biodata singkat kapitan patimura

23
Biodata singkat kapitan Patimura Pattimura (atau Thomas Matulessy) (lahir diHualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 meninggal diAmbon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawanAmbon dan merupakanPahlawan nasional Indonesia. Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis,"Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram).Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy.Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yangterletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan". Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam bukunya ApiSejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy,Seram Selatan (bukanSaparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja inidikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasaMaluku disebut Kasimiliali. Perjuangan Sebelum melakukan perlawanan terhadapVOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantansersan Militer Inggris Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan.Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudianBelanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antaralain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkandahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut jugadicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka paraserdadu- serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasukidinas militer pemerintah baru atau

Upload: yuni

Post on 19-Dec-2015

86 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Biodata Singkat Kapitan Patimura

  Biodata singkat kapitan PatimuraPattimura(atau Thomas Matulessy) (lahir diHualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783  – meninggal diAmbon, Maluku,  16 Desember   1817  pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan namaKapitan Pattimuraadalah pahlawanAmbondan merupakanPahlawan nasional Indonesia. Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis,"Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram).Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy.Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yangterletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan". Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam bukunya ApiSejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy,Seram Selatan (bukanSaparuaseperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja inidikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasaMaluku disebut Kasimiliali.PerjuanganSebelum melakukan perlawanan terhadapVOCia pernah berkarier dalam militer sebagai mantansersanMiliter Inggris Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan.Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudianBelanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antaralain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkandahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut jugadicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka paraserdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasukidinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan. Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat.Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinanKapitan Pattimura.

Biografi Martha Christina Tiahahu

Page 2: Biodata Singkat Kapitan Patimura

Martha Christina Tiahahu, lahir pada tahun 1800, di suatu desa bernama Abubu di Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah. Martha kecil terkenal berkemauan keras dan pemberani. Ia selalu mengikuti ayahnya, Paulus Tiahahu, termasuk ikut menghadiri rapat perencanaan perang. Paulus Tiahahu merupakan salah seorang pemimpin perjuangan rakyat Maluku melawan Belanda. Setelah dewasa, Martha Christina Tiahahu pun ikut bertempur.

Martha Christina Tiahahu dan ayahnya bersama Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura berhasil menggempur pasukan Belanda yang bercokol di Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Namun, dalam pertempuran sengit di Desa Ouw-Ullath, sebelah Tenggara Pulau Saparua, para pejuang Maluku kalah akibat kekuatan yang tidak seimbang. Banyak pejuang yang tertangkap, termasuk Paulus Tiahahu yang dihukum mati.

Meski demikian, Martha Christina Tiahahu terus bergerilya bersama para pejuang hingga akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa. Menjadi tawanan tidak membuatnya melunak terhadap Belanda. Ia tetap bersikap keras dengan melakukan aksi mogok makan dan jatuh sakit. Martha Christina meninggal dunia di atas kapal perang Eversten milik Belanda dalam perjalanan ke tempat pengasingan di Jawa. Jasad beliau dimakamkan di Laut Banda dengan penghormatan militer pada 2 Januari 1818.

Tempat/Tgl. Lahir :  Maluku, 1801 Tempat/Tgl. Wafat :  Maluku, 1 Januari 1818 SK Presiden : Keppres No. 012/TK/1969, Tgl. 20 Mei 1969 Gelar : Pahlawan Nasional

Martha Christina Tiahahu tak kenal lelah memberikan dorongan semangat kepada rakyat Maluku yang tengah berjuang melawan Belanda dengan meneriakkan kalimat “Tanah ini adalah tempat kita dilahirkan, jangan biarkan penjajah itu merebutnya”.

PERANAN PEREMPUAN INDONESIA DI MASA PERANG KEMERDEKAAN 1945-1950

1.      Pendahuluan 

1.1 Latar Belakang

Page 3: Biodata Singkat Kapitan Patimura

Tidak dapat dipungkiri bahwa peran perempuan dalam kehidupan sehari-hari sangatlah

penting. Selain berperan sebagai ibu dan istri yang sudah merupakan kodrat seorang perempuan

yang telah berumah tangga. Kehidupan wanita terus berkembang sesuai dengan perkembangan dan

tuntutan zaman. Perempuan turut ikut serta membawa perubahan yang tidak sedikit bagi

perkembangan bangsa Indonesia. Pada masa-masa revolusi pisik, seluruh lapisan masyarakat saling

bahu-membahu bersama para pejuang untuk menggapai dan mempertahankan kemerdekaan.

