14,40 4,14 5,90 7,89

14,12 3,07 14,58 16,33 6,20 3,70

21,52 50,94 35,88 36,68 48,10 47,93

4,37 1,07 14,78 6,49 3,22 4,70

46,59 39,82 16,36 28,19

-- --

0,84 0,96 1,08 0,56

-- --

0,17 0,08 0,25 0,84

-- --

4461 4841 4082 5178 4684

-- ( ) jumlah contoh Sumber : Mathius et al. (2004)

Tingkat kecernaan akan menentukan seberapa besar unsur gizi yang

terkandung dalam bahan pakan secara potensial dapat dimanfaatkan untuk

produksi ternak. Bahan pakan dengan kandungan serat tinggi seperti pelepah,

daun, serat perasan buah dan batang sawit merupakan sumber utama energi

untuk produksi. Bahan tersebut tetap akan menjadi sumber utama energi bagi

ternak, karena berperan sebagai pakan dasar (pokok) sehingga dikonsumsi dalam

jumlah yang relatif lebih besar.

Unsur kimiawi yang terkandung dalam serat atau dinding sel yang secara

efektif menentukan potensi energi dari suatu bahan pakan adalah konsentrasi dan

keterikatan selulosa, hemiselulosa, lignin, kutin dan silika (Tabel 2). Dari unsur

penyusun dinding sel atau serat tersebut pada dasarnya yang berpotensi sebagai

sumber energi bagi ternak adalah selulosa dan hemiselulosa melalui proses

fermentasi di dalam sistem pencernaan ternak.

Kandungan selulosa dan hemiselulosa dalam keseluruhan serat merupakan

yang terbesar (60-83%) atau setara dengan 44-69% dari bahan kering. Lignin,

selain tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak, juga merupakan indeks negatif bagi

mutu bahan pakan, karena ikatannya dengan selulosa dan hemiselulosa

mempersulit pemanfaatan selulosa dan hemiselulosa sebagai sumber energi bagi

Page 38: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

9

Tabe l 2 Kandungan senyawa kimia penyusun serat pada beberapa bahan pakan asal perkebunan kelapa sawit

Komponen serat Fraksi kelapa sawit Daun Pelepah Serat perasan buah Batang

Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%) Silika (%) Total

16,6 27,6 27,6

3,8 75,6

31,7 33,9 17,4

0,6 83,6

18,3 44,9 21,3

tt 84,5

34 35,8 12,6

1,4 83,8

Sumber : Bejo (1995)

ternak (Fengel & Wegener 1995).

Oleh karena itu ketersediaan selulosa sebagai sumber energi bervariasi dan

amat ditentukan oleh intensitas ikatannya dengan senyawa lignin. Silika yang

merupakan elemen struktural dan bersama lignin secara komplementer

memperkuat rigiditas serat/ dinding sel (Fengel & Wegener 1995) juga

menghambat pemanfaatan selulosa dan hemiselulosa sebagai sumber energi.

Kandungan lignin dan silika secara bersama yang relatif tinggi (18-40% dari total

dinding sel) merupakan indikator bahwa tingkat kecernaan bahan pakan

merupakan salah satu kendala penting dan membutuhkan teknik untuk

mengatasinya. Data ini memberi indikasi bahwa masalah utama pemanfaatan

hasil samping perkebunan kelapa sawit adalah bagaimana meningkatkan

kecernaan. Peningkatan kecernaan selanjutnya diharapkan dapat memberi

pengaruh positif bagi peningkatan konsumsi.

Peningkatan Kualitas Serat Sawit dengan NaOH

Umumnya kecernaan dari ransum pakan serat sekitar 40-45 %, karena itu

sangat diperlukan upaya perbaikan nutrisi untuk meningkatkan kecernaannya.

Usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan perlakuan pretreatment yaitu

untuk mendapatkan hasil yang tinggi di mana penting untuk pengembangan

teknologi biokonversi dalam skala komersial (Mos ier et al., 2005), secara kimia

diantaranya perendaman dengan NaOH, fisik (uap panas, menggiling dan

memotong), dan biologi (suplemen nitrogen dan fermentasi media padat) untuk

memperkaya nilai nutrisi dari sekam dan sekam yang digiling (Vadiveloo et al.

2009). Tujuan dari pretreatment adalah untuk membuka struktur lignoselulosa

agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polymer

Page 39: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

10

polisakarida menjadi monomer gula. Tujuan pretreatment secara skematis

ditunjukkan pada Gambar 1.

Amorphous

Crystalline Region

Gambar 1. Skema pretreatment biomassa lingo-selulosa (Mosier et al.,

2005). Selain cara hidrolisis kimiawi, menurut Hendriks & Zeeman (2009) bahan

bermutu rendah dapat ditingkatkan kegunaannya dengan cara fisika, secara fisika

usaha lain unt uk memperba iki kualitas bahan makanan berserat dapat dilakukan

dengan pemanasan dan steam bertekanan (autoclave). NaOH adalah alkali yang

paling efektif untuk menaikkan kecernaan zat makanan limbah pertanian/industri

karena mampu merenggangkan ikatan ligno-selulosa yang lebih besar sehingga

kecernaan lebih tinggi, hal ini sesuai menurut Moss et al. (1993) bahwa perlakuan

dengan NaOH adalah suatu metode yang efektif untuk meningkatkan kualitas

jerami padi yang rendah, walaupun penambahan NaOH membuat defisiensi

nitrogen lebih buruk pada jerami padi. Ringkasan berbagai teknik pretreatment

yang dikembangkan ditampilkan pada Tabel 3 di bawah ini.

Page 40: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

11

Tabe l 3 Pretreatment biomassa lingo-selulosa

Pretreatment Proses Perubahan pada biomassa

Referensi

Pretreatment mekanik atau fisik

Milling: - ball milling - two-rol milling - hammer milling - colloid milling - vibrotory ball milling Irradiation: - gamma-ray - electron beam - microwave Lainnya: - hydrothermal - uap bertekanan tinggi - expansi - ext rusi - pirolisis - air panas

- mengurangi ukuran partikel - meningkatkan luas permukaan yang kontak dengan enzim - mengurangi

kristalisasi selulosa

Vadiveloo et al. (2009) Taherzadeh & Karimi (2008) Sun & Cheng (2002) Zhu et al., (2005) Thomsen, Thygesen, & Thomsen (2008) Ahring, Jensen, Nielsen, Bjerre, & Schmidt (1996) Hendriks & Zeeman (2009) Eggeman & Elander, (2005) Ohgren, Rudolf,Galbe, & Zacchi (2006) Kabel, Bos,Zeevalking, Voragen, & Schols, (2007)

Pretreatmen kimia dan fisik-kimia

Exp losion: - eksplosi uap panas - ammonia fiber exp lotion (AFEX) - eksplosi CO- eksplosi SO

2

2

Alkali: - sodium h idroksida - ammonia - ammonium sulfat - ammonia recycle percolation (ARP) - kapur (lime) Asam: - asam sulfat - asam fosfat - asam hidroklorat - asam parasetat

- meningkatkan area permukaan yang mudah diakses - delignifikasi sebagian atau hampir keseluruhan

- menurunkan kristalisasi selulosa - menurunkan derajat polimerisasi - hidro lisis hemiselu losa sebagian atau keseluruhan

Sun & Cheng (2002) Taherzadeh & Karimi (2008) Eggeman & Elander (2005) Eklund, Galbe, & Zacchi (1995) Negro, Manzanares, Oliva, Ballesteros, & Ballesteros (2003) Bower, Wickramasinghe, Nagle, & Schell (2008) Fengel & Wegener (1995) Moss et al. (1993) Ginting (1996) Haddad et al.,(1995) Arysoi (1998) Cara, Ruiz, Ballesteros, Manzanares, Negro, & Castro (2008) Kim & Hong (2001) Mosier et al., (2005) Saha & Cotta (2008)

Page 41: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

12

Pretreatment Proses Perubahan pada biomassa

Referensi

Shimizu, Sudo, Ono, Ishihara, Fujii, & Hishiyama, 1998)

Pretreatment Proses Perubahan pada biomassa

Referensi

Gas: - Clorin d ioksida - Nitrogen dioksida -Sulfur d ioksida Agen Oksidasi: -Hidrogen peroksida - oksidasi basah - Ozone Pelarut untuk ekstraksi lignin : - ekstrasi ethanol-air - ekstrasi benzene-air - ekstraksi etilen Gliko l - ekstraksi butanol- air - agen pemekar (swelling)

Sun & Chen Organosolv pretreatment by crude glycerol from oleochemicals industry for enzymatic hydrolysis of wheat straw (2008) Sun & Chen, Enhanced enzymatic hydrolysis of wheat straw by aqueous glycerol pretreatment (2008) Sun & Cheng (2005) Zhang, et al.,(2008) Kim & Lee (2002) Zhao, Zhang, & Liu (2008) Lloyd & Wayman (2005) Ahring, Jensen, Nielsen, Bjerre, & Schmidt (1996) Silverstein, Chen, Sharma-Shivappa, Boyette, & Osborne (2007)

Biologi - Fungi pelapuk putih - Aktinomicetes

- delignifikasi - penurunan derajat polerisasi selulosa - penurunan derajat kristalisasi selulosa

Taniguchi, Suzuki, Watanabe, Sakai, Hoshino, & Tanaka (2005) Shi, Ch inn, & Sharma-Shivappa, (2008) Keller, Hamilton, & Nguyen (2003) Kirk & Chang, Potential applicat ion of bio-ligninolyt ic System (1981)

Keterangan: modifikasi dari Taherzadeh and Karimi (2008)

Tersedianya jumlah energi dari bahan yang kaya serat kasar dapat ditingkatkan

dengan perlakuan alkali, menurut Haddad et al (1995) mengatakan bahwa

hidrolisis bahan berserat kasar dengan NaOH, NH4OH, urea dan Ca(OH)2

Page 42: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

13

menurunkan kadar lignin dan peningkatan daya cerna secara proporsional dengan

turunnya kadar lignin. Perlakuan NaOH pada serat sawit ternyata dapat

meningkatkan bahan kering, bahan organik, abu, energi dan retensi N, namun

tidak terjadi peningkatan kecernaan serat kasar (Arysoi 1998), tetapi pada

penelitian Ginting (1996) perlakuan NaOH dengan konsentrasi 5 % memberikan

koefisien cerna bahan ke ring in-vitro serat sawit yang terbaik dibanding dengan

konsentrasi NaOH 2.5 dan 7.5 %.

Fermentasi

Banyak cara yang dicoba untuk meningkatkan biomassa bagi kepentingan

manusia atau ternak dan dengan cara tersebut semuanya berdasarkan kemampuan

mikroba terutama jamur dan bakteri dalam merubah biomassa menjadi glukosa,

etanol, protein sel tunggal dari makanan ternak. Fermentasi adalah proses

metabolisme dimana enzim yang dihasilkan mikroorganisme menstimulasi reaksi

oksidasi, reaksi hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga mengakibatkan

perubahan struktur kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk

tertentu (Dwidjoseputro 2003). Fermentasi merupakan salah satu proses

pengolahan dan pengawetan dengan bantuan mikroba. Fermentasi dapat

meningkatkan nilai gizi bahan makanan menjadi lebih tinggi dari bahan asalnya,

sebab mikroba katabolik akan memecah komponen kompleks menjadi (zat-zat)

yang lebih sederhana.

Proses fermentasi menurut medianya dibagi atas dua golongan yaitu

fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat

adalah fermentasi yang substratnya tidak larut dan tidak mengandung air bebas

tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroba. Sebaliknya fermentasi

medium cair adalah fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam

fase cair (Rahman 1990).

Fermentasi medium padat secara alami umumnya berlangsung pada

medium dengan kadar air berkisar antara 60-80%, karena pada keadaan ini

medium mengandung air yang cukup untuk pertumbuhan mikroba (Bentley &

Bennett 2008, Krishna 2005). Pada hakekatnya kadar air substrat pada fermentasi

Page 43: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

14

medium padat tergantung pada sifat alamiah substrat, jenis organisme dan tipe

produk akhir dikehendaki.

Fermentasi medium padat mempunyai beberapa keuntungan antara lain

memiliki kesederhanaan dalam persiapan mediumnya, persiapan inokulum lebih

sederhana, kontrol terhadap kontaminasi lebih mudah, kondisi mediumnya

mendekati keadaan tempat tumbuh kapang yang biasa dijumpai di alam dan

fermentasi memiliki kekurangan (Krishna 2005). Ada ms dan Moss (2008)

menyatakan bahwa kandungan asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin, dan

mineral bahan akan mengalami perubahan akibat aktifitas dan

perkembangbiakkan mikroorganisme selama fermentasi. Selanjutnya Fardiaz

(1992) mengatakan bahwa pada proses fermentasi akan terjadi perubahan pH,

kelembaban, aroma, serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya

peningkatan protein, vitamin, dan beberapa zat gizi lainnya walaupun mungkin

terjadinya penurunan vitamin B1 dan mineral fosfor.

Terjadinya peningkatan kadar air selama fermentasi disebabkan aktifitas

enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Menurut Fardiaz (1992)

mikroorganisme menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi yang setelah

terlebih dahulu dipecah menjadi glukosa. Pemecahan glukosa selanjutnya

dilakukan melalui jalur glikolisis sampai akhirnya dihasilkan energi. Pada proses

tersebut juga dihasilkan molekul air dan CO2

Perubahan kadar serat kasar setelah fermentasi terjadi pada dedak padi dan

bungkil inti sawit yang meningkat selama fermentasi berlangsung. Meningkatnya

kadar serat tersebut disebabkan oleh pertumbuhan miselia kapang yang

mengandung serat serta terjadinya kehilangan dari sejumlah padatan lainnya (Nur

2006).

. Sebagian air akan keluar dari

produk sehingga berat kering produk cenderung berkurang setelah fermentasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi

Untuk meningkatkan nilai gizi serat sawit, dilakukan fermentasi dengan

menggunakan kapang Aspergillus niger. Dalam proses fermentasi akan terjadi

pemecahan oleh enzim-enzim tertentu terhadap zat-zat yang tidak dapat dicerna

oleh ternak seperti selulosa, hemiselulosa dan polimer-polimernya menjadi gula

Page 44: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

15

sederhana dan alkhohol sehingga bahan yang telah difermentasi mempunyai daya

cerna yang lebih tinggi dari bahan asalnya (Bentley & Bennett 2008). Menurut

Fardiaz (1992) untuk mendapatkan pertumbuhan kapang yang baik, perlu

diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti suhu, pH, ketersediaan

O2 dan H2

Ikram et al, (2005) menyatakan bahwa, enzim yang dapat menghirolisis ikatan

β(1-4) pada selulosa adalah selulase. Hidrolisis enzimatik yang sempurna

memerlukan aksi sinergis dari tiga tipe enzim ini, yaitu :

O. Media yang diinokulasi pHnya diusahakan sesuai dengan kebutuhan

kapang. Aspergillus niger merupakan kapang yang tumbuh cepat, banyak

digunakan secara komersil dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan

beberapa enzim seperti amilase, amiloglukosidase dan selulase (Bentley &

Bennett 2008, Iyayi 2004). Kapang A. niger berperan dalam meningkatkan

kandungan protein kasar bahan sehingga meningkatkan daya cerna bahan kering

dan bahan organik yang difermentasi. Jenis fungi yang biasa digunakan dalam

produksi selulase adalah Aspergillus niger (Immanuel et al. 2006, Ikram et al. 2005,

Omojasola et al. 2008, Narasimha et al. 2006).

Endo-1,4-β-D-glucanase (endoselulase, carboxymethylcellulase atau CMCase),

yang mengurai polimer selulosa secara random pada ikatan internal α-1,4-

glikosida untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang

bervariasi.

Exo-1,4-β-D-glucanase (cellobiohydrolase), yang mengurai selulosa dari ujung

pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan/atau glukosa.

β–glucosidase (cellobiase), yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa.

Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat dalam Gambar 2.

Kompleks selulase digunakan secara komersial dalam pengolahan kopi.

Selulase digunakan secara luas dalam industri tekstil, deterjen, pulp dan kertas

bahkan kadang-kadang digunakan dalam industri farmasi. Dalam krisis energi

sekarang ini, selulase dapat digunakan dalam fermentasi biomassa menjadi

biofuel, walaupun proses ini sifatnya masih eksperimental. Di bidang kesehatan

selulase digunakan sebagai treatment untuk phytobezoars salah satu bentuk

selulosa bezoar di dalam perut manusia (en.wikipedia.org/wiki/cellulase). Seperti

yang dijelaskan di atas, selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan

menggunakan asam atau enzim. Hidrolisis menggunakan asam biasanya dilakukan

Page 45: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

16

pada temperatur tinggi. Proses ini relatif mahal karena kebutuhan energi yang

cukup tinggi. Baru pada tahun 1980-an, mulai dikembangkan hidrolisis selulosa

dengan menggunakan enzim selulase (Gado et al. 2007). Selulosa diproduksi

oleh fungi, bakteri, tumbuhan, dan ruminansia. Produksi komersial selulase pada

umumnya menggunakan fungi atau bakteri yang telah diisolasi. Meskipun banyak

mikroorganisme yang dapat mendegradasi selulosa, hanya beberapa

mikroorganisme yang memproduksi selulase dalam jumlah yang signifikan yang

mampu menghidrolisa kristal selulosa secara invitro. Fungi adalah

mikroorganisme utama yang dapat memproduksi selulase, meskipun beberapa

bakteri dan actinomycetes telah dilaporkan juga menghasilkan aktivitas selulase.

Fungi berfilamen seperti Tricoderma dan Aspergillus adalah penghasil selulase dan

crude enzyme secara komersial fungi-fungi tersebut sangat efisien dalam

memproduksi selulase (Ikram et al. 2005).

Gambar 2 Mekanisme hidrolisis selulosa (en.wikipedia.org/wiki/cellulase).

Hidrolisis selulosa secara biologik dapat dilakukan baik menggunakan

enzim selulase (Vrije et al., 2002) maupun mikroorganisme selobios glukosa

penghasil selulase (Aderemi et al ., 2008). Hidrolisis selulosa dipengaruhi oleh

jenis sumber subsrat (seperti serbuk gergaji, jerami padi, sabut sawit) dan ukuran

partikel. selulotik, jumlah β-glukosidasenya lebih rendah dari yang dibutuhkan

Page 46: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

17

untuk hidrolisis selulosa menjadi glukosa secara efisien, sehingga produk utama

hidrolisisnya bukan glukosa melainkan selobiosa (Juhasz et al., 2005; Martins et

al., 2008; Ahamed dan Vermette, 2008), yang merupakan inhibitor kuat terhadap

endo dan eksoglukanase. Mikroorganisme yang mempunyai kemampuan

memprod uksi β-glukosidase yang kuat yaitu Aspergillus niger (Juhasz et al.

2005).

Perubahan zat-zat makanan selama fermentasi

Makanan yang mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang

lebih baik dari asalnya. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh mikroorganisme yang

memecah komponen-komponen kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana

sehingga mudah dicerna, tetapi mikroorganisme juga dapat mensintesa beberapa

vitamin seperti riboflavin, vitamin B12, provitamin A dan faktor pertumbuhan

lain-nya, juga dapat terjadi pemecahan gula oleh enzim tertentu misalnya

hemiselulosa, sellulosa dan polimer-polimernya menjadi gula sederhana atau

turunannya (Winarno 2008).

Bentley dan Bennett (2008) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai

pertumbuhan dan perkembangbiakan yang baik yang akan dapat merubah lebih

banyak komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan

terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat

meningkatkan protein kasar dari bahan. Fardiaz (1992) menambahkan selama

proses fermentasi mikroba akan mengeluarkan enzim dimana enzim tersebut

adalah protein dan mikroba itu sendiri juga merupakan sumber protein sel

tunggal.

Menurut hasil penelitian Jamarun et al. (2000) bahwa serat sawit fermentasi

dapat digunakan sampai level 45% dari total ransum (menggantikan 75%

kebutuhan hijauan). Pemberian 60% serat sawit yang difermentasi dengan

Aspergillus niger Cz 51 VI/I dalam ransum atau pengganti 100% hijauan dengan

serat sawit, menyebabkan penurunan berat badan ternak domba. Terbatasnya

penggunaan serat sawit dalam ransum, karena tingginya kandungan lignoselulosa

(selulosa 38.60% dan lignin 20.99%) yang mengakibatkan rendahnya daya cerna

serat kasar. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu teknologi, salah satunya

Page 47: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

18

dengan memberikan perlakuan secara biologis yakni melakukan fermentasi

menggunakan kapang Aspergillus niger Cz 51 VI/I pensintesa Cr-organik.

Fermentasi dengan Aspergillus niger

Aspergillus niger merupakan kapang yang dapat tumbuh cepat, banyak

digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glutamat serta

beberapa enzim, seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan selulase.

Kapang ini dapat menghasilkan berberapa vitamin yang larut dalam air seperti B6

, B12 , dan niasin. Aspergillus niger dapat tumbuh pada kisaran pH antara 2,8 –

8,8 dengan pH optimum berkisar antara 3,0 – 6,0 dalam pertumbuhannya

Aspergillus niger membutuhkan mineral Mg, Fe, K, Zn, Mn, tiamin dan urea.

Enzim selulsase yang dihasilkan Aspergillus niger menunjukkan aktivitas

optimum pada kisaran pH 4,5 – 5,5. Aspergillus niger bersifat aerobik, sehingga

dalam pertumbuhannya membutuhkan oksigen dalam jumlah yang cukup. Suhu

pertumbuhan optimum Aspergillus niger adalah 35 – 37oC (Iyayi 2004),

sedangkan suhu untuk produksi enzim selulase adalah 25 – 28oC (Bentley &

Bennett 2008).

Aspergillus niger adalah kapang penghasil komplek enzim selulase yang

memiliki aktivitas tinggi dan berpotensi untuk dimanfaatkan dalam menkonversi

bahan lignoselulosik menjadi bioenergi. Dari hasil penelitian kompleks ensim

selulase yang dihasilkan dari Aspergillus niger terdiri da ri CMC-ase (1,4-ß-D-

glucan glucanohydro- lase), Avicelase (1,4-ß-cellobiosidase) dan ß-glukosidase (ß-

D-glucosidase gluco-hydrolase) dengan masing-masing memiliki kemampuan

yang berbeda dalam mendegradasi selulase. Dalam mendegradasi selulosa

kompleks enzim tersebut bertipe endo berbeda dengan enzim selulase yang

dihasilkan dari bakteri umumnya bertipe exo. Mod el aksi da ri enzim tersebut

akan berpengaruh pada kemampuan dalam mendegradasi bahan lignoselulos ik

menjadi komponen gula yang lebih sede rhana (Bentley & Bennett 2008 ).

Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan

mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales

dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,

diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam

glukonat dan pembuatan berapa enzim seperti amilase, pektinase,

Page 48: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

19

amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu

35ºC - 37ºC (optimum), 6 - 8ºC (minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan

memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar

berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat

gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah

menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur.

Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat.

Aspergillus niger memerlukan mineral (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4,

urea, CaCl2.7H2O, FeSO4, MnSO4.H2O untuk menghasilkan enzim sellulase,

sedangkan untuk enzim amilase khususnya amiglukosa diperlukan (NH4)2SO4,

KH2PO4 .7H2O, Zn SO4, 7H2O. Bahan organik dengan kandungan nitrogen

tinggi dapat dikomposisi lebih cepat dari pada bahan organik yang rendah

kandungan nitrogennya pada tahap awal dekomposisi. Tahap selanjutnya bahan

organik yang rendah kandungan nitrogennya dapat dikomposisi lebih cepat

daripada bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi. Penurunan bahan

organik sebagai sumber karbon dan nitrogen disebabkan oleh Aspergillus niger

sebagai sumber energinya untuk bahan penunjang pertumbuhan atau growth

factor. Aspergillus niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan

zat makanan yang terdapat dalam substrat, molekul sederhana yang terdapat

disekeliling hifa dapat langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks

harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan

beberapa enzim ekstra seluler. Bahan organik dari substrat digunakan oleh

Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel dan

mobilitas sel. Amonia dapat digunakan oleh kapang untuk pembentukan asam

amino. Sedangkan perubahan kandungan SK dipengaruhi oleh intensitas

pertumbuhan miselia kapang , kemampuan memecah SK untuk memenuhi

kebutuhan energi, dan kehilangan BK selama fermentasi. Penurunan SK diduga

karena Aspergillus niger pada inkubasi 4 hari mulai mensintesa enzim pengurai,

yaitu selulose yang akan merombak selulosa dalam produk. Aspergillus niger

merupakan kapang yang dapat tumbuh cepat an menghasilkan beberapa enzim

seperti amylase, pektinase, amiloglukosidase dan selulase (Bentley & Bennett

2008).

Page 49: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

20

Fermentasi yang dilakukan dengan menggunakan Aspergillus niger dapat

meningkatkan kecernaan dan kandungan protein kasar serat sawit. Hasil

penelitian yang telah dilakukan menggunakan berbagai level inokulum

Aspergillus niger dan lama fermentasi serat sawit dengan NaOH, terhadap

kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO)

meningkat, dengan meningkatnya level inokulum dan lama fermentasi (Jamarun

et al 2000). Pemanfaatan hasil fermentasi bungkil inti sawit dengan Aspergillus

niger dalam ransum ayam broiler terhadap warna daging, memperlihatkan hasil

yang signifikan dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Pemakaian 7.5% bungkil

inti sawit fermentasi memberikan warna daging merah ceri dibandingkan dengan

tanpa bungkil inti sawit fermentasi (Nur 2001). Hasil dari fermentasi ini beraroma

wangi yang disenangi ayam dan dapat disimpan dalam jangka waktu 1 (satu)

bulan dan lemak pada abdomen tidak begitu banyak dan rasa dagingnya manis.

Setelah lumpur sawit difermentasi selama 4 hari, kandungan PK nya naik menjadi

35,43 % dari 13,25% dan serat kasarnya menjadi 13,8% dari 16,3%. Kenaikan PK

LSF ini dikarenakan setelah fermentasi 4 hari terjadi kehilangan bahan kering

yang tinggi (28,77%), kapang ini juga mempunyai intensitas pertumbuhan yang

tinggi, kemudian diduga juga kapang ini telah mensintesis enzim ureasi untuk

mencegah urea menjadi amonia dan CO2 pada fermentasi 4 hari.

Peranan kromium dalam sistem transport dan metabolisme nutrien

Kromium (Cr) diketahui merupakan mineral esensial sejak tahun 1959.

Schwart dan Mertz adalah orang pertama yang menemukan bahwa yeast

mengandung suatu substansi yang mampu meningkatkan uptake glukosa dan

meningkatkan potensi aktifitas insulin. Substansi ini kemudian diketahui sebagai

faktor toleransi glukosa (Glucose Tolerance Factor, GTF). Struktur GTF

tersusun dari kompleks antara Cr3+

dengan 2 molekul asam nikotinat dan 3 asam

amino yang terkandung dalam glutation yaitu glutamat, glisin dan sistein (Linder

1992, Underwood & Suttle 2001) seperti disajikan pada Gambar 3. Di dalam

struktur GTF kromium adalah komponen aktifnya sehingga tanpa adanya Cr pada

pusat atau intinya, GTF tidak dapat bekerja mempengaruhi insulin (Burton 1995).

Page 50: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

21

Gambar 3 Struktur faktor toleransi glukosa (Linder 1992)

Linder (1992) menyatakan kerja GTF pada mempengaruhi insulin (Burton 1995).

Linder (1992) menyatakan kerja GTF pada sistem transport glukosa dan asam

amino adalah meningkatkan pengikatan insulin dengan reseptor spesifik pada

organ target. Saat insulin mengikat reseptor spesifik-nya, uptake seluler glukosa

dan asam amino dipermudah dalam hal fungsi GTF adalah meningkatkan

efektifitas potensi insulin.

Fungsi GTF sebenarnya lebih berpusat pada sel target, kerja GTF dalam

transfer gula pada sel ragi tidak bergantung pada kehadiran insulin. Hasil-hasil

penelitian Cr menunjukkan bahwa selain esensial dalam metabolisme karbohidrat,

Cr juga dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan protein, dalam hal ini difisiensi

Cr dapat menyebabkan hiperkolesterolemia dan arterosklerosis serta rendahnya

inkorporasi asam amino pada protein hati. Asam amino yang dipengaruhi oleh Cr

adalah metionin, glisin dan serin (Anderson 1994).

Fungsi utama Cr ialah untuk meningkatkan aktivitas insulin di dalam

metabolisme glukosa dan untuk mempertahankan transport glukosa dari darah ke

dalam sel-sel. Kromium membentuk suatu komplek dengan insulin dan reseptor

insulin memfasilitasi respon jaringan yang sensitive terhadap insulin (NRC 1997).

Kegunaan Cr sebagai suatu faktor nutrien ditetapkan untuk pertama kalinya ketika

diketahui bahwa brewer`s yeast secara positif dapat mempengaruhi metabolism

karbohidrat pada organisme tingkat tinggi dan meningkatkan aktifitas hormon

insulin (NRC 1997; Demirci & Pornetto 2000; Vincent 2000 ). Kromium trivalent

mempunyai kecenderungan yang sangat kuat untuk membentuk komplek

Page 51: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

22

octahedral dengan ligand biologis pada membrane sel (Zetic et al. 2001).

Kromium merupakan suatu elemen yang dapat menstabilkan struktur tersier dari

protein (Demirci & Pornetto 2000). Hampir semua sumber Cr di alam terdapat

dalam bentuk trivalen (Cr III), tetapi produk dari pabrik (K2Cr2O7, K2Cr2O4 dan

Na2Cr2O4

Pada sel kelenjar ambing hewan ruminansia uptake glukosa tidak

ditentukan oleh insulin, namun insulin sangat dibutuhkan untuk pengambilan

asam amino khususnya asam aspartat, valin, isoleusin, leusin dan tirosin

(McGuire et al. 1995; Manalu 1999). Hasil penelitian Lyons (1995) mendapatkan

) terdapat dalam bentuk heksavalen (Cr VI). Bentuk Cr juga dapat

mempengaruhi ketersediaannya secara secara biologis (bioavailabilitas)

contohnya oksalat, meningkatkan absorbsi Cr pada tikus, sedangkan EDTA

(Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) sitrat tidak meningkatkan absorbsi Cr.

Bentuk bentuk organik sintetik lainnya seperti kromium nikotinat dan kromium

pikolinat juga telah digunakan sebagai sumber kromium yang mudah tersedia.

Inkopo rasi kromium ke dalam jaringan sangat tergantung pada bentuk

kromiumnya dan inkoporasi kromium paling tinggi terjadi pada kromium

dinicotinic diglycerine glutamic acid, kromium pikolinat, kromium asetat,

kromium potassium sulfat dan komplek glycine kromium. Komplek kromium

yang terjadi secara alam, juga diketahui mempunyai bioavailabilitas yang relative

tinggi. Percobaan pada tikus menunjukkan bahwa 10-25% dari Cr diabsorbsi di

dalam ragi bir (NRC 1997). Kromium selain penting di dalam metabolisme

karbohidrat, juga dibutuhkan dalam metabolism lemak dan protein (Davis &

Vincent 1997), asam nukleat dan mencegah stress. Kromium juga berperan dalam

sistem kekebalan tubuh dan konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3),

yaitu hormon yang berperan dalam meningkatkan laju metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein di dalam hati, ginjal, jantung dan otot serta meningkatkan

sintesis protein (Burton 1995; Stipanuk 2000). Suplementasi Cr ke dalam pakan

lebih menguntungkan apabila diberikan dalam bentuk Cr organik. Kromium

dalam bentuk trivalen yang tidak beracun sangat sulit diserap. Pada beberapa

kasus, Cr organik yang dikonsumsi manusia lewat makanan 98% tidak diserap

dan dikeluarkan lewat feses, sebaliknya ketersediaan Cr organik cukup tinggi

yaitu antara 25 sampai 30% (NRC 1997).

Page 52: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

23

bahwa selain asam amino di atas, asam amino lain yang uptake selulernya ke

dalam sel kelenjar ambing meningkat oleh perlakuan infusi insulin adalah

metionin, lisin, asam glutamat, treonin, asparagin dan serin, fungsi GTF adalah

meningkatkan efektifitas potensi insulin (Gambar 4). Burton (1995)

menambahkan bahwa Cr berperan dalam sitem kekebalan tubuh dan konversi

tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3) yaitu hormon yang berperan

meningkatkan laju metabolisme karbohidrat, lemak dan protein da lam hati, ginjal,

jantung dan otot serta meningkatkan sistesis protein.

Permukaan Membran sel Insulin

Insulin

GTF

Reseptor insulin Insulin pada permukaan membransel Gambar 4 Mekanisme kerja GTF dalam meningkatkan potensi aktifitas insulin

(Lyons 1995)

Spears (1999) yang menghimpun beberapa hasil penelitian tentang

peranan Cr dalam sistem kekebalan tubuh mengatakan bahwa Cr berpengaruh

baik pada pembentukan sistem kekebalan humoral (HI) maupun kekebalan yang

diperantarai oleh sel (CMI). Dalam HI suplementasi Cr meningkatkan produksi

antibodi atau imunoglobin (Igs), sedangkan dalam CMI suplementasi Cr

menyebabkan peningkatan respons blastogenik (lymphocit blasgonesis) terhadap

imunostimulan. Sohn et al. (2000) menyatakan bahwa peningkatan produksi

antibodi adalah sebagai akibat penurunan konsentrasi kortisol. Hormon ini

bekerja meningkatkan glukoneogenesis pada saat ternak dalam kondisi stres.

Proses glukoneogenesis akan menekan sintesis protein dalam hati sehingga

Page 53: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

24

sintesis antibod i juga ditekan, dengan kata lain hormon kortisol bekerja

berlawanan dengan terbentuknya sistem kekebalan dalam tubuh ternak.

Kebutuhan kromium dan bentuk suplemen dalam pakan

Kebutuhan Cr pada ternak belum diketahui dengan pasti. Pada kondisi

stres kebutuhan Cr akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh cadangan Cr dalam

tubuh berkurang akibat peningkatan mobilisasi cadangan glukosa jaringan perifer

untuk mencukupi kebutuhan glukosa pada otak, yang selanjutnya sebagian Cr itu

akan hilang melalui urine (Burton 1995). Selama kebuntingan dan laktasi

kebutuhan Cr juga meningkat, hal ini karena pada saat kebuntingan ternak

mengalami stres akibat perubahan fisiologis, fisik dan metabolik (Yang et al.

1996).

Cr-GTF dapat diserap 15-20 %, dayagunanya lebih tinggi. Berdasarkan

pada banyaknya kromium yang hilang : 0,5-1 µg/hari dan rata-rata penyerapannya

1 %, dengan demikian kebutuhan minimum 50 µg/hari, dengan rekomendasi

konsumsi 50-200 µg. Setelah penyerapan, kromium diangkut pada protein

pengangkut Fe (iron carrier protein) dari plasma darah : transferin. Tidak

diketahui apakah GTF yang diserap melalui intestin akan masuk ke dalam darah

tanpa perubahan bentuk atau juga terikat dengan transferin. Dari intestin, hampir

semua kromium masuk ke dalam hati dimana akan terinkoperasi ke dalam GTF.

Sejumlah GTF tertentu disekresi ke dalam plasma dimana akan tersedia dalam

menolong aktivitas insulin. Kalau kadar glukose darah meningkat, dan/atau

insulin disekresi, meningkatkan aliran GTF dan/atau kromium ke da lam plasma,

GTF akan meningkatkan pengaruh insulin yang disekresi tersebut dan kemudian

keluar melalui urin. Aktivitas GTF (dan/atau Cr) masih banyak yang belum

diketahui; mungkin terlibat pengaruhnya pada struktur insulin dan/atau pengikatan

resptor (Linder 1992).

Meskipun konsentrasi Cr dalam tubuh relatif kecil, toleransinya dalam pakan

cukup besar yaitu 3000 ppm dalam bentuk Cr2O3 dan 1000 ppm CrCl3 (NRC

1997). Efektivitas suplementasi Cr selain tergantung pada jenis ternak juga

tergantung pada kondisi fisiologis dan bentuk Cr yang digunakan. Kompleks

organik Cr terdapat dalam bentuk Cr-chelate, Cr proteinat ragi (high Cr-yeast) dan

Page 54: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

25

Cr-pikolinat. Kromium pikolinat terbentuk dari Cr3+ yang mengikat 3 molekul

asam pikolinat. Asam pikolinat adalah metabolik sekunder yang dihasilkan pada

metabolisme triptopan sebelum membentuk niasin atau asam nikotinat (Combs

1992; Groff & Gropper 2000). Tahapan metabolisme triptopan menjadi niasin

disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Metabolisme triptopan menjadi niasin (Combs 1992)

Pengaruh suplementasi kromium terhadap produksi ternak

Page et al (1993), yang meneliti tentang suplementasi Cr pada babi sedang

tumbuh, mendapatkan bahwa suplementasi Cr pikolinat sebanyak 200 ppb

meningkat-kan pertambahan bobot badan 0.87 kg/hari lebih tinggi dibanding

kontrol 0.81 kg/hari. Pertambahan bobot badan yang tinggi hasil penelitian di

atas, menggambarkan terjadinya peningkatan sintesis protein dan lemak pada

jaringan perifer akibat meningkatnya uptake asam amino dan glukosa oleh

efektifitas kerja insulin akibat adanya Cr. Namun demikian suplementasi Cr pada

kondisi laktasi akan berpengaruh menurunkan sensitifitas jaringan perifer

Page 55: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

26

terhadap insulin sehingga asam amino dan glukosa dialirkan ke dalam sel kelenjar

ambing untuk p roduks i susu.

Fenomena di atas dibuktikan oleh hasil penelitian Yang et al. (1996) pada

sapi perah laktasi bahwa suplementasi chelate sebesar 5 mg Cr per hari

menghasilkan peningkatan produksi susu sebesar 13.25 % (27.5 vs 24.3 kg/hari).

Lebih lanjut dijelaskan bahwa suplementasi Cr juga meningkatkan konsumsi

bahan kering sebesar 15 % (13.76 vs 11.95 kg/hari), mengubah resistensi insulin

pada sel kelenjar ambing, menurunkan kejadian milk fever dan teat edema.

Penelitian senada yang dilakukan oleh Subiyatno et al. (1996) mendapatkan hasil

suplementasi Cr pada sapi perah laktasi sebesar 7.25 mg/hari mampu

meningkatkan produksi susu sebesar 24 % (22.9 vs 18.5 kg) pada 2 minggu

pertama laktasi. Selain itu juga meningkatkan konsentrasi hormon IGF-1 (39.05

vs 49.42 µg/ml) dan ratio insulin/glukosa (7.27 vs 5.76 U/mol). Pada domba

pengaruh penambahan kromium disajikan pada Tabel 4.

