bermain bagi anak usia dini

Upload: dina-marlisa-plaju

Post on 12-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Metode bermain dan pengaruhnya terhadap perkembangan mental, kognisi dan afeksi AUD

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Pendidikan dan Pelatihan bagi Pendidika PAUD yang akan dilaksanakan tentunya memerlukan sarana pendukung agar pendidikan dan pelatihan berjalan dengan lancar. Salah satu sarana tersebut adalah bahan belajar atau modul yang mendukung proses pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan dimaksud.

Ada beberapa modul yang disusun untuk membantu proses pembelajaran diklat, salah satunya adalah modul Bermain bagi Anak Usia Dini. Modul ini berisi beberapa materi yang harus dimengerti dan dikuasai oleh peserta antara lain Hakekat Anak Usia Dini, Pengertian Bermain, Perkembangan Konsep Bermain, Makna Bermain, Tahapan Perkembangan Bermain, Fungsi Bermain bagi Perkembangan Anak, Perkembangan Kemampuan Bermain Anak, dan Macam-macam Permainan serta Alat Permainan Edukatif (APE).

Halnya sebuah karya, pasti banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangatlah kami harapkan untuk perbaikan modul ini di masa mendatang.

Ungaran, Maret 2010Tim Pengembang PAUD

DAFTAR ISI

Halaman Sampul

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI PETUNJUK PENGGUNAAN

KOMPETENSI

PENDAHULUAN

Anak Usia Dini

Bermain

Pengertian

Perkembangan Konsep Bermain

Makna Bermain

Tahapan Perkembangan Bermain

Alasan Anak Suka Bermain

Fungsi Permainan bagi Perkembangan Anak

Perkembangan Kemampuan Bermain Anak

Macam-macam Permainan

Alat Permainan Edukatif (APE)

BERMAIN BAGI ANAK USIA DINIDengan bermain, anak akan terdorong untuk belajar sesuatu (Pluto & Aristoteles)Bermain adalah hak setiap anak (Pasal 61 tahun 1999 Konvensi Hak-hak Anak PBB)A. PENDAHULUAN

Sosok anak ibarat jantung hati yang selalu terbayang di pelupuk mata dan anak merupakan pelabuhan hati dari kedua orang tua. Pada seorang anaklah orang tua melabuhkan cita-cita dan harapan akan hari esok yang lebih baik. Oleh karenanya kecerdasan, kemandirian dan kedewasaan perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh disamping pertumbuhan dan kesehatan.Akan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bila mempunyai anak yang cerdas, akan tetapi tidaklah mudah untuk menjadikan anak menjadi cerdas. Pemberian stimulasi yang tepat akan dapat mendorong anak dari berbagaiberbagai sudut kecerdasan, baik emosional, spiritual, verbal, numerik, musik, logik, kinestetik, sosial, dan juga alam.Stimulasi berguna untuk memaksimalkan pertumbuhan struktur dan fungsi organ kecerdasan. Pemberian perlakuan yang tepat pada anak akan dapat memberikan rangsangan pada organ kecerdasan sehingga akan menghasilkan kinerja sistem saraf di masa pertumbuhan secara maksimal.B. ANAK USIA DINI

Pada umunya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak adalah masa terpanjang dalam rentang kehidupan seseorang, saat individu dimana relatif tidak berdaya dan tergantung dengan orang lain. Menurut Hurlock (1980), masa kanak-kanak di mulai setelah bayi yang penuh dengan ketergantungan, yaitu kira-kira usia 2 tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan 14 tahun untuk laki-laki. Masa kanak-kanak di bagi lagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu awal dan akhir masa kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur 2-6 tahun, dan periode akhir pada masa usia 6 sampai tiba saatnya anak matang secara seksual. Garis pemisah ini penting, khususnya digunakan untuk anak-anak yang sebelum mencapai wajib belajar diperlakukan sangat berbeda dari anak yang sudah masuk sekolah. Sedangkan para pendidik menyebut sebagai tahun-tahun awal masa kanak-kanak sebagai usia pra sekolah, demikian halnya menurut Mnks, dan Haditono (2004) disebut sebagai anak pra sekolah.Anak pada usia dini sebagai usia dimana anak belum memasuki suatu lembaga pendidikan formal, seperti Sekolah Dasar (SD), dan biasanya mereka tetap tinggal di rumah atau mengikuti kegiatan dalam bentuk berbagai lembaga pendidikan pra sekolah seperti kelompok bermain, taman kanak-kanak atau taman penitipan anak.Menurut Setiawan (2002), yang mengacu pada teori Piaget, anak usia dini dapat di katakan sebagai usia yang belum dapat di tuntut untuk berpikir secara logis, yang di tandai dengan pemikiran sebagai berikut:

Berpikir secara konkrit, dimana anak belum daat memahami atau memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak (seperti cinta dan keadailan)

Realisme, yaitu kecenderungan yang kuat untuk menanggapi segala sesuatu sebagai hal yang riil atau nyata

Egosentris, yaitu melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mudah menerima penjelasan dari si lain

Kecenderungan untuk berpikir sederhana dan tidak mudah menerima sesuatu yang majemuk

Animisme, yaitu kecenderungan untuk berpikir bahwa semua objek yang ada dilingkungannya memiliki kualitas kemanusiaan sebagaimana yang dimiliki anak

Sentrasi, yaitu kecenderungan untuk mengkonsentrasikan dirinya pada satu aspek dari suatu situasi

Anak usia dini dapat dikatakan memiliki imajinasi yang sangat kaya dan imajinasi ini yang sering dikatakan sebagai awal munculnya bibit kreativitas pada anak.

Dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 2 6 tahun, yang berada pada tahap perkembangan awal masa kanak-kanak, yang memiliki karakteristik berpikir konkrit, realisme, sederhana, animism, sentrasi, dan memiliki daya imajinasi yang kaya

C. BERMAINBermain adalah hak asasi bagi anak usia dini yang memiliki nilai utama dan hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan kepibadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk kegiatan bermain pada anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan kepibadiannya.Di dalam bermain anak memiliki nilai kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang ia rasakan dan pikirkan. Dengan bermain, anak sebenarnya sedang mempraktekkan keterampilan dan anak mendapatkan kepuasan dalam bermain, yang berarti mengemabngkan dirinya sendiri. Dalam bermain, anak dapat mengembangkan otot kasar dan halus, meningkatkan penalaran, dan memahami keberanaan lingkungannya, membentuk daya imajinasi, daya fantasi, dan kreativitas.Dalam kenyataan sekarang ini sering dijumpai bahwa kreativitas anak tanpa disadari telah terpasung di tengah kesibukan orang tua. Namun kegiatan bermain bebas sering menjadi kunci pembuka bagi gudang-gudang bakat kreatif yang dimiliki setiap manusia. Bermain bagi anak berguna untuk menjelajahi dunianya, dan mengembangkan kompetensinya dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak.Fungsi bermain bagi anak usia dini dapat dijadikan intervensi yang jika dilaksanakn dengan tepat, baik dilengkapi dengan alat maupun tanpa alat akan sangat membantu perkembangan sosial, emosional, kognitif, dan afektif pada umumnya, dan mengembangkan daya kreativitas anak.

Pengertian

Bermain (play) merupakan setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada tekanan atau paksaan.Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Istilah bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan kesenangan, dan dapat mengembangkan imajinasi anak.

Menurut Singer (dalam Kusantanti, 2004) mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.Bermain menurut Mulyadi (2004), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain:1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak

2. Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik

3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak

4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak

5. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya.

Banyak konsep dasar yang dapat dipelajari anak melalui aktivitas bemain. Pada usia prasekolah, anak perlu menguasai berbagai konsep dasar tentang warna, ukuran, bentuk, arah, besaran, dan sebagainya. Konsep dasar ini akanlebih mudah diperoleh anak melalui kegiatan bermain.Bermain, jika ditinjau dari sumber kegembiraannya di bagi menjadi dua, yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Sedangkan jika ditinau dari aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat, yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia pra sekolah dengan menekankan permainan dengan alat (balok, bola, dan sebagainya) dan drama.