Dapat dipastikan bahwa kaum perempuan Indonesia pun turut membantu bahkan terjun langsung

dan terlibat dalam perjuangan, mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan rakyat dan

bangsa Indonesia tercinta.

Pada zaman perang merebut kemerdekaan muncul sebuah norma yang cukup kuat sehingga

memaksa kaum perempuan sebagai istri/ibu atau ibu rumah tangga secara tidak langsung terlibat

dalam pekerjaan untuk mengurus keuangan, menjadi penghubung, bahkan mencari senjata pun

dilakukan, selain itu perempuan umumnya mendapat tugas kepalangmerahan yaitu merawat dan

mengobati pejuang serta rakyat yang memerlukannya.

Peranan dan kegiatan perempuan Indonesia setiap waktu ditantang oleh tuntutan

masyarakat dan zamannya, dapat dilihat di masa perang kemerdekaan tahun 1945-1950. Wanita

Indonesia baik di Aceh, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, maupun di Bali dan Maluku terlihat aktif

bahu-mambahu bersama kaum pria bersama-sama melawan dan berjuang untuk menghadapi setiap

ancaman dari kaum penjajah asing mana pun yang akan menghancurkan bangsa. Segala bahaya yang

mengancam kemerdekaan bangsa Indonesia yang baru saja diproklamirkan Soekarno-Hatta akan

dilawan karena semangat merdeka yang berapi-api tidak dapat dimatikan.

Di sinilah kaum perempuan Indonesia membuktikan diri dan memberikan andil yang cukup

besar dan berarti bagi perjuangan bangsa. Peranan yang dilakukan meliputi segala aspek kegiatan

yang mampu dikerjakan kaumnya. Segala halangan tidak diperdulikan lagi oleh kaum perempuan

Indonesia karena keadaan yang mendesak. Seperti di Aceh dan Sulawesi Selatan, ruang gerak kaum

perempuan sangat terbatas karena adanya ketentuan-ketenyuan adat, hokum dan peraturan agama

yang ketat.

1.2              RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah peranan perempuan di masa perang kemerdekaan?

2. Siapa sajakah tokoh pahlawan perempuan Indonesia?

Page 4: Biodata Singkat Kapitan Patimura

1.3              TUJUAN

1. Untuk mengetahui peranan perempuan di masa perang kemerdekaan

2. Untuk mengetahui Siapa saja tokoh pahlawan perempuan Indonesia.

1.2  Pembahasan

Peranan Perempuan Di Masa Perang Kemerdekaan

Kaum perempuan sebagai bagian yang terpisahkan dari masyarakat, sering mempunyai

peranan yang menentukan. Dalam kehidupan sehari-hari tugas-tugas yang dilakukan kaum

perempuan merupakan bagian yang penting, namun sering tidak kelihatan. Baik di lingkungan

keluarga maupun masyarakat hanya dianggap formalitas kewajiban perempuan sebagai kodratnya

saja. Bila perempuan melakukan kegiatan yang lain dari yang biasa dilakukannya, hal tersebut di

anggap tidak wajar. Misalnya yang dilakukan oleh R. A. Kartini dan Dewi Sartika untuk memajukan

kepandaian perempuan dengan member kepandaian khusus, pada masanya dianggap sebagai

tindakan yang luar biasa. Padahal yang dilakukan hanyalah usaha untuk memberi bekal kehidupan

yang lebih baik kepada kaum wanita yang akan menjadi ibu atau calon ibu.

Atas dasar timbulnya kesadaran tentang pentingnya peranan perempuan dalam kehidupan

masyarakat, maka kedua tokoh itupun dan tokoh-tokoh lain yang mengikutinya terus giat bekerja

untuk mewujudkan cita-citanya.

Tokoh-tokoh pahlawan perempuan Indonesia.

Para pahlawan Indonesia sangat berjasa untuk negaranya dalam hal memperjuangkan

negara dan memajukan negaranya. Mereka yang berjuang dalam proses untuk kemerdekaan Negara

Republik Indonesia ini. Sebenarnya banyak sekali pahlawan di Indonesia , setidaknya ada sekitar 133

tokoh yang ditetapkan Pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 10

November 2006, mungkin sekarang ini sudah bertambah.

