bencana alam dalam pandangan bhikku...

74
BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMA BUDDHA (Studi Kasus di Vihara Dhammacakka Jaya Jakarta) Disusun Oleh: Kiki Agustini NIM : 105032101042 PROGRAM STUDI JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M

Upload: ngotu

Post on 11-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMA

BUDDHA

(Studi Kasus di Vihara Dhammacakka Jaya Jakarta)

Disusun Oleh:

Kiki Agustini NIM : 105032101042

PROGRAM STUDI JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010 M

Page 2: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas izin, serta

karunia-Nya.Sehingga penulis sapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

sebagai tugas penulis yang terakhir.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha untuk menempatkan

skripsi ini sebagai sebuah karya tulis yang bermutu sebagaimana yang diharapkan

bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh sebab itu maka penulis dengan

segala kerendahan hatimengajukan karya tulis ini unutuk ditelaah sebagaimana

mestinya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang

setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun

materil dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. My mother and My Father, juga seluruh keluargaku atas segala kasih

sayang, dukungan moral dan juga bantuan material yang telah diberikan

selama ini.

2. Bapak Drs. Roswen Ja’far selaku dosen pembimbingyang penulis hormati

yang telah memberikan koreksi dan masukan yang positif bagi penulis.

3. Bapak Dr. H. M Amin Nurdin, M.A. Dekan Fakultas Ushuluddin. Ibu Dra.

Ida Rosyidah M.A, Ketua jurusan Perbandingan Agama, dan Bapak

Maulana M.A, Sekertaris Jurusan, yang telah memberikan bantuan berupa

nasihat dan motivasi kepada penulis, juga kepada seluruh dosen yang telah

memberikan ilmu kepada penulis selama masa kuliah.

i

Page 3: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

4. Kepada pimpinan da seluruh staff perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jaakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin yang telah

memberikan fasilitas kepada penulis.

5. Kepada Bante Adhirattano, Bante Sudarsano selaku bhikku Vihara

Dhammacakka Jaya, yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk

memberikan pengarahan dan nasehat kepada penukis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-temanku Imas, Iis, Lian, Titis, Guntur, Fikri, Samsul, Wahyu,

Ulum, Deliat, Lukman, Wasil, Radir atas hari-hari yang telah dilalui

bersama selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan pihak yang

tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, namun tidak mengurangi rasa

persahabatan serta solidaritas.

7. Terimakasih untuk orang-orang yang pernah mengisi hatiku

8. Terimakasih untuk temanku yang baik hati ”Endy Smile” yang bayak

membantu dalam penulisan skripsi ini.

Atas bantuan mereka semua, penulis mengucapkan terimakasih, semoga

Alllah SWT membalas semua kebaikan-kebaikan yang sudah diberikan

kepada penulis khusnya dan umumnya bagi masyarakat.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 1 Mei 2010

Penulis

Kiki Agustini

ii

Page 4: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar .........................................................................................................i

Daftar Isi ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................1

B. Batasan Dan Rumusan Masalah ......................................................6

C. Tujuan Penelitian .............................................................................7

D. Metode Penelitian ............................................................................8

E. Sistematika Penulisan ......................................................................9

BAB II ALAM MENURUT KONSEP AGAMA BUDHA

A. Pengertian Alam Kehidupan ..........................................................11

B. Alam Kehidupan Indrawi (kamaloka) ...........................................14

C. 16 Alam Bentuk (rupaloka) ...........................................................23

D. Alam Tanpa Bentuk (arupaloka) ...................................................26

BAB III GAMBARAN UMUM VIHARA DHAMMACAKKA JAYA

A. Pengertian Vihara ..........................................................................27

B. Latar Belakang Vihara Dhammacakka Jaya ..................................28

C. Etika Masuk Vihara .......................................................................32

D. Peran Dan Fungsi Vihara ...............................................................34

iii

Page 5: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

iv

E. Fasilitas-fasilitas Vihara .................................................................35

BAB IV BENCANA ALAM DALAM PERSPEKTIF BHIKSU DI VIHARA

DHAMMACAKKA

A. Aneka Ragam Bencana Alam ........................................................38

B. Faktor-Faktor Timbulnya Bencana Alam ......................................42

C. Pencegahan Bencana Alam ...........................................................56

D. Solusi Untuk Mengatasi Bencana Alam ........................................58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................62

B. Saran-Saran ....................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................65

LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................................67

Page 6: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa tahun terakhir ini, banyak terjadi bencana-bencana yang

menimpa negeri ini. Termasuk bencana alam, banjir, tanah longsor serta bencana-

bencana lainnya yang banyak menimbulkan korban nyawa maupun harta benda.

Maka dari itu perlu diketahui apa faktor-faktor penyebab terjadinya bencana alam

yang sering terjadi. Ada yang berpendapat bahwa terjadinya bencana alam itu

karena faktor manusia yang tidak bisa menjaga serta melestarikan alam tersebut,

ada pula yang berpendapat bahwa terjadinya bencana alam itu karena memang

faktor alam itu sendiri.

Zaman kekacauan terutama timbul karena krisis moral. Zaman itu

mungkin pula berhubungan dengan bencana alam, seperti banjir, kebakaran hutan,

meletusnya gunung merapi, gagalnya panen, kelaparan dan wabah penyakit1

Jika seseorang itu jahat dan keji, hidup dengan menentang hukum alam

semesta, tindakan, kata-kata dan pemikirannya akan mengotori atmosfer.

Pelecehan terhadap alam tidak akan memberikan orang tersebut apa yang

dibutuhkannya, sebaliknya perpecahan, pertengkaran, konflik, epidemi dan

kemalangan akan menimpanya.2

Memang ada hukum alam yang dipandang secara umum seperti hujan

turun karena proses air laut atau air sungai yang menguap karena panas matahari 1 Krishnanda Wijaya-Mukti, Wacana Buddha-Dharma (Jakarta: Yayasan Buddha Dharma: 2003), cet ke-1, h. 278-279. 2 Sri Dhammananda, Masalah & Tanggung Jawab (DIAN DHARMA), H.9-10

Page 7: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

2

lalu menggumpal menjadi gumpalan awan dan akibatnya turun hujan. Juga

dengan gempa bumi dan tsunami menurut proses ilmu meteorology dan geofisika

ialah terjadinya pergeseran lempengan tanah di dasar lautan fasifik, juga dengan

BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) ketika menyatakan bahwa gunung

berapi sudah aman dan begitu statusnya diturunkan menjadi siaga tiba tiba

paginya gunung merapi itu mengeluarkan semburan debu panas sampai 200

derajat Celsius, yang akhirnya menelan korban, ha ini membuktikan bahwa

keahlian apapun yang dimiliki manusia belum 100% menjamin.3

Hidup di tempat yang sesuai alam dan lingkungannya dapat mendatangkan

kebaikan bahkan jauh dari bencana serta bahaya. Maka dari itu berada di

lingkungan apapun itu dapat mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Apabila

kita berada dilingkungan baik, kita terhindar dari bahaya dan bencana sebaliknya

pula jika kita berada di tempat atau dilingkungan buruk akan mudah terkena

bencana ataupun bahaya.

Tempat yang sesuai yang dimaksudkan adalah daerah dimana orang dapat

hidup dengan aman dan tentram, tempat tinggal yang menyenangkan, konstruksi

perumahan yang baik dan tidak mudah ambruk, kelihatan teratur, bersih dan

terawat dengan baik. Memiliki tetangga yang baik dan didaerah itu banyak orang

yang suka berbuat kebajikan yang dipuji orang bijaksana.

Sebaliknya, berdiam di daerah yang penduduknya suka bertengkar dan berbuat

kerusuhan, pemerintah yang sewenang-wenang dan korupi daerah yang sering

dilanda banjir, kelaparan, gempa, dan wabah penyakit:daerah dimana suasananya 3Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 http://mail-archive.com/...com/msg05607.html3sudhammacaro.blogspot.com/.../tuhan-allah-yang- mengatur-gempa-bumi.html

Page 8: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

3

penuh dengan kebencian-kebencian dan saling mencurugai;tidak dapat kebebasan

berfikir dan berkarya ditekan. Ringkasnya mencakup daerah yang memiliki

banyak unsur-unsur dan kondisi-kondisi yang merintangi pelaksanaan Dharma,

moral dan spiritualdan tidak konduksif untuk kesejahteraan social, adalah tempat

tinggal yang tidak sesuai.4

Perlu diketahui pula bahwa bumi ini tidak hanya sekedar tempat untuk

berpijak makhluk-makhluk Tuhan saja, namun di samping itu bumi ini memiliki

tahap periode mulai dari periode destruksi hingga periode statis.