Tabe l 4 Pengaruh penambahan kromium dalam ransum domba

Referensi Kebutuhan konsentrasi per kg BK Berat badan pada awal dan selama penelitian

Peningkatan pertumbuhan rata-rata

Peningkatan efisiensi pakan

Britton et al. 1968 Samsell dan Spears 1989 Samsell dan Spears 1989 William et al. 1994 Kitchalong et al. 1995 DePew et al. 1996 Sano et al. 1996

Basal diet=tdk diketahui Cr diet=0,037 mg/d and basal (molasses ash or CrCl3Basal diet, low fiber=0,175 mg;

)

Basal diet, low fiber=0,295 mg; Cr diet,low fiber=0,185 mg Cr diet,high fiber=0,305 mg (CrCl3Basal diet, low fiber=0,175 mg;

)

Basal diet, low fiber=0,295 mg; Cr diet,low fiber=0,185 mg Cr diet,high fiber=0,305 mg (CrCl3Basal diet=tdk diketahui

)

Cr diet Basal diet= 1 mg Cr diet Basal diet=tdk diketahui Cr diet Basal diet=tdk diketahui Cr diet

Growing lambs 16 anak domba-45kg 28 hari percobaan 16 anak domba-50kg 28 hari percobaan 24 anak domba-29kg Heat stressed 24 anak domba-38kg 85 hari percobaan 24 anak domba-33kg 42 hari percobaan 6 domba jantan

ND ND ND ND ND Tidak ada pengaruh Yes-no Statistics provided

ND ND ND No effect ND ND ND

Sumber: NRC (1997) Keterangan: Cr = kromium ND= not determined CrCl3 = kromium klorida

Page 56: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

27

Tang et al. (2008) meneliti pengaruh Cr terhadap pembentukan antibodi

dengan memberikan Cr-yeast sebanyak 200 µg/kg ransum pada babi yang disuntik

antigen virus demam. Empat belas hari setelah penyuntikan diperoleh hasil

bahwa jumlah titer antibodi lebih tinggi pada babi yang diberi Cr-yeast dibanding

kontrol yaitu 0.09 vs 0.17 U. Hasil senada diperoleh Burton et al. (1994) bahwa

suplementasi Cr meningkatkan titer antibodi sapi yang disuntuk dengan antigen

sel darah manusia (HRBC) dan vaksin virus rhinotracheitis.

Pada kondisi stres kebutuhan Cr akan meningkat. Hal ini disebabkan oleh

mobilisasi cadangan Cr dalam tubuh meningkat akibat peningkatan mobilisasi

cadangan glukosa jaringan perifer untuk mencukupi kebutuhan glukosa pada otak,

yang selanjutnya sebagian Cr itu akan hilang melalui urine . Ternak yang

mengalami stress, kebutuhannya akan kromium meningkat karena pada kondisi

stress terjadi peningkatan metabolism glukosa secara cepat yang ditandai dengan

meningkatnya sekresi hormone kortisol di dalam darah, sedangkan hormone

kor tisol memiliki aks i yang antagonis denga n insulin yaitu mencegah masuknya

glukosa ke dalam sel jaringan tubuh, akibatnya glukosa yang masuk ke dalam sel

menurun, sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat yang disebut

dengan hiperglisemia. Ternak yang mengalami stres, kebutuhannya akan Cr

meningkat karena pada kondisi stres terjadi peningkatan metabolisme glukosa

secara cepat yang ditandai dengan meningkatnya sekresi hormon kortisol di dalam

darah sedangkan hormon kortisol memiliki aksi yang antagonis dengan insulin

yaitu mencegah masuknya glukosa ke dalam sel jaringan tubuh, akibatnya glukosa

yang masuk ke dalam sel menurun, sehingga menyebabkan kadar glukosa darah

meningkat yang disebut dengan hiperglisemia. Peningkatan kadar glukosa darah

merangsang mobilisasi Cr dari penyimpanannya di dalam tubuh. Unsur Cr yang

telah dimobilisasi bersifat tidak balik (irreversible) dan keluar melalui urin

sehingga pada kondisi stres peluang terjadinya defisiensi Cr meningkat. Selain

hiperglisemia, stress akan mengganggu pertumbuhan. Oleh ka rena itu perlu untuk

menormalkan kadar glukosa darah agar tidak mengganggu pertumbuhan dan

performa ternak (Burton 1995).

Moonsie dan Mowat (1993) menyatakan bahwa, suplementasi Cr ragi

(0.2, 0.5 dan 1,0 ppm) pada anak sapi yang mengalami stres meningkatkan berat

Page 57: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

28

badan dan konsumsi pakan masing-masing sebesar 29 dan 15% dibandingkan

dengan kontrol selama 30 hari pertama di feedlot. Suplementasi 0.4 ppm Cr yeast

pada sapi yang mengalami stres, setelah 28 hari hasilnya menunjukkan tidak

adanya perbedaan terhadap konsumsi bahan kering per minggu selama 4 minggu

dan pertambahan bobot badan sapi juga tidak berbeda, tetapi Cr nyata

menurunkan kadar kortisol serum (75.0 vs 55.6 nmol/L) dan meningkatkan IgM

dalam serum (kandungan Cr ransum basal (12.12 pp m). Tidak ada respon

terhadap vaksinasi PI-3 (para influenza-3) pada sapi yang stres akibat transportasi

yang disuplementasi 0.16 mg Cr chelate (Burton et al. 1995). Suplementasi 0.8

mg Cr pikolinat pada 24 ekor domba pada kondisi cekaman panas (heat stress)

dengan bobot badan 29 kg tidak mempengaruhi efisiensi penggunaan ransum,

kadar glukosa plasma, keseimbangan nitrogen, dan kemampuan untuk mencerna

serat (kandungan Cr ransum basal tidak diketahui) (Williams et al. 1994).

Suplementasi 0.25 mg Cr pikolinat pada 24 ekor domba dengan bobot badan 38

kg selama 85 hari tidak mempengaruhi total kolesterol, albumen, total protein, T3

dan T4, glukosa dan urea tetapi terjadi penurunan NEFA (non esterifed fatty acid)

(kandungan Cr ransum basal < 1 mg) (Kitchalong et al. 1995). Selanjutnya

menurut Uyanik (2001) suplementasi Cr tidak mempengaruhi pertambahan bobot

badan, kadar Cr darah, LDL dan kolesterol tetapi menurunkan kadar glukosa

darah pada domba yang disuplementasi dengan 0.2 dan 0.4 Cr organik. Hasil uji

in vitro ransum yang disuplementasi Cr anorganik maupun Cr organik (1, 2, 3 dan

4 ppm) meningkatkan produksi total VFA tetapi kadar NH3 menurun dan

suplementasi Cr organik lebih efisien dibandingkan dengan bentuk anorganik.

Level terbaik penggunaan Cr organik adalah 1.0 ppm (Jayanegara et al. 2006).

Suplementasi Cr organik asal Rhizopus orizae dalam ransum sebesar 1 dan 3

mg/kg memberikan hasil tertinggi pada kecernaan bahan kering dan bahan

organik (secara invitro) (Astuti 2006).

Suplementasi Cr ke dalam pakan akan lebih menguntungkan apabila

diberikan dalam bentuk kompleks organik. Hal ini karena dalam bentuk

anorganik, Cr dapat meracuni terutama yang berbentuk heksavalen (Cr6+),

walaupun tingkat absorbsinya di usus tinggi, sedangkan bentuk trivalen (Cr3+)

yang tidak beracun sangat sulit diserap. Dalam beberapa kasus Cr-anorganik yang

Page 58: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

29

dikonsumsi manusia lewat makanan 98% tidak diserap dan dikeluarkan lewat

feses (Amatya et al. 2004). Sebaliknya ketersediaan Cr-organik cukup tinggi,

tercatat 25 sampai 30 persen (Mordenti et al. 1997). Hasil-hasil penelitian Cr

menunjukkan bahwa selain esensial dalam metabolisme karbohidrat, Cr juga

dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan protein dalam hal ini difisiensi Cr

dapat menyebabkan hiperkolesterolemia dan arterosklerosis serta rendahnya

inkorporasi asam amino pada protein hati. Ditambahkan bahwa asam amino yang

dipengaruhi oleh Cr adalah metionin, glisin dan serin (Anderson 1994). Burton

(1995) menambahkan bahwa Cr berperan dalam sitem kekebalan tubuh dan

konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3) yaitu hormon yang berperan

dalam meningkatkan laju metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dalam hati,

ginjal, jantung dan otot serta meningkatkan sintesis protein. Kompleks Cr organik

terdapat dalam bentuk Cr-chelate, Cr proteinat ragi (high Cr-yeast) dan Cr-

pikolinat. Kromium pikolinat terbentuk dari Cr3+

Pencernaan mikroba pada ruminansia

yang mengikat 3 molekul asam

pikolinat. Asam pikolinat adalah metabolit sekunder yang dihasilkan pada

metabolisme triptofan sebelum membentuk nisin atau asam nikotinat (Combs

1992, Groff & Gropper 2000). Menurut Sahin et al (2011) yang melakukan

percobaan pada tikus yang diberi diet tinggi lemak mengatakan bahwa kondisi di

mana metabolisme glukosa terganggu karena resistensi insulin berkaitan dengan

gangguan memori, tambahan kromium (Cr) dapat mengurangi resistensi insulin

pada diabetes tipe 2 dan akibatnya meningkatkan akuisisi memori, tergantung

pada sumber dan tingkat. Selanjutnya hasil penelitian Toghyani et al (2010)

menunjukkan bahwa diet suplementasi Cr-yeast meningkatkan kualitas daging

ayam, paha ayam ras pedaging dalam kondisi stres panas

Ruminansia merupakan ternak yang unik, karena mempunyai sistem

pencernaan yang mampu merubah secara efisien sumber-sumber karbohidrat,

maupun bahan makanan kasar yang tedapat cukup di alam, hal ini dapat

berlangsung karena didalam rumenya terdapat mikroba yang mampu mencerna

serat kasar (Tillman et al 1998).

Page 59: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

30

Pencernaan ada lah suatu rangka ian proses perubahan secara fisik dan kimia

yang terjadi pada pakan di dalam alat pencernaan hewan. Alat pencernaan

ruminansia terdiri dari mulut, perut, usus halus, dan alat pencernaan bagian

belakang (Hind gut). Perut ternak ruminansia terdiri dari empat bagian yaitu

rumen (pe rut beludru), retikulum (perut laja/sarang lebah), omasum (perut buku),

dan abomasum (perut sejati/ perut kelenjer). Tiga pertama disebut perut bagian

depan (fore gut) dan abomasum disebut perut sejati . Rumen dan retikulum

tergabung menjadi satu bagian dan disebut retikolorumen, didalamnya terdapat

bakteri, protozoa, fungsi dan virus yang kesemuanya berperan pada metabolisme

dalam rumen (Van Soest 1987).

Proses degradasi dan fermentasi pakan karbohidrat di dalam rumen di bagi

menjadi 3 tahap yaitu 1) pemecahan partikel makanan menghasilkan polimer

karbohidrat; 2) polimer dihidrolisir menjadi sakharida sederhana; 3) sakharida

sederhana menghasilkan Volatile fatty Acid (VFA). Pakan yang kaya akan

karbohidrat dirombak menjadi gula sederhana (maltosa, selobiosa, silosa dan

pentosa). Selanjutnya pruduk tersebut di konversi oleh enzim yang diproduks i

oleh bakteri rumen menjadi glukosa atau glukosa l- fosfat dan melalui proses

glikolisis dibentuk menjadi asam piruvat dan energi berupa ATP. Asam piruvat

yang terbentuk difermentasi di rumen dan menghasilkan VFA, yang dapat

menggambarkan fermentasi suatu pakan. Peningkatan kosentrasi VFA dapat

mencerminkan peningkatan protein asal pakan dan karbohidrat yang mudah larut

(readily available carbohydrate/RAC), lebih kurang 75% dari total VFA yang

dihasilkan diserap ke dalam retikulo-rumen, kemudian dalam abomasum dan

omasum, sedang sisanya 5% diserap dalam usus. Secara umum kandungan VFA

individual cairan rumen sapi 50-65% untuk asetat, 18-24% propionat dan 13-21%

butirat, sedangkan untuk domba mengandung 53-66% asetat, 19-27% propionat

dan 12-17% butirat dari persen molar total VFA. Produksi VFA cairan rumen

mencerminkan tingkat fermentasi suatu bahan. Semakin rendah suatu bahan

difermentasi semakin besar pula produksi VFA yang dihasilkan. VFA yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan aktifitas mikroba maksimum 80-160 mM

(Arora 1995).

Page 60: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

31

Kosentrasi amonia dalam rumen bervariasi dari 0-130 mM cairan rumen.

Protein yang berasal dari ransum masuk ke dalam rumen akan mengalami proses

degradasi oleh mikroba rumen menjadi peptida dan asam-asam amino.

Selanjutnya asam amino mengalami deaminasi amonia, CO2 dan mikroba dan

untuk menilai keefisienan penggunaan N pada ruminansia. Konsentrasi amonia

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1) kandungan protein dalam ransum

serta kelarutannya, 2) jumlah karbohidrat dalam ransum, dan 3) waktu setelah

makan (Sutardi 1990).

Peningkatan karbohidrat yang mudah difermentasi (RAC) akan menurunkan

produk amonia, karena terjadi peningkatan penggunaan amonia untuk

pertumbuhan mikroba. Kondisi yang ideal adalah sumber energi sama cepatnya

difermentasi dengan pembentukan amonia, sehingga pada saat terbentuk amonia

terdapat juga rantai karbon dari fermentasi karbohidrat yang akan digunakan

sebagai sumber kerangka karbon protein mikroba yang telah tersedia (McDonald

et al. 2002).

Kebutuhan nutrisi pada domba

Nutrisi diperlukan oleh ternak untuk kebutuhan hidup pokok membangun

jaringan ba ru dan jaringa n tubuh yang mengalami kerusakan serta produks i,

sehingga dalam pemberian pakan untukternak domba harus memperhatikan

kandungan nutrisi dalam ransumnya serta disesuaikan dengan kebutuhannya

(Tillman et al. 1991). Standar kebutuhan nutrisi yang memenuhi persyaratan

kebutuhan domba di Indonesia, dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH)

50 – 100 g/ekor/hari adalah BK 3.1 – 3.4% BB, PK 73.7 – 135.8 g/ekor/hari dan

energi 6.23 - 11.63 MJ/ekor/hari (Haryanto dan Djajanegara 1993). Ternak

domba lokal jantan umur 10 – 12 bulan dengan bobot badan 24.88± 3.77 kg yang

diberi pakan konsentrat 2% bobot badan dengan kandungan PK ±15%dan TDN

±70% menghasilkan rataan PBBH 122 g/ekor/hari (Ernawati dan Sunarso 2001).

Standar kebutuhan nutrisi per ekor per hari untuk domba di Indonesia disajikan

pada Tabel 5.

Anggorodi (1994) mengatakan bahwa faktor- faktor yang dapat menentukan

kebutuhan nutrisi adalah laju pertumbuhan, ukuran, jenis kelamin, kondisi

Page 61: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

32

fisiologis dan lingkungan. Individu ternak dalam suatu bangsa yang memiliki laju

pertumbuhan cepat akan memerlukan nutrisi yang lebih banyak dibandingkan

ternak dengan laju pertumbuhan lambat (Tulloh dan William dalam Soeparno

1994). Selanjutnya menurut Berg dan Butterfield dalam Soeparno (1994), ternak

dengan ukuran tubuh yang besar memerlukan nutrisi yang lebih banyak daripada

ternak dengan ukuran kecil.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan seekor

domba antara lain meliputi jenis dan tipe ternak, umur dan bobot badan, tingkat

produksi, pakan yang diberikan erta lingkungan tempat domba tersebut dipelihara

(Anggorodi 1994). Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa bangsa

unggul dengan tingkat

Tabel 5 Standar kebutuhan energi dan protein per ekor per hari untuk domba di Indonesia

BB (kg) PBB (g)

Kebutuhan Energi Kebutuhan Protein Konsumsi Bahan kering (% BB)

DE (MJ) ME (MJ) TP (g) DP (g) 10 12 14 16 18 20

0 50 100 0 50 100 0 50 100 0 50 100 0 50 100 0 50 100

4.84 6.23 8.28 4.90 6.91 8.95 5.57 7.58 9.62 6.23 8.24

10.29 6.91 8.95

10.96 7.57 9.62

11.63

3.43 5.11 6.78 4.02 5.65 7.32 4.56 6.23 7.91 5.11 6.78 8.45 5.65 7.32 8.99 6.32 7.87 9.54

44.7 73.7 102.7 51.3 80.3 109.3 57.9 86.9 116.0 64.5 93.6 122.6 71.2 100.2 129.2 77.8 106.8 135.8

16.5 35.2 54.0 24.9 43.6 62.3 33.2 52.0 70.7 41.6 60.3 79.1 40.0 68.7 87.4 58.4 77.1 95.8

3.4

3.3

3.2

3.2

3.1

3.1

Sumber: Haryanto dan Djajanegara (1993) Keterangan:BB = bobot badan PBB= pertambahan bobot badan DE = d igestible energy ME= metabolizable energy TP = total protein DP= d igestible protein produktivitas tinggi cendrung mengkonsumsi pakan yang lebih banyak dibanding

dengan bangsa lokal. Haryanto dan Djajanegara (1993) menyatakan bahwa domba

tipe pedaging mengkonsumsi lebi banyak daripada tipe wool, dan domba dengan

bobot badan (BB) yang besar cendrung mengkonsumsi pakan lebih banyak

Page 62: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

33

dibanding BB yang kecil. Cekaman panas sebagai akibat suhu lingkungan yang

tinggi akan menurunkan konsumsi pakan oleh ruminansia (Moose et al dalan

Rianto 1997). Jumlah konsumsi pakan dipengaruhi oleh kebutuhan BK dan zat-

zat pakan lainnya sesuai dengan BB dan fungsi fisiologisnya (Herman 1977).

Komposisi kimia dan kualitas dag ing

Daging adalah seluruh bagian karkas, tidak hanya terdiri dari jaringan otot,

tulang dan lemak, tetapi termasuk juga organ-organ tubuh dan kelenjar yang dapat

atau lazim dimakan. Daging terdiri dari otot, lemak dan sejumlah jaringan ikat

seperti jaringan epithel, syaraf dan pembuluh darah. Komposisi kimia daging

bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ; bangsa, umur, pakan

dan perbedaan pertumbuhan, termasuk perbedaan waktu penggemukan (Soeparno

1998).

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil

pengolahan jaringan-jaringa n tersebut yang sesuai unt uk dimakan serta tidak

menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya, keadaan fisik daging

dapat dikelompokkan menjadi (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa

pelayuan, (2) daging yang dilayukan kemudian didingin-kan (daging dingin), (3)

daging yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), (4)

daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan. Karkas tersusun atas

kurang lebih enam ratus jenis otot yang berbeda ukuran dan bentuknya, susunan

syaraf dan persediaan darahnya serta perlekatannya pada bagian tulang dan tujuan

serta jenis geraknya. Kesehatan daging merupakan bagian yang penting bagi

kesehatan makanan dan selalu menjadi pokok permasalahan yang mendapatkan

perhatian khusus dalam penyediaan daging bagi konsumen (Aberley et al. 2001).

Daging yang dapat dikonsumsi adalah daging yang berasal dari hewan

yang sehat. Saat penyembelihan dan pemasaran berada dalam pengawasan

petugas rumah potong hewan serta terbebas dari pencemaran mikroorganisme.

Secara fisik, kriteria daging yang baik adalah berwarna merah segar, berbau

aromatis, memiliki konsistensi

yang kenyal dan bila ditekan tidak terlalu banyak mengeluarkan cairan. Daging

sebagai sumber protein hewani memiliki nilai hayati (biological value) yang

Page 63: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

34

tinggi, mengandung 19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein

dan 2,5% mineral dan bahan-bahan lainnya (Forrest et al. 1992). Komposisi

daging menurut Lawrie (2003) terdiri atas 75% air, 18% protein, 3,5% lemak

dan 3,5% zat-zat non

protein yang dapat larut. Secara umum, komposisi kimia daging terdiri atas 70%

air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan be rubah bila

hewan

digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta

meningkatkan persentase lemak (Romans et al. 1994). Daging merupakan sumber

utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting

di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi

mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi daripada daging

babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging.

Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70oC akan mengalami pengurangan

jumlah lisin menjadi 90 persen, sedangkan pemanasan pada suhu 160o

Lawrie (2003) menyatakan bahwa susunan kimia daging secara umum

terdiri dari 75% air, 19% protein, 2,5% lemak, 1,2% karbohidrat, dan 2,3% zat

terlarut dan vitamin. Protein daging terdistribusi pada miofibril 11,5%,

sarcoplasma 5,5% dan jaringan ikat 2%. Kadar protein daging relatif konstan

akan tetapi pada kasus tertentu perbedaan kadar protein pada urat daging

disebabkan karena perbedaan struktur daging yang terdiri atas protein miobril dan

jaringan ikat (kolagen, elastin dan retikulin). Actin dan myosin menyusun 75-

80% protein, sedangkan yang lain pada protein pengatur kontraksi yakni;

tropomin, tropomiosin, M-protein, C-protein, alfaactinin, dan beta actinin.

Kolagen ada lah komponen utama jaringan ikat, dan jaringan ini terdapat hampir

disemua komponen tubuh, sehingga kolagen paling banyak terdapat dalam tubuh

ternak.

C akan

menurunkan jumlah lisin hingga 50 persen. Pengasapan dan penggaraman juga

sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie 2003).

Kualitas daging ditentukan oleh beberapa kriteria antara lain warna,

keempukan, flavor dan bau, cita rasa dan jueceness, kandungan lemak, susut

masak, retensi cairan dan pH daging (Soeparno 1998). Kadar kolagen daging

Page 64: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

35

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : kandungan lemak, umur ternak, dan

aktifitas gerak dari urat daging. Kualitas daging ditentukan oleh beberapa kriteria

antara lain: warna, keempukan, flavor, dan aroma (bau, cita rasa, dan juceness),

kandungan lemak intramusculair (marbling), Susut masak (cooking lost ), retensi

cairan, dan pH daging (Soeparno 1998).

Komponen lemak yang paling menentukan adalah lemak intramuskuler

(marbling), lemak tersebut sangat menentukan keempukan rasa dan aroma.

Daging yang dinilai baik adalah daging yang tingkat perlemakannya tidak terlalu

banyak, tetapi cukup mempunyai perlemakan di dalam urat daging (McPhee

2008). Daging yang hampir tidak mengandung marbling tampak kering dan yang

mempunyai flavor yang kurang baik, namun sebaliknya apabila marbling terlalu

banyak akan mengurangi palatabilitas.

Satuan produk karkas dinyatakan dalam bobot dan persentase. Persentase

karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot potong, kondisi ternak, bangsa,

proporsi bagian non karkas, dan makanan. Persentase karkas sangat bervariasi

antar 50-60% dari bobot hidup, rata-rata persentase karkas domba lokal adalah

43.60 persen (Sunarlin & Usmiati 2006). Faktor yang perlu diperhitungkan

dalam memperkirakan jumlah daging dari karkas dalah; 1) ketebalan lemak sub

kutan, 2) luas mata rusuk longisimus dorsi area, 3) persen lemak viscena

(penyelubung gijal, pelvis, dan jantung), dan 4) berat karkas (Swatland 1994).

Lawrie (2003) menyatakan bahwa pembagian karkas menjadi potongan-

potongan karkas sangat bervariasi pada beberapa negara atau daerah, berbeda dari

satu tempat ke tempat lainnya, disesuaikan dengan spesies ternak dan selera

konsumen. Karkas domba terbagi atas dua bagian besar yaitu forsadle (51%) dan

hindsadle (49%), forsadle (bagian depan) terdiri shuoulder, rack, freshank, dan

breast, sedangkan hindsadle (bagian belakang) terdiri dari loin, leg, dan flank.

Selanjutnya dinyatakan bahwa potongan utama dari karkas domba adalah leg,

rack, dan breast, Potongan-potongan komersial karkas tercantum pada Gambar 6.

Page 65: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

36

Topside and silverside Steakmeal Aitchbone Rumo S irloin Forerib Midrib Clod and sticking

Leg Top rump Flank Briska l Shin Gambar 6 Potongan-potongan karkas ko mersial (Lawrie 2003)

Soeparno (1998) menyatakan bahwa, kandungan lemak pada daging

menentukan kualitas daging karena lemak menentukan cita rasa dan aroma

daging. Keragaman yang nyata pada kompos isi lemak terdapat antara jenis ternak

memamah biak dan ternak tidak memamah biak adalah karena adanya

hidrogenasi oleh mikroorganisme rumen. Protein daging terdiri dari protein

sederhana dan protein terkonjugasi, berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan

dalam 3 kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein

jaringan ikat. Protein sarkop lasma adalah protein larut air karena umumnya dapat

diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan

miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini

memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi

protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin.

Kualitas fisik dag ing

Warna daging

Faktor utama yang menentukan warna daging yaitu konsentrasi pigmen

daging myoglobin, tipe molekul dan status kimia myoglobin. Faktor penentu

warna daging tersebut dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis

kelamin, stress (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen (Purbowati et al.

2005). Pada umumnya, makin bertambah umur ternak, konsentrasi myoglobin

Page 66: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

37

makin meningkat, tetapi peningkatan ini tidak konstan. Warna daging dapat

diukur dengan notasi atau dimensi warna “tristimulus”, yaitu: 1. hue = warna

(misalnya merah, hijau, dan biru), 2. nilai = terang atau gelap, dan 3. kroma =

jumlah atau intensitas warna. Warna daging domba bervariasi antara merah

terang hingga merah gelap. Dalam daging segar, sebelum dimasak bentuk kimia

yang paling penting adalah oksimioglobin. Walau itu terjadi dipermukaan saja,

pigmen ini sangat penting karena menggambarkan warna merah cerah yang

dikehendaki oleh konsumen (Lawrie 2003).

Nilai pH dag ing

Perubahan nilai pH sangat penting untuk diperhatikan dalam perubahan

daging postmortem. Nilai pH dapat menunjukkan penyimpangan kualitas daging,

karena berkaitan dengan warna, keempukan, cita rasa, daya mengikat air, dan

masa simpan. Konsentrasi glikogen otot pada saat pemotongan merupakan salah

satu faktor terpenting yang mempengaruhi kualitas daging. Glikogen adalah

subs trat metabolik dalam glikolisis postmortem yang menghasilkan asam laktat,

yang akan mempengaruhi pH otot. Proses glikolisis dan penurunan pH

berlangsung hingga cadangan glikogen habis atau terhentinya proses metabolik

terkait terhentinya proses enzimatik akibat pH yang rendah (Lukman et al 2007).

Aberley et al. (2001) menyatakan bahwa nilai pH daging ditentukan oleh

kadar glikogen dan asam laktat daging hewan setelah dipotong. Perubahan pH ini

tergantung dari jumlah glikogen sebelum dilakukan pemotongan. Bila jumlah

glikogen dalam ternak normal akan mendapatkan daging yang berkualitas baik,

tetapi bila glikogen dalam ternak tidak cukup atau terlalu banyak akan

menghasilkan daging yang kurang berkualitas, bahkan mendapatkan daging yang

berkua litas jelek. Laju penurunan pH daging secara umum dapat dibagi menjadi

tiga yaitu:

1. Nilai pH menurun secara bertahap dari 7.0 sampai berkisar 5.6 – 5.7 dalam

waktu 6 – 8 jam setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5.3 – 5.7.

Pola penurunan pH ini ada lah normal.

Page 67: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

38

2. Nilai pH menurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan

dan tetap sampai mencapai pH akhir sekitar 6.5 – 6.8 . Sifat daging yang

dihasilkan adalah gelap, keras dan kering atau dark firm dry (DFD).

3. Nilai pH turun relative cepat sampai berkisar 5.4 – 5.5 pada jam-jam pertama

setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5.4 – 5.6 . Sifat daging

yang dihasilkan ialah pucat, lembek dan berair atau disebut pale soft

exudative (PSE).

Keempukan daging

Keempukan merupakan penentu kualitas daging domba. Komponen

utama yang menentukan keempukan ada lah jaringa n ikat dan lemak yang

berhubungan dengan otot (Aberle et al. 2001). Bertambahnya umur ternak akan

mengurangi tingkat keempukan dari daging karena ikatan silang intra dan

intermolekuler antara polipeptida kolagen meningkat. Pertumbuhan yang cepat

dapat mengurangi ikatan silang sehingga meningkatkan keempukan, perbedaan

bangsa juga dapat menimbulkan perbedaan keempukan daging, daging dari tipe

kecil lebih empuk dari pada daging dari tipe besar (Lawrie 2003). Menurut

Epley (2008) bahwa keempukan daging akan menurun seiring dengan

meningkatnya umur hewan. Jaringan ikat pada otot hewan muda banyak

mengandung retikuli dan memiliki ikatan silang yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan hewan tua. Pemasakan daging dalam oven 135oC sampai

suhu dalam 50oC atau 60oC tidak mempengaruhi nilai daya putus Warner Bratzler

(Lawrie 2003). Perbedaan suhu dalam daging saat pemasakan (60oC, 70oC,

80oC) akan mempengaruhi keempukan dari daging, semakin tinggi suhu akhir

pemasakan akan menghasilkan daging yang lebih empuk. Suhu akhir (60oC,

70oC, 80oC) secara akurat dapat digunakan sebagai alat untuk klasifikasi

keempukan daging, tetapi pada suhu yang rendah (60oC) perbedaan suhu dalam

daging tidak dapat dijadikan patokan yang akurat untuk klasifikasi keempukan

daging karena dipengaruhi oleh waktu pemasakan, jumlah perubahan jaringan

dan rendahnya nilai klasifikasi keempukan (Wheeler et al. 1999). Combes et al.

(2002) menyatakan bahwa nilai keempukan daging dengan Warner Bratzler

mencapai minimum pada suhu dalam 60-65oC dan meningkat kembali mencapai

maksimum pada suhu dalam daging 80-90oC. Keempukan daging berkisar antara

Page 68: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

39

3.83-5.49 dan secara statistik hampir sama, hal ini disebabkan komposisi PK dan

lemak yang hampir sama.

Faktor yang mempengaruhi keempukan daging dapat digolongkan menjadi

dua, yakni faktor antemortem dan faktor postmortem.

Kriteria keempukan menurut Suryati dan Arief (2005) berdasarkan panelis

yang terlatih menyebutkan bahwa daging sangat empuk memiliki daya putus WB

(Warner Bratzler) < 4.15 kg/cm

Faktor antemortem tersebut

meliput i genetik termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, umur, manajemen, jenis

kelamin, dan stress. Faktor postmortem diantaranya adalah metode chilling,

refrigerasi, pelayuan, dan metode pengolahan. Jadi keempukan bisa bervariasi

antara spesies, bangsa, ternak dalam spesies yang sama, potongan karkas, dan

diantara otot, serta pada otot yang sama. Keempukan daging ditentukan oleh 3

komposisi daging yaitu : 1. Struktur miofibril dan status kontraksinya, 2.

Kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silang dan 3. Daya ikat air oleh

protein daging dan marbling (Abe rle et al 2001). Perbedaan bangsa juga dapat

menimbulkan perbedaan keempukan daging, daging dari tipe kecil lebih empuk

daripada daging dari tipe besar (Lawrie 2003). Menurut Epley (2008)

keempukan daging akan menurun seiring dengan meningkatnya umur hewan.

Jaringan ikat pada otot hewan muda banyak mengandung retikuli dan memiliki

ikatan silang yang lebih rendah jika dibandingkan dengan hewan tua.

2, daging empuk 4.15 - < 5.86 kg/cm2, daging

agak empuk 5.86 - < 7.56 kg/cm2, daging agak alot 7.56 - < 9.27 kg/cm2, daging

alot 9.27 - < 10.97 kg/cm2, daging sangat alot = 10.97 kg/cm2

Keempukkan daging ditentukan oleh tiga komponen daging yaitu; 1)

struktur miofibril dan status kontraksi, 2) kandungan jaringan ikat dan ikatan

silang, dan 3) daya ikat air oleh protein daging dan marbling (Soeparno 1998).

Tingkat keempukkan daging dapat dihubungkan dengan tiga katagori protein

otot yaitu; 1) protein jaringan ikat (ko lagen, elastin, dan mukopolisakarida),

2) miofibril (miosin, actin, dan tropomiosin), dan 3) sarkoplasma (protein

sarkoplasmatik, dan sarkoplas-matik retikulum). Kontribusi masing-masing

kategori protein tersebut tergantung pada tingkat kontraksi miofibril, tipe otot dan

lama serta suhu pemasakan (Lawrie 2003).

.

Page 69: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

40

Daya mengikat air (DMA)

Daya mengikat air (DMA) oleh protein daging atau water holding capacity

merupakan suatu nilai yang menunjukkan kemampuan untuk mengikat air atau

cairan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar yang ditambahkan. Daya

mengikat air merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan daya

terima daging oleh konsumen. Pengukuran banyak air yang hilang atau drip

merupakan hal yang penting dalam penentuan rantai harga, karena mempengaruhi

bobot daging. Tingkat daya mengikat air ini ditentukan oleh spesies, genetik, laju

glikolisis, pH akhir, proses pemotongan dan waktu (Honikel 1998). Fungsi atau

gerakan otot yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah glikogen yang

menentukan besarnya pembentukan asam laktat dan akhirnya menghasilkan DMA

yang berbeda. Lawrie (2003) menambahkan bahwa daya mengikat air daging

sangat dipengaruhi oleh pH, semakin tinggi pH akhir semakin sedikit penurunan

DMA. Daya mengikat air sangat penting dalam proses pengolahan daging

sebaga i protein yang mampu menahan lebih banyak air menjadi lebih mudah

larut. Daya mengikat air menurun dari pH tinggi (sekitar 7-10) sampai pada pH

titik isoelektrik protein-potein daging antara 5.0 – 5.1.

Daya ikat air (DMA) daging adalah kemampuan daging untuk mengikat

airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar,

misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daya ikat

air dipengaruhi oleh perbedaan macam otot, species, umur dan fungsi otot. Fungsi

atau gerakan otot yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah glikogen yang

menentukan besarnya pembentukan asam laktat dan akhirnya menghasilkan DIA

yang berbeda. Daya ikat air menurun dari pH tinggi (sekitar 7-10) sampai pada pH

titik isoelektrik protein-potein daging antara 5,0–5,1

Salah satu faktor yang

mempengaruhi DMA daging adalah umur ternak. Semakin tua umur ternak,

kapasitas memegang air daging lebih sedikit.

(Purbowati et al. 2005).

Lawrie (2003) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi DMA

daging adalah umur ternak. Semakin tua umur ternak, kapasitas memegang air

daging lebih sedikit.

Page 70: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

41

Susut masak

Susut masak dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan. Semakin

tinggi temperatur pemasakan maka semakin besar kadar cairan daging yang hilang

sampai mencapai tingkat yang konstan. Beberapa faktor yang memepengaruhi

susut masak adalah pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut

otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat sampel daging dan penampang

lintang daging (Soeparno 1998). Daging dengan susut masak yang lebih rendah

mempunyai kualitas yang lebih baik daripada daging dengan susut masak yang

lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit.

Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk mengestimasi jumlah jus dalam

daging. Kesan jus daging atau juiciness mempunyai hubungan yang erat dengan

susut masak. Kadar jus daging yang rendah dapat disebabkan oleh susut masak

yang tinggi. Kadar jus daging yang rendah dapat disebabkan oleh susut masak

yang tinggi. Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas

yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar,

karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Perebusan daging

pada suhu 60 – 90oC menyebabkan rusaknya jaringan epimisium, perimisium dan

endomisium sehingga myofibril menyus ut yang menstimulasi keluarnya cairan

daging. Susut masak merupakan fungsi dari temperatur dan lama pemasakan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi susut masak adalah pH, panjang sarkomer

serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan

berat sampel daging dan penampang lintang daging. Daging dengan susut masak

yang lebih rendah mempunyai kualitas yang lebih baik daripada daging dengan

susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan

akan lebih sedikit. Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk

mengestimasi jumlah jus dalam daging, jus daging atau juiciness mempunyai

hubungan yang erat dengan susut masak, kadar jus daging yang rendah dapat

disebabkan oleh susut masak yang tinggi, umumnya susut masak bervariasi

dengan kisaran antara 15-40% (Soeparno 1998). Selanjutnya Lawrie (2003)

menjelaskan bahwa bobot potong dapat mempengaruhi susut masak apabila

terdapat perbedaan deposisi lemak intramuskuler (marbling). Daging dengan

susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik dari

Page 71: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

42

pada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi

selama pemasakan akan lebih sedikit.

Page 72: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

III. PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN LAMA PEMERAMAN TERHADAP KANDUNGAN GIZI SERAT SAWIT

ABSTRACT

Study the influence of NaOH concentration and immersion periode on the nutrients content of palm press fiber has been done to obtain the best level of NaOH concentration and immersion periode. The design used Completely Randomized Design with factorial pattern (3x3) and 2 replicates. Factor A was concentration of NaOH (A1 = 2.5%, A2 = 5%, A3 = 7.5%) and factor B was immersion periode of palm press fiber in NaOH (B1 = 6 hours, B2 = 12 hours, B3 = 24 hours). Data obtained from this study were statistically processed by analysis of variance Variables observed in this study were: (1) dry matter content of nutrients, crude protein (AOAC 1990). The content of the fiber fraction NDF, ADF, cellulose, hemicellulose, and lignin was determined by analysis of Van Soest, (2) the structure of the cell wall (scanning electron microscope) by using the ESM-JSM-5310 LV to determine the porosity occurred during NaOH treatments to determine the porosity occurred during NaOH treatments. The results of this study indicated that the NaOH concentration of 2.5% with 24-hour immersion periode showed that the NaOH concentration of 2.5% with 24-hour immersion periode showed the best results in lowering the content of NDF, ADF palm press fiber without affecting the value of crude protein. By using a scanning electron microscope (SEM), it showed that some of cell wall fractions were dissolved by NaOH treatment especially the lignin was split from the ligno-cellulose bond in the epidermis. Key words : palm press fiber, NaOH, nutritive quality

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Serat sawit (palm press fibre) adalah salah satu hasil samping pengolahan

kelapa sawit. Setiap ha luasan kebun kelapa sawit dihasilkan berupa serat sawit

sebanyak 2.681 kg bahan kering per tahun (Diwyanto et al 2004). Dengan luas

perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia yakni 7 juta Ha (90 % nya

berproduksi), jumlah serat sawit yang dihasilkan adalah sebesar 16,888 metrik

ton BK/th. Tingginya kadar serat kasar terutama selulosa (48.96%) dan lignin

serta rendahnya kandungan protein kasar (3.93%) dari serat sawit (Rahman et al

2007) merupakan faktor pembatas penggunaannya sebagai pakan ternak. Dilain

pihak ketersediaan hjauan yang berfluktuasi terutama pada musim kemarau dapat

menyebabkan masalah serius bagi ternak khususnya ruminansia, karena hijauan

merupakan salah satu pakan yang sangat umum digunakan. Untuk mengatasi

Page 73: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

44

masalah tesebut diperlukan pakan lain yang ketersediaannya terus menerus dan

tidak tergantung pada musim. Serat sawit dapat dijadikan sebagai salah satu

alternatif pengganti rumput.

Pemanfaatan serat sawit sebagai pakan ternak menghadapi kendala

disebab-kan nilai nutrisinya yang rendah, sehingga perlu pengolahan. Untuk

mengantisipasi keadaan tersebut perlu dilakukan pengolahan serat sawit sebelum

diberikan kepada ternak, antara lain dengan penggunaan alkali seperti NaOH.

Menurut Moss et al. (1990) pengolahan dengan NaOH adalah suatu metode yang

efektif untuk meningkatkan kualitas yang rendah dari jerami padi walaupun

dengan penambahan NaOH membuat defisiensi nitrogen yang lebih buruk pada

jerami padi. Pengolahan ini pada prinsipnya ditujukan untuk merenggangkan

ikatan ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa, meningkatkan daya cerna bahan,

daya guna limbah serta memper-panjang waktu penyimpanan. Untuk

mengoptimalkan penggunaan serat sawit sebagai pakan ternak dapat dilakukan

lagi perlakuan fisik (dipotong, digiling) atau kimia. Penelitian pemeraman serat

sawit dengan NaOH dilakukan guna mendapatkan informasi level NaOH yang

tepat selama pemeraman. Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan adalah

perendaman dengan NaOH.

MATERI DAN METODE

Preparas i Serat Sawit

Serat sawit diperoleh dari pabrik pengolahan kelapa sawit PT Incasi Raya

di Padang. Serat sawit dibersihkan dari kotoran dan cangkang kelapa sawit,

kemudian dikeringkan dengan panas matahari hingga kadar air ± 12%. Bahan

kimia yang digunakan adalah NaOH kristal (teknis) diperoleh dari toko bahan

kimia di Bogor.