Kebanyak pahlawan Indonesia tersebut adalah pria , ini wajar karena sebelum kemerdekaan

peran perempuan kebanyakan hanya membantu suaminya. Tetapi walaupun begitu tetap saja masih

ada pahlawan perempuan di Indonesia walaupun masih didominasi dari kalangan pria, sebenarnya

cukup banyak pahlawan perempuan di Indonesia tetapi penulis hanya menginformasikan 5

pahlawan wanita Indonesia saja, yakni Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Meutia, Cut Nyak Dhien,

R. A. Kartini, dan Dewi Sartika.

a. Martha Christina Tiahahu

Perempuan pada masa prakemerdekaan perempuan sering sekali disandingkan dengan

dapur dan mengurus anak. Namun, Martha Christina Tiahahu, perempuan pejuang dari Maluku,

Page 5: Biodata Singkat Kapitan Patimura

membuktikan bahwa tidak selamanya kaum perempuan hanya bisa bekerja di dapur dan mengurus

anak. Ia adalah sedikit dari perempuan Indonesia yang dalam hidupnya berperan sejajar dengan

kaum pria, bahkan dalam urusan membela bangsa dan negara.

Martha Christina Tiahahu lahir pada tahun 1800, di desa Abubu di Pulau Nusalaut,

Kabupaten Maluku Tengah. Ia lahir dari keluarga Tiahahu dari kelompok Soa Uluputi. Soa dalam

bahasa Maluku berarti 'kelompok yang membagi masyarakat berdasarkan marganya sebagai

identitas asal-usul keluarga'. Martha adalah wanita pemberani yang mengangkat tombak untuk

melawan Belanda. Seperti yang dituturkan oleh ahli warisnya, Merry Lekahena (58), berdasarkan

kisah turun-temurun yang diceritakan oleh orangtuanya, Martha dibesarkan oleh ayahnya yang

merupakan seorang pemimpin perang karena ibunya meninggal saat ia masih kecil.

Martha kecil terkenal berkemauan keras dan pemberani. Ia selalu ikut ke mana pun ayahnya

pergi, termasuk menghadiri rapat perencanaan perang, sehingga dirinya terbiasa untuk ikut

mengatur pertempuran dan membuat kubu-kubu pertahanan. Martha Chistina dan ayahnya, Paulus

Tiahahu, bersama-sama dengan Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura berhasil menggempur

kependudukan tentara kolonial yang bercokol di Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah. Namun,

dalam pertempuran sengit di Desa Ouw-Ullath, sebelah Tenggara Pulau Saparua pasukan rakyat

kalah akibat ketidak seimbangan persenjataan, tipu muslihat penjajah dan adanya penghianatan.

Banyak pejuang yang ditawan dan harus menjalani berbagai hukuman, salah satunya adalah

ayahanya yang dihukum tembak mati.

Walaupun demikian, Martha Christina terus bergerilya bersama tentara rakyat yang tersisa

dan akhirnya ia pun tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa. Menjadi tawanan tidak membuatnya

jera, ia tetap bersikap keras kepala dengan melakukan aksi mogok makan dan jatuh sakit. Martha

Christina meninggal di atas kapal perang Eversten milik Belanda dan jasadnya diluncurkan di Laut

Banda dengan penghormatan militer pada 2 Januari 1818.

Kendati berjuang menggempur musuh bersama pasukan ayahnya, Martha Christina yang

memulai perang pertamanya ketika berusia 17 tahun dan hanya mengandalkan sebatang tombak itu

tetap bergaya layaknya perempuan dengan rambut terurai serta ikat kepala berwarna merah. Tidak

hanya gagah berani, Srikandi Maluku itu juga memberi semangat kepada para perempuan di

sejumlah desa di Maluku agar ikut angkat senjata bersama kaum pria melawan kependudukan

tentara kolonial.