Perkembangan Konsep Bermain

Walaupun para ilmuwan sulit untuk mengetahui kapan pendidikan anak usia dini dilaksanakan untuk pertama kali, namun diperkirakan sejak para ahli filsafat seperti Plato (427-374 B.C) dan Aristoteles (394-332 B.C) pendidikan ini telah dilaksanakan (Seefeldt dan Barbour, 1994:2).Plato mengemukakan bahwa waktu yang paling tepat untuk pendidikan anak adalah sebelum usia 6 tahun. Menurut Comenius, pendidikan anak itu berlangsung sejalan dengan bermain karena bermain adalah realisasi dari pengembangan diri dalam kehidupan anak. Selanjutnya Johan Pastalozi (1746-1827) berpendapat bahwa pendidikan dimulai dari rumah, melalui berbagai kegiatan yang dilakukan anak pada waktu bermain dan berbagai pengalaman indera yang dialaminya.Adapun pendapat yang menyatakan, bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar, yaitu usia tujuh tahun, ternyata tidaklah benar. Hasil penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan memperlihatkan, bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Artinya apabila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang optimal maka perkembangan otak anak tidak akan berkembang secara maksimal.Semakin dini penanganan dan bentuk-bentuk rangsangan yang dilakukan orang tua/pendidik terhadap anaknya maka hasilnya akan semakin baik. Sebaliknya, semakin lama (lambat) anak mendapatkan penanganan dan bentuk-bentuk rangsangan yang baik, maka semakin buruk hasilnya.Plato adalah filsuf pertama yang memandang arti penting bermain bagi seorang anak. Plato melihat pentingnya nilai praktis yang ada dalam permainan. Misalnya pelajaran Aritmatika untuk soal pembagian akan mudah diterima oleh anak-anak dengan cara membagikan apel kepada mereka.Sejarah perkembangan teori bermain juga berdampak positif terhadap reformasi pendidikan pada zaman realisme atau zaman baru. Zaman realisme abad 17 dipelopori oleh Johann Amos Comenius (1592-1670). Comenius yang beragama Kristen Protestan itu mempelajari teologi dan menjadi pendeta serta memimpin sekolah di Fulneck. Dia menulis buku tentang informatorium. Buku tersebut berisi tentang cara bagaimana orang tua mendidik anaknya menjadi seorang Kristen Protestan yang baik. Menurutnya seorang ibu adalah seorang pendidik di rumah, ibu harus mengajarkan dengan mengoptimalkan fungsi panca indera melalui peragaan dan mengurangi verbalisme.Pada abad 18 atau zaman rasionalisme merupakan zaman perubahan yang hebat. Hal ini karena untuk memperoleh ilmu pengetahuan harus yang hebat. Dalam hal ini, untuk memperoleh ilmu pengetahuan harus dilakukan melalui percobaan, pengamatan dan pengalaman. Dalam konteks belajar sekarang ini, maka konsep belajar di atas hampir setara dengan konsep learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together.John Lock (1932-1704) adalah seorang pedagogik. Lock menjelaskan Konsep Home Schooling. Anak usia dini harus dididik dan diajarkan tentang pendidikan jasmani, pendidikan scholastik, pendidikan moral, pendidikan agama melalui permainan. Pemikiran Locke dianjurkan oleh Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Ia mengajarkan pendidikan rohani, moral, jasmani, berenang, pemahaman jender, melatih indera anak, kebebasan bermain, pengamatan, pengalaman, bahasa asing, menyanyi, menggambar pada anak usia dini melalui pengenalan alam sekitar dimana anak berada.Henrich Pestaloozi (1746-1827) menjelaskan konsep bermain dengan praktek langsung sehingga anak mempunyai pengalaman dan latihan. Rumah adalah tempat anak bermain. Konsep bermain bagi anak usia dini mengajarkan tentang berhitung, menulis,bercakap-cakap, gerak badan, berjalan-jalan dengan bermain. Pestalozzi menjelaskan bahwa melalui bermain maka anak usia dini secara alamiah akan berusaha mengembangkan kemampuan-kemampuan dasarnya untuk belajar. Friedrich Froebel (1782- 1852) menjelaskan bahwa konsep bermain merupakan proses belajar bagi anak usia dini. Anak diajak bekerja di kebun, bermain dengan pimpinan, bernyanyi, pekerjaan tangan atau keterampilan, bersosialisasi, berfantasi, adalah merupakan proses belajar sambil bekerja. Konsep belajar seraya bermain ini sampai saat ini masih menjadi trend untuk pendidikan anak usia dini.Abad 19 terdapat Spencer, Lazarus, G. Stanley H., Hal Groos. Dll. Teori-teori tentang