Dalam suatu siklus tiap masa dunia ditandai oleh empat periode evolusi,

yaitu : (1) periode destruksi/ penghancuran (sanvatta-kappa), (2) periode

pemadaman/ kegelapan (sanvattatthayi-kappa), (3) periode pembentukan (vivatta-

kappa), (4) periode statis (vivattatthayi-kappa).5 Maka di sinilah tergambar

bahwasanya bumi ini tidak bersifat kekal, di samping itu banyak sekali contoh

lain yang menandakan bahwa bumi itu tidak kekal. Misalnya saja seperti yang saat

ini sedang melanda di Negara kita yaitu gempa bumi, tanah longsor, banjir hingga

banyak memakan korban nyawa serta harta benda. Itulah sifat bumi ini.

Manusia penganut agama memegang doktrin dan prinsip kepercayaan

bahwa (Tuhan)/Allah menciptakan dan mengatur manusia dan hewan serta seisi

dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

Tuhan/Allah, tak ada seorang manusia pun yang berhak mengambil nyawa orang

lain, kecuali (Tuhan)/Allah. Kalau begitu, logikanya gempa bumi, bencana alam

4 Pandita Dhammavisarada, Drs. Teja S.M.Rashid, Sila Dan Vinaya (Jakarta: Buddhis BODHI: 1997), H. 69-70. 5 Jayasuriya.W.F. The Psychology anad Philosophy of budhism (Kuala Lumpur: Buddhist Missionary Society,1976) h. 29.

Page 9: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

4

dan musibah serta perang pembantaian manusia sudah diatur oleh Allah/Tuhan?

Doktrin atau prinsip agama ini tidak boleh dirubah dan tak ada yang berani

melanggar atau mengkritik, jika ada yang berani mengkritik atau merubah doktrin

atau prinsip agama itu, maka risikonya ialah pasti hidupnya terancam.6

Di sisi lain ada yang berpendapat bahwa terjadinya bencana itu karena faktor

manusia ciptaan-Nya yang tidak menjaga dan memelihara alam ini dengan baik,

dan di sisi lain ada yang berpendapat bahwa terjadinya bencana alam itu, memang

keadaan alam yang menyeabkan bencana itu terjadi.

Alam ini perlu dijaga serta di pelihara agar dapat terhindar dari bencana

ataupun bahaya yang nantinya akan melanda manusia serta makhluk hidup

lainnya. Dan jangan pernah beranggapan bahwa alam itu tidak memiliki hukum,

sehingga manusia dapat semena-mena melakukan hal apapun tanpa memikirkan

bahaya serta bencananya.

Menurut ajaran Buddha, seluruh alam ini adalah ciptaan yang timbul dari

sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu ia disebut

sankhata dharma yang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak

timbul, lenyap, dan berubah. Sinonim dari dengan sanghata adalah sankhara yaitu

saling bergantungan, sesuatu yang timbul dari sebab yang mendahuluinya.7

Hukum alam yang berarti alam sudah tidak mau lagi menghargai manusia

lagi yang sudah terlalu kotor dengan perbuatan jahatnya. Meskipun alam tidak

punya jaksa, pengacara dan hakim namun nyatanya alam masih mampu

6 Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 dari Sudhammacaro.blogspot.com/.../tuhan-allah-yang-mengatur-gempa-bumi.html 7 H.A. Mukti Ali, Agama-Agama Di Dunia (Yogyakarta: IAIN SUNAN KALIJAGA PRESS, 1988), H.121.

Page 10: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

5

menghukum manusia yang jahat, karena biasanya kejahatan manusia kadang

masih bisa lolos dari kejaran polisi, lolos dari hokum pengadilan. Maka selain

hokum manusia, alam akan tetap menunggu waktunya. Jika sudah sampai

waktunya alam akan bekerja menghukum manusia dengan gempa bumi, tsunami,

badai, topan, tanah longsor,banjir, kebakaran.8 Dan bencana yang terjadi bukan

hanya saat ini saja, akan tetapi masa lalu pun pernah terjadi bencana di mana-

mana. Maka dari itu di samping sebagai makhluk ciptaan Tuhan bukan saja hanya

diciptakan di bumi ini, akan tetapi mempunyai tugas untuk menjaga, memelihara

alam ini.

Menghadapi bencana alam yang terjadi di negara kita secara berturut turut

selama beberapa tahun terakhir ini , sebagian kalangan mulai mempertanyakannya

apakah terjadinya gempa (bencana) yang mengakibatkannya banyak korban

tewas, berarti bahwa “memang mereka (para korban bencana tersebut) memiliki

karma.9

Jika manusia sudah tidak lagi dapat menjaga serta memeliharaalam

kehidupan, maka bencana akan terjadi dimana-mana. Alam kehidupan adalah

tempat berdiamnya makhluk-makhluk.10

Itulah gambaran bahwasanya bencana dapat terjadi di mana-mana. Dan

terjadinya bencana itu dapat disebabkan karena manusia yang tidak dapat

memelihara dan menjaga alam ini, sehingga karma buruk pun melanda manusia

8 Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 http://mail-archive.com/...com/msg05607.html 9Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 http://www.beliefnet.com/sdtory/158/story-15871-1.html). 10 Pandit Jinaratana Kaharuddin, Rampaian Dhamma (Jakarta: DPP PERVITUBI), H. 73.

Page 11: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

6

yang melanggar hukum alam. Penulis ingin mengetahui mengenai bencana alam

menurut Budhisme yang tersebut dalam sebuah skripsi penelitian yang berjudul

”Bencana Alam Dalam Pandangan Bhikku Agama Buddha (Studi kasus Di Vihara

Dhammacakka Jakarta).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Bencana alam Menurut ajaran Buddha, seluruh alam ini adalah ciptaan

yang timbul dari sebab-sebab yang mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena

itu ia disebut sankhata dharma yang berarti ada, yang tidak mutlak dan

mempunyai corak timbul, lenyap, dan berubah. Sinonim dari dengan sanghata

adalah sankhara yaitu saling bergantungan, sesuatu yang timbul dari sebab yang

mendahuluinya.11

Hukum alam yang berarti alam menghukum manusia, karena alam sudah

tidak mau lagi menghargai manusia lagi yang sudah terlalu kotor dengan

perbuatan jahatnya. Meskipun alam tidak punya jaksa, pengacara dan hakim

namun nyatanya alam masih mampu menghukum manusia yang jahat, karena

biasanya kejahatan manusia kadang masih bisa lolos dari kejaran polisi, lolos dari

hokum pengadilan. Maka selain hokum manusia, alam akan tetap menunggu

waktunya. Jika sudah sampai waktunya alam akan bekerja menghukum manusia

dengan gempa bumi, tsunami, badai, topan, tanah longsor,banjir, kebakaran.12

Dan bencana yang terjadi bukan hanya saat ini saja, akan tetapi masa lalu pun

pernah terjadi bencana dimana-mana. Maka dari itu disamping sebagai makhluk

11 H.A. Mukti Ali, Agama-Agama Di Dunia (Yogyakarta: IAIN SUNAN KALIJAGA PRESS, 1988), H.121. 12 Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 http://mail-archive.com/...com/msg05607.html

Page 12: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

7

ciptaan Tuhan bukan saja hanya diciptakan di bumi ini, akan tetapi mempunyai

tugas untuk menjaga, memelihara alam ini.

Dengan melihat latar belakang di atas, maka penulis dalam skripsi ini

membahas bencana alam dalam keyakinan agama Buddha dengan perumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Bencana Alam bisa terjadi pada manusia ?

2. Bagaimanakah cara menjaga bumi ini agar terjaga dari bencana alam?

3. Bagaimana Bencana Alam Dalam Pandangan Bhikku Agama Buddha

(studi kasus Di Vihara Dhammacakka Jakarta)”.

C. Tujuan Penelitian

Dengan mengangkat topik Bencana Alam Dalam Keyakinan Agama

Buddha di Vihara Dhamaccaka Jakarta, diharapkan sikap individu atau sesorang

dapat mengetahui hakekat bencana yang terjadi di sekitar kita hingga setiap orang

tak perlu lagi berburuk sangka dan berduka lara terhadap bencana yang terjadi. di

samping tujuan umum dalam penulisan dalam skripsi ini diantaranya :

1. Agar penulis dapat menerapkan ilmu yang didapat dan mempraktekkan pada

permasalahan yang ada.

2. Untuk mengungkap hakekat bencana alam yang terjadi disekitar kita.

3. Sebagai sumbangan pemikiran tentang bencana alam dalam keyakinan

agamaBuddha.