Untuk menghargai jasa-jasa dan pengorbanannya, oleh Pemerintah Republik Indonesia,

Martha Christina Tiahahu dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan tanggal 2

Page 6: Biodata Singkat Kapitan Patimura

Januari menjadi Hari Martha Christina. Monumennya pun dibangun menghadap ke laut Banda di

desa kelahirannya yang diresmikan oleh Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu pada 2 Januari 2008

dalam peringatan Hari Martha Christina yang ke-190 tahun. Sedangkan di Ambon, monumen Martha

Christina tegar berdiri dengan sebatang tombak di tangan Bukit Karang Panjang menghadap ke Teluk

Ambon, seakan-akan menyiratkan tekadnya menjaga keutuhan Maluku sebagai daerah kaya

berbagai potensi sumber daya alam sebagai bagian kekuatan masa depan untuk kesejahteraan

masyarakat.

b. Cut Nyak Meutia

Cut Meutia adalah pahlawan dari Aceh atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tanah

Rencong. Ia lahir tahun 1870. Ayahnya bernama Teuku Ben Daud Pirak. Ibunya bernama Cut Jah. Cut

Meutia adalah satu-satunya anak perempuan dari lima bersaudara. Keluarga ini adalah salah satu

dari sekian banyak keluarga Mujahid (pejuang) yang pernah dimiliki Aceh, yang juga terkenal dengan

julukan Serambi Mekah. Sejak kecil Cut Meutia dididik ilmu agama oleh banyak ulama. Bahkan

ayahnya sendiri adalah salah satu dari sekian banyak guru agama yang pernah mengajarnya.

Cut Meutia tumbuh sebagai seorang gadis cantik rupawan. Banyak pemuda yang datang

untuk meminang dan menikahinya. Akhirnya, seorang pemuda bernama Teuku Cik Tunong berhasil

meminang dan menikahinya. Saat itu tanah Aceh sedang berada dalam bahaya. Para pejuang Aceh

sekuat tenaga berusaha mengusir penjajah Belanda. Cut Meutia terpanggil untuk berjuang di medan

laga bersama suaminya. “Kita harus berjuang mengusir penjajah!” demikian tekad pasangan itu.

Sejak itulah mereka keluar masuk hutan untuk bertempur dan melawan Belanda. Namun,

Teuku Cik Tunong tertangkap Belanda dan dijatuhi hukuman mati. Ia mati syahid sebagai seorang

pejuang. “Kobarkan terus perjuangan! Mati satu tumbuh seribu!” Itulah kata terakhir Teuku Cik

Tunong sebelum menjalani hukuman mati. Sepeninggal Teuku Cik Tunong, tidak lama kemudian Cut

Meutia memilih kembali pendamping hidupnya. Ia seorang pejuang juga yang bernama Cik Pang

Nanggroe (Cik Pang Nagru). Bersama suaminya, Cut Meutia meneruskan perjuangan dengan lebih

dahsyat. “Jangan biarkan Belanda lolos dari sergapan kita!” kata suami istri pejuang itu dengan

bersemangat. Mereka semakin gencar menyergap patroli-patroli Belanda. Sudah banyak korban dari

pihak pasukan Belanda yang tewas di tangan Cut Meutia dan suaminya. Menghadapi keadaan itu,

pasukan Belanda semakin takut terhadap Srikandi dari Tanah Rencong itu. Namun, pada sebuah

pertempuran, Cik Pang Nagru gugur di medan perang. Cut Meutia dengan 45 pasukan yang tersisa

berhasil meloloskan diri.

Bersama pasukannya yang hanya memiliki 13 pucuk senjata, Cut Meutia melanjutkan perang

secara bergerilya. Raja Sabil, putra Cut Meutia yang baru berumur 11 tahun, selalu mengikuti ibunya

pergi berjuang. Kekuatan yang tidak seimbang antara pasukan Belanda dan pasukan Cut Meutia

Page 7: Biodata Singkat Kapitan Patimura

membuat banyak kerabat dan teman dekat Cut Meutia mulai merasa cemas. Mereka mengusulkan

agar ia menyerah dan meminta pengampunan dari Belanda. Namun usulan itu ditolak mentah-

mentah oleh Cut Meutia. “Tidak!” jawabnya tegas,” Aku akan berjuang sampai titik darah

penghabisan!”. Sejak pertama kali mengenal kata berjuang, Cut Meutia telah menanamkan tekad

“takkan surut kaki melangkah hingga badan berkalang tanah”.

Pada tahun 1903, Sultan Mahmud Daud Syah terpaksa menyerah kepada Belanda. Peristiwa itu

disusul dengan menyerahnya raja-raja lain, seperti pasukan yang dipimpin oleh Panglima Polim.

Melihat kenyataan itu, Cut Meutia tidak sedikitpun mengendurkan nyalinya dalam berjuang. Pada

suatu hari tempat persembunyian Cut Meutia tercium oleh Belanda. Belanda langsung mengerahkan

pasukannya menyerbu tempat persembunyian itu. “Sekarang kau dan pasukanmu telah dikepung!

