berita dan kekerasan negara (analisis wacana kritis teun ......berita adalah suatu peristiwa luar...

22
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Media Massa Perkembangan media massa tidak terlepas dari seluk beluk ilmu komunikasi yang pada hakekatnya bertujuan untuk menyampaikan pesan, dan akan menjadi komunikasi yang efektif apabila hingga ketahap merubah perilaku, ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa pesan-pesan yang diterima pancaindera manusia selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan (Cangara 2012:122). Media massa juga merupakan institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan (Bungin 2008: 85), dan media massa dalam kinerjanya menggunakan peralatan teknis atau mekanis/mekanik seperti radio, televisi, surat kabar dan lain – lain (Cangara:134). Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat digunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. Dan juga media kerap menjadi sumber yang cukup dominan bahkan sumber yang akurat bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat secara kolektif (Mcquail 2011:27). Kemudian dari hal tersebut dapat terlihat media massamampuuntuk memberikan dampak kedalam ranah kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (Wiryanto:2005:15). Setelah itu media massa dalam setiap penyampaian pesannya, melalui sebuah proses komunikasi, sehingga membuatnya lazim disebut sebagai komunikasi massa. Komunikasi massa adalah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Semisal, penikmat informasi melalui media cetak surat kabar tidak tampak oleh si komunikator. Dengan demikian bisa ditekankan mengenai

Upload: others

Post on 10-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB IILANDASAN TEORITIS

    2.1 Media Massa

    Perkembangan media massa tidak terlepas dari seluk beluk ilmu

    komunikasi yang pada hakekatnya bertujuan untuk menyampaikan pesan,

    dan akan menjadi komunikasi yang efektif apabila hingga ketahap

    merubah perilaku, ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa

    pesan-pesan yang diterima pancaindera manusia selanjutnya diproses

    dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya

    terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan (Cangara

    2012:122). Media massa juga merupakan institusi yang berperan sebagai

    agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan (Bungin 2008:

    85), dan media massa dalam kinerjanya menggunakan peralatan teknis

    atau mekanis/mekanik seperti radio, televisi, surat kabar dan lain – lain

    (Cangara:134). Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol,

    manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat digunakan sebagai

    pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya. Dan juga media kerap

    menjadi sumber yang cukup dominan bahkan sumber yang akurat bukan

    saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial,

    tetapi juga bagi masyarakat secara kolektif (Mcquail 2011:27). Kemudian

    dari hal tersebut dapat terlihat media massamampuuntuk memberikan

    dampak kedalam ranah kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya

    (Wiryanto:2005:15).

    Setelah itu media massa dalam setiap penyampaian pesannya,

    melalui sebuah proses komunikasi, sehingga membuatnya lazim disebut

    sebagai komunikasi massa. Komunikasi massa adalah penyebaran pesan

    dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak,

    yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan.

    Semisal, penikmat informasi melalui media cetak surat kabar tidak tampak

    oleh si komunikator. Dengan demikian bisa ditekankan mengenai

  • komunikasi massa, bahwa komunikasi melalui media massa sifatnya “satu

    arah” (one way trafic) (Efendy 2005:22-25). Serta McQuail menyebutkan

    pula komunikator dalam komunikasi massa bukanlah satu orang

    melainkan sebuah organisasi formal. Komunikasi massa menciptakan

    pengaruh secara luas dalam waktu singkat kepada banyak orang serentak

    (Mcquail 2011:32). Secara umum, media massa bisa disimpulkan sebagai

    perangkat komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak,

    luas dan cepat kepada khalayak yang dilatar belakangi dengan sebuah

    kepentingan ataupun agenda tertentu sehingga dapat menimbulkan

    dampak tertentu dalam ranah politik,ekonomi, sosial dan budaya di dalam

    sebuah masyarakat. Adapun bentuk media massa antara lain media

    elektronik, media cetak dan internet . Secara lebih spesifik media massa

    dalam konteks jurnalistik pada dasarnya terbatas pada tiga jenis media,

    pertama media cetak, yang terdiri dari surat kabar, tabloid, majalah,

    buletin/jurnal dan sebagainya. Kedua media elektronik, yang terdiri dari

    radio dan televisi. Ketiga media online, yaitu media internet seperti

    website, blog dan lain sebagainya (Yunus, 2010: 27).

    2.2 Berita

    Dalam pandangan Maeseneer, berita didefinisikan sebagai sebuah

    informasi baru tentang kejadian yang baru, penting dan bermakna (significant),

    yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan/penting dan layak

    dinikmati oleh mereka, dengan mengandung beberapa unsur seperti, bermakna

    dan berpengaruh, menyangkut hidup orang banyak, dan menarik (Olii, 2007: 27).