4. Sebagai pengkaji agama-agama, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan untuk penelitian secara lebih jauh atau spesifik, dan untuik

Page 13: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

8

dijadikan perbandingan manakala meneliti agama Buddha yang memiliki

ajaran yang berbeda-beda dengan ajaran agama lain.

5. Secara formal akademik, penelitian ini bertujuan untuk menjadi laporan

ilmiah, yang merupakan salah satu syarat untuk melengkapi gelar sarjana pada

program Strata Satu (S1).

D. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif analisis, deskriptif

adalah pemaparan suatu (seperti istilah) dengan kata-kata secara jelas dan

terperinci.13 Sedangkan analisis adalah penyelidikan terhadapat suatu peristiwa

untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab atau duduk

perkaranya).14 Pengertian analisis juga berarti memecahkan atau menguraikan

suatu keadaan ataui masalah keadaan beberapa bagian atau dibandingkan dengan

yang lain.15 Jadi deskriptif analisis adalah pemaparan yang jelas dari fakta yang

ada. Dari definisi di atas, metode deskriptif analisis berarti sebuah cara atau teknik

penelitian dengan menggambarkan suatu pengetahuan dengan tulisan atau pun

ucapan dan kemudian membaginya ke dalam beberapa bagian untuk lebih

lanjutnya diadakan penyelidikan kritis dan pengujian untuk mendapatkan hasil

yang benar.

Di dalam pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan dua metode yaitu :

13 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2006),h.288. 14 Ananda Santoso, dan A.R. Al-Hanif, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Surabaya : Alumni,t.t),h.22. 15 Artikel diakses pada tanggal 25 Februari 2010 http://indonesia.com/definisionline/?tag=pengertia-analisis

Page 14: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

9

1. Penelitian Kepustakaan (library Research)

Dengan metode ini penulis menghimpun, membaca, meneliti dan mengkaji

beberapa literaturyang ada kaitannya dengan masalah yang akan dibahas,

seperti buku-buku, majalah-majalah, internet dan tulisan-tulisan lain yang

ada hubungan dengan skripsi ini.

2. Penelitian Lapangan

Dengan metode ini penulis lakukan untuk memperkuat data-data yang telah

didapat. Penulis menggunakan teknik interview atau wawancara langsung

dengan bikkhu Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya (VJDJ), yaitu dengan

cara mengadakan tanya jawab mengenai masalah penelitian. Teknik lainnya

adalah pengamatan langsung (observasi) terhadap obyek penelitian khusus,

dengan demikian penulis mendapatkan informasi secara langsung, akurat

dan benar.

Dalam tata cara penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada ketentuan-

ketentuandan petunjuk yang ditetapkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yaitu : Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan, maka penulisa membagi skripsi ini

menjadi lima bab dan setiap babnya dibagi lagi atas sub bab. Adapun sistemtika

penulisan ini diuraikan sebagai berikut :

Page 15: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

10

BAB I Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, batasan

rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian.

BAB II Menjelaskan tentang alam dalam konsep agama Buddha, yang

dirumuskan ke dalam tiga puluh satu alam kehidupan dan dibagi ke

dalam tiga bagian yaitu : Kamaloka, Rupaloka, Arupaloka

BAB III Menjelaskan pengertian Vihara, latar belakang dari Vihara

Dhammacakka, etika masuk Vihara, serta peran dan fungsi Vihara.

BAB IV Merupakan inti dari skripsi ini tentang keyainan agama Buddha

terhadap bencana alam dalam perspektif bhikku di Vihara

Dhammacakka, aneka ragam bencana alam, factor-faktor timbulnya

bencana alam, pencegahan bencana alam menurut keyakinan agama

Buddha, serta solusi untuk mengatasi bencana alam

BAB V Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dalam pokok

pembahasan dalam skripsi ini dan saran-saran.

Page 16: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

11

BAB II

ALAM MENURUT KONSEP AJARAN BUDDHA

A. Pengertian Alam Kehidupan

Dalam bahasa Pali, alam semesta disebut loka. Loka bukanlah perkataan

yang sudah tertentu pemakaiaannya, tetapi meliputi materiel (rupa) dan imateriel

(arupa), dan pengertiaannya sangat tergantung pada pemakaiannya. Namun

pengertian yang pokok tidak terlepas dari ajaran Buddha, yaitu sesuatu yang

terbentuk dari sebab yang mendahuluinya dan tidak kekal. Menurut ajaran

Buddha, seluruh alam ini adalah ciptaan yang timbul dari sebab-sebab yang

mendahuluinya serta tidak kekal. Oleh karena itu ia disebut sankhata dharma

yang berarti ada, yang tidak mutlak dan mempunyai corak timbul, lenyap dan

berubah. Sinonim dengan sankhata adalah sankhara yaitu saling bergantung,

sesuatu yang timbul dari sebab yang mendahuluinya.

Menurut pandangan Agama Buddha, bumi kita ini merupakan salah satu

titik kecil saja di alam semesta, dan bumi bukan merupakan satu satunya tempat

kehidupan makhluk. Juga bukan hanya manusia dan binatang yang merupakan

makhluk yang hidup di bumi ini. Jumlah bumi di alam semesta ini banyak sekali,

di setiap bumi ada manusia dan makhluk-makhluk lain yang hidup di situ.1

Menurut pandanga Buddhisme bahwa bumi ini merupakan satu titik yang kecil,

meskipun di dalamnya terdapat manusia, binatang dan makhluk-makhluk lainnya.

1 Carnelis Wowor MA., Hukum Kamma Buddhis, h. 91

Page 17: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

12

Gambaran alam semesta seperti yang diungkapkan oleh pengetahuan

modern sekarang ini sudah dikemukakan oleh Buddha, tanpa bantuan teleskop.

Dalam Abhibhu-sutta, Buddha menjelaskan, sejauh bulan dan matahari bergerak

dalam garis edarnya dan sejauh pancaran sinarnyamencapai segala arah, sejauh

itulah luas system seribu tata surya alam semesta. Di dalamnya terdapat seribu

bulan, seribu matahari, seribu poros Sineru – gunung dari segala gunung, seribu

bumi Jambudipa, seribu Aparagoyana di Barat, seribu Uttara-kuru di utara, seribu

Pubbavideha di timur, empat ribu samedera raya, empat ribu Maharaja, seribu

surga Catummaharajika, seribu seribu surga Tavatimsa, seribu surga Yama,

seribu surga Tusita, seribu surga Nimmanarati, seribu surga Paranimmita-

vasavatti, dan seribu alam Brahma. Ananda, inilah, yang dinamakan system dari

seribu tata surya alam semesta kecil. Sebuah system kelipatan seribu dari ukuran

tersebut dinamakan sejuta tata surya alam semesta madya. Sebuah system

kelipatan seribu ukuran ini dinamakan semilyar tata surya alam semesta raya”

(A. I, 226)2

Hidup ini penuh dengan tantangan yang datang dari luar maupun dari

dalam. Namun bagaimanapun yang paling penting dalam menghadapi tantangan

ini adalah pengertian Budhisme tentang apa yang kita hadapi. Kita sendiri yang

harus menentukan sikap dan tindakan kitalah yang akan menentuka akhir dari

persoalan itu. Hidup ini bagi orang yang optimis, bagaikan dipenuhi oleh

kesenangan dan keindahan keindahan yang menakjubkan, sedangkan orang yang

pesimis hidup ini diliputi kesedihan dan kemurungan yang tiada hentinya. Tetapi

2 Krishnanda Wijaya-Mukti, Wacana Buddha-Dharma (Jakarta: Yayasan Buddha Dharma: 2003), cet ke-1, h. 264

Page 18: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

13

bagi seorang realis, hidup ini diliputi kesenangan, dan kesedihan yang muncul

silih berganti.3 Bagi orang selalu dalam hidupnya memiliki pandangan yang baik

dan optimis, maka hidupnya jarang bertemu dengan hal-hal yang menimbulkan

suatu yang negative, maka dari itu dalam menghadapi hidup ini bersikaplah yang

optimis serta manjauhkan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat. Dengan

seperti itu biasa saja satu solusi terhindarnya dari bencana, karena selalu

melakukan hal yang baik-baik yang mendatangkan manfaat.

Pada setiap system cakrawala terdapat tiga puluh satu jenis alam

kehidupan yang membentuk tiga kelompok alam, namanya Triloka. Kelompok

pertama dinamakan kama-loka atau alam kehidupan indrawi, terdiri dari sebelas

jenis alam, yaitu empat alam yang menyedihkan (apaya atau duggati) dan tujuh

alam yang menyenagkan (sugati). Kelompok kedua, rupa-loka atau alam

kehidupan dari Rupa-Brahma, terdiri dari enam belas jenis alam dengan

kebahagiaan rupa-jhana, tanpa nafsu keinginan indra. Kelompok ketiga, arupa-

loka atau alam kehidupan dari Arupa-Brahma, terdiri dari empat jenis alam sesuai

dengan arupa-jhana.