Pembuatan Serat Sawit-NaOH

Serat sawit-NaOH dibuat dengan memodifikasi metode Sunstøl (1984).

Diagram alur pembuatan serat sawit-NaOH ditampilkan pada Gambar 7.

Page 74: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

45

Serat Sawit 200g + NaOH (2.5; 5; 7.5%)

Diperam (6, 12 dan 24 jam)

Dicuci, d itiriskan dan dikeringkan

± pH 7

Serat Sawit-NaOH

Gambar 7 Diagram alur pembuatan serat sawit-NaOH

Metode Analisis

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) kandungan nutrisi

meliputi bahan kering, protein kasar (AOAC 1990). Kandungan fraks i serat

NDF, ADF, selulosa, hemiselulosa, dan lignin ditentukan dengan analisis Van

Soest (Van Soest 1987); (2) struktur dinding sel (scanning electron microscope)

dengan menggunakan ESM-JSM-5310 LV.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

faktorial dengan 2 faktor (3x3) dan 5 ulangan (Steel & Torrie 1993). Faktor

perlakuan A = Level konsentrasi NaOH (A1=2,5%, A2=5%, A3=7,5%) dan faktor

perlakuan B = Lama pemeraman serat sawit dalam NaOH (B1=6 jam, B2=12 jam,

B3 = 24 jam). Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah secara statistik

dengan analisis keragaman. Jika analisis keragaman menunjukkan perbedaan

nyata maka dilakukan uj i Duncan`s Multiple Range Test (DMRT).

Analisis Sampel

1. Bahan kering, Protein Kasar (Analisis Proksimat metode Kjedahl)

Page 75: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

46

2. Kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF), Acid Detergent Fiber (ADF),

Selulosa, Hemiselulosa, Lignin dan Silika (Van Soest 1994)

3. SEM (Scanning Electron Microscope). Scanning Electron Microscope

dengan menggunakan ESM-JSM-5310 LV. Sampel diambil sebanyak 2 g,

kemudian diletakkan ditempat preparasi sampel terus ditutup dan dilakukan

pengecekan dengan SEM (Gambar 8).

A Gambar 8 Scanning Electron Microscope

A.Tempat meletakkan sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Scanning elektron mikroskop (SEM)

SEM dimaksud untuk mengetahui porositas yang terbentuk akibat

pemeraman serat sawit dengan NaOH, yaitu berupa rongga primer maupun

sekunder secara detail, sangat berguna karena mampu memberi informasi jauh

lebih detil daripada sekadar analisis mikroskopis. SEM sanggup memperbesar

image puluhan ribu kali sehingga struktur dalam serat terlihat dengan jelas

termasuk porositas (Lelono & Isnawati 2007).

Page 76: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

47

A B

pl pr pl pr Gambar 9 Penampang dinding sel serat sawit dengan SEM

A. Serat sawit pada perbesaran 1.000 x. B. Serat sawit diperam NaOH perbesaran 1.000x. pl = parenkim longitudinal, pr = parenkim jari-jari pecah terbentuk lokus- lok us

Serat sawit mengandung selulosa merupakan komponen utama penyusun

dinding sel berikatan dengan lignin dan hemiselulosa membentuk suatu

lignoselulosa. Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap dinding

sel serat sawit jelas sekali terlihat dengan menggunakan scanning electron

microscopy (SEM) disajikan pada Gambar 9A dan 9B. Pada Gambar 9A serat

sawit tanpa pemeraman dengan NaOH terlihat jaringan dasar terjalin dengan pita

parenkim longitudinal dan dengan parenkim jari- jari, pembuluh tertutup oleh

tilosis. Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka aktivitas alkali akan lebih kuat

dalam memutuskan ikatan antara lignin dengan hemiselulosa dan selulosa dinding

sel serat sawit berupa rongga primer maupun sekunder. Pada Gambar 9B dengan

bantuan scanning electron microscope (SEM) jelas terlihat prubahan porositas

yang terbentuk akibat pemeraman serat sawit dengan NaOH yaitu perubahan

rongga primer maupun sekunder yang pecah menjadi tidak kelihatan, yang

terbentuk ada lah berupa lokus- lokus berarti sebagian dinding sel larut dan terjadi

perubahan struktur dinding sel yang berperan untuk melonggarkan dan memecah

ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa.

Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan bahan kering serat sawit

Respon perlakuan menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antar per-

lakuan, tapi masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata (P<0.01) antara

Page 77: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

48

konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan bahan kering dan

protein kasar serat sawit seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabe l 6 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan bahan kering dan protein kasar

Konsentrasi NaOH (A)

Lama pemeraman (B) Rataan 6 jam 12 jam 24 jam

Kandungan bahan kering 2.5% 92.31±0.08 91.49±0.08 90.62±0.91 91.47±0.86a 5% 91.69±0.57 91.69±0.57 85.64±3.25 89.45±3.41

7.5%

ab 90.47±2.60 85.74±1.67 84.90±2.87 87.04±3.28

Rataan

b 91.49±1.46 89.42±3.06A 87.05±3.42AB 89.32 B

Kandungan protein kasar 2.5% 4.35±0.06 4.08±0.14AB 4.48±0.13C A 5% 4.19±0.11 3.99±0.11BC 3.52±0.01DC E

7.5% 3.69±0.21 3.22±0.06D 3.30±0.04F EF Keterangan: Superskrip dengan huruf kapital yang berbeda pada baris atau kolom yang sama

menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.01). Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).

Percobaan pemeraman serat sawit dengan NaOH memperlihatkan bahwa

dengan meningkatnya konsentrasi NaOH dan semakin lama diperam terjadi

penurunan bahan kering serat sawit. Serat sawit setelah diperam dilakukan

pencucian sehingga menyebabkan berkurangnya bahan kering karena pencucian

dan perlakuan NaOH. Hal ini menyebabkan turunnya persentase bahan kering

serat sawit-NaOH. Hal ini sesuai dengan pendapat Arisoy (1998) yang

menyatakan bahwa perlakuan alkali diharapkan berperan dalam melonggarkan

ikatan hidrogen pada kristal selulosa dan silika jerami sehingga senyawa ini akan

mudah terlarut. Pada pemeraman dengan NaOH akan terjadi penurunan bahan

kering sesuai dengan yang dilaporkan oleh peneliti sebelumnya (Moss et al.

1990). Konsentrasi NaOH sangat mempengaruhi persentase bahan kering yang

dihasilkan. Konsentrasi NaOH 2.5% (91.47%±0.86) nyata lebih tinggi

menghasilkan bahan kering daripada konsentrasi NaOH 7.5% (87.04%±3.28). Secara umum konsentrasi NaOH 2.5% dapat digunakan pada penelitian tahap

selanjutnya. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahan kering yang dihasilkan

tinggi kemudian konsentrasi NaOH lebih rendah, bahan yang hilang akibat

pencucian sedikit.

Page 78: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

49

Respon lama pemeraman terhadap persentase bahan kering serat sawit

menurun seiring dengan semakin lamanya pemeraman. Lama pemeraman 6 jam

memberikan persentase bahan kering (91.49% ±1.46) yang lebih tinggi

dibandingkan dengan lama pemeraman 24 jam (87.05% ± 3.42). Persentase bahan

kering yang dihasilkan dengan lama pemeraman 24 jam lebih rendah dari 6 dan 12

jam, tapi bahan yang hilang akibat pencucian sama dengan lama pemeraman 6

jam. Berdasarkan kenyataan tersebut lama pemeraman 24 jam dapat digunakan

pada penelitian selanjutnya (Rahman et al 2007).

Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Protein Kasar Serat Sawit

Percobaan konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan

protein kasar serat sawit menunjukkan interaksi antara konsentrasi NaOH dan

lama pemeraman (P<0.01) seperti disajikan pada Tabe l 5. Pada percobaan ini

terlihat bahwa kandungan protein kasar tertinggi adalah pada perlakuan NaOH

2.5%, 24 jam yaitu 4.48% diikuti oleh NaOH 2.5%, 6 jam tetapi antara ke duanya

tidak terdapat perbedaan yang nyata. Dibandingkan dengan serat sawit yang tidak

diperlakukan ternyata terdapat peningkatan protein kasar dari 3.93% vs 4.48%

pada perlakuan NaOH 7.5% 24 jam (peningkatan 13.99%). Protein juga

mengalami hidrolisis pada pH alkalis yang menghasilkan suatu campuran asam

amino bebas. Asam amino tersebut akan ikut tercuci waktu pencucian serat sawit

yang terlihat dari adanya sedikit penurunan kandungan protein kasar dibandingkan

dengan serat sawit yang tidak dipemeraman (dari 3.93% menjadi 3.22%).

Asam amino merupakan monomer yang menyusun polimer-polimer pada protein.

Asam amino dapat mengalami proses hidrolisis yang menghasilkan hidrolisat

protein. Pada hidrolisis dalam suasana basa, asam–asam amino akan mengalami

rasemasi (kehilangan kegiatan optik) (Schumm 1992). Hidrolisis dapat

menyebabkan perubahan sifat suatu senyawa kimia akibat dari perenggangan

ikatan senyawa kimia. Hasil dari hidrolisat tergantung dari jenis substrat atau

senyawa yang akan dihidrolisis, bahan pelarut hidrolisis, dan kondisi sekeliling

(Mulyono 2001). Perlakuan NaOH pada serat sawit ternyata dapat

menurunkan kandungan protein kasar sesuai menurut penelitian Vadiveloo et al.

(2009) dan Arysoi (1998), dimana kandungan protein kasar sekam padi lebih

Page 79: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

50

rendah dibandingkan pada jerami padi atau seperti residu pengolahan minyak

kelapa sawit dan serat sawit di Malaysia (Vadiveloo & Fadel 1992). Perlakuan

SS-NaOH dapat menyebabkan kehilangan bahan organik dan dapat diasumsikan

bahwa tidak merubah bentuk komponen anti nutrisi furfural dan phenolik dari

degradasi lignin.

Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) Serat Sawit

Neutral detergent fiber adalah zat makanan yang tidak larut dalam

detergent neutral, merupakan bagian terbesar dari dinding sel tanaman. Bahan ini

terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, silica dan beberapa protein fibrosa (Van

Soest 1994). Hasil analisis kandungan NDF serat sawit yang direndam dalam

larutan NaOH sesuai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis

keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi NaOH dan lama

pemeraman berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap penurunan kandungan NDF.

Berbeda sangat nyatanya konsentrasi NaOH terhadap kandungan NDF disebabkan

berbedanya kemampuan NaOH untuk memutuskan ikatan lignoselulosa dan lingo-

hemiselulosa serta melarutkan sebagian lignin, silika dan hemiselulosa. Semakin

tinggi konsentrasi NaOH maka aktivitas alkali akan lebih kuat dalam

memutuskan ikatan ligno-selulosa dan lignohemiselulosa dan makin banyak

lignin, silika dan hemiselulosa yang larut.

Tabe l 7 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan NDF dan ADF (% BK)

Konsentrasi NaOH (A)

Lama pemeraman (B) 6 jam 12 jam 24 jam

Kandungan NDF 2.5% 90.94±0.03 90.83±0.11A 88.67±0.16A B 5% 88.46±0.42 88.05±0.14B 87.71±1.05B

7.5% BC

87.05±0.31 86.89±0.21C 86.74±0.01C Kandungan ADF

C

2.5% 67.65±0.03 67.85±0.14A 62.50±0.21A E 5% 65.53±0.03 63.88±0.23B 60.56±0.66C

7.5% G

65.46±0.03 63.13±0.21B 61.29±0.17D F

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjuk-kan perbedaan yang nyata (P<0.01).

Page 80: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

51

Reaksi katalisis dari selulosa dengan alkali halide disajikan pada Gambar

10. Fengel dan Wegener (1995), menyatakan bahwa alkali dapat menyebabkan

perubahan struktur dinding sel yang berperan untuk melonggarkan ikatan lignin

dengan selulosa dan hemiselulosa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa reaksi

penyabunan oleh NaOH akan membuat hemiselulosa, lignin dan silika sebagian

menjadi larut. Hal ini dapat disebabkan lebih kuatnya kemampuan NaOH dalam

memutus ikatan lignoselulosa, lignohemiselulosa serta melarutkan lignin, silika

dan hemiselulosa. Skema reaksi kata- lisis alkali dari selulosa dengan alkil halide

diperlihatkan pada Gambar 10.

Cell OH + NaOH Cell O- Na+ + H2

Cell O

O - Na+ + Cl R Cell O R + NaCl

Gambar 10 Skema reaksi katalisis alkali dari selulosa dengan alkil halida

Lama pemeraman juga memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01)

terhadap kandungan NDF. Hal ini disebabkan semakin lamanya pemeraman

maka kesempatan NaOH semakin lama dalam memutuskan ikatan ligno-

hemiselulosa. Uji lanjut DMRT terhadap lama pemeraman memperlihatkan

bahwa lama pemeraman 24 jam, mengandung NDF paling rendah dibandingkan

dengan lama pemeraman 6 jam dan 12 jam. Hal ini disebabkan semakin lama

pemeraman yang dilakukan, maka aktivitas alkali akan lebih lama dalam

memutuskan ikatan ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa dan makin banyak

lignin, silika dan hemiselulosa yang larut, sehingga kandungan NDF makin turun.

Kandungan NDF yang tinggi diperoleh pada serat sawit yang diperam dalam

larutan NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 6 jam walaupun tidak berbeda

dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan masih rendahnya kemampuan

alkali dalam merenggangkan ikatan ligno-selulosa dan ligno-hemiselulosa,

sehingga dinding sel masih dilindungi oleh ikatan lignin yang kuat. Hal ini

membuat larutan NaOH memerlukan waktu yang lebih lama lagi untuk dapat

mendegradasi dinding sel. Perlakuan serat sawit dengan NaOH 7.5%, 12 jam

mengandung NDF 86.74%, menurun 9.8% dari serat sawit yang tidak

diperlakukan (NDF 96.50%).

Page 81: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

52

Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Acid Detergen Fiber (ADF) Serat Sawit

Acid detergent fiber merupakan zat makanan yang tidak larut dalam

detergent asam, terdiri atas selulosa, lignin dan silika (Van Soest 1994). Hasil

analisis rataan kandungan ADF serat sawit yang diperam dalam larutan NaOH

dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis keragaman menunjukka n interaksi

antara konsentrasi NaOH dengan lama pemeraman sangat nyata (P<0.01) terhadap

penurunan kandungan ADF. Hal ini disebabkan berbedanya konsentrasi NaOH

dan lama pemeraman yang diperlakukan. Berdasarkan uji DMRT diperoleh

bahwa kandungan ADF serat sawit yang diperam dalam larutan NaOH 5.0%

dengan lama pemeraman 24 jam menghasilkan kandungan ADF terendah

(60.56%), sehingga bila dibandingkan dengan perlakuan di atas (A2B3) maka

terlihat penurunan kandungan ADF sebesar 11.% dibandingkan dengan serat sawit

yang tidak mendapat perlakuan (kandungan ADF nya 71.56%). Rendahnya

kandungan ADF pada konsentrasi NaOH 5.0% lama pemeraman 24 jam

dikarenakan berbedanya lama pemeraman dan konsentrasi NaOH yang digunakan,

semakin lama pemeraman dilakukan maka aktivitas alkali akan lebih besar dalam

merenggangkan ikatan ligno-selulosa dan makin banyak lignin dan silika yang

larut, sehingga kandungan ADF menjadi turun dan selanjutnya NaOH bersifat

basa yang diduga dapat menghidrolisis karbohidrat yang sulit dicerna oleh

mikroba menjadi lebih mudah dicerna. Hasil penelitian Jamarun et al (2001),

jerami padi yang diperam dalam larutan NaOH selama 24 jam dapat menurunkan

kandungan serat kasar jerami padi dari 42.15% menjadi 38.37%. Liu and Wyman

(2005) mengemukakan bahwa alkali dapat memutuskan ikatan hidrogen inter

molekul dan melarutkan sebagian lignin dan silika, tetapi apabila konsentrasi

NaOH semakin tinggi maka kandungan ADF bertambah tinggi pula. Hal ini

disebabkan adanya sebagian fraksi NDF yang mudah larut, sehingga proporsi

ADF meningkat.

Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Selulosa Serat Sawit

Selulosa merupakan komponen terbanyak dari batang tanaman dan

membentuk struktur dasar dari dinding sel tanaman (Fengel dan Wegener 1995).

Page 82: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

53

Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan selulosa

serat sawit disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin (% BK)

Konsentrasi NaOH (A)

Lama pemeraman (B) Rataan 6 jam 12 jam 24 jam

Kandungan selulosa 2.5% 44.44±0.10 30.55±0.01B 26.64±0.14F I 5% 46.82±0.10 28.48±0.04A 28.66±0.07H G

7.5% 42.44±0.01 41.54±0.04C 33.23±0.06D E

Kandungan hemiselulosa 2.5% 23.29±0.06 22.98±0.25 26.17±0.06 24.15±1.58ab 5% 22.93±0.40 24.17±0.08 27.17±1.74 24.76±2.11

7.5%

a 21.59±0.34 23.76±0.00 25.45±0.16

23.60±1.74Rataan

b 22.60±0.83 23.64±0.55A 26.26±1.10B C 24.17

Kandungan lignin 2.5% 23.99A 23.92±0.04 AB 22.22±0.06 C ±0.08 5% 23.93AB 23.81±0.04 B 21.14±0.04 E ±0.06

7.5% 22.26C 21.45±0.11 D 21.18±0.03 E ±0.06

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.01).

Berdasarkan analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara

konsentrasi NaOH dan lama pemeraman sangat nyata (P<0.01) terhadap

penurunan kandungan selulosa.

Hasil uji DMRT diperoleh bahwa kandungan selulosa terendah adalah

pada konsentrasi NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 24 jam (A1B3)

dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jika dibandingkan dengan serat sawit

yang tidak diperlakukan (selulosa 31.16%) terdapat penurunan sebesar 14.51%.

Kandungan selulosa yang rendah pada konsentrasi NaOH 2.5% dengan lama

pemeraman 24 jam,

hal ini mengindikasikan bahwa NaOH dapat memindahkan beberapa komposisi

serat sawit, seperti hemiselulosa dan lignin, dan mendapatkan selulosa yang lebih

tinggi dilihat dari rataan sellulosa (35.87%). Semakin lama pemeraman yang

dilakukan maka aktivitas alkali akan lebih besar dalam memutus ikatan hidrogen

kristal selulosa, sehingga sebagian selulosa menjadi larut. Seba liknya menurut

Subkaree et al (2007) kandungan selulosa setelah pra-perlakuan NaOH meningkat

Page 83: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

54

dibandingkan dengan kandungan selulosa pada serat sawit yang ditekan tanpa

perlakuan.

Umikalsom et al (1998) menyatakan bahwa sodium hidroksida

menurunkan kristalin selulosa dan lignin ke CO2, H2

Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Hemiselulosa Serat Sawit

O dan asam karboksil.

Selanjutnya Zhu et al (2006) melaporkan bahwa berat jerami padi hilang setelah

pra perlakuan oleh NaOH karena kehilangan komposisinya, seperti hemiselulosa

dan lignin sampai pada peningkatan selulosa. Perlakuan NaOH diharapkan

mampu memutuskan ikatan hidrogen pada kristal selulosa dan sebagian silika

menjadi larut, kristal selulosa sebagian kecil dapat larut dalam alkali encer tetapi

tidak dapat larut dalam asam encer. Apabila konsentrasi NaOH semakin tinggi,

kandungan selulosa semakin tinggi pula akibat besarnya kemampuan NaOH

dalam memutus ikatan lignoselulosa sehingga terbebas dari lignin. NaOH

mempunyai pH sangat tinggi, sehingga dapat meningkatkan kelarutan

hemiselulosa dan selulosa. Banyaknya selulosa terbebas dari ikatan lignin

memerlukan waktu yang lebih lama untuk melarutkannya.

Hemiselulosa adalah suatu nama untuk menunjukkan suatu golongan

substansi yang termasuk didalamnya araban, xilan, heksosa tertentu dan

poliuronat yang lebih tidak tahan terhadap reaksi kimia dibandingkan dengan

selulosa (Tilman et al. 1998). Rataan analisis kandungan hemiselulosa serat

sawit yang diperam dengan larutan NaOH sesuai pelakuan dapat dilihat pada

Tabe l 8. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antara

konsentrasi NaOH dan lama pemeraman berbeda tidak nyata (P>0.05), namun

masing-masing faktor tersebut memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0.01)

terhadap kandungan hemiselu- losa. Berbeda sangat nyatanya konsentrasi NaOH

terhadap kandungan hemiselulosa disebabkan berbedanya kemampuan NaOH

dalam melarutkan hemiselulosa. Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka

aktivitas alkali akan lebih kuat dalam memutuskan ikatan hidrogen hemiselulosa

dan makin banyak hemiselulosa yang larut. Hal ini sesuai dengan pendapat

Arysoi (1998), Subkaree et al. (2007) dan Garmroodi et al. (2009) yang

Page 84: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

55

menggunakan berbagai jenis alkali, ternyata meningkatnya daya cerna ditentukan

oleh jenis alkali dan jumlah zat kimia yang digunakan.

Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Lama Pemeraman terhadap Kandungan Lignin Serat Sawit

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang

berbeda sangat nyata (P<0.01) antara konsentrasi NaOH dengan lama pemeraman

terhadap kandungan lignin serat sawit yang diperam dengan NaOH. NaOH dapat

melarutkan lignin, silika dan hemiselulosa tetapi tidak melarutkan selulosa,

dengan NaOH menyebabkan terjadinya perombakan struktur dinding sel akibat

adanya penetrasi yang kuat dari NaOH ke dinding sel sehingga meningkatkan

kecernaan bahan kering dan bahan organik (Arisoy 1998). Selanjutnya pada

penggunaan larutan alkali sebagai larutan penghidrolisis, alkali yang efektif

digunakan adalah alkali kuat misalnya NaOH dan Ca(OH)2. Pada proses

pe leburan, lignin didalam sekam akan terlepas dari ikatannya dengan selulosa,

sedang pada pemanasan lebih lanjut mengalami oksidasi dan perombakan

menjadi garam-garam oksalat, asetat dan formiat (Mastuti 2001). Reaksi yang

terjadi pada peleburan adalah sebagai berikut:

(C6H10O5)n + 4n NaOH + 3n O2 n (COONa)2 + n CH3COONa +

n HCOONa + 5n H2O + n CO2

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada proses hidrolisis yaitu konsentrasi zat

penghidrolisis, waktu, suhu, perbandingan reaktan, ukuran bahan dan kecepatan

pengadukan. Dengan demikian konversi akan naik dengan naiknya suhu.

Semakin lama waktu hidrolisis, konversi yang dicapai semakin besar sampai batas

waktu tertentu, dan bila waktu diperpanjang, pertambahan konversi kecil sekali

karena terjadi dekomposisi hasil. Agar persentuhan antara zat-zat pereaksi

berlangsung baik, maka perlu diberikan pengadukan. Pengadukan juga akan

meratakan suhu pemanasan sehingga reaksi berjalan sempurna. Ukuran bahan

makin halus akan memperluas bidang kontak, kecepatan reaksi bertambah dan

konversi akan naik. Peningkatan konsentrasi zat penghidrolisis akan memperbesar

kecepatan reaksi, tetapi konsentrasi yang tinggi kadang-kadang dapat memberikan

hasil samping yang tidak diinginkan.

Page 85: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

56

Pada Tabel 8 terlihat kandungan lignin serat sawit yang diperam dengan

NaOH berkisar antara 21.14 sampai 23.99%. Rataan kandungan serat sawit yang

diperam dalam NaOH adalah 22.66%, kandungan lignin terendah diperoleh pada

konsentrasi NaOH 5% dengan lama pemeraman 24 jam. Hal ini terjadi karena

NaOH mampu memecah ikatan antara ligno-selulosa atau ligno-hemiselulosa dan

melarutkan sebagian lignin. Rahman (1990) menyatakan bahwa NaOH adalah

alkali yang paling efektif dalam merenggangkan ligno-selulosa sehingga serat

kasar mudah dicerna. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia. Senyawa

NaOH mampu merusak atau memutuskan ikatan antara lignin dengan selulosa

atau hemiselulosa, selain itu dapat menyebabkan pembengkakan matrik selulosa

dan hemiselulosa yang telah terputus dengan ikatan lignin, sehingga lebih mudah

dicerna oleh mikroba rumen.

Pada lama pemeraman 24 jam dengan konsentrasi 5% diperoleh

kandungan lignin 21.14%, menurun sekitar 2.87% dibandingkan dengan serat

sawit yang tidak diperlakukan. Secara rata-rata konsentrasi NaOH 2.5-7.5% cukup

efektif untuk menurunkan kandungan lignin. Sedangkan bila dilihat dari lama

pemeraman, semakin lama waktunya kandungan lignin semakin turun, hal ini

disebabkan NaOH semakin lama bekerja. NaOH berfungsi untuk mendegradasi

dan melarutkan lignin sehingga mudah dipisahkan dari selulosa dan hemiselulosa

(Sihite 2008) selanjutnya menurut penelitian Subkaree et al (2007), perlakuan

NaOH dapat mengurangi kandungan lignin pada pra-perlakuan serat sawit.

Dengan adanya larutan NaOH ikatan dapat dilepas dan selulosa dalam keadaan

bebas. Menurut Haddad et al (1995) mengatakan bahwa hidrolisis bahan

berserat kasar dengan NaOH, NH4OH, urea dan Ca(OH)2 menurunkan kadar

lignin dan peningkatan daya cerna secara proporsional dengan turunnya kadar

lignin. Perlakuan NaOH pada serat sawit ternyata dapat meningkatkan bahan

kering, bahan organik, abu, energi dan retensi N, namun tidak terjadi peningkatan

kecernaan serat kasar (Arysoi 1998), tetapi pada penelitian Ginting (1996)

perlakuan NaOH dengan konsentrasi 5 % memberikan koefisien cerna bahan

kering in-vitro serat sawit yang terbaik dibanding dengan konsentrasi NaOH

2.5 dan 7.5 %.

Page 86: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

57

SIMPULAN

Konsentrasi NaOH 2.5% dengan lama pemeraman 24 jam mampu

memberikan hasil yang terbaik dalam menurunkan kandungan NDF, ADF serat

sawit tanpa mempengaruhi nilai protein kasar. Dengan menggunakan scanning

elektron mikroskop (SEM) dapat dilihat, terjadi pemecahan dinding sel serat sawit

setelah pemeraman serat sawit dengan NaOH. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa lignin terpecah dari lignin-selulosa.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] The Association of Official Analytical Chemists. 1990. Method of Analysis. 16thEd. Washington DC. Assoc Agric Chemist.

Arisoy M. 1998. The effect of sodium hydroxide treatment on chemical

composition and digestibility of straw. Tr J of Veterinary and Animal Sicences 22 p:165-170.

Diwyanto K, Sitompul D, Manti I, Mathius IW, Soentoro. 2004. Pengkajian

pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi. Dalam Setiadi et al. (Ed.). Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. hlm. 11-22. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT Agricinal.

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.

Diterjemahkan oleh Hardjono Sastrohamidjojo. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Garmrood i AF et al. 2009. In vitro firtsorder kinetic disappearance of dry matter

and neutral detergent fiber of chemically and physically treated cottonseed hulls. Research Journal of biological Sciences 4(11):1180-1184.

Ginting BL. 1996. Penggunaan serat sawit (palm press fiber) yang diperlakukan

dengan NaOH dalam ransum domba lokal [tesis]. Padang. Program Pascasarjana, Universitas Andalas.

Haddad SG, Grant RJ, Klopfenstein TJ. 1995. Digestibility of alkali-treated

wheat straw measured in vitro or in vivo using Holstein heifers. J Anim Sci 72:3258-3265.

Jamarun N, Nur YS, Rahman J. 2001. Pemanfaatan serat sawit fermentasi

sebagai pakan ternak ruminansia. Panduan Seminar dan Abstrak.

Page 87: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

58

Pengembangan peternakan berbasis sumberdaya lokal. Bogor. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor..

Lelono EB, Isnawati. 2007. Peranan iptek nuklir dalam eksplorasi hidrokarbon.

Puslitbang Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. JFN,Vol1 No2, p:79-92

Liu CG, Wyman CE. 2005. Partial flow of compressed-hot water through corn stover to enhance hemicellulose sugar recovery and enzymatic digestibility of cellulose. Bioresource Technology 96(18):1978-1985.

Mastuti WE. 2001. Pembuatan asam oksalat dari sekam padi. Jurusan Teknik

Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Pembuatan Asam Oksalat dari Sekam Padi.pdf

Moss AR, Givents DI, Everington M. 1990. The effect of sodium hydroxide

treatment on the chemical composition, digestibility and digestible energy content of wheat, barley and oat straws. Anim. Feed Sci. Technol. 29:73-87.

Mulyono. 2001. Kamus Kimia Untuk Siswa dan Mahasiswa Sains dan Teknologi.

Bandung. PT. Genesindo. Rahman A. 1990. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bahan Pengajaran.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Rahman J, Harnentis, Wiryawan KG. 2007. Biokonvesi limbah sawit menjadi

komponen ransum komplit bermineral organic esensial untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan kwalitas daging domba. Padang. Laporan Penelitian Hibah Pekerti. Universitas Andalas Padang.

Schumm DE. 1992. Intisari Biokimia. Diterjemahkan oleh Moch. Sadikin. 1993.

Jakarta. Binarupa Aksara. Sihite O. 2008. Hubungan umur kayu Eucalyptus sp dengan kandungan pentosan

bahan baku pulp pada PT Toba Pulp Lestari. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/

123456789/5903/1/08E00327.pdf Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan

Biometrik. Edisi II. Terjemahan: B. Sumantri. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.

Page 88: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

59

Subkaree Y, Boonswang P, Srinorakutara T. 2007. Palm press fibre treatment by sodium hydroxide and its enzymic hydrolysis. The 19th Annual Meeting of the Tai Society for Biotechnology. TSB2007: Biotechnology for Gross National Happiness. http://www.tistr.or.th/thesis/P8/Teerapatr/

Yuttasak/PalmPressed.pdf. Sunstøl F, Owen E. (Editors). 1984. Straw and other fibrous by product as feed.

Developments in animal and Veterinary Sciences. 14 :545-546. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosukojo S.

1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Yogyakarta. Gajah Mada University Press..

Umikalsom MS, Ariff AB, Karim MIA. 1998. Saccharification of pretreatment

oil palm empty fruit bunch fiber using cellulase of Chaetomium globosum. Agric.Food Chem. 46:3359-3364.

Vadiveloo J, Nurfariza B, Fadel JG. 2009. Nutritional improvement of rice

husks. Anim.Feed Sci.Technol. 151:299-355. Vadiveloo J, Fadel JG. 1992. Compositional analyses and rumen degradability of

selected tropical feeds. Anim.Feed Sci.Technol.37:265-279. Van Soest PJ. 1994. Nutritional Ecology of Ruminant Metabolism. New York

Cornell University Press.. p:154-160. Zhu S et al. 2006. Microwave-assisted alkali pretreatment of wheat straw and its

enzymatic hydrolysis. Biosystem Eng. 94:437-442.

Page 89: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

60

Page 90: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

IV. FERMENTASI SERAT SAWIT-NaOH DENGAN Aspergillus niger PENSINTESA KROMIUM ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN

EFISIENSI PAKAN

ABSTRACT

The aim of this study was to determine the effective Cr (chromium) level for Aspergillus niger growth in solid state fermentation of palm press fiber. Treatments were combination of Cr levels (2, 4 and 6 ppm) and level of Aspergillus niger (5%; 7,5% and 10%) and fermentation time 6 days. The treatments were allocated in a factorial 3x3 of completely randomized design with two replications. Inoculant of Aspergillus niger was grown in potato dextrosa agar (PDA) medium for 3 days and then innoculated to substrate which have been autoclaved and mixed with CrCl3.6H2O. The moisture of substrate was maintained at 60%. Growth media of Aspergillus niger was diluted with aquadest and the supernatant was analysed for its Cr content. The result showed that the addition of Cr up to 6 ppm into the medium stimulated the Aspergillus niger growth in all experimental condition. The Cr ions were incorporated into the media and Aspergillus niger cells during fermentation. Incorporation of chromium by Aspergillus niger was higher in palm press fiber subs trate with 6 ppm Cr than the others. It is concluded that Cr can be incorporated into the Aspergillus niger cells during fermentation. The effective level of Cr for Aspergillus niger growth was 6 ppm with efficiency of Cr incorporation 68.23% in 6 days fermentation and chromium in protein of fermentation product was 12.01%. Key words: NaOH, chromium, Aspergillus niger, palm press fibre

Pendahuluan

Latar Belakang

Serat sawit yang diperoleh dari industri minyak sawit di Indonesia akan

terus meningkat sejalan dengan meningkatnya luas area penanaman kelapa sawit.

Di Indonesia saat ini penanaman kelapa sawit (Elais gueneensis JACK) sedang

dikembangkan dengan peningkatan luasan yang pesat dari 120.000 hektar tahun

1969 menjadi 5.500.000 hektar pada tahun 2005. Terbatasnya penggunaan serat

sawit dalam ransum karena tingginya kandungan selulosa (38.69 %) dan lignin

(20.99%) yang mengakibatkan rendahnya daya cerna serat kasar. Untuk mengatasi

ini dipe rlukan suatu teknologi biofermentasi yakni dengan menggunakan kapang

Aspergillus niger yang dapat meningkatkan kecernaan dan kandungan protein

kasar serat sawit. Jamarun et al. (2000) telah melakukan penelitian dengan

menggunakan berbagai level inokulum Aspergillus niger menghasilkan enzim

Page 91: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

62

selulase, xylanase. dan lama fermentasi serat sawit dengan NaOH terhadap

kecernaan bahan kering (KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KCBO)

meningkat, dengan meningkatnya level inokulum dan lama fermentasi.

Kromium (Cr) merupakan unsur mikro esensial yang dibutuhkan da lam

metabolisme karbohidrat,lemak dan protein (NRC 1997). Kromium juga berperan

menstabilkan struktur tersier dari protein (Demirci & Porne 2000). Suplementasi

Cr meningkatkan GTF (glucose tolerance factor) pada darah tikus (Pechova &

Pavlata, 2007). Molekul GTF mengandung Cr, asam nikotinat, asam amino glisin,

glutamat dan sistein, yang berfungsi meningkatkan peran insulin dalam oksidasi

glukosa (Zetic et al., 2001).

Kromium kini telah diakui sebagai nutrien esensial yang berfungsi antara

lain dalam metabolisme karbohidrat, lipid dan asam nukleat (Atmosukarto &

Rahmawati 2004) Mineral kromium (Cr) dalam sistem biologis didapatkan

terutama dalam status +3 ion, walaupun +2 dan +6 juga ada. Garam kromium

(anorganik) walaupun mengandung Cr+3

, kurang efektif disebabkan

penyerapannya hanya sedikit, sekitar 1% (Linder 1992). Mineral Cr dalam

bentuk faktor toleransi glukosa (glucose tolerance factor, GTF) telah lama

diketahui berperan dalam metabolisme karbohidrat, khususnya dalam

meningkatkan entri glukosa ke dalam sel melalui peningkatan potensi aktifitas

insulin. Kromium dalam bentuk trivalen (Cr3+) yang tidak beracun sangat sulit

diserap tubuh. Suplementasi Cr ke dalam pakan akan lebih menguntungkan

apabila diberikan dalam bentuk Cr organik. Supplementasi Cr organik pada sapi

perah laktasi mening-katkan produks i dan kualitas susu yang d ihasilkan. Pada sapi

perah di daerah panas selama musim kemarau, suplementasi Cr organik mampu

meningkatkan daya adaptasi ternak terhadap suhu lingkungan yang panas.

Supp lementasi Cr pikolinat terbukti mampu meningkatkan kemampuan sel

memanfaatkan glukosa darah dan menurunkan resiko akibat gangguan diabetes

melitus, selanjutnya supplementasi Cr organik dapat meningkatkan respon

imunitas ikan mas secara maksimal sehingga mampu mengurangi tingkat virulensi

virus herpes. Burton (1995), mengatakan Cr berperan dalam sistem kekebalan

tubuh dan konversi tiroksin (T4) menjadi triodotironin (T3).

Page 92: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

63

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi terbaik A. niger

pensintesa Cr-organik dengan kecernaan, kandungan gizi dan kandungan Cr

terinkorporasi yang tinggi.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini menggunakan serat sawit yang diperoleh dari pabrik

pengolahan ke lapa sawit PT Incasi Raya di Padang dan Malimping Banten. Dedak

diperoleh dari penggilingan padi di Cilubang Bogor. Bahan kimia yang digunakan

adalah NaOH kristal (teknis), Kromium (CrCl3.6H2O), trypthopan, Aspergillus

niger diperoleh dari Puslitbang Mikrobiologi-LIPI Cibinong dan aquadest

diperoleh dari toko bahan kimia di Bogor. Penelitian dilakukan di Laboratorium

Ilmu dan Teknologi Pakan, Laboratorium Mikrobiologi PPSHB IPB dan

Laboratorium Nutrisi Ternak Perah IPB Institut Pertanian Bogor.

Metode Analisis

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: (1) kandungan nutrien

meliputi bahan kering, protein kasar (metoda Kjedhal), kandungan Cr-organik,

NDF, ADF, selulosa, hemiselulosa, dan lignin (metoda Van Soest 1987); (2)

struktur dinding sel (scanning electron microscope).

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

1. Peremajaan kapang A. niger Cz 51 VI/1 dan pembuatan inokulum

Kapang murni A. niger Cz 51 VI/1 yang digunakan diperoleh dari

Mikrobiologi Balitbang LIPI Bogor. Kapang ini diremajakan pada media

ekstrak toge agar, yang akan digunakan sebagai bahan unt uk membuat

inokulum yang dicampur dengan substrat dedak padi (Nur et al., 1993).

Inokulum yang diperoleh kemudian dihitung jumlah sporanya, untuk 1 gram

bahan kering inokulum mengandung 6 x 106

2. Pembuatan serat sawit fermentasi

spora A. niger Cz 51 VI/1

mengikuti metode Nur (1998) dan Nur (2001).

a. Persiapan Substrat. Serat sawit alkali yang terbaik yang akan digunakan

sebagai media fermentasi (substrat) dibersihkan, kemudian digiling.

Page 93: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

64

b. Persiapan Inokulum. Bahan dasar inokulum adalah dedak padi.

Inokulum yang sudah dibuat ditimbang sesuai perlakuan yaitu 5 , 7,5 dan

10% dari BK bahan. Selanjutnya dicampur dengan larutan CrCl3

Medium selektif dibuat dari bahan-bahan sebagai berikut: MgSO

triptopan,

medium selektif dan air, sehingga campuran substrat tersebut mempunyai

konsentrasi Cr dan triptopan sesuai dengan perlakuan.

4 . 7H2O

0.25 g; KH2PO4 1.00 g; FeSO4. 7H2

c. Pencampuran. Campuran substrat disterilkan menggunakan autoklaf

selama 20 menit pada suhu 120

O 0.01 g; Thyamin hidrochlorid

12.50 mg, urea 5.00 g, larutan tripthopan 600 ppm 1.2 g dalam 1 liter

aquadest.

o

d. Inkubasi. Substrat serat sawit yang sudah dicampur dengan inokulum,

Cr-anorganik dan tripthopan dimasukkan ke dalam kantong plastik.

Kantong plastik tersebut ditutup dan diberi lobang (diameter 0.5 cm),

ketebalan substrat dibuat ± 2 cm dengan luas permukaan 20 x 20 cm

(Jamarun et al. 2000). Selanjutnya kantong plastik tersebut disimpan pada

rak fermentasi selama 6 hari masa inkubasi.