Cepatlah menyerah!” teriak komandan pasukan Belanda. Namun, Cut Meutia tetap menolak untuk

takluk.

Dengan hanya bersenjata sebilah rencong dan pedang, ia maju paling depan untuk

memimpin pasukannya. Bagai singa terluka, Cut Meutia menyerang, menebas dan menerjang lawan

tanpa rasa gentar. Banyak pasukan Belanda yang tewas. Di tengah pertempuran, sebutir peluru

menembus tubuh Cut Meutia. Darah mengucur deras. Akhirnya, Cut Meutia gugur di medan

pertempuran sebagai pejuang dari tanah rencong. Cut Meutia dengan gagah berani membuktikan

kecintaannya kepada nusa dan bangsanya. Ia membela dan memperjuangkan kedaulatan bangsa

sampai titik darah penghabisan. Itulah yang dilakukan Cut Meutia. Atas jasa-jasa yang tak ternilai

harganya, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahi gelar Pahlawan Nasional. Ia pun dijuluki

sebagai Mujahidah dari Tanah Rencong.

c. Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien lahir di Lampadang, 6 November 1908, Sumedang, Jawa Barat dan

dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Ia adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh

yang berjuang melawan Belanda pada masa perang di Aceh. Setelah wilayah VI Mukim diserang ia

mengungsi, sementara suaminya Ibrahim Lamnga bertempur melawan Belanda. Ibrahim Lamnga

tewas di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 yang menyebabkan Cut Nyak Dhien sangat marah dan

bersumpah hendak menghancurkan Belanda.

Teuku Umar, salah satu tokoh yang melawan Belanda, melamar Cut Nyak Dhien. Pada

awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku Umar memperbolehkannya ikut serta dalam

medan perang, Cut Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun 1880 yang

menyebabkan meningkatnya moral pasukan perlawanan Aceh. Nantinya mereka memiliki anak yang

bernama Cut Gambang. Setelah pernikahannya dengan Teuku Umar, ia bersama Teuku Umar

Page 8: Biodata Singkat Kapitan Patimura

bertempur bersama melawan Belanda, namun, Teuku Umar gugur saat menyerang Meulaboh pada

tanggal 11 Februari 1899, sehingga ia berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan

kecilnya.

Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit encok dan rabun, sehingga satu

pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba.Ia akhirnya ditangkap

dan dibawa ke Banda Aceh, disana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh, namun, ia menambah

semangat perlawanan rakyat Aceh serta masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum

tertangkap, sehingga ia dipindah ke Sumedang, dan ia meninggal pada tanggal 6 November 1908

dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.

d. Raden Ajeng Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir pada tahun 1879 di kota Rembang. Ia anak salah seorang

bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak

diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil

menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin

menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan

kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang

kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya).

Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku,

termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar

yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada

kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul

keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya di dapur tetapi juga harus

mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis

menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga

menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis

surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.

Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh

orangtuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah

Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Berkat

kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yogyakarta,

Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”.

Page 9: Biodata Singkat Kapitan Patimura

Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan

siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.

Pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah

ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan

membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa.

Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”

(Artidies Katopo, 1990:12).

e. Dewi Sartika

Dewi Sartika lahir di Bandung, 4 Desember 1884 dan meninggal di Tasikmalaya, 11

September 1947 pada umur 62 tahun. Ia adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan,

diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun 1966. Ayahnya, Raden

Somanagara adalah seorang pejuang kemerdekaan. Terakhir, sang ayah dihukum buang ke Pulau

Ternate oleh Pemerintah Hindia Belanda hingga meninggal dunia di sana. Dewi Sartika dilahirkan

dari keluarga priyayi Sunda , Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Meski melanggar adat

saat itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula.

Sepeninggal ayahnya, Dewi Sartika dirawat oleh pamannya (kakak ibunya) yang

berkedudukan sebagai patih di Cicalengka. Dari pamannya, beliau mendapatkan didikan mengenai

kesundaan, sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya dari berkat didikan seorang nyonya

Asisten Residen bangsa Belanda. Sejak kecil, Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan

kegigihan untuk meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering

memperagakan praktik di sekolah, mengajari baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada anak-anak

pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat

bantu belajar.