Di alam-alam itu, para makhluk mengembara, mengalami siklus lahir dan

mati berulang-ulang sebelum berhasil mencapai nirwana.

“Ada tiga jenis penjelmaan, yaitu: penjelmaan di alam yang penuh nafsu (kamma-

bhava), penjelmaan di alam Rupa-Brahma (rupa-bhava) dan penjelmaan di alam

Arupa-Brahma (arupa-bhava)” (M.I, 50).

3 Carnelis Wowor MA, Pandangan Sosial Agama Buddha (CV. NITRA KENCANA BUANA), H. 114-115.

Page 19: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

14

Kelahiran dapat terjadi di alam yang lain. Ada 31 alam kehidupan yang

dapat menjadi tempat kelahiran (kembali) makhluk berdasarkan pada karma baik

atau buruk dari makhluk yang bersangkutan.

(31) Tiga puluh satu alam kehidupan itu adalah sebagai berikut: Kelompok

pertama terdiri dari sebelas jenis alam, yaitu empat alam yang menyedihkan

(apaya atau duggati) dan tujuh alam yang menyenagkan (sugati). Kelompok

kedua, rupa-loka atau alam kehidupan dari Rupa-Brahma, terdiri dari enam belas

jenis alam dengan kebahagiaan rupa-jhana, tanpa nafsu keinginan indra.

Kelompok ketiga, arupa-loka atau alam kehidupan dari Arupa-Brahma, terdiri

dari empat jenis alam sesuai dengan arupa-jhana.

B. Alam kehidupan indrawi (Kama-loka)

Kama-loka atau kama-bhumi terdiri dari 11 alam kehidupan yang masih

senang dengan napsu birahi dan terikat dengan panca indra.4 Yang terbagi

menjadi dua bagian yaitu, 4 alam tak menyenagkan, dan tujuh alam yang

menyenangkan.

a. Empat alam tak menyenangkan (Duggati) yaitu:

1. Niraya

Niraya (ni+aya : tanpa kebahagiaan) alam menyedihkan, tempat makhluk-

makhluk menerima dan mengalami hasil dari perbuatan karma buruk. Niraya

terkenal juga sebagai neraka, tetapi bukan merupakan alam yang kekal bagi

makhluk. Setelah kekuatan karma buruknya melemah maka makhluk itu

4 Pandit Jinaratana Kaharuddin, Rampaian Dhamma (Jakarta: DPP PERVITUBI), H. 73.

Page 20: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

15

dapat terlahir kembali di alam yang lebih baik atau menyenangkan sebagai

akibat dari karma baik mereka yang lampau.5

Nirayabhumi terbagi dalam tiga macam golongan kelompok alam,

diantaranya yang disebut dengan : 1. Maha Naraka (Neraka Utama), 2.

Neraka kecil (Ussadaniraya), 3. Lokantarika (neraka terpencil).

Maha naraka terbagi menjadi dua diantaranya : Asta Usana-Naraka (8 neraka

panas atau 8 neraka besar) dan Asta Sitanaraka (8 neraka dingin).

Yang termasuk Asta Usana-Naraka diantaranya yaitu : Sajiva-Naraka,

Kallasuta-Naraka, Sanghata-Naraka, Roruva-naraka, Maharoruva-naraka,

Tapana-naraka, Mahatapana-naraka, Avici-naraka (Devadatta diam di alam

Avici-Naraka ini).6

Kemudian yang termasuk neraka dingin (Asta Sitanaraka) yaitu :

a. Aruba : karena dinginnya kulit tubuh sampai timbul gelembung-

gelembung

b. Nirarbuda : karena semakin dingin, gelembung-gelembung pada kulit

tubuh pecah-pecah.

c. Atata : karena terlalu dinginnya, hanya suara atata yang dapat dikeluarkan

dari mulut yang bibirnya sudah membeku

d. Havava (apapa) : karena sangat dingin, hanya suara Havava atau Apapa

yang dapat dikeluarkan dari mulutnya

e. Huhuva (hahadhara) : karena dinginnya bukan main, hanya suara Huvuvu

yang dapat dikeluarkan dari mulutnya.

5 Carnelis Wowor MA., Hukum Kamma Buddhis, H. 91-92. 6 Pandit J. Kaharuddin, Hidup dan Kehidupan (Jakarta: Graha Metta Sejahtera, 2002), h.84

Page 21: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

16

f. Utpala (nilotpala): karena dingin yang amat sangat, kulit tubuh memeku

seperti pucuk-pucuk bunga teratai.

g. Padma : karena dinginnya bukan main, kulit tubuh membeku dan pecah-

pecah seperti bunga terataimerah yang mekar-mekar.

h. Mahapadma : karena dinginnya luar biasa, kulit tubuh membeku dan

pecah-pecah seperti bunga teratai merah besar yang mekar-mekar.7

Selanjutnya yang termasuk neraka kecil (Ussadaniraya) yang terdiri dari delapan

kelompok alam : aogarakasu, loharasa, kukkula, aggisamohaka, lohakhumbi,

gutha, simpalivana, vettaraoi. Dan yang terakhir Lokantarika (neraka terpencil),

neraka-neraka ini berada di gunung-gunung, hutan, di angkasa, atau di atas bumi

dan sebagainya, karena perbuatan masing-masingyang mengakibatkannya

demikian. Neraka-neraka ini tidak seperti 8 neraka panas dan 8 neraka dingin

yang mempunyai tempat tertentu.8

2. Tiracchana-Bhumi

Yang disebut Tiracchana-Bhumi (alam binatang), karena makhluk-makhluk

yang berdiam di alam ini tidak mempunyai tempat yang khusus. Makhluk

binatang ini terbagi dua kelompok, yaitu :

1. kelompok binatang yang dapat dilihat dengan mata biasa.

2. kelompok binatang yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa

makhluk binatang yang berkaki terbagi 4 kelompok, yaitu :

7 Drs. Suwarto T, Buddha Dharma Mahayana, Majlis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995-2538 B.E, h. 646. 8 Ibid, h. 647.

Page 22: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

17

1. Apadatiracchana : kelompok makhluk binatang yang tidak mempunyai

kaki, seperti ular, ikan, cacing, dan lain-lain

2. Dvipadatiracchana : kelompok makhluk binatang yang mempunyai dua

kaki, seperti ayam, bebek, burung, dan lain-lain

3. Catupadatiracchana: kelompok makhluk binatang yang mempunyai

empat kaki, seperti kerbau, sapi, dan lain-lain.

4. Bahuppadatiracchana: kelompok makhluk binatang yang mempunyai

banyak kaki, seperti ulat bulu, lipan dan lain-lain.9

3. Peta-Bhumi

Peta Bhumi yaitu makhluk yang tak merasakan kesenangan, makhluk-

makhluk di alam peta ini adalah setan atau “hantu”. Peta merupakan makhluk-

makhluk yang berbentuk tak sempurna, masingmasing dalam dalam keadaan

mereka yang tak sempurna dan berbeda-beda bentuk. Dalam Anguttara

Nikaya II. Disebutkan bahwa ada tukang jagal yang terakhir menjadi peta.

Uraian rinci tentang kehidupan di alam ini baca Petavathu.10

Dalam Dhamma Vibhaga apa yang disebut sebagai hantu-hantu tidak

berbahagia atau kelaparan atau pitti biasanya dimaksudkan untuk menunjukan

para pembuat kejahatan yang tidak begitu berat ubtuk menjerumuskan mereka

ke dalam alam neraka. Tetapi mereka di anggap amat jelek dan cacat

bentuknya dan juga amat lapar serta menyedihkan. Macam makhluk yang

tidak terlihat ini kadang-kadang nampaknya juga tergantung pada dunia

9 Pandit Jinaratana Kaharuddin, Rampaian Dhamma (Jakarta : DPP PERVITUBI), H. 76. 10 Carnelis Wowor MA., Hukum Kamma Buddhis, H. 92.

Page 23: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

18

manusia. Ini dapat dilihat dalam khotbah yang disebut : Tirokudda-sutta, di

mana sanak keluarga raja Bimbisara dahulu, dikatakan sedang menantikan

pengorbanan persembahan-persembahan dari dunia iniuntuk menghilangkan

rasa lapar dan haus mereka. Dari komentar khotbah ini, nampaknya hantu-

hantu kelaparan itu mempunyai alam-alam tertentu bagi mereka sendiri.