    Walter Lippman memfokuskan hakikat suatu berita pada proses pengumpulan

    berita, yang dipandang sebagai upaya menemukan isyarat jelas yang objektif yang

    memberikan arti pada suatu peristiwa (McQuail, 2011: 190). Setelah itu bagi

    Assegaf berita berkaitan dengan sebuah informasi yang menarik perhatian

    masyarakat yang disusun sedemikian rupa dan disebarluaskan secepatnya, sesuai

    periode yang ditentukan oleh media yang bersangkutan (Assegaf dalam

    Mondry,2008:83). Dengan adanya media massa yang menyebarkan berita kepada

    masyarakat secara cepat, media secara tidak langsung juga mengajarkan kepada

  • khalayak tentang apa yang mereka butuhkan melalui informasi tersebut . Hampir

    senada dengan pernyatan Spencer bahwa berita merupakan kenyataan atau ide

    yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca . Dalam kerja

    media, peristiwa tidak dapat langsung disebut sebagai berita, tetapi dia harus

    dinilai terlebih dahulu apakah peristiwa tersebut mempunyai nilai berita. Ada

    beberapa faktor yang mempengaruhi nilai sebuah berita, meliputi : (Lihat dalam

    Sumadiria, 2005:80-84)

    Keluarbiasaan (unusualness), dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah

    suatu peristiwa biasa. Berita adalah suatu peristiwa luar biasa (news is

    unusual). Lord menegaskan (Mot, 1958 dalam Sumadiria, 2005:81),

    apabila ada orang digigit anjing maka itu bukanlah berita, tetapi

    sebaliknya apabila orang menggigit anjing maka itulah berita. Prinsip

    seperti itu hingga kini masih berlaku dan dijadikan acuan para reporter dan

    editor.

    Kebaruan (newness), Suatu berita akan menarik perhatian apabila

    informasi yang dijadikan berita itu merupakan sesuatu yang baru. Semua

    media akan berusaha memberitakan informasi tersebut secepatnya, sesuai

    dengan periodesasinya.

    Memiliki akibat (impact), berita merupakan segala sesuatu yang

    berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar

    dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh ialah berita kenaikan BBM

    yang akan berakibat pada kenaikan harga sembako dan kecenderungannya

    akan diikuti oleh kenaikan harga yang lain-lain.

    Aktual (timeliness), berita merupakan peristiwa yang sedang atau baru

    terjadi. Secara sederhana aktual berarti menunjuk pada peristiwa yang baru

    atau yang sedang terjadi. Sesuai dengan definisi jurnalistik, media massa

    haruslah memuat atau menyiarkan berita-berita aktual yang sangat

    dibutuhkan oleh masyarakat.

    Kedekatan (proximity), kedekatan yang mengandung dua arti yaitu

    kedekatan geogarfis dan kedekatan psikologis. Kedekatan geografis

  • menunjuk pada suatu peristiwa yang terjadi di sekitar tempat tinggal

    khalayak. Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengan domisili

    suatu khalayak, maka akan semakin tertarik khalayak itu untuk menyimak

    dan mengikutinya, semisal, khalyak/orang-orang yang berada di sekeliling

    kota Solo (Sragen, Karanganyar, Sukoharjo, Kartosuro) akan lebih tertarik

    untuk menikmati berita yang berkaitan dengan peristiwa besar dikota Solo

    ketimbang menikmati berita peristiwa dari daerah lain. Sedangkan

    kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan

    pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa

    atau berita.

    Informasi (information)

    Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa

    menghilangkan ketidakpastian. Tidak setiap informasi mengandung dan

    memiliki nilai berita. Setiap informasi yang tidak memiliki nilai berita,

    menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk dimuat, disiarkan atau

    ditayangkan media massa. Hanya informasi yang memiliki nilai berita atau

    memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian

    media.

    Konflik (conflict), konflik atau segala sesuatu yang mengandung hal yang

    sarat dengan dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan merupakan

    sumber berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah habis. Selama

    orang menyukai dan menganggap penting olah raga, perbedaan pendapat

    dihalalkan, demokrasi dijadikan acuan, kebenaran masih diperdebatkan,

    peperangan masih terus berkecambuk di berbagai belahan bumi, dan

    perdamaian masih sebatas perbincangan, selama itu pula konflik masih

    akan tetap menghiasi halaman surat kabar, radio dan televisi maupun

    berita online.

    Orang Penting (news maker, prominence),berita sangat identik dengan

    orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti, publik figur. Baik

    ucapan ataupun tingkah lakunya bisa menjadi berita, bahkan hanya

    namanya saja bisa dijadikan berita. Nama dari orang penting bisa untuk

  • menciptakan berita (names makes news). Di Indonesia, apa saja yang

    dikatakan dan dilakukan bintang film, bintang sinetron, penyanyi,

    pembawa acara, pejabat, dan bahkan para koruptor sekalipun, selalu

    dikutip pers. Kehidupan para publik figur memang dijadikan ladang emas

    bagi pers dan media massa terutama televisi.

    Kejutan (suprising), kejutan berkaitan terhadap sesuatu yang datangnya

    tiba-tiba di luar dugaan, tidak direncanakan, di luar perhitungan, tidak

    diketahui sebelumnya. Kejutan bisa menunjuk pada ucapan dan perbuatan

    manusia. Bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang terjadi pada

    lingkungan alam, benda-benda mati,semuanya bisa mengundang dan

    menciptakan informasi.

    Ketertarikan manusiawi (human interest), terkadang sebuah peristiwa yang

    diberitakan tak menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok

    orang, atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat tetapi telah

    menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam

    perasaannya. Hanya karena naluri, nurani dan suasana hati kita merasa

    tersentuh, maka peristiwa itu tetap mengandung nilai berita.