C, 15 psi. Setelah dingin substrat

diratakan dalam nampan plastik dan ditambahkan inokulum. Pencampuran

dilakukan agar substrat serat sawit alkali dan inokulum tercampur merata.

e. Pemanenan. Setelah diinkubasi serat sawit dipanen, kemudian ditimbang,

diukur pHnya dan dikeringkan dalam oven pada suhu 600

Penelitian In-vitro

C selama 24

jam. Setelah kering serat sawit fermentasi, dianalisis kandunga n nutrient

protein dan serat kasar (proksimat), analisis Van Soest dan kandungan Cr

organik.

Tujuan percobaan ini untuk mengetahui fermentabilitas serat sawit

fermentasi dalam rumen.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah IPB Institut

Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai Juli 2006 sampai dengan

November 2006.

Page 94: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

65

Percobaan dilakukan secara in-vitro. Peubah yang diukur ada lah: VFA

total [Kromatografi gas (AOAC 1995)], NH3

1. Kecernaan Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO) in vitro

[Microdifusi Conway (General

Laboratory 1966)], kecernaan bahan kering dan bahan organik (Metode Tilley &

Terry 1963).

Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah:

Dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963)

2. Pengukuran Kadar

Kadar ditentukan dengan teknik microdifusi Conway (General

Laboratory Procedure 1966).

3. Pengukuran asam lemak volatil (VFA) total

Pengukuran VFA ditentukan dengan destilasi uap (General Laboratory

Procedure, 1966).

4. Pengukuran Kandungan Kromium

Inkorporasi Cr ke dalam protein fungi (Cr organik) diukur dengan

menggunakan atomic absorption spectrophotometer (AAS) menurut metode

Carry & Allaway (1971). Satu gram sampel Cr organik dimasukkan ke dalam

tabung dan ditambahkan larutan TCA 20%. Tabung disentrifugasi dengan

kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Endapan yang dihasilkan ditimbang

sebanyak 0,8 gram dan dimasukkan ke dalam labu destruksi lalu ditambahkan

HNO3 pekat sebanyak 10 ml. Labu dipanaskan sampa i larutan mendidih

selama 5 menit. Setelah dingin larutan itambah 2 ml H2SO4 pekat, 2 ml

HClO4 70%, dan 0,2 ml AgNO3 10% dan pemanasan kembali dilakukan

sampai larutan menjadi jernih. Larutan jernih tersebut siap dibaca kadar Cr-

nya dengan menggunakan AAS.

Analisis data

Adapun faktor perlakuan dalam penelitian ini adalah: Faktor A level

kapang A. niger adalah (1) 5% BK bahan, (2) 7,5% BK bahan dan (3) 10% BK

bahan, faktor B adalah level mineral CrCl3 yang ditambahkan ke dalam substrat,

yaitu; (1) 2 mg/kg substrat,(2) 4 mg/kg substrat dan (3) 6 mg/kg substrat

Page 95: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

66

dengan penambahan triptopan 600 mg/kg substrat untuk setiap perlakuan. Data

yang diperoleh dari penelitian ini diolah secara statistik dengan analisis

keragaman. Jika analisis keragaman menunjuk-kan perbedaan nyata maka

dilakukan uj i Duncan`s Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Level Aspergillus niger dan Konsentrasi Kromium terhadap Scanning Elektron Mikroskop (SEM)

Scanning elektron mikroskop (SEM) dimaksud untuk mengetahui

porositas yang terbentuk akibat level Aspergillus niger dan konsentrasi kromium

pada serat sawit yang diperam dengan NaOH, yaitu berupa rongga primer maupun

sekunder secara detail, sangat berguna karena mampu memberi informasi jauh

lebih detil daripada sekadar analisis mikroskopis. SEM sanggup memperbesar

image puluhan ribu kali sehingga struktur dalam serat terlihat dengan jelas

termasuk porositas (Lelono dan Isnawati 2007). Serat sawit mengandung serat

kasar yang merupakan komponen utama penyusun dinding sel berikatan dengan

lignin dan hemiselulosa membentuk suatu lignoselulosa. Pengaruh level

Aspergillus niger dan konsentrasi kromium terhadap struktur serat sawit dengan

scanning elektron mikroskop (SEM) disajika n pada Gambar 11.

Page 96: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

67

pl = parenkim longitudinalpr = parenkim jari-jari

SEM permukaan Seratsawit-NaOH perbesaran1000x(A)

SEM Serat sawitfermentasiperbesaran 1000x (B)

pl dan pr larut

pr

pl

pr

pl

Gambar 11 SEM permukaan serat sawit-NaOH (A) dan serat sawit fermentasi perbesaran 1000x (B) perbesaran 1.000x. pl = parenkim longitudinal dan pr = parenkim jari- jari tidak kelihatan lagi dengan meningkatnya perlakuan

Pada Gambar 11 dinding sel SSF-Cr terlihat lebih tipis (halus), partikel-

partikel yang ada pada dinding sel SS-NaOH hilang dengan adanya inkorporasi

Aspergillus niger-Cr. Dinding sel yang mengandung lignin-selulosa dan lignin–

hemiselulosa terputus, ini memudahkan enzim selulase yang dihasilkan

Aspergillus niger memecah selulosa dan hemiselulosa, berarti sebagian dinding

sel larut dan terjadi perubahan struktur dinding sel yang berpe ran untuk

melonggarkan ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa.

Pengaruh Level Aspergillus niger dan Konsentras i Kromium terhadap Kandung-an Protein Kasar

Penggunaan persentase inokulum yang berbeda tidak nyata pengaruhnya

terhadap kandungan protein kasar SSF-Cr. Hal ini disebabkan oleh laju

pertumbuhan dan perkembangbiakan kapang bervariasi menurut jenis biakannya.

Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan protein

kasar SSF-Cr disajikan pada Tabel 9.

Page 97: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

68

Tabe l 9 Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan protein kasar dan serat kasar SSF-Cr (% BK)

Persentase Inokulum (% BK)

Level Kromium (mg/kg) Rataan 2mg/kg(A1) 4mg/kg(A2) 6mg/kg(A3)

Kandungan protein kasar 5% (B1) 7.84±0.32 8.74±0.32 8.96±0.0 8.51±0.59

7.5% (B2) 8.06±0.64 8.96±0.0 9.18±0.31 8.73±0.59 10% (B3) 8.51±0.64 9.07±1.43 9.18±0.95 8.92±0.36

Rataan 8.14±0.34 8.92±0.17 9.11±0.13 8.72 Kandungan serat kasar

5% (B1) 45.93±2.69 49.84±2.60 48.35±2.11 48.04±2.61 7.5% (B2) 53.43±0.69 50.64±7.13 52.23±2.62 52.09±3.64 10% (B3) 48.92±6.96 49.21±6.44 43.90±6.48 47.34±5.79

Rataan 49.43±4.76 49.89±4.49 48.16±4.95 49.16

Terjadi peningkatan protein kasar pada penelitian ini dari 3.93% (serat

sawit tanpa fermentasi) menjadi 7.84 – 9.18% (serat sawit fermentasi), tetapi

pengaruh antar perlakuan berbeda nyata. Peningkatan protein kasar pada serat

sawit fermentasi disebabkan oleh adanya pertumbuhan kapang. Jamarun et al.

(2001) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan

perkembangbiakan yang baik akan merubah lebih banyak komponen penyusun

media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari

tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan.

Disamping itu, peningkatan protein kasar SSF-Cr disebabkan hasil kerja enzim

perombak pati yang mengakibat-kan komposisi bahan berubah, yaitu karbohidrat

dan lemak menjadi semakin rendah, sehingga secara proporsional persentase

protein meningkat. Pada perlakuan A2 dan A3 memperlihatkan miselia yang lebih

kompak dibandingkan A1. Ini membuktikan bahwa kapang A2 dan A3 lebih

mampu tumbuh pada media serat sawit alkali yang ditambahkan kromium dan

trypthopan.

Pengaruh persentase inokulum dan leve l kromium terhadap kandungan serat kasar SSF-Cr (%BK)

Tidak terjadi interaksi antara persentase inokulum dengan level kromium

(Tabel 9), kadar serat kasar tertinggi pada A1, selanjutnya menurun pada A2 dan

A3. Tingginya kadar serat kasar SSF-Cr pada A1 bertolak belakang dengan

meningkatnya persentase inokulum yang diberikan. Hal ini diduga terjadinya

Page 98: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

69

inkorporasi kromium ke dalam A. niger membentuk kromium organik yang

menyebabkan terjadi penurunan jumlah serat kasar SSF-Cr. Perubahan kadar serat

kasar setelah fermentasi tanpa penambahan kromium dan trypthopan menurut

Krishna (2005) disebabkan oleh pertumbuhan miselia kapang yang mengandung

serat serta terjadinya kehilangan dari sejumlah padatan lainnya, pada percobaan

ini terjadi penurunan jumlah serat kasar SSF-Cr. Percobaan ini juga didukung

dari hasil SEM yang menunjukkan bahwa terjadi porositas berupa rongga-rongga

atau lokus yang banyak akibat fermentasi dengan A. niger dan penambahan

kromium trypthopan. Hal inilah yang mengakibatkan turunnya jumlah serat kasar

pada SSF-Cr dengan meningkatnya level inokulum dan konsentrasi kromium.

Pengaruh Persentase Inokulum dan Level Kromium terhadap Kandungan Sintesis Cr-organik oleh Aspergillus niger

Inkorporasi Cr ke dalam protein kapang A. niger seperti disajikan pada

Tabel 10. Respons perlakuan memperlihatkan adanya interaksi antara persentase

inokulum dengan level kromium. Adanya kerjasama antara A. niger , kromium

dan tripthopan terjadi kromium organik (kromium pikolinat) yang terlihat dengan

semakin bertambahnya persentase inokulum dan level kromium pada SSF-Cr.

Asam pikolinat adalah metabolik sekunder yang dihasilkan pada metabolisme

triptopan sebelum membentuk niasin atau asam nikotinat (Combs 1992; Groff &

Gropper 2000).

Tabel 10 Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan sintesis Cr-organik pada sel A. niger (mg/kg)

Persentase Inokulum (% BK)

Level Kromium 2mg/kg(A1) 4mg/kg(A2) 6mg/kg(A3)

5% (B1) 1.54E 1.66±0.01 D 1.87±0.03 D±0.01 7.5% (B2) 3.17C 3.26±0.03 C 3.45±0.01 C

10% (B3) ±0.35

4.88B 5.57±0.06 A 5.69±0.01 A±0.0 Keterangan : Superskrip menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).

Telah diketahui bahwa fungi dapat mensintesis niasin melalui metabolisme

trypthopan. Selain menghasilkan niasin, dalam metabolisme tersebut juga

dihasilkan asam pikolinat sebagai metabolit sekundernya (Combs 1992).

Selanjutnya tiga molekul asam pikolinat berikatan dengan Cr3+ membentuk Cr-

pikolinat yang meru-pakan salah satu bentuk Cr-organik (Lyons 1995). Dengan

Page 99: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

70

demikian penambahan tryptopan akan meningkatkan inkoporasi Cr ke dalam

protein fungi.

Pengaruh persentase inokulum dan leve l kromium terhadap kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) SSF-Cr (%BK)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh persentase inokulum dan

level kromium terhadap kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) SSF-Cr (%

BK) berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap kandungan NDF.

Tabel 11 Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan NDF dan ADF SSF-Cr (% BK)

Persentase Inokulum (% BK)

Level Kromium Rataan 2mg/kg (A1) 4mg/kg(A2) 6mg/kg (A3)

Kandungan NDF 5% (B1) 79.64±1.72 82.77±2.32 80.96±2.94 81.12±2.32

7.5% (B2) 83.17±2.34 81.96±1.42 81.46±3.75 82.19±2.22 10% (BK3) 76.99±0.65 82.81±1.10 78.20±4.37 79.33±3.42

Rataan 79.93±3.07 82.51±1.38 80.21±3.29 80.88 Kandungan ADF

5% (B1) 70.69±6.46 72.43±4.24 71.07±6.27 71.39±4.52 7.5% (B2) 73.01±0.30 66.26±3.26 69.88±11.48 69.71±6.14 10% (B3) 59.49±10.38 72.63±9.59 67.07±12.52 66.39±10.30

Rataan 67.73±8.47 70.44±5.88 69.34±8.31 69.17

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi NDF,

berarti suplementasi kromium organik pada SS-NaOH yang berbeda tidak

mempengaruhi NDF. Hal ini disebabkan masing-masing perlakuan mengandung

bahan kering dan serat kasar yang hampir sama, dan hal ini juga menunjukkan

bahwa selama kurun waktu enam hari, pertumbuhan kapang sudah maksimal

walaupun jumlah inokulum berbeda sehingga jumlah bahan kering dan serat kasar

yang dirombak juga sama. NDF yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu 80.88%

lebih rendah daripada NDF SS yaitu 88.72%.

Penurunan NDF terjadi karena NDF mengandung hemiselulosa yang

merupakan fraksi yang mudah dicerna sehingga kapang dapat menguraikannya

dengan baik. Moore & Landeker (1992) menyatakan bahwa dalam aktivitas

pertumbuhan kapang, hifa berperan untuk menyerap zat-zat makanan yang

Page 100: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

71

terdapat dalam media berupa molekul yang lebih sederhana seperti glukosa akan

digunakan lebih dahulu.

Pengaruh persentase inokulum dan leve l kromium terhadap kandungan Acid Detergent Fiber (ADF) SSF-Cr (% BK)

Acid detergent fiber (ADF) merupakan zat makanan yang tidak larut

dalam detergent asam. ADF terdiri dari selulosa, lignin dan silika (Van Soest

1987). Menurut Parakkasi (1999) ADF erat hubungannya dengan kecernaan,

sehingga apabila kecernaannya tinggi maka ADF yang tercerna akan tinggi pula.

Komponen ADF yang mudah dicerna adalah selulosa, sedangkan lignin sulit

dicerna karena memiliki ikatan rangkap, jika kandungan lignin dalam bahan pakan

tinggi maka koefisien cerna pakan tersebut menjadi rendah (Sutardi 1990). Hasil

analisis ragam (Tabel 11) menunjukkan pengaruh persentase inokulum dan level

kromium terhadap kandungan ADF SSF-Cr berbeda tidak nyata (P>0.05),

sehingga dalam percobaan ini dapat dikatakan bahwa perlakuan persentase

inokulum dan level kromium tidak mempengaruhi kandungan ADF SSF-Cr secara

nyata. Pada percobaan A1, lebih rendah dari A2 dan A3 tetapi pada percobaan B3

lebih rendah daripada B1 dan B2. Pada masing-masing perlakuan mengandung

bahan kering dan serat kasar yang hampir sama, dan hal ini juga menunjukkan

bahwa selama kurun waktu enam hari, pertumbuhan kapang sudah maksimal

walaupun jumlah inokulum berbeda sehingga jumlah bahan kering dan serat kasar

yang dirombak juga sama.

Pengaruh persentase inokulum dan leve l kromium terhadap kandungan Hemi-selulosa SSF-Cr (% BK)

Hemiselulosa dengan mudah dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme

dengan memecah komponen komplek menjadi zat-zat yang mudah dicerna dan

digunakan untuk mensintesa beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B2,

provitamin A dan faktor pertumbuhan lainnya (Church 1988). Dinyatakan juga

oleh Fardiaz (1988) bahwa mikroorganisme menggunakan karbohidrat sebagai

sumber energi setelah terlebih dahulu dipecah menjadi glukosa. Kandungan

hemiselulosa pada berbagai perlakuan disajikan pada Tabel 12.

Page 101: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

72

Kandungan hemiselulosa SSF-Cr (11.72%) yang dihasilkan lebih rendah

dari SS (17.16%). Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh level A. niger dan

penggunaan level kromium pada serat sawit fermentasi berbeda tidak nyata

terhadap kandungan hemiselulosa. Penurunan kandungan hemiselulosa terjadi

karena kapang A. niger mampu mencerna hemiselulosa menjadi zat-zat yang

mudah dicerna, disamping itu juga dapat mensintesa beberapa vitamin seperti

riboflavin, vitamin B12 dan provitamin A. Pengaruh inkorporasi kromium pada

A. niger terlihat berfluktuasi pada setiap perlakuan, tapi dengan semakin tinggi

level inokulum terjadi peningkatan kandungan hemiselulosa walaupun secara

statistik berbeda tidak nyata. Sebaliknya dengan meningkatnya level kromium

kandungan hemiselulosa semakin menurun.

Pengaruh Persentase Inokulum dan Level Kromium terhadap Kandungan Selulosa SSF-Cr (%BK)

Selulosa merupakan komponen terbanyak dari batang tanaman dan

membentuk struktur dasar dari dinding sel tanaman (Fengel dan Wegener 1995).

Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan selulosa

SSF-Cr (% BK) disajikan pada Tabel 12. Berdasarkan analisis keragaman

menunjukkan bahwa interaksi antara persentase inokulum dan level kromium

berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap kandungan selulosa.

Tabe l 12 Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan hemiselulosa dan selulosa SSF-Cr (% BK)

Persentase Inokulum (% BK)

Level Kromium Rataan 2mg/kg (A1) 4mg/kg(A2) 6mg/kg (A3)

Kandungan hemiselulosa 5% (B1) 8.95±4.74 10.35±6.55 9.89±3.33 9.73±3.96

7.5% (B2) 10.16±2.64 15.70±4.68 11.58±7.73 12.48±4.94 10% (B3) 17.50±11.03 10.19±10.69 11.14±8.15 12.94±8.55

Rataan 12.20±6.88 12.07±6.61 10.87±5.30 11.72 Kandungan selulosa

5% (B1) 42.03±1.84 46.04±3.14 44.87±7.48 44.31±4.15 7.5% (B2) 41.03±4.03 43.74±4.45 40.48±10.23 41.75±5.53 10% (B3) 35.90±9.92 47.40±4.69 37.63±0.76 40.32±7.41

Rataan 39.66±5.68 45.73±3.61 40.99±6.55 42.13

Page 102: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

73

Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh level Aspergillus niger dan

penggunaan level kromium pada serat sawit fermentasi berbeda tidak nyata

terhadap kandungan selulosa. Peningkatan kandungan selulosa terjadi karena

selulosa sebenarnya lebih sulit dicerna dibandingkan hemiselulosa karena ikatan

ligno-selulosa lebih kuat dari pada ikatan ligno-hemiselulosa (Sutardi 1990).

Selanjutnya selama fermentasi berlangsung, meningkatnya kandungan selulosa

disebabkan oleh pertumbuhan miselia kapang A. niger yang mengandung serat

kasar. Pengaruh inkorporasi kromium pada A. niger terlihat berfluktuasi pada

setiap perlakuan, tapi dengan semakin tinggi level inokulum terjadi penurunan

kandungan selulosa walaupun secara statistik berbeda tidak nyata. Sebaliknya

dengan meningkatnya level kromium kandungan selulosa pada A2 meningkat

tapi pada A3 turun kembali.

Pengaruh Persentase Inokulum dan Level Kromium terhadap Kandungan VFA (mM)

Produksi VFA cairan rumen mencerminkan tingkat fermentasi suatu

bahan, semakin banyak suatu bahan difermentasi semakin besar pula produksi

VFA yang dihasilkan. VFA merupakan produk akhir dari fermentasi karbohidrat

dan meru-pakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia (Parakkasi 1999).

Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut

didegradasi oleh mikroba rumen. Produks i VFA yang tinggi merupakan

kecukupan energi bagi ternak. Pengaruh persentase inokulum dan level kromium

terhadap kandungan VFA (% BK) disajika n pada Tabe l 13.

Konsentrasi VFA yang dihasilkan dalam penelitian ini (Tabel 12) berkisar

antara 83,51-143,56 mM, berarti masih dalam kisaran normal dimana VFA yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba antara 80-160 mM

(Suryapratama 1999). VFA total yang dihasilkan pada penelitian ini berada pada

kisaran kebutuhan untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen yang optimal.

Konsentrasi VFA total SSF-Cr lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, berarti

SSF-Cr lebih fermentabel dibandingkan pakan kontrol. Hal ini disebabkan oleh

aktivitas mikroorganisme pada SSF-Cr membantu menguraikan bahan makan dan

menyebabkan SSF-Cr lebih fermentabe l di rumen. Volatile fatty acid (VFA)

merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi

Page 103: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

74

Tabel 13 Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan VFA dan NH3 SSF-Cr (mM)

Persentase Inokulum (% BK)

Level Kromium Rataan 2mg/kg (A1) 4mg/kg(A2) 6mg/kg (A3)

Kandungan VFA 5% (B1) 117.94AB 124.50±0.58 AB 122.37 ±4.35 AB ±7.74

7.5% (B2) 106.39AB 143.56±10.30 A 83.51 ±39.39 AB ±5.07 10% (B3) 108.82AB 127.40±28.94 AB 99.82±26.29 AB ±40.06

Kandungan NH3 5% (B1) 4.57± 0.88 5.46±0.71 5.01±0.76 4.53±0.66

7.5% (B2) 4.09±0.71 4.67±0.52 5.52±0.14 4.85±0.63 10% (B3) 4.92±0.46 4.42±0.10 4.40±0.34 4.98±0.63

Rataan 4.52±0.73 4.76±0.76 4.58±0.37 4.79 Keterangan: Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata

(P<0.01).

utama ruminansia asal rumen. Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah

atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Oleh sebab itu,

produksi VFA didalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolok ukur

fermentabilitas pakan (Hartati 1998).

Terjadi interaksi antara persentase inokulum A. niger dengan level

kromium terhadap konsentrasi VFA (Tabel 13). Hal ini disebabkan oleh tingkat

degradasi bahan ke ring yang hampir sama. Pada perlakuan A3B2 konsentrasi

VFA paling rendah, diduga hal ini disebabkan oleh penggunaan VFA oleh

mikroba rumen untuk mensintesis protein mikroba dan juga untuk pembentukan

enzim, karena pada A3B2 terjadi kecernaan bahan kering dan bahan organik yang

nyata lebih rendah dibanding-kan perlakuan A3B3. Menurut Astriana (2009)

bahwa VFA pada ransum yang mengandung kromium organik dengan

Ganoderma lucidum adalah 125.8 mM, sedangkan pada penelitian ini yang

mengandung kromium organik dengan A. niger adalah VFA 103.96mM, hal ini

disebabkan kapang yang digunakan berbeda, sehingga pemanfaatan serat kasar

dari SSF-Cr oleh mikroba juga berbeda. Selain itu Ganoderma lucidum mampu

medegradasi lignin, sedangkan A. niger hanya mampu mendegradasi serat kasar.

Produksi VFA sebesar 117.94 mM terdapat pada perlakuan A1B1,

selanjutnya terjadi peningkatan pada perlakuan A2B1 dan turun pada A3B1

dibandingkan dengan A1B1, berarti pada persentase 5% inokulum dengan level

kromium 2, dan 4 mg/kg terjadi peningkatan jumlah VFA yang dihasilkan.

Page 104: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

75

Peningkatan jumlah VFA menunjuk-kan mudahnya pakan tersebut didegradasi

oleh mikroba rumen. Perlakuan A2B2 terjadi peningkatan VFA yang tertinggi

dibanding perlakuan lainnya yaitu 143.56 mM, hal ini disebabkan SSF-Cr yang

mengandung kromium organik 4 mg/kg dengan persentase inokulum 7.5%

memberikan asupan energi yang optimal bagi ternak, sehingga VFA yang

dihasilkan lebih tinggi. Konsentrasi tersebut sesuai dengan pernyataan

Suryapratama (1999) bahwa kisaran optimum produksi VFA total bagi

kelangsungan hidup ternak ruminansia yaitu antara 80 – 160 mM.

Pengaruh Persentase inokulum dan leve l kromium terhadap kandungan NH3 SSF-Cr (mM)

Amonia (NH3) diproduksi bersama dengan peptida dan asam amino yang

akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba.

Produksi NH3 berasal dari protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik. Di

dalam rumen protein dihidrolisis pertama kali oleh mikroba rumen. Tingkat

hidrolisis protein tergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kadar NH3

(Arora 1995). NH3 merupakan sumber nitrogen utama untuk sintesis protein

mikroba, oleh karena itu konsentrasinya dalam rumen merupakan suatu hal yang

perlu dipe rhatikan.

Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan

NH3 SSF-Cr (%BK) dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil analisis sidik ragam

menunjukkan bahwa fermentabilitas SSF-Cr tidak memperlihatkan perbedaan

antar perlakuan (P>0.05). Rataan produksi NH3 dalam penelitian ini adalah 4.79

mM, nilai tersebut berada pada kisaran produksi NH3 di dalam rumen yang

mendukung pertumbuhan mikroba rumen yaitu pada kisaran 4 – 12 mM (Erwanto

et al. 1993). Hal ini berarti inkorporasi A. niger dengan kromium pada SS

berfluktuasi dalam memproduksi NH3. Suplementasi kromium pada level 4

mg/kg Cr menghasilkan produksi NH3 lebih tinggi dari perlakuan lainnya, begitu

juga dengan 10% inokulum A. niger. Produksi NH3 pada SS adalah 4.55 mM,

sedangkan pada penelitian ini rataan produksi NH3 adalah 4.79 mM. Pada

penelitian ini terjadi peningkatan produksi NH3 sebanyak 5.27 %, berarti dengan

adanya penambahan kromium terjadi peningkatan NH3.

Page 105: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

76

Pengaruh persentase inokulum dan leve l kromium terhadap kandungan kecerna-an bahan kering (% BK)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kecernaan bahan kering

berkisar antara 9.63% - 141.47% dan bahan organik antara 4.60% - 197.77%.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan A3B3 memiliki kecernaan bahan

kering dan bahan organik yang nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan

perlakuan lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh degradasi serat sawit

pada penggunaan inokulum 10% A. niger lebih cepat dibandingkan dengan

perlakuan lainnya, sehingga dengan lama fermentasi yang sama, jumlah bahan

kering dan bahan organik yang dirombak oleh A. niger menjadi lebih banyak.

Pengaruh persentase A. niger dan level CrCl3 yang dilakukan memberikan respon

yang berbeda terhadap persentase peningkatan kecernaan bahan organik dan

bahan kering. Level Cr 2 dan 4 mg/kg memberikan respon yang sangat nyata

dengan level Cr 6 mg/kg dan A. niger 10% (A3B3). Terjadinya peningkatan

persentase peningkatan kecernaan bahan organik dan bahan kering diduga akibat

kinerja mikroba rumen yang semakin aktif karena suplai energi yang cukup

sebagai akibat dari pengaruh persentase A. niger dan leve l CrCl3Hasil kecernaan bahan kering (Tabel 14) memperlihatkan kisaran antara

9.14% - 22.07% dan bahan organik antara 7.17% - 21.35%. Hasil uji statistik

menunjukkan bahwa perlakuan A3B3 memiliki kecernaan bahan kering yang

nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan

oleh degradasi serat sawit pada penggunaan inokulum 10% dan kromium 6 mg/kg

lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga dengan lama

fermentasi yang sama, jumlah bahan kering yang dirombak oleh A. niger

menjadi lebih banyak.

.

Menurut Parakkasi (1999) bahwa kecernaan zat makanan dapat

dipengaruhi oleh umur ternak, level pemberian, dan kadar zat makanan yang

dikandungnya. Ternak ruminansia dapat memecah dan menggunakan sebagian

karbohidrat struktural (selulosa dan hemiselulosa) dengan bantuan mikroba

rumen. Parakkasi (1999) juga menambahkan bahwa dengan adanya bantuan

mikroba rumen akan meningkatkan kecernaan bahan makanan yang mengandung

karbohidrat struktural (karbohidrat pembangun); kandungan lignin dan silika pada

Page 106: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

77

Tabel 14 Pengaruh pe rsentase A. niger dan level Kromium yang berbeda terhadap kecernaan bahan ke ring dan kecernaan bahan organik serat sawit fermen-tasi in vitro (%)

Persentase Inokulum (% BK)

Level Kromium (mg/kg)

2mg/kg (A1) 4mg/kg(A2) 6mg/kg (A3) Kecernaan Bahan Kering

5% (B1) 11.75B 10.21±0.22 B 10.02 ±1.19 B ±0.11 7.5% (B2) 10.41 B 9.14 ±0.04 B 11.82 ±0.02 B

10% (B3) ±1.72

10.11 B 11.78 ±1.74 B 22.07 ±0.30 A

Kecernaan Bahan Organik ±0.72

5% (B1) 10.72B 8.52±0.02 BC 7.50±1.45 C±0.28 7.5% (B2) 8.5BC 7.17±1.28 C 10.40±0.44 B

10% (B3) ±1.34

8.82BC 9.45B±1.78 C 21.35±1.72 A±0.27 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).

bahan makanan dapat mempengaruhi produksi energi metabolis (ME), karena

bahan makanan yang memiliki kandungan lignin dan silika tinggi akan lebih sulit

dicerna, sehingga lebih banyak energi dari bahan makanan tersebut yang keluar

melalui feses.

Tilman et al. (1998) mengatakan bahwa hewan tidak menghasilkan enzim

untuk mencerna serat kasar dan hemiselulosa, tetapi mikroorganisme dalam suatu

saluran pencernaan menghasilkan selulase dengan hemiselulase yang dapat

mencerna selulosa dan hemiselulosa, juga dapat mencerna pati dan karbohidrat

yang larut dalam air menjadi asam-asam asetat, propionat, dan butirat.

Serat adalah lignin dan polisakarida yang merupakan dinding sel

tumbuhan dan tidak tercerna oleh cairan sekresi dalam saluran pencernaan.

Kandungan serat dalam dinding sel dapat diekresikan dengan metode Neutral

Detergen Fiber (Arora 1995) sehingga kemampuan serat dapat dipisahkan. Jika

kandungan lignin dalam bahan pakan tinggi maka koefisien cerna pakan menjadi

rendah (Sutardi 1990 ).

Pengaruh persentase inokulum dan level kromium terhadap kandungan kecerna-an bahan organik SSF-Cr (%BK)

Pengaruh persentase inokulum Aspergillus niger dan Kromium berbeda

nyata terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik (Tabel 14 ) ada yang

hilang, yang nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini

Page 107: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

78

kemungkinan disebabkan oleh degradasi serat sawit pada penggunaan inokulum

10% dan kromium lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga

dengan lama fermentasi yang sama, jumlah bahan organik yang dirombak oleh

A. niger menjadi lebih banyak.

SIMPULAN

Inkorporasi Cr oleh A. niger tidak berpengaruh terhadap kandungan

protein, serat kasar, NDF, ADF, emiselulosa, selulosa dan NH3, tetapi

berpengaruh terhadap VFA, kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan

organik. Penggunaan persentase inokulum A. niger 10% dan level kromium 6

mg/kg bahan memberikan hasil serat sawit fermentasi dan inkorporasi Cr yang

terba ik

DAFTAR PUSTAKA [AOAC] The Association of Official Analytical Chemists. 1995. Method of

Analysis. 16thEd. Washington DC. Assoc Agric Chemist. Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta. Gajah

Mada University press. Astriana D. 2009. Fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum ruminansia

yang disuplementasi dengan kromium organik dan lingzhi [skripsi]. Bogor : Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB.

Atmosukarto K, Rahmawati M. 2004. Terapi nutrisi kromium untuk penderita

diabetes. Cermin Dunia Kedokteran No. 143:51-53 Burton JL. 1995. Supplemental chromium : its benefits to the bovine immune

system. Anim. Feed Sci. Tech. 53:117 Cary EE, Allaway WH. 1971. Determination of chromium in plants and other

biological materials. J. Agric. Food Chem. 19:1159-1167 Church DC. 1993. The Ruminant Animal : Digestive Physiology and Nutrition.

Waveland Press. Combs GF. 1992. The Vitamins, Fundamental Aspect in Nutrition and Health.

San Diego. Academic Press, Inc. Admission of Harcourt Brace & Company.

Page 108: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

79

Demirci A, Pornetto AL, 2000. Enhanced organically bound chromium yeast

production. J. Agric Food Chem 48:531-536. Erwanto, Sutardi T, Sastradipradja D, Nur MA. 1993. Effects of ammoniated

zeolite on metabolic parameters of rumen microbes. Indon J Trop Agric 5(1) : 5-9

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.

Diterjemahkan oleh Hardjono Sastrohamidjojo. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press..

General Laboratory Procedures. 1996. Department of Dairy Science. Madison.

University of Wisconsin. Groff JL, Gropper SS. 2000. Advanced Nutrition an Human Metabolism.

Belmont, CA. USA. Third Edition. Wadsworth Thomson Learning. Hartati E. 1998. Supplementasi minyak lemuru dan seng ke dalam ransum yang

mengandung silase pod kakao dan ure untuk memacu pertumbuhan sapi Holstein jantan [Disertasi]. Bogor. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Jamarun N, Nur YS dan Jurnida R. 2000. Biokonversi serat sawit dengan

Aspergillus niger sebagai pakan ternak ruminansia. Laporan Penelitian Hiba h Bersaing II 1999/2000. Padang. Fakultas Peternakan Universitas Anda las .

Jamarun N, Nur YS, Rahman J. 2001. Pemanfaatan serat sawit fermentasi

sebagai pakan ternak ruminansia. Panduan Seminar dan Abstrak. Pengembangan peternakan berbasis sumberdaya lokal. Bogor. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Krishna C. 2005. Solid-state fermentation systems-an overview. Crit Rev

Biotechnol 25:1-30. Lelono EB, Isnawati. 2007. Peranan iptek nuklir dalam eksplorasi hidrokarbon.

Puslitbang Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. JFN, Vol1 No2, p:79-92.

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia

Press. Jakarta. Lyons TP. 1995. Biotechnology in the Feed Industry a Look Forward and

Backward. Alltech Asia-Pasific Lecture Tour. Moore E, Landeker. 1992. Fundamental of Fungi. Frentice Hall, Inc., New

York.

Page 109: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

80

Nur YS. 2006. Efisiensi penggunaan protein bungkil inti sawit yang difermentasi

dengan Aspergillus niger sebagai pakan broiler. Prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan Masyarakat Peternakan Di Bidang Agribisnis untuk Mendukung Ketahanan Pangan Semarang, 3 Agustus 2006. ISBN:979-704-485-8

Nur YS. 1998. Pemanfaatan enzim selulase dari Aspergillus niger pada

biokonversi dedak padi untuk pakan ternak. Penelitian Dosen Muda /BBI 1997/1998. Lembaga Penelitian Universitas Andalas Padang.

Nur YS, Sofyan LA, Syarief R, Sugandi D. 1993. Peningkatan nilai gizi onggok

dengan kultur campuran Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae sebagai pakan broiler. Prosiding Workshop Teknologi Lingkungan. Jakarta. DTPLH. BPPT..

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta.

Universitas Indonesia. Pechova A, Pavlata L. 2007. Chromium as an essential nutrient: a review.

Veterinarni Medicina 52(1):1-18 Suryapratama W. 1999. Efek suplementasi asam lemak volatile bercabang dan

kapsul lisisn serta treonin terhadap nutrisi protein sapi Holstein [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sutardi T. 1990. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Bogor. Departement

Ilmu Makanan Ternak Fapet Institut Pertanian Bogor. Tilley JWA, Terry RA. 1963. Two-Stage technique for the in-vitro digestion of

forage crops. J. British Grasslandsoc. 18:104-111. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosukojo S.

1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.

Van Soest PJ. 1994. Nutritional Ecology of Ruminant Metabolism. Cornell

University Press. Zetić VG

, Stehlik-Tomas V, Grba S, Lutilsky L, Kozlek Z. 2001. Chromium uptake by Saccharomyces cerevisiae and isolation of glucose tolerance factor from yeast biomass. Journal of Biosciences. Vol 26, Issue : 2, p:217-223

Page 110: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

V. PEMANFAATAN SERAT SAWIT-Cr ORGANIK FERMENTASI SEBAGAI PENGGANTI RUMPUT LAPANGAN TERHADAP

PERFORMA DAN KUALITAS DAGING

ABSTRACT This study aimed to obtain a complete ration formula for sheep based on fermented palm press fiber containing organic Cr as an alternative for native grass. The complete rations were formulated to have 64% TDN and 12.50%. protein to feed lambs with body weight ranged from 12-16 kg. Levels of fermented palm press fiber (FPPF) in the ration were : A = 0% FPPF + 60% Native grass (NG) + 40% concentrate, B = 15% FPPF+ 45% NG + 40% concentrate, C = 30% FPPF + 30% NG40% concentrate, D = 45% FPPF+ 15% NG + 40% concentrate. Variables observed in this study were: dry matter and nutrients consumption, body weight gain, feed conversion and digestibility. For meat production variables were carcass weight and meat chemical composition. The physical properties of meat were meat color, meat pH, meat water holding capacity, the percentage of intramuscular fat, and fatty acid composition of saturated and unsaturated fatty acids and chromium content of sheep meat. Experimental design used was Block Randomized Design with 4 treatments and 4 replicates. Types of rations serve as treatments and differences in body weight of sheep as block. The results showed that consumption of DM, protein, crude fiber (CF) Nitrogen free extract (NFE) on treatment A, B and C were significantly higher (P <0.01) compared with treatment D. Digestibility of DM, CF, Fats and NFE was similar in each treatment (P> 0.05), whereas the digestibility of protein in the treatment A, B and D was higher (P <0.01) compared to treatment C Sheep body weight gain (P> 0.05), nitrogen retention (P <0.01), meat cholesterol, meat chromium, chromium liver, in the treatment D were significantly higher (P <0.01) compared to treatment A, B and C, while the water content, protein, fat and meat fatty acids did not differ significantly (P> 0.05), meat pH, tenderness of meat, cook ing shrinkage, water holding capacity of meat did not differ significantly (P> 0.05), meat color on D treatment was more bright compared to treatment A, B and C and feed conversions in the treatment A and D were lower (P <0.01) than treatments B and C. Based on the research results it can be concluded that ration containing 45% Cr-FPPF combined with 40% concentrate and 15%. Key words: FPPF, complete ration, sheep, performance, meat quality

Pendahuluan

Latar Belakang

Domba lokal adalah jenis ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara

dan penting dalam kehidupan petani di pedesaan. Domba lokal mempunyai

potensi mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan memiliki

Page 111: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

82

sifat seasonal polyestroes sehingga dapat beranak sepanjang tahun. Domba

mempunyai perdagingan sedikit dan disebut juga domba kampung atau negeri

(Murtidjo 1993).

Serat sawit (SS) merupakan produk samping pengolahan kelapa sawit

yang berpotensi sebagai bahan pakan ternak ruminansia terutama domba. Serat

sawit yang diperoleh dari industri minyak sawit di Indonesia akan terus

meningkat sejalan dengan meningkatnya luas area penanaman kelapa sawit.

Dengan luas perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia yakni 7 juta Ha (90

% nya berproduksi), jumlah serat sawit yang dihasilkan adalah sebesar 16,888

metrik ton BK/th. Hal ini merupakan potensi yang besar untuk dijadikan pakan

ternak, terutama ternak ruminansia. Beberapa peneliti memanfaatkan serat sawit

sebagai bahan baku penyusunan ransum untuk ternak domba (Jamarun et al. 2001;

Purwaningrum 2003; Rahman et al. 2007; Agustin 2010). Beberapa penelitian

tentang potensi serat sawit sebagai pengganti pakan hijauan juga telah dilakukan

diantaranya ada lah penelitian yang dilakukan Jamarun et al (2001) melaporkan

bahwa SS yang mendapat pengolahan dengan amoniasi kemudian difermentasi

dengan Aspergillus niger dapat digunakan sebagai pengganti hijauan sebanyak

25% dalam ransum. Purwaningrum (2003) mengatakan bahwa pemanfaatan SS

yang mendapatkan pengolahan dengan Trichoderma harzianum diperoleh SS dan

LSKS (limbah serat kelapa sawit) dengan rasio 1:2, dan digunakan sebagai

pengganti hijauan konvensional dengan taraf 50% dan lebih dari itu akan

menurunkan kecernaan dan keracunan amonia.