Adapun macam contoh yang disebutkan dalam khotbah tersebut yakni

Janusasoni merupakan salah satu contoh dari kenyataan ini. Dan juga disana

disebutkan macam-macam hantu lain yang amat dekat berhubungan dengan

dunia manusia.11

Makhluk setan ini terbagi dari beberapa kelompok, diantaranya terdapat

kelompok setan yang disebut PETA-21 (yang tercantum dalam Kitab Suci

Vinaya dan Lakkhasanyutta) yaitu :

1. Atthisankhasika-Peta : setan yang mempunyai tulang bersambung, tetapi

tidak mempunyai daging.

2. Mansapesika-Peta : setan yang mempunyai daging terpecah-pecah, tetapi

tidak mempunyai tulang.

3. Mansapinada-Peta : setan yang mempunyai daging berkeping-keping.

4. Nicachaviparisa-Peta : setan yang tidak mempunyai kulit.

5. Asiloma-Peta : setan yang berbulu tajam.

6. Sattiloma-Peta : setan yang berbulu seperti tombak.

7. Usuloma-Peta : setan yang berbulu panjang seperti anak panah.

8. Suciloma-Peta : setan yang berbulu seperti jarum.

11 Prince Vajirananavarorasa, Dhama Vibhaga (Jakarta: Aryasuryacandra, 1993), h. 12.

Page 24: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

19

9. Dutiyasuciloma-Peta : setan yang berbulu seperti jarum jenis yang kedua.

10. Kumabhanda-Peta : setan yang mempunyai buah kemaluan yang sangat

besar.

11. Guthakupanimugga-Peta : setan yang bergelimangan dengan kotoran.

12. Guthakhadaka-Peta : setan yang makan kotoran.

13. Nicachavitaka-Peta : setan perempuan yang tidak mempunyai kulit.

14. Dugagandha-Peta : setan yang berbau sangat busuk.

15. Oligini-Peta : setan yang badannya seperti bara api.

16. Asisa-Peta : setan yang tidak mempunyai kepala.

17. Bikkhu-Peta : setan yang berbadan seperti Bhikkhu.

18. Bikkhuni-Peta : setan yang berbadan seperti bikkhuni.

19. Sikkhaman-Peta : setan yang berbadan seperti pelajar wanita/calon

bikkhuni.

20. Samaner-Peta : setan yang berbadan seperti samanera.

21. Samaneri-Peta : setan yang berbadan seperti samaneri.12

Dan disamping itu pula ada peta 4 dan peta 12, Peta 4 diantaranya :

1. Paradattupajivika-Peta : peta yang hidup berdasarkan dana dari orang

lain.

2. Khupipasika-Peta : peta yang selalu lapardan haus.

3. Nijjhamatanhika-Peta : peta yang selalu haus.

4. Vantasika-Peta : peta yang hidup dari muntah.13

12 Pandit Jinaratana Kaharuddin, Rampaian Dhamma (Jakarta : DPP PERVITUBI), H.77-78. 13 Carnelis Wowor MA., Hukum Kamma Buddhis, H. 92-93

Page 25: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

20

Peta 12 diantaranya : vantasa-peta, kunapasa-Peta, guthakhadaka-Peta,

agijalamukha-Peta, sucimuja-Peta, tanhatika-Peta, sunijjhamaka-Peta,

sutanga-Peta, pabatanga-Peta, ajagaranga-Peta, vemanika-Peta, mahidadhika-

Peta.

4. Asurakaya-Bhumi

Asura, alam tempat setan Asura. Asura, secara harfiah, berarti makhluk yang

tak bersinar. Asura merupakan makhluk yang tak bahagia seperti peta.14

Asura dapat disebut juga sebagai alam raksasa asura. Karena yang berdiam di

alam ini jauh dari kemuliaan, kebebasan, dan kesenangan.

1. Deva-Asura : kelompok dewa yang disebut Asura.

2. Peta-Asura : kelompok setan yang disebut Asura.

3. Niraya-Asura : kelompok makhluk yang disebut Asura.

4. Abhibhu-sutta : alam yang menyedihkan

Abhibhu-sutta tidak menyebutkan nama alam-alam yang rendah tersendiri,

lain dengan nama-nama surga. Alam binatang terdapat di bumi yang sama

dengan manusia. Begitu pun hantu tidak memiliki tempat kehidupan sendiri,

mereka tinggal di hutan-hutan, lingkungan yang kotor, dan lain-lain. Agaknya

keempat alam yang rendah ini dipandang tidak hanya sebagai tempat, tetapi

juga sebagian keadaan batin.15

b. Ketujuh alam yang menyenangkan adalah:

14 Carnelis Wowor MA., Hukum Kamma Buddhis, H. 93 15 Alm. Ven. Narada, Sang Buddha dan Ajaran-ajaran-nya BAGIAN II, Koord. Visakha Gunadharma. Jakarta: yayasan Dhammadipa Arama, 1992, hlm. 128-129

Page 26: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

21

1. Alam manusia (manussa), di tandai adanya penderitaan, juga kebahagiaan.

Para boddhisattwa lebih memilih alam manusia, karena alam ini paling

sesuai untuk mengabdi dan menyempurnakan paramita. Semua Buddha

dilahirkan sebagai manusia. Apa yang kita sebut sebagai bumi, adalah

jambudipa. Di jagat raya ini menurut kosmologi Buddhis terdapat banyak

sekali bumi yang sejenis. Aparagoyana, uttarakuru, dan pubbavideha

diduga juga merupakan planet yang dihuni oleh makhluk sejenis

manusia.16

2. Surga Catummaharajika (alam empat raja dewa), karena di alam tersebut

berdiam empat dewa raja yang bernama :

1. Davadhatarattha.

2. Davavirulaka.

3. Davavirupakkha.

4. Davakuvera.

Catummaharajika Bhumi terbagi 3 kelompok, yaitu :

a. Bhumamattha-Devata : para dewa yang berdiam di atas tanah. Seperti

berdiam di gunung, sungai, laut, rumah, cetiya, vihara, dal lain-

lainnya.

b. Rukakhattha-Devata : para dewa yang berdiam di atas pohon. Dewa ini

dibagi atas dua kelompok, yaitu kelompok Dewa yang mempunyai

kayangan di atas pohon, dan kelompok dewa yang tidak mempunyai

kayangan di atas pohon.

16 W.F. Jayasuriya, The Psychology And Philosophy Of Budhisme, Kuala Lumpur: Buddhist Missionary Socciety, 1976, h. 30.

Page 27: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

22

c. Akkassattha-Devata : para dewa yang berdiam di angkasa. Seperti

berdiam di bulan, bintang, dan planet lainnya.

3. Surga Tavatimsa, (alam dari tiga puluh tiga dewa), karena dahulu kala ada

sekelompok pria yang berjumlah 33 orang selalu bekerja sama dalam

berbuat kebaikan. Seperti bersama-sama membantu fakir miskin, bersama-

sama membangu vihara, dan lain-lainnya. Sewaktu mereka meninggal

dunia semuanya terlahir dalam satu alam, yang disebut Tavatimsa Bhumi

(alam tiga puluh tiga dewa).

4. Surga Yama, atau Yama-Bhumi (alam dewa Yama), karena para dewa yang

berdiam di alam ini tebebas dari kepanasan hati: yang ada hanya

kesenangan dan kenikmatan.

5. Surga Tusita (alam kenikmatan), Karena para dewa yang berdiam di alam

ini terbebas dari kepanasan hati, yang ada hanya kesenangan..

6. Surga Nimmanarati (alam dewa yang menikmati ciptaannya) karena para

dewa yang berdiam di alam ini menikmati kesenangan panca-indriya hasil

ciptaannya.

7. Surga Paranimmita-vasavatti (alam dewa yang membantu

menyempurnakan ciptan dari dewa-dewa lainnya), karena para dewa yang

berdiam di ala mini, di samping menikmati kesenangan panca-indriya dan

juga mampu membantu menyempurnakan ciptaan dari dewa-dewa

lainnya.17

17 PANDIT JINARATANA KAHARUDDIN, RAMPAIAN DHAMMA (Jakarta : DPP PERVITUBI), H. 79-81

Page 28: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

23

Alam-alam, yaitu Catummaharajik, Tavatimsa, Yama, Surga Tusita,

Nimmanarati, Paranimmita-vasavatti, merupakan alam surga dari para dewa

yang tubuh phisik mereka adalah lebih halus dan lebih bersih daripada tubuh

manusia. Tubuh para dewa tak dapat dilihat oleh mata phisik manusia biasa.