Raden Dewi Sartika yang mengikuti pendidikan Seko lah Dasar di Cicalengka, sejak kecil

memang sudah menunjukkan minatnya di bidang pendidikan. Dikatakan demikian karena sejak

anak-anak ia sudah senang memerankan perilaku seorang guru. Sebagai contoh, sebagaimana

layaknya anak-anak, biasanya sepulang sekolah, Dewi kecil selalu bermain sekolah-sekolahan dengan

teman-teman anak perempuan sebayanya, ketika itu ia sangat senang berperan sebagai guru. Waktu

itu Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka digemparkan oleh

kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-

Page 10: Biodata Singkat Kapitan Patimura

anak pembantu kepatihan. Gempar, karena di waktu itu belum banyak anak-anak (apalagi anak

rakyat jelata) memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan.

Berpikir agar anak-anak perempuan di sekitarnya bisa memperoleh kesempatan menuntut

ilmu pengetahuan, maka ia berjuang mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, ia sudah

tinggal di Bandung. Perjuangannya tidak sia-sia, dengan bantuan R.A.A.Martanegara, kakeknya, dan

Den Hamer yang menjabat Inspektur Kantor Pengajaran ketika itu, maka pada tahun 1904 dia

berhasil mendirikan sebuah sekolah yang dinamainya “Sekolah Isteri”. Sekolah tersebut hanya dua

kelas sehingga tidak cukup untuk menampung semua aktivitas sekolah. Maka untuk ruangan belajar,

ia harus meminjam sebagian ruangan Kepatihan Bandung. Awalnya, muridnya hanya dua puluh

orang. Murid-murid yang hanya wanita itu diajar berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda,

menyulam dan pelajaran agama.

1.3  Kesimpulan 

Peranan Perempuan Di Masa Perang Kemerdekaan

Peran perempuan dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Selain berperan sebagai

ibu dan istri yang sudah merupakan kodrat seorang perempuan yang telah berumah tangga.

Kehidupan wanita terus berkembang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Perempuan

turut ikut serta membawa perubahan yang tidak sedikit bagi perkembangan bangsa Indonesia. Pada

masa-masa revolusi pisik, seluruh lapisan masyarakat saling bahu-membahu bersama para pejuang

untuk menggapai dan mempertahankan kemerdekaan. Dapat dipastikan bahwa kaum perempuan

Indonesia pun turut membantu bahkan terjun langsung dan terlibat dalam perjuangan,

mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia tercinta.

Tokoh-tokoh pahlawan perempuan Indonesia.

Kebanyak pahlawan Indonesia tersebut adalah pria , ini wajar karena sebelum kemerdekaan

peran perempuan kebanyakan hanya membantu suaminya. Tetapi walaupun begitu tetap saja masih

ada pahlawan perempuan di Indonesia walaupun masih didominasi dari kalangan pria. Seperti

halnya Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Meutia, Cut Nyak Dhien, R. A. Kartini, dan Dewi Sartika.

Page 11: Biodata Singkat Kapitan Patimura

Mereka berjuang di tempat, musuh, dan kesulitan yang berbeda. Namun, tujuan mereka

sama, yaitu mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Biografi Martha Cristina Tiahahu Diposkan oleh Hamba Allah Minggu, 31 Oktober 2010 di 07.44 Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 – meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda. Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya. Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang. Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw – Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak. Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa. Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818. Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Martha_Christina_Tiahahu

Make Money at : http://bit.ly/best_tips

. Sultan Hasanuddin Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari

1631  – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia

Page 12: Biodata Singkat Kapitan Patimura

dimakamkan di Katangka, Makassar. Ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.[1] • Sejarah Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni. Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga pada tanggal 18 November 1667 bersedia mengadakan Perdamaian Bungaya di Bungaya. Gowa merasa dirugikan, karena itu Sultan Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia.

  Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670.

