biodata penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. buku modul nhd.pdfips...

162
Biodata Penulis Dr. H. Sarbaini, M.Pd adalah Lektor Kepala pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) di Banjarmasin. Lahir di Banjarmasin, pada tanggal 27 Desember 1959. Penilis menyelesaikan pendidikan S1 (Drs) di Jurusan PPMP-KN FKIP Unlam Tahun 1984, gelar M.Pd diperoleh di IKIP Bandung tahun 1993, dan gelar Dr diperoleh tahun 2011 di UPI Bandung, keduanya berbasis kajian Pendidikan nilai. Sejak tahun 1986 menjadi pengajar di Program Studi PPKn, pernah menjadi pengajar di mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan di berbagai PTS Banjarmasin. Aktif juga sebagai pengajar di Pascasarjana Pendidikan IPS Unlam, dan Pascasarjana STIA Banjarmasin. Pelaku sejarah dan pelibat Pusat Studi Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Unlam bersama alm Prof. Dr. Noerib H. Radam, Ketua Program Studi PPKn FKIP Unlam (2000-2004). Ketua UPT MKU Unlam (2006-sekarang), Tim Pokja PUG Bidang Pendidikan Dinas Pendidikan Kalsel (2007- sekarang), Konsultan LPMP (2002-2004), Tim Pokja Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Non Formal (2007-sekarang), Tutor UT UBJJ Banjarmasin (2007-sekarang), anggota Forum Penelitian Balitbangda Kalsel (2008-sekarang), Tim Jaringan Penelitian Balitbangda Kalsel (2002-sekarang), dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalsel (2005- sekarang), Assesor Sertifikasi Guru, Penyunting Jurnal Wiramartas, Jurnal Sosial dan Pendidikan IPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar, pendidikan dan pelatihan, menulis beberapa artikel di Vidya Karya, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Wiramartas, dan Jurnal Triwulan LITBANG. Penulis, ketua tim penyusun, penerjemah dan editor buku: Masalah Hukum dan Politik (editor, 2000), Model Pembelajaran Kognitif Moral, dari Teori ke Implementasi (penulis, 2001), Pembinaan Nilai, Moral dan Karakter Kepatuhan Peserta Didik terhadap Norma Ketertiban di sekolah: Landasan Konseptual, Teori, Juridis dan Empiris (penulis,2012), dan Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral, dari Teori ke Aplikasi (penulis, edisi revisi, 2012), Bagaimana Mengajar tentang Nilai-nilai: Sebuah Pendekatan Analitik (penerjemah, Juni 2012), Pedoman Pendidikan Karakter “WASAKA” (Waja Sampai Kaputing) UNLAM (Ketua Penyusun, November 2012), Panduan Kurikulum MKU (MPK-MBB) Unlam (Ketua Penyusun, November 2012), Standar Kompetensi Dosen MKU (MPK-MBB) Unlam (Ketua Penyusun, November 2012).

Upload: ngoliem

Post on 10-Apr-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

Biodata Penulis

Dr. H. Sarbaini, M.Pd adalah Lektor Kepala pada Program Studi Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan (PPKn) Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lambung Mangkurat

(Unlam) di Banjarmasin. Lahir di Banjarmasin, pada tanggal 27 Desember 1959. Penilis

menyelesaikan pendidikan S1 (Drs) di Jurusan PPMP-KN FKIP Unlam Tahun 1984, gelar M.Pd

diperoleh di IKIP Bandung tahun 1993, dan gelar Dr diperoleh tahun 2011 di UPI Bandung,

keduanya berbasis kajian Pendidikan nilai. Sejak tahun 1986 menjadi pengajar di Program Studi

PPKn, pernah menjadi pengajar di mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan

Kewarganegaraan di berbagai PTS Banjarmasin. Aktif juga sebagai pengajar di Pascasarjana

Pendidikan IPS Unlam, dan Pascasarjana STIA Banjarmasin. Pelaku sejarah dan pelibat Pusat

Studi Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Unlam bersama alm Prof. Dr.

Noerib H. Radam, Ketua Program Studi PPKn FKIP Unlam (2000-2004). Ketua UPT MKU

Unlam (2006-sekarang), Tim Pokja PUG Bidang Pendidikan Dinas Pendidikan Kalsel (2007-

sekarang), Konsultan LPMP (2002-2004), Tim Pokja Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga

Kependidikan Non Formal (2007-sekarang), Tutor UT UBJJ Banjarmasin (2007-sekarang),

anggota Forum Penelitian Balitbangda Kalsel (2008-sekarang), Tim Jaringan Penelitian

Balitbangda Kalsel (2002-sekarang), dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalsel (2005-

sekarang), Assesor Sertifikasi Guru, Penyunting Jurnal Wiramartas, Jurnal Sosial dan Pendidikan

IPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai

kegiatan seminar, pendidikan dan pelatihan, menulis beberapa artikel di Vidya Karya, Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan, Wiramartas, dan Jurnal Triwulan LITBANG. Penulis, ketua tim

penyusun, penerjemah dan editor buku: Masalah Hukum dan Politik (editor, 2000), Model

Pembelajaran Kognitif Moral, dari Teori ke Implementasi (penulis, 2001), Pembinaan Nilai,

Moral dan Karakter Kepatuhan Peserta Didik terhadap Norma Ketertiban di sekolah: Landasan

Konseptual, Teori, Juridis dan Empiris (penulis,2012), dan Model Pembelajaran Berbasis

Kognitif Moral, dari Teori ke Aplikasi (penulis, edisi revisi, 2012), Bagaimana Mengajar tentang

Nilai-nilai: Sebuah Pendekatan Analitik (penerjemah, Juni 2012), Pedoman Pendidikan Karakter

“WASAKA” (Waja Sampai Kaputing) UNLAM (Ketua Penyusun, November 2012), Panduan

Kurikulum MKU (MPK-MBB) Unlam (Ketua Penyusun, November 2012), Standar Kompetensi

Dosen MKU (MPK-MBB) Unlam (Ketua Penyusun, November 2012).

Page 2: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

Muhammad Elmy, M.Pd adalah Asisten Ahli pada Program Studi Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan (PPKn) Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lambung Mangkurat

(Unlam) di Banjarmasin. Lahir di Desa Kubur Jawa, Kalimantan Selatan pada tanggal 25 April

1984. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 (S.Pd) di Prodi PPkn FKIP Unlam Tahun 2006,

gelar M.Pd diperoleh di SPS UPI Bandung tahun 2013, keduanya berbasis kajian Pendidikan

Kewarganegaraan. Sejak tahun 2008 menjadi pengajar di Program Studi PPKn, pernah menjadi

pengajar di mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan di berbagai PTS

Banjarmasin. Penulis, hingga saat ini masih memperdalam pengetahuan dan pengalaman dalam

penelitian, pengabdian, pemngembangan media dan modul pembelajaran.

Page 3: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji Syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan YME atas Karunia, Ridha, Nikmat dan

Ijinnya yang telah memperkenankan kami tim penulis, untuk menyelesaikan penulisan buku ini.

Materi tulisan tentang Negara Hukum, Konstitusi, Demokrasi, dan Hak-hak Asasi Manusia,

pada dasarnya ingin mengajak anda untuk mengkaji aspek-aspek yang terkait dengan konsep dan

wawasan Negara Hukum, Kontitusi, Demokrasi, dan Hak-hak Asasi Manusia serta diharapkan

dapat memenuhi tantangan dan keadaan yang dinamis di masa mendatang.

Mata kuliah ini sangat penting untuk Anda pelajari karena mempunyai muatan pandangan dan

wawasan ke depan yang luas, mempunyai bahasan analisis tentang berbagai kesulitan yang

mungkin terjadi di lapangan, serta mempunyai tambahan materi Negara hukum dan demokrasi

untuk memperkuat bekal pengetahuan kenegaraan yang Anda miliki.

Mudah-mudahan modul ini berguna bagi pembinaan generasi muda kita, para mahasiswa calon

pemimpin bangsa menjadi pelopor dan teladan dari warga Negara yang baik, setelah

mempelajari modul ini. Segala kekurangan tentu ada, namun saran kami terima dengan lapang

dada dan tangan terbuka.

Banjarmasin, Oktober 2013

Sarbaini dan M.Elmy

Page 4: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

MODUL 1 : NEGARA HUKUM

Kegiatan Belajar 1 :

Kebutuhan terhadap negara hukum dan konsep negara hukum .................................... 2

Kegiatan belajar 2 :

Indonesia sebagai negara hukum dan proses penegakan hukum di indonesia ............... 9

Latihan ........................................................................................................................... 21

Tes formatif .................................................................................................................... 21

MODUL 2 : KONSTITUSI

Kegiatan Belajar 1 :

Istilah dan Pengertian Konstitusi (Undang-Undang Dasar) serta Keberadaan dan Tujuan

Konstitusi ....................................................................................................................... 24

Kegiatan Belajar 2 :

Konstitusi dan Undang-Undang Dasar di Indonesia, Serta Amandemen Undang-Undang Dasar

1945 ................................................................................................................................ 33

Latihan ........................................................................................................................... 72

Tes formatif .................................................................................................................... 72

MODUL 3 : DEMOKRASI DI INDONESIA

Page 5: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

Kegiatan Belajar 1 :

Istilah dan Definisi Demokrasi serta Sejarah Perkembangan Demokrasi ..................... 76

Kegiatan Belajar 2 :

Prinsip-Prinsip Demokrasi dan Bentuk–Bentuk Demokrasi .......................................... 83

Kegiatan Belajar 3 :

Perkembangan Demokrasi di Indonesia, Pemilihan Umum dan Pembangunan Masyarakat

Demokrasi ...................................................................................................................... 96

Latihan ........................................................................................................................... 124

Tes formatif .................................................................................................................... 124

Modul 4 : HAK ASASI MANUSIA

Kegiatan Belajar 1 :

Istilah dan Pengertian HAM serta Sejarah Perkembangan HAM .................................. 127

Kegiatan Belajar 2 :

HAM dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia serta Upaya Penegakan terhadap Hukum

dan HAM ....................................................................................................................... 135

Latihan ........................................................................................................................... 156

Tes formatif .................................................................................................................... 156

Page 6: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

1

Modul 1

NEGARA HUKUM

Dalam modul ini Anda akan diajak menganalisis konsep negara hukum secara umum

dan Negara hukum dalam konteks Indonesia. Sehingga dengan mempelajari materi

dalam modul ini Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:

Kegiatan Belajar 1:

a. Dapat memahami kebutuhan terhadap negara hukum

b. Dapat memahami konsep negara hukum

Kegiatan belajar 2:

a. Dapat memaham Indonesia sebagai negara hukum

b. Dapat memaham proses penegakan hukum di Indonesia

Agar semua harapan di atas dapat terwujud maka di dalam modul ini disajikan

pembahasan dan latihan dengan butir uraian sebagai berikut:

a. Kebutuhan Terhadap Negara Hukum

b. Konsep Negara Hukum

c. Indonesia Negara Hukum

d. Penegakan Hukum di Indonesia

Untuk membantu Anda dalam mencapai harapan kemampuan di atas ikutilah

petunjuk belajar sebagai berikut:

a. Bacalah petunjuk bagaimana mempelajari modul ini.

b. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci.

c. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman

sendiri dan atau tukar pikiran dengan mahasiswa atau dosen Anda.

d. Temukan prinsip, konsep, dan prosedur.

e. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman simulasi

dalam kelompok kecil atau klasikal.

Page 7: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

2

Kegiatan Belajar 1

Kebutuhan Terhadap Negara Hukum dan Konsep Negara Hukum

A. Kebutuhan Terhadap Negara Hukum

Negara menurut Mac Iver (Soehino, 1998; Agustino, 2007) negara

adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban dalam suatu masyarakat

pada suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh

suatu pemerintah yang untuk maksud itu diberi kekuasaan memaksa. Apa

yang disampaikan oleh Mac Iver memiliki kesamaan esensial dengan Roger

Soltau, yakni negara merupakan kesatuan masyarakat, bertujuan mengatur

untuk mencapai tujuan, serta adanya kewenangan untuk memaksa didasarkan

pada kekuasaan atau hukum yang berlaku. Pengertian terhadap negara yang

dikemukakan oleh Mac Iver dan Roger Soltau menunjukkan adanya substansi

yang sama, bahwa salah satu unsur dari negara, yaitu pemerintah dalam

menjalankan kekuasaannya adalah berdasarkan pada sistem hukum (Mac Iver)

dan hukum yang berlaku (Roger Soltau). Negara yang pemerintahnya

menjalankan kekuasaan berdasarkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara

hukum atau menurut hukum yang berlaku, berarti negara dapat dikategorikan

sebagai negara hukum.

Ada tiga esensial bagi keberadaan negara hukum, pertama, hubungan

antara yang memerintah dan yang diperintah, tidak berdasarkan kekuasaan

(rule of power, macht, goverment not by man, but by law), melainkan

berdasarkan suatu norma objektif yang mengikat kedua belah pihak secara

timbal balik, seimbang dan proporsional. Kedua, norma objektif itu

merupakan hukum yang memenuhi syarat formal dan material (nomocratie,

cratie 'kekuasaan', nomos 'hukum). Ketiga, norma objektif dilaksanakan

secara pasti, baik, benar dan adil.

Dalam kehidupan modern sekarang dapat dipastikan bahwa semua

bangsa yang telah bernegara memiliki aturan hukum yang mengikat seluruh

Page 8: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

3

warga negaranya. Lebih khusus lagi yang mengatasnamakan negaranya

sebagai Negara Demokrasi, karena salah satu unsur negara demokrasi adalah

adanya hukum negara. Oleh karena itu, mutlak diperlukan adanya hukum

dalam Negara Demokrasi. Hukum diperlukan dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebab hukum berfungsi memberi

dasar, menentukan tujuan yang yang hendak dicapai, arah yang dituju dan

cara bertindak bagi negara dan aparatnya termasuk warganegara dan

masyarakat. Negara berkewajiban mewujudkan tujuan bersama dalam

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada ketentuan

hukum yang berlaku dan tidak boleh berbuat sesuatu tanpa didasari oleh

peraturan yang ada atau bertindak diktator, yang dapat berbuat sewenang-

wenang dengan pembenaran untuk kepentingan negara. Bagi warga

masyarakat hukum, aturan hukum memberikan tuntunan bertindak, yaitu

sebagai sarana untuk mengontrol dan membatasi keinginan yang bebas baik

penguasa untuk tidak bertindak diktator atau kepada warga agar tidak

bertindak semaunya atas nama masyarakat yang dapat mengarah pada

tindakan anarkis.

Meskipun hukum bertujuan untuk mewujudkan ketertiban, keadilan dan

kepastian hukum, dalam kenyataan di masyarakat selalu terjadi perbedaan

kepentingan dan rasa keadilan subjektif sehingga terjadi pelanggaran atau

perlawanan terhadap hukum yang berlaku. Karenanya, hukum memerlukan

kekuatan pendorong, dan pengawal terhadap hukum yang berlaku, yakni

kekuasaan memaksa. Dengan adanya kekuasaan untuk memaksa akan

memberikan kekuatan untuk menjalankan fungsi hukum, tanpa adanya

kekuatan dan kekuasaan memaksa hukum sulit untuk ditegakkan. Meskipun

hukum membutuhkan kekuasaan, kekuasaan tidak boleh mendominasikan

hukum untuk kepentingan golongan atau kelompoknya sebagai pemegang

kekuasaan negara. Kekuasaan yang merupakan kekuatan memaksa, juga

merupakan sumber kekuatan penggerak dinamika masyarakat. Oleh karena

Page 9: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

4

itu, tidak mengherankan bila sejak manusia mewujudkan kehidupan bernegara

sering terjadi perebutan kekuasaan, baik sebagai individu maupun kelompok

atau sosial, yang dilakukan berdasar hukum yang berlaku seperti melalui

pemilihan umum, maupun dengan cara melawan hukum yang berlaku melalui

revolusi.

Menurut Satjipto Rahardjo (1996), pada tataran individu kekuatan

merupakan dorongan untuk menguasai harta benda dan mendapatkan

kekuasaan, keberhasilan tersebut sepenuhnya tergantung pada kemampuan

individu. Pada peringkat sosial, kekuatan berupa perjuangan kelompok-

kelompok, kelas-kelas dalam masyarakat untuk mendapatkan kekuasaan,

sehingga menimbulkan pelapisan-pelapisan struktur masyarakat. Apabila

dorongan kekuasaan mulai timbul, maka masyarakat sudah mulai bergerak

kearah keinginan untuk diatur oleh hukum. Pelembagaan hukum dalam

masyarakat mempunyai suatu aspek penting sebagai sarana untuk mengontrol

dan membatasi keinginan orang terhadap kekuasaan.

Hukum yang memberikan arahan kontrol kekuasaan dan kemungkinan

tindak anarkis di satu pihak, pada sisi lain hukum juga menyalurkan dan

memberikan kekuasaan kepada orang-orang baik secara indvidu maupun

kelompok-kelompok manusia. Pada masyarakat yang struktur organisasinya

semata-mata didasarkan pada kekuasaan, orang tidak memerlukan hukum

sebagai penyalur kekuasaan, tetapi bagi masyarakat yang diatur oleh hukum,

kekuasaan pada masyarakat tersebut hanya dapat dibeikan melalui hukum.

Dari ketentuan hukum sebenarnya kekuasaan negara itu dibagi-bagi.

Pembagian kekuasaan Negara yang sangat populer adalah kekuasaan

legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Kekuasaan yang

diatur oleh hukum adalah menjadikan sesuatu itu terkendali, baik

menyangkut, cara memperoleh kekuasaan, ruang lingkup, maupun isi dari

kekuasaan itu sendiri. Dengan demikian negara hukum dibutuhkan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, agar kekuasaan yang

Page 10: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

5

dijalankan penguasa (pemerintah) dapat disalurkan, dibatasi, dikontrol, dan

dikendalikan, baik isi, ruang lingkup, dan prosedur serta implementasinya

berdasarkan sistem hukum yang berlaku secara efektif.

B. Konsep Negara Hukum

Apabila kita mempelajari kepustakaan hukum, istilah Negara hukum

sudah sangat populer. Istilah Negara hukum berasal dari dua konsep yaitu

rechtsstaat dan rule of law. Konsep rechtsstaat dan rule of law, yang

keduanya diartikan sebagai Negara hukum pada dasarnya bermuara pada

sasaran sama, yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Meskipun rechtsstaat dan rule of law terdapat kesamaan untuk menegakkan

pengakuan dan perlindungan HAM, namun di antara keduanya, terdapat

perbedaan dalam sistem hukumnya. Hal demikian dapat dilihat dari konsep

kedua sistem hukum tersebut, yaitu:

1. Konsep rechtsstaat:

Konsep rechtsstaat banyak dianut di Negara Eropa Kontinental (Eropa

daratan) yang bertumpu pada civil law, yang menitikberatkan pada

administrasi. Menurut F.J. Stahl (Priyanto, 2003) dan Philipus M. Hadjon

(Kaelan dan Zubaidi, 2010) menyebutkan ciri-ciri rechtsstaat adalah: 1)

adanya perlindungan hak asasi manusia; 2) adanya pemisahan kekuasaan;

3) adanya pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; 4)

adanya peradilan administrasi dalam perselisihan; dan 5) mempunyai ciri

lebih revolusioner, sebagai hasil perjuangan menentang absolutisme raja,

khususnya gerakan revolusioner Perancis, hingga menjadi Republik

Perancis.

2. Konsep rule of law

Konsep rule of law dikembangkan oleh Negara Anglo Saxon yang

menekankan pada common law, yang bertumpu pada judicial. Friedman

(1959, Sarbaini, 2009) membedakan rule of law menjadi dua arti, yaitu

Page 11: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

6

secara formal dan hakiki/material. Rule of law secara formal diartikan

sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi, seperti negara. Sementara arti

rule of law secara hakiki/material dikaitkan dengan penegakan hukum yang

berukur baik atau buruk (just and unjust law), berkait dengan keadilan dan

menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat dan bangsa.

Menurut A, V. Dicey (Koesnardi dan Saragih, 1998; Priyanto, 2003)

dan Philipus M. Hadjon (Kaelan dan Zubaidi, 2010) menyebutkan ciri-ciri

sebagai berikut: 1) adanya jaminan hak-hak asasi manusia dalam undang-

undang/UUD; 2) adanya jaminan kedudukan yang sama dalam hukum; 3)

adanya supremasi hukum, dan 4) lebih memiliki ciri evolusioner, yang dirintis

oleh kaum bangsawan Inggris, yang sedikit demi sedikit mengurangi

kekuasaan raja, hingga menjadi kerajaan konstitusional.

Kedua konsep Negara hukum tersebut merupakan produk abad ke 19

yang lahir dari keberhasilan/kemenangan pejuangan hak individu manusia

dalam melawan monarki absolut yang dimulai sejak zaman Magna Charta di

Inggris dan diikuti perjuangan di berbagai negara di Eropa yang lebih bersifat

yuridis dan menyangkut hukum dalam batas sempit, yakni gerakan

individualisme menuntut negara dan pemerintah tidak diperkenankan turut

campur tangan terhadap urusan warga negara, kecuali yang menyangkut

kepentingan umum. Konsep rechtsstaat maupun rule of law adalah lahir dari

perjuangan gerakan individualisme, yang menjadikan negara sebagai penjaga

malam (nachtwachtersstaat) dalam aktivitas warga memperjuangkan

kebebasan individu dalam menentukan jalan hidupnya. Pola pikir yang

demikian menjadikan negara hanya sebagai penjaga malam, merupakan

konsep Negara hukum yang sempit, karena ruang lingkup tugas negara

menjadi sangat sempit, terbatas hanya pada tugas melaksanakan keputusan-

keputusan parlemen yang dituangkan dalam undang-undang. Negara memiliki

tugas pasif, sebatas bertindak, jika hak-hak asasi manusia dilanggar atau

ketertiban dan keamanan umum terancam. Konsep negara hukum demikian

Page 12: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

7

dikenal sebagai Negara Hukum Klasik atau Negara Hukum Formal (Sri

Hartini, 2002).

Paradigma Negara Hukum Klasik mulai bergeser setelah Perang Dunia

ke II, seiring dengan berkembangnya pemikiran negara, yang mengarah pada

tuntutan kesejahteraan rakyat (welfare state), karena tugas negara tidak

sekedar penjaga malam, tetapi negara dan pemerintah harus aktif memberikan

pelayanan kepada masyarakat (social service state). Dengan adanya

perkembangan pemikiran bahwa Negara harus aktif memberikan pelayanan

kepada masyarakat (social service state) tersebut konsep Negara Hukum

Klasik ditinjau kembali, dan mulai ditinggalkan.

Menurut hasil konggres International Commission of Jurist sebagai

organisasi ahli hukum internasional di Bangkok tahun 1965 (Mahfud, MD,

1999), telah merumuskan konsep Negara hukum yang dinamis atau konsep

hukum material, yang merupakan ciri-ciri dari negara berbasis Rule of Law

yakni:

a. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari

menjamin hak-hak asasi individu, konstitusi harus pula menentukan cara

procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;

b. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;

c. Pemilihan umum yang bebas;

d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;

e. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;

f. Adanya pendidikan kewarganegaraan (civic education).

Dalam praktik kehidupan negara modern, konsep Negara Hukum Klasik

telah banyak ditinggalkan, bergeser ke konsep Negara Hukum yang dinamis,

yaitu Negara Hukum Material, dan tidak sekedar Negara Hukum Formal.

Dalam konsep Negara Hukum Material, negara tidak pasif, melainkan negara

harus aktif menjamin perlindungan hak-hak individu di satu pihak, dan negara

Page 13: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

8

harus aktif mewujudkan hak-hak warga negara yang harus dijamin oleh

negara.

Negara Hukum Klasik adalah negara hukum dalam arti formal yang

didasarkan pada paham legalis, berpandangan bahwa hukum itu sama dengan

undang-undang, sehingga tindakan penegakan hukum, berarti menegakkan

undang-undang, atau apa yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif.

Sementara Negara Kesejahteraan adalah negara hukum dalam arti material,

berpandangan bahwa hukum bukan hanya sekedar undang-undang, atau

secara formal yang ditetapkan oleh lembaga legislatif saja, tetapi yang

diutamakan adalah nilai keadilannya yang dirasakan oleh warga negaranya.

Dalam konsep Negara Kesejahteraan (welfare state), tidak satupun

negara membiarkan seorang atau sekelompok orang sebagai warganegaranya

menjadi miskin, terlantar, bodoh atau tidak berpendidikan, atau sakit-sakitan.

Keberadaan atau kondisi warga atau sekelompok warga yang miskin,

terlantar, bodoh atau tidak berpendidikan, atau sakit-sakitan tersebut tidak

sejalan dengan konsep Negara Kesejahteraan (welfare state). Karena itu

negaranya bebas dari kemiskinan, kebodohan atau kesakitan, dan kewajiban

dari negara itu merupakan hak dari warga negara dalam konsep Negara

Hukum Modern guna mewujudkan Negara Kesejahteraan (welfare state).

Page 14: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

9

Kegiatan Belajar 2

Indonesia Sebagai Negara Hukum dan Proses Penegakan Hukum di Indonesia

A. Indonesia Negara Hukum

Para pendiri negara telah berwawasan jauh ke depan, dengan pemikiran

idealnya untuk mewujudkan Indonesia merdeka sebagai negara yang

menjunjung tinggi hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Jika pemikiran Negara Hukum Modern dapat dikuantifikasi, maka

rata-rata pemikiran idealis mewujudkan Negara Hukum Modern dari bangsa

Indonesia, telah mendahului pemikiran organisasi ahli hukum internasional.

Bila organisasi ahli hukum internasional baru merumuskan Negara Hukum

Modern tahun 1965, maka bangsa Indonesia telah merumuskannya pada tahun

1945, sebagaimana diatur dalam UUD 1945, yang mengatur:

a. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak diatur dalam

pasal 24,

b. Pemilihan umum yang bebas, yang memilih lembaga perwakilan (DPR)

meskipun baru dilaksanakan pertama tahun 1955,

c. Kebebasan untuk menyatakan pendapat, diatur dalam pasal 28,

d. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi, diatur dalam

pasal 28.

Ini prestasi bangsa Indonesia yang seharusnya mendunia, atau bentuk

keunggulan dari bangsa Indonesia, tetapi bangsa Indonesia, belum bisa

meyakinkan pada dunia terhadap pemikiran tersebut, atau sengaja bangsa-

bangsa di dunia masih menganggap kerdil bangsa Indonesia, atau sebenarnya

di antara bangsa Indonesia sendiri ada yang membuat kerdil pemikiran

bangsa sendiri. Hal demikian masih dimilikinya sikap mental yang belum bisa

menghargai karya orang lain, terutama karya sesama bangsa Indonesia sendiri.

Semua ini hendaknya menjadikan pelajaran untuk semua bangsa Indonesia,

terutama bagi mahasiswa dan generasi muda lainnya, dalam mempersiapkan

Page 15: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

10

diri meningkatkan kualitas SDM, dan dapat menghargai karya, dan prestasi

baik dari bangsa sendiri atau bangsa lain dalam persaingan di era globalisasi.

Bukti idealisme bangsa Indonesia mendahului hasil kongres ahli hukum

internasional dapat dikaji dengan indikator ciri-ciri Negara Hukum Dinamis,

dari hasil kongres di Bangkok 1965, UUD 1945 juga memuat dasar-dasar

sebagaimana terdapat dalam konsep rechtsstaat maupun rule of law, dengan

ciri-ciri sebagai berikut:

a. Perlindungan Konstitusional

Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari

dari menjamin hak-hak asasi individu, konstitusi harus pula menentukan

cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang

dijamin. Sebelum Indonesia merdeka bangsa Indonesia telah

mempersiapkan perlunya UUD tertulis yang telah dirumuskan dalam

Piagam Jakarta yang awalnya akan dibuat sebagai pembukaan UUD

Indonesia merdeka. Ketentuan tersebut dimuat dalam alinea keempat dan

rencana tersebut berhasil diwujudkan dengan beberapa perubahan, namun

untuk perlu adanya suatu UUD, maka tetap dirumuskan dalam

pembukaan UUD 1945 Proklamasi, Yaitu”…, maka disusunlah

kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang

Dasar Negara Indonesia”. Konstitusi atau UUD akhirnya berhasil

ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah bukti nyata bahwa

bangsa Indonesia sungguh-sungguh mewujudkan konstitusi sebagai dasar

pengaturan hidup Negara Indonesia yang baru merdeka.

Pernyataan ini diperkuat dengan Penjelasan UUD 1945 tentang

Sistem Pemerintahan Negara, Pemerintahan berdasar atas sistem

konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang

tidak terbatas). Hal ini berarti bahwa Pemerintah Indonesia diatur

berdasarkan Hukum Dasar Indonesia. Pengaturan tentang perlindungan

Page 16: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

11

individu, maupun kelompok sebagai bangsa di dunia tercermin pada

pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 Proklamasi, yaitu:

1) Pengaturan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu alinea satu sampai

alinea ke empat yaitu hak untuk merdeka, hak mewujudkan

kemerdekaan, pernyataan merdeka, serta perlindungan hak seperti

untuk mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila

sebagai dasar Negara,

2) Pengaturan dalam batang tubuh UUD 1945 Proklamasi, ketentuan

tentang perlindungan hak individu, seperti hak memilih pekerjaan,

kebebasan berkumpul dan berserikat, persamaan dalam hukum dan

pemerintahan, kebebasan beragama, perlindungan terhadap fakir

miskin dan anak terlantar.

b. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak

Indonesia sebagai negara hukum memberikan penegasan bahwa

pemerintahan yang dijalankan adalah berdasar atas sistem konstitusi

(hukum dasar), dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak

terbatas). Penegasan ini juga berlaku pada Mahkamah Agung sebagai

pemegang kekuasaan kehakiman. Pasal 24 UUD 1945, menyatakan:

Kekuasaan kehakiman dilakukan sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain

badan kehakiman menurut undang-undang.

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya

terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah. Setelah UUD 1945

diamandemen pernyataan dari penjelasan ditetapkan dalam batang tubuh

UUD 1945 Amandemen yang berbunyi: Kekuasaan Kehakiman adalah

kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan peradilan (kekuasaan kehakiman yang mandiri).

c. Pemilihan umum yang bebas

Meski negara Indonesia yang baru merdeka, namun UUD 1945

Proklamasi secara formal telah memuat pemikiran untuk penyelenggaraan

Page 17: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

12

pemilihan umum di kelak pemerintahan sudah berjalan normal dan stabil.

Pemilihan umum pertama kemudian dilaksanakan pada tahun 1955

dengan UUD Negara adalah UUDS Tahun 1950. Pemilihan umum

pertama di Indonesia tersebut telah menetapkan asas pemilihan umum

yang bebas, umum dan rahasia. Dalam pemerintahan Orde Baru asas

pemilihan umum langsung, bebas, umum dan rahasia, dengan dikenal

istilah luber. Pada era Reformasi asas ini ditambah dengan jujur dan adil.

Penambahan asas jujur dan adil ini merupakan reaksi pemilihan umum

era Orde Baru, yang dianggap tidak jujur sehingga perlu adanya

penekanan bahwa asas langsung, umum, bebas dan rahasia perlu

ditambah dengan jujur dan adil (luber dan jurdil)

d. Kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan untuk

berserikat/berorganisasi dan beroposisi

Pentingnya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan kebebasan

berserikat/berorganisasi merupakan hal yang penting dalam menjamin

hak warga dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu dirasa perlu oleh

pendiri negara, sehingga dimasukkan dalam ketentuan batang tubuh UUD

1945, yakni dalam pasal 28, yang menyatakan: Kemerdekaan berserikat

dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan

sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Satu ketentuan yang tidak

tersurat adalah kebebasan beroposisi, karena sistem pemerintahan

Indonesia tidak mengenal oposisi, meskipun dalam era Reformasi ada

partai yang menyatakan diri sebagai oposisi dan tidak bersedia bergabung

dengan partai yang memimpin Pemerintahan. Namun posisi oposisi

tersebut, tidak sebagaimana partai oposisi dalam sistem pemerintahan

parlementer, bisa jadi posisi partai oposisi itu disebut posisi semu (quasi

opposition)

Page 18: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

13

e. Adanya pendidikan kewarganegaraan (civic education)

Sejak berlakunya UUD 1945 Proklamasi, pendidikan di Indonesia

telah memasukkan Pendidikan Kewarganegaraan, meski dalam

perkembangannya terjadi perubahan-perubahan. Misalnya dari nama

Civics, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Moral Pancasila,

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan kembali pada

Pendidikan Kewarganegaraan. Di perguruan tinggi juga pernah diberikan

mata kuliah Pancasila, Kewiraan, dan sekarang Pendidikan

Kewarganegaraan. Dengan demikian sejak UUD 1945 Proklamasi,

bangsa Indonesia secara konsisten memberikan materi Pendidikan

Kewarganegaraan dalam pendidikan formal, meski dengan sebutan yang

disesuaikan dengan era pemerintahan Indonesia. Karena dalam

pelaksanaan, materinya banyak mendapatkan intervensi pemerintah yang

sedang berkuasa, guna pembenaran kekuasaannya.

