benedicta mw_kinetika_kloter b_11.70.0014
DESCRIPTION
Dilakukan praktikum kinetika fermentasi dengan menggunakan sari buah apel malang. Kemudian diukur nilai pH, total asam, OD, jumlah sel. fermentasi ini dilakukan selama 5 hari.TRANSCRIPT
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh :
Benedicta M.W.
11.70.0014
Kelompok B3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan terhadap kinetika fermentasi menggunakan sari apel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kinetika Fermentasi
Kel Perlakuan WaktuΣ Mikroorganisme tiap perlakuan Rata-rata / Σ Mo
tiap petakRata-rata / Σ tiap cc
OD pHTotal Asam
(mg/ml)1 2 3 4B1
B2
B3
B4
B5
Sari apel +S. cereviceae
Sari apel +S. cereviceae
Sari apel +S. cereviceae
Sari apel +S. cereviceae
Sari apel +S. cereviceae
N0
N24
N48
N72
N96
N0
N24
N48
N72
N96
N0
N24
N48
N72
N96
N0
N24
N48
N72
N96
N0
N24
N48
19214070434262586873232160811326267899010003832
1420506044446061657826335492138496064928804035
182142404045647370752444661091304455639511403828
1235456325436860756827546795133476262678403238
15,7524,25
4458,25
3843,563,563
69,573,52538
61,7594,25133,2550,561
69,586
96,5037
33,25
6,3.104
9,7.104
17,6.107
23,3.107
15,2.107
1,74 x 108
2,54 x 108
2,52 x 108
2,78 x 108
2,94 x 108
108
15,2 x 107
24,7 x 107
3,77 x 108
5,33 x 108
2,02 x 108
2,44 x 108
2,78 x 108
3,44 x 108
3,86 x 108
01,48 x 108
1,33 x 108
0,1776-0,1453-0,2194-0,5796-0,30090,1124-0,1453-0,2194-0,5796-0,13040,21710,0476-0,2155-0,57930,21910,14500,6964-0,2179-0,36290,03590,3116-0,1453-0,0260
2,963,113,133,203,293,013,093,123,133,322,943,153,193,243,572,283,123,123,163,532,523,123,12
18,0520,1620,5417,0916,3219,9720,1620,5420,7422,0818,0518,2418,6216,3215,3615,3616,3218,2415,3616,3219,3919,5820,16
1
2
N72
N96
6850
5860
7171
9270
72,2562,75
2,89 x 108
2,51 x 1080,21550,0359
3,183,68
20,1621,50
Dapat dilihat pada Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa dilakukan pengamatan terhadap rata-rata / Σ mikroorganisme tiap petak,
rata-rata / Σ tiap cc, OD (Optical Density), pH, dan total asam dimulai dari N0, N24, N48, N72, hingga N96. Diperoleh data rata-rata /
Σ mikroorganisme tiap petak dan rata-rata / Σ tiap cc meningkat dari hari ke hari dan paling tinggi diperoleh pada N96. Sedangkan
nilai OD yang diperoleh dari masing-masing kelompok mengalami penurunan dan peningkatan (fluktuatif). Nilai pH yang
diperoleh meningkat dari hari ke hari. Total asam yang diperoleh dari kelompok B1, B3, dan B4 mengalami fluktuatif
(mengalami penaikan terlebih dahulu kemudian mengalami penurunan), sedangkan kelompok B2 dan B5 mengalami penaikan
total asam dari hari ke hari dan paling tinggi pada N96.
Dari data yang diperoleh, dapat dilihat hubungan antara OD dan waktu; jumlah sel dan waktu; jumlah sel dan OD; jumlah sel dan
pH; serta jumlah sel dan total asam dalam grafik di bawah ini.
3
N0 N24 N48 N72 N96
-0.8000-0.6000-0.4000-0.20000.00000.20000.40000.60000.8000
Grafik Hubungan OD dengan Waktu
B1
B2
B3
B4
B5
Waktu
OD
Grafik 1. Grafik Hubungan antara OD dan Waktu
Pada grafik 1, dapat dilihat hubungan antara OD dengan waktu. Nilai OD tertinggi yakni 0,6964 pada N24 kelompok B4.
Sedangkan nilai OD terendah yakni -0,5796 pada N72 kelompok B1 dan B2.