Kromium penting di dalam metabolisme karbohidrat, selain itu juga

dibutuh-kan dalam metabolisme lemak dan protein (Davis & Vincent 1997, NRC

1997), asam nukleat dan mencegah stress. Kromium juga berperan dalam sistem

kekebalan tubuh dan konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3), yaitu

hormon yang berperan dalam meningkatkan laju metabolisme karbohidrat, lemak

dan protein di dalam hati, ginjal, jantung dan otot serta meningkatkan sintesis

protein (Burton 1995). Suplemen-tasi Cr ke dalam pakan lebih menguntungkan

apabila diberikan dalam bentuk Cr organik. Kromium dalam bentuk trivalen yang

tidak beracun sangat sulit diserap. Pada beberapa kasus, Cr organik yang

dikonsumsi manusia lewat makanan 98% tidak diserap dan dikeluarkan lewat

Page 112: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

83

feses, sebaliknya ketersediaan Cr organik cukup tinggi yaitu antara 25 sampai

30% (NRC 1997). Suplementasi kromium pada silase jagung dapat menurunkan

kortisol dan meningkat-kan respon imun anak sapi (Chang and Mowat 1992).

Kemampuan A. niger dalam menginkorporasikan kromium inorganik ke

da lam komponen miselium perlu didukung dengan kajian secara nutrisi manfaat

produk hasil inkoporasi tersebut. Unsur kromium dalam produk hasil inkorporasi

oleh A. niger diharapkan dapat digunakan dan berperan aktif dalam tubuh ternak.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula ransum komplit

domba secara optimal dan untuk menghasilkan daging domba yang berkualitas,

baik dikonsumsi untuk penderita diabetes.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilakukan di laboratorium lapang dan laboratorium mikrobiologi dan biokimia, kandang metabolik Fakultas Peternakan IPB serta PPSHB IPB Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Desember 2007 yang meliputi pembuatan serat sawit fermentasi penelitian, percobaan makanan pada ternak domba dan analisis di laboratorium. Penelitian ini meng-gunakan serat sawit yang diperoleh dari pabrik pengolahan kelapa sawit PT Incasi Raya di Padang dan Malimping Banten. Dedak diperoleh dari penggilingan padi di Cilubang Bogor. Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH kristal (teknis), Kromium (CrCl3.6H2O), trypthopan, Aspergillus niger dan aquadest diperoleh dari toko bahan kimia di Bogor.

Metode Penelitian

Ransum disusun untuk memenuhi kebutuhan domba lokal dengan berat

badan berkisar 12 – 16 kg. Perbandingan penggunaan hijauan segar dan pakan

komplit adalah 60:40 berdasarkan bahan kering. Bahan pakan terdiri dari rumput

lapangan, SSF, polard, jagung, bungkil kedelai, molases, NaCl, cattle mix, CaCO3

dan garam, pakan diberikan berupa rumput lapangan segar dan pakan komplit.

Ransum perlakuan dan bahan penyusun ransum komplit disajikan pada Tabel 15

dan Tabel 16.

Page 113: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

84

Perlak uan Penelitian

Adapun faktor perlakuan dalam penelitian ini adalah serat sawit

fermentasi digunakan untuk menyusun 4 macam ransum komplit dengan TDN

64% dan Protein 12.50%. Level pemanfaatan serat sawit terfermentasi dalam

ransum yaitu:

A = 0% SSF + 60% rumput lapangan + 40% konsentrat B = 15% SSF + 45% rumput lapangan + 40% konsentrat C = 30% SSF + 30% rumput lapangan + 40% konsentrat D = 45% SSF + 15% rumput lapangan + 40% konsentrat SSF = serat sawit fermentasi

Tabel 15 Formula ransum penelitian

Bahan Makanan

Perlakuan A B C D

R 60 45 30 15 SSF 0 15 30 45 Pollard 18.5 18.5 18.5 18.5 Jagung 10 10 10 10 B. kedelai 5 5 5 5 Molases 5 5 5 5 NaCl 0.5 0.5 0.5 0.5 Cattle mix 0.5 0.5 0.5 0.5 CaCO3 0.5 0.5 0.5 0.5 Total (%) 100.00 100.00 100.00 100.00 PK (% BK) 12.14 12.53 12.52 13.32 TDN(%) 64.81 64.54 64.27 64.00 Keterangan : A = Kontrol ( 60% RL + 40% konsentrat), B = 15% SSF-Cr + 45% RL, C = 30%

SSF-Cr + 30% RL, D = 45% SSF-Cr + 15% RL, SSF-Cr = serat sawit fermentasi-Cr, RL = rumput lapangan

Tabel 16 Kompo sisi kimia pakan domba penelitian

Komposisi kimia

(%)

Pakan

Rumput lapangan Konsentrat SSF

Bahan kering 24.22 86.51 85.79 Protein 8.29 16.92 6.03 Serat kasar 25.04 5.59 33.80 Lemak 1.46 2.77 1.60 A b u 9.36 8.18 3.99 BETN 50.87 66.54 54.58 TDN 56.00 78.01 54.21 Cr (ppm/BK) 11.34 7.53 10.78 Keterangan: SSF= serat sawit fermentasi

Page 114: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

85

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah: kandungan nutrisi

meliputi bahan kering, protein kasar (metoda Kjedhal), konsumsi, pertambahan

bobot badan , konversi pakan dan kecernaan juga diukur sebagai tolok ukur

kualitas ransum. Untuk produksi daging peubah yang diukur adalah produk karkas

dan komposisi kimia daging. Sifat fisik daging yang diukur warna daging, pH

daging, daya mengikat air daging, persentase lemak intramuskuler, dan komposisi

asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh (Kromatografi gas) serta kandungan

kromium daging domba. Ransum dicobakan pada 20 ekor domba sebagai hewan

model untuk menjelaskan pola pertumbuhan.

Kegiatan yang dilakukan pada penelitian ini :

1. Pembuatan serat sawit fermentasi dengan menggunakan 10% A niger dan

6 mg Cr/kg substrat serta penambahan 600 ppm tripthopan (1.20gr/100ml)

serat sawit yang digunakan setelah diperam 2.5% NaOH selama 24 jam

dan dicuci sampai NaOH nya hilang selanjutnya dikeringkan.

2. Persiapan kandang

3. Sebelum domba dimasukkan kandang dibersihkan desinfektan, kemudian

dimasukkan domba secara acak dan diberi obat cacing

4. Dilakukan periode adaptasi selama 1.5 bulan

5. Dilakukan periode pengamatan selama 125 hari

6. Periode koleksi dilakukan 7 hari

7. Pada masa ini dilakukan penampungan feses dan urine, pengambilan

sampel hijauan dan konsentrat.

Metode Analisis

1. Pertambahan Bobot Badan

Diperoleh dari mengurangkan bobot badan akhir dengan bobot badan awal

dibagi lama waktu pengamatan, penimbangan bobot badan ternak dilakukan setiap

minggu.

2. Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan harian dihitung berdasarkan jumlah pakan segar yang

disediakan dikalikan dengan kandungan bahan keringnya dikurangi sisa pakan

Page 115: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

86

dikalikan dengan bahan kering sisa pakan tersebut, dengan menggunakan

timbangan. Penentuan kebutuhan konsumsi bahan kering atau Dry Matter Intake (DMI)

didasarkan pada rekomendasi Kearl (1982) dengan mempertimbangkan hasil evaluasi

pada masa adaptasi yakni 3,6 persen dari berat badan ternak.

3. Konve rsi Pakan

Diperoleh berdasarkan jumlah konsumsi bahan kering pakan dibagi

dengan kenaikan bobot badan per satuan waktu.

4. Kecemaan Zat Makanan

Ditentukan dengan metode koleksi total (Harris, 1970). Koleksi total

dilaksanakan selama 7 hari berturut-turut. Setiap hari selama periode koleksi

tersebut konsumsi ransum diukur, begitu juga dengan pengeluaran feses dan urine.

Sampel feses dan urine diambil sebanyak 10% dari total harian. Sampel harian

feses dan urine dikomposit dan dianalisis kadar zat makananya dengan analisis

proksimat. Kecemaan zat makanan dihitung sebagai berikut :

Zat makanan yang dikonsumsi – zat makanan dalam feses Kecernaan = ------------------------------------------------------------------------- x 100% Zat makanan yang dikonsumsi 5. Retensi Nitrogen

Dihitung dari besarnya konsumsi nitrogen dikurangi dengan jumlah

nitrogen da lam feses dan urine. Besarnya retensi nitrogen dapa t dinyatakan :

RN (g/h) = KN – (NF+NU)

Dimana : RN = retensi nitrogen NF = nitrogen feses KN = konsumsi nitrogen; NU = nitrogen urine

6. Pemotongan dan Pengkarkasan

Setelah mencapai target lama pemeliharaan/penggemukan yaitu enam

minggu domba dipotong tanpa pembiusan (stunning) pada bagian leher atas dekat

rahang bawah sampai semua pembuluh darah, trachea dan oesophgus terputus.

Pemotongan ternak d ilakukan tanpa pemuasaan domba terlebih dahulu.

Kepala dipisah dari tubuh pada sendi occipito atlantis, kaki depan

dipotong pada sendi carpo metacarpal dan kaki belakang pada sendi tarso

metatarsal. Bagian-bagian tersebut kemud ian ditimbang. Tubuh hewan tanpa

Page 116: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

87

kepala dan kaki digantung pada paha belakang dekat tendo achiles. Kulit dilepas

dengan hati-hati sehinggal m. cutaneus trunci tetap melakat pada karkas.

Sebelum jeroan dikeluarkan, rektum dipisahkan dari anus da n di ikat

supaya feses tidak mencemari karkas. Jeroan dikeluarkan melalui sayatan lurus

ditengah-tengah perut hingga tulang dada. Karkas disimpan di dalam ruang

pendingin (chiller) selama 24 jam. Pada hari berikutnya dilakukan penguraian

Karkas yang telah didinginkan ditimbang untuk memperoleh bobot karkas

dingin. Setelah lemak pelvis dan ginjal dipisah, karkas sebelah kiri dipotong

menjadi beberapa potongan komersial yaitu leg, loin, rack, shoulder, neck, shank,

breast, dan flank (Lawrie 2003). Sampel daging otot longisimus dorsi pada

potongan dari persendian thoracic vertebrae ke-12 dan ke-13 sampai dengan

lumbar certebrae ke 6 dari setengah karkas bagian kiri dipisahkan. Sampel daging

tersebut diblender kemudian diambil secara acak untuk dianalisa kandungan asam

lemak dan kolesterolnya.

Bobot Awal

Diperoleh dari pernimbangan bobot domba sebelum dilakukan perlakuan.

7. Bobot Potong

Diperoleh dari penimbangan yang dilakukan sebelum pemotongan.

8. Bobot Tubuh Kosong

Diperoleh dari pengurangan bobot potong dengan bobot digesta.

9. Warna Daging

Ditentukan dengan Standards Meat Fat Colours da ri AUSTRALIAN

MEAT (1997), lemak pada longisimus dorsi

10. Kadar Air dan Bahan Kering Daging

Nilai bahan kering daging diperoleh dengan cara cawan kosong yang

digunakan ditimbang (a gram). Kedalam cawan dimasukkan sample daging lalu

ditimbang (b gram). Cawan yang berisi sampel daging disimpan dalam oven yang

bersuhu 105°C sekama 24 jam. Setelah 24 jam dikeluarkan dari oven, kemudian

didinginkan pada deskator selama 30 menit. Setelah itu cawan tersebut ditimbang

(c gram).

Page 117: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

88

Bahan kering daging = (100) – Kadar air daging) %.

11. pH Daging

Pengukuran pH daging dilakukan dengan menggunakan pH meter merk

Corning. Sampel daging bagian Bicep femoris seberat 10 gram dihaluskan.

Kemudian, daging yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam beker glass dan

diencerkan dengan akuades sampai 100 ml, selanjutnya diblender selama satu

menit agar sampai menjadi lebih homogeny. Sebelum pH daging diukur,

thermometer harus dikalibrasi dulu dengan pH standard. Sampel daging siap

diukur derajat keasamannya.

12. Daya Mengikat Air (Water Holding Capacity) dagi ng

Pengukuran dilakukan dengan metode tekan menurut Hamm (Swatland

1994). Sampel daging sebanyak 0,3 g diletakkan diantara dua kertas saring

Whatman 41 dan dijepit dengan alat pressure guage merk Chattllon bertekanan 35

kg/m2

Luas daerah basah (cm

selama 5 menit. Luas daerah basah adalah luas air yang diserap kertas

saring akibat penjepitan dan diperoleh dari selisih luas lingkaran luar dan dalam,

pada kertas saring. Pengukuran lingkaran tersebut dilakukan dengan

menggunakan planimeter merk Hruden. Bobot air bebas yang terlepas karena

proses penekakan dapat dihitung berdasarkan rumus dibawah ini: 2

Mg H2O = - 8,0 0,0948

)

mg H2O % Air bebas = x 100% 300 g

DMA = Kadar air total – Kadar air bebas (%)

13. Keempukan Daging

Nilai keempukan daging ditentukan dengan metode shear press menurut

Warner-Blatzer (Bouton et al., 1971). Pengukuran keempukan daging dilakukan

secara objektif. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan kg/cm2. Cara kerja

alat ini adalah sebagai berikut, sampe daging seberat 150 gram dimasukkan ke

dalam air rebusan, sebelum itu thermometer bimetal ditancapkan hingga

menembus bagian dalam sampel daging, kemudian direbus hingga thermometer

bimetal menunjukkan angka 80oC, sampel diangkat dan didinginkan. Setelah itu

Page 118: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

89

sampel daging dicetak dengan alat pencetak daging (corer) yang berdiameter 1,27

cm. Potongan-potongan daging tersebut diukur keempukan-nya dengan

menggunakan alat berskala (kg/cm2

14. Susut Masak Daging

) Warner Blatzer.

Dihitung berdasarkan selisih berat sampel awal dikurangi dengan berat

sampel yang telah konstan. Sampel yang digunakan terlebih dahulu ditimbang

sebelum dilakukan perebusan dan ditancapkan thermometer bimetal hingga

menembus bagian dalam daging. Kemudian direbus hingga suhu dalam daging

80o

15. Pengukuran kadar N-amonia (

C, lalu diangkat. Sampel tersebut didinginkan sampai mencapai berat konstan,

setelah itu ditimbang sebagai berat akhir sampel konstan.

) cairan rumen

Kadar ditentukan dengan teknik Microdifusi Conway (General

Laboratory Procedures 1966).

16. Pengukuran Asam Lemak Volatile (VFA)

Pengukuran VFA ditentukan dengan desetilasi uap (General Laboratory

Procedures, 1966).

18. Populasi total Bakteri

Populasi bakteri rumen dicacah menggunakan metode pancacahan koloni.

Bakteri yang dicacah hanya yang hidup. Prinsip perhitunganya adalah cairan

rumen diencerkan secara serial lalu dilakukan pembiakan bakteri dalam tabung

selama 7 hari. Kultivasi bakteri dilakukan pada pH 7, dibuat suasananya anaerob,

dan pada suhu 39°C. Media pembiakan yang digunakan adalah non selektif

media untuk total bakteri. Prosedur yang dilakukan adalah menurut Suryahadi

(1990).

19. Komposisi Asam Lemak Daging

Lemak daging diekstraksi dengan petroleum benzena dengan metode Soxhlet.

Analisa komposisi asam lamak sesuai dengan AOAC (1995).

20. Kolestrol Daging

Analisa kolestrol daging dilakukan sesuai dengan metode yang dimodifikasi

Tangendjaja et al. (1983).

Page 119: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

90

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 kelompok. Jenis ransum berfungsi sebagai

perlakuan dan perbedaan bobot badan domba sebagai kelompok. Data yang

diperoleh dari peneitian ini diolah secara statistik dengan analisis keragaman. Jika

analisis keragaman menunjukkan perbedaan nyata maka dilakukan uji Duncan`s

Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Konsumsi Zat Makanan pada Domba

Jumlah bahan kering yang dapat dimakan oleh seekor ternak selama satu

hari perlu diketahui. Dengan mengetahui jumlah bahan kering yang dimakan

dapat dipenuhi kebutuhan seekor ternak akan makanan yang perlu untuk hidup

pokok, pertumbuhan dan produksinya. Konsumsi tergantung dari hijauan saja

yang dibe rikan atau bersamaan dengan konsentrat. Konsumsi bahan kering untuk

ternak domba menurut Devendra dan Burn (1994) yang menyatakan bahwa

kebutuhan BK pada domba adalah sekitar 2,8 – 4,9% dari bobot badan.

Hasil penelitian tentang konsumsi bahan kering (BK) selama penelitian

dapat dilihat pada Tabel 17. Konsumsi BK menunjukkan berbeda sangat nyata

(P<0,01), ini menggambar-kan bahwa tingkat konsumsi BK dipengaruhi oleh

perlakuan, domba yang mendapat suplemen Cr organik dari fungi A. niger dengan

substrat serat sawit (SSF-Cr organik) menunjukkan konsumsi yang lebih rendah

daripada kontrol. Hal ini dimungkinkan perbedaan persentase SSF didalam

ransum masing-masing perlakuan, walaupun kandungan nutrisinya hampir sama.

Persentase BK yang dikonsumsi dari pe rlakuan A-D adalah sebesar 571.3

- 405.07 g/eko r/hr. Adanya respon konsumsi pakan yang berbeda disebabkan

karena kandungan dan kualitas gizi pakan menurun, terutama serat kasar

meningkat dan nutrisi tercerna dan aroma menurun sehingga palatabilitas rendah

yang mengakibatkan konsumsi pakan menurun. Selain itu, keragaman konsumsi

pakan disebabkan oleh status ternak dan bobot badan bervariasi dengan ternak

yang lebih besar mengkonsumsi pakan lebih banyak, hal ini berhubungan dengan

kapasitas tampung lambung berbeda.

Page 120: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

91

Tabel 17 Pengaruh ransum perlakuan terhadap konsumsi pakan (g/ ekor/hr)

Peubah Perlakuan A B C D

Konsumsi BK 571.3A 568.99±22.45 A 534.54±107.65 A 405.07 ±90.61 B±64.52 Konsumsi PK 85.41 A 77.19 ±3.01 A 67.86 ±14.34 B 49.16±11.16 C

Konsumsi SK ±6.79

91.71 A 101.09 ±5.81 A 105.44 ±22.77 A 78.85 ±18.64 B

Konsumsi Lemak ±15.61

11.78 A 11.87 ±0.36 A 10.79 ±1.90 A 8.32 ±1.81 B

Konsumsi BETN ±1.31

331.84A 334.46 ±11.58 A 310.88 ±58.4 A 236.45 ±52.57 B ±38.41 Keterangan: A = Kontrol ( 60% RL + 40% konsentrat), B = 15% SSF-Cr + 45% RL,

C = 30% SSF-Cr + 30% RL, D = 45% SSF-Cr + 15% RL, SSF-Cr = serat sawit fermentasi-Cr, RL = rumput lapangan. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0.01)

Pada penelitian ini (Tabel 17) terlihat bahwa konsumsi BK antara 405.07

- 571.3 g/ekor/hr. Data ini menunjukkan bahwa konsumsi BK menurun secara

nyata dari perlakuan A ke perlakuan D (P<0.01). Hal ini disebabkan bertambah

banyaknya level serat sawit fermentasi yang diberikan untuk pengganti rumput

lapangan menyebabkan palatabilitas ransum menurun. Menurut Arora (1995)

bahwa beberapa pakan tertentu kurang palatabilitasnya dibandingkan pakan lain.

Konsumsi pakan akan lebih banyak jika aliran lewatnya pakan cepat, sedangkan

serat sawit fermentasi dengan kandungan serat kasar yang tinggi menyebabkan

laju makanan dalam sistem pencernaan akan lama karena but uh waktu yang

cukup guna mencerna. Besar kecilnya konsumsi BK dipengaruhi oleh kualitas

atau komposisi zat makanan dalam ransum. Komposisi BK dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain palatabilitas, jumlah zat makanan ransum yang

diberikan (Tillman et al 1998). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah

makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungny a

akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi

hewan tersebut (Tillman et al 1991). Pada perlakuan A, B, dan C berbeda tidak

nyata artinya, penggunaan SSF-Cr sampa i level 30 % da ri total ransum tidak

berpengaruh terhadap konsumsi bahan kering. Konsumsi pakan yang berbeda

tidak nyata untuk ketiga macam perlakuan tersebut diduga disebabkan kandungan

serat kasar, energi dan palatabilitas yang relatif sama dari ketiga macam ransum

perlakuan. Pada perlakuan D tidak terjadi peningkatan konsumsi BK ransum

walaupun mengandung susunan ransum dan Cr-organik yang sama. Diduga

peranan cr dalam penelitian inibelum menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini

Page 121: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

92

sesuai dengan hasil penelitian lain yang menunjukkan suplementasi kromium

tidak mempengaruhi konsumsi ransum (Amoiko n et al. 1995 dan Page et al.

1993). Status protein pakan yang hampir sama, mengingat masing-masing

perlakuan menggunakan jenis bahan penyusun pakan dan proporsi penggunaan

yang hampir sama pula, sehingga memungkinkan tingkat palatabilitas yang tidak

jauh berbeda. Wallace dan Newbold (1992) menjelaskan bahwa tingkat

palatabilitas dan status protein pakan serta tingkat kecernaan pakan dapat

mempengaruhi jumlah konsumsi pakan. Selanjutnya menurut Parakkasi (1999),

bahwa serat kasar mempunyai hubungan positif dengan tingkat konsumsi,

sehingga dengan kandungan serat kasar yang relatif sama pada ketiga macam

perlakuan menyebabkan konsumsi pakan berbeda tidak nyata. Menurut Arora

(1995), bahwa konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh laju pakan dalam rumen.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Parakkasi (1999), pakan yang berkualitas rendah dan

banyak mengandung serat kasar mengakibatkan jalannya pakan akan lebih lambat

sehingga ruang dalam saluran pencernaan cepat penuh. Selain itu yang membatasi

tingkat konsumsi adalah kebutuhan energi. Hewan akan mengkon-sumsi lebih

banyak agar dapat memenuhi kebutuhan energinya. Peningkatan SSF-Cr

mempengaruhi konsumsi bahan kering ransum, ini juga disebabkan kandungan

gizi SSF-Cr sangat mempengaruhi palatabilitas ransum. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Parakkasi (1999) bahwa tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh

ternak, makanan yang diberikan, lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara.

Faktor ternak dipengaruhi oleh bobot badan atau ukuran besarnya tubuh, bobot

badan dewasa, jenis kelamin, umur, faktor genetik dan tipe bangsa. Menurut

Aregheore (2001) konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan

jumlah dan efisiensi produktivitas ruminansia, dimana ukuran tubuh ternak sangat

mempengaruhi konsumsi pakan. Menurut NRC (1997) konsumsi bahan kering

domba yakni domba dengan bobot badan ± 12 kg, membutuhkan konsumsi bahan

kering 4 % dari bobot badan adalah 480 g. Berarti untuk perlakuan A, B, dan C

kebutuhan konsumsi bahan kering ransum sesuai dengan NRC (1985), sedangkan

untuk perlakuan D terjadi penur unan konsumsi bahan ke ring ransum

dibandingkan dengan NRC (1997).

Page 122: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

93

Secara fisik SSF-Cr memiliki bentuk seperti tepung yang masih kasar,

warna hitam kecoklatan dan bahu fermentasi. Menurut Kartadisastra (1997)

bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah

palatabilitas, yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti bau, rasa (hambar,

pahit, asin dan manis). Bentuk dan tekstur SSF-Cr yang hampir mirip dengan

tepung dan mudah dicampurkan pada konsentrat sehingga menghasilkan

konsumsi pakan yang tidak berbeda. Tekstur bahan pakan mempengaruhi

palatabilitas pakan dan palatabilitas berpengaruh pada tingkat konsumsi pakan

(Prawirodigdo et al. 1995). Rata-rata konsumsi bahan kering pada domba lokal

jantan yang mendapat ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 17.

Kemampuan ternak ruminansia mengkonsumsi makanan dipengaruhi oleh

faktor genetik, lingkungan, tingkat produksi, umur dan kesehatan ternak

sedangkan faktor dari ransum yaitu frekuensi pemberian dari keseimbangan gizi

(Siregar 1994). Konsumsi PK pada (Tabel 17) terlihat 24.12-85.41 g. konsumsi

ini menurun dengan banyaknya jumlah SSF-Cr yang diberikan pengganti rumput

lapangan disebabkan konsumsi BK juga menurun (P<0.01). Menurut Parakkasi

(2002) jumlah konsumsi dipengaruhi kecepatan degradasi, semakin cepat

penghancuran makanan semakin mudah ternak lapar dan mengkonsumsi makanan

lebih banyak. Konsumsi protein didapat dengan perkalian antara jumlah

konsumsi BK dengan presentase protein ransum (Soder & Gregorini 2010) .

Konsumsi protein merupakan faktor yang menentukan dari domba untuk

berproduksi ataupun berproduksi secara optimal. Menurut Davendra dan Burn

(1994), kebutuhan protein untuk hidup pokok sangat tergantung dari tipe ransum,

kualitas protein, tingkat energi juga kondisi ternak yang bersangkutan.Adapun

kebutuhan protein untuk hidup pokok menurut Tomaszewska et al. (1993)

berkisar 2,82g/kg0.75, diperlukan 0,195 g protein tercerna tiap gram pertambahan

bobot badan. Konsumsi PK dapat dilihat ada Tabel 17. Konsumsi PK antara tiap

perlakuan pakan menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01) Konsumsi serat

kasar da lam penelitian ini 41.45-105.44 g (Tabel 17) dan dalam analisa statistik

ternyata konsumsi serat kasar tersebut berbeda nyata (P<0.05). Konsumsi serat

kasar mula-mula cendrung meningkat, selanjutnya terjadi penurunan pada

perlakuan D dan E, hal ini disebabkan tingginya level SSF-Cr yang diberikan

Page 123: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

94

pada perlakuan E menyebakan konsumsi serat kasar juga terendah. Total

konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain komposisi bahan

makanan (Van Soest 1987). Pemberian protein yang tepat akan meningkatkan

sekresi LH yang akan meningkatkan persentase kebuntingan. Konsumsi BETN

penelitian antara 236.45 -334.46 g dan secara statistik berbeda nyata ( P<0.05).

Konsumsi ini turun seiring dengan turunnya konsumsi BK ransum. Konsumsi

terendah terdapat pada perlakuan D yaitu 236.45 g. Rendahnya konsumsi BETN

karena semua hijauan diganti dengan SSF-Cr dengan kandungan BETN SSF-Cr

lebih rendah dan serat kasarnya lebih tinggi. Kandungan BETN memberikan

gambaran kasar tentang banyaknya pati dari gula bahan makanan (Sutardi 1990).

Jumlah konsumsi dipengaruhi oleh kecepatan kecernaan semakin cepat

penghancuran makanan maka ternak semakin mudah lapar dan akan

mengkonsumsi makanan lebih banyak (Parakkasi 2002).

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kecernaan Zat Makanan pada Domba

Nilai kecernaan adalah persentase bahan makanan terkonsumsi yang tidak

didapatkan dalam feses dan dapat diserap oleh saluran pencernaan; jika

dinyatakan dalam persen maka disebut dengan koefisien cerna (Tillman et al.

1998). Faktor yang mempengaruhi daya cerna ransum menurut Anggorodi (1999)

yaitu suhu, laju pe rjalanan pakan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan

pakan, komposisi ransum, dan pengaruh terhadap perbandingan nutrien lainnya.

Hasil pengaruh ransum perlakuan terhadap kecernaan zat makanan pada domba

disajikan pada Tabel 18. Analisis sidik ragam memperlihatkan pengaruh perlakuan

yang tidak nyata (P>0.05). Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan adanya

suplemen katalitik yang memberikan pengaruh yang sama terhadap aktivitas mikroba

rumen pada setiap kombinasi perlakuan. Berbagai organisme memerlukan mineral

untuk pertumbuhannya, termasuk pula mikroorganisme dalam rumen.

Kecernaan BK ransum adalah 74.12 - 80.35% terlihat disini, kecernaan

menurun dengan semakin banyaknya pemakaian serat sawit fermentasi. Kualitas

pakan, bentuk fisik, komposisi kimia, jumlah kalori dalam pakan dan ukuran

partikel, faktor ternak dan tingkat pemberian pakan adalah faktor yang

mempengaruhi daya cerna dalam lambung sekaligus menentukan jumlah

Page 124: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

95

konsumsi pakan, jumlah zat makanan yang dicerna dari suatu bahan pakan

berhubungan erat dengan konsumsi (Tillman et al. 1998, Pond et al. 2005).

Tabel 18 Pengaruh ransum perlakuan terhadap kecernaan zat makanan (%)

Peubah Perlakuan

A B C D

Kecernaan BK 79.60±3.86 80.35±5.75 74.12±5.06 78.89±2.18 Kecernaan PK 82.33A 82.45±3.48 A 76.29±5.08 B 79.28±4.98 A

Kecernaan SK ±3.71

73.77±4.15 71.46±8.95 64.71±7.05 71.43±4.13 Kecernaan LK 80.27±5.12 84.46±8.34 74.06±4.30 82.92±2.24 Kecernaan BETN 82.41±4.05 83.83±4.65 78.85±4.52 82.89±2.81 Keterangan : A = Kontrol ( 60% RL + 40% konsentrat), B = 15% SSF-Cr + 45% RL, C = 30%

SSF-Cr + 30% RL, D = 45% SSF-Cr + 15% RL, SSF-Cr = serat sawit fermentasi-Cr, RL = rumput lapangan. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0.01)

Daya cerna protein kasar adalah 76.29-82.45% (P>0,05). Pada konsumsi

terlihat penurunan konsumsi protein tetapi daya cernanya hampir sama. Hal ini

disebabkan frekuensi pemberian pakan dan komposisi zat makanan yang

diberika n sama, sehingga aktifitas untuk mensintesa zat-zat makanan juga sama.

Penurunan atau peningkatan daya cerna protein disebabkan oleh keseimbangan

protein itu sendiri dengan zat-zat lain seperti energi dan serat kasar dan

tercernanya suatu makanan. Daya cerna PK yang sama juga disebabkan komposisi

ransum yang sama dan PK yang sama.serta energi ransum yang sama. Komposisi

ransum akan mempengaruhi kondisi pH, suhu rumen, populasi mikroba rumen

dan kemampuan protein itu sendiri untuk lolos ke pasca rumen, hal ini dapat

mempengaruhi kecernaan protein. Penambahan kromium organik yang berbentuk

SSF dalam ransum tidak menaikan konsumsi protein ransum, hal ini sesuai

dengan hasil penelitian lain yang menunjukkan suplementasi kromium tidak

mempengaruhi konsumsi ransum (Amoikon et al. 1995 dan Page et al. 1993).

Dalam proses pencernaan, protein dan urea mengalami degradasi oleh enzim

proteolitik yang dihasilkan oleh mikroba menjadi peptida. Peptida atau

oligopeptida yang terbentuk sebagian digunakan oleh mikroba untuk membentuk

protein tubuhnya dan sebagian lagi diproses lebih lanjut menjadi asam amino.

Page 125: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

96

Sebagian asam-asam amino dikatabolis (deaminasi) lebih lanjut menjadi asam-

asam organik, NH3 dan CO2

Peningkatan daya cerna ini seiring dengan penurunan PK, dengan

sedikitnya konsumsi, maka aktivitas pencernaan akan lebih meningkat jika

dibandingkan dengan ternak yang mengkonsumsi PK lebih banyak pada batas

konsumsi yang sesuai dengan kebutuhannya. Tillman et al. (1998) menyatakan

bahwa daya cerna yang tertinggi didapat pada jumlah konsumsi sedikit lebih

rendah dari kebutuhan ternak.

(McDonald et al. 1995).

Daya cerna serat kasar dalam penelitian adalah 64,71-73,77 % (Tabel 17)

dan secara statistik berbeda tidak nyata. Daya cerna ini jauh lebih tinggi dari pada

penelitian penggunaan jerami padi fermentasi yang menggunakan A. niger ( rata-

rata 63.17 % ) walaupun secara statistik kecernaan pada penelitian ini hampir

sama, namun terlihat kecendrungan peningkatan kecernaan serat kasar. Hal ini

disebabkan penggunaan SSF-Cr dalam ransum proses fermentasi menyebabkan

terputusnya ika tan antara serat kasar dan hemiselulosa dengan lignin sehingga

lebih muda h dicerna. Kecepatan cerna dari bahan yang tinggi kandungan lignin

dan silika akan meningkat setelah perlakuan (pengolahan), karena bahan yang

mengalami proses pengolahan menjadi lebih muda h larut sehingga kecernaan

terhadap dinding sel menjadi cepat.

Daya cerna yang berbeda tidak nyata juga disebabkan jumlah dari jenis

bahan ko nsentrat yang diberikan sama antara perlakuan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Mathius et al (2004) bahwa jumlah dan jenis konsentrat yang ada dalam

campuran ransum akan mempengaruhi daya cerna zat makanan. Daya cerna serat

kasar yang hampir sama juga disebabkan kecernaan BK ransum juga hampir

sama dan frekuensi pemberian pakan yang sama. Kandungan serat kasar ransum,

frekuensi pemberian pakan, jenis ternak dan selera makan akan mempengaruhi

daya cerna (Church 1993). Aktivitas mikroba rumen dalam mencerna serat kasar

sangat dipengaruhi oleh jumlah energi dan protein yang seimbang. Pond et al.

(2005) menyatakan bahwa jumlah energi dan protein yang optimum dalam

ransum akan meningkatkan populasi mikroba rumen sehingga daya cerna serat

kasar akan meningkat.

Page 126: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

97

Konsumsi lemak dalam penelitian 10.79 - 8.32g/ekor/hr dan secara

statistik berbeda nyata (P<0.05). Konsumsi lemak ini menurun dengan bertambah

banyaknya penggunan SSF-Cr dan turun pada pe rlakuan D. Rendahnya konsumsi

pada perlakuan D karena konsumsi BK pada D juga paling rendah, sedangkan

lemak tersebut terdapat dalam BK yang dikonsumsi, sehingga seiring dengan

kemampuan mikroba mencerna lemak kasar dan akhirnya konsumsi lemak pada

perlakuan D juga rendah. Tingkat konsumsi pada perlakuan ini dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain koefisien cerna, kualitas bahan makanan, fermentasi

dalam rumen dan laju makanan dalam saluran pencernaan. Bentuk fisik,

komposisi kimia dan ukuran partikel pakan adalah faktor yang mempengaruhi

daya cerna pakan dalam lambung yang sekaligus akan menentukan jumlah

konsumsi pakan. Besar kecilnya konsumsi zat makanan dipenga-ruhi oleh

beberapa faktor antara lain palatabilitas, jumlah makanan yang tersedia dan

komposisi zat makanan dalan ransum (Parakkasi 1999).

Daya cerna lemak penelitian antara 74.06 - 84.46% dan secara statistik

berbeda tidak nyata (P > 0.05). Daya cerna lemak yang hampir sama seiring

dengan hampir samanya daya cerna BK ransum. Faktor yang mempengaruhi

kecernaan lemak adalah kadar lemak pakan dan laju makanan melalui saluran

pencernaan (Pond et al. 2005) menyatakan bahwa tingkat kecernaan makanan

dipengaruhi oleh laju kecernaan makanan dalam alat pemcernaan dan kondisi

fisiologis ternak, selanjutnya makin tinggi konsumsi serat kasar makin rendah

daya cerna dari zat lain, bahan makanan yang difermentasi sering mempunyai

daya cerna yang tinggi (Cakra & Siti 2008) Daya cerna lemak penelitian ini

rataannya 80.43 % lebih tinggi dari penelitian Rooswandani (2003) yang

mendapatkan daya cernanya ±75.35% dengan pemberian probiotik pada sapi

peranakan ongole. Tillman et al. (1998) menyatakan bahwa faktor yang

mempengaruhi daya cerna adalah kadar lemak ransum dan laju makanan dalam

saluran pencernaan, disamping itu kadar lemak dan efek asosiasi juga

mempengaruhi daya cerna. Pada percobaan ini dilihat secara angka perlakuan B

memberikan daya cerna lemak lebih tinggi dari pada perlakuan C, D dan A.

Suplementasi SSF sebanyak 15% pada perlakuan B memberikan daya cerna

lemak yang lebih tinggi, tapi perlakuan D dengan pemberian SSF-Cr 45%

Page 127: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

98

menghasilkan daya cerna lemak lebih tinggi daripada perlakuan C dan A

(kontrol).

Kecernaan BETN yang didapat dalam penelitian antara 78.48 - 83.83 %

dan secara statistik berbeda tidak nyata (P > 0.05). Daya cerna dipengaruhi oleh

komposisi pakan, spesies ternak, umur dan rasio komposisinya (Tillman et al

1998). Tidak berbedanya kecernaan BETN karena ternak mendapatkan sumber

pati yang sama dari kosentrat, sesuai dengan pendapat Parakkasi (1999) bahwa

perbedaan sumber karbohidrat dalam ransum akan mempengaruhi pula tinggi

rendahnya daya cerna BETN. Patinya yang terdapat dalam sebagian besar

makanan penguat akan lebih dapat dicerna dari pada serat kasarnya. Menurunnya

konsentrasi BETN menyebabkan meningkatnya daya cerna BETN karena BETN

akan lebih lama berada didalam saluran pencernaan, sesuai dengan pendapat

Church (1993) yang menyatakan bahwa lamanya zat makanan di dalam saluran

pencernaan menunjukkan salah satu faktor yang menentukan daya cerna zat

makanan.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Domba

Salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan

ialah dengan pengukuran pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan

yang diperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil metabolisme zat-zat

makanan yang dikonsumsi. Makin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak

akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi Pond et al (2005)

Menurut Lawrence dan Fowler (1997) pertumbuhan adalah perubahan skala dan

bentuk serta peningkatan dalam massa tubuh. Menurut Tillman et al (1998)

pertumbuhan mempunyai tahap-tahap yang cepat dan lambat. Tahap cepat terjadi

pada saat sampai pubertas, dan tahap lambat terjadi pada saat kedewasaan tubuh

telah telah tercapai. Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran

kenaikan bobot badan yang dilakukan dengan penimbagan berulang yaitu tiap

hari, minggu, atau bulan (Tillman et al. 1998). Setelah dilakukan penimbangan

bobot badan domba dalam penelitian yaitu akhir kolekting dan satu bulan

sesudahnya didapat rataan pertambahan bobot badan (BB) disajikan pada Tabel

19. Pada penelitian ini pertambahan bobot badan antara 47.10- 74.98 g dan secara

statistik pengaruh penggantian rumput lapangan dengan serat sawit fermentasi

Page 128: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

99

berbeda tidak nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan kemampuan ransum A, B, C,

dan D sama untuk pertumbuhan dan penggantian rumput lapangan dengan serat

sawit fermentasi sampai 45% tidak mempengaruhi pertumbuhan. Tidak

terdapatnya perbedaan yang nyata terhadap pertambahan bobot badan disebabkan

daya cerna zat-zat makanan yang hampir sama pada semua perlakuan sehingga

retensi N juga berbeda tidak nyata sampai perlakuan D (45% SSF-Cr).