Oleh karena itu dalam Pendidikan Kewarganegaraan sekarang,

diarahkan untuk pembinaan pendidikan karakter bangsa yang

bertanggungjawab terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk

semua kehidupan yang mendukung hak dan kewajiban warga negara,

bertanggung jawab dalam proses demokrasi, serta mendukung

pemerintahan yang demokratis, tanpa memandang golongan atau partai

tertentu yang diakui secara sah sesuai dengan perundang-undangan yang

berlaku.

f. Adanya pemisahan kekuasaan

Pemisahan kekuasaan Negara adalah teori yang dicetuskan oleh John

Locke, yang kemudian dikembangkan oleh Montesquieu dan kemudian

dikenal dengan Trias Politika Montesquieu. Menurut John Locke

pemisahan kekuasaan Negara menjadi legislatif atau badan pembuat

undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang yang

merangkap tugas peradilan, sedang federatif kekuasaan dalam hubungan

Page 19: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

14

luar negeri. Teori ini diperbarui oleh Montesquieu yaitu, legislatif badan

pembuat undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang dan

hubungan luar negeri, dan kekuasaan yudikatif sebagai badan kehakiman.

Negara Indonesia yang memiliki lembaga sebagaimana disebut dalam

tugas-tugas legislatif, eksekutif dan yudikatif, namun kekuasaan ketiga

lembaga tersebut tidak terpisah sama sekali, karena dalam melaksanakan

kekuasaan di antara ketiga lembaga tersebut, masih ada diperlukan kerja

sama. Namun demikian tidak dapat disangkal, bahwa ketiga kekuasaan

tersebut, kekuasaan utamanya adalah kekuasaan seperti disebut

Montesquieu. Disamping ketiga kekuasaan seperti yang disebut dalam

Trias Politika Montesquieu, di Indonesia masih terdapat lembaga Negara

lain, seperti MPR, DPD, BPK, Komisi Yudisial dan Mahkamah

Konstitusi. Dengan kenyataan tersebut, nampaknya Indonesia termasuk

negara yang dipengaruhi oleh teori Montesquieu, namun pengaruh

tersebut tidak mutlak diikuti bangsa Indonesia baik sifat pemisahan

kekuasaan maupun jumlah Lembaga Negara yang ada. Indonesia tidak

menganut pemisahan kekuasaan, tetapi menggunakan sistem pembagian

kekuasaan.

g. Adanya pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan

Pada Pembukaan UUD 1945 Amandemen alenia keempat

dipaparkan, bahwa:”…, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan

Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”

juga dalam penjelasan tentang Indonesia sebagai Negara hukum, dan

UUD 1945 Amandemen juga menyebutkan: Kekuasaan Kehakiman

adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan peradilan (kekuasaan kehakiman yang mandiri),

serta pengaturan dan tugas lembaga telah digariskan dalam UUD 1945

sampai pada UUD 1945 Amandemen, adalah bukti pemerintahan Negara

Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Page 20: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

15

h. Adanya peradilan administrasi dalam perselisihan

Peradilan administrasi dalam perselisihan tidak lain adalah Peradilan

Tatausaha Negara atau Peradilan Administrasi Negara. Peradilan ini

dianut pada konsep rechtsstaat, tetapi tidak dilaksanakan di Negara Anglo

saxon. Indonesia yang mewarisi hukum Belanda dari konsep rechtsstaat

dalam realisasinya peradilan di Indonesia terdapat peradilan Tata Usaha

Negara. Adanya Peradilan Tata Usaha atau Administrasi Negara terlihat

dalam pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman, yang menetapkan empat lingkungan peradilan

yaitu: Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan

Peradilan Administrasi Negara.

i. Adanya jaminan kedudukan sama dalam hukum

Jaminan dari Negara terhadap warga Negara khususnya di Indonesia,

telah ditegaskan dalam UUD 1945 Proklamasi maupun Amandemen

dalam pasal 27, yang menyatakan: Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Berdasarkan

ketentuan tersebut, menunjukkan bangsa Indonesia menjunjung nilai

demokrasi secara nyata baik dalam bidang hukum maupun pemerintahan,

serta kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan, tanpa terkecuali

apakah kedudukannya sebagai pejabat atau warga Negara pada umumnya.

j. Adanya supremasi hukum

Supremasi hukum adalah bagian ciri utama dari konsep Anglo Saxon,

namun dalam konsep Eropa Kontinental, diwakili Krabbe maupun

Kranenburg yang menganut teori kedaulatan hukum konsisten dengan

idenya, bahwa hukum merupakan kedaulatan tertinggi Negara, juga

menempatkan hukum di atas kekuasaan lain. Indonesia yang dipengaruhi

konsep Kontinental juga terpengaruh teori tersebut. Sebagaimana telah

disebut pada Negara berdasar konstitusi dan persamaan hukum,

Page 21: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

16

pengakuan tentang supremasi hukum di Indonesia, tidak terpisah dengan

ketentuan tersebut. Pembukaan, Penjelasan dan Batang Tubuh UUD 1945

Proklamasi dan Amandemen, mengatur pengakuan supremasi hukum

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karenanya pengaturan Negara

baik yang mengatur lembaga Negara maupun warga Negara harus tunduk

kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

k. Adanya jaminan hak-hak asasi manusia dalam UUD

Semua alinea dalam Pembukaan UUD 1945 Proklamasi dan

Amandemen, tidak mengalami perubahan, semua mengandung akan

jaminan hak asasi manusia. Batang Tubuh UUD 1945 Proklamasi dan

Amandemen yang telah mengatur hak-hak asasi manusia banyak

mengalami penambahan ayat, meski pasal-pasalnya tidak mengalami

perubahan, seperti pasal 27, 28, 29, 32, 33, dan 34. Untuk mengetahui

lebih rinci tentang hak-hak asasi manusia dari perspektif historis, dan

jaminannya, baik dalam UUD maupun dalam Undang-Undang di

Indonesia, akan dibahas lebih lanjut pada bagian sub Bab, HAM dalam

pengaturan dan pelaksanaan hukum di Indonesia.

B. Penegakan Hukum di Indonesia

Proses penegakkan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak

hukum seperti:

a. Kepolisian

Fungsi kepolisian Republik Indonesia adalah memelihara keamanan

dalam negeri yang meliputi keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan

pelayanan kepada masyarakat.

Dari fungsi tersebut Kepolisian Republik Indonesia memiliki tugas

pokok, sebagai berikut:

Page 22: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

17

1) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan masyarakat terhadap

hukum dan peraturan perundang-undangan,

2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan,

3) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan

lingkungan hidup dari gangguan dan atau bencana termasuk

memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak

asasi manusia,

4) Melayani kepentingan masyarakat untuk sementara sebelum ditangani

oleh instansi dan/ atau pihak yang berwenang,

5) Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Untuk menjalankan fungsi dan tugas tersebut, kepolisian diberikan

wewenang, antara lain:

1) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatua bangsa,

2) Memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum ataupun

kegiatan masyarakat lainnya,

3) Memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan

peledak, dan senjata tajam,

4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan,

5) Melakukan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian

dalam rangka pencegahan,

6) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan dalam

putusan pengadilan, kegitan isntansi lain dan kegiatan masyarakat.

b. Kejaksaan

Page 23: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

18

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang

melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan dan penyidikan

pidana khusus berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pelaksanaan kekuasaan tersebut di tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh

Kejaksaan Negeri, tingkat provinsi oleh Kejaksaan Tinggi dan di tingkat

pusat oleh Kejaksaan Agung. Untuk melaksanakan kekuasaannya

kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:

1) Melakukan penuntutan,

2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap,

3) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana

bersyarat, putusan pidana pengawasan dan keputusan lepas bersyarat,

4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan

undang-undang,

5) Melengkapi bekas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan

pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam

pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

c. Komisi Pemberantasan Korupsi

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2002, KPK dibentuk

dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap

pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan tugas dan wewenang KPK

sebagai berikut:

1) Tugas KPK

Beberapa tugas pokok KPK adalah:

a) Berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi,

b) Supervisi terhadap instansi berwenang terhadap pemberantasan

tindak pidana korupsi,

Page 24: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

19

c) Melakukan peyelidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi,

d) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi,

e) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan

Negara.

2) Wewenang KPK:

a) Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan terhadap instansi

yang menjalankan tugas dan wewenang dengan pemberantasan

korupsi,

b) Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak

pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan

kejaksaan,

c) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan

korupsi,

d) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak

pidana korupsi

e) Hanya menangani korupsi yang terjadi setelah 27 Desember 2002

f) Pengadilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan

landasan hukum KPK, MK telah memutuskan bahwa UU tentang

TIPIKOR harus sudah selesai dalam waktu 3 tahun (2009). Jika

tidak selesai, maka keberadaan pengadilan TIPIKOR harus

dinyatakan bubar serta merta kewenangannya dikembalikan pada

pengadilan umum.

d. Badan Peradilan

Menurut Undang-Undang No. 4 dan 5 Tahun 2004, tentang kekuasaan

Kehakiman dan MA, bahwa MA bertindak sebagai lembaga

penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan serta

membantu pencari keadilan. Badan peradilan di Indonesia berada di tingkat

kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional, terdiri atas:

Page 25: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

20

1) Peradilan Negeri, berkedudukan di kabupaten/kota adalah peradilan

umum tingkat pertama,

2) Peradilan Tinggi, berkedudukan di tingkat provinsi, adalah peradilan

umum yang menangani tingkat banding, dengan penekanan perkara

prioritas korupsi, terorisme, narkoba, maupun pencucian uang,

3) Mahkamah Agung (MA), puncak kekuasaan kehakiman yang berhak

mengadili tingkat kasasi, serta menguji peraturan di bawah UU,

4) Mahkamah Konstitusi (MK), merupakan lembaga peradilan tingkat

pertama dan terakhir, untuk menguji Undang-Undang terhadap UUD,

memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya

diberikan oleh UUD 1945, memutuskan pembubaran partai politik,

serta memutuskan perselisihan hasil pemilihan umum.

Page 26: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

21

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas kerjakan latihan

berikut ini:

1. Jelaskan kebutuhan terhadap negara hukum

2. Jelaskan konsep negara hukum

3. Jelaskan Indonesia sebagai negara hukum

4. Jelaskan proses penegakan hukum di Indonesia

Petunjuk Jawaban Latihan:

1. Pelajari kembali materi pada kegiatan belajar 1 dan 2

2. Diskusikan dengan teman-teman Anda

3. Kerjakan secara berkelompok, satu kelompok terdiri dari 3-5 orang anggota

TES FORMATIF

SOAL TEMATIK

1. Sebutkan lembaga yang bertugas dalam menangani pemberantasan korupsi,

tetapi tidak tercantum dalam UUD 1945?

SOAL PILIHAN

1. Warga negara dan penduduk pada hakekatnya mempunyai satatus hukum .....

Jawaban:

a. Sama status hukumnya

b. Tidak sama status hukumnya

2. Salah satu lingkungan peradilan yang disebut dalam pasal 24 ayat 2 UUD 1945

adalah lingkungan peradilan umum. Lembaga peradilan tertinggi dalam

lingkungan peradilan umum adalah...

Jawaban:

a. Mahkamah Konstitusi

b. Mahkamah Agung

3. Yang mengesahkan Undang-Undang agar mempunyai kekuatan hukum yang

mengikat adalah....

Jawaban:

a. Presiden

Page 27: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

22

b. DPR

4. Yang berwenang memberikan pengurangan masa hukuman atau pembebasan

adalah .

Jawaban:

a. Mahkamah Agung

b. Presiden

5. Menurut UUD 1945, salah satu lingkungan peradilan yang disebut dalam pasal

24 ayat 2 adalah lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Peradilan

TUN adalah sebuah lembaga peradilan yang menangani sengketa hukum ...

Jawaban:

a. Hukum Ketenagakerjaan

b. Hukum Administrasi Negara

Page 28: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

23

Modul 2

KONSTITUSI

Dalam modul ini Anda akan diajak menganalisis konsep konstitusi secara umum dan

konstitusi dalam konteks Indonesia. Sehingga dengan mempelajari materi dalam

modul ini Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:

Kegiatan Belajar 1:

a. Dapat memahami istilah dan pengertian konstitusi (undang-undang dasar)

b. Dapat memahami keberadaan dan tujuan konstitusi

Kegiatan Belajar 2:

a. Dapat memahami konstitusi atau undang-undang dasar di Indonesia

b. Dapat memahami Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen

Agar semua harapan di atas dapat terwujud maka di dalam modul ini disajikan

pembahasan dan latihan dengan butir uraian sebagai berikut:

a. Istilah dan Pengertian Konstitusi (Undang-Undang Dasar)

b. Keberadaan dan Tujuan Konstitusi

c. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia

d. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen

Untuk membantu Anda dalam mencapai harapan kemampuan di atas ikutilah

petunjuk belajar sebagai berikut:

a. Bacalah petunjuk bagaimana mempelajari modul ini.

b. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci.

c. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman

sendiri dan atau tukar pikiran dengan mahasiswa atau dosen Anda.

d. Temukan prinsip, konsep, dan prosedur.

e. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman simulasi

dalam kelompok kecil atau klasikal.

Page 29: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

24

Kegiatan Belajar 1

Istilah dan Pengertian Konstitusi (Undang-Undang Dasar) serta Keberadaan

dan Tujuan Konstitusi

A. Istilah dan Pengertian Konstitusi (Undang-Undang Dasar)

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis "Constituere" yang berarti

menetapkan atau membentuk. Pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan sebagai

pembentukan atau penyusunan suatu negara. Dalam ketatanegaraan, istilah

konstitusi di berbagai negara dipergunakan beragam. Di Belanda menggunakan

kata "constitutie" di samping kata "grond wet". Inggris dan Amerika Serikat

menggunakan kata "constitution". Dalam istilah sehari-hari Konstitusi sering

disamakan dengan Undang-Undang Dasar (UUD). UUD sendiri adalah

terjemahan dari kata "grond wet" yang berasal dari bahasa Belanda, yakni grond

artinya dasar, sementara kata wet berarti undang-undang.

Makna konstitusi secara mendalam ada dalam konstitusionalisme (Mahfud

MD, 2000; Budiardjo, 2008), yaitu suatu istilah yang kemunculannya di abad ke

18, untuk menegaskan Doktrin Amerika tentang supremasi konstitusi tertulis

yang hierarkinya berada di atas Undang-Undang, yang hanya dibuat oleh

lembaga legislatif. Meskipun istilah konstitusionalisme baru popular abad ke 18,

tetapi sebagai gagasan dan praksis kehidupan modern, konstitusionalisme telah

berkembang lebih lama, yakni suatu gagasan pembatasan kekuasaan penguasa di

dalam sebuah konstitusi, sebenarnya telah ada sejak berkembangnya negara

teritorial di bawah kekuasaan raja-raja dan dalam kehidupan negara-negara di

Eropa Barat sejak abad ke 12. Gagasan konstitusionalisme sebagai alat

pembatasan kekuasaan sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan gagasan Hak

Asasi Manusia (HAM), demokrasi dan negara hukum, yang harus dimuat di

dalam sebuah aturan dasar kegiatan politik yang kemudian disebut konstitusi.

Dalam perkembangan teoritis dan praktik kenegaraan, terdapat pandangan

yang mempersamakan Konstitusi dengan UUD, tetapi juga terdapat pandangan

Page 30: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

25

lain yang menyatakan bahwa Konstitusi tidak sama dengan UUD. Perbedaan

pandangan ini terjadi karena perbedaan sudut pandang dalam memberikan

pengertian terhadap konstitusi, yakni pengertian dalam arti sempit dan dalam arti

luas.

Pengertian konstitusi dalam arti sempit, hanya mencakup konstitusi tertulis

saja, yaitu UUD. Pada saat sekarang, banyak sarjana yang menyamakan kedua

istilah itu, yakni konstitusi dan UUD. Karena dalam praktek ketatanegaraan di

berbagai negara menganggap konstitusi atau UUD itu dibuat sebagai pegangan

untuk menyelenggarakan negara. Penyamaan istilah konstitusi dengan UUD

adalah pengaruh aliran kodifikasi, tapi sebelum itu sudah terjadi, ketika Oliver

Cromwell menjadi Lord Protector Inggris (1649-1660) yang menyebut UUD

sebagai Instrument of Goverment, yaitu pegangan untuk memerintah. (Subardi,

2001).

Pandangan yang menyamakan Konstitusi dengan Undang-Undang Dasar,

antara lain CF. Strong, James Bryce (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), dan K.C.

Wheare (Subardi, 2001) . CF. Strong mengemukakan bahwa konstitusi adalah

sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari

yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah.

Sementara James Bryce memberikan pengertian konstitusi sebagai kerangka

negara yang diorganisasikan dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum

menetapkan; a) peraturan mengenai pendirian lembaga-lembaga permanen; b)

fungsi dari lembaga-lembaga tersebut; dan c) hak-hak tertentu yang ditetapkan.

K.C. Wheare (1975) mengartikan kontitusi sebagai keseluruhan sistem

ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan-peraturan yang

membentuk dan mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.

Peraturan-peraturan ini sebagian bersifat legal (bersifat hukum) dalam arti

pengadilan berwenang mempertahankannya, dan sebagian tidak bersifat hukum

(nonlegal) atau ekstralegal yang berasal dari kebiasaan dan konvensi, karena

pengadilan tidak dapat mempertahankan terhadap pelanggaran yang terjadi.

Page 31: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

26

Wheare juga menegaskan bahwa konstitusi, untuk sebagian besar negara di dunia

diartikan sebagai aturan-aturan yang mengatur ketatanegaraan suatu negara yang

telah dibukukan dalam suatu dokumen (kodifikasi), dan sejak diumumkan

Konstitusi Amerika pada tahun 1787, istilah maupun pengertian konstitusi

sebagai dokumen tertulis disamakan dengan UUD.

Konstitusi yang disamakan artinya dengan UUD, memiliki ciri-ciri umum

(Subardi, 2001) :

a. Konstitusi itu sebagai kumpulan kaidah hukum yang diberi kedudukan

tertinggi dalam negara (supreme law), karena dimaksudkan sebagai alat untuk

membatasi wewenang penguasa.

b. Konstitusi memuat prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang dianggap

paling pokok mengenai kehidupan bernegara.

c. Konsitusi biasanya lahir dari momen sejarah yang terpenting bagi masyarakat

(negara) yang bersangkutan, seperti pembebasan dari penjajahan, keberhasilan

dari suatu revolusi dan sebagainya.

Sistem ketatanegaraan Indonesia juga pernah mempersamakan antara

Undang-Undang Dasar dengan Konstitusi, yang keduanya digunakan untuk

saling mengisi/mengganti sebagai hukum dasar Republik Indonesia, yaitu

Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun

1949, dan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950.

Sementara pengertian konstitusi dalam arti luas, maka konstitusi adalah

mencakup keseluruhan peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang

mengatur secara mengikat bagaimana suatu pemerintahan negara

diselenggarakan dalam masyarakat. Pengertian UUD menurut E.C.S. Wide dan

G.Philips (Mahfud MD, 200, Budiardjo, 2008 ; Priyanto, 2003) adalah naskah

yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah

atau negara dan menentukan cara kerja badan-badan tersebut. Konstitusi berarti

sebagai peraturan dasar dari suatu negara. Menurut Sri Sumantri (Tim ICCE UIN

Jakarta, 2003), konstitusi berarti suatu naskah yang memuat suatu bangunan

Page 32: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

27

negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara. Tim ICCE UIN (2003)

memberikan pengertian konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan

ketentuan-ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur

lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerja sama antara negara dan

masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pengertian konstitusi dalam arti luas diberikan oleh kelompok yang

membedakan Konstitusi dan Undang-Undang Dasar di antaranya Apeldoorn

(Supriatnoko, 2008), yang mengemukakan bahwa konstitusi memuat aturan

tertulis dan tidak tertulis, sedang Undang-Undang Dasar merupakan bagian

tertulis dari Konstitusi. Pendapat senada dikemukakan Herman Heller (Tim

ICCE UIN Jakarta, 2003) bahwa Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis

melainkan bersifat sosiologis dan politis, sedangkan Undang-Undang Dasar

hanya merupakan bagian dari pengertian Konstitusi. Heller membagi pengertian

konstitusi dalam tiga cakupan, (Koesnardi dan Saragih, 1974) yaitu:

a. Konstitusi sebagai pengertian sosial politik. Pada tingkat ini, konstitusi baru

mencerminkan keadaan sosial politik, kenyataan yang ada dalam masyarakat,

belum merupakan pengertian hukum.

b. Konstitusi sebagai pengertian hukum (juridis). Pada tingkat ini , keputusan-

keputusan yang ada dalam masyarakat tersebut dijadikan sebagai rumusan

yang normatif, yang harus ditaati. Pada tingkat ini, konstitusi tidak selalu

tertulis, tapi ada juga yang tidak tertulis, dan yang tertulis biasanya dalam arti

terkodifikasi.

c. Konstitusi sebagai suatu peraturan hukum, yakni peraturan hukum yang

tertulis.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ferdinand Lasalle (Saiful Anwar,

1996:47), yang membagi konstistusi dalam dua pengertian, yaitu :

a. Konstitusi dalam pengertian sosiologis dan politis, yaitu berupa faktor-faktor

kekuatan yang nyata dalam masyarakat. Konstitusi menggambarkan hubungan

antara kekuasaan-kekuasaan nyata yang ada dalam negara, antara lain seperti;

Page 33: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

28

raja, parlemen, kabinet, kelompok penekan (pressure group), dan partai

politik.

b. Konstitusi dalam pengertian juridis, yaitu yang tertulis dalam suatu naskah

yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.

Dalam praktik kenegaraan hukum dasar yang tidak tertulis merupakan

bagian dari Konstitusi disebut dengan konvensi. Di Inggris keberadaan konvensi

dimulai dengan Piagam Magna Charta 1215. Di Amerika Serikat konvensi

dilaksanakan oleh para presiden yang telah dua kali berturut-turut tidak ada lagi

yang mencalonkan diri, meskipun pembatasan tersebut tidak diatur dalam

Undang-Undang Dasar Amerika Serikat. Di Indonesia Pidato Kenegaraan setiap

tanggal 16 Agustus termasuk salah satu konvensi yang sampai sekarang masih

dilestarikan.

B. Keberadaan dan Tujuan Konstitusi

Menurut Mahfud MD (2000), secara umum konstitusi diartikan sebagai

aturan dasar ketatanegaraan yang setelah disarikan dari ajaran kedaulatan rakyat.

Rousseau memandang konstitusi sebagai perjanjian masyarakat yang berisikan

pemberian hak oleh masyarakat dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan

negara. Dengan kata lain konstitusi sebenarnya tidak lain dari realisasi demokrasi

dengan kesepakatan bahwa kebebasan penguasa ditentukan oleh warga

masyarakat dan bukan sebaliknya, kebebasan masyarakat ditentukan oleh

penguasa. Oleh sebab itu, setiap pelanggaran atas konstitusi harus dipandang

sebaga pelanggaran atas kontrak sosial. Dalam kesimpulan analisisnya Mahfud

MD (2000), menyatakan esensi dari konstitusionalisme yang melahirkan

konstitusi minimal terdiri atas 2 hal:

a. Konsepsi negara hukum yang menyatakan bahwa secara universal

kewibawaan hukum haruslah mengatasi kekuasaan pemerintah, oleh karena

itu hukum harus mengontrol dan mengendalikan politik,

Page 34: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

29

b. Konsepsi hak-hak sipil warga negara yang menggariskan adanya kebebasan

warga negara di bawah jaminan konstitusi, sekaligus adanya pembatasan

kekuasaan negara terhadap warga negara.

Terkait dengan kedua ciri konstitusionalisme tersebut, maka beberapa hal

yang harus ditegaskan dalam konstitusi menurut Bambang Widjoyanto (1998)

adalah:

a. Public authority hanya dapat dilegitimasi menurut ketentuan konstitusi;

b. Menurut pelaksanaan kedaulatan rakyat (melalui perwakilan) harus

dilakukan dengan menggunakan prinsip universal and equal suffrage dan

pengangkatan eksekutif harus melalui pemilihan yang demokratis;

c. Pemisahan atau pembagian kekuasaan serta pembatasan wewenang;

d. Adanya kekuasaan kehakiman yang mandiri yang dapat menegakkan

hukum dan keadilan baik terhadap rakyat maupun terhadap penguasa;

e. Adanya sistem kontrol terhadap militer dan kepolisian untuk menegakkan

hukum dan menghormati hak-hak rakyat;

f. Adanya jaminan perlndungan HAM.

Keadaan yang hampir sama tentang hal-hal yang harus ditegaskan dalam

konstitusi menurut Mahfud MD (2000) adalah:

a. Supremasi hukum dalam arti memberikan posisi sentral pada hukum sebagai

pedoman dan pengarah menurut hierarkinya dan menegakkan tanpa pandang

bulu,

b. Pengambilan keputusan secara legal oleh Pemerintah dalam arti bahwa

dalam setiap keputusan haruslah sah baik formal-prosedurnya maupun

substansinya,

c. Jaminan atas rakyat untuk menikmati hak-haknya secara bebas berdasarkan

ketentuan hukum yang adil,

d. Kebebasan pers untuk mengungkap dan mengekspresikan kehendak,

kejadian, dan aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun aspirasi

institusi itu sendiri,

Page 35: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

30

e. Partisipasi masyarakat dalam proses kenegaraan,

f. Pembuatan kebijaksanaan yang tidak diskriminatif terhadap golongan, gender,

agama, ras, dan ikatan primordial lainnya,

g. Akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat,

h. Terbukanya akses masyarakat bagi keputusan negara dan pemerintah.

Dari cakupan materi, maka keberadaan konstitusi diadakan untuk suatu

fungsi dan tujuan dalam kehidupan bernegara. Keberadaan konstitusi dalam

suatu negara yang berkaitan dengan fungsi adalah sebagaimana dikemukakan

oleh C.J. Friedrich (Miriam Budiardjo, 2008) bahwa konstitusi merupakan proses

(tata cara) untuk membatasi perilaku pemerintah secara efektif. Konstitusi

mempunyai fungsi khusus dan meupakan perwujudan atau manifestasi dari

hukum tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya rakyat, tetapi juga oleh

pemerintah. Pembatasan-pembatasan kekuasaan dalam konstitusi diwujudkan

dalam bentuk membagi kekuasaan dalam negara, membatasi kekuasaan dari

penguasa dalam negara, dan adanya akses yang bebas untuk mengawasi

kekuasaan yang dilaksanakan para penguasa, baik melalui saling mengawasi dan

mengendalikan secara seimbang dan proporsial (checks, balances and

proportional system) antara lembaga negara maupun akses terbuka dan bebas

dari warganegara (free and open information).

Terhadap fungsi yang dimiliki oleh konstitusi atau UUD, maka Joeniarto

(1980) melihat sebagai fungsi konstitusi pada umumnya memiliki dua dimensi :

a. Ditinjau dari tujuannya, adalah untuk menjamin hak-hak anggota warga

masyarakatnya, terutama warganegara dari tindakan sewenang-wenang

penguasa;

b. Ditinjau dari penyelenggaraan pemerintahannya, adalah untuk dijadikan

landaan struktural penyelenggaraan pemerintahan menurut sistem

ketatanegaraan yang pasti dan pokok-pokoknya telah digambarkan dalam

aturan-aturan konstitusi atau UUD.

Page 36: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

31

Sementara keberadaan konstitusi yang berkaitan dengan tujuan adalah

seperti dikemukakan oleh Karl Loewenstein (Astawa, 1993):

a. Sebagai aturan yang memberikan pembatasan sekaligus pengawasan

terhadap kekuasaan politik,

b. Sebagai sarana melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa sendiri,

c. Memberikan batasan-batasan ketetapan para penguasa dalam menjalankan

kekuasaannya.

Keberadaan konstitusi baik dilihat dari fungsi maupun tujuannya esensinya

adalah membatasi kekuasaan pemerintahan negara sedemikian rupa, sehingga

penyelenggaraan negara tidak bersifat sewenang-wenang atau melakukan

penyalahgunaan wewenang. Dari pembatasan itu, maka hak-hak warga negara

lebih terjamin dan terlindungi secara pasti. Gagasan ini disebut dengan

konstitusionalisme. Konstitusionalisme menurut C.J. Friederich (Koenardi dan

Saragih, 1994) adalah pemerintahan yang merupakan kumpulan kegiatan yang

diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi dikenakan beberapa

pembatasan yang diharapkan menjamin, bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk

pemerintahan itu, tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk

memerintah.

Pembatasan kekuasaan atas lembaga-lembaga penyelenggara negara itu,

menurut Padmo Wahyono (Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni'matul Huda,

2001) adalah mencakup dua hal :

a. Pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaannya.

b. Pembatasan kekuasaan yang berkenan dengan waktu dijalankannya kekuasaan

tersebut.

Pembatasan kekuasaan dalam arti mengandung arti, bahwa dalam konstitusi,

kekuasaan lembaga negara ditentukan tugas dn wewenangnya. Pemerintah harus

diawasi oleh Badan Perwakilan Rakyat dan juga elemen-elemen warganegara

yang ada di dalam masyarakat, termasuk rakyat sendiri. Sementara pembatasan

kekuasaan yang berkenaan dengan waktu, menyangkut pembatasan kekuasaan

Page 37: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

32

mengenai masa waktu itu dapat dijalankan. Hal demikian berkenaan dengan

masa jabatan masing-masing lembaga negara atau pejabatnya dalam menjalankan

kekuasaannya.

Agar keberadaan konstitusi jelas kepastiannya tentang fungsi dan tujuannya,

maka menurut Sri Sumantri (1979), konstitusi berisi tiga hal pokok:

a. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warganegara,

b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat

fundamental, dan

c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat

fundamental.

Sementara Miriam Budiardjo (1977) mengemukakan setiap UUD hendaknya

memuat ketentuan-ketentuan mengenai :

a. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif,

eksekutif dan yudikatif; pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan

pemerintah negara bagian; prosedu penyelesaian masalah pelanggaran

yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya.

b. Hak-hak asasi manusia.

c. Prosedur mengubah UUD

d. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.

Page 38: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

33

Kegiatan Belajar 2

Konstitusi dan Undang-Undang Dasar di Indonesia, Serta Amandemen Undang-

Undang Dasar 1945

A. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia

Sebagaimana disebut di bagian awal, bahwa di Indonesia istilah Konstitusi

dan Undang-Undang Dasar pernah disejajarkan keberadaannya sebagai hukum

dasar tertulis. Oleh karena itu dalam pembahasan berikut khusus berlaku di

Indonesia akan menggunakan istilah tersebut sesuai dengan masa berlakunya

Konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia.

1. Penetapan Undang-Undang Dasar dan Konstitusi Indonesia

Undang-Undang Dasar Proklamasi yang kemudian kita kenal dengan

UUD 1945, ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)

tanggal 18 Agustus 1945. Perumusan tentang rencana dasar negara dan UUD

1945 sebelumnya telah dilakukan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang dimulai dalam siding

pertama BPUPKI pada tanggal 9 Mei sampai 1 Juni 1945 dengan ketua Dr.

Radjiman Wedyodiningrat.

Dalam sidang pertama BPUPKI, permasalahan mendasar yang menjadi

agenda persidangan adalah perumusan dasar negara. Tiga tokoh Moh. Yamin,

Supomo, dan Sukarno, menyampaikan usulan dasar negara. Sukarno yang

mendapatkan kesempatan menyampaikan pokok pikirannya dengan

mengusulkan lima dasar negara yang dinamai dengan Pancasila. Sidang

pertama BPUPKI belum menghasilkan keputusan berarti, sehingga sidang

dilanjutkan dengan dibentuknya dua panitia, yaitu Panitia Kecil, dikenal

sebagai Panitia Sembilan yang diketuai oleh Sukarno dan Panitia Perancang

UUD yang diketuai oleh Supomo. Panitia Sembilan berhasil merumuskan

Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang akan direncanakan sebagai

Pembukaan UUD negara, sedang Panitia Perancang UUD berhasil

merumuskan rancangan UUD negara tanggal 16 Juni 1945.

Page 39: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

34

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang ditandatangani oleh Sukarno-

Hatta atas nama Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, ditindaklanjuti

dengan sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang didahului

kompromi antara wakil-wakil kelompok Islam dan wakil Indonesia Bagian

Timur yang mayoritas berasal dari penganut agama Nasrani tentang sila

pertama dasar negara dari Piagam Jakarta. Pertemuan ini terjadi karena wakil

Indonesia Timur yang mayoritas pemeluk agama Nasrani merasa

dinomorduakan dengan rumusan rencana dasar negara, yakni terdapat

rumusan syariat Islam bagi pemeluknya. Perjuangan Bung Hatta sebagai

mediator berhasil meyakinkan kedua belah pihak, yaitu kelompok Islam dan

wakil Indonesia Timur, tentang rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta,

dari Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana kita

kenal sekarang. Perubahan dari sila pertama berdampak pada perubahan pasal

29, UUD 1945, serta syarat Presiden yang tadinya ada kata-kata harus

beragama Islam cukup dengan orang Indonesia asli. Berdasarkan kesepakatan

tersebut akhirnya UUD 1945 berhasil ditetapkan oleh PPKI tanggal 18

Agustus 1945, bersama dengan pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden

pertama di Indonesia. Struktur dan sistematika UUD 1945 Proklamasi terdiri

dari:

a. Pembukaan UUD yang terdiri dari empat alinea.

b. Batang tubuh UUD, yang terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal peralihan,

dan 2 ayat Aturan Tambahan.

c. Penjelasan resmi UUD.