bermain dapat dikelompokan dalam 2 bagian, yaitu: (1) bermain yang didasarkan pada teori surplus energi dan teori rekreasi, (2) teori rekapitulasi dan praktis. Herbert Spencer (kakek moyang Lady Diana) dari Inggris dalam bukunya Principles of Psychology berpendapat bahwa kegiatan bermain seperti berlari, berlompat, berguling terjadi akibat anak kelebihan energi. Sebagai contoh, Saila, umur 9 bulan, begitu ia terjaga dari tidur maka ia langsung tertawa dan merangkak lalu berpegangan kedinding tangga dan meraih benda atau mainan apa saja yang menarik hatinya kemudian memainkannya lewat tangan, atau mulutnya sampai bosan kemudian beralih ke benda lain, seperti kertas dan plastik atau mainan lainnya untuk dimainkannya sampai capek dan tidur. Begitulah anak bermain dan ia belajar dari apa yang ia lihat, dengar, cium dan pegang dalam kehidupannya, seolah tanpa lelah, karena ia memang kelebihan energi dan merasa puas bereksplorasi dengan menyenangkan. Bila ia diganggu, dirampas apa yang ia pegang atau apa yang ia mainkan, maka ia akan menangis, kecuali diberikan benda pengganti yang sama-sama menarik untuk dirinya.Moritz Lazarus dengan teori rekreasi menjelaskan, bahwa tujuan bermain adalah untuk memulihkan energi yang sudah terkuras saat bergerak atau melakukan sesuatu. Melakukan sesuatu atau bekerja dapat menyebabkan berkurangnya tenaga. Tenaga ini dapat dipulihkan kembali dengan cara tidur atau melibatkan dalam kegiatan yang sangat berbeda dengan bekerja.Karl Groos, seorang filsuf menguraikan bahwa bermain berfungsi untuk memperkuat insting yang diperlukan untuk kelangsungan hidup anak di masa yang akan datang. Ia mendasarkan teorinya itu pada prinsip seleksi alamiah yang dijelaskan oleh Charles Darwin. Fungsi bermain mempunyai manfaat secara biologis untuk mempertahankan kelangsungan hidup.Peran bermain dalam perkembangan sosial anak misalnya, menurut pandangan psikoanalisis adalah untuk mengatasi pengalaman traumatik dan keluar dari rasa frustasi. Tampaknya Freud melihatnya dalam pengalaman lahir. Dalam peristiwa kelahiran seorang bayi menyiratkan kesan tidak enak, trauma dan mungkin juga frustasi keluar dari rahim ibunya, sehingga anak akan merasa tenang dalam dekapan ibunya, dan bermain menyebabkan anak ceria dan menimbulkan kreatifitas.Bagi Piaget, peran bermain terhadap perkembangan sosial anak adalah untuk memperaktikkan dan melakukan konsolidasi konsep-konsep serta keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya.Menurut Vygotsky, bermain dapat memajukan berpikir abstrak dan dengan belajar ia akan dapat mengatur dirinya.Dalam teori perkembangan sosial, seperti yang dikemukakan oleh Mildred Farten, menyatakan bahwa kegiatan bermain merupakan sarana sosialisasi. Dengan bermain kadar interaksi sosialnya akan meningkat. Kadar interaksi sosial tersebut dimulai dari bermain sendiri dan dilanjutkan dengan bermain secara bersama. Karena itu dalam konteks ini akan tampak, bahwa anak yang dibiasakan bermain akan lebih mudah menerima kehadiran orang lain dan berinteraksi dengan orang lain. Semakin banyak ia disosialisasikan dengan orang lain, maka akan semakin mudah ia berinteraksi dengan dan menerima (kehadiran) orang lain.Dalam kontes agama Islam, setelah persalinan anak akan diadzankan oleh orang tuanya kemudian setelah tujuh hari ia akan diberi nama dan diakekahkan serta dipotong rambutnya di hadapan undangan yang diiringi dengan lagu-lagu pujian. Semua itu akan sangat menyenangkan bagi anak dan merupakan pengalaman interaksi sosial yang sangat baik dari proses sosialisasi.Makna BermainMakna atau arti penting dari kegiatan bermain bagi anak adalah sebagai tempat belajar untuk mengeksplorasi lingkungan yang dapat untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki, baik kemampuan fisik, kognitif, dan sosial-emosional anak. Di samping itu, bermain juga mengembangkan individu agar memiliki kebiasaan-kebiasaan baik, seperti tolong-menolong, berbagi, disiplin, berani mengambil keputusandan bertanggungjawab, juga kemampuan dalam berimajinasi serta bereksplorasi. Oleh karena itu, pendidik PAUD perlu memahami makna bermain agar mampu mengembangkan permainan dan menciptakansuasana yangmengundang dan keasyikan bermain yang akhirnya dapat mendorong anak untuk belajar belajar.