Pada penelitian ini konsumsi zat makanan memang semakin sedikit

dengan semakin banyaknya serat sawit fermentasi tetapi daya cernanya hampir

sama sehingga penyerapannya pun mungkin hampir sama. Sesuai dengan

pendapat Parakkasi (1999) bahwa dalam pertumbuhan hewan tidak sekedar

meningkatkan berat badannya tetapi juga menyebabkan perubahan konformasi

oleh perbedaan tingkat pertumbuhan komponen tubuh. Konsumsi PK dari

perlakuan A sampai dengan D juga hampir sama, begitu juga konsumsi

BK dan serat kasar. Pertumbuhan yang dimanifestasikan dengan pertambahan

bobot badan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah konsumsi, total

Tabel 19 Pengaruh ransum perlakuan terhadap pertambahan bobot badan domba dan retensi nitrogen (g/ekor /hari)

Peubah Perlakuan A B C D

1. Pertambahan BB 74.98±29.84 61.18±16.93 52.90±18.38 47.10±19.54 2. Retens i N 7.05A 7.36±0.96 A 5.19±2.34 AB 3.88±1.79 B±0.69

Keterangan: A = Kontrol ( 60% RL + 40% konsentrat), B = 15% SSF-Cr + 45% RL, C = 30% SSF-Cr + 30% RL, D = 45% SSF-Cr + 15% RL, SSF-Cr = serat sawit fermentasi-Cr, RL = rumput lapangan. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0.01)

protein yang didapat setiap hari, jenis bangsa ternak, jenis kelamin, iklim,

kesehatan, tipe kelahiran dan managemen (Tillman et al. 1998).

Pertambahan bobot badan menurun pada perlakuan D, tapi tidak

memberikan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Ini menggambarkan sebagian

besar percobaan penambahan mineral kromium organik yang dilakukan di daerah

sub-tropis tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan

bobot badan, sedangkan pada daerah tropis pengaruh suplementasi kromium lebih

baik. Lindemann et al (1995) menyatakan bahwa penambahan mineral kromium

dapat meningkatkan pertambahan bobot badan hingga 30% tergantung pada

Page 129: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

100

tingkat stress (keadaan nutrisi, lingkungan dan penyakit). Pada percobaan ini

beberapa domba di dalam rumennya terdapat kawat spiral yang sebelumnya tidak

diketahui, diduga hal ini yang menyebabkan berkurang-nya pertambahan bobot

badan domba. Page et al (1993), yang meneliti tentang suplementasi Cr pada babi

sedang tumbuh, mendapatkan bahwa suplementasi Cr pikolinat sebanyak 200 ppb

meningkatkan pertambahan bobot badan 0.87 kg/hari lebih tinggi dibanding

kontrol 0.81 kg/hari, sedangkan pada penelitian ini pertambahan bobot badan

lebih rendah dari yang diatas, ini menggambarkan terjadinya penurunan sintesis

protein dan lemak pada jaringan perifer akibat menurunnya uptake asam amino

dan glukosa oleh efektifitas kerja insulin akibat adanya Cr.

Retensi N penelitian berkisar antara 3.88-7.05 g (Tabe l 19) dan secara

statistik berbeda sangat nyata (P< 0.01). Rendahnya retensi N pada perlakuan D

disebabkan konsumsi PK pada perlakuan D juga terendah, tapi daya cerna sama.

Rendahnya retensi nitrogen pada perlakuan dapat juga dipengaruhi oleh

banyaknya protein yang digunakan untuk membentuk energi (ATP), sehingga N

yang diretensi jadi berkurang. Berapa banyak asam amino dari protein bahan

makanan yang digunakan untuk sintesa di da lam tubuh tergantung pada komposisi

asam aminonya. Kualitas protein yang baik akan mendukung pembentukan

protein mikroba sehingga jumlah protein yang tertinggal dalam tubuh ternak

pakan meningkat, karena sebagian besar nitrogen dalam rumen berasal dari

protein mikroba. Untuk mencapai efisiensi harus ada keseimbangan zat-zat

makanan yang ada dalam bahan makanan (Church 1993). Tingkat retensi N

tergantung pada konsumsi nitrogen, keseimbangan antara energi metabolisme dan

protein dalam ransum, daya cerna protein dan kualitas protein, sehingga untuk

menyusun ransum perlu keseimbangan antara protein dan energi (Wahyu

1992).

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kimia Daging Domba Komposisi kimia adalah salah satu faktor yang menentukan mutu daging.

Sumbangan terbesar dari daging sebagai sumber bahan makanan adalah kualitas

proteinnya yang tinggi, sumber vitamin B kompleks dan beberapa mineral

khususnya yaitu Fe. Menurut Lawrie (2003) mengatakan bahwa kadar protein

daging relatif konstan dengan kisaran 16-22%, adanya perbedaan kadar protein

Page 130: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

101

diantara otot dapat disebabkan oleh perbedaan struktur otot terutama terdiri atas

protein miofibrilar dan jaringan ikat. Kadar air yang berbeda pada otot

menyebabkan perbedaan kadar protein, karena protein otot mempunyai hubungan

yang erat dengan kadar airnya, karena protein otot ini mempunyai sifat hidrofilik,

yaitu dapat mengikat molekul-molekul air. Ngadiyono (1995) mendapatkan

bahwa kadar air yang berbeda diantara bangsa sapi dapat menyebabkan perbedaan

kadar protein. Secara umum daging terbentuk dari beberapa unsur pokok seperti air,

protein, lemak dan abu Sifat dan komposisi kimianya bervariasi tergantung pada

spesies hewan, umur, jenis kelamin, pakan, perbedaan pertumbuhan, letak dan fungsi

bagian daging tersebut dalam tubuh, kondisi ternak, potongan karkas, proses

pengawetan, penyimpanan dan cara pengepakan (Lawrie 2003).

Protein daging terlihat antara 15.74 - 18.77% dan secara statistik berbeda

tidak nyata (P>0.05), seiring dengan konsumsi BK dan serat kasar yang juga

berbeda tidak nyata. Komposisi kimia daging bervariasi dan dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain bangsa, umur pakan, perbedaan pertumbuhan,

termasuk perbedaan waktu penggemukan (Lawrie 2003). Peningkatan jumlah

SSF-Cr dalam ransum terjadi peningkatan protein daging, hal ini disebabkan

supplementasi kromium organik yang dapat membantu metabolisme protein. Di

da lam struktur GTF kromium adalah komponen aktifnya, sehingga tanpa adanya

Cr pada pusat atau intinya, GTF tidak dapat bekerja mempengaruhi insulin

(Burton 1995). Linder (1992) menyatakan kerja GTF pada sistem transport

glukosa dan asam amino adalah meningkatkan pengikatan insulin dengan reseptor

spesifik pada organ target. Saat insulin mengikat reseptor spesifiknya, uptake

seluler glukosa dan asam amino dipermudah dalam hal fungsi GTF adalah

meningkatkan efektifitas potensi insulin. Lemak daging cenderung menurun

dengan masuknya SSF-Cr tetapi secara statistik hampir sama, ini disebabkan

umur ternaknya juga hampir sama dan dengan adanya SSF-Cr merobah

komposisi lemak daging akibat penggunaan kromium. Hal ini juga terjadi pada

penelitian di Brazil yang memperlihatkan bahwa suplementasi kromium ragi 400

ppb pada ayam broiler sangat nyata menurunkan persentase lemak daging bagian

dada dan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan (Hossain 1995). Pada

percobaan ini rataan kandungan lemak SSF-Cr adalah 2.58% hampir sama dengan

Page 131: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

102

yang dikatakan oleh Lawrie (2003) kandungan lemak daging 2.5%. Daging yang

dinilai baik adalah daging yang tingkat perlemakan-nya tidak terlalu banyak,

tetapi cukup mempunyai perlemakan di dalam urat daging (Thu 2006). Murray

dan Slezacek (1976) menyatakan bahwa domba yang memperoleh pakan ad

libitum nyata mempunyai lebih banyak lemak subkutan dan sedikit lemak

intermuskuler daripada domba yang diberi pakan terbatas. Domba yang diberi

pakan berselang atau kompensasi lebih banyak lemak intermuskuler daripada

domba dengan perlakuan ad libitum pada bobot karkas yang sama. Suplementasi

kromium lebih baik pada negara-negara sedang berkembang yang mempunyai

masalah nutrisi. Hal ini disebabkan oleh defisiensi kromium dan tingginya

cekaman panas di daerah tersebut. Pada percobaan ini secara umum asam lemak

yang didapat terjadi penurunan seiring dengan meningkatnya jumlah SSF-Cr

dalam ransum. Ransum A adalah perlakuan tanpa menggunakan SSF-Cr,

sedangkan ransum B, C, dan D menggunakan SSF-Cr dengan penggunaan yang

meningkat. Hal ini terlihat, bahwa kadar lemak yang mendapatkan pakan limbah

sawit SSF-Cr cenderung lebih kecil dibandingkan dengan yang mendapat pakan

kontrol. Ini terjadi karena diduga kadar glukosa pakan limbah sawit terbatas,

sehingga NADP yang dihasilkan juga terbatas untuk mengubah asam asetat yang

berasal dari serat kasar limbah kelapa sawit menjadi lemak tubuh.

Pada penelitian ini diperoleh asam lemak daging yang berpengaruh tidak

nyata (P>0.05) disajikan pada Tabel 20. Asam lemak jenuh (laurat, miristat,

palmitat dan stearat) yang diperoleh dari penelitian ini terjadi penurunan sesuai

dengan penambahan SSF-Cr dalam ransum, tetapi terjadi peningkatan pada asam

lemak tidak jenuh (oleat), sedangkan pada linoleat, linolenat dan arakidonat tidak

terjadi peningkatan. Hal ini menunjukkan efektifitas jumlah SSF-Cr yang

diberikan dalam ransum cukup memberikan pengaruh terhadap penurunan asam

lemak jenuh.

Kolesterol daging yang didapat dalam penelitian (Tabel 20) terjadi

penurunan sesuai dengan jumlah SSF-Cr yang meningkat tapi secara statistik

berbeda tidak nyata (P>0.05). Nampaknya suplementasi kromium organik (SSF-

Cr) dalam ransum dapat menurunkan jumlah kolesterol daging domba, terjadi

persentase penurunan yaitu 23.24%. kadar kolesterol pada otot Longissimus dorsi

Page 132: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

103

domba yang mendapat pakan komersial adalah 70,4 – 78,1 mg/100 g, sedangkan

dengan pakan berserat kasar tinggi adalah 64,20 mg/100 g (Solomon et al. 1991).

Arnim (1992) menyatakan tidak terdapat pengaruh pakan terhadap kandungan

kolesterol pada sapi dan kerbau, karena salah satu penyebabnya adalah adanya

mekanisme homeostasis dalam tubuh.

Kandungan Cr dalam daging dan hati meningkat dengan meningkatnya

SSF_Cr dalam ransum (P< 0.01). Sesuai menurut Linder (1992) mengatakan

bahwa Cr organik diserap melalui intestin akan masuk ke dalam darah tanpa

perubahan bentuk atau juga terikat dengan transferin. Dari intestin, hampir semua

kromium masuk ke dalam hati dimana akan terinkoperasi ke dalam GTF.

Tabe l 20 Pengaruh ransum perlakuan terhadap kimia daging domba

Peubah Perlakuan

A B C D

Kimia daging Kadar air (%) 74.55±2.16 78.31±2.89 77.68±0.93 73.26±2.81 Protein (%) 15.74±2.11 16.77±1.17 17.12±2.93 18.77±1.10 Lemak (%) 6.47±3.34 2.92±1.92 3.09±1.17 1.74±0.74 Asam lemak daging (mg/100g )

Laurat 0.0139±0.00311 0.0079±0.00141 0.0086±0.00354 0.00895±0.00643 Miristat 0.11245±0.0354 0.07155±0.0207 0.0848±0.0113 0.0817±0.0110

Palmitat 2.8791±0.9451 2.5804±0.7799 2.0664±0.2188 2.0062±0.4006 Stearat 0.0233±0.0076 0.0280±0.0086 0.0207±0.0006 0.0171±0.0109 Oleat 7.3620±2.6308 7.3544±2.6297 5.0954±0.6422 8.6974±2.6558 Linoleat 0.0361±0.0083 0.0276±0.0006 0.0244±0.0110 0.0247±0.0117

Linolenat 0.0026±0.0004 0.0099±0.0087 0.0471±0.0566 0.0026±0.0014 Arakidonat 0.0599±0.0408 0.0642±0.0433 0.0498±0.0196 0.0593±0.0156

Kolesterol daging (mg/100g

41.35

)

a 39.69 ±1.89 a 35.48 ±1.77 b ±3.68 31.74 c ±1.33

Kromium daging (ppm)

0.61 a 1.17±0.50 b 1.30±0.45 b 3.06±0.28 c

Kromium hati (ppm)

±1.76

0.75 a 1.17 ±0.23 a 1.49 ±0.57 a 2.48 ±0.47 b ±1.41

Keterangan: A = Kontrol ( 60% RL + 40% konsentrat), B = 15% SSF-Cr + 45% RL, C = 30% SSF-Cr + 30% RL, D = 45% SSF-Cr + 15% RL, SSF-Cr = serat sawit fermentasi-Cr, RL = rumput lapangan

Page 133: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

104

Sejumlah GTF tertentu disekresi ke dalam plasma dimana akan tersedia

dalam membantu aktivitas insulin. Kalau kadar glukose darah meningkat,

dan/atau insulin disekresi, meningkatkan aliran GTF dan/atau kromium ke dalam

plasma, GTF akan meningkatkan pengaruh insulin yang disekresi tersebut dan

kemudian keluar melalui urin. Pada percobaan ini terjadi penyerapan Cr organik

yang meningkat dengan meningkatnya level SSF-Cr.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Uji Fisik Daging Domba

Hasil utama yang diharapkan dari pemeliharaan ternak potong adalah

daging-nya. Daging dari berbagai jenis ternak mempunyai daya terima yang

berbeda bagi konsumen. Daya terima setiap jenis daging oleh setiap individu

konsumen juga berbeda, tergantung pada fakor fisiologis dan sensasi organoleptik.

Beberapa faktor yang menentukan kelezatan dan daya terima daging yang

dikonsumsi adalah warna, pH, daya mengikat air (DMA) oleh protein daging atau

water holding capacity (WHC), susut masak, dan keempukan daging (Purbowati

et al. 2005). Setelah ternak dipotong akan terjadi perubahan pH (Lawrie 2003),

pada penelitian ini level SSF-Cr dalam ransum berpengaruh tidak nyata (P>0.05)

terhadap pH daging. Perlakuan A sebagai kontrol mempunyai nilai pH lebih

rendah dari perlakuan D dengan 45% SSF-Cr, ini berarti nilai pH yang dihasilkan

dari penggantian rumput lapangan dengan SSF-Cr adalah meningkat, tidak terjadi

penurunan pH berarti tidak terjadi akumulasi asam laktat akibat proses glikolisis

selama proses konversi otot menjadi daging pasca pemotongan. Hasil perhitungan

pH pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pH yang diperoleh berada dalam

kisaran pH normal daging. Nilai pH daging segar menurut Bahar (2003) adalah

5.6.

Nilai pH daging mempunyai pengaruh yang berarti pada kualitas

daging, karena nilai pH daging berhubungan dengan warna, DMA, jus daging,

keempukan dan susut masak. pH daging ultimat (pH yang tercapai setelah

glikogen otot habis atau glikogen tidak lagi sensitif oleh serangan-serangan enzim

glikolitik) normalnya adalah 5,4–5,8 (Soeparno 1994). Nilai pH daging ultimat

hasil penelitian ini lebih rendah (5.25) dari pH daging ultimat normal. Hal ini

kemungkinan karena jumlah cadangan glikogen otot saat pemotongan lebih tinggi

Page 134: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

105

sehingga penimbunan asam laktat tidak terjadi karena cadangan glikogen otot

masih tersedia sebelum pH daging ultimat normal tercapai. Terdepresinya

glikogen dapat terjadi karena ternak lelah, lapar atau takut sebelum pemotongan

(Lawrie 2003). Keempukan merupakan penentu kualitas daging yang paling

besar. Keempukan bisa bervariasi antara spesies, bangsa, ternak dalam spesies

yang sama, potongan karkas, dan diantara otot, serta pada otot yang sama.

Keempukan daging yang diperoleh pada penelitian ini (Tabel 21) antara 3.83-5.49

kg/cm2, berarti keempukan daging SSF-Cr berada pada kriteria daging empuk

memiliki daya putus WB (Warner Bratzler) ya itu 4.15 - < 5.86 kg/cm2

Peubah

(Suryati

dan Arief 2005). Suplementasi SSF-Cr dalam ransum lebih menguntungkan

karena adanya inkoporasi Cr dan A. niger yang mengakibatkan perubahan struktur

miofibrilar akan mempengaruhi keempukan daging.

Tabe l 21 Pengaruh ransum perlakuan terhadap analisis fisik daging domba

Perlakuan A B C D

Analisis fisik daging - pH daging 5.22±0.07 5.24±0.01 5.25±0.05 5.23±0.01 -Keempukan daging (kg/cm2

3.83±0.28 )

4.87±1.84 4.55±0.96 5.49±0.54

-Warna daging 4 4 dan 5 5 3 dan 4 -Susut masak (%) 40±3.01 41.34±0.86 36.29±2.21 43.36±2.03

-DMA (mg H2 126.38±4.33 O) 111.41±5.29 121.28±9.62 127.72±12.06 Keterangan: A = Kontrol ( 60% RL + 40% konsentrat), B = 15% SSF-Cr + 45% RL, C = 30%

SSF-Cr + 30% RL, D = 45% SSF-Cr + 15% RL, SSF-Cr = serat sawit fermentasi-Cr, RL = rumput lapangan. 3= merah muda, 4= merah, 5= merah tua

Perbedaan bangsa juga dapat menimbulkan perbedaan keempukan daging,

daging dari tipe kecil lebih empuk daripada daging dari tipe besar (Lawrie 2003).

Menurut Epley (2008) keempukan daging akan menurun seiring dengan

meningkatnya umur hewan. Jaringan ikat pada otot hewan muda banyak

mengandung retikuli dan memiliki ikatan silang yang lebih rendah jika

dibandingkan dengan hewan tua. Pemasakan daging dalam oven 135oC sampai

suhu dalam 50oC atau 60oC tidak mempengaruhi nilai daya putus Warner Bratzler

(Lawrie 2003). Combes et al. (2002) menyatakan bahwa nilai keempukan

daging dengan Warner Bratzler mencapai minimum pada suhu dalam 60-65oC

dan meningkat kembali mencapai maksimum pada suhu dalam daging 80-90oC.

Page 135: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

106

Faktor utama yang menentukan warna daging yaitu konsentrasi pigmen

daging myoglobin, tipe molekul dan status kimia myoglobin (Purbowati et al.

2005). Warna daging pada otot longissimus dorsi (LD) pada penelitian ini hampir

sama dengan kontrol, hal ini disebabkan sistem pemeliharaan domba yang

dikandangkan mengakibatkan ternak tidak bebas bergerak. Otot yang banyak

digunakan untuk bergerak mempunyai myoglobin (penentua warna merah daging)

yang lebih banyak daripada otot yang kurang banyak digunakan untuk bergerak

(misalnya otot LD) (Lawrie 2003). Faktor penentu warna daging tersebut

dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress (tingkat

aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen (Purbowati et al. 2005). Pada penelitian

ini (Tabel 19) terlihat bahwa warna daging yang diperoleh merah muda sampai

merah tua yang dihasilkan dari otot longissimus dorsi. Hal ini terjadi karena

adanya SSF-Cr dalam ransum yang mengakibatkan warna merah pada daging.

Pada perlakuan C warna daging merah tua, ini adalah akibat menurunnya

kapasitas aerobik dan meningkatnya kapasitas anaerobik otot-otot tersebut dengan

adanya penurunan aktifitas sitokrom oksidase (Abd El-aal dan Suliman 2008).

Susut masak pada penelitian ini berkisar 36.29 – 43.36% (P>0.05).

Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas yang lebih

baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan

nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Pada umumnya, susut masak

bervariasi dengan kisaran 15 - 40% (Soeparno 1994). Pada perlakuan B susut

masak adalah 41.34% dan D susut masak adalah 43.36%. Hal ini berarti pada

perlakuan B dan D terjadi susut masak yang lebih tinggi dibandingkan kisaran

susut masak menurut Soeparno (1994) yang mengakibatkan daging mempunyai

kualitas kurang baik, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih

banyak. Selanjutnya dijelaskan, bahwa bobot potong dapat mempengaruhi susut

masak apabila terdapat perbedaan deposisi lemak intramuskular (lemak marbling).

Perlakuan C mempunyai susut masak 36.29% berada pada kisaran susut masak

yang disarankan, ini menunjukka n bahwa daging dengan susut masak yang lebih

rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging dengan susut

masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih

sedikit.

Page 136: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

107

Daya ikat air (DMA) daging adalah kemampuan daging untuk mengikat

airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar,

misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daya ikat

air dipengaruhi oleh perbedaan macam otot, species, umur dan fungsi otot. Fungsi

atau gerakan otot yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah glikogen yang

menentukan besarnya pembentukan asam laktat dan akhirnya menghasilkan DIA

yang berbeda. DMA yang dihasilkan pada penelitian ini hampir sama. Penurunan

nilai daya mengikat air juga dapat meningkatkan nilai susut masak. Daya ikat air

menurun dari pH tinggi (sekitar 7-10) sampai pada pH titik isoelektrik protein-

potein daging antara 5,0 – 5.1.

Konversi Pakan. Konversi pakan dihitung dengan membandingkan

antara konsumsi bahan kering pakan dan pertambahan bobot badan harian domba.

Rerata konversi pakan dalam penelitian ini berturut-turut dari A, B, C dan D

adalah 7.62, 9.30, 10.10 dan 8.60. Angka di atas pada pakan perlakuan A

menggambarkan bahwa domba lokal jantan pada penelitian mengkonsumsi bahan

kering sebanyak 7,62 g untuk menaikkan 1 g bobot badannya, sedangkan pada

pakan perlakuan B membutuhkan pakan sebanyak 9,30 g untuk menaikka n 1 g

bobot badan dan seterusnya. Konversi ransum dipengaruhi oleh kualitas ransum,

nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan nutrisi dalam proses metabolisme di

(Lawrie 2003), mengatakan bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi DMA daging adalah umur ternak, semakin tua umur

ternak, kapasitas memegang air daging lebih sedikit.

Analisis Ekonomi

Suatu usaha yang dijalankan tentu untuk mendapatkan keuntungan,

keuntungan akan diperoleh apabila dalam proses produksi mampu memanfaatkan

sumberdaya yang dimiliki secara optimal dan ekonomis. Untuk mengetahui

perlakuan mana yang paling ekonomis, maka dilakukan analisis ekonomis dengan

pendekatan Efisiensi Pemberian Pakan (Feed Efisiensi) yakni jumlah pakan yang

dihabiskan untuk mendapatkan satu kilogram pertambahan bobot badan, dan Feed

Cost per Gain (FC/G) yaitu nilai rupiah pakan yang dihabiskan untuk

menghasilkan satu kilogram pertambahan bobot badan. Hasil analisis ekonomis

antar perlakuan disajikan pada Tabel 22.

Page 137: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

108

dalam jaringan tubuh ternak. Semakin baik kualitas ransum yang dikonsumsi

ternak, diikuti dengan pertambahan bobot badan yang ba ik maka nilai konversi

pakan akan semakin rendah dan akan semakin efisien pakan yang digunakan

(Ponds et al. 1995). Hasil analisis variansi menunjukan bahwa subs titusi hijauan

menggunakan serat sawit fermentasi berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap

konversi pakan. Hasil penelitian ini lebih besar dari pada penelitian Purbowati et

al (2007), yaitu sebesar 6,63. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai konversi pakan

yang diperoleh tidak seefisien hasil penelitian Purbowati, hal ini disebabkan

karena penggunaan bahan pakan sumber protein dan kandungan PK yang berbeda,

sumber protein yang digunakan pada penelitian Purbowati adalah tepung ikan dan

bungkil kedele.

Feed Cost per Gain (FC/G). Nilai feed cost per gain dihitung

berdasarkan biaya pakan, pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan.

Feed cost per gain perlakuan A (kontrol) lebih rendah dari pada perlakuan lainnya,

Tabe l 22 Analisis ekonomis masing-masing perlakuan

Uraian Nilai (Rp) A B C D

RL (Rp/100 kg) 40.000,20 30.000,15 20.000,10 10.000,05 SSF-Cr (Rp/100 kg) - 8.625 17.250 25.875 Biaya konsentrat per 100 kg

Pollard 53.650 53.650 53.650 53.650 Jagung 40.000 40.000 40.000 40.000 B. kedelai 40.000 40.000 40.000 40.000 Molases 20.000 20.000 20.000 20.000 NaCl 825 825 825 825 Cattle mix 7.500 7.500 7.500 7.500 CaCO3 300 300 300 300 Biaya ransum (Rp/100 kg)

202.275,20 200.900,15 199.525,10 198.1150,05

Biaya ransum (Rp/ kg) 2.022,75 2.009 1.995 1.981 PBBH (g/ekor/hr) 74,98 61,18 52,90 47,10 Konsumsi BK ransum (g/ ekor/hr)

571,3 568,99 534,54 405,07

Konversi Pakan 7,62 9,3 10,1 8,6 Feed Cost per Gain (Rp) 15.413,36 18.683,70 19.950 17.036,60 Keterangan: A = Kontrol ( 60% RL + 40% konsentrat), B = 15% SSF-Cr + 45% RL, C = 30%

SSF-Cr + 30% RL, D = 45% SSF-Cr + 15% RL, SSF-Cr = serat sawit fermentasi-Cr, RL = rumput lapangan

Page 138: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

109

ini berarti bahwa semakin tinggi substitusi hijauan dengan serat sawit fermentasi

akan meningkatkan biaya pakan dalam menghasilkan kenaikan per kilogram

bobot badan domba lokal jantan. Hal ini terjadi karena nilai feed cost per gain

erat kaitannya dengan konversi pakan yang semakin meningkat dengan

meningkatnya substitusi hijauan dengan serat sawit fermentasi. Hasil penelitian

ini masih lebih rendah apabila dibandingka n dengan hasil penelitian Karjito

(2010), pada penelitian Karjito diperoleh feed cost per gain sebesar Rp 18.013,

51/kg sedangkan pada penelitian ini feed cost per gain yang didapat sebesar Rp

15.413,36/kg. Artinya pada penelitian ini untuk mendapatkan 1 kg pertambahan

bobot badan di dibutuhkan biaya pakan sebesar Rp 15.413,36 (lebih efisien),

apabila harga domba per kg bobot hidup sebesar Rp 30.000, maka income over

feed cost yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar Rp 14.586,64.

SIMPULAN

Suplementasi 6 pp m Cr mampu menurunkan kandungan lemak dan

kolesterol daging serta meningkatkan kandungan kromium pada daging dan hati,

namun tidak dapat meningkatkan pertambahan bobot badan pada domba lokal.

Ransum yang mengandung 45% SSF-Cr dikombinasikan dengan 40% konsentrat

dan 15% rumput lapangan merupakan ransum yang terbaik dan lebih

menguntungkan dari pada ransum yang mengandung SSF-Cr 15% atau SSF-Cr

30%.

DAFTAR PUSTAKA

Aberle et al. 2001. Principles of Meat Science. San Fransisco. W.H/ Freeman and Co.

Abd El-aal HA, Suliman AIA. 2008. Carcass traits and meat quality of lamb fed

on ration containing different levels of Leuceaena hay (Leucaena leucocephala L.) Biotechnology in Animal Husbandry 24 (3-4), p 77-92, 2008. Belgrade-Zemun. Publisher : Institute for Animal Husbandry.

Agustin F et al. 2010. Inkorporasi Kromium oleh Fungi Ganoderma lucidum

dengan Limbah Industri Kelapa Sawit Sebagai Substrat. Media Peternakan, 33(1). April 2010, hlm. 18-24.

Page 139: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

110

Amatya JL, Haldart S, Ghosh TK. 2004. Effects of chromium supplementation

from inorganic and organic sources on nutrient utilization, mineral metabolism and meat quality in broiler chicken exposed to natural heat stress. Animal Science. 79:241-253.

Amoiko n EK et al. 1995. Effect of chromium tripicolinate on growth, glucose

tolerance, insulin sensitivity, plasma metabolites, and growth hormone in pigs. J. Anim. Sci. 73:1123-1130.

[AOAC] The Association of Official Analytical Chemists. 1990. Method of

Analysis. 16thEd. Washington DC. Assoc Agric Chemist. Areghero EM. 2001. Nutritive value and utilization of three grass species by

crossbed Anglo-Nubian goays in Samoa. J. Anim. Sci. 14(10):1353-1364.

Arnim. 1992. Komposisi asam lemak dan kandungan kholesterol lemak pelvis

serta kandungan energi daging pada sapi Peranakan Brahman dan kerbau dengan sumber energi ransum yang berbeda [Disertasi]. Bogor : Program Pasca-sarjana IPB.

Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta : Gajah

Mada University press. Aus-meat. 1995. Aus-Meat for Indonesia Workshop. Work Book No.1. Australian Meat and Livestock Corpo ration. Perth Western Australia. Bahar B. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama. Bentley R, Bennett JW. 2008. A ferment of fermentations: Reflections on the

production of commodity chemical using microorganisms in Advances in Applied Microbiology Volume 63. First edition. Academic Press of Elsevier.

Boleman SL et al. 1995. Effect of chromium picolinate on growth, body

composition, and tissue accretion in pigs. J.Anim.Sci. 73:2033-2042. Burton JL. 1995. Supplemental chromium : its benefits to the bovine immune

system. Anim. Feed Sci. Tech. 53:117 Burton JL, Mallard BA, Mowat DN. 1994. Effect of supplemental chromium on

antibody responses of newly weaned feedlot calves to immunization with infectious bovine rhinotracheitis and parainfluenza 3 virus. Can J Vet Res 58:1148-151

Page 140: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

111

Cakra IGLO, Siti NW. 2008. Koefisen cerna bahan kering dan nutrient ransum kambing peranakan etawah yang diberi hijauan dengan suplementasi konsentrat molamik. Majalah Ilmiah Peternakan. 11 (1), p:12-17

Campbell RG. 1994. Effects of chromium picolinate on the performance carcass

characteristic and some measure of meat quality of female pigs. Report on a contract Research program by Bunge Meat Industry for prince Agri Products (Unpublished)

Chang X, Mowat DN. 1992. Supplemental chromium for stressed and growing

feeder calves. J. Anim Sci. 70:559-565. Church DC. 1993. The Ruminant Animal : Digestive Physiology and Nutrition.

Waveland Press. Combes S, Lepetit J, Darche B, Lebas F. 2002. Effect of cooking temperature

and cooking time on Warner Bratzler tenderness measurement and collagen content in rabbit meat. J. Meat Sci. 66:91-96

Combs GF. 1992. The Vitamins, Fundamental Aspect in Nutrition and Health.

San Diego: Academic Press, Inc. Admission of Harcourt Brace & Company.

Davendra C, Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerjemah:

Ir. IDK Harya Putra, PhD. Penerbit ITB Bandung dan Universitas Udayana

Davis CM, Vincent JB. 1997. Chromium in carbohydrate and lipid metabolism.

J Cell Biol 2:675-679 Dunn TG, Moss GE. 1992. Effects of nutrient deficiencies and excesses on

reproductive effeiciency of livestock. J. Anim. Sci. 70:1580-1693 Edey TN. 1983. Lactation, Growth and Body Composition In : Tropical Sheep

and Ltd. Melbourne. p: 81-108. Epley RJ. 2008. Meat tenderness.http://www.extension.umn.edu/distribution

/nutrition/ DJ0856.html [27oktober 2009] Freer M, Dove H. Sheep Nutrition. 2002. Canberra. CABI Publishing. Gatenby RM. 1991. The Tropical Agriculturalist Sheep. 1'' Edition. Mc Millan

Education Ltd. London and Basingtone Gatenby RM et al. 1995. Reproductive performance of Sumatera and hair sheep

crossbred ewes. SR-CRSP annual report 1994-1995, Sungai Putih, Sumatera Utara.

Page 141: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

112

General Laboratory Procedures. 1996. Department of Dairy Science. Madison. University of Wisconsin. Gentry LR et al. 1999. Dietary protein and chromium tripcolinate in suffoklk

wether lambs: effects on production characteristics, metabolic and hormonal responses, and immune status. J.Anim.Sci. 77:1284-1294.

Ginting BL. 1996. Penggunaan serat sawit (palm press fiber) yang diperlakukan

dengan NaOH dalam ransum domba lokal [tesis]. Program Pascasarjana, Universitas Andalas. Padang.

Haddad SG, Grant RJ, Klopfenstein TJ. 1995. Digestibility of alkali-treated

wheat straw measured in vitro or in vivo using Holstein heifers. J Anim Sci 72:3258-3265.

Handayanta E, Sujito. 2000. Pengaruh suplementasi onggok dan ampas tahu

dalam ransum terhadap performans domba. Majalah Ilmiah Dian Andhini. Th II No. 10 Edisi Maret 2000:82-87

Hartati E. 1998. Supplementasi minyak lemuru dan seng ke dalam ransum yang

mengandung silase pod kakao dan urea untuk memacu pertumbuhan sapi Holstein jantan [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Herman R. 1993. Perbandingan Pertumbuhan, Komposisi Tubuh dan Karkas

antara Domba Priangan dan Ekor Gemuk [Disertasi]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hobson PN, Stewart CS. 1997. The Rumen microbial ecosystem. Springer. Hosain S. 1995. Effect of chromium yeast on performance and carcass quality of

broiler. Alltech`s Elevent Ann. Symp. Poster Presentation. Hungate RE. 1966. The Rumen and Its Microbes. United Kingdom Edition.

Published by Academic Press. London. p:50-62. Iyayi EA. 2004. Change in the cellulose, sugar and crude protein contens of

agro- industrial by-products fermented with Aspergillus niger, Aspergillus flavus and Penicilium sp. Afr J Biotechnol 3:186-188.

Iyayi EA, Aderolu ZA. 2006. Enhancement of the feeding value of some agro-

industrial by-products for laying hens after their solid state fermentation with Trichoderma viride. Afr J Biotechnol 3:186-188.

Jamarun N, Nur YS, Rahman J. 2001. Pemanfaatan serat sawit fermentasi

sebagai pakan ternak ruminansia. Panduan Seminar dan Abstrak. Pengembangan peternakan berbasis sumberdaya lokal. Bogor. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Page 142: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

113

Jamhari. 2000. Perubahan sifat fisik dan organoleptik da ging sapi selama

penyimpanan beku. Buletin Peternakan Vol. 24 (1). 2000 Kamalzadeh A, Hasanbaigy A, Achshang A. 2008. Intake, growth, energy and

nitrogen requirements and amino acid nitrogen availability in growing sheep. World Journal of Zoology 3 (2): 63-70, 2008 ISSN 1817-3098 © IDOSI Publications Corresponding.

Kamalzadeh A, Koops WJ,

Kiasat A. 2009. Effect of qualitative feed restriction on energy metabo lism and nitrogen retention in sheep. South African Journal of Animal Science. © South African Society for Animal Science.

Kearl LC. 1982. Nutrient Requirement of Ruminant in Developing Countries.

International Feeds tuffs Institute Utah. Agric. Exp. USA. Station Utah Satate University Logan, Utah.

Kim BG, Lindemann MD, Cromwell GL. 2009. The effects of dietary chromium

(III) picolinate on growth performance, blood measurement, and respiratory rate in pigs kept in high and low ambient temperature. J.Anim.Sci. 87:1695-1704.

Krishna C. 2005. Solid-state fermentation systems-an overview. Crit Rev

Biotechnol 25:1-30. Kitchalong L, Fernandez JM, Bunting LD, Southern LL, Bidner TD. 1995.

Influence of chromium tripicolinate on glucose metabolism and nutrient partitioning in growing lambs. J.Anim.Sci. 73:2694-2705.

Lateef A et al. 2008. Improving the quality of agro-wastes by solid-state

fermentation: enhanced antioxidant activities and nutritional qualities. World Journal of Microbiology and Biotechnology 24:2369-2374

Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Diterjemahkan oleh : A. Parakkasi. Edisi kelima.

Penerbit UI-Press, Jakarta. Lewis RM, Emmans GC, Dingwall WS, Simn G. 2002. A description of the

growth of sheep and its genetic analys is. British Society of Animal Sci.74:51-62

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia

Press. Jakarta. Lindemann MD et al. 2004. A regional evaluation of chromium tripicolinate

supplementation of diets fed to reproducing sows. J Anim Sci 82: 2972-2977.

Page 143: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

114

Lynd LR, Weimer PJ, Van Zyl WH, Pretorius IS. 2002. Microbial cellulose utilization: Fundamentals and biotechnology. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 66(3):506-577.

Mathius IW, Sitompul D, Manurung BP, Asmi. 2004. Produk samping tanaman

dan pengolahan buah kelapa sawit sebagai bahan dasar pakan komplit untuk sapi : suatu tinjauan. Prosiding. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-sapi. Bengkulu, 9 – 10 September 2003. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Propinsi Bengkulu dan PT Agricial, Bogor.

Matthews JO et al. 2003. Effect of chromium propionate and metabolizable

energy on growth, carcass traits, and pork quality of growing-finishing pigs.

J Anim Sci 81: 191-196.

McDonald PR, Edwards A, Greenhalg JFD. 1988. Animal Nutrition 4 th

Ed. Longman Scientificand Technical, John Willey and Sons Inc. NewYork. Hlm 90-95.

Mooney KW, Cromwell GL. 1995. Effects of dietary chromium picolinate supplementation on growth, carcass characteristics, and accretion rates of carcass tissues in growing-finishing swine. J.Anim.Sci. 73:3351-3357

Moore E, Landeker. 1992. Fundamental of Fungi. Frentice Hall, Inc., New

York. Mordenti A, Piva A, Piva G. 1997. the Europen perspective on organic chromium

in animal nutrition. Proc. Alltech 13th

Annual Symp. Hal. 227.

Moss AR, Givents DI, Everington M. 1990. The effect of sodium hydroxide treatment on the chemical composition, digestibility and digestible energy content of wheat, barley and oat straws. Anim. Feed Sci. Technol. 29:73-87.

Murtidjo BA. 1993. Memelihara Domba. Kanisius. Yogyakarta [NRC] National Research Council. 1985. Nutrient Requerement of Sheep. 6th

Revised Ed. Washington DC: National Academic Press.

[NRC] National Research Council, Committee on Animal Nutrition. 1997. The Role of Chromium in Animal Nutrition. Washington DC: National Academic Press.

Negussie E, Rottmann OJ, Pirchner F, Rege JEO. 2004. Growth and carcass

composition of tropical fat-tailed Menz andHorro sheep breeds. Animal Science, 78:245-252 © 2004 British Society of Animal Science

Page 144: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

115

Ngadiyono N. 1995. Pertumbuhan serta Sifat-sifat Karkas dan Daging Sapi Sumba Ongole, Brahman Cross dan Australian Commercial Cross yang Dipelihara Secara Intensif pada Berbagai Bobot Potong. Bogor. [Disertasi]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Nur YS. 2006. Efisiensi penggunaan protein bungkil inti sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger sebagai pakan broiler (catatan penelitian). Prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan Masyarakat Peternakan Di Bidang Agribisnis untuk Mendukung Ketahanan Pangan Semarang, 3 Agustus 2006. ISBN:979-704-485-8

Nur YS, Sofyan LA, Syarief R, Sugandi D. 1993. Peningkatan nilai gizi onggok

dengan kultur campuran Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae sebagai pakan broiler. Prosiding Workshop Teknologi Lingkungan. Jakarta. DTPLH. BPPT.

Nur YS. 1998. Pemanfaatan enzim selulase dari Aspergillus niger pada

biokonversi dedak padi untuk pakan ternak. Penelitian Dosen Muda/BBI 1997/1998. Padang. Lembaga Penelitian Universitas Andalas.

Page TG, Southern LL, Ward TL, Thompson Jr DL. 1993. Effect of chromium in

animal nutrition. Proc Alltech 13th

Pond WG,

Annual Symp. p. 227. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta. UI

Press. Pechova A, Pavlata L. 2007. Chromium as an essential nutrient: a review.

Veterinarni Medicina 52(1):1-18 Pérez J, Muñoz-Dorado J, de la Rubia T, Martinez J. 2002. Biodegradation and

biological treatments of cellulose, hemicelluloses and lignin: an overview. J International Microbiology. 5:53-63.