Dengan keberhasilan Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, yang

menetapkan UUD, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagai Kepala

Pemerintahan baru di Indonesia, maka keberadaan negara Indonesia baik

secara de jure maupun de facto telah terpenuhi secara sempurna, yaitu:

a. Rakyat, yaitu bangsa Indonesia.

Page 40: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

35

b. Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang membentang dari Sabang sampai

Merauke, yakni mencakup bekas wilayah jajahan Pemerintah Hindia

Belanda.

c. Pemerintah yang berdaulat, Pemerintah dipimpin Sukarno-Hatta, dengan

penuh kedaulatan ke dalam dan keluar. Kedaulatan ke dalam karena

Indonesia telah memiliki Presiden dan Wakil Presiden dan

bertanggungjawab terhadap politik pemerintahan dalam negara Indonesia,

sedang kedaulatan keluar seperti adanya pengakuan dari negara sahabat

yang banyak memberi dukungan moril terhadap perjuangan bangsa

Indonesia, yaitu negara India dan Mesir yang langsung menyambut baik

dan mendukung kemerdekaan Indonesia.

Keberadaan Negara Proklamasi yang telah memenuhi persyaratan utama

sebagai negara, ternyata tidak demikian dengan pandangan pemerintah

kerajaan Belanda yang tidak mau mengakui berdirinya negara Indonesia,

karena Belanda menganggap secara de jure Indonesia (Hindia Belanda) masih

berada di bawah kekuasaannya berdasarkan perjanjian-perjanjian yang

diperoleh Belanda, sejak era VOC sampai Hindia Belanda dari raja-raja

Indonesia, sehingga dengan berbagai cara Belanda berusaha ingin menguasai

kembali Indonesia yang telah merdeka, sebagaimana sebelum kedatangan

Jepang di Indonesia. Penyerangan tentara Belanda terhadap Pemerintah

Indonesia tidak mendapatkan dukungan penuh dari sekutu Belanda. Hal

demikian terjadi karena kepiawaian diplomasi politik yang dilakukan oleh

kementerian luar negeri dan diplomat Indonesia di luar negeri, sekaligus

begitu kuatnya perlawanan rakyat dengan kekuatan intinya TNI di dalam

negeri. Sehingga ketika agresi Belanda pertama dilakukan, Belanda harus

terpaksa berunding dengan Indonesia atas prakarsa Amerika Serikat, dan

berhasil melahirkan persetujuan Renville. Para agresi Belanda ke dua diakhiri

dengan perundingan Meja Bundar yang dikenal dengan Konferensi Meja

Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag Belanda. Salah satu hasil

Page 41: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

36

penting adalah pengakuan kemerdekaan Indonesia dengan bentuk negara

serikat, sehingga Indonesia menjadi Negara Indonesia Serikat dengan dasar

negara Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS), yang berlaku mulai

tanggal 27 Desember 1949.

Dengan berlakunya KRIS, maka UUD 1945 yang tidak pernah dicabut,

tatap berlaku sebagai UUD Negara Indonesia Proklamasi yang merupakan

bagian dari Negara Indonesia Serikat (NIS) sebagai negara federal yang

berdasarkan pada KRIS. Bentuk negara serikat sesungguhnya bertentangan

dengan cita-cita perjuangan awal Bangsa Indonesia yang mencita-citakan

bentuk negara kesatuan. Bentuk serikat diterima oleh delegasi Indonesia di

bawah pimpinan Moh Hatta sebenarnya merupakan bagian strategi perjuangan

diplomasi Bung Hatta, agar Pemerintah Indonesia mampu menata

pemerintahan dengan politik de vide at impera, namun kondisi dan kesadaran

Bangsa Indonesia sudah berubah, tidak sebagaimana awal Belanda datang di

Indonesia. Kekhawatiran akan kegagalan politik de vide at impera untuk

memecah belah Indonesia telah diantisipasi Belanda, yakni dengan masih

mempertahankan Irian Barat untuk dibahas di kemudian hari tanpa batas

waktu yang jelas. Kondisi ini sengaja dibuat Belanda untuk menyisakan bom

waktu yang setiap saat akan meledakan persatuan dan kesatuan di wilayah

Indonesia.

Meskipun NIS berdiri atas tekanan Belanda, namun strategi Bung Hatta

ternyata cukup berhasil berkat dukungan Bangsa Indonesia yang setia kepada

negara Proklamasi dengan bentuk negara kesatuan, dalam waktu delapan

bulan NIS bubar dan Bangsa Indonesia kembali kepada negara kesatuan, yang

diikuti dengan perubahan UUD, dengan mengubah KRIS menjadi UUD

Sementara Tahun 1950 yang kemudian dikenal dengan UUDS tepat pada hari

ulang tahun Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1950.

UUDS, yang diadopsi dari KRIS berlaku hampir Sembilan tahun.

Keberadaan Badan Konstintuante hasil pemilihan umum 1955, yang harus

Page 42: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

37

membuat UUD baru untuk menggantikan UUDS gagal mencapai kata sepakat,

khususnya tentang penetapan dasar negara antara Islam dan Pancasila. Hal

yang sama juga terjadi terhadap anjuran Presiden Sukarno kepada

Konstintuante untuk kembali kepada UUD 1945, tidak berhasil memenuhi

quorum untuk menentukan/menetapkan UUD baru. Adanya pernyataan dari

sebagian anggota Konstintuante untuk tidak hadir dalam pembahasan

penetapan UUD, menjadikan salah satu alasan Negara Indonesia dalam

keadaan bahaya. Pernyataan kondisi negara dalam keadaan bahaya dari

Presiden Sukarno mendapat dukungan tentara dan Perdana Menteri Juanda,

sehingga Presiden mengeluarkan dekrit yang kemudian lebih dikenal dengan

Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menetapkan salah satu

diktumnya adalah berlakunya kembali UUD 1945. Dengan berlakunya

kembali UUD 1945 sampai dilakukannya kembali amandemen UU 1945,

pelaksanaan UUD 1945 mengalami pasang surut, baik pada masa Orde Lama,

maupun Orde Baru. Dalam kedua periode ini UUD 1945 yang sifatnya

disebut-sebut sebagai UUD yang singkat dan supel justru memberikan

peluang kepada pemegang kekuasaan untuk menafsirkan sesuai dengan

kehendak penguasa, sehingga dalam dua periode tersebut, mendorong

Pemerintah untuk menyimpang, mesti atas nama konstitusi untuk

melaksanakan secara murni dan konsekwen. Kondisi ini akhirnya dikoreksi

pada era Reformasi. Untuk menghindarkan dominasi eksekutif yang pernah

terjadi pada masa Orde Lama dan Orde Baru, MPR hasil pemilihan umum

tahun 1999 melakukan empat kali Amandemen, yang hasilnya adalah naskah

UUD 1945 Amandemen yang sekarang berlaku.

2. Perubahan Konstitusi atau UUD

a. Cara Merubah Konstitusi atau UUD

Page 43: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

38

Dalam Hukum Tata Negara dikenal adanya dua cara perubahan

UUD sebagai konstitusi tertulis. Pertama, perubahan yang dilakukan

menurut prosedur yang diatur sendiri oleh UUD. Perubahan cara yang

pertama ini disebut Verfassung Anderung, yang sering disebut perubahan

cara konstitusional. Kedua, perubahan yang dilakukan tidak berdasarkan

pada ketentuan yang diatur dalam UUD. Perubahan dengan cara kedua ini

disebut Verfassung Wandlung, perubahan ini sering disebut dengan cara

yang bersifat revolusioner (Jimly Asshiddiqie, 2001).

Berlaku tidaknya UUD hasil perubahan yang revolusioner tergantung

pada kekuatan politik yang mendukung atau yang memberlakukannya

sebagai konstitusi negara yang bersangkutan (Subardi, 2001). Menurut

Robert Carr (I Gde Pantja Astawa, 1993) ada tiga cara untuk mengubah

UUD, yaitu:

1) Melalui tata cara di luar UUD.Hal ini dimungkinkan, karena UUD itu,

misalnya menyerahkan kepada pembentuk Undang-Undang Organik.

2) Melalui penafsiran yang dilakukan oleh; a) pengadilan (kekuasaan

yudikatif); 2) kongres (kekuasaan legislatif); dan 3) presiden

(kekuasaan eksekutif).

3) Melalui perubahan secara formal.

Sebelum naskah UUD tersebut diakui dan diterima keberlakuannya

oleh masyarakat luas, UUD itu biasanya masih dianggap tidak sah dan

prosedur perubahannya dinilai inkonstitusional, atau setidak-tidaknya

bersifat ekstrakonstitusional (Jimly Asshiddiqie, 2001).

Menurut C.F. Strong (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), menyatakan

bahwa prosedur perubahan Konstitusi ada empat (4) macam perubahan,

yaitu:

1) Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan

legislatif, akan tetapi menurut pembatasan-pembatasan tertentu;

Page 44: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

39

2) Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui suatu

referendum;

3) Perubahan Konstitusi yang berlaku di negara serikat yang dilakukan

oleh sejumlah negara-negara bagian;

4) Perubahan Konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau

dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus dibentuk hanya untuk

keperluan perubahan.

Pendapat senada dikemukakan Miriam Budiardjo (2008), juga

mengetengahkan tentang cara perubahan Konstitusi atau UUD suatu

negara mengemukakan dengan 4 (empat) cara atau prosedur dalam

perubahan Konstitusi atau UUD, yaitu:

1) Melalui sidang badan legislatif dengan ditambah beberap syarat,

misalnya dapat ditetapkan quorum untuk sidang yang membicarakan

usul perubahan Konstitusi atau UUD dari jumlah minimum anggota

badan legislatif untuk menerimanya;

2) Melalui referendum atau peblesit;

3) Melalui persetujuan negara-negara bagian dalam negara federal,

dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Konstitusi atau

UUD federal;

4) Musyawarah khusus (special convention)

Sementara Jimly Asshiddiqie (2001) berpendapat bahwa cara

melakukan perubahan UUD dilakukan melalui:

1) Pembaharuan naskah, jika perubahan dalam teks UUD menyangkut

hal-hal tertentu.

2) Pergantian naskah lama dengan naskah yang baru, jika materi

perubahannya bersifat mendasar dan cukup banyak, maka perubahan

itu dapat disebut penggantian naskah dari yang lama menjadi yang

baru sama sekali.

Page 45: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

40

3) Naskah tambahan (annex atau addendum) yang terpisah dari naskah

asli UUD, yang menurut tradisi Amerika Serikat disebut

Amandemen.

Dalam praktik ketatanegaraan modern, kita mengenal dua teknik

dalam perubahan Konstitusi atau UUD, yaitu renewal dan amandement.

1) Renewal adalah perubahan yang berupa pembaharuan dari Konstitusi

atau UUD lama secara keseluruhan, sehingga yang diberlakukan

adalah Konstitusi atau UUD yang baru secara keseluruhan. Cara ini

dianut di Eropa Kontinental seperti Belanda, Perancis maupun

Jerman,

2) Amandement (Amandemen) adalah cara perubahan Konstitusi atau

UUD, yakni Konstitusi atau UUD yang lama tetap berlaku, sehingga

amandemen yang dilakukan dapat mengubah, dengan cara

mengurangi atau menambah pasal-pasal, dari Konstitusi atau UUD,

dapat merupakan bagian lampiran, atau menyertai Konstitusi atau

UUD awal. Cara amandemen ini dilaksanakan di Amerika Serikat

dan di Indonesia.

Terdapat dua tradisi dalam teknik perubahan UUD, yaitu tradisi

Erofah Kontinental dan tradisi Amerika Serikat. Berdasarkan tradisi

Erofah Kontinental, teknik perubahan dilakukan langsung ke dalam teks

UUD. Jika perubahan itu menyangkut materi tertentu, tentulah naskah

UUD yang asli, tidak banyak mengalami perubahan. Tetapi jika materi

yang diubah banyak, apalagi kalau perubahannya sangat mendasar,

biasanya naskah UUD itu disebut dengan nama baru sama sekali

(pergantian). Menurut tradisi Amerika Serikat, perubahan dilakkan

terhadap materi tertentu dengan menetapkan naskah Amandemen yang

terpisah dari naskah asli UUD (Subardi, 2001).

Page 46: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

41

b. Perubahan UUD atau Konstitusi di Indonesia

Beberapa cara perubahan UUD atau Konstitusi di Indonesia dapat

dilihat dari ketentuan dalam UUD atau Konstitusi yang pernah dan

sedang berlaku di Indonesia, yaitu:

1) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUD 1945 Proklamasi

Ketentuan perubahan UUD tercantum dalam pasal 37 yang

menyatakan:

a) Ayat (1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah Majelis Permusyawaratan harus hadir.

b) Ayat (2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.

Dengan mengacu pada pasal tersebut berarti perubahan UUD

1945 Proklamasi memberikan kewenangan pada MPR untuk

mengubah UUD dengan persyaratan quorum tertentu atau suar

terbanyak bersyarat yaitu 2/3, baik didasarkan pada kehadiran

anggota MPR, dan keputusan yang diambil disetujui minimum 2/3

dari anggota MPR yang hadir.

2) Perubahan Konstitusi Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat

(KRIS) 1949

Ketentuan tentang perubahan KRIS 1949 diatur dalam pasal 190,

yaitu:

a) Ayat (1) Dengan tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal

51 ayat (2), maka Konstitusi ini hanya dapat diubah dengan

Undang-Undang Federal dan menyimpang dari ketentuan-

ketentuannya hanya diperkenankan atas kuasa Undang-Undang

Federal: Baik Dewan Perwakilan Rakyat maupun Senat tidak

boleh bermufakat atau pun mengambil keputusan tentang usul

untuk itu, jika tidak sekurang-kurangnya 2/3 anggota sidang

menghadiri rapat,

Page 47: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

42

b) Ayat (2), Undang-Undang dimaksud dalam ayat pertama,

dirundingkan oleh Senat menurut ketentuan-ketentuan Bagian 2

Bab IV. Catatan penulis, inti pada Bagian 2Bab IV dimaksud

dalam keterkaitan dengan Undang-Undang adalah tentang

pelaksanaan untuk membuat Undang-Undang harus ada

kesepekatan Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat,

c) Ayat (3), Usul Undang-Undang untuk mengubah Konstitusi ini

atau menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang dapat diterima

oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau pun oleh Senat dengan

sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota yang hadir. Jika usul itu

dirundingkan lagi menuntut yang ditetapkan pada pasal 132,

maka Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat menerima dengan

sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota yang hadir.

Adapun pasal 132 dimaksud adalah:

a) Ayat (1), Apabila Senat menolak usul yang sebelumnya itu sudah

diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka sungguhpun

demikian, usul itu dapat juga disahkan oleh Pemerintah, jika

Dewan Perwakilan Rakyat menerima dengan tidak mengubahnya

lagi dan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah suara anggota yang

hadir,

b) Ayat (2), Keputusan yang tersebut dalam ayat pertama, hanya

akan dapat diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat

yang di dalamnya sekurang-kurangnya hadir 2/3 dari jumlah

aggota sidang.

Pola dianut KRIS 1949 dalam perubahan Konstitusi menganut

pada cara badan legislatif dengan persyaratan tertentu. Sebagaimana

telah kita sebut bahwa KRIS 1949 adalah produk dari KMB tampak

sekali rumusan Bahasa Indonesia dalam kalimat yang berbelit-belit,

sebagaimana konsep dari seseorang yang pasti bukan usulan murni

Page 48: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

43

dari bangsa Indonesia. Struktur kalimat dalam KRIS 1949 sangat

berbeda dalam struktur kalimat dalam UUD 1945 Proklamasi.

3) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUDS 1950

Ketentuan perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUDS 1950

diatur dalam pasal 140, yaitu:

a) Ayat (1), Segala usul untuk mengubah Undang-Undang Dasar ini

menunjuk dengan tegas perubahan yang diusulkan,

b) Ayat (2), Usul perubahan Undang-Undang Dasar, yang telah

dinyatakan dengan undang-undang itu oleh Pemerintah dengana

amanat Presiden disampaikan kepada suatu badan bernama

Majelis Perubahan Undang-Undang Dasar, yang terdiri dari

anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dana

anggota-anggota Komite Nasional Indonesia Pusat yang tidak

menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Sementara,

c) Ayat (3), Yang ditetapkan dalam Pasal 66, 72, 74, 75, 91, 92, dan

Pasal 94 juga berlaku bagi Majelis Perubahan Undang-Undang

Dasar. Catatan penulis, ketentuan Pasal-Pasal tersebut

menyangkut persidangan Dewan Perwakilan Rakyat, mulai dari

kehadiran, hak suara hilang bagi yang tidak hadir dalam sidang,

serta keputusan yang sah dalam sidang,

d) Ayat (4), Pemerintah harus dengan segera mengesahkan

Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar yang telah diterima

oleh Majelsi Perubahan Undang-Undang Dasar.

Dengan melihat ketentuan pasal 140 UUDS 1950, maka cara

perubahan untuk merubah UUDS adalah dengan membentuk Badan

Baru, dalam hal ini anggota legislatif dengan penambahan di luar

anggota yang khusus diperuntukkan untu merubah UUD, yang

disebut dengan Majelis Perubahan Undang-Undang Dasar. Badan

Page 49: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

44

Baru ini akhirnya diberi nama Konstituante yang terbentuk setelah

pemilihan umum 1955.

4) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUD 1945 pada Periode

Orde Lama dan Orde Baru

Dengan diberlakukannya kembali UUD ’45 melalui Dekrit

Presiden 5 Juli 1959, ketentuan tentang perubahan UUD 1945 tidak

mengalami perubahan sebagaimana diatur dalam pasal 37. Orde

Lama dan Orde Baru yang tidak berniat untuk merubah UUD 1945,

sehingga ketentuan tentang perubahan UUD pada pasal 37 tetap tidak

mengalami perubahan. Meskipun era Orde Baru bertekad

melaksanakan UUD ’45 secara murni dan konsekwen, Pemerintah

Orde Baru menetapkan referendum sebagai antisipasi tuntutan

perubahan UUD 1945. Penetapan referendum diatur dalam Ketetapan

MPR no. IV/MPR/1983, dan ditindaklanjuti dengan Undang-Undang

Referendum No. 5 Tahun 1985.

Pengertian referendum menurut pasal 1 UU No. 5 Tahun 1985

(No. 5/1985) adalah kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara

langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap pendapat

kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah

Undang-Undang Dasar 1945. Referendum diadakan apabila Majelis

Permusyawaratan Rakyat berkehendak mengubah Undang-Undang

Dasar 1945. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Tap MPR No.

IV/MPR/1983. Apabila MPR berkehendak untuk mengubah UUD

1945, maka terlebih dahulu harus meminta pendapat rakyat melalui

Referendum. Pelaksanaan referendum dilakukan oleh Presiden,

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Referendum.

Referendum diselenggarakan dengan cara mengadakan pemungutan

suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Majelis

Permusyawaratan Rakyat dapat mengubah UUD 1945 bila mayoritas

Page 50: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

45

penduduk sekurang-kurangnya 90% dari jumlah pemberi pendapat

rakyat (pemilih) tersebut menyatakan setuju terhadap kehendak MPR

untuk mengubah UUD 1945.

Dengan memperhatikan Tap. MPR No. IV/MPR/1983 serta UU

No. 5/1985, bahwa Referendum untuk meminta pendapat rakyat

sebagai prasyarat bagi MPR mengubah UUD 1945 sebagaimana

diatur dalam pasal 37 UUD 1945, merupakan persyaratan yang

sangat berat perwujudannya dan tidak pernah dilaksanakan,

meskipun UUD 1945 dilakukan amandemen. Tekad Orde Baru

untuk mempertahankan UUD 1945 terlihat dari ketentuan pasal 1

Tap MPR No. IV/MPR/1983, bahwa MPR tidak berkehendak untuk

mengubah UUD 1945. Jelas ketentuan 90% pemilik suara harus ikut

ambil bagian dan minimum 90% menyatakan setuju adalah

persyaratan yang dibuat untuk menghambat, karena dalam pemilihan

umum sejak tahun 1955 tidak ada suara mayoritas mendekati 90%.

Ketentuan Tap MPR No. IV/MPR/1983 mengandung kontradiksi,

yakni MPR tidak berkehendak mengubah UUD 1945, namun pada

sisi lain MPR menetapkan aturan bagaimana bila MPR berkehendak

mengubah UUD 1945. Ketentuan pasal 37 dengan referendum

terdapat suatu keganjilan logika, MPR yang tidak berkehendak

merubah UUD 1945, MPR membuat celah sendiri dengan

kemungkinan merubah, dan didukung oleh Presiden dan DPR

bagaimana proses sebelum merubah dengan terbitnya UU No. 15

Tahun 1985, adalah produk yang dibuat Presiden bersama-sama

dengan DPR.

5) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUD 1945 Amandemen

Pada era Reformasi, MPR berhasil melakukan perubahan UUD

1945 sebanyak empat (4) kali, dengan meniadakan ketentuan

Page 51: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

46

Referndum. Ketentuan tentang perubahan UUD tetap diatur dalam

pasal 37, dengan ketentuan sebagai berikut:

e) Ayat (1), Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar

dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan

Rakyat apabila diajukan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah

anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat,

f) Ayat (2), Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang

Dasar, diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas

bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya,

g) Ayat (3), Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar,

Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah dari seluruh anggota Majelis

Permusyawaratan Rakyat,

h) Ayat (4), Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang

Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50%

ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis

Permusyawaratan Rakyat,

i) Ayat (5), Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik

Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

B. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen

Kedudukan UUD sebagai hukum dasar tertulis merupakan sumber hukum

setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau

peraturan lainnya. UUD juga merupakan acuan tindakan kebijakan pemerintah

dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Terhadap kebijakan pemerintah,

UUD berfungsi sebagai alat kontrol terhadap tindakan yang dilakukan

pemerintah, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.

Undang-Undang Dasar 1945, yang memiliki sifat singkat dan supel, satu sisi

memiliki keuntungan mudah mengikuti perkembangan dinamika masyarakat,

Page 52: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

47

tetapi pada sisi lain, dengan sifat yang supel yang mengandung multitafsir,

memberikan peluang kepada penguasa untuk menafsirkannya guna mendukung

dan menjadi alat pembenaran dalam kebijakan penguasa. Semua ini telah terjadi

pada era Orde Lama dan Orde Baru, sehingga mendorong MPR hasil pemilihan

umum 1999 melakukan amandemen UUD 1945 Proklamasi (Mahfud MD, 2000).

Dalam era Reformasi, MPR telah empat kali melakukan amandemen

terhadap UUD 1945. Amandemen tersebut dilakukan MPR pada sidang-sidang

MPR dari tahun 1999 sampai tahun 2002. Dalam empat kali amandemen telah

terjadi perubahan jumlah Bab dalam batang tubuh, meskipun jumlah pasal tetap

dipertahankan 37, dengan penambahan sejumlah ayat yang disesuaikan dan

pemikiran demokrasi, serta perubahan pasal Aturan Peralihan menjadi 3 pasal,

dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bila UUD 1945 mengenal Penjelasan sebagai

bagian tidak terpisahkan dengan UUD, maka dalam UUD 1945 Amandemen

Penjelasan yang pernah ada, tidak lagi merupakan bagian dari UUD 1945

Amandemen.

Namun demikian untuk kajian akademik terutama di perguruan tinggi

Pejelasan UUD 1945 Proklamasi masih relevan untuk dipelajari, mengingat isi

penjelasan tidak lain merupakan penegasan nilai-nilai yang terkandung dalam

pembukaan dan batang tubuh UUD, dan dapat dikaji secara ilmiah, karena tidak

menutup kemungkinan nilai ilmiah dan rasional dapat diaplikasikan dalam pasal-

pasal UUD, bila rakyat Indonesia melalui MPR berkehendak melakukan

amandemen kembali terhadap UUD yang sekarang berlaku.

Dasar pemikiran ini tidaklah berlebihan, karena dari pengalaman

amandemen, terdapat bagian pasal diambil dari penjelasan UUD 1945

Proklamasi, yaitu Pasal 1 ayat (3), yaitu: Negara Indonesia adalah negara hukum.

Namun demikian diakui terdapat ketentuan yang dianggap tidak relevan lagi

dengan perkembangan pemikiran bangsa Indonesia tentang kedudukan MPR

yang disebut sebagai Lembaga Negara Tertinggi tidak dikenal lagi dalam UUD

Page 53: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

48

1945 Amandemen, karena kedudukan MPR sama-sama sebagai Lembaga Tinggi

Negara yang keberadaannya sejajar dengan Lembaga Tinggi negara lainnya.

1. Pembukaan UUD 1945 Amandemen

Pembukaan UUD 1945 Amandemen, tidak mengalami perubahan

sebagaimana awalnya UUD 1945 ditetapkan. Dapat tidaknya Pembukaan

UUD 1945 dilakukan perubahan terdapat dua pandangan. Menurut

Notonegoro, Pembukaan UUD 1945, sebagai pokok kaidah yang fundamental

keberadaan negara Republik Indonesia, Pembukaan merupakan satu rangkaian

dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga tidak boleh diubah oleh

siapapun termasuk MPR hasil pemilihan umum. Perubahan terhadap

Pembukaan berarti pembubaran negara Proklamasi, meski masih ada negara

Indonesia, tetapi negara tersebut bukan negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

Pendapat lain dikemukakan Mahfud MD (2000), bahwa semua hasil

perbuatan manusia dapat diubah, termasuk pembukaan UUD 1945. Semua itu

sangat tergantung pada dinamika masyarakat Indonesia. Dalam praktik

kenegaraan bangsa Indonesia telah mengalami perubahan UUD seperti KRIS

dan UUDS. Keduanya baik KRIS dan UUDS juga mencantumkan

pembukaan, dan pembukaan yang ada, rumusannya berbeda atau bukan

permbukaan seperti dalam Pembukaan UUD 1945.

Sebagai kaidah fundamental bagi bangsa dan negara Indonesia ,

Pembukaan UUD 1945 mengandung makna nilai universal bagi kehidupan

manusia pada umumnya, serta nilai nasional bagi kehidupan bangsa

Indonesia.

a. Alinea pertama berbunyi, “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah

hak segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajah di atas dunia harus

dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan

perikeadilan”. Pada alinea ini tegas dinyatakan bahwa bangsa Indonesia

sebagai bagian bangsa di dunia memiliki hak kemerdekaan. Hak

kemerdekaan bukanlah hak milik pribadi maupun hak golongan atau hak

Page 54: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

49

bangsa tertentu saja, tetapi kemerdekaan adalah hak segala bangsa, hak

universal yang diberikan Tuhan kepada umat manusia. Karena itu bangsa

Indonesia harus menentang setiap bentuk penjajahan, karena tindakan

penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan.

Perjuangan melawan menjajah adalah suatu kewajiban, untuk

mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Alinea pertama, adalah keyakinan

bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa tanpa

kecuali untuk bangsa Indonesia. Dengan keyakinan ini, bangsa Indonesia

akan menentang setiap bentuk penjajahan dan akan membela setiap

bangsa yang terjajah dalam mewujudkan kemerdekaannya. Bentuk

penjajahan terhadap bangsa lain bagi bangsa Indonesia merupakan

tindakan yang bertentangan dengan kodrat manusia. Beberapa prinsip

mendasar pada alinea pertama adalah:

1) Hak kemerdekaan, artinya setiap bangsa didunia memiliki hak untuk

merdeka, termasuk bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya ke

depan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.

2) Penjajahan, adalah penguasaan suatu wilayah dan bangsa tertentu oleh

bangsa lain. Penguasaan ini merupakan tindakan yang melanggar hak

mendasar bagi suatu bangsa yang dijajah. Bangsa Indonesia termasuk

yang merasakan langsung penderitaan akibat perlakuan penjajahan

dari bangsa lain.

3) Kemanusiaan, pada dasarnya adalah pengakuan atas harkat, derajat

dan martabat sesama manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang

maha Kuasa. Kemanusiaan adalah bagaimana kita sesama manusia

dapat menghormati sesamanya, atau dapat memanusiakan manusia

sesamanya. Penjajahan adalah tindakan yang menghinakan sesama

manusia, termasuk bangsa-bangsa yang pernah menjajah dan

berkuasa di Indonesia telah memperlakukan bangsa Indonesia dalam

status yang lebih rendah.

Page 55: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

50

4) Keadilan, adalah keadaan, pandangan, sikap dan perbuatan adil.

Penjajahan adalah sikap dan perbuatan yang tidak adil dari penjajah

terhadap yang dijajah. Dalam praktiknya sebaiknya apapun yang

dilakukan penjajah, sebenarnya berorientasi pada kepentingan

penjajah, bukan untuk memakmurkan yang dijajah.

b. Alinea ke dua berbunyi, “Dan perjuangan pergerakkan kemerdekaan

Indonesia telah sampai pada saat yang berbahagia dengan selamat

sentaosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang

kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan

makmur”. Pada alinea ini menunjukkan, pernyataan tekad perjuangan

bangsa Indonesia, serta kesiapan bangsa Indonesia untuk merdeka,

bersatu guna mewujudkan suatu kehidupan ke depan bagi bangsa

Indonesia yang adil dan makmur. Beberapa prinsip mendasar pada alinea

ke dua adalah:

1) Perjuangan pergerakan, adalah perjuangan bangsa Indonesia dalam

melawan penjajahan di bumi Indonesia guna mewujudkan

kemerdekaan Indonesia. Pergerakan adalah gerakan dalam bentuk

organisasi dalam mencapai kemerdekaan. Pergerakan menunjukkan

dinamika organisasi yan selalu bergerak positif, dinamis dan kontruktif

dalam mencapai kemerdekaan.

2) Merdeka adalah wujud dari kemerdekaan suatu bangsa dan negara

yang bebas dari campur tangan pihak asing dalam menentukan arah

dan kebijaksanaan pemerintahan negara.

3) Bersatu mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia adalah suku-

suku bangsa yang ada di wilayah Nusantara yang menyatu dalam satu

wadah negara kesatuan Indonesia.

4) Berdaulat, adalah bentuk eksistensi kemerdekaan bangsa yang

merdeka dengan kekuasaan untuk mengatur ke dalam dab

Page 56: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

51

berhubungan dengan negara lain berdasarkan kesamaan derajat sesama

bangsa yang bernegara.

5) Adil, yang mengadung multidimensi, karena rasa keadilan yang

berbeda-beda. Adil dalam kehidupan bernegara adalah perlakuan yang

sama antarsesama warga baik dalam hubungannya dengan sesama

warga, atau hubungan antara warga dengan negara.

6) Makmur mengandung makna terpenuhinya kebutuhan manusia baik

materiil dan spiritual, tercapainya tingkatan pemenuhan kodrat cita-cita

manusia pada umumnya.

c. Alinea ke tiga yang berbunyi, “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha

Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan

kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini

kemerdekaannya”. Alinea ini menunjukkan kemerdekaan Indonesia

dicapai dari hasil perjuangan yang mendapat rakhmat. Beberapa prinsip

mendasar pada alinea ke tiga adalah:

1) Berkat Rahmat Allah, adalah bentuk pengakuan bangsa bahwa

kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan yang mendapatkan

ridha dari Allah Yang Maha Kuasa. Tanpa ridha Allah, bangsa

Indonesia berkeyakinan, meski perjuangan bangsa telah siap untuk

merdeka, tetapi semua itu Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa adalah

penentu segalanya termasuk Indonesia. Pengakuan ini menunjukkan

paham keseimbangan antara usaha, doa dan takdir. Ketentuan takdir

adalah hasil dari usaha dan doa, sehingga melahirkan ridha Allah

berupa takdir kepada bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan.

2) Allah Yang Maha Kuasa, adalah pengakuan bangsa Indonesia terhadap

segala kausa prima di dunia, dengan kekuasaan-Nya yang serba lebih

dari segala yang ada di dunia dan Maha Penentu bagi kehidupan

manusia di dunia dan di akhirat. Pernyataan kemerdekaan Indonesia

sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan penegasan

Page 57: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

52

bangsa Indonesia terhadap takdir Tuhan, bahwa perjuangan

kemerdekaan itu berhasil bukan semata-mata perjuangan bangsa

Indonesia, tetapi perjuangan yang mendapatkan ridha dan rahmat

Allah Tuhan Yang Maha Kuasa.

3) Keinginan luhur, adalah cita-cita mulia bangsa Indonesia untuk

mewujudkan hak kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, bebas dari

penguasaan bangsa lain dan berhasil mewujudkan kemerdekaan

Indonesia.

d. Alinea ke empat adalah “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu

Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan

sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam

suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat

dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan

yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta

dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Alinea ke empat, merupakan pernyataan yang menggambarkan cita-cita

bangsa Indonesia dalam mewujudkan Indonesia merdeka, yaitu:

1) Tentang tujuan negara yang akan dicapai negara Indonesia;

2) Negara Indonesia akan diatur dengan UUD;

3) Rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara;

4) Tentang dasar negara Indonesia Pancasila.