    Seks (sex), hal yang berkaitan dengan kaum Hawa memiliki fetisisme

    tersendiri sehingga membuatnya menarik dan menjadi sumber berita. Di

    berbagai belahan dunia, perempuan dengan segala aktifitasnya selalu layak

    muat, layak siar, layak tayang. Segala macam berita tentang perempuan,

    tentang seks, memiliki banyak peminat, dinanti dan bahkan dicari.

    Kemudian didalam sebuah informasi yang memiliki nilai-nilai berita dan

    siap untuk disebarkan/pemberitaan biasanya terdapat unsur-unsuryang terkait

    (Mondry, 2008: 141) :

    Keakuratan/akurat, Suatu berita harus ditulis dengan cermat, baik data

    seperti angka dan nama maupun pernyataan.

    Kelengkapan/lengkap,penulisan berita sudah seharusnya lengkap, utuh,

    serta tidak meninggalkanfaktor penting dalam sebuah peristiwa sehingga

  • pihak lain dapat memahami tentang informasi yang disampaikan dengan

    sahih.

    Kronologis/runtut, suatu berita sebaiknya ditulis berdasarkan waktu

    peristiwa agar urutannya jelas dan lancar, tidak membingungkan penikmat

    berita.

    Magnitude(daya tarik), berita lazim ditulis dengan mempertimbangkan

    unsur daya tariknya. Bila daya tarik informasi yang diperoleh sedikit,

    makan kecenderungannya ialah informasi itu tidak layak dijadikan sebuah

    berita.

    Balance (berimbang), penulisan berita dalam konten isi biasanya dituntut

    untuk tetapseimbang. Artinya, dalam penyajian berita tidak ada unsur

    keberpihakan pada satu pihak tertentu. Sehingga berkaitan dengan

    keobjektifitasan sebuah media massa dalam memberitakan suatu hal.

    Dari beberapa penjabaran diatas mengenai berita, memungkin untuk

    disimpulkan secara umum bahwa berita merupakan sebuah bagian dari media

    massa yang telah disusun secara sistematis yang disebarkan dengan cepat dalam

    periode waktu tertentu baik dalam bentuk surat kabar, radio, televisi maupun

    online. Yang didalamnya memiliki informasi penting mengenai sebuah peristiwa

    ataupun kejadian, dengan bentuk penyajian secara aktual, menarik, dan akurat,

    serta berita mampu untuk memberikan arti/maknaterhadap suatu peristiwatertentu,

    sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap para penikmatnya.

    2.3 Bahasa

    Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipergunakan oleh para anggota

    suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

    (Kridalaksana,2008:24). Serta menurut pernyataan Spradley, (dalam Sobur,

    2006:273), bahasa juga dapat menjadi alat untuk menyusun realitas. Sehingga

    dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalahunsur utama, bagi Berger dan

    Luckmann realitas sosial dapat dibentuk melalui sebuah kata-kata, atau konsep,

  • atau bahasa sertakonstruksi sosial dan tidak berlangsung dalam ruang hampa,

    namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Sobur,2009:91). Selanjutnya

    bahasa dipandang sebagai alat konseptualitas, terutama dalam media massa,dan

    membuat bahasa yang digunakan dalam media massa bukan lagi sebagai alat

    untuk menggambarkan sebuah realitas semata, melainkan bisa menentukan

    gambaran (citra) yang akan muncul di dalam di benak/persepsi khalayak

    (Sudibyo, 2001:70). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari

    penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah "cerita". Sebuah media

    massa juga mempunyai peluang untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang

    dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya . Selain itu dalam mengkonstruksi

    sebuah realitas, media sesungguhnya memainkan peran khusus dalam

    mempengaruhi budaya tertentu melalui penyebaran informasi. Peran media sangat

    penting karena menampilkan sebuah cara dalam memandang realitas (Fiske, 1990

    dalam Sobur, 2009 : 93).

    Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan secara ringkas bahwa didalam

    sebuah sistem komunikasi,bahasa merupakan instrumen yang signifikan, dimana

    bahasa memiliki peran sentral pada di setiap tahapan antara komunikator dan

    komunikan, atau antara pengirim pesan dan penerima pesan sehingga sebuah

    proses komunikasi bisa terjalin. Dan bahasa dalam konteks kemediaan bisa

    dipandang sebagai sebuah alat untuk menggambarkan realitas, menentukan citra

    yang mungkin muncul di masyarakat sehingga membentuk kontruksi realitas.

    Serta konstruksi realitas yang muncul, semisal dalam berita, pada tahap prosesnya

    itu merupakan sebuah upaya “menceritakan” (konseptualisasi) dari sebuah

    peristiwa, atau keadaan yang bisa memberikan efek berkaitan dengan politik,

    ekonomi, sosial maupun budaya terhadap masyarakat. Sehingga hal tersebut

    membuat berita yang disampaikan oleh media dapat membentuk sebuah cerita

    atau wacana yang bermakna. Jadi dengan demikian isi media adalah realitas yang

    dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang memiliki makna.