4
N0 N24 N48 N72 N960
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Hubungan Jumlah Sel VS Waktu
B1
B2
B3
B4
B5
Waktu
Jum
lah
Sel
Grafik 2. Hubungan antara Jumlah Sel dan Waktu
Pada grafik 2, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel dan waktu. Dapat dilihat dari masing-masing kelompok terjadi
peningkatan jumlah sel dari N0 hingga N96. Meskipun pada kelompok B2 dan B5 terjadi penurunan jumlah sel kemudian
mengalami peningkatan lagi. Sedangkan pada kelompok B1 terjadi penurunan jumlah sel pada N96 setelah mengalami
peningkatan pada N72.
5
2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.80
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Hubungan Jumlah Sel dengan pH
B1
B2
B3
B4
B5
pH
Jum
lah
Sel
Grafik 3. Hubungan antara Jumlah Sel dan pH
Pada grafik 3, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel dan pH. Terlihat bahwa semakin banyak jumlah sel, maka nilai pH juga
akan semakin tinggi.
6
-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.80
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD
B1
B2
B3
B4
B5
OD
Jum
lah
Sel
Grafik 4. Hubungan antara Jumlah Sel dan OD
Pada grafik 4, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel dan OD. Dapat dilihat terjadi penurunan dan penaikan nilai OD. Terdapat
nilai di mana jumlah sel meningkat tetapi nilai OD juga menunjukkan minus. Namun juga terdapat nilai di mana jumlah sel
meningkat tetapi nilai OD tidak menunjukkan minus.
7
15 16 17 18 19 20 21 22 230
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
B1
B2
B3
B4
B5
Total Asam
Jum
lah
Sel
Grafik 5. Hubungan antara Jumlah Sel dan Total Asam
Pada grafik 5, dapat dilihat hubungan antara jumlah sel dan total asam. Dapat dilihat semakin tinggi jumlah sel tidak selalu
ditunjukkan bahwa total asam semakin tinggi, bahkan menurun.
2. PEMBAHASAN
Fermentasi merupakan suatu proses metabolisme yang menghasilkan produk-produk
pemecahan dari substrat organik yang berfungsi sebagai donor atau akseptor hidrogen
(Schlegel & Schmidt, 1994). Fermentasi ini dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba
penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat
menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat dari pemecahan kandungan di
dalam bahan pangan tersebut (Winarno et al.,1984).
Cider merupakan salah satu produk utama dari industri pengolahan apel di Perancis.
Tradisional cider Perancis didefinisikan sebagai minuman sparkling non-pasteurised
dengan kadar alkohol rendah dan mengandung gula residu. Bahan baku terdiri dari varietas
apel tertentu dan diklasifikasikan menjadi manis, manis pahit, pahit, agak tajam, serta tajam
sesuai dengan keasaman dan kandungan polifenol. Dalam pembuatan cider, setiap pembuat
cider menyeimbangkan rasa dari produk mereka dengan mencampur kategori buah-buahan
yang berbeda. Penggunaan metode fermentasi tipe lambat ini dapat meningkatkan aroma
buah (Nogueira et al., 2008).
Yeast banyak digunakan oleh industri pangan dalam proses fermentasi. Yeast mengeluarkan
enzim yang dapat menguraikan pati dan gula menjadi alkohol (etanol) dan karbondioksida.
Salah satu jenis yeast yang sering digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae. Genus
Saccharomyces sering digunakan untuk memproduksi berbagai macam tipe minuman
beralkohol. Tahapan produksi minuman beralkohol melalui proses fermentasi alkohol, yaitu
gula dikonversi menjadi alkohol melalui enzim mikroba (Atlas,1984). Menurut Gaman &
Sherrington (1994) S. cereviceae dapat digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena
kemampuannya dalam memecah bahan pangan berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan
CO2. Kwartiningsih & Mulyati (2005), mengatakan bahwa pada fermentasi ini terjadi
perombakan glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 dengan reaksi sebagai berikut :
C6H12O6 2 CH3CH2OH + CO2
8
9
Reaksi yang terjadi yakni anaerob (tidak memerlukan O2). Spesies Saccharomyces lain
yang penting dalam industri pangan khususnya fermentasi antara lain yakni S. uvarum, S.
carlbergensis, S. rouxii dan S. lactis. Proses fermentasi ini dilakukan oleh strain
Saccharomyces spp. khususnya S. cerevisae, S. bayanus, S. uvarum yang ditambahkan ke
dalam jus sebagai kultur murni (Buckle et al., 1987).