Page 58: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

53

2. Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945, mengandung pokok-pokok pikiran yang

diciptakan dan dijelmakan dalam Batang Tubuh UUD ke dalam pasal-

pasalnya. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 adalah:

a. Pokok Pikiran I, Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan

tumpah darah Indonesia, dengan berdasar atas persatuan dengan

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran

ini sejalan dengan sila ketiga Pancasila, yakni mewujudkan negara

kesatuan, guna melindungi rakyat dan keutuhan negara Indonesia dalam

mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan

perkataan lain keadilan sosial bangsa dapat terwujud dalam kesatuan

negara Indonesia yang mampu melindungi keutuhan bangsa dan tanah air

Indonesia.

b. Pokok Pikiran II, Negara berkehendak mewujudkan keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Pokok Pikiran yang hendak diwujudkan adalah

menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia

bukan kemakmuran kelompok atau golongan tertentu, apalagi orientasi

pada kepentingan individu.

c. Pokok Pikiran III, Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas

kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Pokok pikiran ini

menegaskan tentang rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Sebelum amandemen pelaksanaan dalam praktik kenegaraan dilakukan

oleh lembaga permusyawaratan seperti MPR dan lembaga perwakilan

yang tercermin dalam DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Setelah pelaksanaan amandemen kedaulatan rakyat ditetapkan oleh

Undang-Undang Dasar, termasuk rakyat secara langsung memilih

Presiden dan Wakil Presiden serta memilih Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah adalah salah satu bentuk kedaulatan rakyat. Pokok pikiran

Page 59: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

54

ketiga juga tercermin pada nilai sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.

d. Pokok Pikiran IV, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,

menurut kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran ini

memberikan arahan bahwa penyelenggara, atau pejabat negara, serta

warga negara, dalam segala tindak tanduk serta keputusan yang diambil

harus senantiasa berdasarkan pada dasar-dasar Ketuhanan serta nilai-nilai

moral kemanusiaan.

Bila kita cermati Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut

merupakan pencerminan dari Pancasila, yaitu:

a. Pokok Pikiran I cerminan sila ketiga.

b. Pokok Pikiran II cerminan sila kelima.

c. Pokok Pikiran III cerminan sila keempat.

d. Pokok Pikiran IV cerminan sila kesatu dan dua.

3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Amandemen

Sebelum amandemen UUD 1945 ketentuan tentang Sistem Pemerintahan

Indonesia dijelaskan secara rinci dalam pelaksanaan UUD 1945. Dengan

dilaksanakan amandemen, maka Penjelasan bukan lagi bagian dari UUD 1945

Amandemen, pada sisi lain terdapat perubahan pasal yang terkait dengan

ketentuan Sistem Pemerintahan, termasuk peniadaan DPA, serta penambahan

Mahkamah Konstitusi. Wacana penghapusan DPA yang tugasnya sebagai

lembaga konsultasi belaka bagi Presiden pernah disarankan oleh Bedjo

(1976). Perubahan Sistem Pemerintahan yang ada merupakan pencerminan

kedaulatan rakyat yang sekarang terus diperjuangkan, dengan harapan Sistem

Pemerintahan Indonesia tetap relevan dan perlu penyesuaian dengan

ketentuan pasal-pasal Batang Tubuh yang telah diubah dalam UUD 1945

Amandemen.

Page 60: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

55

Sistem Pemerintahan yang selama ini dikenal dengan Tujuh Kunci Pokok

Sistem Pemerintahan Negara yang pernah dimuat dalam Penjelasan UUD

1945 Proklamasi dapat didiskusikan nilai-nilai positifnya dengan generasi

muda sebagai berikut:

a. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat)

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak

berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Hal ini mengandung arti

bahwa negara termasuk di dalamnya Pemerintah dan lembaga-lembaga

negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun, harus dilandasi

oleh peraturan hukum atau harus dipertanggungjawabkan secara hukum.

Tekanan pada hukum (recht) di sini dihadapkan pada kekuasaan (macht).

Prinsip dari sistem ini di samping akan tampak dalam rumusan pasal-

pasalnya, juga akan sejalan dan merupakan pelaksanaan dari pokok-

pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang

diwujudkan oleh cita-cita hukum (rechsidee) yang menjiwai UUD 1945

dan hukum dasar yang tidak tertulis.

Sesuai dengan semangat dan ketegasan Pembukaan UUD 1945,

jelas bahwa negara hukum yang dimaksud berarti negara bukan hanya

sebagai polisi atau penjaga malam saja, yang menjaga jangan sampai

terjadi pelanggaran dan menindak para pelanggar hukum. Pengertian

negara hukum baik dalam arti formal yang melindungi seluruh warga dan

seluruh tumpah darah, juga dalam pengertian negara hukum material

yaitu negara harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan

kecerdasan seluruh warganya.

Dengan landasan dan semangat negara hukum dalam arti material

itu, setiap tindakan negara haruslah mempertimbangkan dua kepentingan

atau landasan, ialah kegunaannya (doelmatogheid) dan landasan

hukumnya (rechtmatigheid). Dalam segala hal harus senantiasa

diusahakan agar setiap tindakan negara (pemerintah) itu selalu memenuhi

Page 61: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

56

dua kepentingan atau landasan tersebut. Adalah suatu seni tersendiri

untuk mengambil keputusan yang tepat apabila ada pertentangan

kepentingan atau salah satu kepentingan tidak terpenuhi, sehingga harus

dilakukan secara bijaksana yang dengan sendirinya harus berlandasan atas

peraturan hukum yang berlaku.

b. Sistem Konstitusional

Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar),

tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini

memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi

oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh

ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional,

Ketetapan MPR, Undang-Undang dan sebagainya. Dengan demikian

sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem negara hukum seperti

dikemukakan di atas.

Dengan landasan kedua sistem negara hukum dan sistem

konstitusional diciptakan sistem mekanisme hubungan dan hukum antar

lembaga negara, yang sekiranya dapat menjamin terlaksananya sistem itu

sendiri dan dengan sendirinya juga dapat memperlancar pelaksanaan cita-

cita nasional.

c. Kekuasaan negara yang tertinggi ada di tangan rakyat

Dengan perubahan pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Amandemen, yang

berbunyi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti terjadi pergeseran, bahwa

pelaksana kedaulatan yang sebelum amandemen dilakukan oleh MPR,

kembali diserahkan pada pengaturan dalam Undang-Undang Dasar,

meskipun esensinya sama, rakyatlah yang memiliki kedaulatan negara.

Pergeseran ini karena Presiden dan Wakil Presiden yang sebelumnya

dipilih oleh MPR, sekarang Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung

oleh rakyat.

Page 62: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

57

Kekuasaan MPR berdasar UUD 1945 Amandemen meliputi

kekuasaan merubah UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta

memberhentikan Presiden/Wakil Presiden sesuai dengan masa jabatan,

atau karena Presiden/ Wakil Presiden melanggar suatu Konstitusi.

Pergeseran lain adalah kedudukan Presiden bukan lagi di bawah MPR

tetapi sejajar dengan MPR karena sama-sama langsung dipilih oleh

rakyat.

d. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR

dan DPR

Sebelum amandemen, Presiden sebagai pemegang kekuasaan

pemerintahan tertinggi kedudukannya di bawah MPR, yang kemudian

dikenal dengan mandataris MPR. Setelah amandemen, Presiden sebagai

penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, dan

kedudukan Presiden tidak lagi sebagai mandataris MPR, meskipun MPR

dapat memberhentikan Presiden sebelum masa jabatan terakhir, bila

Presiden nyata-nyata melanggar ketentuan UUD setelah keputusan dari

MK menyatakan bahwa Presiden telah melanggar UUD.

e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR

Di samping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),

Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk Undang-

Undang, dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara.

Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan Dewan, akan tetapi

Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan

Presiden tidak tergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden tidak

dapat membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat menjatuhkan

Presiden.

f. Menteri Negara ialah pembantu Presiden. Menteri Negara tidak

bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Page 63: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

58

Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahannya dibantu oleh

menteri-menteri negara. Presiden mengangkat dan memberhentikan

menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara tidak bertanggungjawab

kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukan para menteri negara tidak

tergantung kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

g. Kekuasaan Presiden tidak tak terbatas

Presiden yang bukan lagi sebagai Mandataris MPR, Presiden yang

tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai

diktator, artinya kekuasaan Presiden tidak tak terbatas. Presiden tidak

dapat membubarkan DPR maupun MPR, kecuali itu Presiden harus

memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat,

dalam banyak hal Presiden harus sejalan dengan mayoritas DPR,

mengingat banyak kebijakan Presiden yang harus mendapat persetujuan

DPR.

h. Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Amandemen

Sebelum amandemen UUD 1945 lembaga Negara dibagi menjadi

Lembaga Tertinggi Negara yang dipegang oleh MPR dan Lembaga

Tinggi Negara yang meliputi Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA.

Setelah amandemen tidak lagi dikenal Lembaga Tertinggi dan Lembaga

Tinggi Negara, melainkan disebut sebagai Lembaga Negara. Lembaga

tersebut adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden,

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD),

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA) dan

Mahkamah Konstitusi (MK).

1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Keberadaan MPR dalam UUD 1945 Amandemen diatur dalam

Pasal Bab II, pasal 2 dan pasal 3. MPR terdiri dari DPR dan DPD yang

dipilih melalui pemilihan umum yang diatur lebih lanjut dengan

undang-undang. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di

Page 64: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

59

ibukota negara. Tugas-tugas dan wewenang MPR diatur dalam UUD

1945 adalah:

a) Mengubah dan menetapkan UUD pasal 3 ayat (1);

b) MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden pasal 3 ayat (2);

c) MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam

masa jabatannya menurut UUD, pasal 7;

d) Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden

mangkat, berhenti atau diberhentikan, atau tidak dapat

melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatan, pasal 8 ayat (1);

e) Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden

apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa

jabatan, pasal 8 ayat (2);

f) Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti

secara bersamaan dalam masa jabatan, pasal 8 ayat (3).

Di samping tugas dan wewenang, MPR memiliki hak, yaitu:

a) Mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, pasal 37.

b) Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.

c) Hak imunitas.

d) Hak protokoler.

2) Presiden dan Wakil Presiden

Pengaturan Presiden dan Wakil Presiden dalam UUD 1945

Amandemen, diatur dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan

Negara, mulai pasal 4 sampai pasal 16, serta Bab V tentang

Kementrian Negara pasal 17. Presiden memegang kekuasaan

pemerintahan menurut UUD. Dalam melakukan tugasnya Presiden

dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Presiden berhak mengajukan

RUU dan menetapkan PP untuk menjalankan UU. Calon Presiden dan

Wakil Presiden harus Warga Negara Indonesia (WNI) dan tidak

pernah menerima kewarganegaraan lain, karena kehendak sendiri.

Page 65: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

60

Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara

langsung oleh rakyat.

Kekuasaan, tugas, dan wewenang Presiden meliputi menurut

UUD 1945 Amandemen adalah:

a) Memegang kekuasaan pemerintahanmenurut UUD 1945

Amandemen, pasal 4 ayat (1);

b) Mengajukan RUU kepada DPR, meberikan persetujuan atas RUU

bersama DPR, serta mengesahkan RUU menjadi UU, pasa 5 ayat

(1);

c) Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU, pasal 10;

d) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU, dalam

kegentingan yang memaksa, pasal 11 ayat (1);

e) Presiden menyatakan Negara dalam keadaan bahaya, pasal 12;

f) Presiden mengangkat duta dan konsul, pasal 13 ayat (1);

g) Presiden member grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan MA,

pasal 14 ayat (1);

h) Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan pertimbangan

DPR, pasal 14 ayat (2);

i) Presiden memberikan gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda

kehormatan, pasal 15;

j) Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri, pasal 17;

k) Meresmikan anggota BPK yang dipilih oleh DPR, pasal 23F ayat

(1);

l) Menetapkan Hakim Agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi

Yudisial dan disetujui DPR, pasal 24A ayat (3);

m) Mengangkat/ memberhentikan KY dengan persetujuan DPR, pasal

24B ayat (3);

n) Menetapkan Hakim Konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden,

DPR, dan MA, pasal 24C ayat (3).

Page 66: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

61

3) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Keberadaan DPR diatur dalam Bab VII, mulai pasal 19 sampai

dengan 22B UUD 1945 Amandemen. DPR dipilih melalui pemilihan

umum, dengan susunan DPR akan diatur dengan UU, DPR bersidang

sedikitnya sekali dalam setahun (pasal 19). Kekuasaan DPR meliputi

fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Untuk menjalankan

fungsinya DPR memiliki tugas dan wewenang, antara lain:

a) Kekuasaan membentuk UU bersama dengan Pemerintah, termasuk

persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti UU, untuk

menjadi UU, pasal 20;

b) Bersama-sama Presiden menetapkan APBN, dengan

memperhatikan pertimbangan DPD, pasal 23 ayat (2);

c) Setiap anggota mempunyai hak mengajukan pertanyaan,

menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas, pasal 20A

ayat (2);

d) Memilih calon BPK setelah memperhatikan pertimbangan dari

DPD, pasal 23F ayat (1);

e) Memberikan persetujuan calon Hakim Agung yang diajukan oleh

KY, pasal 24A ayat (2);

f) Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat

duta, menerima pengangkatan duta negara lain, dan memberikan

pertimbangan dalam amnesti dan abolisi, pasal 13;

g) Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan

perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain,

pasal 11 ayat (1);

h) Menyerap, menghimpun, dan menampung dan menindak lanjuti

aspirasi masyarakat.

Page 67: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

62

4) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan

umum. Jumlah DPD dari setiap provinsi sama sebanyak 4 orang dan

tidak melebihi 1/3 dari jumlah anggota DPR. Jumlah anggota DPD

sebanyak 128 orang. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Kekuasaan terkait dengan fungsi DPD, adalah:

a) DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR terkait dengan UU

otonomi daerah, pasal 22D ayat (1);

b) Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU

terkait dengan pajak, pendidikan, dan agama, pasal 22D ayat (2);

c) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan mengenai undang-undang

otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan

daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam,

dan daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan,

dan agama, pasal 22D ayat (3);

d) Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk

dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPD tentang RUU

yang berkaitan dengan APBN, pasal 23E ayat (2);

e) Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota

BPK, pasal 23F ayat (1).

5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Pengaturan keberadaan BPK dalam UUD 1945 Amandemen

diatur dalam Bab VIIIA, mulai pasal 23E sampai dengan pasal 23G.

anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan

dari DPD dan diresmikan oleh Presiden. BPK adalah badan yang

bertugas memeriksa dan bertanggung jawab tentang keuangan negara

(pasal 23E ayat (1) dengan tugas bebas dan mandiri. Hasil

pemeriksaan diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD, pasal 23E

ayat (2). Sesuai dengan kewenangannya. BPK berkedudukan di

Page 68: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

63

ibukota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, pasal 23G

ayat (1).

6) Mahkamah Agung (MA)

Pengaturan Kekuasaan Kehakiman diatur dalam Bab IX UUD

1945 Amandemen, mulai dari pasal 24 sampai pasal 25. Kekuasaan

kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan

peradilan yang berada di wilayahnya dalam lingkungan peradilan

umum, peradilan agama, peradilan militer oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi. Mahkamah Agung berwenang mewakili pada tingkat

kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU dan

wewenang lainnya yang diberikan oleh UU. Calon hakim agung

diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan

persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh

Presiden. Komisi Yudisial bersifat mandiri dan berwenang

mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang

lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran

martabat, serta perilaku hakim. Komisi Yudisial diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Tugas dari MA

adalah:

a) Mengadili pada tingkat kasasi dan wewenang yang diberikan UU,

pasal 24A;

b) Mengajukan tiga orang Hakim Konstitusi, pasal 24A ayat (3);

c) Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi

dan amnesti, pasal 14 ayat (2).

7) Komisi Yudisial (KY)

Sebagaimana MK, keberadaan KY adalah lembaga negara baru

yang dibentuk setelah UUD 1945 Amandemen. KY merupakan

lembaga yang mandiri dan dalam melaksanakan wewenangnya bebas

Page 69: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

64

dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Komisi Yudisial

memiliki wewenang untuk:

a) Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR, pasal

24A ayat (2);

b) Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga

perilaku hakim, pasal 24B ayat (1).

Dalam melaksanakan wewenangnya, KY memiliki tugas lainnya,

yaitu:

a) Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;

b) Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;

c) Menetapkan calon Hakim Agung;

d) Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR;

e) Menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;

f) Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku

hakim;

g) Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang

disampaikan kepada MA dan tindasannya disampaikan kepada

Presiden dan DPR.

8) Mahkamah Konstitusi (MK)

Sebagaimana telah disebut dalam amandemen bahwa, di

samping MA terdapat Mahkamah Konstitusi. Menurut UUD 1945

Amandemen, MK berkewajiban dan berwenang untuk:

a) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya

bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, pasal 24C

ayat (1);

b) Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai

politik, pasal 24C ayat (1);

Page 70: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

65

c) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, pasal 24C

ayat (1);

d) Wajib memberikan putusan atas pendapat bahwa Presiden dan

atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum

berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak

pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden

sebagaimana dimaksud UUD 1945, pasal 7B ayat (5).

Agar penafsiran terhadap kemungkinan pelanggaran hukum

Presiden dan Wakil Presiden tidak bisa, maka ditetapkan pengertian

pelanggaran tersebut adalah:

a) Pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap

keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang;

b) Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau

penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang;

c) Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam

pidana penjara 5 tahun atau lebih.

i. Pemerintah Daerah

Pengaturan tentang Pemerintahan Daerah dalam UUD 1945

Amandemen, diatur dalam pasal 18, yaitu:

1) Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,

yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.

2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota, mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan.

Page 71: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

66

3) Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten dan Kota memiliki

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih

melalui pemilihan umum.

4) Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepla

pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara

demokratis.

5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali

urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai

urusan Pemerintah Pusat.

6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan

tugas pembantuan.

7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur

dalam undang-undang.

Pemerintah daerah dengan prinsip otonomi daerah dan prinsip

otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus

dan mengatur semua urusan pemerintahan, di luar yang menjadi urusan

Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Otonomi

Daerah. Daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan daerah

untuk member pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan

pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan

kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya, dilaksanakan pula

prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi

nyata adalah prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan

dilaksanakan berdasar tugas, wewenang, dan kewajiban yang

seharusnya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan

berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan

Page 72: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

67

demikian, isi dan jenis otonomi setiap daerah di Indonesia tidak selalu

sama.

Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang dalam

penyelenggaraannya, harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan

maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan

daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan

bagian utama dari tujuan nasional. Dengan demikian otonomi seluas-

luasnya, bukan berarti daerah bebas melakukan apa saja yang

dikehendaki, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab dalam kerangka

negara kesatuan Indonesia.

1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Pemerintahan daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi

pemerintah daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, yaitu

Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD). Kepala

Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara

demokratis. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara

langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan Gubernur, Bupati dan

Walikota, sebagai kepala daerah dan kepala pemerintah daerah

memiliki tugas dan wewenang:

a) Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;

b) Mengajukan rancangan Perda;

c) Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama

DPRD;

d) Menyusun dan mengajukan Rancangan Perda tentang APBD

kepada DPRD;

Page 73: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

68

e) Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat

menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan;

f) Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Kepala Daerah yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh

Wakil Kepala Daerah. Dalam membantu Kepala Daerah, Wakil

Kepala Daerah memiliki tugas:

a) Membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan

daerah;

b) Membantu Kepala Daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan

instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan hasil

pengawasan aparat pegawasan, melakukan pemberdayaan

perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan

pelestarian sosial-budaya dan lingkungn hidup;

c) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintah di

wilayah kecamatan dan, kelurahan, dan desa bagi wakil kepala

daerah kabupaten/ kota;

d) Memberikan saran kepada Kepala Daerah dalam penyelenggaraan

pemerintah daerah;

e) Melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan oleh kepala

daerah;

f) Melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila

Kepala Daerah berhalangan.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah, memiliki kewajiban:

a) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan

UUD 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan

NKRI;

Page 74: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

69

b) Meningkatkan kesejahteraan rakyat;

c) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat;

d) Melaksanakan kehidupan demokrasi;

e) Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;

f) Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintah

daerah;

g) Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah;

h) Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;

i) Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan

keuangan daerah;

j) Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di

daerah dan semua perangkat daerah;

k) Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan

daerah dalam Rapat Paripurna DPRD.

2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat di daerah dan

berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.

Ketentuan tentang DPRD, sepanjang tidak diatur dalam Undang-

Undang Pemerintah Daerah No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, berlaku ketentuan Undang-Undang tentang

Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sebagaimana

DPR, maka DPRD juga memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran

dan fungsi pengawasan. Sebagai unsur penyeleggaraan pemerintah

daerah, DPRD mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:

a) Membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk

mendapatkan persetujuan bersama;

b) Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD

bersama dengan Kepala Daerah;

Page 75: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

70

c) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan

peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah,

APBD, serta kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan

program pembangunan daerah dan kerja sama internasional di

daerah;

d) Mengusulkan pengangkatan kepala daerah/ wakil kepala daerah

kepada Presiden melalui menteri dalam Negeri bagi DPRD

Provinsi dan Kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur

bagi DPRD Kabupaten/ Kota;

e) Memilih Wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan

jabatan Wakil Kepala Daerah;

f) Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah

daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

g) Meminta laporan keterangan pertanggungjawban Kepala Daerah

dalam penyelenggaraan pemerintah daerah;

h) Membentuk panitia pengawas pemilihan Kepala Daerah;

i) Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam

penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;

j) Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah

dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.

Tentang jumlah anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

ditetapkan dalam UU No. 10 Tahun 2008 adalah:

a) Untuk anggota DPRD Provinsi sedikitnya 35 orang dan paling

banyak 100 orang.

b) Untuk anggota DPRD Kabupaten/Kota sedikitnya 20 orang dan

paling banyak 50 orang.

Setelah UUD 1945 dilakukan amandemen, ternyata dalam

pelaksanaannya kemudian, masih menyisakan ketidakpuasan, karena

sistem pemerintahan yang dilaksanakan di era reformasi ini lebih

Page 76: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

71

banyak didominasi oleh partai-partai politik, sehingga kebijakan-

kebijakan yang dilahirkan berupa undang-undang lebih banyak

mengakomodasi kepentingan-kepentingan politik dan kalangan

pengusaha. Sementara itu aspirasi-aspirasi daerah yang

diperjuangkan DPD selalu kandas, baik karena kurang mendapat

dukungan dari kalangan partai politik, di samping secara normatif,

hak-hak DPD hanya sebatas mengajukan rancangan perundang-

undangan, tetapi belum punyai hak untuk menetapkan dan

mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-undang.

Hal demikian sesuai dengan pasal 22D ayat (1) DPD dapat

mengajukan RUU kepada DPR terkait dengan UU otonomi daerah,

dan pasal 22D ayat (1); Memberikan pertimbangan kepada DPR atas

RUU APBN dan RUU terkait dengan pajak, pendidikan, dan agama,

pasal 22D ayat (2). Kondisi ini kemudian memunculkan wacana

untuk melakukan Amandemen ke 5 terhadap UUD 1945.

Page 77: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

72

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas kerjakan latihan

berikut ini:

1. Jelaskan istilah dan pengertian konstitusi (Undang-Undang Dasar)

2. Jelaskan keberadaan dan tujuan konstitusi

3. Jelaskan tentang konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia

4. Jelaskan tentang amandemen Undang-Undang Dasar 1945

Petunjuk Jawaban Latihan:

1. Pelajari kembali materi pada kegiatan belajar 1 dan 2

2. Diskusikan dengan teman-teman Anda

3. Kerjakan secara berkelompok, satu kelompok terdiri dari 3-5 orang anggota

TES FORMATIF

SOAL TEMATIK

1. Jelaskan dasar pemikiran yang melatarbelakangi perubahan UUD 1945?

SOAL PILIHAN

1. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ditinjau dari aspek sistematikanya

sebelum dilakukan perubahan, terdiri atas ...

Jawaban:

a. Pembukaan, Batang tubuh (pasal-pasal) dan penjelasan

b. Pembukaan dan pasal-pasal

2. Bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tidak

dapat dilakukan perubahan, hal itu diamanatkan oleh....

Jawaban:

a. UUD 1945

b. Kesepakatan dasar MPR.

Page 78: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

73

3. Perubahan pertama Undang-Undang Dasar 1945, memfokuskan perubahan

kekuasaan dan wewenang pada dua lembaga negara. Kedua lembaga negara itu

adalah...

Jawaban:

a. MPR dan DPR

b. Presiden dan DPR

4. DPR membahas Rancangan Undang-Undang APBN merupakan implementasi

dari...

Jawaban:

a. Fungsi DPR

b. Wewenang DPR

5. Pengambilan keputusan oleh MPR sebagaimana diatur dalam UUD 1945

adalah...

Jawaban:

a. Suara yang terbanyak (pasal 2 ayat 3)

b. Musyawarah mufakat dan suara terbanyak

Page 79: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

74

Modul 3

DEMOKRASI DI INDONESIA

Dalam modul ini Anda akan diajak menganalisis konsep demokrasi di Indonesia.

Sehingga dengan mempelajari materi dalam modul ini Anda diharapkan memiliki

kemampuan sebagai berikut:

Kegiatan Belajar 1:

a. Dapat memahami istilah dan definisi demokrasi

b. Dapat memahami sejarah perkembangan demokras

Kegiatan belajar 2:

a. Dapat memahami prinsip-prinsip demokrasi

b. Dapat memahami bentuk–bentuk demokrasi

Kegiatan belajar 3:

a. Dapat memahami perkembangan demokrasi di indonesia

b. Dapat memahami demokrasi dan pemilihan umum

c. Dapat memahami pembangunan masyarakat demokrasi

Agar semua harapan di atas dapat terwujud maka di dalam modul ini disajikan

pembahasan dan latihan dengan butir uraian sebagai berikut:

a. Istilah dan Definisi Demokrasi

b. Sejarah Perkembangan Demokrasi

c. Prinsip-Prinsip Demokrasi

d. Bentuk–Bentuk Demokrasi

e. Perkembangan Demokrasi di Indonesia

f. Demokrasi dan Pemilihan Umum

a. Pembangunan Masyarakat Demokrasi

Untuk membantu Anda dalam mencapai harapan kemampuan di atas ikutilah

petunjuk belajar sebagai berikut:

a. Bacalah petunjuk bagaimana mempelajari modul ini.

b. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci.

Page 80: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

75

c. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman

sendiri dan atau tukar pikiran dengan mahasiswa atau dosen Anda.

d. Temukan prinsip, konsep, dan prosedur.

e. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman simulasi

dalam kelompok kecil atau klasikal.

Page 81: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

76

Kegiatan Belajar 1

Istilah dan Definisi Demokrasi serta Sejarah Perkembangan Demokrasi

A. Istilah dan Definisi Demokrasi

Apa itu "demokrasi"? Istilah ini punya daya tarik yang sangat luar biasa.

Semakin banyak dibicarakan, semakin menarik dan tak ada habis-habisnya.

Sepintas demokrasi seolah bersifat elitis, tapi semakin dalam diselami,

semakin diketahui bahwa demokrasi adalah kehidupan kita sendiri. Itulah

yang sekarang dikenal dengan sebutan "living democracy". Tidak berlebihan

jika dikatakan bahwa demokrasi merupakan produk pemikiran manusia yang

cerdas. Walaupun demikian, tak mudah untuk memaknai demokrasi secara

memuaskan. Lebih-lebih karena istilah demokrasi, memang tak pernah

dipahami secara monolitik. Mengambil satu arti, berarti kita terjebak ke dalam

satu arus pemikiran. Karena itu, diperlukan pemahaman substantif, agar

demokrasi bisa diterima sebagai suatu keniscayaan, untuk kemudian

diperjuangan, diperbaiki, dipertahankan dan disempurnakan (Bernard Lewis,

2002).

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani "demokratia" berarti

"kekuasaan dari rakyat" (rule of people), yang dirangkai dari kata "demos"

artinya "rakyat", dan "kratos" atau "cratein" berarti "kekuasaan". Demokrasi

adalah bentuk politis dari pemerintahan yang mengatur kekuasaan yang

diperoleh dari rakyat, baik melalui pemilihan langsung (direct democracy)

maupun perwakilan rakyat yang dipilih (representative democracy).

Sementara terhadap definisi demokrasi, terdapat beberapa kategori

definisi demokrasi, yakni definisi secara singkat, klasik dan modern. Kategori-

kategori definisi demokrasi nampaknya dipengaruhi oleh pendekatan sejarah.

Page 82: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

77

1. Definisi Singkat Demokrasi

a. Abraham Lincoln (1809-1865), mendefinisikan demokrasi sebagai

pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat

(Government of the people, by the people, for the people)

b. Demokrasi menurut bahasa Yunani adalah pemerintah oleh rakyat

(Rule by the 'simple' people)

c. Demokrasi dalam pengertian orang-orang Athena dan Romawi Kuno

adalah bentuk pemerintahan yang muncul sebagai reaksi terhadap

pemusatan dan penyalahgunaan kekuasaan oleh para penguasa, dan para

filosof menentukan elemen-elemen esensial dari demokrasi berupa

pemisahan dari kekuasaan, hak-hak sipil/hak-hak manusia, kebebasan

beragama dan pemisahan gereja dan negara.

2. Definisi Klasik Demokrasi

Demokrasi sering dikemukakan berlawanan dengan tipe-tipe

pemerintahan yang lain, seperti pemerintahan dari satu penguasa, berupa

raja, atau ratu maupun kaisar (monarki); pemerintahan oleh para

bangsawan atau keturunan (aristokrasi); pemerintahan oleh beberapa orang

(oligarki); pemerintahan berasal dari Tuhan, yang pada kenyataannya

dimaksudkan adalah pemerintahan oleh pemimpin-pemimpin religius

(theokrasi); dan pemerintahan berasal dari rakyat, direbut dengan kekuatan,

lazimnya dikenal sebagai kediktatoran militer (kediktatoran).

Mayoritas negara-negara demokrasi di dunia dikenal sebagai republik-

republik, yakni para pemimpin pemerintahannya dibentuk melalui

pemilihan. Bahkan terdapat beberapa negara yang dikenal sebagai negara

demokrasi yang dijalankan dengan baik, namun menganut Kerajaan-

kerajaan Konstitusional, seperti Inggris, Spanyol Belgia, Nederland,

Luxemburg dan Skandanavia. Pada negara-negara tersebut, meskipun raja

atau ratu sebagai kepala negara, namun kepala pemerintahan dijabat oleh

perdana menteri. Raja atau ratu dijamin oleh konstitusi, dan membatasi

Page 83: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

78

secara jelas kewajiban-kewajiban maupun kompetensi-kompetensi dari

kerajaan. Posisi raja hanya dipandang sebagai faktor stabilisator dari pada

sesuatu yang membahayakan demokrasi. Oleh karena itu definisi klasik

dari demokrasi adalah sedikit berguna, sedikitnya masih peduli dengan

monarki.

3. Definisi Modern Demokrasi

Definisi modern dari demokrasi juga sering dihadapkan dengan rezim-

rezim otoritarian, totaliter dan teokrasi. Demokrasi adalah bentuk

pemerintahan yang menjamin hak-hak dasar pribadi dan politik, pemilihan-

pemilihan yang jujur dan bebas, serta lembaga peradilan yang bebas.

Rezim Totalitarian adalah pemerintahan oleh kelompok kecil dari para

pemimpin yang berbasis pada ideologi. Validitas tuntutan-tuntutan umum

untuk semua aspek dari kehidupan dan upaya-upaya biasanya untuk

menempatkan kembali rezim. Rezim tidak toleran terhadap penyimpangan

dari ideologi negara. Para penentang rezim dianiaya, disiksa, dan ditahan

dalam penjara dan kalangan minoritas etnis dibunuh secara massal

(genocide).

Rezim otoritarian adalah pemerintahan yang dilaksanakan oleh

sekelompok kecil pemimpin. Berbeda dengan rezim-rezim totalitarian,

rezim-rezim otoritarian memiliki ideologi negara yang tidak jelas dan

mengakui sejumlah kebebasan (misalnya ekonomi dan kultural) sepanjang

tidak membahayakan peraturan-peraturan mereka. Tujuan yang paling

penting dari rezim-rezim otoritarian adalah memelihara kekuasaan dan

memperkaya pribadi di atas negara dan penduduknya. Rezim Teokrasi

adalah "Pemerintahan oleh Tuhan"; dalam kenyataannya adalah

pemerintahan oleh para pemimpin agama. Biasanya interpretasi tertentu

dari hukum-hukum agama religius secara murni ditempatkan kembali ke

dalam bentuk-bentuk modern dan diperkuat dan dilaksanakan sepenuhnya

dengan ketat. Misalnya, Republik Islam Iran.

Page 84: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

79

Samuel P. Huntington (Bernard Lewis, 2002) mengemukakan bahwa

seseorang dapat menyebut sebuah negara itu demokrasi, jika negara

tersebut telah melaksanakan pergantian pemerintahan secara damai melalui

pemilihan umum. Jadi menurut Bernard Lewis (2002) demokrasi adalah

kebijakan pemerintah yang dapat diubah oleh pemilu, bukan sebaliknya

pemilihan umum dapat diubah oleh pemerintah.