    2.4. Kekerasan

    Dari masa ke masa, perubahan-perubahan masyarakat yang berkaitan

    dengan peristiwa-peristiwa kekerasan sering kali pula tidak mudah diidentifikasi

  • karena mungkin ada struktur organisasi penggeraknya yang bermain di belakang

    layar. Dalam kata lain, kekuatan penggeraknya tidak berada di lapangan sehingga

    kekerasan yang terjad tampak seperti spontan belaka. Biasanya, sebabnya selalu

    didominasi oleh faktor konflik atau persaingan kepentingan di sektor politik

    (kekuasaan) dan ekonomi, selain karena ditimbulkan juga dari faktor ketidak

    mampuan negara menegakkan keadilan sosial. Kekerasan seakan sudah mengakar,

    bahkan kadang kekerasan dipandang sebagai sebuah alternatif terbaik untuk

    menyelesaikan berbagai persoalan yang ada. Tanpa menyadari bahwa satu

    kekerasan, akan memunculkan kekerasan yang lain (Camara 2000:30-38).

    Kekerasan diartikan sebagai “suatu sifat atau hal yang keras; kekerasan

    diartikan; paksaan,”. Sedangkan “paksaan” berarti suatau tekanan, desakan yang

    amat keras . Moore dan Fine (lihat dalam Koeswara, 1988:5), menjelaskan

    kekerasan sebagai tindakan sengaja untuk mencederai secara fisik ataupun secara

    verbal.Ruang lingkup kekerasan nonfisik tidak mempunyai batasan yang jelas

    seperti kekerasan fisik yang bisa kita lihat secara visual. Nitibaskara mengartikan

    kekerasan (violence) sebagai serangan secara fisik terhadap seseorang atau

    binatang; atau serangan, penghancuran, pengerusakan yang sangat keras, kasar,

    kejam dan ganas atas milik atau sesuatu yang berpotensi menjadi milik seseorang.

    Selain itu menurut Nitibaskara, selain kekerasan fisik, juga ada kekerasan

    psikologis; salah satunya melalui rekayasa bahasa berbentuk stigma-stigma

    (Nitibaskara, 2001:90-91). Mungkin sebagai contoh ialah semisal pelaku A

    berbicara dengan kata yang mengandung makna tertentu yang mungkin

    menyakitkan kepada B, dan B kemudian merasa tersakiti perasaanya, maka A

    dapat dikatakan telah melakukan kekerasan nonfisik, walaupun A tidak merasa

    telah melakukan kekerasan atau menyakiti B.

    Kemudian apabila melihat penyebab kekerasan menurut bahasa Erich

    Fromm, kekerasan memilki akar utama yang erletak pada manusia secara

    individual. Kekerasan tidak berakar dari sebuah insting selayaknya yang terdapat

    pada hewan. Kekerasan identik dengan agresi, Berkowitz (1987), berpendapat

    bahwa agresi adalah suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk

    melukai secara fisik atau psikologis pada diri orang lain (dalam Koeswara

  • 1988:1). Lalu Fromm mengungkapkan tentang agresi yang merupakan segala

    tindakan yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan kerugian

    pada orang lain, binatang, atau benda mati yang bertujuan untuk mempertahankan

    hidup. Agresi tersebut dapat muncul akibat frustasi, yang dimaksudkan frustasi

    disini ialah penolakan atau bentuk penolakan yang terjadi terhadap situasi tertentu

    (Fromm 2010: 82-84). Dengan contoh, misalnya seorang yang rakus, dia akan

    marah bila dia tidak mendapat semua makanan yang dia inginkan. Kemudian

    setelah itu agresi dibedakan menjadi dua, berdasarkan faktor pendorongnya,

    antara lain ialah agresi lunak dan agresi jahat (Fromm 2010 : 260-385).

    1. Agresi lunak bersifat adaptif biologis, merupakan respon terhadap bahaya

    yang mengancam kepentingan hayati, terprogram secara filogenetik , tidak

    bersifat spontan namun reaktif dan defensif bertujuan menghilangkan

    ancaman, baik dengan menghindari maupun dengan menghancurkan

    sumbernya. Dengan beberapa sifat dan pengaruh kondisi yaitu :

    Agresi semu, merupakan wujud tindakan-tindakan yang dapat,

    namun tidak dimaksudkan untuk, menimbulkan kerugian bagi

    pihak lain.

    Agresi permainan, bertujuan mempraktekan kemahiran, tidak

    bertujuan menghancurkan/melukai, serta tidak didorong oleh faktor

    kebencian. Seperti permainan memanah atau pertarungan pedang

    yang dulunya beresensi untuk membinasakan musuh, kini hanya

    sebatas sebuah olahraga dan seni.

    Agresi penegasan diri, berkaitan dengan tindakan-tindakan yang

    dilakukan tanpa perasaan segan, ragu ataupun takut berkaitan

    dengan eksistensi. Dan konsep agresi ini didukung dengan

    pengamatan kaitan antara hormon jantan dengan agresi yang mana

    hormon jantan memiliki stimulasi kuat untuk berkelahi, namun

    bukan syarat mutlak untuk timbulnya perilaku ini.

    Agresi defensif, berkaitan dengan stimulus mempertahankan diri,

    dengan tujuan menghilangkan bahaya untuk tetap menjaga

    kelangsungan hidup dan tidak untuk menghancurkan. Bila tujuan

  • ini dicapai, agresi tersebut berserta emosinya akan lenyap. Semisal,

    terkait di dalam hasrat untuk mencari makan atau tempat tinggal.