Church DC, Pond KR, PA. 2005. Basic Animal Nutrition and

Feeding, 5th Edition. New York. John Willey and Sons. Prawirodigdo S, Yuwono DM, Andayani D. 1995. Substitusi Bungkil Kedelai

dengan Bungkil Biji Kapok (Ceiba petandra) dalam Ransum Kelinci Sedang Tumbuh. Jurnal Ilmiah Ternak Klepu. Balitbang Pertanian. Deptan 1 (3) : 26 – 31.

Prawoto JA, Lestari CMS, Purbowati E. 2001. Keragaan dan kenerja produksi

domba lokal yang dipelihara secara intensif dengan memanfaatkan ampas tahu sebagai bahan pakan campuran. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis, special edition: 227-285.

Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W. 2005. Komposisi

kimia otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba lokal jantan

Page 145: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

116

yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. Journal Animal Production, [Inpress]

.

Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W. 2007. Pengaruh pakan komplit dengan kadar protein dan energi yang berbeda pada penggemukan domba lokal jantan secara feedlot terhadap konversi pakan. Pros iding : Semina r Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Peranian, Departemen Pertanian, hal : 394-401.

Purbowati E, Suryanto E. 2001. Karakteristik fisik otot Longissimus dorsi dan

Biceps femoris domba hasil penggemukan feedlot dengan berbagai level konsentrat dan pakan dasar yang berbeda. Buletin Peternakan. Edisi Tambahan, Desember 2001:89-94.

Purwaningrum IF. 2003. Study of mold isolate potential in converting palm oil

fiber waste as ruminant feed stuff [skrips i]. Bogor : Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor..

Rachmadi, D. 2003. Dampak pemberian bungkil inti sawit dan konsentrat yang

dilindungi formaldehida pada domba terhadap kinerja dan kandungan asam lemak poli tak jenuh. [Disertasi]. Bogor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rahman J, Harnentis, Wiryawan KG. 2007. Biokonvesi limbah sawit menjadi

komponen ransum komplit bermineral organic esensial untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan kwalitas daging domba. Padang. Laporan Penelitian Hibah Pekerti. Universitas Andalas Padang.

Riyanto J. 2004. Tampilan kualitas fisik daging sapi peranakan ongole (PO).

Journal Pengembangan Peternakan Tropis. Special Edition October 2004: 28-32.

Sebsibe A, Casey NH, van Niekerk WA, Tegegne A,

Coertze RJ. 2007. Growth

performance and carcass characteristics of three Ethiopian goat breeds fed grainless diets varying in concentrate to roughage ratios. South African Journal of Animal Science 37 (4) © South African Soc iety for Animal Science

Scanes CG. 2003. Biology of growth of domestic animals.

First Edition. Iowa State Press

Siregar Z, Handarini R, Harahap AS. 2008. Penggunaan limbah industry kelapa sawit sebagai pakan terhadap pertumbuhan domba jantan persilangan sei putih. Jurnal Agribisnis Peternakan Vol.4 No.2 Agustus 2008

Page 146: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

117

Soder KJ, Gregorini P. 2010. Relationship between supplemental protein and ruminal fermentation of an orchardgrass-based herbage diet. The Professional Animal Scientist 2 6:290–297. © 2010 American Registry of Professional Animal Scient ist.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta. Solomon MB, Lynch GP, Paroczay E, Norton S. 1991. Influence of rapessed

meal, whole rapessed and soybeen meal on fatty acid composition and cholesterol content of muscle and adipose tissue from ram lamb. J. of Anim. Sci. 69 (10) : 4055-4061

Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan

Biometrik. Edisi II. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sunarlin R, Usmiati S. 2006. Profil karkas ternak domba dan kambing.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterinir. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Hal : 590-597.

Suryahadi, Piliang WG. 1997. Pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai ransum

komplit ruminansia. Prosiding Seminar II Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Kerjasama Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dengan Asosiasi Ilmu Nutrisi Indonesia. Bogor.

Suryati I, Arief II. 2005. Pengujian daya putus Warner Blatzer, susu masak dan

organoleptik sebagai penduga tingkat keempukan daging sapi yang disukai konsumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suryapratama W. 1999. Efek suplementasi asam lemak volatile bercabang dan

kapsul lisisn serta treonin terhadap nutrisi protein sapi Holstein. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sutardi T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departement Ilmu

Makanan Ternak Fapet IPB Bogor. Sutardi T. 1997. Peluang dan tntangan pengembangan ilmu-ilmu nutrisi

ternak.Orasi imiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Swastike W, Baliarti E, Agus A. 2006. Pertambahan bobot badan dan

keberhasilan sinkronisasi estrus pada domba dara dengan kualitas pakan yang berbeda (Body weight gain and evaluated in synchronization estrus of ewes with different feeding quality). AGROSAINS 19 (3) Juli 2006

Page 147: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

118

Swatland HJ. 1994. Structure and Development of Meat Animals and Poultry. Technomic Publishing Company, Inc., Pennsylvani.

Tangendjaja B, Santoso B, Wina E. 1983. Protected fat : preparation and

digestibility. Proc. Advances in Small Ruminant Research in Indonesia. RIAP. Bogor. p. 439-447.

Thu DTN. 2006. Meat quality: Understanding o f meat tenderness and influence

of fat content on meat flavor. Tap Chi Phat Trien KH&CN, TAP 9, SO12-2006

Tilley JWA, Terry RA. 1963. Two-Stage technique for the in-vitro digestion of

forage crops. J. British grasslandsoc. 18: 104-111. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosukojo S.

1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Tomaszewka MW, Sutama IK, Putu IG, Chaniago TD. 1993. Reproduksi,

Tingkah Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Van de Ligt JGL, Lindemann MD, Harmon RJ, Monegue HJ, Cromwell GL.

2002. Effect of chromium tripicolinate supplementation on po rcine immune response during the postweaning period. J.Anim.Sci. 80:449-455

Valkeners D, The´wis A, Amant S, Beckers Y. 2006. Effect of various levels of

imbalance between energy and nitrogen release in the rumen on microbial protein synthesis and nitrogen metabolism in growing double-muscled Belgian Blue bulls fed a corn silage-based diet. J Anim. Sci. 84:877-885.

Van Soest PJ. 1994. Nutritional Ecology of Ruminant Metabolism. Cornell

University Press. Vyas S, Lachke A, Ahmad A. 2003. Fungal cellulases for novel industrial

app lications. In: Rao GP, Manoharachari C, Bhat DJ, Rajak RC, Lakhanpal TN Eds. Frontiers of Fungal Diversity in India. Lucknow: International Book Distributing Co., 143-159.

Wheeler TL, Shackelford SD, Koohmaraie M. 1999. Tenderness classification of

beef III: Effect of the interaction between and point temperature and tenderness on Warner-Blatzer shear force of beef longissimus. J. Anim. Sci. 77: 400-407

Zain M. 1999. Subsitusi rumput dengan sabut sawit dalam ransum pertumbuhan

domba pengaruh amoniasi, defaunasi dan suplementasi analog hidroksi metionin serta asam amino bercabang [Disertasi]. Bogor. Program Pasca-sarjana Institut Pertanian Bogor.

Page 148: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

PEMBAHASAN UMUM

Penelitian tahap ke-I. Pengaruh konsentrasi NaOH dan lama pemeraman terhadap kandungan gizi serat sawit

Usaha peningkatan produk peternakan menuntut adanya pakan yang murah,

berkualitas dan tersedia dalam jumlah yang banyak dan tidak bersaing dengan

kebutuhan manusia. Umumnya kecernaan dari ransum pakan serat sekitar 40-45

%, karena itu sangat diperlukan upaya perbaikan nutrisi untuk meningkatkan

kecernaannya. Usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan perlakuan secara

kimia diantaranya pemeraman dengan fisik, NaOH, (menggiling dan memotong,

uap panas) dan biologi (menggunakan khamir, kapang atau jamur) untuk

memperkaya nilai nutrisi dari sekam dan sekam yang digiling. NaOH adalah

alkali yang paling efektif untuk menaikkan kecernaan zat makanan limbah

pertanian/industri karena mampu memutuskan ikatan lignosellulosa yang lebih

besar sehingga kecernaan lebih tinggi, hal ini sesuai menurut Moss et al. (1990)

bahwa perlakuan dengan NaOH ada lah suatu metode yang efektif untuk

meningkatkan kualitas jerami padi yang rendah, walaupun penambahan NaOH

membuat defisiensi nitrogen lebih buruk pada jerami padi. Oleh karena itu

penggunaan NaOH pada SS dimanfaatkan untuk melepas ikatan lignoselulosa

yang akan menurunkan kadar lignin dan peningkatan daya cerna secara

proporsional dengan turunnya kadar lignin akan memudahkan untuk difermentasi

dengan A. niger sebagai pensintesa kromium organik. Perlakuan NaOH pada serat

sawit ternyata dapat meningkatkan bahan kering, bahan organik, abu, energi dan

retensi N, namun tidak terjadi peningkatan kecernaan serat kasar (Arysoi 1998),

tetapi pada penelitian Ginting (1996) perlakuan NaOH dengan konsentrasi 5 %

memberikan koefisien cerna bahan kering in-vitro serat sawit yang terbaik

dibanding dengan konsentrasi NaOH 2.5 dan 7.5 %. Metode pencucian pada

hasil pemeraman dengan NaOH memberikan hasil yang tidak menguntungkan,

karena hilangnya sebagian nutrisi dari SS, hal ini tidak dapat diaplikasikan dalam

pengolahan bahan berserat tinggi dengan tujuan sebagai pakan ternak. Metode

alternatif yang dapat dilakukan adalah pengolahan fisik setelah itu meningkatkan

Page 149: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

120

pertumbuhan kapang. Pertumbuhan kapang dapat dilihat dengan banyaknya

pertumbuhan hifa dan miselium dan dapat diukur panjang dan berat miselium.

Penentuan mor fologi SS-NaOH ditunjukkan dengan menggunakan

teknologi Scanning Electron Microscope (SEM). Pengaruh konsentrasi NaOH

dan lama pemeraman terhadap dinding sel serat sawit jelas sekali terlihat dengan

menggunakan scanning electron microscopy (SEM). Serat sawit tanpa

pemeraman dengan NaOH terlihat jaringan dasar terjalin dengan pita parenkim

longitudinal dan dengan parenkim jari- jari, pembuluh tertutup oleh tilosis.

Semakin tinggi konsentrasi NaOH dan lama pemeraman maka aktivitas alkali

akan lebih kuat dalam melarutkan dinding sel serat sawit berarti terjadi perubahan

struktur dinding sel yang berperan untuk memutuskan ikatan lignin dengan

selulosa dan hemiselulosa.

Percobaan pemeraman serat sawit dengan NaOH memperlihatkan bahwa

dengan mengingkatnya konsentrasi NaOH terjadi penurunan bahan kering dan

protein kasar serat sawit. Serat sawit setelah diperam dilakukan pencucian seiring

dengan berkurangnya bahan kering dan protein kasar karena pencucian dan

perlakuan NaOH. Perlakuan alkali diharapkan berperan dalam memutuskan

ikatan hidrogen pada kristal selulosa dan silika jerami sehingga senyawa ini akan

mudah terlarut (Arisoy 1998), pada pemeraman dengan NaOH akan terjadi

penurunan bahan kering sesuai dilapo rkan oleh Moss et al. (1993). Protein juga

mengalami hidrolisis pada pH alkalis yang menghasilkan suatu campuran asam

amino bebas. Perlakuan NaOH pada serat sawit ternyata dapat menurunkan

kandungan protein kasar sesuai menurut penelitian Vadiveloo et al. (2009) dan

Arysoi (1998). Perlakuan SS-NaOH dapat menyebabkan kehilangan bahan

organik dan dapat diasumsikan bahwa tidak merubah bentuk komponen anti

nutrisi furfural dan phenolik dari degradasi lignin (Vadiveloo 1995; Vadiveloo &

Fadel 1992).

Hasil penelitian terhadap NDF, ADF, hemiselulosa, selulosa dan lignin

berbeda tidak nyata. Selulosa yang dihasilkan terjadi penurunan, semakin tinggi

konsentrasi NaOH maka akt ivitas alkali aka n lebih kuat da lam melarutkan ikatan

ligno-selulosa dan lignohemiselulosa dan makin banyak lignin, silika dan

hemiselulosa yang larut. Fengel dan Wegener (1995) mengatakan bahwa alkali

Page 150: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

121

dapat menyebabkan perubahan struktur dinding sel yang berperan untuk

memutuskan ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Liu (1998)

mengemukakan bahwa alkali dapat memutuskan ikatan hidrogen inter molekul

dan melarutkan sebagian lignin dan silika, tetapi apabila konsentrasi NaOH

semakin tinggi maka kandungan ADF bertambah tinggi pula. Hal ini disebabkan

adanya sebagian fraksi NDF yang mudah larut, sehingga diduga sebagian NDF

berubah bentuk menjadi ADF.

Umikalsom et al (1998) menyatakan bahwa sodium hidroksida

menurunkan kristalin selulosa dan lignin ke CO2, H2O dan asam karboksil.

Perlakuan NaOH diharapka n mampu memutuskan ikatan hidrogen pada kristal

selulosa dan sebagian silika menjadi larut, kristal selulosa sebagian kecil dapat

larut dalam alkali encer tetapi tidak dapat larut dalam asam encer. Banyaknya

selulosa terbebas dari ikatan lignin memerlukan waktu yang lebih lama untuk

melarutkannya. Secara rata-rata konsentrasi NaOH 2.5-7.5% cukup efektif untuk

menurunkan kandungan lignin. Sedangkan bila dilihat dari lama pemeraman,

semakin lama waktunya kandungan lignin semakin turun, hal ini disebabkan

NaOH semakin lama bekerja. NaOH berfungsi untuk mendegradasi dan

melarutkan lignin sehingga mudah dipisahkan dari selulosa dan hemiselulosa

(Sihite 2008), selanjutnya menurut penelitian Subkaree et al 2007, bagaimanapun

pra perlakuan NaOH dapat mengurangi kandungan lignin pada pra-perlakuan serat

sawit.

Penelitian tahap ke II. Fermentasi serat sawit-NaOH dengan Aspergillus niger pensintesa kromium organik untuk meningkatkan kualitas pakan

Penggunaan Aspergillus niger pensintesa Cr-organik sebagai penghasil

enzim selulase, dapat memutus rantai serat, enzim menyerang permukaan serat

menghasilkan efek pengelupasan dan dapat memflokulasi serat yang berukuran

kurang dari 75 μm serta partikel-partikel kecil serat. Serat yang kecil akan

dihidrolisa mengakibatkan peningkatan derajat giling dan permukaan serat

menjadi bersih dari fibril dan partikel-partikel. Hasil ini terlihat pada percobaan

dengan menggunakan SEM, dimana permukaan serat sawit yang mengandung

partikel-patikel kecil setelah difermentasi dengan Aspergillus niger pensintesa

Cr-organik menjadi bersih.

Page 151: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

122

Penelitian tahap kedua ini terjadi peningkatan protein kasar dari 3.93%

(serat sawit tanpa fermentasi) menjadi 9.21 – 11.45% (serat sawit

fermentasi=SSF). Peningkatan protein kasar pada serat sawit fermentasi

disebabkan oleh adanya pertumbuhan kapang. Jamarun et al. (2001) menjelaskan

bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang baik

akan merubah lebih banyak komponen penyus un media menjadi suatu massa sel,

sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan

dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Ini membuktikan bahwa kapang

Aspergillus niger mampu tumbuh pada media serat sawit alkali yang

ditambahkan kromium dan tripthopan. Perbedaan ini disebabkan laju

pertumbuhan dan perkembang biakan kapang yang bervariasi. Kadar air,

karakteristik substrat, suplementasi nutrisi, aerasi dan lama fermentasi merupakan

variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan metabolit

dalam fermentasi media padat (Krisna et al. 2005).

Hasil penelitian tahap ke-II perlakuan tidak mempengaruhi NDF, ADF,

hemiselulosa, dan selulosa. Menurut Parakkasi (1999) ADF erat hubungannya

dengan kecernaan, sehingga apabila kecernaannya tinggi maka ADF yang tercerna

akan tinggi pula. Kandungan VFA yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar

antara 83,51-143,56 mM, berarti masih dalam kisaran normal dimana VFA yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba antara 80-160 mM (Sutardi

1980, Suryapratama 1999). VFA total yang dihasilkan berada pada kisaran

kebutuhan untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen yang optimal. Hal ini

disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pada SSF-Cr membantu menguraikan

bahan makan dan menyebabka n SSF-Cr lebih fermentabe l di rumen. Produksi

NH3 dalam penelitian ini adalah 4.79 mM, nilai tersebut berada pada kisaran

produksi NH3 di dalam rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba rumen

yaitu pada kisaran 4 – 12 mM (Erwanto et al. 1993) . Hal ini berarti inkorporasi

A. niger dengan kromium pada SS berfluktuasi dalam memproduksi NH3.

Suplementasi kromium pada level 4 mg/kg Cr menghasilkan produksi NH3 lebih

tinggi dari perlakuan lainnya, begitu juga dengan 10% inokulum A. niger.

Produksi NH3 pada SS adalah 4.55 mM, sedangkan pada penelitian ini rataan

produksi NH3 adalah 4.79 mM. Pada penelitian ini terjadi peningkatan produksi

Page 152: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

123

NH3 sebanyak 5.27 %, berarti dengan adanya kromium organik terjadi

peningkatan NH3 yang sangat dibutuhkan untuk sintesis protein mikroba rumen.

Pada penelitian ini terlihat bahwa persentase kecernaan bahan kering

berkisar antara 9.63% - 141.47% dan bahan organik antara 4.60% - 197.77%. Hal

ini kemungkinan disebabkan oleh degradasi serat sawit pada penggunaan

inokulum 10% A. niger lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya,

sehingga dengan lama fermentasi yang sama, jumlah bahan kering dan bahan

organik yang dirombak oleh A. niger menjadi lebih banyak. Terjadinya

peningkatan persentase peningkatan kecernaan bahan organik dan bahan kering

diduga akibat kinerja mikroba rumen yang semakin aktif karena suplai energi

yang cukup sebagai akibat dari pengaruh persentase A. niger dan level CrCl3

Hasil penelitian tahap III pada domba lokal menunjukkan bahwa domba

yang diberikan isonutrien (12.5% protein kasar dan 65% TDN) dengan

penembahan Cr 6 mg/kg sangat ditentukan oleh kecukupan makronutrien protein

dan energi. Suplementasi Cr anorganik (CrCl3.6H2O) menunjukkan konsumsi

dan kecernaan berbeda tidak nyata, sama hal nya dengan yang dilaporkan oleh

Agustin et al. (2010) dan DePew et al. (1996). Hal ini disebabkan bertambah

banyaknya level serat sawit fermentasi yang diberikan untuk pengganti rumput

lapangan menyebabkan palatabilitas ransum menurun. Beberapa pakan tertentu

.

Hasil kecernaan bahan kering berkisar antara 9.14% - 22.07% dan bahan organik

antara 7.17% - 21.35%. Hal ini disebabkan oleh degradasi serat sawit pada

penggunaan inokulum 10% dan kromium 6 mg/kg lebih cepat dibandingkan

dengan perlakuan lainnya, sehingga dengan lama fermentasi yang sama, jumlah

bahan kering yang dirombak oleh A. niger menjadi lebih banyak. Kecernaan

bahan organik akibat inkorporasi A. niger dengan kromium terjadi peningkatan

sesuai dengan meningkatnya persentase inokulum dan level kromium. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh degradasi serat sawit pada penggunaan inokulum

10% dan kromium lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga

dengan lama fermentasi yang sama, jumlah bahan organik yang dirombak oleh

A. niger menjadi lebih banyak.

Penelitian tahap ke-III. Pemanfaatan serat sawit-Cr organik fermentasi sebagai pengga nti rumput lapangan terhadap performa dan kualitas daging

Page 153: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

124

kurang palatabilitasnya dibandingkan pakan lain (Arora 1986) konsumsi pakan

akan lebih banyak jika aliran lewatnya pakan cepat, sedangkan serat sawit

fermentasi dengan kandungan serat kasar yang tinggi menyebabkan laju makanan

da lam sistim pencernaan akan lama karena butuh waktu yang cukup guna

mencerna.

Pada penelitian ini pertambahan bobot badan antara 47.10- 74.98 gram dan

secara statistik pengaruh penggantian rumput lapangan dengan serat sawit

fermentasi berbeda tidak nyata (P>0.05). Hal ini menunjukkan kemampuan

ransum A, B, C, dan D sama untuk pertumbuhan dan penggantian rumput

lapangan dengan serat sawit fermentasi sampai 45% tidak mempengaruhi

pertumbuhan. Tidak terdapatnya perbedaan yang nyata terhadap pertambahan

bobot badan disebabkan daya cerna zat-zat makanan yang hampir sama pada

semua perlakuan sehingga retensi N juga berbeda tidak nyata sampai perlakuan

D (45% SSF-Cr). Ini menggambarkan sebagian besar percobaan penambahan

mineral kromium organik yang dilakukan di daerah subtropis tidak

memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan (Evock-

Clover et al 1993, Lindemann et al 1995), sedangkan pada daerah tropis

pengaruh suplementasi kromium lebih baik, tetapi dengan penambahan SSF-Cr

sampai perlakuan D terjadi penurunan pertambahan bobot badan, hal ini

disebabkan rendahnya palatabilitas ransum sehingga jumlah ransum yang

dikonsumsi sedikit, mengakibatkan pertambahan bobot badan rendah.

Selanjutnya penelitian ini didukung DePew et al. (1996) dan Uyanik (2006)

bahwa suplementasi kromium tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan ,

kadar kromium darah LDL, tetapi menurunkan kadar glukosa darah pada domba

yang disuplementasi dengan 0.2 dan 0.4 Cr anorganik. William et al. (1994)

bahwa supplementasi 0.8 mg Cr pikolinat pada 24 ekor domba pada kondisi

cekaman panas (heat stress) dengan bobot badan 29 kg tidak mempengaruhi

efisiensi penggunaan ransum, kadar glukosa plasma, keseimbangan nitrogen, dan

kemampuan untuk mencerna serat (kandungan Cr ransum basal tidak diketahui).

Setelah ternak dipotong akan terjadi perubahan pH, pada penelitian ini

level SSF-Cr dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap pH daging. Nilai

pH daging mempunyai pengaruh yang berarti pada kualitas daging, karena nilai

Page 154: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

125

pH daging berhubungan dengan warna, DMA, jus daging, keempukan dan susut

masak. pH daging ultimat (pH yang tercapai setelah glikogen otot habis atau

glikogen tidak lagi sensitif oleh serangan-serangan enzim glikolitik) normalnya

adalah 5,4–5,8 (Soeparno 1994). Nilai pH daging ultimat hasil penelitian ini

lebih rendah (5.25) dari pH daging ultimat normal. Hal ini kemungkinan karena

jumlah cadangan glikogen otot saat pemotongan lebih tinggi sehingga

penimbunan asam laktat tidak terjadi karena cadangan glikogen otot masih

tersedia sebelum pH daging ultimat normal tercapai. Terdepresinya glikogen

dapat terjadi karena ternak lelah, lapar atau takut sebelum pemotongan (Lawrie

2003).

Keempukan daging yang diperoleh pada penelitian ini antara 3.83-5.49

kg/cm2, berarti keempukan daging SSF-Cr berada pada kriteria daging empuk

memiliki daya putus WB (Warner Bratzler) ya itu 4.15 - < 5.86 kg/cm2

Protein daging terlihat antara 15.74 - 18.77% seiring dengan konsumsi BK

dan serat kasar yang juga berbeda tidak nyata. Komposisi kimia daging bervariasi

dan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa, umur pakan, perbedaan

pertumbuhan, termasuk perbedaan waktu penggemukan (Lawrie 2003).

(Suryati

dan Arief 2005). Suplementasi SSF-Cr dalam ransum lebih menguntungkan

karena adanya inkoporasi Cr dan A. niger yang mengakibatkan perubahan struktur

miofibrilar akan mempengaruhi keempukan daging. Perbedaan bangsa juga dapat

menimbulkan perbedaan keempukan daging, daging dari tipe kecil lebih empuk

daripada daging dari tipe besar (Lawrie 2003).

Warna daging pada otot longissimus dorsi (LD) diperoleh merah muda

sampai merah tua. Hal ini terjadi karena adanya SSF-Cr dalam ransum yang

mengakibatkan warna merah pada daging. SSF-Cr nampaknya dapat

meningkatkan myoglobin sebagai penentu warna daging, karena pada otot LD

biasanya daging berwarna pucat disebabkan otot yang kurang banyak digunakan

untuk bergerak.

Susut masak dan daya ikat air (DMA) pada penelitian ini berbeda tidak

nyata. Pada umumnya, susut masak bervariasi dengan kisaran 15 - 40% (Soeparno

1994). Susut masak dan daya ikat air (DMA) yang dididapat pada penelitian ini

berkisar pada kisaran yang yang normal.

Page 155: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

126

Peningkatan jumlah SSF-Cr dalam ransum terjadi peningkatan protein daging, hal

ini disebabkan supplementasi kromium organik yang dapat membantu

metabolisme protein. Di dalam struktur GTF kromium adalah komponen

aktifnya, sehingga tanpa adanya Cr pada pusat atau intinya, GTF tidak dapat

bekerja mempengaruhi insulin (Burton 1995). Anderson dan Kozlovsky (1985)

menyatakan kerja GTF pada sistem transport glukosa dan asam amino adalah

meningkatkan pengikatan insulin dengan reseptor spesifik pada organ target.

Saat insulin mengikat reseptor spesifiknya, uptake seluler glukosa dan asam

amino dipermudah dalam hal fungsi GTF adalah meningkatkan efektifitas

potensi insulin. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Linder (1992) bahwa kerja

GTF dalam transfer gula pada sel ragi tidak bergantung pada kehadiran insulin.

Hasil-hasil penelitian Cr menunjukkan bahwa selain esensial dalam metabolisme

karbohidrat, Cr juga dibutuhkan dalam metabolisme lemak dan protein, dalam hal

ini difisiensi Cr dapat menyebabkan hiperkolesterolemia dan arterosklerosis serta

rendahnya inkorporasi asam amino pada protein hati. Ditambahkan bahwa asam

amino yang dipengaruhi oleh Cr adalah metionin, glisin dan serin (Anderson

1987).

Lemak daging cenderung menurun dengan masuknya SSF-Cr tetapi secara

statistik hampir sama, ini disebabkan dengan adanya SSF-Cr merobah komposisi

lemak daging akibat pengunaan kromium. Hal ini juga terjadi pada penelitian dari

Brazil memperlihatkan bahwa suplementasi kromium ragi 400 ppb pada ayam

broiler sangat nyata menurunkan persentase lemak daging bagian dada dan

memperbaiki efisiensi penggunaan pakan (Hossain 1995). Pada percobaan ini

rataan kandungan lemak SSF-Cr adalah 2.58% hampir sama dengan yang

dikataka n oleh Lawrie (1985) kandungan lemak daging 2.5%. Suplementasi

kromium lebih baik pada negara-negara sedang berkembang yang mempunyai

masalah nutrisi. Hal ini disebabkan oleh defisiensi kromium dan tingginya

cekaman panas di daerah tersebut. Pada percobaan ini secara umum asam lemak

yang didapat terjadi penurunan seiring dengan meningkatnya jumlah SSF-Cr

da lam ransum.

Pada penelitian ini asam lemak jenuh ( laurat, miristat, palmitat dan stearat),

asam lemak tidak jenuh (oleat) yang dipe roleh berbeda tidak nyata sesuai dengan

Page 156: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

127

penambahan SSF-Cr dalam ransum. Hal ini menunjukkan efektifitas jumlah SSF-

Cr yang diberikan dalam ransum cukup memberikan pengaruh terhadap

penurunan asam lemak jenuh. Menurut French et al. (2000) asam lemak stearat

dan palmitat merupakan jenis asam lemak jenuh terbanyak pada daging,

sedangkan pada penelitian ini asam lemak jenuh yang terbanyak adalah asam

lemak miristat dan palmitat. Selama penelitian ini asam lemak jenuh yang

dihasilkan terjadi penurunan, berarti dengan adanya SSF-Cr dalam ransum terjadi

penurunan asam lemak jenuh yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner.

Dengan adanya penurunan asam lemak jenuh pada daging domba yang

mengandung ransum SSF-Cr, daging domba yang dihasilkan lebih baik dan akan

menghindari timbulnya penyakit jantung koroner bagi yang mengkonsumsi

daging.

Kolesterol daging yang didapat dalam percobaan ini terjadi penurunanan

sesuai dengan jumlah SSF-Cr yang meningkat, suplementasi kromium organik

(SSF-Cr) dalam ransum dapat menurunkan jumlah kolesterol daging domba. Cr-

organik berperan penting pada metabolisme dan penggunaan karbohidrat, sintesa

asam lemak, ko lesterol dan protein. Kromium berfungsi mengatur proses produksi

lemak dalam tubuh, sehingga mencegah pembentukan lemak berlebih dan. mampu

meningkatkan sensitifitas insulin tubuh sehingga membantu mencerna gula atau

karbohidrat dengan lebih baik. Inkorporasi Aspergillus niger dengan Cr

menunjukkan bahwa terjadi penurunan lemak, asam lemak jenuh, dan kolesterol

daging. Dalam hal ini suplementasi SSF-Cr sebagai ransum komplit perlu diteliti

lebih mendalam, tentang manfaat daging yang mengandung SSF-Cr yang

dikonsumsi manusia, berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus dan jantung

koroner.

Konversi pakan yang didapat dari penelitian ini berbeda tidak nyata, hal ini

dipengaruhi antara lain oleh bahan pakan dan formulasi ransum. Konversi pakan

yang dihasilkan dalam penelitian ini sudah baik, konversi pakan domba di daerah

tropis berkisar antara 7-15 artinya untuk menghasilkan satu kilogram pertambahan

bobot badan dibutuhkan bahan kering pakan sebanyak 7-15 kg. Nilai feed cost

per gain dihitung berdasarkan biaya pakan pada saat penelitian berlangsung dan

pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan. Subs itusi SSF-Cr yang

Page 157: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

128

meningkat dalam ransum menurunkan biaya ransum, dengan memanfaatkan

bahan pakan loka l dan hasil samping agroindustri berupa serat sawit untuk

substitusi hijauan dapat mengurangi biaya pakan (besarnya biaya pakan berkisar

antara 60 – 80% dari total biaya). Nilai FC/G perlakuan A (Rp 15.413) adalah

terendah dibandingkan dengan pe rlakuan lainnya, dan perlakuan C (Rp 19.950)

adalah tertinggi, hal ini disebabkan oleh pertambahan bobot badan harian A juga

lebih baik dari pada perlakuan lainnya sehingga nilai FC/G nya juga berbeda,

walaupun harga ransum per kilogram perlakuan A lebih tinggi. Hal ini juga ada

kaitannya dengan palatabilitas serat sawit fermentasi lebih rendah dari pada

rumput lapang yang diberikan, walaupun konversi pakan dan feed cost per gain

SF-Cr yang dipe roleh berbeda tidak nyata, tapi SSF-Cr masih lebih baik

kualitasnya daripada rumput lapangan dan dapat digunakan sebagai pakan

alternatif.

Page 158: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

VII. KESIMPULAN UMUM DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1) Aspergillus niger mampu mensintesis Cr-organik dengan prekursor CrCl3

2) Fermentasi serat sawit dengan A. niger dapat meningkatkan kualitas nutriennya

dan

triptofan pada substrat serat sawit

3) Penggunaan persentase inokulum A. niger dan level kromium 6 mg/kg bahan

memberikan hasil serat sawit fermentasi dan inkorporasi Cr yang terbaik

4) Serat sawit fermentasi dapat dipakai sebagai pengganti 45% rumput lapangan,

menurunkan kandungan lemak dan kolesterol daging pada ternak domba

Saran

Serat sawit bisa digunakan sebagai media fermentasi bagi Aspergillus

niger dan sekaligus sebagai media untuk mensintesis Cr-organik dari prekursor

CrCl3

dan triptofan. Produk serat sawit fermentasi perlu dikaji pengaruhnya pada

ternak untuk mengetahui efektifitasnya dalam memacu pertumbuhan dan produksi

daging. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan peningkatan dosis kromium dalam

fermentasi supaya jelas terlihat efek kromium terhadap pertumbuhan dan mutu

daging.

Page 159: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

DAFTAR PUSTAKA

Aberle et al. 2001. Principles of Meat Science. W. H/Freeman and Co. San Fransisco.

Adams MR, Moss MO. 2008. Food Microbiology. Published by The Royal

Society of Chemistry. Thomas Graham House, Science Park, Milton Road. Cambridge CB4 OWF,UK.

Aderemi BO, Abu E, Highina BK. 2008. The kinetics of glucose production from

rice straw by Aspergillus niger. African Journal of Biotechnology, Vol. 7, 3, June, 1745-1752.

Adham, 2001, “Attempt at improving citric acid fermentation by Aspergillus niger

in beet- molasses”, Bioresource Technology, hal 97 – 100. Agustin F et al. 2010. Inkorporasi Kromium oleh Fungi Ganoderma lucidum

dengan Limbah Industri Kelapa Sawit Sebagai Substrat. Media Peternakan, Vol. 33 No. 1. April 2010, hlm. 18-24.

Ahamed, Vermette AP. 2008. Culture-based strategies to enhance cellulase

enzyme production from Trichoderma reesei RUT-C30 in bioreactor culture conditions. Biochemical Engineering Journal, 40, 399-407.

Ali, Ikram, Qadeer, Iqbal, 2002. Production of Citric acid by Aspergillus niger

using cane molasses in a strirred fermentor. Electronic Journal of Biotechnology. Vol 5, No.3.

Amatya JL, Haldart S, Ghosh TK. 2004. Effects of chromium supplementation

from inor ganic and organic sources on nutrient utilization, mineral metabolism and meat quality in broiler chicken exposed to natural heat stress. Animal Science. 79:241-253.

Anderson RA. 1994. Stress effects on chromium nutrition of humans and farm animals. In: Biotechnology in the Feed Industry (Lyons, T. P. & Jacques, K. A., eds.), University Press, Nottingham, UK. pp. 267–274.

Anggorodi R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke 4. PT Gramedia. Jakarta

Arisoy M. 1998. The effect of sodium hydroxide treatment on chemical composition and digestibility of straw. Tr J of Veterinary and Animal Sicences 22 p:165-170.

Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta : Gajah

Mada University press.

Page 160: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

132

Astuti WD, Sutardi T, Evvyernie D, Toharmat T. 2006. Inkoperasi kromium pada khamir dan kapang dengan substrat singkong yang diberi kromium anorganik. Media Peternakan 29 : 83-88.

Balk EM, et al: Effect of Chromium Supplementation on Glucose Metabolism and

Lipids, Diabetes Care vol. 30 no. 8, Agustus 2007, hal 2154-2163. Bentley R, Bennett JW. 2008. A ferment of fermentations: Reflections on the

production of commodity chemical using microorganisms in Advances in Applied Microbiology Volume 63. First edition. Academic Press of Elsevier.

Blaxter KK, Wainman FW, Wilson RS. 1986. The regulation of feed Intake by

Sheep. J. Brit. Soc. An.Prod 3 :51-53

Bintang IAK, Sinurat AP, Purwadaria T. 2003. Respon Broiler terhadap Pemberian Ransum yang Mengandung Lumpur Sawit Fermentasi pada Berbagai Lama Penyimpanan. JTIV8(2):71-75

Burton JL. 1995. Supplemental chromium : its benefits to the bovine immune system. Anim. Feed Sci. Tech. 53:117

Burton JL, Mallard BA, Mowat DN. 1994. Effect of supplemental chromium on

antibody responses of newly weaned feedlot calves to immunization with infectious bovine rhinotracheitis and parainfluenza 3 virus. Can J Vet Res 58:1148-151

Combes S, Lepetit J, Darche B, Lebas F. 2002. Effect of cooking temperature

and cooking time on Warner Bratzler tenderness measurement and collagen content in rabbit meat. J. Meat Sci. 66:91-96

Combs GF. 1992. The Vitamins, Fundamental Aspect in Nutrition and Health.

San Diego: Academic Press, Inc. Admission of Harcourt Brace & Company.

Demirci A, Pornetto AL, 2000. Enhanced organically bound chromium yeast

production. J. Agric Food Chem 48:531-536. Demirel, Yaykasli, Yasar, 2004, “The production of citric acid by using

immobilized Aspergillus niger A-9 and investigation of its various effects”, Food Chemistry, p:393 – 396.

De Vrije T, De Haas GG, Tan GB, Keijsers ERP, Claasen PAM. 2002.

Pretreatmen of miscanthus for hydrogen production by Thermotoga elfii. Int. J. Hydrogen Energy. 27:1381-1390

Diena BS, Jung HJG, Vogel KP, Casler MD, Lamb JFLI. 2006. Chemical

composition and response to dilute-acid pretreatment and enzymatic

Page 161: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

133

saccharification of alfalfa, reed canarygrass, and switchgrass. Biomass and Bioenergy 30 , 880–891.

Diwyanto K, Sitompul D, Manti I, Mathius IW, Soentoro. 2004. Pengkajian

pengembangan usaha sistem integrasi kelapa sawit-sapi. hlm. 11-22. Dalam Setiadi et al. (Ed.). Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Provinsi Bengkulu dan PT Agricinal.

Diwyanto K, Handiwirawan E. 2004. Peran litbang dalam mendukung usaha

agribisnis pola integrasi tanaman ternak. Di dalam ; Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman Ternak. Denpasar, Bali 20-22 Juli 2004. Hlm 63-80.

Dwidjoseputro D. 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi. Cetakan kelima belas.

Penerbit Djambatan. Jakarta. Devendra C, Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerjemah: Ir.

IDK Harya Putra, PhD. Penerbit ITB Bandung dan Universitas Udayana Epley RJ. 2008. Meat tenderness. http://www.extension.umn.edu/distribution/

nutrition/ DJ0856.html [27

Gado HM, Metwally HM, Soliman H, Basiony AZL, El-Galil ER. 2007. Enzymatic treatments of bagasse by different sources of cellulase enzymes. Conf. Animal Nutr., 10: 607-613.

Garmrood i AF et al. 2009. In vitro firtsorder kinetic disappearance of dry matter

and neutral detergent fiber of chemically and physically treated cottonseed hulls. Research Journal of biological Sciences 4(11):1180-1184.

Ginting BL. 1996. Penggunaan serat sawit (palm press fiber) yang diperlakukan

dengan NaOH dalam ransum domba lokal [tesis]. Padang : Program Pascasarjana, Universitas Andalas.

oktober 2009] Ernawati, Sunarso. 2001. Keragaan penerapan teknologi pakan pada

penggemukan domba. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Special Edition April 2001:236-248

Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.

Diterjemahkan oleh Hardjono Sastrohamidjojo. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.

Page 162: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

134

Groff JL, Gropper SS. 2000. Advanced Nutrition an Human Metabolism. Third Edition. Wadsworth Thomson Learning. Belmont, CA. USA.

General Laboratory Procedures. 1996. Department of Dairy Science.

University of Wisconsin. Madinson. Goering HK, Van Soest PJ. 1970. Forage fiber analysis (Apparatus, reagents and

some applications) Agricultural Handbook Number. 379. Agric. Res. Serv. USDA, Washington, DC.

Gokhan C, Arikan B, Unaldi MN, Guvenmez H. 2002. Some properties of crude

cerboxylmethyl cellulose of Aspergillus niger Z10 Wild-Type Strain. Turk J. Biol. 26(2002)209-213

Guo GL, Chen WH, Chen WH, Men LC, Hwang WS. 2008. Characterization of

dilute acid pretreatment of silvergrass for ethanol production. Bioresource Technology 99 , 6046–6053.