Oleh karena itu, supaya berhak mendapatkan label demokrasi modern,

negara butuh untuk memenuhi beberapa persyaratan dasar, dan

membutuhkan tidak hanya tertulis dalam konstitusinya, tetapi harus dijaga

dalam kehidupan sehari-hari oleh kalangan politisi dan penguasa. Beberapa

persyaratan kunci yang harus dipenuhi oleh negara demokrasi modern

adalah:

a. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia terhadap setiap pribadi secara

individual berhadapan dengan negara dan penguasanya, seperti dengan

berbagai kelompok sosial (khususnya institusi-institusi religius) dan

berhadapan dengan pribadi-pribadi lain.

b. Pemisahan kekuasaan di antara institusi-institusi negara, yaitu

Pemerintahan (kekuasaan eksekutif), Parlemen (kekuasaan legislatif)

dan Lembaga Kehakiman (kekuasaan yudikatif)

c. Kebebasan berpendapat, berbicara, pers dan massmedia

d. Kebebasan beragama

e. Hak yang sama untuk memberikan suara (satu orang, satu suara)

f. Pemerintahan yang baik (fokus pada kepentingan publik dan tidak ada

korupsi)

B. Sejarah Perkembangan Demokrasi

Dalam berbagai pustaka dalam kehidupan demokrasi telah terjadi jauh

pada abad ke 4 dan 5 sebelum masehi (SM) yang dipraktikkan sebagai sistem-

sistem politik pada zaman Yunani kuno, tepatnya di Negara Kota (polis)

Page 85: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

80

Athena (Suhelmi, 2001; Schmandt, 2002; Agustino, 2007). Dalam

pemahaman awal Yunani sendiri, seperti dijelaskan Aristoteles menyebut tiga

pemerintahan yang baik dan tiga pemerintahan yang buruk (Suhelmi, 2001;

Schmandt, 2002; Agustino, 2007), yakni demokrasi termasuk pemerintahan

orang banyak yang berorientasi pada kelompoknya sendiri. Sedang

pemerintahan orang banyak yang baik disebut timokrasi. Plato yang juga guru

Aristoteles menekankan perlunya orang terdidik menjadi bijak dalam

kehidupan demokrasi. Agar semakin banyak orang yang menjadi terdidik,

Plato mendirikan sekolah yang disebut dengan Academica (Suhelmi, 2001;

Schmandt, 2002). Sekolah ini bermaksud mendirikan kesempatan lebih

banyak pada warga, guna memberikan kesempatan lebih banyak pada warga

guna mempersiapkan orang–orang bijak untuk ikut berperan aktif dalam

pemerintahan Negara.

Kehidupan demokrasi mengalami pasang surut, dengan kehancuran

Yunani dan Romawi serta kokohnya kekuasaan monarkhi absolut di Eropa

sampai dengan dengan abad pertengahan, terjadi kondisi yang tidak

diharapkan dalam kehidupan demokrasi, yang dalam perkembangan sejarah

Eropa disebut zaman kegelapan (Dark Ages) yakni terjadinya akumulasi

kekuasaan absolut dari para raja yang mendapat restu dari para pemimpin

gereja. Pemerintahan absolut ini telah memasung kebebasan berfikir manusia,

sehingga menimbulkan reaksi para pemikir abad renainsance yang melahirkan

teori–teori tentang kekuasaan Negara, sampai dengan teori kedaulatan rakyat

yang mampu menopang perkembangan demokrasi meluas ke berbagai penjuru

dunia. Rose Wilder Lane penulis buku "Islam and the Discovery of Freedom"

(Bernard Lewis, 2002) menyebutkan, bahwa orang-orang Erofa banyak

mempelajari nilai dan pentingnya kebebasan dari kaum Muslim. Islam

memperkenalkan konsep kebebasan kepada dunia dan khususnya ke Erofa.

Sejak itu cita-cita kuno demokrasi dan pertanggungjawaban pemerintahan,

dikaji ulang dan dikembangkan.

Page 86: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

81

Aristoteles adalah pemikir untuk kehidupan demokrasi yang baik, tetapi

ia tidak mendukung demokrasi di masanya. Aristoteles memimpikan dan

meramalkan bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang akan

berkembang untuk kehidupan bernegara ke depan. Aristoteles memberikan

catatan untuk pemerintahan demokrasi yang akan menjadi pilihan tebaik di

masa datang. Untuk itu perlu dipersiapkan prakondisi yang akan mendukung

orang-orang terbaik menjadi pilihan dari masyarakat, apabila warga negara

yang akan memilih dalam pemerintahan demokrasi, telah memiliki pendidikan

dan kesadaran bernegara yang baik, serta kondisi ekonomi yang mapan. Bila

prakondisi belum seperti yang diharapkan, maka mungkin orang yang pintar

dan jujur, yang kurang atau tidak popular dan tidak memiliki kemampuan

finansial, akan kalah dengan orang kaya yang mampu mengambil kesempatan

dari kondisi masyarakat yang miskin dan tidak terdidik dengan berbagai

macam cara, akan terpilih dalam pemerintahan, meskipun orang tersebut

sebenarnya, tidak ada niat baik memimpin dan mensejahterakan rakyatnya.

Kondisi inilah yang sering terjadi di Negara berkembang, karena pemerintah

dikuasai oleh keinginan sosial, ekonomi, politik mayoritas yang mengabaikan

kemakmuran warga, seperti Nigeria tahun 1983, Sudan tahun 1989, oleh

Casper dan Taylor dinyatakan sebagai demokrasi serampangan

(Agustino,2007). Inilah bukti yang dikhawatirkan Aristoteles bahwa

kehancuran demokrasi, karena euphoria demokrasi yang bertumpu pada

pemilikan kebebasan semu, yang tanpa disadari, kebebasan yang

diekspresikan berbenturan dengan kebebasan orang lain. Pengalaman aneh

dan menarik justru terjadi di Indonesia. Setelah Pemilihan Umum calon

legislatif (caleg) untuk anggota legislatif, justru tidak siap. Banyak caleg yang

tidak terpilih menderita penyakit jiwa, dan dapat menjadi bahan diskusi

kualitas caleg Indonesia mendatang.

Hal senada disampaikan oleh De Tocquiville (Charmim,dkk,2003) bahwa

demokrasi memerlukan moral menahan diri, tanpa kemampuan menahan diri,

Page 87: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

82

demokrasi akan berubah menjadi democrazy yang melahirkan tirani. Gabriel

Almond yang melakukan penelitian tentang keberhasilan demokrasi, dalam

kaitannya dengan kultur dan struktur sosial politik menyimpulkan:

1. Kultur demokrasi adalah kultur campuran,yaitu antara

kebebasan/partisipasi di satu pihak dan norma-norma perilaku di pihak

lain,

2. Kultur demokrasi bersumber pada kultur masyarakat secara umum, yang

mengandung social trust yang tinggi dan civicness, kecenderungan

hubungan kerja yang bersifat horizontal/sederajat,

3. Kultur demokrasi senantiasa memerlukan dan berbasis masyarakat

madani,

4. Seberapa jauh masyarakat memegang kultur demokrasi sangat tergantung

pada perilaku pemerintahan dalam berdemokrasi.

Tidaklah berlebihan bahwa demokrasi berjalan dengan baik, bila warga

bersikap arif dan masing-masing mampu mengendalikan diri demi

kepentingan bersama yang lebih besar di bawah keteladanan pemerintahan

demokratis. Sebaliknya demokrasi masyarakat akan mendukung kehidupan

demokrasi, bila pemerintahan dapat memberikan keteladan demokratis.

Pemerintahan demokratis tidak akan terbentuk di suatu di negara, jika suatu

kehidupan para elit negara tidak memberikan keteladanan dan melaksanakan

prinsip-prinsip demokratis. Sudahkah para elit politik Indonesia membrikan

contoh perilaku demokrasi yang sehat, baik dan benar?

Page 88: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

83

Kegiatan Belajar 2

Prinsip-Prinsip Demokrasi dan Bentuk–Bentuk Demokrasi

A. Prinsip-Prinsip Demokrasi

Prinsip-prinsip demokrasi sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang

diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan demokrasi. Berdasarkan

nilai atau kondisi inilah pemerintahan demokrasi dapat ditegakkan. Nilai atau

prinsip demokrasi tersebut adalah kebebasan (kebebasan, kelompok,

berpartisipasi), menghormati orang/kelompok lain, kesetaraan, kerjasama,

persaingan dan kepercayaan (Charmin,2003). Nilai tersebut menurut

Supriatnoko (2008) merupakan prinsip-prinsip umum demokrasi,yang

meliputi, kebebasan, pluralism, paham individual, kesetaraan, dan keadilan.

Menurut Robet A. Dahl (Srijanty,dkk,2008) prinsip demokrasi mencakup;

adanya kontrol terhadap kebijakan pemerintah; adanya pemilihan yang jujur;

diakuinya hak memilih dan dipilih; kebebasan menyatakan pendapat;

kebebasan mengakses informasi; serta kebebasan berserikat. Esensi pendapat-

pendapat tersebut pada hakekatnya terdapat kesamaan mendasar sebagai

prinsip demokrasi. Hakekat kesamaan tersebut akan diuraikan pada paparan

sebagai berikut:

1. Kebebasan

Kebebasan adalah keleluasaan seseorang untuk berbuat atau untuk

tidak berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan sendiri. Kebebasan adalah

hak dan kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri apa yang

menjadi pilihan sepanjang hak dan kemampuan seseorang tersebut tidak

berbenturan dengan hak orang lain. Bentuk-bentuk kebebasan itu, antara

lain:

a. Kebebasan Menyatakan Pendapat

Kebebasan menyatakan pendapat adalah hak seseorang dalam

kehidupan bermasyarakat/bernegara yang wajib dijamin olaeh

Page 89: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

84

undang-undang dalam sistem demokratis. Kebebasan ini senantiasa

diperlukan, karena warga negara dalam kehidupan demokratis juga

berkewajiban dan bertanggungjawab atas proses kehidupan itu

sendiri. Warga negara dapat menyampaikan usulan atau kritik kepada

pejabat negara, anggota perwakilan, atau pandangan terhadap sesuatu

yang baik, atau menurutnya dianggap baik. Dalam negara diktator,

kebebasan berpendapat pada umumnya sangat terbatas atau justru

dilarang, karena membahayakan kelangsungan eksistensi kekuasaan

sang ditaktor.

b. Kebebasan Berkelompok

Kebebasan berkelompok adalah kebebasan untuk berorganisasi

bagi setiap warga negara sebagai makhluk sosial. Kehidupan

berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak mungkin

diingkari. Dalam kehidupan kelompok manusia sebagai individu

berharap akan memperoleh kemudahan dalam hidupnya, serta

perlindungan kolektif dari kelompoknya. Pada kehidupan demokrasi

kelompok-kelompok warga dapat memperjuangkan keinginan

kelompoknya, termasuk membentuk partai politik sampai pada

tingkat kegiatan dalam lingkup nasional. Pemerintahan demokrasi

akan memberikan alternatif untuk memberikan kebebasan kelompok

bagi warga negaranya.

c. Kebebasan Berpartisipasi

Kebebasan berpartisipasi merupakan kebebasan untuk

berperanserta dalam suatu kegiatan. Kebebasan ini sebagai

perwujudan gabungan kebebasan berpendapat dan kebebasan

berkelompok. Pada negara berkembang atau negara otoriter ada

kecenderungan untuk mewujudkan kebebasan partisipasi secara

berlebihan. Misalnya dalam pemilihan umum, partisipasi warga

cenderung diarahkan, sehingga tingkat partisipasi jumlah pemilih

Page 90: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

85

terdaftar begitu tinggi. Harapan yang tinggi terhadap partisipasi

pemilih merupakan bentuk propaganda bagi penguasa diktator,

bahwa pemerintahan diktator tersebut mendapat dukungan penuh dari

rakyatnya.

Dalam kebebasan partisipasi, tidak membenarkan seseorang

memaksa orang lain melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak

dikehendakinya. Kebebasan partisipasi juga dapat diberikan kepada

warga negara dalam bentuk kontrol terhadap jalannya pemerintahan suatu

negara. Dalam negara diktator tidak mungkin terjadi hal seperti. Gejala

ini pernah terjadi di Indonesia, bahkan dalam menghadapi pemilihan

umum 2009, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai memberikan fatwa

haram bagi warga negara yang mempunyai hak pilih, tetapi tidak ikut

dalam pemilihan umum atau tidak memilih calon yang ada. Warga

negara tersebut popular dengan sebutan Golongan Putih (Golput). Suatu

fatwa yang perlu mendapatkan renungan bagi semua insan demokrasi di

Indonesia, semoga tidak lagi muncul fatwa-fatwa sejenis yang dapat

membingungkan umat Islam di Indonesia. Fatwa MUI tentang golput

masih terdapat pro dan kontra, dan kelompok pro dan kontra ini terjadi di

antara kalangan umat Islam sendiri.

2. Kesetaraan Antar Warga atau Individu

Kesetaraan atau persamaan kedudukan (egalitarianisme) merupakan

nilai dasar demokrasi. Kesetaraan dalam demokrasi adalah bentuk

pengkuan terhadap pribadi manusia, bahwa manusia di dunia ini

mempunyai kedudukan harkat dan martabat yang sama, karena manusia

sama-sama sebagai umat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kesadaran ini

sangat penting, karena dalam sejarah manusia, sering terjadi perilaku

individu maupun kelompok yang tidak bisa memahami keadaan sesama

manusia.

Page 91: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

86

Banyak di antara manusia di dunia yang tidak mendapatkan haknya

secara baik dan benar, karena perilaku manusia yang lain, baik secara

individu maupun kelompok. Bahkan suatu bangsa yang menganggap

dirinya sebagai manusia unggul atau bangsa pilihan, sedang manusia

lainnya sebagai manusia budak dengan martabat rendah. Dalam pergaulan

internasional perjuangan menuju kesetaraan manusia, bukan proses yang

mudah dan cepat. Perjuangan ini berlangsung bertahun-tahun, bahkan

berabad-abad lamanya. Pengakuan internasional dengan Deklarasi Hak

Asasi Manusia, posisi kesetaraan sesama manusia diakui oleh sebagian

besar bangsa-bangsa di dunia pada abad 20, setelah dunia dilanda perang

besar yang dikenal dengan Perang Dunia Kedua.

Kehidupan demokrasi harus dapat menjamin kesetaraan antar sesama

manusia, termasuk hak-haknya dalam bernegara. Bagi bangsa Indonesia

yang heterogen, kesadaran terhadap kesetaraan sesama manusia atau

warga Indonesia sangat diperlukan. Bangsa Indonesia pernah mengalami

penderitaan di bawah penguasaan bangsa lain. Semua ini memberikan

pelajaran berharga terhadap kesadaran bagi bangsa Indonesia, untuk

menempatkan kedudukan manusia di dunia pada derajat, harkat dan

martabat manusia yang sama. Bangsa Indonesia senantiasa harus dapat

menghargai sesama manusia dengan prinsip saling menghargai dan dapat

berbuat serta berperilaku untuk memanusiakan manusia.

3. Pluralistik

Pluralis berarti majemuk, tidak tunggal. Sesuatu yang sifatnya plural

memiliki ciri tidak sama. Pluralistik dalam kehidupan manusia dapat

bermakna bahwa manusia di dunia itu tidak sama, namun dengan

ketidaksamaan tersebut, faham pluralis memberikan intensitas yang sama

sebagaimana adanya. Eksistensi individu diakui apa adanya. Perbedaan

individu merupakan perbedaan yang melekat pada diri pribadi, diakui dan

dihormati. Realisasi perwujudan pruralistik tidak dapat dipisahkan dengan

Page 92: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

87

prinsip atau nilai kesetaraan. Dalam pergaulan global, individu atau

kelompok, bangsa tidak mungkin menghindar dari kehidupan pluralis.

Indonesia yang heterogen telah menyadari kondisi pluralis bangsa

Indonesia, sehingga para pemimpin bangsa telah menetapkan Pancasila

sebagai ideologi berbangsa dan bernegara serta menetapkan Garuda

Pancasila sebagai lambang negara dan membuat slogan Bhinneka

Tunggal Ika. Slogan Bhineka Tunggal Ika adalah pengakuan keberadaan

di dalam bangsa dan negara yang mengakui adanya pluralistik dalam

kesatuan negara Indonesia. Pengakuan derajat, harkat dan martabat

bangsa Indonesia juga dirumuskan dalam alenia pertama pembukaan

UUD 1945, dan sila kedua Pancasila.

4. Paham Individualisme

Kehidupan berdemokrasi tidak dapat dipisahkan dengan paham

individualisme, yakni paham yang memposisikan dan menjunjung tingi

individu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kepentingan individu atau pribadi menjadi acuan utama dalam hidup

seseorang, Karena manusia sebagai ciptaan Tuhan pada dasarnya baik,

hanya lingkungan masyarakat yang menjadikan individu tidak baik.

Sebagai makhluk Tuhan, paham individu mendasari HAM, pluralisme,

serta kesetaraan. Secara ekstrim, individu hanya dibatasi oleh kebebasan

individu yang lain, tidak dibatasi oleh kepentingan masyarakat dan atau

negara.

Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pada dasarnya demokrasi di

Indonesia mengakui hak individu, tetapi bukan yang bersifat ekstrim

atau mutlak tanpa batas sama sekali. Karena hak individu yang

berhadapan dengan hak Tuhan (sila kesatu), individu yang lain (sila

kedua dan sila ketiga) dan negara (sila keempat dan kelima), yang

berkaitan dengan kepentingan umum. Hak individu dapat dipaksakan dan

diambil alih oleh negara, meski harus ada jalan musyawarah atau

Page 93: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

88

perundingan antar pihak. Namun demikian apabila perundingan atau

musyawarah gagal, negara dapat memaksakan dengan ganti rugi sesuai

dengan peraturan perundang–undangan berlaku. Pembangunan untuk

kepentingan umum sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Presiden

Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi

pelaksana kepentingan umum ialah:

a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum, dan saluran

pembuangan air/sanitasi,

b. Waduk, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya,

c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan,

d. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal,

e. Peribadatan,

f. Pendidikan,dan sekolah,

g. Pasar umum,

h. Fasilitas pemakaman umum,

i. Fasilitas keselamatan umum,

j. Pos dan telekomunikasi,

k. Sarana olahraga,

l. Stasiun radio, televisi, dan sarana pendukungnya,

m. Kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, PBB,

dan atau lembaga internasional di bawah naungan PBB,

n. Fasilitas TNI dan Polri sesuai dengan tugas dan fungsinya,

o. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan,

p. Rumah susun sederhana,

q. Tempat pembuangan sampah,

r. Cagar alam dan cagar budaya,

s. Pertamanan,

t. Panti sosial,

u. Pembangkit, transmisi, distribusi listrik.

Page 94: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

89

5. Keadilan

Kebebasan, kesetaraan, dan plualisme, adalah satu realisasi bentuk

keadilan. Karenanya, kehidupan praktik demokraksi tidak dapat

dipisahkan dengan nilai keadilan pada umumnya. Keadilan dalam

demokrasi tidak terbatas pada keadilan immaterial sebagaimana telah

disebut, tetapi juga menyangkut keadilan material bagi sesama warga

masyarakat. Bagi bangsa Indonesia, nilai keadilan adalah prinsip yang

sangat mendasar, sebagaimana tercermin pada sila kedua dan kelima dari

Pancasila. Keadilan yang menjadi dambaan bangsa, sejak awal

perjuangan kemerdekaan, sampai saat ini keadilan dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan masyarakat masih dalam proses usaha.

Keadilan adalah dambaan ideal yang telah diupayakan dalam

perwujudannya sejak zaman Plato maupun Aristoteles.

B. Bentuk–Bentuk Demokrasi

Kesepahaman tentang konsep demokrasi sebagai kekuasaan pemerintahan

di tangan rakyat, pada tingkat implementasinya dalam kehidupan bernegara,

terdapat berbagai pola kehidupan demokrasi, sesuai dengan paham ideologi

atau paham yang dianut dan dikembangkan masing–masing negara. Selain

pembedaan bentuk demokrasi, sistem demokrasi juga dikembangkan

berdasarkan prinsip filosofi atau ideologi yang dianutnya. Misalnya demokrasi

liberal, dan demokrasi komunis.

1. Demokrasi Liberal

Prinsip demokrasi liberal didasarkan pada filosofi kenegaraan, bahwa

manusia adalah makhluk individu yang bebas. Kehidupan manusia

sebagai individu yang bebas ini, banyak menimbulkan benturan, sehingga

menjadikan individu-individu dalam masyarakat membentuk persekutuan

hidup bersama. Misalnya bagaimana teori pemimpin masyarakat dalam

suatu Negara yang dikembangkan Thomas Hobbes, John Locke, maupun

Page 95: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

90

Rousseau. Meski ketiga tokoh tersebut teori dasar dan terbentuknya

masyarakat sama, tetapi dalam konsep tanggung jawab pemimpin

terhadap rakyatnya berbeda. Perbedaan mendasar dari teori Hobbes dan

Rousseau terletak pada dapat tidaknya mandat yang diberikan ditarik lagi

oleh pemberi mandat. Menurut Hobbes, pemimpin yang mendapatkan

penyerahan mandat tidak dapat diganggu gugat dan tidak dapat ditarik

lagi mandatnya, karena pemimpin yang mendapat mandat harus diberikan

kekuasaan mengatur, dan untuk mengatur yang baik, tidak terikat dengan

pihak-pihak yang diatur. Teori Hobbes mendorong bentuk kekuasaan

yang absolut. Kondisi absolut inilah yang ditentang Rousseau, dan teori

Rousseau dianggap paling sesuai dengan konteks demokrasi sekarang,

yakni rakyat yang memilih pemimpin sebenarnya, dan tidak otomatis

kehilangan hak kedaulatannya. Karenanya, pemimpin rakyat yang

mendapatkan mandat untuk memimpin, dan kepemimpinannya tidak

sesuai lagi dengan kehendak rakyat sebagai pemberi mandat, maka rakyat

dapat mencabut mandatnya kembali.

Pada dasarnya paham pemikiran demokrasi liberal merupakan reaksi

dari tekanan kekuasaan absolut para raja di Eropa abad pertengahan.

Untuk mewujudkan keseimbangan kekuasaan absolut, rakyat perlu

kekuatan penyeimbang dalam bentuk perwakilan. Bentuk perwakilan ini

merupakan manifestasi perlindungan serta jaminan akan kebebasan

individu, yang akhirnya berkembang, bahwa kekuatan rakyat bukan

sekedar penyeimbang, tetapi kekuatan rakyat adalah kekuatan yang

menentukan, sehingga Negara tidak dibenarkan mencampuri urusan

pribadi warga negaranya tidak lagi relevan. Tugas Negara sebagaimana

teori Van Valenhoven yang mengembangkan trias politika menjadi catur

praja, yakni Negara tidak ubahnya penjaga malam (nachtwachtersstaat)

bagi warga negaranya, telah mengalami perubahan dan perkembangan

Page 96: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

91

dimana Negara berhak campur tangan dalam mewujudkan kesejahteraan

rakyatnya (welfare state, social service state)

Dampak perkembangan faham liberalis-kapitalis dalam demokrasi

liberal adalah munculnya kekuatan individu pemilik modal yang yang

berhasil mempengaruhi dan memenangkan melalui proses pemilihan

umum. Akibatnya kekuasaan kapital sangat menguasai kehidupan

Negara. Keadaan ini terbukti pada era global seperti sekarang ini, kaum

kapitalis dunia mampu menjalankan kapitalnya tanpa terkendala pada

batas-batas Negara, seperti perusahaan-perusahan korporasi internasional,

Freeport, dan lain-lain. Dengan kelebihan modal, kaum kapitalis dapat

menekan kelompok pekerja dalam lingkungannya.

Kaum kapitalis yang pada awalnya mencari kesimbangan, karena

tekanan kaum feodal, dalam proses perkembangannya juga melakukan

penekanan pada kelompok lain dengan pola dan gaya yang berbeda.

Ketidakseimbangan kondisi inilah yang memunculkan reaksi pada

gerakan sosialis dan komunis. Bentuk nyata contoh keberhasilan

perjuangan kaum liberalis dalam pemerintahan Negara memunculkan

sistem pemerintahan parlementer sebagaimana di Inggris, serta

pemerintahan presidensial sebagaimana dipraktikkan di Amerika Serikat.

Sistem pemerintahan parlementer, pada dasarnya terjadi pemisahan

kekuasaan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Kepala Negara

dapat dijabat seorang Presiden, bila berbentuk Republik atau Raja, bila

negara bentuk kerajaan, sedangkan Kepala Pemerintahan dalam sistem

parlementer dipimpin oleh Perdana Menteri. Keberadaan Perdana Menteri

dan para Menteri sangat tergantung pada DPR, karena sewaktu-waktu

DPR dapat menyampaikan mosi tidak percaya, baik secara kelembagaan

atau seluruh anggota kabinet atau orang-perorang sebagai Menteri

Negara. Untuk pemerintahan presidensial, berlaku pada negara Republik,

yakni Presiden merangkap sebagai Kepala Negara dan Kepala

Page 97: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

92

pemerintahan. Para menteri diangkat oleh Presiden. Kabinet di bawah

pimpinan Presiden dan tidak dapat dijatuhkan atau dibubarkan oleh DPR.

2. Demokrasi Komunis

Ideologi komunis yang dikembangkan Marx memiliki pengaruh

cukup meluas dan berhasil diterapkan dalam praktik kenegaraan oleh

beberapa negara di dunia, bahkan Uni Soviet pernah menjadi kekuatan

besar dalam bersaing dan perang dingin dengan kelompok liberalis di

bawah koordinasi kepemimpinan Amerika Serikat. Pada era terkini,

nampaknya Cina dengan pemerintahan di bawah Partai Komunis menjadi

pengganti Uni Soviet, sebagai negara pengusung ideologi komunis ala

Cina telah berhasil menunjukkan dirinya sebagai kekuatan besar di dunia.

Bila dalam demokrasi kapitalis, kebebasan politik tercermin dalam

keberadaan partai politik penguasa dan oposisi, sehingga partai politik

pada demokrasi liberal sedikitnya ada dua partai. Dalam demokrasi

komunis hanya dibenarkan hidup satu partai, yaitu partai komunis, tidak

mengenal adanya partai penguasa dan partai oposisi, karena persaingan

pemimpin didasarkan pada kemampuan persaingan individu dalam

internal partai komunis.

Demokrasi komunis sebagai wujud perjuangan ideologi komunis, ada

dan tumbuh melalui gerakan revolusioner, berada pada kondisi era

posliberalis. Dalam ideologi komunis, tidak akan ada toleransi terhadap

praktik-praktik liberal, termasuk sistem demokrasi dengan multipartai.

Pada era transisi kekuasaan liberal ke arah komunis, telah ditetapkan

seorang yang kuat dengan segala bentuk kekuasaan yang mutlak dengan

kewenangan penuh sebagai diktator proletariat, sehingga tidak relevan

lagi dalam kehidupan demokrasi komunis akan jaminan kebebasan

individu dalam kehidupan praktik demokrasi sebagaimana pada ideologi

dan demokrasi liberal. Pemimpin partai dengan para elitnya menentukan

Page 98: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

93

pemimpin untuk menjalankan politik partainya, guna mewujudkan cita-

cita dalam Negara komunis.

3. Demokrasi dan Islam

Banyak kalangan Muslim mengatakan bahwa Islam dan demokrasi

adalah serasi, cocok (compatible), tetapi bagaimana keduanya bisa

compatible ? Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan demokrasi itu ?

Bagaimana demokrasi demokrasi bekerja dalam konteks Islam? Bentuk

demokrasi yang mana yang lebih diutamakan (preferable) ? Adalah

pertanyaan-pertanyaan yang dikumandang oleh Bernard Lewis (2002)

ketika membahas Islam, Liberalisme dan Demokrasi.

Bagi sebagian kalangan, ada persoalan antara Islam dan demokrasi.

Dari sekedar persoalan pengalaman demokrasi Islam yang terbatas hingga

persoalan serius menyangkut ketidakcocokan (incompatibility) Islam dan

demokrasi. Secara sederhana ada tiga kecendrungan besar mengenai pola

hubungan Islam dan demokrasi (Bernard Lewis, 2002), yaitu :

a. Islam dan demokrasi dipandang sebagai dua sistem politik yang

berbeda. Sebagai sistem politik, Islam tidak dapat disubordinasikan

kepada demokrasi.

b. Islam berbeda dengan demokrasi, apabila demokrasi dipahami secara

prosedural sebagaimana dipraktekkan di Barat. Tetapi Islam dapat

dianggap sebagai sistem politik demokratis, jika demokrasi dipahami

secara substantif.

c. Islam dipandang sebagai suatu sistem nilai yang akomodatif terhadap

demokrasi yang didefinisikan secara prosedural dan dipraktekkan di

Barat. Kendati demikian, pandangan ini belum begitu mengkristal

dalam masyarakat Muslim, dan karenanya rezim demokrasi masih

menjadi fenomena yang jarang ditemui.

Menurut Bernard Lewis (2002) apapun alasannya, persoalan-

persoalan yang mengganjal dalam hubungan Islam dan demokrasi harus

Page 99: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

94

diselesaikan, sehingga dihasilkan pemahaman komprehensif yang

memungkinkan relasi Islam-demokrasi menyatu dalam format yang ideal.

Dalam upaya untuk menemukan suatu basis ideologis yang diterima oleh

semua kalangan di dunia Islam, para pemikir dari kalangan Islam maupun

sekular dari masyarakat Muslim, mulai merambah misi baru untuk

merekonsiliasi perbedaan-perbedaan antara berbagai kelompok politik.

Seiring dengan intensitas kajian tentang hubungan Islam dan demokrasi,

persoalannya kini mulai bergeser, bukan lagi menyangkut kompatibilitas

Islam dengan demokrasi, melainkan bagaimana demokrasi dapat built-in

dalam tradisi kaum Muslim, baik secara paradigmatik, etik maupun

epistemologi. Upaya ke arah itu merupakan tugas besar yang tak

terelakkan, agar Islam dapat bergumul dalam kehidupan modern.

Walaupun upaya merumuskan sintesis yang memungkinkan dalam

rekonsiliasi Islam-demokrasi sangat menantang, ternyata suara-suara

yang mengalunkan irama keharmonisan kian menggema jauh ke jantung

Islam dan Barat. Sebagaimana demokrasi tidak selalu dipahami secara

tunggal, Islam juga bukanlah tafsir yang monolitik. Karena itu, selalu ada

titik temu yang memungkinkan keduanya berhubungan secara dialektis.

Dengan kata lain, jika dikatakan bahwa Islam, tidak sesuai dengan

demokrasi, maka perlu dipertanyakan "Islam yang mana dan dengan

demokrasi apa?", atau jika demokrasi tidak Islami, pertanyaannya adalah

" Demokrasi yang mana dan dengan Islam apa?"

Pembahasan tentang format ideal Islam-demokrasi menjadi lebih

urgen di abad ke 21 ini. Karena kebangkitan agama dan demokratisasi

merupakan fenomena paling monumental di era globalisasi ini. Di

berbagai wilayah di dunia, gerakan-gerakan kebangkitan agama berjalan

seiring dan terkadang memperkuat sistem politik yang lebih demokratis.

Sementara di wilayah-wilayah lain, kedua dinamika itu saling

berlawanan. Di dunia Islam, isu-isu tersebut muncul ke permukaan secara

Page 100: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

95

istimewa, disebabkan adanya kekuatan kebangkitan Islam dan

menguatnya tuntutan terhadap partisipai rakyat yang lebih besar dalam

proses politik pada tahun-tahun belakangan ini.

Bagaimanapun keanekaragaman pemahaman dan penggunaan konsep

demokrasi itu, tuntutan terhadap demokratisasi, partisipasi politik, dan

demokrasi Islam menunjukkannya diterimanya demokrasi di banyak

masyarakat Muslim kontemporer. Sementara sebagian orang masih tetap

yaknin bahwa demokrasi itu "tidak Islami" atau anti-Islam, atau bahwa ia

semata upaya Barat dalam era pasca Perang Dingin, untuk meraih

hegemoni ideologi dan politik, banyak pula kalangan Muslim yang

menjadikan dukungan pada demokrasi sebagai perangkat uji bagi

kredibiitas atau legitimasi rezim dan bagi partai politik serta oposisi.

Page 101: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

96

Kegiatan Belajar 3

Perkembangan Demokrasi di Indonesia, Pemilihan Umum dan

Pembangunan Masyarakat Demokrasi

A. Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Konsepsi demokrasi modern di Indonesia menurut Mahfud, MD (2000)

baru dikumandangkan awal tahun 1918 oleh HOS Cokroaminoto, di depan

Volksraad. Pada waktu itu Cokroaminoto mengajukan mosi tentang

pembentukan parlemen di negeri jajahan Hindia Belanda. Pada awalnya

demokrasi bangsa Indonesia adalah demokrasi tradisional yang berdasar

pada kelompok-kelompok dari marga (Batak), atau kehidupan kelompok-

kelompok masyarakat yang bersifat patron.

Kehidupan demokrasi tradisional tersebut tergoncang dengan

kehadiran agama Hindu dan munculnya kerajaan-kerajaan Hindu, dengan

pengelompokkan kasta-kasta yang dianut dalam strata agama Hindu.

Kehidupan demokrasi mulai mengalami revitalisasi dan reaktualisasi dengan

berkembangnya pengaruh agama Islam. Agama Islam yang membawa

kesamaan derajat manusia di hadapan Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, dan

memberikan nuansa demokrasi yang lebih kondusif. Kesamaan derajat

manusia inilah yang membawa perubahan besar dan menghidupkan kembali

prinsip kerakyatan tradisonal.