    Dalam prakteknya, agresi ini bertanggung jawab atas sebagian

    besar dorongan agesif manusia. Serta agresi ini memiliki beberapa

    sumber yang mempengaruhi yaitu :

    Kebebasan, ancaman terhadap kebebasan dianggap penting

    dan paling membahayakan baik secara individu ataupun

    sosial. Dan ada banyak bukti bahwa hasrat akan kebebasan

    merupakan reaksi biologis dari organisme manusia.

    Narsisme, terlukainya perasaan narsistik. Konsep yang

    dirumuskan Freud berdasarkan teori libido, narsisme

    berkaitan dengan libido yang tidak berhasil diarah ke dunia

    luar telah diarahkan balik kepada ego, sehingga muncul

    sikap narsisme. Atau segala hal yang diorientasikan ke

    dalam diri sendiri. Sebagai contoh dikalangan pemuka

    politik, narsisme kerap dijumpai, sikap ini boleh dianggap

    sebagai kelemahan atapun kelebihan bagi mereka yang

    mendapatkan atau memperoleh kekuasaan berdasarkan

    kharismanya di mata khalayak ramai.

    Perlawanan, ialah sumber lain agresi defensif yang

    diaangap penting ialah agresi sebagai reaksi terhadap segala

    upaya untuk memunculkan perlawanan dan cita-cita

    terpendam ke dalam kesadaran.

    Agresi kompromis, terdiri dari berbagai tindakan agresi, tindakan

    agresi yang dilakukan oleh si pelaku bukan terdorong oleh nafsu

    destruktif melainkan karena si pelaku diperintah untuk

    melakukannya serta ia merasa wajib menaati perintah itu. Sebagai

    contoh, perilaku para geng motor ataupun tentara dalam kesatuan

    militer banyak didapati tindak destruktif yang dilakukan demi

    menaati perintah.

  • Agresi instrumental, tentang agresi yang berkaitan dengan

    mendapatkan segala sesuatu yang diperlukan atau yang diinginkan,

    dan yang menjadi tujuan bukanlah penghancuran karena

    penghancuran itu sendiri hanya menjadi sarana (instrumen) untuk

    mencapai tujuan yang sebenarnya.

    2. Agresi Jahat bersifat non adaptif biologis, yakni kedestruktifan dan

    kekejaman, bukan merupakan pertahanan terhadap suatu ancaman, tidak

    terprogram secara filogenetik, ia menjadi hanya menjadi ciri khas

    manusia, dan secara biologis merugikan karena dapat mengacaukan

    tatanan sosial; perwujudan utamanya ialah pembunuhan dan penyiksaan,

    dalam prakteknya cenderung bisa dinikmati dan tanpa membutuhkan

    tujuan tertentu. Serta agresi jahat, meskipun bukan insting merupakan

    kecenderungan manusia yang berakar dari kehidupan sosialnya. Fromm

    juga menyatakan bahwa kedestruktifan manusia meningkat seiring dengan

    meningkatnya perkembangan peradaban, dan bukan sebaliknya.

    Selanjutnya apabila dilihat dalam tingkatan yang lebih luas dan lebih

    sistematis mengenai kekerassan, terjadinya berbagai tindak kekerasan di tengah

    suatu masyarakat tidak bisa melepaskan diri dari peran negara didalamnya karena

    memahami definisi negara serperti yang diungkap Miriam Budiarjo, bahwan egara

    adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah

    pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan

    perundang-undangan melalui penguasaan (kontrol) yang dimonopoli dari

    kekuasaan yang sah . Berkaitan dengan negara yang memiliki peran dalam sebuah

    praktik kekerasan negara tokoh yang membenarkan akan adanya kekerasan negara

    ialah Thomas Hobbes (1588-1679) yang menganjurkan negara harus tampil

    sebagai kekuatan raksasa yang bersikap keras terhadap warganya. Negara

    Hobbesian menjelmakan diri sebagai Sang Leviathan yang hanya dengan

    pengerahan teknik teror yang sistematis, negara bisa menundukkan

    warga,berkaitan dengan menjaga ketertiban sosial yang ada (dalam Windhu, 1992:

    31).Dan Max Weber negara adalah komunitas manusia yang (sukses) mengklaim

    memonopoli penggunaan kekerasan fisik yang sah dalam wilayah tertentu. Weber

  • mengutip pernyataan yang dikemukakan Leon Trotsky (1879-1940): “Setiap

    negara didirikan di atas paksaan”. Apabila tidak ada lembaga-lembaga sosial

    yang bereksistensi tanpa kekerasan, maka konsep negara tereliminasi (dalam

    Windhu, 1992: 32). Lalu setelah itu masih mengenai kekerasan negara, Johan

    Galtung membagi tipologi kekerasan menjadi 3 (tiga) yaitu :(Galtung 2003:435)

    Kekerasan langsung, kekerasan langsung cenderung mewujud dalam

    perilaku (misal : permbunuhan, penyiksaan, intimidasi).

    Kekerasan struktural, kekerasan struktur atau kekerasan yang melembaga

    mewujud dalam sebuah konteks, sistem, dan struktur, misalnya

    diskriminasi dalam pendidikan, pekerjaan, pelayanan kesehatan.

    Kekerasan kultural, kekerasan kultural mewujud dalam sikap, perasaan,

    nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat misalnya, perspektif akan

    kebencian, ketakutan, rasisme, ketidak toleranan.