Haddad SG, Grant RJ, Klopfenstein TJ. 1995. Digestibility of alkali-treated

wheat straw measured in vitro or in vivo using Holstein heifers. J Anim Sci 72:3258-3265.

Handbook of Australian Meat . 6th

Edition.

Haryanto B, Djajanegara A. 1993. Pemenuhan kebutuhan zat-zat makan ternak ruminansia kecil. Dalam: M Wodzicka-Tomaszweska, A Djajanegara, IM Mastika, S Gardiner dan TK Wiradarya. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press Surakarta. Hal:159-196.

Hanson D, Calkins y CR, Miltonz T. 2000. The Effects of Induced Stress and

Supplemental Chromium on Meat Quality of Finishing Heifers. Animal Science Department Nebraska Beef Cattle Reports. p:82-83

Hendriks ATWM, Zeeman G. 2009. Pretreatmens to enhance the digestibility of

lignocellulosic biomass. Bioresource Technology 100:10-18. Herman R. 1977. Konsumsi bahan kering berdasarkan berat badan domba.

Buletin Makanan Ternak. 3(7):148. Hong LS, Ibrahim D, Omar IC. 2010. Microscopic Studies of oil palm frond

during processing for saccharification. The Internet Journal of Bioengineering. 2010 Volume 4 Number 2

Haq I, Javed MM, Khan TS, Sidd iq Z. 2005. Cotton saccharifying activity of

cellulases produced by co-culture of Aspergillus niger and Trichoderma viride. Research Journal of Agriculture and Biological Sciences 1(3): 241-245,

Page 163: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

135

Haq IU, Javed MM, Khan TS. 2006. An innovative approach for hyper

production of cellulolityc and hemicellulolityc enzyme by consortium A. niger and T. viride MSK-10. African Journal of Biotechnology 5:609-614

Immanuel G, Bhagavath CMA, Raj PI, Esakkraj P, Palavesam A. 2007.

Production and partial purification of cellulase by Aspergillus niger and A. fumigatus fermented in coir waste and sawdust. Int. J. Microbiol.

Iyayi, EA. 2004. Change in the cellulose, sugar and crude protein contens of

agro- industrial by-products fermented with Aspergillus niger, Aspergillus flavus and Penicilium sp. Afr J Biotechnol 3:186-188.

Jamarun N, Nur YS, Rahman J. 2001. Pemanfaatan serat sawit fermentasi sebagai

pakan ternak ruminansia. Panduan Seminar dan Abstrak. Pengembangan peternakan berbasis sumberdaya lokal. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Jayanegara A, Tjakradidjaja AS, Sutardi T. 2006. Fermentabilitas dan kecernaan

in vitro ransum limbah agroindustri yang disuplementasi dengan kromium organik dan organik. Med Pet 29 : 54-62.

Ji LN, Zhao XR, Yang HY. 1992. Effects of Trace Elements on Citric Acid

Fermentation by Aspergillus niger and Treatment of cane Molasses as Raw Material. J. Industriall Microbiology 22(2) : 16-21

Juhasz T, Kozma K, Szengyel Z, Reczey K. 2003. Production of b-Glucosidase in

Mixed Culture of Aspergillus niger BKMF 1305 and Trichoderma reesei RUT C30. Food Technol.Biotechnol. 41 (1) 49–53.

Juhasz T, Szengyel Z, Reczey K, M. Silica-Aho M, Viikari L. 2005.

Characterization of cellulose and hemicellulases produced by Trichorderma reesei on various carbon source. Process Biochem., 40: 3519-3525.

Kabel MA, Bos G, Zeevalking J, Voragen AG, Schols HA. 2007. Effect of pretreatment severity on xylan solubility and enzymatic breakdown of the remaining cellulose from wheat straw. Bioresource Technology 98 , 2034–2042.

Karimi K, Emtiazi G, Taherzadeh M. 2006. Ethanol production from dilute-acid pretreated rice straw by simultaneous saccharification and fermentation with Mucor indicus, Rhizopus oryzae, and Saccharomyces cerevisiae. Enzyme and Microbial Technology 40 , 138-144.

Page 164: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

136

Kim KH, Hong, J. 2001. Supercritical CO2 pretreatment of lignocellulose enhances enzymatic cellulose hydrolysis. Bioresource Technology 77 , 139-144.

Kitchalong L, Fernandez JM, Bunting LD, Southern LL, Bidner TD. 1995.

Influence of chromium tripicolinate on glucose metabolism and nutrient partitioning in growing lambs. J. Anim. Sci. 73:2694-2705.

Kogel-Kabner I. 2002. The macromolecular organic composition of plant and

microbial resiues as inputs to soil organic matter. Soil Biol Biochem 34 : 139-162

Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Padi Sebagai Makanan Ternak.

Yayasan Dian Grahita. Indonesia. Krishna C. 2005. Solid-state fermentation systems-an overview. Crit Rev

Biotechnol 25:1-30. Kuryl T, Krejpcio Z, Wojciak RW, Lipko M, Debski B, Staniek H. 2006.

Chromium(III) propionate and dietary fructans supplementation stimulate erythrocyte glucose uptake and beta-oxidation in lymphocytes of rats. Biological trace element research . Volume: 114: 237-48.

Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Diterjemahkan oleh: A. Parakkasi. Edisi

kelima. Penerbit UI-Press, Jakarta. Linde, M., Jakobsson EL, Galbe M, Zacchi, G. 2008. Steam pretreatment of dilute

H2SO4-impregnated wheat straw and SSF with low yeast and enzyme loadings for bioethanol production. Biomass and Bioenergy 32 , 326-332.

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas Indonesia

Press. Jakarta. Liu MLY. 2010. Fermentation of hemicelluloses rich liquid fraction derived from

steam pretreated softwoods. Master of Science in The Faculty of Graduate Studies (Forestry) The University of British Columbia (Vancouver)

http://www.swst.org/wfs/PDF%20Files/ubc_2010_fall_liu_michael.pdf Liwang T. 2003. Palm oil mill effluent management. Burotrop 19 : 38 Lyons TP. 1995. Biotechnology in the Feed Industry a Look Forward and

Backward. Alltech Asia-Pasific Lecture Tour. Lynd LR, Weimer PJ, Van Zyl WH, Pretorius IS. 2002. Microbial Cellulose

Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 66(3) : 506-577

Page 165: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

137

Martins LF, Kolling D, Camassola M, Dillon AJP, Ramos LP. 2008. Comparison of Penicillium echinulatum and Trichoderma reesei cellulases in relation to their activity against various cellulosic substrates. Bioresource Technology, 99, 1417–1424.

Mathius IW, Sitompul D, Manurung BP, Asmi. 2004. Produk samping tanaman

dan pengolahan buah kelapa sawit sebagai bahan dasar pakan komplit untuk sapi : suatu tinjauan. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-sapi. Bengkulu, 9 – 10 September 2003. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Propinsi Bengkulu dan PT Agricial, Bogor.

McDonald PR, Edwards A, Greenhalg JFD. 2002. Animal Nutrition 6 th Ed.

Longman Scientificand Technical, John Willey and Sons Inc. NewYork. Hlm 90-95.

McPhee MJ, Hopkins DL, Pethick DW. 2008. Intramuscular fat levels in sheep

muscle during growth. Australian Journal of Experimental Agriculture 48(7) 904–909.

Mertz W. 1993. Chromium in human nutrition. J. Nutr 123 : 626-633. Moonsie SS, Mowat DN. 1993. Effect of level of supplemental chromium on

performance serum constituents and immune status of stressed freeder calves. J. Anim Sci 71 : 232-238.

Mordenti A, Piva A, Piva G. 1997. The Europen perspective on organic

chromium in animal nutrition. Proc. Alltech 13th

Nur YS. 2006. Efisiensi penggunaan protein bungkil inti sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger sebagai pakan broiler (catatan penelitian). Prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan Masyarakat Peternakan Di

Annual Symp. Hal. 227. Mos ier N et al. 2005. Features of promising technologies for pretreatment of

lignocellulosic biomass. Bioresource Technology 96 , 673–686. Moss AR, Givents DI, Everington M. 1993. The effect of sodium hydroxide

treatment on the chemical composition, digestibility and digestible energy content of wheat, barley and oat straws. Anim. Feed Sci. Technol. 29:73-87.

Musa et al. 2008. Level of chromium in meat products, fruits and drinks in Zaria

Nigeria. Nigerian Journal of Pharmaceutical Sciences. March, Vol. 7 No. 1, P. 22 – 28

Narayana, Kishore, Reddy, 2006, “ Biokinetic studies on citric Acid production

using Aspergillus niger in batch fermentor”, Indian Chemical Engineer, Vol. 4 No.4, hal 217 – 229.

Page 166: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

138

Bidang Agribisnis untuk Mendukung Ketahanan Pangan Semarang, 3 Agustus 2006. ISBN:979-704-485-8.

Oddy VH, Sainz RD. 2002. Nutrition for sheep-meat prod uction. In Sheep

Nutrition edited by M Freer and H Dove. CABI Publishing.

Olesko wicz-Pop iel P, Lisiecki P, Holm-Nielsen JB, Thomsen AB, Thomsen MH. 2008. Ethanol production from maize silage as lignocellulosic biomass in anaerobically digested and wet-oxidized manure. Bioresource Technology 99 , 5327–5334.

Oshel RE, Nandakumar MV, Urgaonkar S, Hendricker DG, Verkade JG. 2008. Water solubilization of DDGS via derivatization with phosphite esters. Bioresource Technology 99 , 5193–5205.

Olsen QR, Rule DC, Field RA, Snowder GD, Hu CY. 1996. Dietary chromium picolinatedoes not influence growth or carcass composition in feedlot lambs. Sheep Goat Res. J. 12:22-24.

Omojasola PF, Jilani OP, Ibiyemi SA. 2008. Cellulase production by some fungi cultured on pineapple waste. Nature Sci., 6: 64-69.

Paengkoum S, Wanapat M, Wachirapakorn C, Nontaso N. 2010. The Effect of Roughage and Urea Solution Infusion Levels on Ruminal NH3-N Concentration and Nutrient Digestibility in Beef Cattle and Swamp Buffaloes. Silpakorn U Science & Tech J Vol.4(1),p:47-55

Page TG, Southern LL, Ward TL, Thompson Jr DL. 1993. Effect of chromium in

animal nutrition. Proc Alltech 13th

Annual Symp. p. 227.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta

Pechova A, Pavlata L. 2007. Chromium as an essential nutrient: a review.

Veterinarni Medicina 52(1):1-18 Pérez J, Muñoz-Dorado J, de la Rubia T, Martinez J. 2002. Biodegradation and

biological treatments of cellulose, hemicelluloses and lignin: an overview. J International Microbiology.5:53-63.

Pond WG, Church DC, Pond KR, PA. 2005. Basic Animal Nutrition and

Feeding, 5th Edition. John Willey and Sons. New York. Pradeep MR, Narasimha G. 2011. Utilization of pea seed husk as a substrate for

cellulose production by mutant Aspergillus niger. Insight Biotechnology 1(2): 17-22.

Page 167: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

139

Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W. 2005. Komposisi kimia otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. (Journal Animal Production, Inpress).

Purwaningrum IF. 2003. Study of mold isolate potential in converting palm oil

fiber waste as ruminant feed stuff [Skrips i]. Bogor : Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Rahman A. 1990. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bahan Pengajaran. Departe-

men Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahman J, Harnentis, Wiryawan KG. 2007. Biokonvesi limbah sawit menjadi

komponen ransum komplit bermineral organic esensial untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan kwalitas daging domba. Laporan Penelitian Hibah Pekerti. Padang : Universitas Andalas Padang.

Rianto E. 1997. Diperlukan strategi yang tepat dalam pemberian pakan pada

ruminansia di daerah tropis. Buletin Sinthesis VI (9):65-68

Saha BC, Cotta MA. 2006. Ethanol Production from Alkaline Peroxide Pretreated Enzymatically Saccharified Wheat Straw. Biotechnol. Prog. 22 , 449-453.

Saha BC, Cotta MA. 2008. Lime pretreatment, enzymatic saccharification and fermentation of rice hulls to ethanol. Biomass and Bioenergy , (In Press).

Sahin K et al. 2011. The effects of chromium complex and level on glucose metabolism and memory acquisition in rats fed high-fat diet. Biological trace element research 2011;143(2):1018-30.

Shimizu K et al. 1998. Integrated process for total utilization of wood

components by steam-explos ion pretreatment. Biomass and Bioenergy Vol. 14, No. 3 , 195-203.

Silverstein et al. 2007. A comparison of chemical pretreatment methods for

improving saccharification of cotton stalks. Bioresource Technology 98, 3000-3011.

Singh A, Singh N, Bishnoi NR. 2010. Enzymatic hydrolysis of chemically pretreated rice straw by two indigenous fungal strains: comparative study. Journal of Scientific & Industrial Research Vol 69 March 2010 pp232-237:

Page 168: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

140

Sinurat AP. 2003. Pemanfaatan Lumpur Sawit untuk Bahan Pakan Unggas. Wartoza. Buletin Ilmu Peternakan Indonesia. Vol 13(2)39-47.

S’oderstr’om J, Pilcher L, Galbe M, Zacchi G. 2003. Two-step steam pretreatment of softwood by dilute H2SO4 impregnation for ethanol production. Biomass and Bioenergy 24 , 475 – 486.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sørensen A, Teller PJ, Hilstrom T, Ahring BK. 2007. Hydrolysis of Miscanthus

for bioethanol production using dilute acid presoaking combined with wet explosion pre-treatment and enzymatic treatment. Bioresource Technology , (in press).

Spears JW. 1999. Reevaluation of the metabolic essentiality of the minerals.

Review. Asian-Aus J. Anim Sci 12 : 1002-1008. Subkaree Y, Boonswang P, Srinorakutara T. 2007. Palm press fibre treatment by

sodium hydroxide and its enzymic hydrolysis. The 19th Annual Meeting of the Tai Society for Biotechnology. TSB2007: Biotechnology for Gross National Happiness. http://www.tistr.or.th/thesis/P8/Teerapatr/Yuttasak/ PalmPressed.pdf.

Sun F, C hen H. 2008. Enhanced enzymatic hydrolysis of wheat straw by aqueous glycerol pretreatment. Bioresource Technology 99 , 6156–6161.

Sunarlin R, Usmiati S. 2006. Profil karkas ternak domba dan kambing.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veterinir. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Hal :590-597.

Sunstøl F, Owen E. (Editors). 1984. Straw and other fibrous by product as feed.

Developments in animal and Veterinary Sciences. 14:545-546. Suryati I, Arief II. 2005. Pengujian daya putus Warner Blatzer, susu masak dan

organoleptik sebagai penduga tingkat keempukan daging sapi yang disukai konsumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutardi T. 1990. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departement Ilmu

Makanan Ternak Fapet IPB Bogor. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan

Biometrik. Edisi II. Terjemahan: B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Page 169: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

141

Swatland HJ. 1994. Structure and Development of Meat Animals and Poultry. Technomic Publishing Company, Inc., Pennsylvani.

Taherzadeh MJ, Karimi K. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to

Improve Ethanol and Biogas Prod uction: A Review. Int. J. Mol. Sci., 9, 1621-1651

Taherzadeh MJ, Karimi K. 2007. Enzyme-based hydrolysis processes for ethanol from lignocellulosic materials: a review. BioResources , 2 (4), 707-738.

Taherzadeh MJ, Karimi K. 2007. Acid-based hydrolysis processes for ethanol from lignocellulosic materials: a review. Bioresources 2(3) , 472-499.

Tang, et al. 2008. Rapid detectionof picloram in agricultural field samples using a disposable immuno membran ebased electrochemical sensor. Environ Sci Technol 42 : 1207-1212

Thomsen MH, Thygesen A, Thomsen AB. 2008. Hydrothermal treatment of wheat straw at pilot plant scale using a three-step reactor system aiming at high hemicellulose recovery,high cellulose digestibility and low lignin hydrolysis. Bioresource Technology 99 , 4221–4228.

Tillman AD et al. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gajah

Mada University Press, Yogyakarta. Toghyani M et al. 2010. Effect of Dietary Chromium Yeast on Thigh Meat

Quality of Broiler Chicks in Heat Stress Condition. World Academy of Science, Engineering and Technology 72. p:346-349.

Traxler MJ et al. 1998. Predicting forage indigestible NDF from lignin

concentration J Anim Sci, 76:1469-1480. Underwood EJ, Suttle NF. 1999. Occasionally Beneficial Elements (Boron,

Chromium, Lithium, Molybdenum, Nickel, Silicon, Tin, Vanadium). In The Mineral Nutrition of Livestock. 3rd Edition New York. CABI Publishing CAB International.

Vadiveloo J, Nurfariza B, Fadel JG. 2009. Nutritional improvement of rice

husks. Anim Feed Sci Technol. 151:299-355. Van Soest PJ. 1987. Nutritional Ecology of Ruminant Metabolism. Cornell

University Press, Ithaca, New York. Hl. 154-160. Vincent JB, Davis CM. 1997. Chromium in carbohydrate and lipid metabolism.

J. Bio Sci 2 : 675-679.

Page 170: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

142

Viola E, Cardinale M, Santarcangelo R, Villone A, Zimbardi F. 2008. Ethanol from eel grass via steam explosion and enzymatic hydrolysis. Biomass and Bioenergy , (in Press).

Vlasenko E, Ding H, Labavitch J, Shoemaker S. 1997. Enzymatic hydrolysis of pretreated rice straw. Bioresource Technology 59 , 109-119.

Wang Y, Spartling BM, ZoBell DR, Wiedmeier RD, McAllister TA. 2004. Effect of alkali pretreatment of wheat straw on the efficacy of exogenous fibrolytic enzymes. American Society of Animal Science : J. Anim Sci 82:198-208.

Walters EL et al. 1988. Meat Evaluation Handbook. National Livestock and

Meat Board. 444. North Michigan Avenue Chicago. USA. p:24-35. Wheeler TL, Shackelford SD, Koohmaraie M. 1999. Tenderness classification of

beef III: Effect of the interaction between and point temperature and tenderness on Warner-Blatzer shear force of beef longissimus. J. Anim .Sci. 77:400-407

Williams JF, Myers JL, Richard CR, Grebing SE. 1994. Influence of yeast

culture chromium and thermal challenge on N and mineral balance in lambs. J. Anim Sci 73 : 86 (abstr).

Wyman CE et al. 2005. Coordinated development of leading biomass pretreatment technologies. Bioresource Technology 96, 1959–1966.

Xu Z et al. 2007. Enzymatic hydrolysis of pretreated soybean straw. Biomass and Bioenergy 31 , 162-167.

Yang B, Wayman CE. 2007. Biotechnology for Cellulosic Ethanol. APBN, 555-563.

Zain M. 1999. Subsitusi rumput dengan sabut sawit dalam ransum pertumbuhan domba pengaruh amoniasi, defaunasi dan suplementasi analog hidroksi metionin serta asam amino bercabang [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Zetić VG

Zhu S et al. 2005. Simultaneous saccharification and fermentation of microwave/ alkali pre-treated rice straw to ethanol. Biosystems Engeneering 92(2) , 229-235.

, Stehlik-Tomas V, Grba S, Lutilsky L, Kozlek Z. 2001. Chromium uptake by Saccharomyces cerevisiae and isolation of glucose tolerance factor from yeast biomass. Journal of Biosciences. Vol 26, Issue : 2, p:217-223

Page 171: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

143

Zhu S et al. 2006. Microwave-assisted alkali pretreatment of wheat straw and its enzymatic hydrolysis. Biosystem Eng. 94:437-442.

Page 172: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

L A M P I R A N

Page 173: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

146

Page 174: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

147

Lampiran 1. Analisis ragam bahan kering SS-NaOH (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Konsentrasi NaOH Lama pemeraman Konsentrasi*lama pemeraman Error

8 2 2 4

9

142.3286 52.1197 0.0855 90.1234 2.9023

17.7911 26.0599 0.0427 22.5308 0.3225

55.17 80.81 0.13 69.87

0.0001 0.0001 0.8776 0.0001

** ** ns **

Total 17 145.2309 Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Duncan s̀ Multiple Range Test bahan kering Perlakuan Konsentrasi NaOH A1 A2 A3 Bahan kering (%) 91.47 89.45 87.03 a b c Lama pemeraman B1 B2 B3 Bahan kering (%) 91.29 89.42 87.05 a a a Lampiran 2. Analisis ragam bahan protein kasar SS-NaOH (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Konsentrasi NaOH Lama pemeraman Konsentrasi*lama pemeraman error

8 2 2 4

9

2.9767 1.9951 0.7217 0.2599 0.5479

0.3721 0.9976 0.3608 0.0650

0.0609

6.11 16.39 5.93 1.07

0.0069 0.0010 0.0228 0.4267

** ** * ns

Total 17 3.5248 Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan Konsentrasi NaOH A1 A2 A3 Protein kasar (%) 4.30 3.90 3.40 C B A Lama pemeraman B1 B2 B3 Protein kasar (%) 5.20 5.30 5.44 a b c

Page 175: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

148

Lampiran 3. Analisis ragam kandungan neutral detergent fiber (NDF) SS-NaOH (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Konsentrasi NaOH Lama pemeraman Konsentrasi*lama pemeraman error

8 2 2 4

9

39.6653 32.5210 4.0062 3.1380 2.0635

4.5962 16.2605 2.0031 0.7845

0.2293

21.63 70.92 8.74 3.42

0.0001 0.0001 0.0078 0.0580

** ** ** ns

Total 17 41.7288 Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan Konsentrasi NaOH A1 A2 A3 Kandungan NDF (%) 90.15 88.07 86.89 A B C Lama pemeraman B1 B2 B3 Kandungan NDF (%) 88.78 88.63 87.71 a a b Lampiran 4. Analisis ragam kandungan acid detergen fiber (ADF) SS-NaOH (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Konsentrasi NaOH Lama pemeraman Konsentrasi*lama pemeraman error

8 2 2 4

9

108.8210 29.0006 73.0604 6.7599 1.2160

13.6026 14.5003 36.5302 1.6899

0.1351

100.68 107.32 270.37 12.51

0.0001 0.0001 0.0001 0.0010

** ** ** **

Total 17 110.0370 Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan Konsentrasi NaOH A1 A2 A3 Kandungan ADF (%) 66.03 63.32 63.29 C A A Lama pemeraman B1 B2 B3 Kandungan ADF (%) 66.24 64.95 61.45 a b c

Page 176: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

149

Lampiran 5. Analisis ragam kandungan selulosa SS-NaOH (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Konsentrasi NaOH Lama pemeraman Konsentrasi*lama pemeraman error

8 2 2 4

9

983.6136 91.8352 100.7989 790.9795 3.6501

122.9517 45.9176 50.3995

197.7448

0.4056

303.16 113.22 124.27 487.57

0.0001 0.0001 0.0001 0.0001

** ** ** **

Total 17 987.2637 Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan Konsentrasi NaOH A1 A2 A3 Kandungan selulosa (%) 33.87 34.65 39.07 A B C Lama pemeraman B1 B2 B3 Kandungan selulosa (%) 43.57 33.52 29.51 a b c Lampiran 6. Analisis ragam kandungan hemi-selulosa SS-NaOH (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Konsentrasi NaOH Lama pemeraman Konsentrasi*lama pemeraman error

8 2 2 4

9

264.2713 166.5955 75.1312 22.5449 35.2607

33.0339 83.2978 37.5656 5.6361

3.9179

8.43 21.26 9.59 1.44

0.0022 0.0004 0.0059 0.2979

** ** ** ns

Total 17 299.5320 Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan Konsentrasi NaOH A1 A2 A3 Kandungan hemi-selulosa (%) 24.15 24.75 23.45 A A B Lama pemeraman B1 B2 B3 Kandungan hemi-selulosa (%) 22.45 23.64 26.26 b b a

Page 177: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

150

Lampiran 7. Analisis ragam kandungan lignin SS-NaOH (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Konsentrasi NaOH Lama pemeraman Konsentrasi*lama pemeraman error

8 2 2 4

9

4.1975 3.9775 0.1733 0.0467 0.0887

0.5247 1.9887 0.0867 0.0117

0.0099

53.21 201.68 8.79 1.18

0.0001 0.0001 0.0077 0.3810

** ** ** ns

Total 17 4.2862 Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan Konsentrasi NaOH A1 A2 A3 Kandungan lignin (%) 23.38 22.96 21.63 A A C Lama pemeraman B1 B2 B3 Kandungan lignin (%) 23.39 23.06 21.56 a a c Lampiran 8. Analisis ragam kandungan serat kasar SS-NAOH (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Konsentrasi NaOH Lama pemeraman Konsentrasi*lama pemeraman error

8 2 2 4

9

49.9072 20.7250 7.4628 21.7194 12.6858

6.2384 10.3625 3.7314 5.4298

1.4095

4.43 7.35 2.65 3.85

0.0198 0.0128 0.1247 0.0431

* * ns *

Total 17 62.5930 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan Konsentrasi NaOH A1 A2 A3 Kandungan Serat kasar (%) Lama pemeraman B1 B2 B3 Kandungan serat kasar (%)

Page 178: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

151

Lampiran 9. Analisis ragam kandungan sintesis Cr-organik pada sel Aspergillus niger (mg/kg)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob >

F Nyata tdk

nyata Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4

9

42.0396 0.6881 41.0819 0.2695 0.1306

5.25 0.34 20.54 0.07 0.01

362.13 23.71

1415.53 4.64

0.0001 0.0003 0.0001 0.0261

** ** ** *

Total 17 42.1702 Keterangan : * : Berbeda nyata (P<0.05) **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan A1 A2 A3 Persentase inokulum 3.20 3.49 3.67 a b b Perlakuan B1 B2 B3 Level kromium (mg/kg) 1.69 3.27 5.38 a b c Lampiran 10. Analisis ragam kandungan serat kasar SSF-Cr (% BK)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4 9

138.2241 9.6533

79.1672 49.4035 208.5223

17.2780 4.8267

39.5836 12.3509 23.1691

0.75 0.21 1.71 0.53

0.6551 0.8158 0.2350 0.7152

ns ns ns ns

Total 17 346.7464 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 11. Analisis ragam kandungan NDF SSF-Cr (% BK)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4

9

75.7507 24.1227 25.0262 26.6018 59.3168

9.4688 12.0613 12.5131 6.6504 6.5907

1.44 1.83 1.90 1.01

0.2994 0.2153 0.2052 0.4518

ns ns ns ns

Total 17 135.0675 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05)

Page 179: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

152

Lampiran 12. Analisis ragam kandungan ADF SSF-Cr (% BK)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4

9

300.5203 22.2670 77.6451 200.6082 598.1899

37.5650 11.1335 38.8225 50.1520 66.4655

0.57 0.17 0.58 0.75

0.7832 0.8483 0.5774 0.5797

ns ns ns ns

Total 17 898.7102 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 13. Analisis ragam kandungan hemi-selulosa SSF- Cr (% BK)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4

9

134.5918 6.5167 36.1411 91.9339 467.7508

16.8240 3.2583

18.0706 22.9835 51.9723

0.32 0.06 0.35 0.44

0.9365 0.9396 0.7154 0.7756

ns ns ns ns

Total 17 602.3426 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 14. Analisis ragam kandungan selulosa SSF-Cr (% BK)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4

9

232.2223 122.2203 49.2181 60.7839 330.8938

29.0278 61.1101 24.6091 15.1960 36.7660

0.79 1.66 0.67 0.41

0.6252 0.2430 0.5358 0.7951

ns ns ns ns

Total 17 563.1161 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05)

Page 180: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

153

Lampiran 15. Analisis ragam kandungan VFA SSF-Cr (mM)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4

9

24645.13 8681.15 5882.49

10081.49 4061.76

3080.64 4340.58 2941.25 2520.37 451.31

6.83 9.62 6.52 5.58

0.0047 0.0038 0.0178 0.0153

* * ns ns

Total 17 28706.89 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) * : Berbeda nyata (P<0.05) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan A1 A2 A3 Level kromium 111.05 131.82 101.90 a b a Perlakuan B1 B2 B3 Persentase inokulum 122.37 111.15 112.01 a a a Lampiran 16. Analisis ragam kandungan NH3 SSF-Cr (mM)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4

9

3.7638 0.5730 0.6471 2.5436 2.9997

0.4704 0.2865 0.3236 0.6359 0.3333

1.41 0.86 0.97 1.91

0.3081 0.4553 0.4151 0.1933

ns ns ns ns

Total 17 6.7635 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) * : Berbeda nyata (P<0.05) **: Berbeda sangat nyata (P<0.01)

Page 181: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

154

Lampiran 17. Analisis ragam kecernaan bahan kering SSF-Cr (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4

9

249.4282 70.3209 69.1777 109.9295 12.7332

31.1785 35.1605 34.5888 27.4824 1.4148

22.04 24.85 24.45 19.42

0.0001 0.0002 0.0002 0.0002

** ** ** **

Total 17 262.1614 Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan A1 A2 A3 Level kromium 10.76 11.15 14.64 a a c Perlakuan B1 B2 B3 Persentase inokulum 10.66 11.23 14.65 a a c Lampiran 18. Analisis ragam kecernaan bahan organik SSF-Cr (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Level CrCl3 Kapang A. niger CrCl3*Kapang Error

8 2 2 4

9

298.1649 73.8466 77.4281 146.8902 11.9992

37.2706 36.9233 38.7141 36.7226 1.3332

27.95 27.69 29.04 27.54

0.0001 0.0001 0.0001 0.0001

** ** ** **

Total 17 310.1641 Keterangan : **: Berbeda sangat nyata (P<0.01) Duncan s̀ Multiple Range Test Perlakuan Level Aspergillus niger A1 A2 A3 Kecernaan bahan organik (%) 9.36 8.38 13.08 a a c Konsentrasi CrCl3 B1 B2 B3 Kecernaan bahan organik (%) 8.91 8.70 13.21 A A C

Page 182: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

155

Lampiran 19 Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi bahan kering ransum (g/ekor/hr)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

389309.06 79244.9

97327.27 5282.99

18.42** 3.06 4.89

Total 19 468553.96 Keterangan : ** berbeda sangat nyata (P<0.01) Analisis uji lanjut konsumsi bahan kering ransum (g/ekor/hr)

Antar Perlakuan Selisih LSR Keterangan 5% 1%

A-B A-C A-D A-E B-C B-D B-E C-D C-E D-E

2.14 36.59 170.56 364.26 34.45 168.42 362.12 133.97 327.67 193.70

109.38 114.83 118.11 120.29 109.38 114.83 118.11 109.38 114.83 109.38

151.54 158.81 163.53 166.44 151.54 158.81 163.53 151.54 158.81 151.54

ns ns ** ** ns ** ** *

** **

Aa Ba Ca Db Ec

Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05)

* : Berbeda nyata (P<0.05) **: Berbeda sangat nyata (P,0.01) Lampiran 20 Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi protein kasar ransum (g/ekor/hr)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

9621.49 1221.67

2405.37 81.44

29.54** 3.06 4.89

Total 19 10843.16 Keterangan : ** berbeda sangat nyata (P<0.01)

Page 183: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

156

Analisis uji lanjut konsumsi protein kasar ransum (g/ekor/hr)

Antar Perlakuan Selisih LSR Keterangan 5% 1%

A-B A-C A-D A-E B-C B-D B-E C-D C-E D-E

8.22 17.55 36.25 61.29 9.33

28.03 53.07 18.7

43.74 25.04

13.57 14.25 14.66 14.93 13.57 14.25 14.66 13.57 14.25 13.57

18.81 19.71 20.30 20.66 18.81 19.71 20.30 18.81 19.71 18.81

ns *

** ** ns ** ** *

** **

Aa Ba Cab Dc Ed

Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) * : Berbeda nyata (P<0.05) **: Berbeda sangat nyata (P,0.01) Lampiran 21 Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi serat kasar ransum

(g/ekor/hr)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

10600.34 3856.79

2650.08 257.11

10.30** 3.06 4.89

Total 19 14457.13 Keterangan : ** berbeda sangat nyata (P<0.01) Analisis uji lanjut konsumsi serat kasar ransum (g/ekor/hr)

Antar Perlakuan Selisih LSR Keterangan 5% 1%

C-B C-A C-D C-E B-A B-D B-E A-D A-E D-E

4.4 13.78 26.64 64.04 9.38

22.24 59.64 12.86 50.26 37.4

24.11 25.31 26.03 26.51 24.11 25.31 26.03 24.11 25.31 24.11

33.40 35.00 36.04 36.68 33.40 35.00 36.04 33.40 35.00 33.40

ns ns *

** ns ns ** ns ** **

Aab Bab Ca Db Ec

Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) * : Berbeda nyata (P<0.05) **: Berbeda sangat nyata (P,0.01)

Page 184: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

157

Lampiran 22 Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi lemak ransum (g/ekor/hr)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

156.34 28.32

39.08 1.88

20.78** 3.06 4.89

Total 19 184.66 Keterangan : ** berbeda sangat nyata (P<0.01) Analisis uji lanjut konsumsi lemak ransum (g/ekor/hr)

Antar Perlakuan Selisih LSR Keterangan 5% 1%

B-A B-C B-D B-E A-C A-D A-E C-D C-E D-E

0.09 1.08 3.55 7.39 0.99 3.46 7.3

2.47 6.31 3.84

2.04 2.14 2.21 2.25 2.04 2.14 2.21 2.04 2.14 2.04

2.83 2.97 3.06 3.11 2.83 2.97 3.06 2.83 2.97 2.83

ns ns ** ** ns ** ** *

** **

Aa Ba Ca Db Ec

Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) * : Berbeda nyata (P<0.05) **: Berbeda sangat nyata (P,0.01) Lampiran 23 Analisis ragam dan uji lanjut konsumsi BETN ransum (g/ekor/hr)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

127142.72 25402.89

31785.68 1693.52

18.76** 3.06 4.89

Total 19 152545.61 eterangan : ** berbeda sangat nyata (P<0.01)

Page 185: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

158

Analisis uji lanjut konsumsi BETN ransum (g/ekor/hr)

Antar Perlakuan Selisih LSR Keterangan 5% 1%

B-A B-C B-D B-E A-C A-D A-E C-D C-E D-E

2.62 23.58 98.01 209.5 20.96 95.39 206.88 74.43 185.92 111.49

61.91 65.00 66.85 68.01 61.91 65.00 66.85 61.91 65.00 61.91

85.77 89.89 92.56 94.21 85.77 89.89 92.56 85.77 89.89 85.77

ns ns ** ** ns ** ** *

** **

Aa Ba Ca Db Ec

Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) * : Berbeda nyata (P<0.05) **: Berbeda sangat nyata (P,0.01) Lampiran 24 Analisis ragam daya cerna bahan kering ransum (% BK)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

72.2 879.86

18.05 58.66

0.31 3.06 ns 4.89

Total 19 952.06 Keterangan : ns berbeda tidak nyata (P<0.01) Lampiran 25 Analisis ragam dan uji lanjut daya cerna protein kasar ransum (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

372.74 305.58

93.19 20.36

4.57 3.06 * 4.89

Total 19 678.12 Keterangan : * berbeda nyata (P<0.05)

Page 186: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

159

Analisis uji lanjut daya cerna protein kasar ransum (% BK)

Antar Perlakuan Selisih LSR Keterangan 5% 1%

B-A B-D B-C B-E A-D A-C A-E D-C D-E C-E

0.12 3.16 6.15 9.23 3.04 6.03 9.11 2.99 6.07 3.08

6.80 7.14 7.35 7.48 6.80 7.14 7.35 6.80 7.14 6.80

9.42 9.88

10.17 10.35 9.42 9.88

10.17 9.42 9.88 9.42

ns ns ns * ns ns * ns ns ns

Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) * : Berbeda nyata (P<0.05) Superskrip

Aa Ba Cab Dab Eb

Lampiran 26 Analisis ragam daya cerna serat kasar ransum (% BK)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

261.75 1129.09

65.43 75.27

0.86 3.06 ns 4.89

Total 19 1390.84 Keterangan : ns berbeda tidak nyata (P<0.01) Lampiran 27 Analisis ragam daya cerna lemak kasar ransum (% BK)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

326.20 475.58

81.55 31.70

2.57 3.06 ns 4.89

Total 19 801.78 Keterangan : ns berbeda tidak nyata (P<0.01) Lampiran 28 Analisis ragam daya cerna BETN ransum (% BK)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

96.57 400.53

24.14 26.70

0.90 3.06 ns 4.89

Total 19 497.10 Keterangan : ns berbeda tidak nyata (P<0.01)

Page 187: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

160

Lampiran 29 Analisis ragam pertambahan bobot badan (g/ekor/hr)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

1754.87 5691.51

438.72 379.43

1.16 3.06 ns 4.89

Total 19 7446.38 Keterangan : ns berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 30 Analisis ragam dan uji lanjut retensi N (g/ekor/hr)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung F tabel 0.05 0.01

Perlakuan Error

4 15

162.70 30.67

40.68 2.04

19.94 3.06 ** 4.89

Total 19 193.37 Keterangan : ** berbeda sangat nyata (P>0.01) Analisis uji lanjut retensi ransum (g/ekor/hr)

Antar Perlakuan Selisih LSR Keterangan 5% 1%

B-A B-C B-D B-E A-C A-D A-E C-D C-E D-E

0.31 2.18 3.49 7.87 1.87 3.18 7.56 1.31 5.69 4.38

2.10 2.21 2.27 2.31 2.10 2.21 2.27 2.10 2.21 2.10

2.91 3.05 3.15 3.20 2.91 3.05 3.15 2.91 3.05 2.91

ns ns ** ** ns ** ** ns ** **

Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) **: Berbeda sangat nyata (P,0.01) Superskrip

Aa Ba Ca Dab Ec

Lampiran 31 Analisis ragam perlakuan terhadap pH daging

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

0.00074 0.00785

0.00025 0.00196

0.13 0.9403 ns

Total 7 0.00859 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05)

Page 188: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

161

Lampiran 32 Analisis ragam perlakuan terhadap keempukan daging (kg/cm2

)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

2.85 4.68

0.95 1.17

0.81 0.5505 ns

Total 7 7.53 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 33 Analisis ragam perlakuan terhadap warna daging

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

1.38 5.50

0.46 1.38

0.33 0.8032 ns

Total 7 6.88 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 34 Analisis ragam perlakuan terhadap susut masak daging (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

53.20 18.82

17.73 4.71

3.77 0.1163 ns

Total 7 72.02 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 35 Analisis ragam perlakuan terhadap DMA (%mgH2

O)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

328.41 284.81

109.47 71.20

1.54 0.3350 ns

Total 7 613.22 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 36 Analisis ragam perlakuan terhadap kadar air daging (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

35.52 21.88

11.84 5.47

2.16 0.2349 ns

Total 7 57.40 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05)

Page 189: BIOKONVERSI SERAT SAWIT DENGAN Aspergillus niger … · 2015-08-28 · ... (Cr-yeast) sangat tepat diterapkan untuk pengolahan serat sawit yang telah ... Penelitian ini meliputi pembiakan

162

Lampiran 37 Analisis ragam perlakuan terhadap kadar protein daging (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

323.79 311.14

107.93 77.78

1.39 0.3681 ns

Total 7 634.93 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 38 Analisis ragam perlakuan terhadap kadar lemak daging (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

24.76 16.80

8.25 4.20

1.96 0.2614 ns

Total 7 41.56 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 39 Analisis ragam perlakuan terhadap kadar kolesterol daging (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

112.30 268.06

37.43 67.02

0.56 0.67 ns

Total 7 380.36 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 40 Analisis ragam perlakuan terhadap kadar kromium daging (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

6.72 3.65

2.24 0.91

2.46 0.2027 ns

Total 7 10.37 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05) Lampiran 41 Analisis ragam perlakuan terhadap kadar kromium hati (%)

Sumber keragaman db JK KT F Hitung Prob > F

Nyata tdk nyata

Perlakuan Error

3 4

3.27 2.59

1.09 0.65

1.68 0.3069 ns

Total 7 5.86 Keterangan : ns : Berbeda tidak nyata (P>0.05)