Makhluk di alam-alam surga ini pada suatau saat akan meninggal ”atau lenyap

dari alamnya masing-masing”. Walaupun kehidupan para dewa di alam surga

lebih menyenagkan atau melebihi alam kehidupan manusia, namun kesucian

dan kebijaksanaan belum tentu melampaui kesucian dan kebijaksaan

manusia.18

C. 16 Alam Bentuk (Rupa-loka)

Lebih tinggi dari alam kenikmatan indria ini adalah alam Brahma atau

Rupaloka (alam berbentuk) di mana makhluk-makhluk merasa senang karena

kebahagiaan Jhana, yang dicapai dengan melepaskan nafsu keinginan indria.

Rupa-loka terdiri dari 16 alam menurut jhana atau kegembiraan yang luar

biasa yang terlatih. Mereka adalah :

(a) Alam Jhana pertama :

1. Brahma Parisajja – alam dari para pengikut Brahma

2. Brahma Purohita – alam dari para mentri Brahma

3. Maha Brahma – alam dari para Brahma Yang Agung.

Yang tertinggi dari tiga pertama ini adalah Maha Brahma. Disebut

demikian karena penghuni dalam alam ini melebihi yang lain dalam

18 Carnelis Wowor MA., HUKUM KAMMA BUDDHIS, H. 95

Page 29: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

24

kebahagiaan, keindahan, dan batas usia karena kebahagiaan hakiki dari

perkembangan batin mereka.

(b) Alam Jhana kedua:

1. parittabhana- alam yang kurang brcahaya

2. appamanabhana – alam yang bercahayanya tak terbatas

3. abhassara – alam para brahma yang bersinar

(c) Alam Jhana ketiga :

1. parittasubha – alam para Brahma dengan sedikit cahaya

2. Appamanasubha – Alam para Brahma dengan cahaya tak terbatas

3. Subhakinha – alam para Brahma dengan cahaya yang tetap

(d) Alam Jhana keempat :

1. Vehaphala – alam para Brahma dengan pahala yang besar

2. asannasatta – alam para makhluk tanpa pikiran

3. suddhavasa – tempat kediaman sejati yang lebih lanjut dibagi menjadi

lima, yaitu :

a. Aviha – alam yang dapat bertahan lama

b. Attapa – alam yang tentram

c. Sudassa – alam yang indah

d. Sudassi – alam dengan penglihatan tajam

e. Akanittha – alam yang tertinggi

Hanya meraka yang telah melatih Jhana atau kegembiran yang luar biasa

dapat dilahirkan di alam-alam yang lebih tinggi ini. Mereka yang telah

Page 30: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

25

mengembangkan Jhana pertama dilahirkan di alam pertama, mereka yang yang

telah mengembangkan Jhana kedua dan ketiga dilahirkan di alam kedua: kereka

yang telah mengembangkan Jhana keempat dan kelima dilahirkan berturut-turut di

alam ketiga dan keempat.

Tingkat pertama tiap-tiap alam ditentukan untuk mereka yang telah

mengembangkan Jhana pada tingkat biasa, kedua bagi mereka yang telah

mengembangkan Jhana sampai suatu tingkat yang lebih tinggi, dan ketiga bagi

mereka yang telah mencapai suatu penguasaan yang lengkap terhadap Jhana-

Jhana.

Pada alam kesebelas, disebut Asannasatta, makhluk-makhluk dilahirkan

tanpa suatu kesadaran. Di sini hanya terjadi suatu perubahan jasmaniyah yang

terus menerus. Pikiran untuk sementara waktu dihentikan ketika kekuatan Jhana

berlangsung. Biasanya pikiran jasmani tak dapat dipisahkan. Dengan kekuatan

meditasi kadang-kadang mungkin memisahkan jasmani dari pikiran seperti dalam

masalah khusus ini. Bila seorang Arahat mencapai Nirodha Samapatti untuk

sementara waktu, kesadarannya berhenti untuk hidup. Kesadaran demikian

hamper tak dapat kita bayangkan. Tetapi mungkin hal-hal yang tak dapat

dibayangkan adalah keyataan yang sebenarnya.

Suddhavasa atau tempat tinggal yang sejati adalah alam khusus para Anagami

atau Yang Tak Pernah Kembali. Makhluk biasa tidak dilahirkan dalam keadaan

ini. Mereka yang mencapai Anagami di alam-alam lain dilahirkan kembali di

Page 31: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

26

tempat tinggal yang sejati ini. Kemudian mereka mancapai Arahat dan hidup di

Alam itu sampai masa hidup mereka berakhir.19

D. Alam Tanpa Bentuk (arupaloka)

Di samping alam bentuk (Rupaloka) ada alam tanpa bentuk (Arupaloka).

Alam Arupa adalah alam tanpa jasmani. Dalam arupaloka tidak ada kelamin.

Alam ini dicapai setelah seseorang sukses dengan Rupa Jhana. Arupaloka terdiri

empat alam, yaitu :

1. Akasanancayatana : alam ruang tanpa batas

2. Vinnanancayatana : alam kesadaran tanpa batas

3. Akincanacayatana : alam kekosongan

4. N’eva Sanna Nasannayatana : alam bukan ide maupun bukan tidak ada

ide.

Makhluk-makhluk yang belum melenyapkan semua kekotoran batinnya

akan terlahir kembali di salah satu dari 31 alam berrdsarka pada perbuatannya.

Bagi para Arahat atau Buddha yang telah melenyapkan semua kekotoran bathin,

bila mereka meninggal dunia tidak akan terlahir kembali di salah satu dari 31

alam. Ketika para Arahat dan para Buddha meninggal, mereka parinibbhana atau

mencapai nirvana secara total.20

Seperti itulah pembahasan tentang alam menurut pandangan Buddha.

Bahwa alam itu terdiri dari beberapa bagian, dan dari bagian-bagian tersebut

terbagi lagi hingga beberapa penjelasan. Itulah pengertian alam menurut Buddha.

19 Alm. Ven.Narada, Sang Buddha dan Ajaran-ajaran-nya BAGIAN II, Koord. Visakha Gunadharma. Jakarta: yayasan Dhammadipa Arama, 1992, hlm 132-134. 20 Carnelis Wowor MA., Hukum Kamma Buddhis, H. 99

Page 32: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

27

BAB III

GAMBARAN UMUM VIHARA DHAMMACAKKA JAYA

A. Pengertian Vihara

Vihara adalah tempat ibadah agama Buddha, kata vihara berasal dari

bahasa pali (bahasa India Kuno) yang berarri tempat tinggal atau tempat puja

bhakti. Vihara dapat juga diartikan sebagai biara Buddha atau tempat para

biarawan Budha. Vihara dapat juga di jabarkan sebagai suatu kompleks yang

terdiri dari :

1. Dhammasala adalah tempat puja bakti, upacara keagamaan dan

pembabaran Dhamma (ajaran Sang Buddha). Di tempat ini umat buddha

melakukan puja bakti, upacara keagamaan dan mendengarkan pembabaran

Dhamma yang disamapaikan dan dipimpin oleh para bhikku, pandita dan

dhammaduta (umat yang menyampaikan dhamma). Tempat ini merupakan

tepat vihara yang bersifat umum.

2. Uposathagara adalah gedung tempat uposatha (persamuan para Bikkhu)

yang berfungsi sebagai tempat pentabisan bikkhu, tempat upacara

keagamaan, pembaca patimokkha, yaitu 227 peraturan kebikkhuan yang

dilakukan setiap bulan gelap (tidak ada bulan) dan bulan terang (bulan

purnama), penyelesaian pelanggaran bikkhu dan penentuan hak dan

sebagai tempat meditasi bersama umat Buddha, tempat ini bersifat tidak

Page 33: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

28

untuk umum hanya untuk para bikkhu, samanera dan pandita saja

meskipun tidak ada larangan untuk umat secara langsung.

3. Kuthi adalah tempat tinggal para bikkhu, bhikkuni (bikkhu wanita),

samanera (calon bhikku) atau samneri (calon bhikkuni).

4. Bhavana Sabha (gedung meditasi) gedung ini digunakan para samanera

dan bikkhu serta umat dalam latihan meditasi (Yayasan Dhammadipa

Arama, 1981 : 39-43).

Dalam keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa vihara adalah

tempat ibadah agama Buddha yang berupa kompleks, yang terdiri dari : Kuthi,

Dhammasala, Uphosathagala, Bhavana, Sabha. Selain sebagai tempat ibadah

dan tempat para bikkhu, vihara mempunyai fungsi kegiatan dan sebagai pusat

keagamaan.