Guru perlu menyiapkan lingkungan kegiatan bermain yang bermakna, aman, nyaman dandapat menarik minat anak untuk belajar secara alami. Pada saat anak melaksanakan beragam permainandan bermain dengan berbagai media, guru harus berpartisipasi dan berinteraksi untuk meningkatkan kemampuan berpikiranak, disamping memberi penguatan dengan berbagai bentuk. Olehkarenanya,alatpermainanedukatifmerupakansalahsatu komponen pokok dalam program pendidikan anak usia dini.

Tahapan bermain untuk anak mencakup bermain soliter, parallel, kooperatif, dan bermain peran. Jenis permainanpun beragam, seperti permainan motorik, asosiatif/sosial, konstruktif, kooperatif, bermain peran, dan bermain dengan aturan. Suasana bermain untuk pembentukan kepribadian dapat dibedakan menjadi: 1) bebas, (2) terpimpin, dan (3) sesuai minat anak dengan bantuan guru.Pada suasana bermain bebas, pilihan kegiatan dipersiapkan guru, sedangkan anak bebas memilih permainan yang disukai. Bagi sebagian anak, suasana bebas ini sangat sesuai dan memicu pertumbuhan kepribadiannya, sedangkan sebagian anak lainnya, suasana seperti ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman. Suasana bermain terpimpin, kegiatan ditentukan oleh guru, sehingga membuat anak menunggu dan tidak mandiri. Tampaknya disiplin terkendali, namun kebebasan untuk berekspresi kurang mendapat keleluasaan. Suasana bermain sesuai minat anak dengan bantuan guru memberi kesempatan kepada anak untuk memilih permainan sesuai dengan minatnya. Guru mempersiapkan pusat minat dan area serta berfungsi sebagai fasilitator.

Tahapan Perkembangan BermainPada umumnya para ahli mengemukakan bahwa suatu jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya.

a. Jean PiagetAdapun tahapan kegiatan bermain menurut Piaget adalah sebagai berikut:

1.Permainan Sensori Motorik ( 3/4 bulan tahun)

Bermain diambil pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum 3-4 bulan yang belum dapat dikategorikan sebagai kegiatan bermain. Kegiatan ini hanya merupakan kelanjutankenikmatan yang diperoleh seperti kegiatan makan atau mengganti sesuatu. Jadi merupakan pengulangan dari hal-hal sebelumnya dan disebut reproductive assimilation.

2. Permainan Simbolik ( 2-7 tahun)

Merupakan ciri periode pra operasional yang ditemukan pada usia 2-7 tahun ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan, mencoba berbagai hal berkaitan dengan konsep angka, ruang, kuantitas dan sebagainya . Seringkali anak hanya sekedar bertanya, tidak terlalu memperdulikan jawaban yang diberikan dan walaupun sudah dijawab anak akan bertanya terus. Anak sudah menggunakan berbagai simbol atau representasi benda lain. Misalnya sapu sebagai kuda-kudaan, sobekan kertas sebagai uang dan lain-lain. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsolidasikan pengalaman emosional anak. Setiap hal yang berkesan bagi anak akan dilakukan kembali dalam kegiatan bermainnya.