    Yang dimana ketiga kekerasan tersebut bisa saling berkaitan antara kekerasan

    langsung menjadi sebuah peristiwa, kekerasan struktural adalah sebuah proses,

    sedangkan kekerasan kultural adalah sebuah sesuatu yang bersifat permanen.

    Serta Johan Galtung juga membagi kekerasan berdasarkan sifatnya, Menurut

    sifatnya kekerasan ada dua yaitu kekerasan personal dan kekerasan struktural.

    Kekerasan personal memiliki atau bersifat dinamis, mudah diamati,

    memperlihatkan fluktuasi yang hebat yang dapat menimbulkan perubahan

    sedangkan kekerasan struktural sifatnya statis, memperlihatkan stabilitas tertentu

    dan tidak tampak. Kekerasan struktural mengambil bentuk-bentuk seperti

    eksploitasi, fragmentasi masyarakat, rusaknya solidaritas, penetrasi kekuatan luar

    yang menghilangkan otonomi masyarakat, dan marjinalisasi masyarakat sehingga

    meniadakan partisipasi masyarakat dalam mengambil keputusan nasib mereka

    sendiri. Kekerasan struktural ini juga menimbulkan kemiskinan, ketidakmerataan

    pendapatan dan kekayaan, ketidakadilan sosial, dan alienasi atau peniadaan

    individual karena proses penyeragaman warga negara (Galtung 2003:438)

    Dan dari penjabaran diatas, teori yang akan digunakan dalam penelitian ini

    ialah teori milik Erich Fromm mengeai akar kekerasan berkaitan dengan agresi

  • lunak dan agresi jahat. Serta teori tipologi kekerasan milik Johan Galtung yang

    didalamnya ada istilah kekerasan struktural supaya dapat menjelaskan mengenai

    kekerasan negara dalam penelitian ini.

    2.5Analisis Wacana Kritis

    Menurut Douglas dalam Mulyana (2005:3), istilah wacana berasal dari

    bahasa Sansekerta wac/wak/vak, yang artinya berkata, berucap. Kata tersebut

    kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi wacana. Hampir serupa dengan

    pendapat Douglas, menurut KBBI kata wacana berasal dari kata vacana ‘bacaan’

    dalam bahasa Sansekerta. Kata vacana itu kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa

    Kuna dan bahasa Jawa Baru wacana atau vacana atau’ bicara, kata, ucapan’. Serta

    Analisis wacana berkaitan erat dengan isi pesan komunikasi. Analisis wacana

    berfungsi untuk melacak variasi cara yang digunakan oleh komunikator dalam

    upaya mencapai tujuan atau maksud tertentu melalui pesan berisi wacana tertentu

    yang disampaikan. Hal ini mencakup berbagai hal misalnya, bagaimana proses

    simbolik digunakan khususnya terkait dengan kekuasaan, ideologi dan lambang-

    lambang bahasa serta apa fungsinya (Pawito, 2007: 175). Analisis wacana dipakai

    untuk membongkar kuasa yang ada di dalam setiap proses bahasa; batasan-

    batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai,

    topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam

    hubungan kekuasaan, karena menggunakan paradigma kritis, analisis wacana

    kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis (AWK) (Eriyanto, 2001:7).

    Serta terdapat lima karakteristik penting dari analisis wacana kritis (Eriyanto,

    2001:8-14)

    Tindakan, prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tidakan

    (action). Dengan pemahaman semacam ini wacana ditempatkan sebagai

    bentuk interaksi, wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup

    internal. Bahwa seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud

    tertentu, baik besar maupun kecil. Selain itu wacana dipahami sebagai

    sesuatu bentuk ekspresi sadar dan terkontrol, bukan sesuatu diluar kendali

    ataupun ekspresi diluar kesadaran.

  • Konteks, analasis wacana kritis memperhatikan konteks dari wacana,

    seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Lalu wacana dipandang,

    diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Wacana

    dianggap dibentuk sehingga harus ditafsirkan dalam situasi dan kondisi

    yang khusus. Wacana kritis mendefinisikan teks dan percakapan pada

    situasi tertentu, bahwa wacana berada dalam situasi sosial tertentu.

    Historis, menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti

    wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti

    tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting

    untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana dalam

    konteks historis tertentu.

    Kekuasaan, analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen

    kekuasaan (power) dalam analisisnya. Bahwa setiap wacana yang muncul,

    dalam bentuk teks, percakapan, atau apa pun, tidak dipandang sebagai

    sesuatu yang alamiah, wajar dan netral, tetapi merupakan bentuk

    pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci

    hubungan antara wacana dengan masyarakat.

    Ideologi, ideologi juga konsep yang penting dalam analisis wacana yang

    bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk

    dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Teori-teori

    klasik tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun

    oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan

    melegitimasi dominasi mereka.

    Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa analisis

    wacana kritis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi

    penjelasan dari sebuah teks yang mencerminkan suatu pandangan akan realitas

    sosial. Serta AWK memiliki agenda untuk mengungkap ‘yang tersembunyi’ di

    balik sebuah wacana/diskursus tertentu.

    2.5.1 Analisis Wacana Kritis Model Teun Van Djik

  • Analisis wacana model Van Dijk merupakan salah satu analisis wacana

    kritis yang menggabungkan elemen-elemen wacana sehingga bisa dimanfaatkan

    secara praktis. Model Van Dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial. Menurut

    Van Dijk penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis

    teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi (Sobur 2009: 75).