B. Latar Belakang Vihara Dhammacakka Jaya

Pada saat Raja Bimbisara berniat untuk memberikan tempat penginapan

bagi Buddha Gotama dan para siswa-Nya, Buddha Gotama menyarankan agar

tempat tersebut tidak terlalu jauh dari rumah/perkampungan penduduk, mudah

dikunjungi oleh umat, pada siang hari tidak terlalu berisik dan pada malam hari

agak sepi, tanpa keributan yang ditimbulkan oleh orang yang lalu-lalang, sesuai

untuk mereka yang menjalankan kehidupan sebagai petapa (samaa), serta sesuai

untuk dijadikan tempat tinggal seorang Arahat Sammasambuddha. Vihara Jakarta

Dhammacakka Jaya (VJDJ) didirikan pada saat umat Buddha di Indonesia

khususnya di Jakarta sangat memerlukan sebuah tempat representatif yang selain

Page 34: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

29

dapat memenuhi kebutuhan spiritual umat Buddha, juga sebagai pusat pembinaan

dan pendidikan keagamaan bagi pembina umat maupun umat awam.

Pada saat umat Buddha melihat lokasi pembangunan vihar-vihara pada

masa-masa awal, banyak di antara mereka yang heran dan terkejut. Memang

Buddha Gotama sendiri menganjurkan agar lokasi sebuah vihara sebaiknya di

daerah yang tenang dan tidak berisik. Tetapi apakah mungkin daerah yang masih

dipenuhi alang-alang setinggi manusia serta rawa-rawa ini akan dikunjungi oleh

banyak orang? Adakah umat yang bersedia datang setiap harinya untuk

mendanakan makanan kepada para bhikkhu yang tinggal di vihara?

Walaupun beberapa pihak menunjukkan sikap pesimis, tetapi berkat semangat dan

usaha keras untuk dapat menciptakan sebuah vihara yang berkualitas, maka

jadilah sebuah vihara yang kita lihat sekarang ini. Vihara yang terletak di Jalan

Agung Permai XV Blok C-3, Sunter Agung Podomoro, Jakarta Utara ini

merupakan vihara pertama yang telah memenuhi persyaratan sebuah vihara.

Kehadiran VJDJ di tanah air telah membuat sejarah penting bagi umat Buddha

Indonesia yang tidak dapat dilupakan. Tercatat Putra Mahkota Kerajaan Thailand,

Prince Vajiralongkorn dan Princess Mahachakri Sirindhorn pernah bernamakara

di VJDJ ini. Begitu pula dengan pemimpin rakyat Kamboja, Prince Norodom

Sihanouk. Sungguh merupakan kebanggaan bagi kita umat Buddha di Indonesia.

Tetapi, mengapa dinamakan ”Jakarta Dhammacakka Jaya?” Jakarta berasal dari

kata ”Jaya Ing Karta”, adalah nama Ibukota tercinta, yang berarti kejayaan

dalam kemakmuran. Sedangkan Dhammacakka sendiri berarti Perputaran Roda

Dhamma.

Page 35: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

30

Pada saat umat Buddha dari segala penjuru yang berkunjung ke Buddha

Metta Arama semakin bertambah, vihara yang sudah dikelilingi oleh berbagai

bangunan rumah ini dirasakan tidak mencukupi lagi. Maka timbulah niat untuk

membangun vihara yang baru. Pada saat itu di Bangkok, Bhikkhu Sombat Pavitto

atau yang akrab disebut Bhante Sombat bersama dengan Drs. Teja Suryaprabhava

Mochtar Rashid tanpa sengaja diperkenalkan oleh Phrakru Wimon kepada Laksda

Purn. TNI-AL Oyo Prayogo Kusno, seorang bendaharawan di sebuah kelenteng,

Bogor. Pada saat membicarakan tentang pembangunan vihara, beliau tertarik

untuk ikut membantu dengan menyumbangkan tanahnya di perkebunan teh

Pamanukan Tugu, Puncak-Bogor untuk dibangun vihara. Untuk mengelola

pembangunan vihara tersebut, maka dibentuk sebuah yayasan bernama Yayasan

Paripurno Samiddhi. Laksda Purn. TNI-AL Oyo Prayogo Kusno bersama Khun

Pot telah berhasil mengumpulkan dana, demikian pula dengan Bhante Sombat

yang telah menyiapkan sketsa vihara serta bekerja membuat pondasi dan tiang.

Akan tetapi, ternyata pembangunan tersebut tidak disetujui warga sekitarnya,

sehingga Pemerintah daerah meminta agar menunda pembangunan tersebut.

Namun demikian semangat mereka tidak berhenti sampai di situ. Pada suatu

ketika Bhante Sombat dibantu dengan Kolonel Somchit dan Khun Suthat -atase

militer dari Thailand yang juga seorang paranormal, mendapat vision dari Acharn

Nirod, ’seorang’ pembimbing spiritual. Dikatakan bahwa di bagian Utara Jakarta,

ada sebuah lokasi yang baik untuk dibuat vihara, lokasi tersebut pada zaman kuno

pernah menjadi pusat kota. Disebutkan juga bahwa di lokasi tersebut tanahnya

agak tinggi, terdapat sebuah pohon besar dengan sebuah kolam berair bening di

Page 36: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

31

bawahnya. Maka segeralah Bhikkhu Sombat Pavitto bersama Om Liem (Liem

Tiang Sing, kemudian menjadi Bhikkhu Piyadhammo, almarhum) berkeliling

mencari tempat tersebut, saat itu awal tahun 1981. Om Liem mengendarai

mobilnya sendiri mengantar Bhante Sombat mendatangi berbagai lokasi.

Setelah melalui pencarian yang cukup sulit, di daerah sekitar Ancol yang

sedang diadakan pembangunan perumahan itulah akhirnya mereka menemukan

sebuah tempat dengan ciri-ciri yang sesuai. Setelah mencari informasi, diketahui

bahwa tanah tersebut milik PT. Agung Podomoro. Mengingat harga tanah yang

cukup tinggi, maka tanah yang akan dibeli hanya seluas 1.000 m2 saja. Setelah

mengetahui bahwa tanah tersebut akan dipergunakan untuk membangun vihara,

ternyata Anton Haliman atas nama Direksi PT. Agung Podomoro sebaliknya ingin

menyumbangkan satu blok tanah seluas satu hektar kepada Sagha, asalkan ijin

pembangunannya sudah didapatkan. Pernyataan PT. Agung Podomoro untuk

menyumbangkan satu blok tanah seluas satu hektar tersebut dituangkan dalam

surat resmi kepada Sagha Theravāda Indonesia dan diserahkan langsung oleh

Anton Haliman kepada bikkhu Pannavaro selaku Sekretaris Jenderal Sagha

Theravada Indonesia dalam suatu rapat di kantor PT. Agung Podomoro, Sunter.

Pada waktu itu Sagha Theravada Indonesia dipimpin oleh Sekretaris Jenderal.

Dengan penuh semangat mereka pun segera mengurus ijin pembangunan vihara,

dimulai dengan pembuatan gambar. Tetapi terjadi perdebatan mengenai bentuk

vihara, ada pihak yang menginginkan bentuk vihara Thailand yang ’glamor’ tetapi

di lain pihak menginginkan bentuk vihara yang sederhana tetapi anggun. Akhirnya

diputuskan untuk membangun vihara yang seperti vihara sebelumnya yang pernah

Page 37: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

32

ada di Indonesia. Selanjutnya dibentuklah sebuah yayasan dengan nama Yayasan

Jakarta Dhammacakka Jaya, di mana para pendirinya adalah delapan bhikkhu

Indonesia selaku Badan Pengawas, Anton Haliman selaku Ketua Kehormatan,

Oyo Prayogo Kusno selaku Ketua Umum, dan Drs. Teja Suryaprabhava Mochtar

Rashid selaku sekretaris. Akhirnya berkat bantuan dari berbagai pihak, maka ijin

tersebut berhasil didapat. Selanjutnya Bhante Sombat mendirikan sebuah gubuk di

sana dan mulai mendirikan Uposathagara dan Sima. Arsitek pada waktu itu

adalah Ir. Rai Pratadaya dan Ir. Aswin Suganda. Setelah dikurangi untuk sarana

jalan dan sebagian diminta oleh Kota Praja untuk pembuatan jalur hijau, akhirnya

luas tanah tersebut menjadi 8.640 m2. Dana pembangunan vihara pun mulai

mengalir dari berbagai pihak di antaranya dari Presiden ke-2 Republik Indonesia,

H.M. Soeharto sebesar Dua Puluh Juta Rupiah, Departemen Agama sebesar Dua

Juta Dua Ratus Ribu Rupiah, Pemerintah DKI Jakarta sebesar Enam Juta Rupiah,

dan sumbangan umat Buddha Indonesia serta Thailand secara sukarela pada saat

itu mencapai kurang lebih Dua Ratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah.1

C. Etika Masuk Vihara

Etika masuk vihara adalah tata cara yang harus dilakukan umat Buddha

masuk ke vihara. Apabila seorang umat Buddha akan memasuki vihara, maka ada

beberapa etika yang harus dijalani diantaranya adalah:

1. Pakaian harus rapai dan sopan santun

1 Artikel ini diakses pada tanggal 25 Februari 2010 www.dhammacakka.org/index.php?option=com...

Page 38: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

33

2. Memasang dupa/namisa puja jika perlu, yang meliputi : bunga, lilin, dan

dupa

3. Sampai di pintu viha namakaragatha yaitu syair penghormatan kepada

Buddha Dharma dan Sangha.2

Bunyi syair tersebut sebagai berikut :

Araham sammasambudho bhagava, budhamvantani abhivademi

“Sang Bhagava, yang maha suci, yang telah mencapai penerangan sempurna, Aku

bersujud dihadapan Sang Buddha”.