Untuk dilakukannya praktikum ini, pertama-tama apel malang dimasukkan ke dalam juicer
untuk memperoleh sari buahnya. Setelah itu diambil sari buah apel malang sebanyak 250
ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dipasteurisasi selama 30 menit pada suhu
80oC, setelah itu didinginkan. Kemudian diambil 30 ml biakan yeast yang telah tersedia
(pengambilan dilakukan secara akurat menggunakan pipet volume) dan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer yang berisi sari buah apel secara aseptis. Diinkubasi dengan perlakuan
shaker pada suhu ruang 25-30oC. Pengadukan menggunakan shaker ini bertujuan untuk
mensuplai oksigen pada media dan dalam penggunaannya dengan sumber karbon untuk
membantu pertumbuhan mikrobia secara aerobik (Said,1987). Menurut Stanburry &
Whitaker (1984), shaker inkubator ini berfungsi sebagai aerasi dan agitasi. Aerasi bertujuan
untuk menyediakan oksigen yang cukup dalam kebutuhan metabolisme mikroorganisme
dalam kultur terendam, di mana agitasi harus dapat menjamin homogenitas suspensi sel-sel
mikrobia dalam medium nutrien. Menurut Ahmad et al. (2011), aerasi merupakan faktor
penting untuk fermentasi S. cerevisiae meskipun ragi memiliki kemampuan untuk tumbuh
di bawah kondisi anaerob. Agitasi selama proses fermentasi ini dilakukan untuk menjamin
efisiensi transfer nutrisi ke permukaan sel.
Selama 5 hari, sampel sari buah apel malang diambil sebanyak 30 ml secara aseptis untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan sel yeast. Pemindahan suatu biakan mikroorganisme harus
dilakukan secara aseptis dikarenakan hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kontaminasi oleh organisme yang tidak dikehendaki dalam biakan murni yang akan dibuat
dan menghindari tersentuhnya media atau permukaan tabung bagian dalam oleh benda yang
tidak steril. Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat masuk ke dalam biakan
10
murni melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercemar
(Hadioetomo, 1993).
Gambar 1. 30 ml yeast ditambahkan Gambar 2. Pemindahan dilakukan ke media pertumbuhan secara aseptis
Kepadatan sel pada sampel diuji dengan menggunakan alat haemacytometer. Cara
penggunaan haemacytometer yakni pertama-tama haemocytometer dibersihkan dengan
alkohol kemudian ditutup dengan cover glass dan sampel diteteskan serta tidak boleh ada
gelembung. Perhitungan dengan haemocytometer dibantu oleh mikroskop untuk mengamati
jumlah sel. Hal tersebut sesuai teori yang dikatakan oleh Rostini (2007), bahwa
haemocytometer merupakan alat yang tepat untuk mengukur kepadatan sel dengan bantuan
mikroskop dan hand counter. Setelah diteteskan sampel, selanjutnya dilihat di bawah
mikroskop dengan perbesaran 100-400 kali. Perhitungan ini dilakukan dengan mengamati
pada mikroskop akan ditemukannya 3 garis yang digunakan sebagai batas ruang sel yang
harus dihitung.
Gambar 3. Haemocytometer Gambar 4. Cover glass Gambar 5. Diteteskan sampeldibersihkan dengan alkohol dibersihkan dengan alkohol ke Haemocytometer yang
telah ditutup dengan cover glass
Pengukuran OD (Optical Density) atau kekeruhan pada sampel sari buah apel malang
diukur dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Pertama-
11
tama dilakukan pengukuran nilai OD pada blanko sari buah apel malang. Setelah itu sari
buah apel malang dari masing-masing kelompok dilakukan pengujian nilai OD. Prinsip
dasar metode spektrofotometer adalah, jika cahaya mengenai sel, maka cahaya dipantulkan
dan cahaya yang tidak mengenai sel akan diteruskan. Jumlah cahaya yang diteruskan
proporsional (berbanding lurus) dengan transmitan, sedangkan cahaya yang dipantulkan
berbanding terbalik dengan transmitan/berbanding lurus dengan absorbansi. Kurva
pertumbuhan diperoleh dengan metode turbidimetri, yaitu melihat jumlah bakteri dengan
mengukur densitas optik pada panjang gelombang 600 nm (DO600) (Mukhamad & Putra,
2009).
Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pertama pH
meter dinetralkan dengan aquades, setelah itu baru dilakukan pengukuran pH pada sari
buah apel malang masing-masing kelompok. Pengukuran total asam dilakukan dengan
mengambil 10 ml sari apel buah malang yang kemudian diberi 3 tetes indikator PP dan
setelah itu dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna coklat kemerahan.
Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh data OD dari N0 hingga N96. Hasil pengamatan ini
dapat dilihat pada Grafik 1. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa OD mengalami
peningkatan maupun penurunan. Nilai OD yang diperoleh dari masing-masing kelompok
berbeda-beda, bahkan ada nilai OD yang minus. Nilai OD yang minus ini dapat terjadi
karena sampel blanko berwarna lebih bening dibandingkan sampel. Selain itu, juga dapat
terjadi karena terdapatnya ampas pada sampel masing-masing kelompok, sehingga warna
sari buah apel lebih keruh dibandingkan warna sampel blanko, sehingga hal ini dapat
mempengaruhi nilai OD yang didapat.
Hasil pengukuran hubungan antara jumlah sel dan waktu dapat dilihat pada Grafik 2. Dari
grafik tersebut dapat dilihat fase pertumbuhan ditunjukkan pada kelompok B1 dan B5 yaitu
semakin lama waktu, jumlah sel/cc akan mengalami kenaikan dan mulai menurun pada hari
kelima (N96). Hasil yang diperoleh kelompok B1 dan B5 ini sesuai dengan teori menurut
Stanburry & Whitaker (1984), bahwa kultur yang diinokulasi akan melalui beberapa fase
12
yaitu fase lag, fase log, dan fase stasioner. Namun, hal berbeda diperoleh pada kelompok
B2, B3, dan B4 karena jumlah sel/cc yang diperoleh mengalami peningkatan dari N0 hingga
N96.
Gambar 6. N0 kelompok B3 Gambar 7. N24 kelompok B3 Gambar 8. N48 kelompok B3
Gambar 9. N72 kelompok B3 Gambar 10. N96 kelompok B3
Pada fase lag, belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim belum disintesis.
Namun lama kelamaan fase lag bervariasi, tergantung kecepatan penyesuaian dengan
lingkungan sekitarnya. Fase lag inni ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan jumlah sel
namun tidak drastis (Fardiaz,1992). Pada fase log, sel sudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru. Setelah periode adaptasi, sel dapat menggandakan diri dengan cepat
dan jumlah sel serta densitas sel meningkat secara eksponensial (Schlegel &
Schmidt,1994). Menurut Stanburry & Whitaker (1984), fase stasioner merupakan suatu
fase, dimana pertumbuhan mikroorganisme terhambat ataupun tidak bertambah lagi
jumlahnya karena ketersediaan nutrien yang diperlukan mulai habis sehingga tidak terjadi
pembelahan oleh mikroorganisme. Fase akhir adalah fase kematian, dimana
mikroorganisme yang ada akan semakin menurun jumlahnya, namun tidak akan mencapai
nol karena mikroorganisme yang masih hidup akan memakan mikroorganisme yang sudah
mati dan mikroba yang mati ini yang akan menjadi sumber nutrien bagi mikroba yang
masih hidup. Setelah melewati fase stasioner, mikroba akan semakin mati karena sudah
tidak lagi membelah, dan dapat dilihat dengan grafik yang semakin menurun.
13
Hasil pengukuran hubungan antara jumlah sel dan pH dapat dilihat pada grafik 3. Dapat
dilihat bahwa semakin banyak jumlah sel maka semakin tinggi pula nilai pH. Rentang nilai
pH selama sari buah apel malang di inkubasi yakni antara 2 – 4. Menurut Gavimeth et al.,
(2012), bila kadar alkohol pada suatu wine semakin meningkat, maka jumlah sel dan pH
akan menurun. Hal ini dapat disebabkan dengan semakin tingginya kadar alkohol yang
dihasilkan, maka bakteri pembentuk asam akan terhambat pertumbuhannya dan produksi
asam akan rendah (Gunam et al., 2009). Hal ini tidak sesuai pada hasil yang diperoleh pada
praktikum ini, terlihat pada grafik 3, semakin tinggi jumlah sel, semakin rendah pH yang
ditunjukkan (mendekati pH 4). Seharusnya, dengan semakin rendahnya pH (mendekati 4),
maka semakin sedikit pula jumlah sel yang ada.