    Pemahaman akan produksi teks pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan

    berkaitan dengan sebab sebuah teks bisa demikian, disini Van Dijk juga melihat

    bagaimana tatanan sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam

    masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentukdan

    berpengaruh terhadap teks-teks tertentu (Eriyanto 2001 : 220-222).

    Dalam analisis wacana yang digambarkan Van Dijk ada tiga dimensi/

    bangunan yaitu teks, kognisi sosial dan analisis sosial. Inti analisis Van Dijk

    adalah menggabungkan ketiga dimensi tersebut dalam satu kesatuan analisis

    (Eriyanto 2001 : 225).

    Dimensi teks yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi

    wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu atau teks terdiri dari

    beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing saling mendukung. Ia

    membanginya pada beberapa elemen wacana. Yang didalamnya berkaitan dengan

    struktur wacana, merupakan cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan

    persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Kata-kata

    tertentu mungkin dipilih untuk tujuan tertentu atau mempertegas pilihan dan

    sikap, dan bahkan membentuk kesadaran politik. Berikut uraian lengkap elemen

    wacana Van Dijk.

    TABEL 2.5.1.1 Elemen Wacana Van Dijk

    Struktur wacana Hal Yang Diamati Elemen

    Struktur makroTematik

    Tema/ topik yang dikedepankan dalam berita

    Topik

  • SuperstrukturSkematik

    Bagaimana bagian dan

    urutan berita diskemakan

    dalam teks berita utuh

    Skema

    Struktur mikro

    SemantikMakna yang ingin

    ditekankan, misal dengan memberikan

    detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu

    sisi danmengurangi detil sisi lain.

    SintaksisBagaimana kalimat

    (bentuk, susunan) yang

    dipilih.

    StilistikBagaimana pilihan kata

    yang dipakai dalam teks

    berita

    RetorisBagaimana cara

    penekanan dilakukan.

    Latar, detil, maksud,

    pra-anggapan,

    nominalisasi

    Bentuk kalimat,

    koherensi, kata ganti

    Leksikon

    Grafis, metafora,

    ekspresi

    (Sumber dari Eriyanto 2001:225)

    Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan

    menggunakan elemen tersebut. Meski terdiri dari berbagai elemen, semua elemen

    tersebut merupakan kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lain.

    Menurut Littlejohn (Eriyanto,2001:226) antara bagian teks dalam model

    Van Dijk dilihat saling mendukung, dan mengandung arti yang koheren satu sama

  • lain, karena semua teks dipandang Van Dijk mempunyai suatu aturan yang dapat

    dilihat sebagai suatu piramida. Prinsip ini untuk mengamati bagaimana suatu teks

    terbangun lewat elemen-elemen yang lebih kecil. Berikut akan diuraikan satu

    persatu elemen wacana Van Dijk tersebut :

    1. Tematik, ialah gagasan inti, ringkasan utama teks dan menggambarkan apa

    yang ingin diungkapkan wartawan dalam berita. Topik menunjukkan konsep

    dominan, sentral dan paling penting dari teks.

    2. Skematik, skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Bagaimana

    bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga terbentuk suatu

    kesatuan arti.

    3. Latar, bagian yang dapat mempengaruhi arti yang ingin disampaikan. Latar

    yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa

    dan bisa menjadi alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam teks. Lewat

    latar dapat dibongkar apa maksud yang hendak disampaikan dan

    menganalisis maksud tersembunyi yang sesungguhnya ingin dikemukakan

    dalam teks.

    4. Detil, berkaitan dengan kontrol informasi yang disampaikan. Komunikator

    atau penulis akan menyampaikan informasi yang menguntungkan pihaknya

    dan sebaliknya akan menyembunyikan atau meminimalkan informasi yang

    merugikan. Elemen detil merupakan strategi bagaimana wartawan atau

    reporter mengeskpresikan sikapnya secara implisit.

    5. Maksud, menunjukkan bagaimana kebenaran tertentu ditonjolkan secara

    eksplisit dan secara implisit mengaburkan kebenaran yang lain.

    6. Koherensi, pertalian atau jalinan antar kata atau antar kalimat dalam teks, dua

    fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak berhubungan.

    Koherensi melihat bagaimana sseorang secara strategis menggunakan

    wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa, apakah dipandang

    sebagai peristiwa terpisah, berhubungan atau justru sebagai sebab akibat.

    7. Koherensi kondisional, antara lain ditandai dengan pemakaian anak kalimat

    sebagai penjelas. Kalimat kedua merupakan penjelas dari kalimat pertama

    yang dihubungkan dengan kata hubung (konjungsi) seperti “yang” dan

  • “dimana”. Sebagai penjelas, ada tidaknya kalimat kedua sebenarmya tidak

    mengurangi arti kalimat. Anak kalimat adalah cermin kepentingan

    komunikator sebab bisa memberi keterangan yang baik atau buruk terhadap

    suatu pernyataan.

    8. Koherensi pembeda, berhubungan dengan bagaimana dua peristiwa atau

    fakta hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat saling bertentangan

    dan berseberangan. Jika koherensi kondisional melihat bagaimana dua

    peristiwa dihubungkan, koherensi pembeda melihat bagaimana dua kalimat

    dibedakan.