3.Permainan Sosial yang Memiliki Aturan ( 8-11 tahun)

Pada usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.

4.Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)

Kegiatan bermain lain yang memiliki aturan adalah olahraga. Kegiatan bermain ini menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu atau kasti. Anak senang melakukan berulang-ulang dan terpacu mencapai prestasi yang sebaik-baiknya.Jika dilihat tahapan perkembangan bermain Piaget maka dapat disimpulkan bahwa bermain yang tadinya dilakukan untuk keenangan lambat laun mempunyai tujuan untuk hasil tertantu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang baik.

b. Hurlock Adapun tahapan perkembangan bermain menurut Hurlock adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)

Berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan semakin luas saat anak sudah dapat merangkak dan berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang diraihnya.

2. Tahapan Mainan (Toy stage)

Tahap ini mencapai puncknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak biasanya hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadi pada usia pra sekolah, anak-anak di Taman Kanak-Kanak biasanya bermain dengan boneka dan mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.

3. Tahap Bermain (Play stage)

Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar. Pada masa ini jenis permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain dengan alat permainan yang lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan lain yang dilakukan oleh orang dewasa.

4. Tahap Melamun (Daydream stage)

Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana anak mulai kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan mulai menghabiskan waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya mengenai perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain.Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain (seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuai dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.

Alasan Anak Suka BermainMenurut teori klasik, ada empat alasan mengapa anak suka bermain dengan dasar sebagai berikut:

1. Kelebihan Energi

Anak memiliki energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup. Jika kehidupannya normal, anak akan kelebihan energi yang selanjutnya digunakan untuk bermain. Banyak guru menggunakan teori ini. Jika anak sulit tenang, guru dapat mengajak anak bermain sejenak. Setelah itu, anak akan menjadi lebih mudah untuk duduk dengan tenang.2. Rekreasi dan Relaksasi

Teori ini menyatakan bahwa bermain dimaksudkan untuk mnyegarkan tubuh kembali. Jika energi sudah digunakan untuk melakukan pekerjaan, anak-anak menjadi lelah dan kurang bersemangat. Dengan bermain, anak-anak memperoleh kembali energi sehingga mereka lebih aktif dan bersemanagt kembali.

3. Insting

Teori ini menyatakan bahwa bermain merupakan sifat bawaan (insting) yang berguna untuk mempersiapkan diri melakukan peran orang dewasa. Jika anak berpura-pura menjadi seorang ibu, ayah, atau guru, hal itu akan sangat penting bagi kehidupannya kelak ketika ia benar-benar menjadi seorang ibu, ayah, atau guru.

4. Rekapitulasi

Menurut teori ini, bermain merupakan peristiwa mengulang kembali apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang dan sekaligus mempersiapkan diri untuk hidup pada zaman sekarang. Anak-anak suka bermain air, tanah, batu, dan lempung seakan-akan mengulang permainan manusia zaman prasejarah dan sekaligus belajar tentang berbagai benda.

Fungsi Bermain bagi Perkembangan AnakBermain adalah kegiatan yang menyenangkan, dan dilakukan secara sukarela, namun kegiatan ini mengembangkan kemampuan fisik, kecerdasan, dan sosial emosional.

a. Fisik Melatih otot anak

Merangsang indra-indra mereka

Belajar menggunakan dan mengendalikan gerakan tubuh

b. Kecerdasan

Belajar cara memcahkan masalah

menambah pengetahuan baru

Sarana untuk menggunakan dan mengkreasikan pengetahuan mereka sebelumnya

Melalui berimanjinasi mengajarkan anak untuk berpikir abstrak seperti memiliki idea tau gagasan

c. Sosial dan Emosional

Belajar keterampilan berkomunikasi

Disiplin, aturan, empati, perilaku membantu orang lain

Mengelola emosi

Belajar kemampuan bernegosiasi antara kemauan dirinya dengan orang lain

Mengembangkan kepercayaan diri

Menyalurkan energy dengan cara yang positif

Mempelajari nilai-nilai moral

Perkembangan Kemampuan Bermain Anak?