Perjuangan masyarakat Indonesia sebelum merdeka ke arah demokrasi

ditandai dengan berdirinya Budi Utomo, Organisasi-organisasi Politik,

Organisasi-organisasi Sosial Kepemudaan, serta Perhimpunan Pelajar

Indonesia sampai pada pelaksanaan Sumpah Pemuda. Nilai-nilai demokrasi

mulai tersosialisasi, bahkan pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno dalam

pidato di depan BPUPKI, yang memberikan konsep dasar negara, juga

menyinggung konsep geopolitik Indonesia, yang menggambarkan konsep

demokrasi kaitannya antara ruang, negara dan rakyat. Semua ini menandai

Page 102: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

97

awal dan proses kehidupan demokrasi Indonesia modern yang dimulai awal

abad 20 (Mahfud MD., 2000). Nilai demokrasi seperti kebebasan

(berpendapat, berelompok, berpartisipasi), menghormati hak orang lain,

kesetaraan, kerjasama, persaingan, dan kepercayaan, sesungguhnya

merupakan nilai yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan yang

demokratis. Berdasarkan nilai-nilai demokrasi yang ada, sebuah

pemerintahan demokrasi dapat ditegakkan, sebaliknya tanpa adanya nilai-

nilai demokrasi dalam negara, maka pemerintahan negara yang demokratis

tersebut sulit ditegakkan.

1. Demokrasi Liberal di Awal Proklamasi

Awal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Indonesia

masih disibukkan untuk menata negara yang baru berdiri, pada sisi lain

bangsa Indonesia harus berjuang mempertahankan kemerdekaan dari

penjajah Belanda yang masih ingin berkuasa lagi di Indonesia. Sistem

pemerintahan yang diatur dalam UUD 1945 Proklamasi mengacu pada

sistem presidensial, hanya bertahan beberapa bulan dan berubah menjadi

sistem parlementer sebagai lambang demokrasi liberal yang banyak

dianut Negara-negara Eropa. Perubahan sistem presidensial ke parlemen

mulai tanggal 14 Nopember 1945. Perubahan ini atas inisiatif Sutan

Syahrir, sebagai tinak lanjut Maklumat Wakil Presiden 16 Oktober 1945,

karena menanggapi propaganda Belanda bahwa Indonesia adalah Negara

bentukan Jepang yang tidak sah, karena Jepang telah menyerah tanggal

14 Agustus 1945, dan Indonesia bentukan Jepang adalah Negara diktator

yang tidak sesuai dengan perkembangan negara kerakyatan atau

demokrasi. Hal ini terbukti, karena tidak adanya kekuasaan legislatif

maupun Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan/lembaga

kehakiman, karena lembaga tersebut dirangkap Presiden, meskipun itu

bersifat darurat, sebab lembaga yang tetap belum terbentuk. Untuk

menanggapi propaganda Belanda yang dapat menyudutkan Indonesia,

Page 103: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

98

Wakil Presiden Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden

Nomor. X Tahun 1945 yang isinya adalah: Mengubah kedudukan dan

fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berdasarkan Aturan

Peralihan pasal 4 berkedudukan sebagai Pembantu Presiden menjadi

sebuah lembaga Pembuat Undang-Undang bersama-sama Presiden, dan

berfungsi sebagai Lembaga yang menetapkan Garis-garis Besar Haluan

Negara (GBHN). Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, KNIP tidak

lagi sekedar Pembantu Pesiden, tetapi KNIP berubah status yang

berkedudukan sebagai DPR dan MPR sebagaimana dimaksud dalam

UUD 1945 Proklamasi.

Dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember

1945, sistem Pemerintahan Indonesia berubah dari presidensial menjadi

sistem parlementer, dengan Perdana Menteri pertamanya adalah Sutan

Syahrir. Meski dalam sistem perundang-undangan kita tidak pernah

menye but adanya Maklumat, namun dalam kondisi perjuangan yang

serba darurat, sebagai generasi penerus kita perlu menghargai niat baik

perjuangan para pemimpin kemerdekaan yang tidak punya kesempatan

berpikir lama dan harus segera mengambil keputusan karena kondisi

serba darurat. Kita tidak boleh dengan semena-mena menganggap

tindakan tersebut dianggap inkonstitusional, karena tindakan tersebut

tidak terdapat niat untuk keuntungan pribadi maupun kelompok, tetapi

semata-mata untuk tetap tegaknya Negara Proklamasi. Adanya pendapat

yang menganggap bahwa tindakan tersebut inkonstitusional adalah

pernyataan egois yang tidak memahami kondisi, dan hanya untuk

kepentingan popularitas pribadi yang egois, mabuk kehormatan dan haus

kekuasaan.

Penegasan ini ditekankan, karena pada masa Orde Baru, pergeseran

ini dianggap sebagai penyelewengan konstitusional. Kita perlu menyadari

sebagai orang yang beragama, bahwa perbuatan seseorang tergantung

Page 104: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

99

pada niatnya. Jadi bila kita tahu, niat pemimpin tujuannya baik harus

didukung, tetapi meskipun kebijakan pemimpin didasarkan pada undang-

undang, tetapi undang-undang itu ternyata dibuat untuk kepentingan

kelompok tertentu, kebijakan yang berdasarkan undang-undang

sebenarnya perbuatan pembenaran belaka, karena undang-undang dibuat

untuk pembenaran kelompoknya. Semua itu terbukti Demokrasi Liberal

dengan sistem parlementer berakhir dengan dikeluarkannya Dekrit 5 Juli

1959, dan sistem presidensial masih dipertahankan sampai sekarang.

2. Demokrasi Terpimpin

Di awal kemerdekaan, Mahfud MD. (2000) menyebut sebagai

pemikiran demokrasi Sukarno–Hatta, yang kemudian diupayakan lagi

setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak mempersiapkan Proklamasi,

Sukarno-Hatta yang berorientasi pada pluralistik dan cenderung

memisahkan negara dengan agama, tidak berarti negara, tidak

membolehkan agama masuk dalam konsep-konsep kenegaraan Indonesia.

Negara akan memberikan jaminan penganut agama, untuk tidak menutup

kemungkinan konsep agama masuk dalam perundingan Negara

sebagaimana dikutip Mahfud.MD (2000) yang mengutip pernyataan Bung

Karno ”…rakyatnya dapat memasukkan segala paham keagamaannya ke

dalam tiap-tiap tindakan Negara, ke dalam tiap-tiap undang-undang yang

dipakai dalam Negara, ke dalam tiap-tiap politik yang diadakan oleh

Negara, walaupun di situ agama dipisahkan dari Negara…”Agar sebagian

besar dari anggota parlemen politiknya politik Islam, maka tidak akan

dapat berjalanlah satu usul juapun yang tidak bersifat Islam”. Pada

kutipan lain dilanjutkan “…Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat

yang sebagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini

agama yang hidup berkobar-kobar di kalangan rakyat, marilah kita

pemimpin-pemimpin menggerakan segenap rakyat agar menggerakkan

sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini….

Page 105: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

100

Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di dalam

peraturan-peraturan Negara Indonesia memuat Injil, bekerjalah mati-

matian, agar supaya sebagian besar daripada utusan-utusan yang masuk

Badan Perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil- fair play”.

Meskipun Sukarno mengutip kebebasan pluralistik ala Barat,

Sukarno tidak tertarik penerapan demokrasi demokrasi Barat di bidang

sosial ekonomi, karena Negara hanya bertindak sebagai penjaga malam.

Sukarno ingin mewujudkan faham welfare state, yaitu Negara berperan

aktif untuk membangun kesejahteraan sosial. Sukarno berusaha

membangun dua konsep yang berbeda, yang dalam praktiknya

menjadikan demokrasi terpimpin yang akhirnya menjurus pada otoriter.

Demokrasi terpimpin adalah konsep Presiden Sukarno untuk

menggantikan praktik demokrasi liberal parlementer di bawah UUDS

tahun 1950. Praktik demokrasi liberal tersebut, ternyata menjadikan

Pemerintahan Negara Indonesia tidak stabil, karena sering terjadi mosi

tidak percaya dari DPR terhadap pemerintah. Jatuh bangunnya

Pemerintahan Indonesia dalam waktu yang relatif singkat, Pemerintah

yang berkuasa tidak mampu melaksanakan pembangunan secara baik,

dengan masa periodisasi pemerintahan yang dilaksanakan terlalu singkat,

tidak terdapat partai mayoritas yang menguasai parlemen. Pada sisi lain,

tidak ada koalisi yang kuat, karena praktik politik dagang sapi yang

berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai. Misalnya terdapat

pemerintahan yang periode kekuasaannya tidak sampai satu tahun, seperti

pada masa pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Kondisi

seperti ini jelas tidak menguntungkan jalannya pemerintahan Indonesia

yang baru merdeka, yang memerlukan stabilitas politik dalam

membangun bangsa dan Negara.

Keadaan yang tidak menguntungkan ini mendorong Presiden sukarno

berinisiatif, memberikan masukkan kepada Konstituante sebagai lembaga

Page 106: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

101

yang bertugas membuat dan menetapkan UUD, agar bangsa Indonesia

kembali kepada dasar Negara proklamasi yang sekarang dikenal sebagai

UUD 1945. Tawaran Presiden Sukarno diterima baik oleh Konstituante,

namun tanggapan tawaran tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu

kelompok yang menghendaki berlakunya kembali UUD 1945 tanpa

perubahan apapun, satu kelompok lainnya diberlakukan kembali dengan

beberapa perubahan. Perbedaan dua kelompok ini tidak pernah mendapat

kesepakatan mayoritas dalam Konstituante, bahkan ada beberapa anggota

Konstituante yang mengancam tidak akan hadir dalam penentuan dan

penetapan UUD baru guna menggantikan UUDS, sehingga kondisi ini

dianggap sebagai situasi yang membahayakan kepentingan nasional,

karena tidak segera terwujud UUD yang baru untuk menggantikan

UUDS. Keadaan inilah mendorong Presiden Sukarno mengeluarkan

dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan

diberlakukannya kembali UUD 1945, Presiden Sukarno tidak sekedar

kepala Negara tetapi merangkap sebagai Kepala Pemerintahan.

Konsep Demokrasi Terpimpin yang mengacu pada sila keempat

Pancasila, disampaikan Presiden Sukarno pada Sidang Konstituante

tanggal 22 April 1959, dengan pokok-pokok pemikiran Demokrasi

Terpimpin adalah:

a. Demokrasi Terpimpin bukanlah diktator,

b. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan

kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia, yaitu kekeluargaan dan

gotong royong,

c. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan

kemasyarakatan yang meliputi bidang politik, sosial dan ekonomi,

d. Inti pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, serta

Page 107: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

102

e. Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan yang

membangun diharuskan dalam Demokrasi Terpimpin.

Ide Presiden Sukarno tersebut akhirnya disepakati oleh MPRS,

kemudian dituangkan dalam ketetapan MPRS No. VIII/MPRS 1965, yang

mengatur tentang Prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi

Terpimpin. Menurut Demokrasi Terpimpin inti dari permusyawaratan

adalah musyawarah untuk mufakat, bilamana tidak tercapai, maka

musyawarah akan ditempuh salah satu jalan di antaranya adalah:

a. Persoalan diserahkan kepada pemimpin untuk mengambil kebijakan

dengan memperhatikan pendapat yang bertentangan,

b. Persoalannya ditangguhkan,

c. Persoalannya ditiadakan sama sekali.

Dalam praktik Demokrasi Terpimpin, peran Presiden sebagai

pemimpin nasional sangat dominan. Dengan kekuasaan yang ada, ide-ide

Presiden dalam pidato kenegaraan menjadi landasan kebijakan Negara

sebagai Garis Besar Haluan Negara. Kondisi inilah menjadian Presiden

Sukarno mampu mengendalikan sistem kenegaraan, dan Lembaga Negara

lainnya termasuk MPRS yang kedudukan formalnya berdasarkan hukum

positif saat itu berada di atas Presiden. Munculnya pengangkatan Presiden

Sukarno seumur hidup adalah kuatnya pengaruh Presiden dalam lembaga

MPRS.

3. Demokrasi Pancasila

Pada esensinya Demokrasi Pancasila adalah berasal dari pemikiran

politik Soekarno, yang kemudian dituangkan ke dalam UUD 1945

Proklamasi. Amat sulit kiranya untuk menolak andil pemikiran Soekarno

terhadap Pancasila dan sistem demokrasi yang memakai predikat

Pancasila adalah amat besar. Oleh karena itu, kejujuran sejarah kiranya

tidak mungkin bisa membenarkan penghapusan pengaruh dominan

pemikiran Soekarno dalam Demokrasi Pancasila (Alfian, 1981).

Page 108: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

103

Secara teoritis kerangka pemikiran yang melandasi Demokrasi

Pancasila ialah membangun sistem politik Indonesia di atas

keseimbangan yang wajar antara konsensus dan konflik. Namun menurut

Alfian (1981), pola tingkah laku politik masyarakat selama ini

menunjukkan dua sikap ekstrim yang bisa membahayakan, yaitu :

a. Kecendrungan untuk memiliki kebebasan tanpa batas, yang mudah

meningkatkan kadar politik menjadi tinggi dan berlarut-larut,

sehingga masyarakat tetap terpecah-pecah dalam kotak-kotak ikatan

subnasional dan primordial,

b. Kecendrungan untuk mematikan sama sekali konflik (kritik atau

perbedaan pendapaat) yang menjurus kepada sikap dan tingkah laku

diktator.

Demokrasi Pancasila sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar

1945 baik Proklamasi maupun Amandemen esensinya mengakui bahwa

kedaulatan atau kekuasaan berada di tangan rakyat, yang menghendaki

agar masyarakat Indonesia yang majemuk dapat mengemukakan aspirasi

dan keinginannya secara jujur dan murni. Persoalannya bagaimana

mengaturnya? Demikian pula secara ideal dan teoritis Demokrasi

Pancasila menghendaki antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat

terwujud keseimbangan (check and balance), bagaimana mengusahakan

agar tingkah laku politik penguasa dan masyarakat dapat mendekati pola

"check and balance" yang proporsional, antara konsensus dan konflik,

atau di antara kecendrungan perilaku politik, kebebasan tanpa batas, atau

mematikan sama sekali konflik ?

Tampilnya Orde Baru di pentas politik Indonesia telah menggeser

kehidupan politik dari titik ekstrim otoriter ke sistem demokrasi Orde

Baru. Sebagai ganti sistem Demokrasi Terpimpin, ditetapkan Demokrasi

Pancasila, meski sumber demokrasi dimaksud tetap sama yakni sila

keempat dari Pancasila. Konsep Demokrasi Pancasila tetap

Page 109: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

104

mengutamakan musyawarah mufakat, tetapi pemimpin tidak diberikan

hak untuk mengambil keputusan sendiri, dalam hal musyawarah tidak

mencapai mufakat. Sebagaimana konsep Demokrasi Terpimpin,

Demokrasi Pancasila juga mendasarkan pada demokrasi berdasarkan

kekeluargaan dan gotong royong, yang ditujukan kepada kesejahteraan

rakyat, yang mengandung:

a. Unsur-unsur kesadaran religious dan menolak atheism,

b. Kebenaran, kecintaan, landasan budi pekerti luhur dan kepribadian

Indonesia,

c. Keseimbangan dalam arti keseimbangan antara individu dan

masyarakat.

Penetapan Demokrasi Pancasila diatur dalam Tap MPRS No.

XXXVII/MPRS/1968, yakni bila mufakat tidak dapat dilakukan, maka

akan dilakukan voting (pemungutan suara, sesuai dengan pasal 6 ayat 2

UUD 1945. Ketetapan ini juga dicabut dengan Tap No.V/MPR/1973

bersama produk MPR lainnya yang dianggap tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan, atau karena materinya sudah diatur oleh

ketetapan lain.

Awal Orde Baru sebagai konsep demokrasi lebih berlanggam liberal

di bidang politik, dan berusaha memberikan kepuasan kerakyatan di

bidang ekonomi. Langkah awal ini dapat diambil, karena Orde baru perlu

langkah legitimasi, dengan membuat antitesa sistem yang terjadi pada

Demokrasi Terpimpin. Perkembangan Orde Baru setelah mendapatkan

legitimasi, dalam perjalanannya mengarah pada pola organis, yang

muncul sebagai kekuasaan Negara yang kuat dan mengatasi segala

kekuatan yang ada dalam masyarakat, termasuk kelembagaan Negara.

Pada perkembangannya, Orde Baru yang awalnya mengkritik

kekuasaan otoriter Sukarno, dalam praktiknya juga terjebak dalam

kondisi yang sama, yakni Suharto berhasil mengkondisikan kekuasaaanya

Page 110: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

105

untuk mengontrol kekuasaan lain dan menempatkan kekuasaan Presiden

menjadi sangat dominan dalam penetapan kebijakan politik kenegaraan.

Format baru seperti kesatuan dan persatuan harus dijaga, apapun dampak

dan berapapun biaya, serta stabilitas politik merupakan prasyarat usaha-

usaha lain, termasuk pembangunan ekonomi terus dipetahankan. Strategi

Orde baru tersebut menurut pandangan Mahfud MD (2000) adalah:

a. Orientasi program, dengan slogan pembangunan Yes, politik No.

b. Pergumulan menjelang Pemilu, bagaimana memperoleh suara

mayoritas dalam mengamankan komitmen Orde Baru

c. Pengangkatan anggota DPR

d. Penggarapan partai dan penguatan Golkar, termasuk penyederhanaan

sistem kepartaian, dan penetapan Pancasila sebagai satu-satunya azas.

Upaya Orde Baru cukup berhasil membangun birokratik otoritarian,

atau hegemonik birokratik yang menurut Mohtar Mas’oed (Mahfud MD,

2000) bercirikan:

a. Pemerintah dipimpin oleh militer sebagai lembaga yang bekerja sama

dengan teknorat sipil,

b. Pemerintah didukung oleh pemilik modal domestik yang bersama-

sama Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat internasional,

c. Pendekatan kebijakan didominasi oleh pendekatan teknokratik dan

menjauhi proses bargaining yang panjang antara kelompok-

kelompok kepentingan,

d. Masa dimobilisasi, termasuk dalam pemilu,

e. Pemerintah menggunakan tindakan represif untuk mengontrol oposisi.

Meskipun Orde Baru mampu bertahan sampai tiga dasawarsa, namun

pelaksanaan Demokrasi Pancasila hanya terbatas pada retorika, dan hanya

menguntungkan kelompok penguasa dan kroni-kroninya. Usaha monopoli

terselubung dibalut dengan usaha tata niaga yang memberikan hak kepada

pengusaha tertentu dalam usahanya, termasuk kepada yang dekat dengan

Page 111: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

106

lingkungan istana Orde Baru. Banyaknya gagasan yang ada, tidak pernah

sampai pada tataran pelaksanaan. Orde Baru yang pada awalnya

mendapat dukungan mayoritas mengalami krisis kepercayaan. Dalam

perkembangan pemerintahan, akhir masa pemerintah penguasa Orde Baru

tidak memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi. Menurut M.

Rusli Karim (1998), Orde Baru ditandai oleh:

a. Dominannya peranan ABRI,

b. Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik,

c. Penggebirian peran dan fungsi partai politik,

d. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan

publik,

e. Masa mengambang,

f. Monolitasi Ideologi Negara,

g. Inkorporasi lembaga nonpemerintah.

Praktik kenegaraan yang terjadi antara tatanan konsep yang berbeda

dengan pelaksanaan praktik kenegaraan pada masa Orde Baru

mengkristal dan berakhir bersamaan dengan adanya krisis multidimensi di

Indonesia tahun 1998. Ini semua menjadi pelajaran bagi kita bangsa

Indonesia, betapapun percaya diri yang kuat yang tidak didasarkan pada

hukum yang adil dalam kekuasaan yang hanya mementingkan diri dan

kelompoknya, dan melakukan represi pada kelompok lain yang dianggap

kelompok penghalang, dengan berbagai dalih mengganggu stabilitas,

merongrong wibawa pemerintah, padahal semua diciptakan untuk

kelesatrian kekuasaan pribadi atau kelompok, seperti permainan,

pemerintahan diktator pada akhirnya akan tumbang oleh kekuatan

demokrasi rakyat. Siapa menduga bahwa tahun 1998 kekuasaan

mayoritas Orde Baru yang baru memenangkan pemilu tahun 1997,

tumbang sebagaimana Orde Baru menumbangkan Orde Lama tahun

1966. Sekali lagi ini suatu pelajaran berharga yang patut direnungkan

Page 112: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

107

oleh pemimpin dan para generasi penerus bangsa, semoga permainan

pembenaran untuk kelompok dengan mengatasnamakan kepentingan

umum tidak lagi terjadi.

4. Demokrasi Era Reformasi

Akhir Orde Baru ditandai dengan tekanan kekuatan reformasi dan

pengunduran diri Presiden Suharto pada bulan Mei 1998. Bila demokrasi

di Indonesia pernah dikenalkan dengan label Demokrasi Terpimpin dan

Demokrasi Pancasilam maka sampai saat ini kita tidak lagi mendapatkan

label tentang pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Beberapa perubahan

mendasar dalam praktik kenegaraan di era reformasi adalah terjadinya

amandemen UUD 1945 yang telah berjalan empat kali, yang pada masa

Orde Baru perubahan ini sangat disakralkan sebagaimana telah dibahas

adanya ketentuan referendum, juga berdampak pada berbagai perubahan

dalam praktik politik kenegaraan Indonesia, seperti:

a. Perubahan keanggotaan MPR

Anggota MPR sebelum amandemen terdiri dari anggota DPR

ditambah dengan Utusan Daerah dan golongan-golongan, dan ada

sebagian anggota MPR maupun DPR yang diangkat, meskipun

dibenarkan oleh undang-undang Pemilihan Umum saat itu. Dari

kondisi ini terlihat ada upaya terstruktur menguntungkan golongan

tertentu dengan mencari pembenaran melalui undang-undang.

b. Tidak lagi anggota DPR dan MPR yang diangkat

Bedjo (1976), telah memberikan wacana perlunya semua anggota

perwakilan dan permusyawaratan dipilih langsung, bila kondisinya

seperti saat itu (1976), sebaiknya Undang-Undang Pemilihan Umum

diubah namanya menjadi Undang-Undang pemilihan dan

Pengangkatan MPR, DPR dan DPRD. Setelah amandemen anggota

MPR hanya terdiri dari dari DPR dan DPD yang semuanya dipilih

melalui pemilihan umum, tidak lagi ada anggota MPR yang diangkat

Page 113: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

108

sebagaimana masa Orde Baru. Terdapat ketidakadilan dalam

pelaksanaan pemilihan umum masa Orde Baru, seperti Golkar sebagai

peserta pemilihan umum mendapatkan tambahan wakil yang diangkat

dalam anggota DPR, sedang partai yang lain tidak mendapatkan

tambahan kursi sebagaimana diperoleh Golkar.

c. Penetapan Presiden dan Wakil Presiden, Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah.

Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR,

demikian juga Kepala Daerah dan Wakilnya tidak lagi dipilih oleh

DPRD, tetapi dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Pemilihan umum yang memilih Presiden secara langsung pertama

dilaksanakan tahun 2004, dengan presiden terpilih adalah Susilo

Bambang Yudhoyono dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

d. Pembatasan masa kekuasaan Presiden

Sebelum amandemen tidak pernah ada masa pembatasan periode

masa jabatan Presiden, karena UUD 1945 hanya mengatur masa

jabatan Presiden lima tahun dan sesudahnya dapat dipilh kembali.

Inilah keluwesan UUD 1945, yang dapat ditafsirkan benar menurut

penguasa dalam mempertahankan kekuasaannya. Masa Orde Lama,

banyak anggota MPRS berkeyakinan Bung Karno akan selalu terpilih

sebagai Presiden bila diadakan pemilihan presiden, maka akhirnya

ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup. Masa Orde Baru Presiden

Suharto selalu terpilh dalam enam periode, meski periode terakhir

harus lengser, karena tekanan rakyat yang sudah jenuh dengan

permainan politik Orde Baru. Untuk menghindari terulangnya kembali

kekuasaan Kepala Negara yang tidak terbatasi, maka periodisasinya

dibatasi menjadi dua periode. Demikian juga untuk menghindarkan

terulangnya kembali kekuasaan Kepala Negara yang sangat dominan

dalam keputusan politik kenegaraan, maka kekuasaan Presiden dalam

Page 114: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

109

pemerintahan Negara beberapa kebijakan Presiden dalam era reformasi

harus memperhatikan suara DPR atau persetujuan DPR. Terhadap

praktik kenegaraan bahwa dalam banyak hal Presiden harus

berkonsultasi atau harus mendapat persetujuan DPR, maka sering

terjadi perdebatan politik kenegaraan Indonesia lebih dekat pada

praktik demokrasi parlementer.

e. Jaminan hak warga Negara dalam bidang politik lebih terakomodir,

era reformasi memunculkan kehidupan multipartai yang menjurus

pada euforia demokrasi. Satu sisi memberikan kelonggaran

berpolitik, pada sisi lain muncul euforia dan anarkisme yang

berlebihan dan kurang bertanggungjawab. Kebebasan mendirikan

partai politik, lebih terbuka, bahkan kebebasan politik yang bersifat

individual dalam memperebutkan jabatan politik lembaga eksekutif

telah menjadi wacana.

Suatu kebebasan yang perlu mendapat perhatian bersama adalah

kecenderungan warga berbuat anarkhis, atas nama demokrasi. Kebebasan

menjadi legitimasi kehidupan demokrasi yang ambisius. Kasus demo

warga dengan korban meninggal dunia Ketua DPRD di Sumatra Utara

tahun 2009, adalah benuk anarkis dampak euforia demokrasi. Kita pernah

mengecam dan mengkritik tindakan sewenang-wenang aparat Negara,

tetapi kenyataannya tindakan atas nama rakyat, justru membawa korban

wakil rakyat. Ironis memang, tapi itulah salah satu bentuk perilaku bangsa

Indonesia pada era reformasi yang perlu mnedapat perhatian semua pihak.

Banyaknya wakil rakyat di DPR yang terlibat KKN menambah daftar

panjang tindak penyimpangan dan euphoria di era reformasi, meski pada

satu sisi pemberantasan korupsi termasuk program prioritas era Presiden

Susilo bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sisi lain dari perjalanan demokrasi era Reformasi adalah muncul

gejala bahwa demokrasi justru melayani the tirani of minority. Tirani ini

Page 115: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

110

menyusup lewat pintu belakang prosedur demokrasi, menguasainya dan

mengambil alih perangkat-perangkat demokrasi. Penelitian Demos (Fisip

UI, 2008) telah memperlihatkan bagaimana di dalam politik lokal,

demokrasi "dibajak" oleh kekuatan-kekuatan oligarikis melalui kekuatan

penetrasi modal. Kondisi ini menimbulkan keresahan terhadap sosok

ideal demokrasi, karena demokrasi di era Reformasi telah dikontaminasi

dan dibajak oleh "tirani modal", baik oleh kekuatan globalisasi maupun

kaum oligarki politik lokal. Keduanya bekerjasama melalui kekuatan

hukum pasar menyikirkan masyarakat dan rakyat ke tepian marginal kue

ekonomi bangsa. Kondisi inilah yang menghasilkan reproduksi

kekerasan, kemiskinan, kemelaratan pendidikan dan kesehatan, dan yang

mnyangkut hajat hidup orang banyak.

B. Demokrasi dan Pemilihan Umum

Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi dalam mewujudkan hak

warga Negara atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Sebagian

besar Negara di dunia melaksanakan pemilihan umum guna memilih wakil

rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan,baik atas nama wakil rakyat

atau atas nama wakil daerah. Pemilihan umum juga dilaksanakan untuk

memilih kepala pemerintahan pada Negara dengan sistem Parlementer, tetapi

juga memilih kepala Negara dan merangkap kepala pemerinahan pada sistem

presidensial.

1. Pemilihan Umum di Indonesia

Sistem pemilihan umum yang banyak diselenggarakan dalam praktik

kenegaraan secara garis besarnya dapat dibedakan berdasar cara pemilihan

dan perwakilan yang dipilih.

a. Sistem pemilihan dilihat dari cara pemilihan:

Page 116: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

111

Berdasarkan cara bagaimana pemilihan umum dalam menentukan

wakil-wakilnya dibedakan menjadi pemilihan langsung dan pemilihan

tidak langsung;

1) Pemilihan langsung adalah pemilihan yang dilakukan untuk

memilih wakil rakyat, yaitu pemilih akan memilih calon secara

langsung dari daftar calon wakil yang ditetapkan sesuai dengan

ketentuan perundangan dari masing-masing Negara. Pemilihan

umum di era Reformasi dapat dikategorikan dalam pemilihan

langsung.

2) Pemilihan tidak langsung adalah pemilihan yang dilakukan untuk

memilih wakil rakyat, caranya pemilih tidak memilih langsung

calon yang menjadi pilihannya, karena peraturan perundang-

undangan Negara, tidak semua warga dapat ikut memilih langsung

dalam pemilihan umum. Terdapat kelompok warga yang diwakili

oleh kelompok tertentu sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Pemilihan pada era Orde Baru dapat dikategorikan pada pemilihan

langsung dan tidak langsung. Untuk wakil rakyat (DPR dan

DPRD) dapat dikatakan pemilihan langsung, sedang untuk

pemilihan Presiden yang dipilih dan diangkat oleh MPR, dan

Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD setempat masuk pada

pemilihan tidak langsung.

b. Sistem pemilihan dilihat dari jumlah dan wilayah pemilihan:

1) Sistem distrik (single member constituency) adalah sistem

pemilihan umum, yakni wilayah Negara atau wilayah pemilihan

dibagi-bagi dalam distrik atau wilayah pemilihan. Tiap wilayah

akan dipilih satu wakil atau calon wakil yang mendapatkan suara

terbanyak di wilayahnya.

2) Sistem proporsional (multy member constituency) adalah sistem

pemilihan umum, yakni wilayah Negara atau wilayah pemilihan

Page 117: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

112

dibagi-bagi dalam daerah-daerah pemilihan yang dikenal dengan

singkatan dapil. Tiap-tiap daerah jumlah wakil yang akan duduk

dalam perwakilan lebih dari satu orang wakil.

Dalam pelaksanaannya, sistem pemilihan distrik dan sistem

proporsional, keduanya terdapat kelebihan dan kekurangan.

c. Kelebihan Sistem Distrik

1) Mendorong pada integrasi partai.

Dengan ketentuan hasil suara terbanyak dalam wilayah

pemilihan yang akan menjadi wakil, maka partai-partai kecil

mengalami kesulitan untuk memenangkan pemilihan di setiap

daerah pemilihan. Kondisi ini akan mendorong partai-partai kecil

untuk bergabung dengan partai besar, sehingga dapat

mempercepat integrasi partai. Bila partai yang sudah ada

berkecendrungan untuk bergabung, kemungkinan kelompok

masyarakat untuk mendirikan partai baru relatif sangat kecil.

2) Wakil adalah tokoh yang dikenal pemilih

Wakil-wakil yang terpilih dalam sistem distrik pada

umumnya adalah tokoh-tokoh masyarakat yang dikenal baik di

wilayah pemilihan, dengan demikian antara wakil yang dipilih

dengan warga pemilih terdapat kedekatan emosional yang erat,

sehingga wakil terpilih akan berjuang dengan sungguh-sungguh

dalam memperjuagkan aspirasi rakyat atau warga yang memilih.

Wakil terpilih yang gagal memperjuangkan aspirasi pemilih, akan

ditinggalkan pemilihnya untuk periode pemilhan berikutnya,

karena akan muncul tokoh baru yang dianggap akan mampu

membawakan aspirasinya.

3) Partai lebih mudah mencapai kedudukan mayoritas

Dengan jumlah partai yang cenderung sedikit, maka partai

peserta pemilihan umum akan lebih mudah mendapatkan suara

Page 118: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

113

mayoritas dibanding dengan jumlah partai yang relatif banyak.

Suara mayoritas sangat diperlukan dalam pemerintahan

demokrasi, sehingga partai yang memperoleh suara terbanyak,

tidak perlu koalisi dengan partai politik lain, dalam mewujudkan

visi, misi dan program pembangunan yang dijanjikan kepada

warga atau rakyat sebagai pemilih. Resiko pemerintahan

mayoritas tanpa koalisi, bila pemerintahan yang dilakukan gagal

dan tidak dapat memenuhi aspirasi rakyat, maka partai berkuasa

akan sulit untuk memenangkan pemilihan umum periode

berikutnya. Dengan demikian partai yang berkuasa harus sungguh-

sungguh memperjuangkan program yang telah ditawarkan saat

kampanye, bila ingin memenangkan kembali pemilihan umum

berikutnya.

4) Sederhana dan ekonomis

Dengan cara perhitungan suara terbatas di wilayah pemilihan,

maka perhitungan suara dapat dilakukan serentak dan tidak perlu

lagi melakukan penjumlahan suara sampai tingkat nasional dalam

menentukan calon jadi. Dengan demikian perhitungan relatif cepat

dan tidak memakan banyak waktu, dengan waktu perhitungan

yang singkat, tentu akan lebih menghemat biaya dibanding dengan

perhitungan yang memerlukan waktu lama berhari-hari, bahkan

berminggu-minggu seperti Pemilu Indonesia 2009 yang banyak

mendapatkan kritik, tidak saja dari partai politik peserta pemilu,

tetapi masyarakat awam yang segera ingin mengetahui hasil

perhitungan akhir suara yang resmi.

d. Kekurangan Sistem Distrik:

1) Kurang memperhatikan partai kecil

Partai kecil dalam pemilihan distrik, aspirasinya kurang

mendapatkan perhatian, karena kalah dengan partai-partai besar.