Hubungan antara jumlah sel dan OD dapat dilihat pada grafik 4. Dari grafik tersebut terlihat
bahwa hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang ada. Menurut teori
Sastrohamidjojo (1991), searusnya nilai absorbansi berbanding lurus dengan jumlah sel
yang diperoleh. Semakin besar jumlah sel maka nilai absorbansi akan semakin besar.
Ketidaksesuaian hasil pengamatan yang diperoleh dengan teori yang ada dapat disebabkan
karena pada saat pengukuran terdapat sisa padatan dari buah apel (ampas) yang masuk
dalam cuvet, sehingga absorbansi yang dihasilkan semakin besar. Penentuan kadar
biomassa dengan menggunakan absorbansi didasarkan pada kekeruhan yang menandai
pertumbuhan mikroba pada media cair. Semakin besar jumlah sel dalam suspensi, maka
akan semakin keruh kenampakan pada suspensi.
Pengukuran total asam pada praktikum ini merupakan uji kuantitatif asam asetat dilakukan
dengan alkalimetri yaitu titrasi dengan larutan NaOH dan indikator PP. Semakin lama
dilakukannya fermentasi, maka kadar asam asetat akan mengalami penurunan. Hal ini dapat
terjadi dikarenakan asam asetat telah teroksidasi atau terombakkan oleh oksigen dari udara
menjadi CO2 dan H2O dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
CH3COOH + O2 2 CO2 + 2 H2O
Maka sebaiknya bila telah diperoleh kadar asam asetat yang maksimum dan telah
memenuhi kualifikasi, maka fermentasi harus segera dihentikan dan disimpan hasil
14
fermentasi yang diperoleh ke dalam tangki yang tertutup rapat supaya O2 tidak dapat masuk
(Kwartiningsih dan Sri Mulyati, 2005).
Fermentasi apel merupakan sebuah reaksi mikroba kompleks yang melibatkan
pengembangan berurutan berbagai jenis ragi dan bakteri. Ragi sangat bertanggung jawab
dalam fermentasi alkohol. Dengan demikian, spesies ragi yang berbeda dikembangkan
selama fermentasi dan dinamika dan frekuensi kemunculan menentukan rasa dan aroma
karakteristik suatu produk fermentasi. Di Asturias (Spanyol), cider diproduksi secara alami
oleh fermentasi spontan jus apel, oleh ragi yang berasal dari buah. Genus Saccharomyces
biasanya dominan selama fermentasi alkohol, sedangkan genera non-Saccharomyces
(Kloeckera, Candida, Pichia, Hansenula, Hanseniaspora, Metschnikowia) terutama
tumbuh selama tahap pertama dari proses ini. Faktor-faktor lain seperti lokasi geografis,
kondisi iklim, varietas apel dan teknologi pembuatan cider dapat mempengaruhi keragaman
ragi yang ada (Valles et al., 2007).
Suhu fermentasi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil akhir
fermentasi. Suhu fermentasi dapat mempengaruhi perkembangan strain Saccharomyces,
selain itu suhu juga mempengaruhi produksi etanol dan produk fermentasi lainnya. Suhu
dapat mempengaruhi sensitivitas ragi terhadap konsentrasi alkohol, laju pertumbuhan, laju
fermentasi, viabilitas, lama fase lag, enzim dan fungsi membran, dll. Hal ini disebabkan
strain ragi berbeda dalam menanggapi suhu dan mempunyai suhu optimal yang bervariasi
(Sener et al., 2007).
3. KESIMPULAN
- Fermentasi merupakan suatu proses metabolisme yang menghasilkan produk-produk
pemecahan dari substrat organik yang berfungsi sebagai donor atau akseptor hidrogen.
- Dilakukannya shaker bertujuan untuk mensuplai oksigen pada media dan dalam
penggunaannya dengan sumber karbon untuk membantu pertumbuhan mikrobia secara
aerobik.
- Pemindahan suatu biakan mikroorganisme harus dilakukan secara aseptis bertujuan
untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh organisme yang tidak dikehendaki
dalam biakan murni.
- Haemocytometer merupakan alat yang tepat untuk mengukur kepadatan sel dengan
bantuan mikroskop dan hand counter.