CRISTINA MARTHA TIAHAHU

Martha Christina Tiahahu Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800  – meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau

Page 13: Biodata Singkat Kapitan Patimura

  Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang  juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda. Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya. Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang. Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw  – Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak. Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa. Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818. Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.

  yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. • Nama jalan di Belanda Utrecht: Di Utrecht Jalan RA Kartini atau Kartinistraat merupakan salah satu jalan utama, berbentuk 'U' yang ukurannya lebih besar dibanding jalan-jalan yang menggunakan nama tokoh perjuangan lainnya seperti Augusto Sandino, Steve Biko, Che Guevara, Agostinho Neto. Venlo: Di Venlo Belanda Selatan, RA Kartinistraat berbentuk 'O' di kawasan Hagerhof, di sekitarnya terdapat nama-nama jalan tokoh wanita Anne Frank dan Mathilde Wibaut. Amsterdam: Di wilayah Amsterdam Zuidoost atau yang lebih dikenal dengan Bijlmer, jalan Raden Adjeng Kartini ditulis lengkap. Di sekitarnya adalah nama-nama wanita dari seluruh dunia yang punya kontribusi dalam sejarah: Rosa Luxemburg, Nilda Pinto, Isabella Richaards. Haarlem: Di Haarlem jalan Kartini berdekatan dengan jalan Mohammed Hatta, Sutan Sjahrir dan langsung tembus ke jalan Chris Soumokil presiden kedua Republik Maluku Selatan. • Pejuang Kemajuan Wanita Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari

Page 14: Biodata Singkat Kapitan Patimura

seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya. Buku itu menjadi pedorong semangat para wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan Kartini tidaklah hanya tertulis di atas kertas tapi dibuktikan dengan mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang. Upaya dari puteri seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan kaumnya di berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita lahir dan bertumbuh di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah lahir menjadi manusia seutuhnya. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya. Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu. Pada saat itu, Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879, ini sebenarnya sangat menginginkan bisa memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, namun sebagaimana kebiasaan saat itu dia pun tidak diizinkan oleh orang tuanya. Dia hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk menikah. Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku mengenai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli “Max Havelaar” dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama wanita Eropa. Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja padahal dirinya adalah anak seorang Bupati. Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari anak   keluarga biasa yang tidak pernah disekolahkan sama sekali. Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma. Bahkan demi cita-cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti Sekolah Guru di Negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, namun keinginan tersebut kembali tidak tercapai karena larangan orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya pun memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang. Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon. Sepanjang hidupnya, Kartini sangat senang berteman. Dia mempunyai banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya dari negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu. Kepada para sahabatnya, dia sering mencurahkan isi hatinya tentang

Page 15: Biodata Singkat Kapitan Patimura

keinginannya memajukan wanita negerinya. Kepada teman-temannya yang orang Belanda dia sering menulis surat yang mengungkapkan cita-citanya tersebut, tentang adanya persamaan hak kaum wanita dan pria. Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh besar dalam mendorong kemajuan wanita Indonesia karena isi tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum wanita Indonesia di kemudian hari. Apa yang sudah dilakukan RA Kartini sangatlah besar pengaruhnya kepada kebangkitan bangsa ini. Mungkin akan lebih besar dan lebih banyak lagi yang akan dilakukannya seandainya Allah memberikan usia yang panjang kepadanya. Namun Allah menghendaki lain, ia meninggal dunia di usia muda, usia 25 tahun, yakni pada tanggal 17 September 1904, ketika melahirkan putra pertamanya. Mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa ini maka atas nama negara, pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya.   Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional. Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928. Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya. Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya. Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani. Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut. Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan. Itu semua adalah

Page 16: Biodata Singkat Kapitan Patimura

sisa-sisa dari kebiasaan lama yang oleh sebagian orang baik oleh pria yang tidak rela melepaskan sifat otoriternya maupun oleh sebagian wanita itu sendiri yang belum berani melawan kebiasaan lama. Namun kesadaran telah lama ditanamkan kartini, sekarang adalah masa pembinaan. Biografi Nama: Raden Ajeng Kartini Lahir: Jepara, Jawa Tengah, tanggal 21 April 1879 Meninggal: Tanggal 17 September 1904, (sewaktu melahirkan putra pertamanya) Suami: Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang Pendidikan: E.L.S. (Europese Lagere School), setingkat sekolah dasar Prestasi: - Mendirikan sekolah untuk wanita di Jepara - Mendirikan sekolah untuk wanita di Rembang Kumpulan surat-surat: - Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Penghormatan: - Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional - Hari Kelahirannya tanggal 21 April ditetapkan sebagai hari besar Sumber: - Album Pahlawan Bangsa Cetakan ke 18, penerbit PT Mutiara Sumber Widya - Wajah-Wajah Nasional cetakan pertama. Karangan: Solichin Salam