Page 119: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

114

Dengan demikian aspirasi kelompok-kelompok kecil yang tersebar

dalam wilayah nasional, tidak dapat menyuarakan aspirasinya,

meskipun dalam skala nasional sebenarnya cukup signifikan untuk

diperhitungkan. Kondisi ini saling terkait dengan keadaan yang

lain yang merupakan akumulasi dari sistem distrik.

2) Banyak suara hilang

Dalam sistem distrik suara yang diperhitungkan dalam

pemilihan umum adalah suara terbanyak di wilayah pemilihan,

sedang suara yang kalah tidak lagi diperhitungkan. Dengan

demikian, suara-suara yang secara kumulatif cukup banyak pada

tingkat nasional tidak diperhitungkan, karena jumlah setiap di

daerah pemilihan selalu kalah dengan partai yang lain yang lebih

besar. Karena suara yang kalah tidak diperhitungkan, maka

banyak suara pemilih yang hilang atau tidak dapat menyalurkan

aspirasinya dalam lembaga perwakilan Negara.

3) Kurang efektif dalam masyarakat yang plural

Dalam kondisi masayarakat yang plural, dengan peserta

pemilihan lebih dari dua partai dan kecenderungan hasil pemilihan

relatif berimbang, atau hanya terdapat perbeaan yang relatif kecil,

sehingga dapat terjadi calon yang menang dalam suatu wilayah

pemilihan, belum tentu menggambarkan suara mayoritas. Dengan

perkataan lain, calon terpilih yang mendapat suara terbanyak,

tidak memenuhi suara mayoritas (setengahnya lebih) dari total

pemilih di wilayahnya.

4) Wakil terlalu berorientasi pada daerah pemilih

Dengan keterikatan emosional antara pemilih dan yang

dipilih, wakil terpilih cenderung memperjuangkan wilayah

pemilihan secara berlebihan, sehingga wakil terpilih terlalu

berorientasi pada daerah pemilihannya. Kondisi ini kurang

Page 120: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

115

menguntungkan dalam kehidupan nasional, karena kepentingan

nasional yang berorientasi pada kepentingan publik harus

mendapatkan perhatian yang utama.

e. Kelebihan Sistem Proporsional

Celah-celah kelemahan sistem distrik menjadi kelebihan dalam

sistem proporsional, demikian juga kelebihan sistem distrik menjadi

kelemahan pada sistem proporsional. Kelebihan sistem proporsional

antara lain:

1) Proporsional lebih representatif

Dalam sistem proporsional semua suara dijumlahkan sampai

pada tingkat nasional, dengan demikian semua suara pemilih

diperhitungkan untuk mendapatkan wakil-wakilnya sesuai dengan

tingkat perwakilan di daerah sampai level nasional. Dengan

demikian tidak ada suara yang hilang, dalam arti semua suara

diperhitungkan, sehingga aspirasi kelompok-kelompok kecil di

wilayah yang tidak terwakili, kemungkinan akan mendapatkan

wakil pada perwakilan tingkat pusat atau nasional. Karena semua

suara diperhitungkan untuk menentukan perwakilan nasional,

maka jumlah pemilh akan sebanding dengan proporsi perwakilan

yang diperebutkan dan akan diperoleh partai politik peserta

pemilihan umum, sehingga perwakilan dapat lebih

mempresentasikan aspirasi pemilih.

2) Karena lebih representatif dianggap lebih demokratis

Karena semua suara diperhitungkan dan tidak banyak suara

yang hilang. Kehilangan suara terjadi, karena dalam perhitungan

akhir terdapat sisa suara yang tidak memenuhi proporsi untuk

perhitungan satu orang perwakilan, suara yang hilang akan relatif

kecil dibanding dengan sistem distrik. Pada sistem distrik, setiap

daerah pemilihan akan banyak suara yang hilang, karena suara

Page 121: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

116

yang kalah di masing-masing wilayah pemilihan tidak

diperhitungkan.

f. Kelemahan Sistem Proporsional

1) Sulit terjadinya integrasi partai, karena partai cenderung

bertambah

Tanpa ada kesadaran nasional warga tentang perlunya

pembatasan partai politik, pada warga Negara dengan pemilu

sistem proporsional terdapat kecenderungan untuk untuk tumbuh

partai politik dalam Negara. Indonesia pada era reformasi yang

memadukan sistem proporsional dan distrik, jumlah partai

cenderung bertambah, karena berharap dari penjumlahan suara-

suara daerah yang akan menguntungkan kelompok elit politik di

tingkat pusat maupun elit tingkat daerah.

2) Kader partai sulit berkembang, karena penentuan calon jadi

didasarkan nomor urut

Dengan sistem proporsional terdapat kecenderungan, bahwa

elit partai tetap bertahan dalam kepengurusan partai, sehingga

kader-kader muda sulit menembus dominasi kelompok tua yang

telah lama bertahan sebagai elit partai. Semua ini memberikan

keuntungan pada elit partai yang dalam perebutan kekuasaan,

perwakilan suara akan diurutkan sesuai dengan nomor urut, yang

didasarkan pada senioritas.

3) Wakil terpilih belum tentu orang dikenal pemilih secara baik

Dalam sistem ini, pemilih hanya memilih tanda gambar

partai, bukan memilih orang, maka wakil terpilih belum tentu

dikenal oleh pemilih yang diwakilinya, sehingga hubungan

emosional pemilih dengan yang mewakili, tidak terbina dengan

baik, bahkan pemilih tidak tahu pasti siapa yang terpilih, yang

akan mewakili daerahnya. Dalam era Orde Baru banyak wakil

Page 122: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

117

yang mengatasnamakan daerah pemilihan tertentu yang

didominasi atau diisi oleh kelompok elit politik yang tinggal di

Jakarta, sehingga pemilih banyak tidak kenal dengan orang yang

akan mewakilinya.

4) Karena banyak partai sulit mendapatkan suara mayoritas

Dengan banyaknya partai yang ikut dalam pemilihan umum,

maka sulit bagi partai peserta pemilihan mendapatkan suara

mayoritas. Pemilihan Umum di Indonesia era Reformasi, telah

membuktikan tidak satupun partai politik mampu mendapatkan

suara mayoritas mutlak sampai dengan Pemilu tahun 2009.

2. Sistem Pemilu di Indonesia

Sejak tahun 1955 sampai tahun 1997 Indonesia menggunakan sistem

proporsional. Pemilihan Umum 2004 menggunakan gabungan, antara

sistem distrik dan proporsional, namun dominasi proporsional lebih

mewarnai pelaksanaan pemilihan umum 2004, yaitu wilayah pemilihan

dibagi dalam daerah pemilihan, wakil lebih dari satu suara untuk masing-

masing wakil jadi ditetapkan berdasar suara terbanyak, dan penetapan

untuk menjadi anggota DPR maupun DPRD, bila suara yang diperoleh

masing-masing calon tidak mencukupi, maka suara yang diperoleh dari

calon dalam partai tertentu, akan dikumpulkan berdasarkan daftar nomor

urut. Nuansa proporsional yang masih dominan ini terjadi, meskipun

nomor urut calon nomor 1 (satu), hanya mendapatkan suara paling sedikit

di antara calon lain dalam daftar calon partai peserta pemilihan umum, dan

tidak satupun calon memenuhi jumlah suara menjadi calon jadi, maka bila

suara gabungan itu memenuhi jumlah suara untuk menjadi DPR atau

DPRD, calon nomor urut 1 (satu), yang dinyatakan terpilih sebagai calon

jadi, meskipun dalam daftar perolehan suara, calon tersebut mendapatkan

suara paling sedikit.

Page 123: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

118

Dalam pemilihan umum tahun 2009, sistem gabungan distrik dan

proporsional mengalami perubahan yang lebih dekat kepada penentuan

suara sistem distrik, karena bila dalam suatu daftar calon tidak memenuhi

suara untuk menjadi anggota DPR atau DPRD, maka calon yang

mendapatkan suara terbanyak yang akan mendapatkan pelimpahan suara

dari calon lain yang jumlahnya lebih sedikit.

Mulai pemilihan umum tahun 2004 dengan UUD 1945 Amandemen,

pemilihan umum di Indonesia, di samping memilih anggota DPR, juga

dipilih anggota DPD sebagai wakil daerah, yang pencalonannya dilakukan

secara individual dengan wilayah pemilihan pada tingkat Provinsi. Setiap

provinsi ditetapkan 4 orang wakil sebagai anggota DPD mewakili

daerahnya. Hasil pemilihan umum tahun 2004 telah melahirkan wacana

dengan menetapkan electoral threshold sebesar 3% mewakili wakil atau

perolehan suara di DPR 3% sebagai persyaratan partai politik untuk ikut

pemilihan umum tahun 2009. Namun dalam Undang-Undang yang akan

digunakan untuk pemilu 2009, menganulir lagi, yakni semua parpol yang

mendapatkan kursi di DPR dapat langsung ikut Pemilu tanpa

memperhitungkan electoral threshold yang sebelumnya telah disepakati.

Kembali sikap tidak konsistennya pihak Pemerintah dan DPR sebagai

badan pembuat UU dipertontonkan kepada rakyat. Penetapan electoral

threshold sebesar 3% diharapkan dapat memperkecil partai politik peserta

pemilih, atas nama euphoria demokrasi jumlah partai politik peserta pemilu

tahun tahun 2009 menjadi lebih besar dibanding Pemilu tahun 2004.

C. Pembangunan Masyarakat Demokrasi

1. Pembangunan Masyarakat Demokrasi dalam RPJP

Pembangunan masyarakat demokrasi dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang (RPJP), mengamanatkan untuk memantapkan

kelembagaan demokratis yang lebih kokoh, memperkuat peran

Page 124: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

119

masyarakat sipil, memperkuat peran masyarakat desentralisasi dan

otonomi daerah, menjamin pengembangan media dan kebebasan media,

dalam mengkomunikasikan kepentingan masyarakat dan melakukan

pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum, serta

menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan

memihak kepada rakyat kecil. Terwujudnya Indonesia yang demokratis,

berlandasan hukum dan berkeadilan ditunjukkan oleh hal-hal berikut:

a. Terciptanya supremasi hukum dan penegakan HAM yang bersumber

pada Pancasila dan UUD 1945 serta tertatanya hukum nasional yang

mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif dan asosiatif.

Terciptanya penegakkan hukum tanpa memandang kedudukan,

pangkat, dan jabatan seseorang, demi supremasi hukum dan

terciptanya penghormatan pada HAM,

b. Menciptakan landasan konstitusional untuk memperkuat kelembagaan

demokrasi,

c. Memperkuat peran masyarakat sipil dan partai politik,

d. Memantapkan kelembagaan nilai-nilai demokrasi yang

menitikberatkan pada prinsip-prinsip toleransi, nondiskriminatif, dan

kemitraan,

e. Mewujudkan konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan

politik yang dapat diukur dengan adanya pemerintahan yang

berdasarkan pada hukum, birokrasi yang profesional dan netral,

masyarakat sipil, partai politik dan masyarakat ekonomi yang mandiri,

serta adanya kemandirian sosial.

2. Pembangunan Masyarakat Demokrasi dalam RPJM

a. Permasalahan

Pelaksanaan dan peningkatan kualitas kelembagaan demokrasi

yang sudah terbentuk akan terus dikembangkan, penyelesaian

persoalan sosial, pelanggaran HAM, serta pers, media komunikasi dan

Page 125: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

120

informasi menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan konsolidasi

demokrasi. Berbagai masalah tersebut adalah:

1) Belum optimalnya implementasi peran dan fungsi lembaga politik.

2) Pola hubungan Negara dan masyarakat yang belum sesuai dengan

kebutuhan demokratisasi.

3) Masih belum optimalnya hubungan kelembagaan pusat dan

daerah.

4) Masih adanya persoalan-persoalan mengganjal pada masa lalu

yang belum tuntas, seperti pelanggaran HAM berat dan tindakan-

tindakan kejahatan politik.

5) Belum optimalnya media massa menjalankan fungsinya secara

otonom dan independen.

b. Sasaran

Sasaran pembangunan untuk mengatasi peramsalahan perwujudan

lembaga demokrasi yang semakin kokoh adalah:

1) Terlaksananya peran dan fungsi lembaga penyelenggara Negara

dan lembaga kemasyarakatan sesuai konstitusi dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku,

2) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan

keputusan kebijakan publik,

3) Terlaksananya pemilihan umum yang demokratis, jujur dan adil

pada tahun 2009.

c. Arah kebijakan

Arah kebijakan dari perwujudan Lembaga Demokrasi yang makin

kokoh ditempuh dengan kebijakan sebagai berikut:

1) Mewujudkan pelembagaan demokrasi yang lebih kokoh dengan

mempertegas tugas, wewenang dan tanggung jawab dari seluruh

kelembagaan Negara/pemerintahan yang berdasarkan mekanisme

checks and balances,

Page 126: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

121

2) Memperkuat peran masyarakat sipil (civil society),

3) Memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah,

4) Mewujudkan pelembagaan dan mendorong berjalannya

rekonsiliasi nasional beserta segala kelengkapan kelembagaannya.

5) Menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam

mengkomunikasikan kepentingan masyarakat.

d. Program Pembangunan

1) Program Penyempurnaan Penguatan Kelembagaan Demokrasi

Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini

mencakup:

a) Perumusan standar dan parameter politik terkait dengan

hubungan checks and balances di antara lembaga-lembaga

penyelenggara.

b) Peningkatan kemampuan lembaga eksekutif yang profesional

dan netral.

c) Perumusan kerangka politik yang lebih jelas mengenai

kewenangan dan tanggung jawab antara pusat dan daerah

dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah.

d) Fasilitasi perumusan yang lebih menyeluruh terhadap semua

peraturan perundangan yang berkaitan dengan pertahanan

keamanan Negara untuk mendorong profesionalisme

POLRI/TNI dan menjaga netralitas politik kedua lembaga

tersebut.

e) Fasilitasi peningkatan kualitas fungsi dan peran lembaga

legislatif (DPR, DPD, dan DPRD).

f) Promosi dan sosialisasi pentingnya independensi, kapasitas dan

integritas lembaga Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial

sebagai upaya memperkuat wibawa dan kepastian

konstitusional dalam proses penyelenggaraan Negara.

Page 127: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

122

g) Pelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

h) Fasilitas pemebrdayaan politik dan masyarakat sipil yang

otonom dan independen, serta memiliki kemampuan

melakukan pengawasan terhadap proses pengambilan dan

pelaksanaan keputusan kebijakan publik.

i) Memfasilitasi pemberdayaan masyarakat agar dapat

menerapkan budaya politik demokratis.

2) Program Perbaikan Proses Politik

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program

perbaikan proses politik mencakup:

a) Perumusan standar dan parameter penyelenggaraan debat

publik yang berkualitas bagi calon pemimpin nasional,

b) Perumusan standar dan parameter uji kelayakan untuk merekrut

pejabat politik dan pejabat publik.

c) Perwujudan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya

memelihara dan meningkatkan komunikasi politik yang sehat,

bebas dan efektif,

d) Fasilitasi penyelenggaraan pemilu 2009 yang jauh lebih

berkualitas, demokratis, jujur dan adil,

e) Pengembangan mekanisme konsultasi publik sebagai sarana

dalam proses penyusunan kebijakan.

3) Program Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa

Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini

mencakup:

a) Fasilitasi peninjauan atas aspek-aspek politik terhadap

peraturan perundangan yang terkait dengan pers dan media

massa.

Page 128: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

123

b) Pengkajian dan penelitian yang relevan dalam rangka

pengembangan kualitas dan kuantitas implementasi dan

komunikasi.

c) Fasilitasi peningkatan profesionalisme di bidang komunikasi

dan informasi.

Page 129: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

124

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas kerjakan latihan

berikut ini:

1. Jelaskan istilah dan definisi demokrasi

2. Jelaskan sejarah perkembangan demokrasi

3. Jelaskan prinsip-prinsip demokrasi

4. Jelaskan bentuk–bentuk demokrasi

5. Jelaskan perkembangan demokrasi di Indonesia

6. Jelaskan demokrasi dan pemilihan umum

7. Jelaskan pembangunan masyarakat demokrasi

Petunjuk Jawaban Latihan:

1. Pelajari kembali materi pada kegiatan belajar 1, 2 dan 3

2. Diskusikan dengan teman-teman Anda

3. Kerjakan secara berkelompok, satu kelompok terdiri dari 3-5 orang anggota

TES FORMATIF

SOAL TEMATIK

1. Bagaimana proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden hingga dinyatakan

terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden?

SOAL PILIHAN

1. Pengambilan keputusan oleh MPR sebagaimana diatur dalam UUD 1945

adalah...

Jawaban:

a. Suara yang terbanyak (pasal 2 ayat 3)

b. Musyawarah mufakat dan suara terbanyak

2. Mahkamah konstitusi memiliki wewenang memutus sengketa hasil pemilihan

umum. Seperti apa sifat keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut...

Jawaban:

a. Keputusan MK bisa ditinjau kembali

b. Keputusan MK bersifat final

Page 130: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

125

3. Lembaga-lembaga negara yang terlibat dalam proses impechment adalah

menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah...

Jawaban:

a. DPR dan MPR.

b. MK,DPR dan MPR

4. Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Rumusan ini

merupakan...

Jawaban:

a. Salah satu pasal UUD 1945 sebelum amandemen

b. Salah satu pasal UUD 1945 sesudah amandemen

5. Di samping Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam UUD 1945 juga disebut

adanya lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Perlu adanya DPD adalah ....

Jawaban:

a. untuk menyalurkan keanekaragaman aspirasi daerah (menampung prinsip

perwakilan daerah),

b. amanat dari UUD 1945

Page 131: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

126

Modul 4

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Dalam modul ini Anda akan diajak menganalisis konsep negara hukum dan hak

asasi manusia di Indonesia. Sehingga dengan mempelajari materi dalam modul ini

Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut:

Kegiatan Belajar 1:

a. Dapat memahami istilah dan pengertian HAM

b. Dapat memahami sejarah perkembangan HAM

Kegiatan belajar 2:

a. Dapat memahami HAM dan pelaksanaan hukum di Indonesia

b. Dapat memahami upaya penegakan terhadap hukum dan HAM

Agar semua harapan di atas dapat terwujud maka di dalam modul ini disajikan

pembahasan dan latihan dengan butir uraian sebagai berikut:

a. Istilah dan Pengertian HAM

b. Sejarah Perkembangan HAM

c. HAM dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia

d. Upaya Penegakan terhadap Hukum dan HAM

Untuk membantu Anda dalam mencapai harapan kemampuan di atas ikutilah

petunjuk belajar sebagai berikut:

a. Bacalah petunjuk bagaimana mempelajari modul ini.

b. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci.

c. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui

pemahaman sendiri dan atau tukar pikiran dengan mahasiswa atau dosen

Anda.

d. Temukan prinsip, konsep, dan prosedur.

e. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi mengenai pengalaman

simulasi dalam kelompok kecil atau klasikal.

Page 132: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

127

Kegiatan Belajar 1

Istilah dan Pengertian HAM serta Sejarah Perkembangan HAM

A. Istilah dan Pengertian HAM

Hak adalah sesuatu yang tidak boleh diambil alih oleh orang lain,

karena seseorang berhak, mempunyai hak atas hal-hal yang mendasar yang

melekat dalam dan pada dirinya sebagai manifestasi eksistensinya sebagai

insan manusia sesuai dengan kemanusiannya, yaitu terdiri dari susunan

kodratnya (jiwa dan raga), sifat kodratnya (makhluk individu dan makhluk

sosial), dan kedudukan kodratnya (makhluk pribadi yang mandiri dan hamba

Tuhan YME).

Hak asasi menurut Miriam Budiardjo (2008) adalah hak yang dimiliki

manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya

atau kehadirannya di dalam kehidupan mayarakat, tanpa perbedaan atas dasar

bangsa, ras, agama atau kelamin, dan bersifat asasi serta universal. Dasar dari

semua hak asasi adalah bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk

brkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya.

Menurut Jan Materson dari Komisi HAM PBB, sebagaimana diikuti

Baharudin Lopa, (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), hak azasi manusia adalah

hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang tanpanya manusia tidak

dapat hidup sebagai manusia. HAM merupakan hak alamiah yang melekat

pada diri setiap manusia. Karena itu, tidak seorangpun diperkenankan

merampas hak-hak tersebut, HAM juga merupakan instrumen untuk menjaga

harkat, derajat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya

sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia. Hal ini senada dengan

mukadimah Declaration of Human Rights, bahwa pengakuan atas martabat

yang luhur dan hak-hakyang sama tidak dapat dicabut dari semua anggota

keluarga manusia merupakan dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian

dunia.

Page 133: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

128

B. Sejarah Perkembangan HAM

Pada umumnya, dalam kajian literature Barat lahirnya pemikiran HAM

dimulai dengan lahirnya Magna Charta (1215), Bill of Rights (1689), Petition

of Right (1628), Habeas Corpus (1678), Petition of Right (1628), Declaration

of Independence (1776), Declaration des droit de I’hommes et du citoyen

(1789). Magna Charta (1215), yaitu suatu dokumen yang ditandatangani Raja

Joh Lockland karena desan kaum bangsawan (baron) dan Gereja (Paus dan

para klerus) Inggris, bahwa raja tidak boleh berbuat sewenang-wenang,

seperti menghukum atau merampas hak seseorang oleh kerajaan. Petition of

Right (1628) adalah dokumen yang ditandatangi oleh Rajah Charles I atas

desakan para utusan rakyat di parlemen (House of Commons). Bill of Rights

(1689), suatu Undang-Undang yang diterima oleh Raja James II, esensinya

kekuasaan raja harus dibatasi, yang kemudian dikenal dengan istilah revolusi

tidak berdarah di Inggris. Declaration of Independence (1776), merupakan

pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat ini di dalamnya memuat hak-hak

dari Tuhan yang tidak dapat dialihkan,seperti hak hidup, hak kemerdekaan

dan hak memperoleh kebahagiaan. Declaration des droit de I’hommes et du

citoyen (1789), dalam pernyataan kemerdekaan Perancis telah disebutkan

adanya hak-hak warga yang harus dijamin oleh Negara, yaitu hak kebebasan,

hak milik, hak atas keamanan dan perlawanan terhadap penindasan.

Setelah Perang Dunia ke II, upaya mewujudkan perdamaian dunia juga

diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat Rosevelt, yang menggagas

perlunya ditegakkan HAM yang dikenal sebagai "The Four Freedom"

meliputi, kebebasan berbicara atau berpendapat, kebebasan beragama,

kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan dari kemelaratan. Perjuangan

perlindungan terhadap HAM akhirnya disepakati PBB tanggal 10 Desember

1948, dengan ditetapkannya Universal Declaration of Human Rights. HAM

dalam Universal Declaration of Human Rights yang menyangkut hak hukum,

hak politik, hak sipil, serta hak asasi yang menyangkut hak ekonomi, hak

sosial dan budaya. Hak asasi yang mencakup hak hukum, hak politik dan hak

sipil meliputi:

Page 134: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

129

1. Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi.

2. Hak bebas dari perbudakan dan perhambaan.

3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang

kejam, hak berperikemanusiaan dan merendahkan martabat

kemanusiaan.

4. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi.

5. Hak untuk pengampunan hukum secara efektif.

6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan dan pembuangan yang

sewenang-wenang.

7. Hak untuk peradilan independen dan tidak memihak.

8. Hak untuk praduga tidak bersalah sampai terbukti bersalah.

9. Hak bebas dari campur tangan dan sewenang-wenang terhadap

kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat menyurat.

10. Hak bebas dari serangan kehormatan dan nama baik, dan perlindungan

hukumnya.

11. Hak untuk bergerak.

12. Hak memperoleh suaka.

13. Hak atas suatu kebangsaan.

14. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga.

15. Hak untuk mempunyai hak milik.

16. Hak bebas berfikir, menyatakan pendapat dan berkesadaran dari

beragama.

17. Hak untuk berkumpul dan berserikat.

18. Hak untuk mengambil bagian yang sama dalam pemerintahan dan hak

atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.

Untuk hak asasi yang menyangkut hak ekonomi, hak sosial dan budaya

meliputi:

1. Hak atas jaminan sosial,

2. Hak untuk bekerja,

3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama,

4. Hak untuk bergabung dalam serikat buruh,

Page 135: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

130

5. Hak atas istirahat dan waktu senggang,

6. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan

kesejahteraan,

7. Hak atas pendidikan,

8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari

masyarakat,

Untuk memperkuat kedudukan hukum perlindungan hak asasi manusia

di suatu negara, telah ditandatangani sejumlah kovenan yang diprakarsai

Majelis Umum PBB. Kovenan-kovenan ini akan mengikat negara anggota

PBB yang telah meratifikasinya dan mulai berlaku, bila 35 negara telah

meratifikasinya. Beberapa kovenan yang telah diterima baik oleh Majelis

Umum PBB adalah Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomis, Sosial dan

Kultural; Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik; dan Protokol

Manasuka pada Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik mengenai

Keluhan-keluhan yang diajukan individu-individu (Idrus dan Karim, 2006).

Kategori HAM juga dikemukakan oleh Franz Magnis Suseno (Dirjen

Dikdasmen, 2004), yang mengelompokkan HAM menjadi empat kelompok,

yaitu hak asasi negatif, hak asasi aktif, hak asasi positif dan hak asasi sosial,

yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Hak Asasi Negatif atau Liberal

Hak asasi ini pada dasarnya ingin melindungi kehidupan pribadi

manusia terhadap campur tangan Negara dan kekuatan sosial lainnya. Hak

ini didasarkan pada kebebasan dan hak individu mengurus diri sendiri, dan

oleh karena itu juga disebut hak kebebasan liberal. Dikatakan negatif,

karena prinsip yang dianutnya adalah kehidupan pribadi, tidak boleh

dicampuri pihak luar. Kehidupan pribadi adalah otonomi setiap orang yang

harus dihormati. Berbagai hak negatif atau liberal ini adalah:

a) Hak atas hidup,

b) Hak keutuhan jasmani,

c) Kebebasan bergerak,

d) Kebebasan memilih jodoh,

Page 136: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

131

e) Perlindungan hak milik,

f) Hak untuk mengurus rumah tangga sendiri,

g) Hak memilih tempat tinggal dan kebebasan beragama,

h) Hak mengikuti suara hati sejauh tidak bertentangan dengan kebebasan

orang lain,

i) Kebebasan berfikir,

j) Kebebasan berkumpul dan berserikat,

k) Untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang.

2) Hak Asasi Aktif atau Demokrasi

Hak ini didasari pada keyakinan akan kedaulatan rakyat yang

menuntut agar rakyat memerintah dirinya sendiri, sehingga pemerintah

harus dapat dikontrol oleh rakyat. Hak ini disebut aktif, karena merupakan

hak atau sesuatu aktivitas manusia untuk ikut menentukan arah

perkembangan masyarakat/negara. Termasuk hak aktif ini adalah:

a) Hak untuk memilih wakil dalam pemerintahan/badan pembuat

undang-undang,

b) Hak untuk mengangkat dan mengontrol pemerintah,

c) Hak untuk menyatakan pendapat,

d) Hak atas kebebasan pers,

e) Hak untuk membentuk perkumpulan politik.

3) Hak Asasi Positif

Hak positif adalah hak yang harus dipenuhi kepada warga negaranya.

Negara diadakan bukan untuk kepentingan negara sendiri, tetapi harus

merupakan lembaga yang diciptakan untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat atau publik, sehingga menjadi kewajiban negara, dan menjadi

hak warga untuk mendapatkan pelayanan umum dari negara. Termasuk

dalam hak positif ini adalah:

a) Hak atas perlindungan hukum,

b) Hak atas kewarganegaraan.

Page 137: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

132

4) Hak Asasi Sosial

Hak asasi ini merupakan paham tentang kewajiban negara untuk

menjamin hasil kerja kaum buruh secara wajar dan merupakan kesadaran

kaum buruh melawan kaum borjuis. Hak ini mencerminkan kesadaran

bahwa setiap anggota masyarakat berhak atas bagian yang adil dari harta

benda material dan kultural bangsanya atas bagian yang wajar dari hasil

nilai ekonomis. Hak sosial ini harus dijamin dengan tindakan negara.

Termasuk hak sosial adalah;

a) Hak atas jaminan sosial,

b) Hak atas pekerjaan,

c) Hak membentuk serikat sekerja,

d) Hak atas pendidikan,

e) Hak ikut serta dalam kehidupan kultural masyarakat.

Sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa-bangsa di dunia,

pelaksanaan HAM setelah Declaration of Human Rights ditetapkan, sampai

saat ini dapat dibedakan dalam 4 generasi, yaitu:

a. Generasi pertama. Pada generasi ini substansi HAM berpusat pada aspek

hukum dan politik, hal ini sebagai dampak dari Perang Dunia ke II, sebab

banyak Negara baru merdeka dan menuntut jaminan perbaikan dalam hak

untuk hidup, hak tidak menjadi budak, hak tidak ditahan dan kesamaan

dalam hukum dan praduga tidak bersalah.

b. Generasi kedua, generasi kedua dipelopori oleh Negara-negara

berkembang yang menuntut pembangunan sosial, ekonomi, politik dan

budaya. Hal ini berarti perlunya perluasan horizontal HAM dalam

cakupan sosial , ekonomi, dan kebudayaan.

c. Generasi ketiga merupakan penekanan dari generasi kedua, karena telah

terjadi ketidakseimbangan aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya.

Dalam praktik tuntutan ini dari warga negara terhadap negara, sangat

tergantung kepada kondisi Negara, karena masih banyak Negara yang

mendominasi kegiatan diberbagai bidang kehidupan warga Negaranya.

Page 138: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

133

d. Generasi keempat, pada era ini banyak perjuangan untuk mengkritisi

peran Negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan, sehingga

telah mengabaikan hak-hak rakyat, termasuk mengabaikan kesejahteraan

rakyat. Tuntutan yang dipelopori Negara-negara Asia ini menuntut hak

azasi rakyatnya, karena urusan hak azasi bukan lagi urusan orang-

perorang, tetapi menjadi tugas Negara.

Dari perkembangan kehidupan bangsa-bangsa khususnya yang

berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, maka dapat ditarik benang merahnya

dari perspektif tipologi heuristik kewarganegaraan (heuristic typology of

citizenship), yakni terdiri dari empat konteks secara politik untuk

institusionalisasi atau munculnya hak-hak kewargangaraan, (Arthur dan

Davies, ed, 2008) yaitu;

a. Hak-hak kewarganegaraan diperoleh dalam konteks revolusioner

gabungan tuntutan dari bawah dengan dukungan kuat dari arena publik,

yang memandang dunia pribadi (private) dari individu dengan curiga.

Perjuangan-perjuangan secara revolusioner terhadap hak-hak sering

berakhir dalam bentuk-bentuk teror publik, dan gagal yang kemudian

menjadi totalitarianisme. Misalnya kasus Tradisi revolusioner Perancis;

b. Dalam konteks pluralisme liberal, sementara pembentukan kelompok

kepentingan secara unik mengarah kepada gerakan-gerakan untuk hak-

hak berasal dari bawah, dorongan secara revolusioner melalui protes

sosial mungkin dimuati oleh tekanan-tekanan secara terus-menerus

terhadap hak-hak dari individu yang secara pribadi ditolak. Dalam

pandangan liberal klasik terhadap politik menuntut keragaman dan

kebebasan dari opini pribadi terhadap perlakuan penyeragaman

keyakinan. Contohnya, kasus Liberalisme Amerika.

c. Dalam konteks demokrasi pasif yang mengakui fungsi legitimasi dari

institusi-intitusi perwakilan, pengadilan dan sistem negara kesejahteraan,

yang tidak membentuk tradisi perjuangan-perjuangan untuk hak-hak

warganegara. Hak-hak warganegara berasal dari atas, yakni dari institusi-

institusi negara, seperti kasus Inggris.

Page 139: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

134

d. Dalam konteks otoritarian dari demokrasi, maka hak-hak warganegara

datang dari atas, yaitu dari negara yang mengelola wilayah publik,

mengundang para warga negara secara periodik untuk memilih

pemimpin, yang kemudian bertanggungjawab kepada para pemilihnya,

antara lain kasus Fasis Jerman.

Page 140: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

135

Kegiatan Belajar 2

HAM dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia serta Upaya Penegakan

terhadap Hukum dan HAM

A. HAM dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia

Perkembangan pengaturan pelaksanaan HAM di Indonesia

mengalami pasang surut dalam perumusannya, sejalan dengan dasar negara

yang diberlakukan serta kehidupan politik di Indonesia yang berubah-ubah,

mulai dari UUD 1945 Proklamasi, KRIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945

Dekrit, sampai dengan UUD 1945 Amandemen. Dalam era Reformasi terlihat

adanya upaya pemerintah Indonesia yang berusaha untuk mewujudkan dan

melindungi hak-hak azasi manusia yang lebih transparan, seperti dituntut

dalam Declaration of Human Rights sebagai dasar perlindungan HAM di

seluruh dunia.