    9. Pengingkaran, bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang akan

    diekspresikan secara implisit. Pengingkaran menunjukkan seolah wartawan

    menyetujui sesuatu, padahal ia tidak setuju dengan memberikan argumentasi

    atau fakta yang menyangkal persetujuannya tersebut.

    10. Bentuk kalimat, merupakan segi sintaksis yang berhubungan dengan cara

    berpikir logis, prisnsip kausalitas. Tidak hanya persoalan teknis di

    ketatabahasaan tapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat

    itu. Dalam kalimat aktif seseorang menjadi subyek pernyataannya, sedang

    dalam kalimat pasif seseorang menjadi obyek pernyataannya.

    11. Kata ganti, elemen ini untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu

    komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat untuk menunjukan dimana

    posisi seseorang dalam wacana. Kata ganti dipakai komunikator untuk

    menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Prinsipnya, kata ganti

    dipakai untuk merangkul dukungan dan menghilangkan oposisi yang ada.

    Misalnya kata ganti “kami” atau “kita” bisa menumbuhkan solidaritas,

    aliansi, perhatian publik serta mengurangi kritik dan oposisi kepada diri

    sendiri.

    12. Leksikon, menandakan bagaimana pemilihan kata dilakukan atas berbagai

    kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata yang dipakai menunjukan

    sikap dan ideologi tertentu. Pemilihan kata secara ideologis menunjukkan

    bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta atau realitas.

  • 13. Pra-anggapan, merupakan pernyataan yang dipakai untuk mendukung makna

    suatu teks. praanggapan merupakan upaya mendukung pendapat dengan

    memberikan premis yang dipercaya kebenarannya sehingga tidak perlu

    dipertanyakan lagi. Praanggapan umumnya didasarkan pada ide common

    sense.

    14. Nominalisasi, berkaitan atau berhubungan dengan pertanyaan apakah

    wartawan memandang obyek sebagai suatu kelompok.

    15. Grafis, elemen untuk memeriksa apa yang ditekankan dan dianggap penting

    dalam teks. Grafis biasaya muncul lewat bentuk tulisan yang berbeda dengan

    tulisan lain, huruf tebal, tanda petik, tabel, angka, grafik serta gambar. Grafis

    menunjukkan bagian mana yang harus mendapat perhatian dan dianggap

    penting.

    16. Metafora, penyampaian pesan melalui kiasan atau ungkapan atau peribahasa.

    Metafora sebagai hiasan dari suatu berita yang sapat menjadi penunjuk utama

    untuk mengerti makan suatu teks. Serta alasan pembenaran atas pendapat

    atau gagasan tertentu kepada publik.

    Setelah itu mengenai dimensi kedua adalah kognisi sosial, yang menganalisis

    bagaimana kognisi sang komunikator dalam memahami seseorang atau sebuah

    peristiwa tertentu yang akan ditulis kedalam sebuah teks. Dalam pandangan Van

    Dijk, kognisi sosial terutama dihubungkan dengan proses produksi berita. Proses

    produksi teks tidak hanya bermakna bagaimana suatu teks dibentuk, proses ini

    juga memasukan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu bentuk

    wacana tertentu (Eriyanto, 2001:266).

    Kemudian dimensi ketiga dari analisis van Dijk adalah analisis sosial, yang

    menganalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat. Wacana

    adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk

    meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana

    wacana tentang suatu hal tertentu diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat

    (Eriyanto, 2001:271).

    Untuk menjawab rumusan masalah yang ada dari penelitian ini, tentang

    wacana dari berita Metro Realitas bertema Dilema Petani Di Tanah Sengketa,

  • digunakan analisis struktur teks van Dijk (dimensi pertama) yang terdiri atas

    beberapa struktur/tingkatan yang saling mendukung, seperti diuraikan diatas. Lalu

    kemudian digunakan kognisi sosial (dimensi kedua) dan analisis sosial (dimensi

    ketiga) sehingga wacana dapat muncul. Ketiga dimensi yang digambarkan van

    Dijk ini digunakan sebagai alat penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah

    penelitian yang diuraikan berdasar latar belakang penelitian seperti yang tertulis di

    bab pendahuluan. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi

    diatas dalam satu kesatuan analisis.

    2.6Kerangka Pikir Penelitian

    METRO TV

    Teori AWK Van Djik Dimensi Teks Dimensi Kognisi

    Sosial Deimensi Analisis

    Sosial

    Berita Metro Realitas Edisi 07/07/2014, Bertemakan “Dilema Petani Di Tanah

    Sengketa”

  • Pada Tanggal 07/07/2014 media Metro Tv menyiarkan berita mengenai

    “Dilema Petani Di tanah Sengketa” yang disiarkan melalui program acara Metro

    Realitas. Melalui bingkai analisis wacana kritis Van Djik peneliti akan mencoba

    melihat wacana kritis di balik berita tersebut, yang akan dikaitkan dengan teori

    agresi Erich Fromm yang kemudian akan dikaitkan kembali menggunakan

    tipologi kekerasan Johan Galtung guna melihat keterkaitan wacana berita tersebut

    dengan kekerasan negara.

    Wacana KritisTeori Akar Kekerasan Erich Fromm Agresi Lunak Agresi Jahat

    Teori tipologi kekerasan Johan Galtung

    Kekerasan Langsung Kekerasan Struktural Kekerasan Kulrutal