- Jumlah sel semakin sedikit, pH semakin rendah karena semakin tinggi kadar alkohol,
maka pertumbuhan bakteri penghasil asam akan terhambat dan produksi asam semakin
sedikit.
- Kultur yang diinokulasi akan melalui beberapa fase yaitu fase lag, fase log, dan fase
stasioner, maka jumlah sel dari awal akan meningkat kemudian mengalami penurunan.
- Semakin lama dilakukan fermentasi, maka nilai total asam akan semakin menurun
karena asam asetat telah teroksidasi, oleh sebab itu bila kadar asam asetat telah
maksimum, fermentasi segera dihentikan.
- Nilai absorbansi berbanding lurus dengan jumlah sel, sehingga semakin banyak jumlah
sel maka nilai absorbansi akan semakin besar.
- Suhu dapat mempengaruhi sensitivitas ragi terhadap konsentrasi alkohol, laju
pertumbuhan, laju fermentasi, viabilitas, lama fase lag, enzim dan fungsi membran.
- Nilai OD minus dapat dikarenakan sampel blanko berwarna lebih bening dibandingkan
sampel, terdapatnya ampas yang lebih banyak dalam sampel yang dimasukkan ke cuvet.
16
Praktikan, Semarang, 31 Mei 2014
Asisten Dosen :
- Andriani Cintya
- Stella Mariss
Benedicta M.W.
11.70.0014
4. DAFTAR PUSTAKA
Ahmad et al. 2011. Study of Growth Kinetic and Modelling of Ethanol Production by Saccharomyces cerevisae. African Journal of Biotechnology Vol. 16(81), pp. 18842-18846.
Atlas, R. M. 1984. Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.
Buckle, K.A.; R.A. Edward; G.L. Fleet & M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Galaction et al. 2010. Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The Open Systems Biology Journal, 3:9-20.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. 1994. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gavimath C.C., Kalsekar D.P., Raorane C.J., et al., 2012. Comparative Analysis of Wine from Different Fruits. International Journal of Advanced Biotechnology and Research.
Gunam et al. 2009. Pengaruh Jenis dan Jumlah Penambahan Gula Pada Karakteristik Wine Salak. AGROTEKNO 15(1): 12-19.
Hadioetomo, R. S. 1993. Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kwartiningsih & Mulyati. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. E K U I L I B R I U M Vol. 4. No. 1. 8 Juni 2005 : 8 – 12.
Mukhamad & Putra. 2009. Pengaruh Suhu Pada Protease Dari Bacillus subtilis. Prosiding Skripsi Semester Genap 2009-2010. SK-091304.
Nogueira et al. 2008. Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. J. Inst. Brew. 114(2), 102–110.
18
Rostini, Iis. 2007. Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) pada Skala Laboratorium.
Said, E. 1985. Proses Pembuatan PST. Makalah Jurusan TIN. Fateta IPB. Bogor.
Sastrohamidjojo, H. 1991. Spektroskopi. Liberty. Yogyakarta.
Schlegel, H.G. & K, Schmidt. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sener et al. 2007. The Effect of Fermentation Temperature on the Growth inetics of Wine Yeast Species.Turk J Agric For 31:349-354.
Stanburry, P.F. & Whitaker. 1984. Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.
Valles et al. 2007. Yeast Species Associated With The Spontaneous Fermentation of Cider.Food Microbiology 24 :25–31.
Winarno et al,. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Rata-rata / Σ tiap cc :
Jumlah sel/cc = 1
vol . petak x rata-rata jumlah MO tiap petak
N0 25
2,5 x 10−7 = 108
N24 38
2,5 x 10−7 = 15,2 x 107
N96 133,25
2,5 x 10−7 = 5,33 x 108
N72 94,25
2,5 x 10−7 = 3,77 x 108
N48 61,75
2,5 x 10−7 = 24,7 x 107
Total Asam :
Total asam (mg/ml) = ml NaOH x N NaOH x192
10 ml sampel
N96 8 x0,1 x192
10 = 15,36 mg/ml
N24 9,5 x0,1 x192
10 = 18,24 mg/ml
N48 9,7 x0,1 x192
10 = 18,62 mg/ml
N72 8,5 x0,1 x192
10 = 16,32 mg/ml
N0 9,4 x 0,1 x 192
10 = 18,05 mg/ml
20