Pola perkembangan bermain menggambarkan pula perkembangan sosial anak. Ada lima tingkat perkembangan bermain anak, yakni:

a. Bermain sendiri

Pada mulanya anak asyik bermain sendiri. Sifat egosentrisnya yang tinggi membuat anak-anak lebih suka bermain sendiri, dan tidak peduli dengan apa yang dimainkan teman disekelilingnya.

b. Bermain secara Paralel bersama Temannya

Pada tahap ini, anak bermain berdampingan dengan temannya, menggunakan benda-benda yang sejenis, misalnya bermain pasir, tetapi tiap anak bermain sendiri-sendiri. Kadang mereka saling melihat, saling memberi komentar, atau bercakap-cakap.

c. Bermain dengan Melihat Cara Temannya Bermain

Pada tahap ini, anak yang tadinya bermain sendiri mulai melihat apa dan bagaimana temannya bermain. Anak-anak sering mengamati bagaimana temannya bermain dan menirunya.

d. Bermain secara Bersama-sama

Pada tahap ini, anak-anak mulai dapat bermain bersama dengan teman yang lainnya.

e. Bermain dengan Aturan

Pada tahap ini, anak bermain bersama dalam bentuk tim. Mereka menentukan jenis permain yang akan mereka mainkan, aturan permainan dan pembagian peran. Permainan jenis ini menunjukkan bahwa anak telah memiliki kemampuan sosial.Macam-macam PermainanBentuk permainan anak sangat bervariasi, namun pada dasarnya dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

a. Permainan Fisik

Permainan seperti kejar-kejaran, gobag sodor, sunda manda, perosotan, ayunan, banyak menggunakan kegiatan fisik, dengan bermain fisik anak tumbuh menjadi sehat dan kuat.

b. Lagu Anak-anak

Lagu anak-anak biasanya dinyanyikan sambil bergerak, menari, atau berpura-pura menjadi sesuatu atau seseorang. Berdasarkan sifatnya ada lagu yang humoris, ada yang mengandung teka-teki, dan ada pula yang mengandung nilai-nilai ajaran yang luhur.

c. Bermain Teka-teki dan Berpikir Logis Matematis

Banyak permainan yang tujuannya mengembangkan kemampuan berpikir logis dan matematis, misalnya permainan tradisional benthik dan dakon.

d. Bermain dengan Benda-benda

Permainan anak-anak dengan menggunakan obyek seperti balok, air dan pasir dapat membantu anak mengembangkan berbagai aspek perkembangannnya. Anak-anak dapat belajar ciri-ciri benda-benda tersebut. Misalnya, saat bermain air anak dapat mengenal sifat-sifat air, mengenal volume zat cair dan belajar matematika. Balok dapat digunakan untuk membentuk berbagai macam bentuk bangunan, belajar klasifikasi, dan mengembangkan imajinasi.

e. Bermain Peran

Jenis permainan ini antara lain meliputi sandiwara, drama, bermain peran, dan jenis permainan lain ketika anak memerankan orang lain. Permaina ini sangat baik untuk mengembangkan kemampuan bahasa, komunikasi, dan memahami peran-peran dalam masyarakat.

Alat Permainan Edukatif (APE)