1. Periode 1945 – 1949

Awal kemerdekaan bangsa Indonesia berhasil menyusun UUD yang

kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Dalam UUD ini, bangsa Indonesia

sangat menyadari penderitaan yang dialami bangsa Indonesia sebagai

akibat penjajahan di Indonesia. Meski PBB belum merumuskan HAM,

namun bangsa Indonesia telah memberikan penekanan pentingnya

kemerdekaan suatu bangsa dari penindasan bangsa lain. Pernyataan ini

dituangkan dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945 yang

menyatakan, bahwa kemerekaan ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu,

maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai

dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pernyataan perlindungan HAM

juga diatur dalam pasal-pasal UUD 1945 misalnya:

a. Hak memilih pekerjaan untuk penghidupan yang layak,

b. Hak untuk berkumpul, dan berserikat, serta mengeluarkan pendapat,

baik secara lisan maupun tertulis,

c. Hak untuk memilih dan beribadah sesuai dengan agama yang

dianutnya,

Page 141: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

136

d. Jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak terlantar yang akan

dipelihara oleh Negara,

e. Dalam praktik kenegaraan, karena lembaga perwakilan belum

terbentuk ditetapkan adanya lembaga KNIP, yang awalnya sebagai

pembantu Presiden, kemudian ditingkatkan perannya sebagai

lembaga perwakilan, pergeseran lain juga terjadi pada tanggung

jawab pemerintahan, tidak lagi pada Presiden, tetapi pada para

menteri Negara.

2. Periode 1949-1959

Dengan berlakunya KRIS 1949 dan UUDS 1950 dan lahir setelah

Declaration of Human Rights, maka dihimbau terhadap setiap Negara

anggota harus memasukkan HAM dalam konstitusi atau UUD Negara,

karena itu Indonesia juga memasukkan ketentuan HAM dalam KRIS 1949

maupun UUDS 1950. Bila UUD 1945 tidak lebih dari lima pasal dalam

mengatur HAM, maka KRIS mengatur cukup banyak mulai dari pasal 7

sampai pasal 33, sedang UUDS mulai pasal 7 sampai dengan 34.

3. Periode 1959-1966

Dengan berlakunya kembali UUD 1945, maka pengaturan HAM

dalam UUD tetap sebagaimana berlaku pada periode 1945-1949.

Meskipun dalam KRIS 1949 maupun UUDS 1950 telah banyak mengatur

HAM, namun UUD 1945 tetap dipertahankan kemurniannya dengan

pemikiran bahwa UUD 1945 telah memuat pokok-pokok pikiran tentang

HAM, pada sisi lainnya, UUD 1945 lahir lebih dulu dibanding dengan

Declaration of Human Rights. Dalam era Demokrasi Terpimpin, karena

peran pemimpin sangat dominan, maka pelaksanaan HAM tidak berjalan

sebagaimana yang seharusnya, bahkan tidak berlebihan apa yang ditulis

Tim ICCE UIN Jakarta (2003), telah terjadi pemasungan HAM seperti hak

sipil maupun hak politik, misalnya, hak untuk berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat.

Page 142: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

137

4. Periode 1966-1998

Dengan berakhirnya Demokrasi Terpimpin ke Demokrasi Pancasila,

pengaturan HAM dalam UUD 1945 ditambahkan aturan baru dengan

referendum. Referendum yang melibatkan rakyat dalam perubahan UUD

1945, sepertinya memberikan hak rakyat untuk ikut memikirkan tentang

keberadaan UUD Negara, namun pada sisi lain Referendum ini justru

sebagai upaya agar UUD 1945 tidak diwacanakan untuk diubah, karena

dalam Ketetapan MPR yang mengatur tugas dan kedudukan Lembaga

Negara, menyatakan bahwa MPR telah menyatakan untuk tidak merubah

UUD 1945.

Upaya memasukkan HAM dalam perundang-undangan Indonesia,

pernah diwacanakan oleh MPRS tentang perlunya pengaturan HAM, dan

pernah dibahas dalam Panitia Ad Hoc ke IV, namun hasil tersebut tidak

pernah tuntas. Jaminan HAM sebagaimana tercermin dalam UUD 1945

serta perundangan Partai Politik dan Pemilihan Umum dalam praktiknya

menyimpang dari HAM itu sendiri.

Kontrol pemerintah di bawah Presiden Suharto yang tercermin dalam

kehidupan Demokrasi Pancasila, yang aturan formalnya tidak sesuai

dengan kondisi empiris dalam realisasi HAM, misalnya adanya azas

monoloyalitas terhadap negara yang diarahkan pada monoloyalitas pada

pemerintah yang berkuasa, Pegawai negeri dan ABRI harus netral, dan

telah dikondisikan untuk mendukung pemerintah yang berkuasa, sehingga

kehidupan partai politik di luar Partai Pemerintah, tidak dapat bersaing

secara objektif. Tidaklah berlebihan dikatakan, bahwa kehidupan partai

politik di luar pemerintah sering mendapatkan sebutan dibonsai. Silahkan

partai politik ada dan hidup, tetapi kehidupannya dikontrol dan

dikendalikan, jangan sampai tumbuh menjadi besar. Sepertinya semua

berdasarkan pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Aturan

perundang-undang hanya bersifat formal, bukan material, ada dasar

hukumnya, tetapi melahirkan ketidakadilan. Inilah salah satu bentuk

Page 143: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

138

pembenaran yang diarahkan untuk kepentingan kelompok tertentu sebagai

kelompok penguasa.

5. Periode 1998 – sampai sekarang

Pergantian pemerintahan Indonesia tahun 1998 memberikan dampak

besar pada pelaksanaan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada awal

Reformasi MPR berhasil menetapkan Ketetapan No.XVII/MPR 1998

tentang HAM, yang diikuti dengan ratifikasi beberapa konvensi seperti UU

No. 5 Tahun 1999 tentang Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan

Kejam lainnya, UU No. 29 Tahun 1999 tentang Konvensi Segala Bentuk

Diskriminasi, juga Konvensi ILO tentang Penghapusan Kerja Paksa

dengan UU No. 19 Tahun 1999, serta UU No. 20 Tahun 1999 tentang Usia

Maksimum untuk diperbolehkan bekerja.

Dalam amandemen UUD 1945, pengaturan HAM juga mendapatkan

penekanan lebih rinci dengan penambahan ayat-ayat pada pasal 28A-28J

yang mengatur:

a. Hak untuk hidup

b. Hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan

c. Hak mengembangkan diri

d. Hak atas hukum, hak bekerja, hak atas pemerintahan dan hak akan

status warga kewarganegaraan

e. Hak beragama, hak atas kepercayaan, hak atas kebebasan berserikat,

berkumpul dan hak mengeluarkan pendapat

f. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

g. Hak atas perlindungan pribadi dan keluarga

h. Hak atas kejejahteraan lahir dan batin

i. Jaminan pemenuhan tidak dapat dikurangi hak asasi manusia dalam

keadaan apapun, seperti hak hidup, bebas dan perlakuan

diskriminatif, atas identitas budaya, hak atas masyarakat tradisional,

kewajiban pemerintah untuk melakukan perlindungan, dan

pemenuhan hak asasi manusia

j. Kewajiban bagi setiap orang untuk menghormati hak asasi orang lain.

Page 144: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

139

Untuk melakukan HAM lebih operasional ditetapkan Undang-Undang

No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang menegaskan kebebasan dasar

manusia sebagai berikut:

1) Hak untuk hidup, misalnya hak:

a) Mempertanyakan hidup

b) Memperoleh kesejahteraan lahir batin

c) Memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat

2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan

3) Hak mengembangkan diri, misalnya hak:

a) Pemenuhan kebutuhan dasar

b) Meningkatkan kualitas hidup

c) Memperoleh manfaat dari iptek

d) Memperoleh informasi, melakukan pekerjaan sosial

4) Hak memperoleh keadilan, misalnya hak:

a) Kepastian hukum dan

b) Persamaan di depan hukum.

5) Hak atas kebebasan pribadi, misalnya:

a) Memeluk agama

b) Keyakinan politik

c) Memilih status kewarganegaraan

d) Berpendapat dan menyebarluaskan

e) Mendirikan partai politik

f) Mendirikan LSM dan organisasi lain

g) Bebas bergerak dan bertempat tinggal

6) Hak atas rasa aman, misalnya hak:

a) Memperoleh suaka politik

b) Perlindungan terhadap ancaman ketakutan

c) Melakukan hubungan komunikasi

d) Perlindungan terhadap penyiksaan

e) Perlindungan terhadap penghilangan dengan paksa

Page 145: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

140

f) Perlindungan dari penghilangan nyawa

7) Hak atas kesejahteraan, misalnya hak:

a) Milik pribadi dan kolektif

b) Memperoleh pekerjaan yang layak

c) Mendirikan serikat kerja

d) Bertempat tinggal yang layak

e) Kehidupan yang layak

f) Jaminan sosial

8) Hak turut serta dalam pemerintahan, misalnya:

a) Memilih dan dipilih dalam pemilu

b) Partisipasi langsung dan tidak langsung

c) Diangkat dalam jabatan pemerintah

d) Mengajukan usulan kepada pemerintah

9) Hak wanita, misalnya hak:

a) Kesamaan yang tidak diskriminasi antar pria dan wanita, baik di

bidang politik, pekerjaan, dan status kewarganegaraan

b) Status dalam perkawinan/keluarga

10) Hak anak, misalnya hak:

a) Perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara

b) Beribadah menurut agamanya

c) Berekspresi

d) Perlindungan khusus bagi anak cacat

e) Perlindungan dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, dan pelecehan

seksual

f) Perlindungan perdagangan anak, penyalahgunaan narkoba dan zat

adiktif lainnya.

Di samping hak dasar, UU Nomor 39 Tahun 1999 juga mengatur

kewajiban dasar bagi warga Negara Indonesia. Kewajiban dasar adalah sisi

lainnya dari hak asasi manusia. Jika hak asasi lebih bertitik tolak pada

kepemilikan manusia secara pribadi (individual, private), maka kewajiban

asasi adalah pengakuan terhadap baik terhadap kepemilikan orang lain,

Page 146: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

141

maupun yang bersangkut dengan dirinya sendiri tetapi ada kontribusi dan

pengaruh dari orang, bahkan bersangkut paut dengan hak Tuhan.

Kewajiban-kewajiban dasar atau asasi dalam perspektif Indonesia, antara

lain:

a. Setiap orang di wilayah Indonesia wajib patuh kepada peraturan

perundang-undangan, hukum tak tertulis dan hukum internasional

mengenai HAM yang telah diterima oleh Negara RI,

b. Setiap warga Negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,

c. Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, moral, etika,

agama dan tata tertib kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara,

d. Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan

tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain,

e. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang tunduk kepada

pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang.

6. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM

Meski secara perundangan Indonesia telah mengatur perlindungan

HAM, namun dalam praktek kehidupan kenegaraan masih terjadi praktek

pelanggaran HAM. Penyebab tersebut antara lain:

a. Belum ada kesepahaman tataran konsep HAM secara universal dan

partikularisme.

Aliran universal melihat penegakan HAM berdasarkan pada

sifat universal manusia di dunia. Karena itu penegakkan HAM

hendaknya mengacu pada pengakuan HAM sebagaimana telah

disepakati bersama dalam Declaration of Human Rights, sehingga

tidak ada lagi kekhususan yang diberlakukan oleh suatu negara

dengan alasan apapun. Masing-masing negara tidak diperkenankan

menafsirkan HAM berdasarkan persepsi sendiri. Keadaan ini berbeda

dengan pandangan kedua atau partikularisme yang menganggap

bahwa HAM harus dilihat dari beragam perspektif, karena

masyarakat dunia juga beragam, sehingga tidak ada salahnya masing-

Page 147: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

142

masing memberikan penilaian terhadap HAM sesuai dengan konsep

dan pandangan masing-masing negara. Negara-negara berkembang

terutama Asia, termasuk Indonesia sampai dengan masa Orde Baru

cenderung menerapkan paham partikularisme.

b. Adanya dikotomi antara individualisme dan kolektivisme.

Hak individu adalah hak yang melekat pada diri seseorang dan

orang lain tidak berhak mencampurinya, termasuk negara. Aliran

kolektif menganggap bahwa hak kolektif (kewajiban?) harus lebih

diutamakan dari pada kepentingan individu. Karenanya, dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, hak individu sering dihadapkan

pada hak kolektif, hak kolektif dianggap lebih harus diutamakan atau

diprioritaskan dari pada hak individu. Hak individu atau hak kolektif

kadang dalam posisi yang tak terpisahkan, misalnya dalam kebebasan

beragama dan beribadah, maka di sana melekat hak individu dan hak

kolektif. Tidaklah adil bila hak atas nama hak kolektif diutamakan

demi kepentingan umum, dan hak individu tidak diakomodir.

c. Kurang berfungsinya penegak hukum.

Lembaga penegak hukum di Indonesia dinilai lambat terhadap

penanganan pelanggaran HAM. Meski hal ini sering dibantah oleh

para aparat yang berwenang dalam menegakkan hukum, namun dari

rasa keadilan warga sebagaimana dihimpun dalam jajak pendapat

Kompas 25 Maret 2002, terdapat 61, 2% menyatakan pemutusan

kasus pelanggaran HAM tidak yakin, artinya masih banyak putusan

terhadap pelanggaran HAM yang tidak memenuhi keadilan

masyarakat. Hal ini diperkuat Syahrir, yang pernah menjabat Ketua

Partai Perhimpunan Indonesia, menyoroti masih maraknya korupsi di

Indonesia. Kasus terakhir yang tentang permainan jual beli perkara

seperti kasus Jaksa Urip, meski akhirnya diketahui, serta

pemberhentian Rahmadi sebagai Kajati di Sulawesi yang akan

memeras salah satu Bupati. Semua bantahan penegak hukum

sepertinya justru menjadi bumerang petugas, karena dengan

Page 148: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

143

pembelaan yang asal-asalan menjadikan alasan tersebut seolah-olah

sebagai usaha menutupi kurang berfungsinya penegak hukum di

Indonesia.

d. Pemahaman belum merata di kalangan sipil dan militer.

Tindakan militer yang sering bertindak represif menganggap

warga seperti musuh dalam perang, sering menimbulkan masalah

dengan HAM. Kasus orang hilang atau kasus Munir merupakan salah

satu bentuk penanganan terhadap orang-orang yang dianggap

pengkhianat bangsa adalah salah dalam penanganan, sehingga menjadi

sorotan sebagai kasus pelanggaran HAM. Di kalangan sipil, masih

sering juga terjadi tindakan anarkis, seperti pembakaran toko,

pemerkosaan massal terhadap etnis tertentu, yang dapat menjurus

pada tindakan pelanggaran HAM. Masyarakat sipil yang sering

menganggap militer bertindak represif, ternyata masyarakat sipil juga

melakukan, bahkan kadang lebih brutal dari tentara. Kasus

meninggalnya tokoh masyarakat Sumatera Utara yang berstatus ketua

Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara meninggal dalam peristiwa

demonstrasi yang dilakukan masyarakat sipil.

Dampak informasi, atau politik berbeda dengan dampak yang

dilakukan militer yang melaksanakan tugas sampai ada warga negara

yang terbunuh. Dalam hal ini nampak ada usaha menyudutkan tentara,

terhadap setiap tindakan yang menimbulkan korban manusia. Bila

korban terjadi, karena tindakan tentara langsung disorot sebagai

pelanggaran HAM, sedang korban, karena tindakan sipil dengan cara

anarkis tidak disorot sebagai pelanggaran HAM. Kasus dan fenomena

seperti ini perlu diwaspadai, agar bangsa Indonesia terjebak pada

skenario orang asing atau bangsa Indonesia sendiri yang tidak ingin

Indonesia aman, tenteram, dan damai, hanya karena kepentingan

sesaat pribadi atau kelompok tertentu. Untuk itu, baik kalangan militer

atau sipil hendaknya tidak gegabah bertindak yang dapat

menimbulkan korban manusia, sehingga citra Indonesia, tidak terus

Page 149: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

144

dianggap sebagai negara dan bangsa yang tidak menghargai HAM,

baik itu anggapan dari individu orang Indonesia sendiri atau

masyarakat internasional yang mengatasnamakan gerakan

perlindungan HAM.

7. Permasalahan HAM di Indonesia

Faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM, setidaknya

memberikan kontribusi terhadap berbagai masalah HAM yang terjadi di

Indonesia. Belum adanya kesepahaman tataran konsep HAM secara

universal dan partikularisme, masih sering terjadi perbedaan pendapat

diantara pejabat Pemerintah atau Pemerintah dengan aktivis HAM

terhadap kasus-kasus HAM.

Adanya dikotomi antara individualism dan kolektivisme, dan kurang

berfungsinya penegak hukum, menjadikan hak-hak individu kurang

mendapat perhatian yang seimbang dalam penanganannya, sehinggga

banyak pihak merasa dirugikan dan kurang mendapat perhatian

perlindungan dari pemerintah. Demikian juga masih adanya pemahaman

belum merata di kalangan sipil dan militer, meski diperlukan tindakan

hati-hati, namun perlu juga diperhatikan bahwa tindakan represif dari

aparat keamanan terhadap warga yang tidak melakukan perbuatan pidana

tidak seharusnya diperlakukan dengan sewenang-wenang. Sebaliknya bagi

masyarakat sipil, dengan atas nama demokrasi perlu juga diberikan

kesadaran bahwa demokrasi bukan berarti masyarakat bebas berbuat

semaunya sendiri tanpa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku.

Demokrasi selain memberikan kebebasan, juga menuntut semua pihak

untuk dapat saling menghargai hak-hak orang lain, serta diperlukan

kesadaran untuk mengendalikan diri dan mematuhi peraturan perundang-

undangan dari hukum Negara.

Bangsa Indonesia perlu meningkatkan kesadaran bersama terhadap

perlindungan HAM, mengingat masih banyak permasalahan HAM yang

sadar atau tidak sadar masih terjadi di Indonesia. Menurut Priyanto (2003),

berbagai masalah HAM di Indonesia antara lain, adalah:

Page 150: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

145

a. Banyaknya pelanggaran HAM yang tidak dapat dihukum,

b. Tidak berfungsinya institusi negara yang berwenang dan wajib

menegakan HAM,

c. Penegakan dan kepastian hukum belum dinikmati oleh masyarakat

Indonesia,

d. Penegakan hukum yang tidak adil, tidak tegas, dan masih diskriminatif,

e. Penanganan perkara korupsi oleh Kejaksaan Agung tidak secara

optimal dipublikasikan secara luas kepada masyarakat,

f. Besarnya harapan masyarakat terhadap kinerja KPK dan pengadilan

Tipikor untuk menegakan hukum dan kepastian hukum,

g. Tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi seringkali tidak

tuntas.

8. Indikator Pelaksanaan dan Pelanggaran HAM

Pelaksanaan praktik kenegaraan dalam melindungi HAM menurut

Lukman Sutrisno (Dirjen Dikdasmen, 2004) menunjukkan beberapa

indikator antara lain:

a. Dalam bidang politik, berupa kemauan pemerintah dan masyarakat

untuk mengakui pluralisme pendapat dan kepentingan dalam

masyarakat,

b. Dalam bidang sosial berupa, perlakuan sama dalam hukum bagi setiap

orang, toleransi dalam masyarakat terhadap perbedaan atau latar

belakang agama, dan ras warga negara,

c. Dalam bidang ekonomi, tidak adanya monopoli dalam sistem ekonomi

yang berlaku.

Meskipun perlindungan HAM telah diupayakan dengan penetapan

berbagai peraturan, dalam kehidupan sehari-hari masih sering terjadi

pelanggaran HAM di berbagai belahan dunia. Beberapa indikator masih

terjadinya pelanggaran HAM menurut Mulyana W. Kusumah (Dirjen

Dikdasmen, 2004), antara lain:

Page 151: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

146

a. Pembunuhan besar-besaran,

b. Rasialisme resmi,

c. Teroris berskala besar,

d. Pemerintahan otoriter,

e. Penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia,

f. Perusakan lingkungan,

g. Kejahatan-kejahatan perang.

9. Sikap Positif Upaya Penegakan HAM

Seiring dengan perkembangan dunia, maka tuntutan untuk

menegakkan HAM lebih sering dikumandangkan, bahkan instrumen HAM

sering dijadikan indikator untuk kerjasama antar negara. Isu-isu

internasional yang sering dikaitkan dengan kebijakan negara berkembang

serta pelaksanaan HAM yang bersifat partikularisme memberikan aspirasi

dan dorongan bangsa Indonesia kembali menegaskan diri akan komitmen

untuk melaksanakan perlindungan HAM lebih kongkrit. Sikap positif

upaya Indonesia menegakan HAM di dalam negeri antara lain:

a. Penetapan Komnas HAM

Pada masa Presiden Suharto melalui Kepres No. 50 Tahun 1993,

menetapkan pembentukan Komnas HAM. Keberadaan Komnas HAM

ditegaskan kembali pada Pemerintahan Presiden B.J. Habibi, dalam UU

No. 39 Tahun 1999. Dengan pengaturan Komnas HAM secara lebih

tegas dan rinci, Komnas HAM lebih mendapat penegasan kembali,

dengan penegasan tujuan, fungsi, dan kewenangannya.

1) Tujuan Komnas HAM

Tujuan dibentuknya Komnas HAM adalah:

a) Membantu pengembagan yang kondusif bagi pelaksanaan hak

asasi manusia

b) Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia

guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan

kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Page 152: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

147

2) Fungsi Komnas HAM

Untuk melaksanakan tujuan tersebut, Komnas HAM dipertegas

dalam fungsinya sebagai berikut:

a) Fungsi pengkajian dan penelitian

Dalam melaksanakan fungsi pengkajian dan penelitian

Komnas HAM berwenang:

Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen

internasional dengan tujuan memberikan saran-saran

mengenai kemungkinan-kemungkinan aksesi dan ratifikasi,

Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan

perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi

mengenai pembentukan perubahan dan pencabutan

peraturan perundang-undangan dan berkaitan dengan hak

asasi manusia.

b) Fungsi penyuluhan:

Dalam melaksanakan fungsi penyuluhan, Komnas HAM

berwenang:

Menyebarluaskan wawasan mengenai hak asasi manusia

kepada masyarakat Indonesia,

Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi

manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal

serta kalangan lainnya,

Kerja sama dengan organisasi, lembaga atau pihak lain baik

tingkat nasional, regional maupun internasional dalam

bidang hak asasi manusia.

c) Fungsi pemantauan:

Untuk melaksanakan fungsi pemantauan, Komnas HAM

berwenang:

Pengamatan hak asasi manusia dan penyusunan laporan

hasil pengamatan tersebut,

Page 153: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

148

Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang

timbul dalam masyarakat yang patut diduga terhadap

pelanggaran hak asasi manusia,

Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun

pihak yang diadukan untuk dimintai atau didengar

keterangannya,

Pemanggilan saksi untuk dimintai dan didengar

kesaksiannya dan kepada saksi pengadu diminta

menyerahkan bukti yang diperlukan,

Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang

dianggap perlu,

Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan

keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang

diperluan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua

Pengadilan,

Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan,

bangunan dan tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki

pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan,

Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua

Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam

proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat

pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan

acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian

pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh

hakim kepada para pihak.

d) Fungsi mediasi

Untuk melaksanakan fungsi mediasi, Komnas HAM

berwenang:

Melakukan perdamaian kedua belah pihak

Melakukan penyelesaian perkara melalui cara konsultasi,

negosiasi, konsiliasi, dan penilaian ahli,

Page 154: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

149

Melakukan pemberian saran kepada para pihak untuk

menyelesaikan sengketa melalui pengadilan,

Melakukan penyampaian rekomendasi atas kasus

pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah untuk

ditindak lanjuti penyelesaiannya,

Melakukan penyampain rekomendasi atas suatu kasus

pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk

ditindak lanjuti.

10. Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Komisi ini dibentuk berdasarkan Kepres No. 181 Tahun 1998.

Pembentukan komisi ini sebagai upaya mencegah terjadinya dan

penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini bersifat

independen dan bertujuan:

a. Penyebarluasan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap

perempuan,

b. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk

kekerasan terhadap perempuan,

c. Meningkatkan upaya pencegaha dan penanggulangan segala bentuk

kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan.

Dalam rangka mewujudkan tujuan Komisi Nasional Anti Kekerasan

terhadap Perempuan memiliki kegiatan sebagai berikut:

1) Penyebarluasan pemahaman, pencegahan, penanggulangan,

penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan,

2) Pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen PBB mengenai

perlindungan hak asasi manusia terhadap perempuan,

3) Pemantauan dan penelitian segala bentuk kekerasan terhadap

perempuan dan memberikan pendapat, saran dan pertimbangan

kepada pemerintah,

4) Penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya

kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat,

Page 155: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

150

5) Pelaksanaan kerja sama regional dan internasional dalam upaya

pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan.

11. Pengadilan HAM

Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000,

yang berwenang memutus perkara pelanggaran HAM berat seperti

kejahatan genoside dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kejahatan genoside merupakan perbuatan yang dilakukan dengan

maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian

kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara:

a. Membunuh anggota kelompok,

b. Mengakibatkan penderitaan fisik maupun mental yang berat terhadap

anggota-anggota kelompok,

c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan

kemusnahan fisik baik seluruh atau sebagian,

d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di

dalam kelompok,

e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke

kelompok lain.

Kejahatan kemanusiaan merupakan perbuatan yang dilakukan

sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang

diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung

terhadap penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa:

a. Pembunuhan,

b. Pemusnahan,

c. Perbudakan,

d. Pengusiran dan pemindahan penduduk secara paksa,

e. Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang

melanggar ketentuan pokok hukum internasional,

f. Penyiksaan,

Page 156: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

151

g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan

kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-

bentuk kekerasan seksual lain yang setara,

h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan

yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis,

budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui

secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum

internasional,

i. Menghilangkan seseorang secara paksa,

j. Kejahatan apartheid.

12. Peran dan partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat, seperti Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)

yang programnya terfokus pada Demokrasi dan pengembangan HAM

dapat memberikan laporan terjadinya pelanggaran HAM. Partsipasi

masyarakat dapat berbentuk sebagai berikut:

a. Setiap orang, kelompok, atau organisasi politik, sosial atau LSM

berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan

hak asasi manusia,

b. Masyarakat juga berhak menyampaikan laporan atas terjadinya

pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga

lain yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan, dan

pemajuan hak asasi manusia,

c. Masyarakat berhak mengajukan usulan mengenai perumusan dan

kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas

HAM atau lembaga lainnya,

d. Masyarakat dapat bekerja sama dengan Komnas HAM melakukan

penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai hak

asasi manusia.

Page 157: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

152

B. Upaya Penegakan terhadap Hukum dan HAM

Upaya penegakan HAM dalam RPJP menjadi satu kebijakan dalam

penegakan demokrasi yang berdasar hukum, sebagaimna telah disebut di

bagian demokrasi, sedang pengakan hukum dan HAM dalam RPJM secara

lebih rinci diatur dan diarahkan sebagai berikut:

1. Permasalahan

Berbagai permasalahan yang diangkat sebagai issue dalam RPJM

adalah:

a. Masih banyaknya pelanggaran HAM,

b. Banyaknya pelanggaran HAM yang tidak dapat bertanggung jawab dan

tidak dapat dihukum (imunitas),

c. Tidak berfungsinya institusi-institusi negara yang berwenang dan wajib

menegakan HAM,

d. Penegakan hukum dan kepastian hukum belum dinikmati oleh

masyarakat Indonesia,

e. Penegakan hukum yang tidak adil, tidak tegas dan diskriminatif,

f. Penanganan perkara korupsi oleh Kejaksaan Agung selama kurun

waktu 2001-2004 tidak secara optimal terinformasikan secara luas

kepada masyarakat,

g. Besarnya harapan masyarakat dan tuntutan terhadap kinerja Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

(Tipikor) untuk menegakan hukum dan kepastian hukum,

h. Tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi seringkali tidak

tuntas.

2. Sasaran

Untuk mendukung upaya penghormatan dan pemenuhan serta

penegakan terhadap hukum dan hak asasi manusia, sasaran ke depan

adalah dilaksanakannya berbagai langkah-langkah Rencana Aksi yang

terkait dengan penghormatan, pemenuhan dan penegakan terhadap hukum

dan hak asasi manusia antara lain Rencana Aksi HAM 2004-2009.

Page 158: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

153

3. Arah Kebijakan

Upaya penghormatan dan pemenuhan serta penegakan terhadap

hukum dan hak asasi manusia, diarahkan pada kebijakan untuk

meningkatkan pemahaman dan menciptakan penegakan dan kepastian

hukum yang konsisten terhadap HAM, perlu yang adil dan tidak

diskriminatif dengan langkah-langkah:

a. Meningkatkan upaya pemajuan, perlindungan, penegakan, pemenuhan

dan penghormatan hak asasi manusia,

b. Menegakan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan

memihak kepada rakyat kecil,

c. Menggunakan nilai-nilai budaya daerah sebagai salah satu sarana untuk

mewujudkan terciptanya kesadaran hukum masyarakat,

d. Meningkatkan kerjas sama yang harmonis antara kelompok atau

golongan dalam masyarakat, agar mampu saling memahami dan

menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing,

e. Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi.

4. Program penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia

Program penegakan hukum dan hak asasi manusia bertujuan untuk

melakukan tindaka preventif dan korektif terhadap penyimpangan kaidah

hukum, norma sosial dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di

dalam proses penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Untuk menegakan hukum dan hak asasi manusia harus

dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, serta konsisten. Kegiatan-

kegiatan pokok meliputi:

a. Penguatan upaya pemberantasan korupsi, melalui Rencana Aksi

Pemberantasan Korupsi. Penguatan pelaksanaan Rencana Aksi

Nasional Hak Asasi Manusia, Penghapusan Eksploitasi Seksual

Komersial Anak, Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk

Pekerjaan Terburuk untuk Anak dan Program Nasional Bagi Anak

Indonesia,

Page 159: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

154

b. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai

gerakan nasional,

c. Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana

terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya,

d. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum

maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya mencegah dan memberantas

korupsi,

e. Menegakan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun

lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakan hak asasi manusia,

f. Peningkatan upaya-upaya penghormatan persamaan setiap warga

negara di depan hukum, melalui keteladanan Kepala Negara dan

pimpinan lainnya untuk mematuhi hukum dan hak asasi manusia secara

konsisten dan konsekuen,

g. Penyelenggaraan audit regular atas kekayaan seluruh dasar dalam

rangka mewujudkan proses hukum yang sederhana, cepat, tepat dan

dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat,

h. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak

asasi manusia dalam menyelenggarakan ketertiban sosial, agar

dinamika masyarakat dapat berjalan dengan sewajarnya,

i. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin

akses public, pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan

akuntabel,

j. Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang

transparan,

k. Penyelamatan bahan bukti akuntabilitas kinerja yang berupa

dokumen/arsip lembaga Negara dan badan pemerintahan untuk

mendukung penegakan hukum dan hak asasi manusia,

l. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektivitas

penegakan hukum dan hak asasi manusia,

m. Pembaruan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi,

Page 160: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

155

n. Peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan

perjalanan baik keluar maupun masuk wilayah Indonesia,

o. Peningkatan fungsi intelijen agar aktivis terorisme dapat dicegah pada

tahap yang sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan

dan ketertiban,

p. Peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan

narkotika dan obat berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan

peredarannya, peningkatan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, serta

menghukum para pengedar secara maksimal.

Page 161: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

156

LATIHAN

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas kerjakan latihan

berikut ini:

1. Jelaskan tentang istilah dan pengertian HAM

2. Kemukakan sejarah perkembangan HAM

3. Jelaskan tentang HAM dan pelaksanaan hukum di Indonesia

4. Jelaskan upaya penegakan terhadap hukum dan HAM

Petunjuk Jawaban Latihan:

1. Pelajari kembali materi pada kegiatan belajar 1 dan 2

2. Diskusikan dengan teman-teman Anda

3. Kerjakan secara berkelompok, satu kelompok terdiri dari 3-5 orang anggota

TES FORMATIF

SOAL TEMATIK

1. UUD 1945 tidak hanya mengatur tentang HAM tetapijuga memuat kewajiban

asasi manusia.Sebutkan kewajiban asasi menurut pasal 28J?

SOAL PILIHAN

1. Yang berwenang memberikan pengurangan masa hukuman atau pembebasan

adalah .

Jawaban:

a. Mahkamah Agung

b. Presiden

2. Makna alenia II Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 adalah..

Jawaban:

a. Pernyataan kemerdekaan Indonesia

b. Pernyataan tentang cita-cita luhur bangsa Indonesia

3. Konflik hukum antara Undang-Undang dengan peraturan yang ada

dibawahnya penyelesaiannya ditangani oleh lembaga...

Jawaban:

a. Mahkamah Agung

b. Mahkamah Konstitusi

4. Dokumen HAM pertama yang diakui oleh masyarakat internasional ialah

Page 162: Biodata Penulis - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/1171/1/8. Buku Modul NHD.pdfIPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP Unlam (2011-2015), nara sumber berbagai kegiatan seminar,

157

Jawaban:

a. Piagam magna charta

b. Dokumen bill of rights

5. Secara implisit, HAM dalam Pembukaan UUD 1945 tercantum pada alinea

Jawaban:

a. Pertama

b. Kedua