Alat Permainan Edukatif (APE) adalah sarana untuk merangsang anak dalam mempelajari sesuatu tanpa anak menyadarinya, baik menggunakan teknologi moderen, konvensional maupun tradisional. Latar belakang dibuatnya APE adalah sebagai upaya merangsang kemampuan fisik motorik anak (aspek psikomotor), kemampuan sosial emosional (aspek afektif) serta kemampuan kecerdasan (kognisi).Prinsip-prinsip APE merupakan prinsip produktifitas, kreatifitas, aktifitas, efektif dan efisien, serta menarik dan menyenangkan. Dari sudut pandang materinya, APE harus mampu mengembangkan daya pikir (kognisi), daya cepat, aspek bahasa, motorik dan ketrampilan. Melalui alat yang digunakan sebagai sarana bermain,sehingga anak diharapkan mampu mengembangkan fungsi intelegensinya, emosi dan spiritual sehingga muncul kecerdasan yang melejit.Alat permainan yang baik diharapkan mampu menjadi sarana yang dapat mendorong anak bermain bersama, mengembangkan daya fantasi, multi fungsi, menarik, berukuran besar dan awet, tidak membahayakan, disesuaikan dengan kebutuhan, desain mudah dan sedrhana, serta bahan-bahan yang digunakan murah dan mudah diperoleh.Pembuatan APE yang baik mampu mengembangkan totalitas kepribadian anak, bukan karena kebagusannya, tetapi karena aspek kreatifitasnya, sehingga mampu menjadi sarana bermain yang aktif, menarik, menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa fungsi APE antara lain :

1. Mengajar menjadi lebih mudah dan cepat diterima anak2. Melatih konsentrasi anak3. Mampu mengatasi keterbatasan waktu dan tempat

4. Membangkitkan emosi

5. Menambah daya ingat

6. Menjamin atmosfir pembelajaran yang kondusif

RANGKUMAN

EVALUASI

Selesaikan soal-soal latihan dibawah ini, dengan cara memberi tanda silang (X) pada huruf a, b, c, atau d di depan jawaban yang menurut anda paling benar!

1. Anak usia dini dapat dikatakan sebagai sebagai usia yang belum dapat dituntutuntuk berpikir secara logis, hal ini ditandai dengan pemikiran yang bersifat animisme, yang artinya ....

a. Kecenderungan yang kuat untuk menanggapi sesuatu sebagai hal yang riil atau nyatab. Berpikir bahwa semua objek di lingkungannya memililki kualitas kemanusiaan sebagaimana yang dimilikinyac. Cenderung berpikir sederhana dan tidak mudah menerima sesuatu yang majemukd. melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya sendiri dan tidak mudah menerima penjelasan dari si lain2. Tahapan perkembangan bermain menurut Hurlock adalah .....a. Melanun, mainan, penjelajahan, bermain

b. Maianan, bermain, melamun, penjelahanan

c. Penjelajahan, mainan,bermain, melamun

d. Penjelajahan, bermain, melanun, mainan

3. Anak pada usia antara 2 sampai 7 tahun merupakan periode pra operasional yang ditandai dengan bentuk permainan...... a. Sosial yang memiliki aturanb. Simbolikc. Sensori motorikd. Olahraga4. Contoh permaianan fisik adalah .....a. Kejar-kejaran, gobag sodor, suda manda, perosotan

b. Menyanyikan lagu yang humoris

c. Benthik, dakond. Bermain balok untuk membentuk bangunan5. Menurut Jean Paiget bahwa tahapan kegiatan bermaian untuk melatih saraf sensor motorik dilakukan pada anak usia .....a. 2 3 tahunb. 3 bulan tahunc. 1 2 tahund. - 1 tahunKUNCI JAWABAN

1. B

2. C

3. B

4. A

5. B

DAFTAR PUSTAKA

H. Hariwijaya & Atik Sustiwi, 2008. 1001 Pendekatan Multiple Intelligence, Yogyakarta: Khasanah Ilmu-ilmu Terapan.Mulyadi, S., 2004. Bermain dan Kreativitas(Upaya Mengembangkan Kreativitas Anak Melalui Kegiatan Bermain). Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Tedjasaputra, Mayke S., 2001, Bermain Mainan untuk Anak Usia Dini, Jakarta: Grasindo.

Gambar seorang ibu menggendong anak balitanya, dan didampingi oleh suaminya

Anak sedang tengkurap ingin meraih bola didepannya

Anak sedang latihan berdiri dengan berpegangan pada meja

Anak bermain pasir (bebas) di pantai

Anak sedang bermain mainan kecil bersama teman-temannya

Anak sedang melukis/corat-coret di kertas menggunakan pantel berwarna

Anak sedang bermain menata balok

Anak sedang bermain peran

Sikap orang tua yang sedang memperlihatkan buku pada si kecil