Svakkhato Bahagavata dhammo, dhammani namassami

“Telah sempurna dibabarkan oleh sang Bhagava; Aku bersujud di hadapan

Dhamma”.

Supati panno Bhagavatha savaka sangha

“Sangha siswa sang Bhagava telah bertindak sempurna; Aku bersujud di hadapan

Sangha”.

Adapun tatacara ibadah sebagai berikut :

1. Anjali adalah merangkapkan kedua tangan

2. Puja Bakhti yaitu penghormatan dan berbakti yang akan di peraktekkan di

rumah.

2 Wawancara pribadi dengan Bhikku Dhammiko, Jakarta 1 Mei 2010.

Page 39: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

34

D. Peran dan Fungsi Vihara

Peran vihara adalah meningkatkan kehidupan beragama umat Buddha

Indonesia dalam arti seluas-luasnya berdasarkan kitab suci Tipitaka pali yang

berkepribadian Indonesia

Adapun fungsi Vihara dapat di uraikan sebagai berikut :

1. Tempat tinggal para Bhikku dan Samanera

2. Tempat pendidikan putra-putri bangsa agar menjadi masyarakat yang

berguna

3. Tempat memberi rasa aman bagi semua mahluk

4. Tempat untuk membuat kebaikan dan kebajikan

5. Tempat pendidikan moral, sopan santun dan kebudayaan

6. Tempat menyebarkan Dhamma

7. Tempat yang menunjukan jalan kebebasan

8. Tempat latihan meditasi dan usaha merealisasikan cita-cita kehidupan

tempat kegiatan sosial yang bersifat keagamaan.3

Arca-arca yang ada pada vihara Dhammacakka Jaya yaitu :

1. Arca Buddha Sakyamuni yaitu sang Buddha yang telah mendapat

pencurahan.

2. Arca Sari Putta yaitu yang ada di sebelah kanan yang mempunyai kelebihan

trampil menguraikan Dhamma (ajaran agama)

3. Arca Mogallana yaitu berada di sebelah kiri yang mempunyai kelebihan

terampil dalam kekuatan supra natural.4

3 Pengukuhan uposthagara viara DJ

Page 40: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

35

E. Fasilitas-fasiltas Vihara

Selain peran dan fungsi yang telah di sebut diatas, terdapat fasilitas-

fasilitas yang melengkapi Vihara, yaitu :

1. Lapangan Parkir

Lapangan ini berguna pada setiap saat, baik itu harian mingguan, bulanan

maupun tahunan baik itu acara rutinitas maupun acara-acara khusus.

2. Balai Pengobatan

Balai pengobatan ini dibuka pada setiap minggu dari jam 08.00 sampai

dengan selesai selain itu balai pengobatan ini tidak dipungut biaya.

3. Bursa Buku

Bursa Buku ini menyediakan buku-buku baru berkaitan dengan agama

Buddha seperti Hio, lilin, dupa, Buddha rupang Mini, Poster sang Buddha

dan lain-lain.

4. Sekertariat

Sekertariat ini difungsikan sebagai pusat informasi baik yang berkenan

dengan perayaan-perayaan maupun acara rutinitas vihara.

5. beduk

beduk ini digunakan untuk perayaan-perayaan besar, dipakai untuk

memulai dan pada akhir acara.

6. Mading

4 Wawancara pribadi dengan Bhikku Dhammiko, Jakarta 1 Mei 2010.

Page 41: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

36

Berfungsi sebagai papan informasi baik yang berkenaan dengan vihara

maupun dengan umat

7. Bendera Buddhis

Bendera Buddhis ini tidak diajarkan Sang Buddha secara langsung, tetapi

berdasarakan Konferensi Sangha Internasional. Warna bendera tersebut

ada 6 (enam) warna, dimana satu warna merupakan kombinasi dari semua

warna. Warna-warna tersebut adalah sebagai berikut :

a) Biru melambangkan rasa bhakti kepada Sangha

b) Kuning melambangkan keberanian

c) Merah melambangkan cinta kasih

d) Putih melambangkan Kesucian

e) Oren melambangkan kebijaksanaan

8. Pohon Budhis

Pohon ini melambangkan pohon suci di mana Sang Buddha mendapatkan

penerangan sempurna. Pohon ini adalah cangkokan langsung dari

Thailand.

9. Reflika Candi Pawon

Reflika Candi Pawon merupakan tempat penyimpanan abu para Bhikku

dan para donatur vihara.

10. Tukang Kembang

Tukang kembang ini sengaja diberi fasilitas oleh pihak vihara karena

berguna pada perayaan-perayaan yang memerlukan bunga.

11. Ruang Serbaguna

Page 42: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

37

Gedung serbaguna ini terdiri dari beberapa fasiltas di antarannya suang

sekolah minggu, ruang sekertariat, ruang organisasi Buddhis, ruang kursus

bahasa Mandarin.5

5 Wawancara pribadi dengan pengurus Vihara Suramin, 1 Mei 2010

Page 43: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

BAB IV

BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU DI VIHARA

DHAMMACAKKA

A. Aneka Ragam Bencana Alam

Mengapa di tanahku terjadi bencana? Barangkali di sana ada jawabnya,

mengapa di tanahku terjadi bencana itu lirik lagu berita kepada kawan dari Ebit G

AD yang belakangan ini terdengar hampir setiap hari ditelvisi dan radio. Lagu

yang populer sekitar 25 tahun lalu itu menjadi lagu tema yang mengiringi

penayangan selipan atau filler berisi gambar bencana Aceh yang memilukan.1

Ada makna-makna dalam lirik-lirik lagu itu yang dianggap relevan yang

dianggap suasana batin yang sedang melingkupi banyak orang saat ini, yaitu

bencana tragedi dan duka cita. Itulah mengapa lagu-lagu dihadirkan sebagai ”ruh”

yang diharapkan menghidupkan tayangan visual seputar bencana.2

a. Pengertian Bencana

Ada beberapa pengertian atau definisi tetang bencana, beberapa definisi

cenderung merefleksikan karakteristik berikut ini (Carter, 1991)

1. Gangguan atau kekacauan pada pola normal kehidupan. Gangguan atau

kekacauan ini biasanya hebat, terjadi tiba-tiba, tidak di sangka dan wilayah

cakupan cukup luas.

2. Dampak ke manusia seperti kehilangan jiwa, luka-luka, dan kerigian harta

benda.

1Bencana gempa dan Tsunami (Jakarta : KOMPAS, 2005), h.302 2 Ibid, h.303

38

Page 44: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

39

3. Dampak ke pendukung utama struktur sosial ekonomi seperti kerusakan

infrastruktur, sistem jalan, sistem air bersih, listrik, komunikasi dan

pelayanan utilitas penting lainnya.3

b. Penyebab Bencana

Penyebab bencana dapat dibagi menjadi dua, yaitu : alam dan

manusia. Secara alami bencana akan selalu terjadi di muka bumi, misalkan

tsunami, gempa bumi, gunung meletus, jatuhnya benda-benda dari langit ke

bumi (meteor), tidak ada hujan pada suatu lokasi dalam waktu yang relatif

lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan, atau sebaliknya curah

hujan yang sangat tinggi di suatu lokasi yang akan menibulkan bencana

banjir dan longsor.

Bencana oleh aktifitas manusia adalah terutama akibat ekspolitasi

alam yang berlebihan. Ekspolitasi ini disebabkan oleh pertumbuhan

penduduk yang meningkat, kebutuhan infastruktur meningkat, alih tata guna

meningkat.4

Nicheren daishonin melukiskan penjelasannya dengan suatu

analogi tentang tubuh dan bayang-bayang. Tubuh bergerak dan mengubah

bentuk bayangan karena tubuh tidak akan menjadi tubuh bila tidak

menimbulkan bayangan. Dengan kata lain, tubuh diberi kehidupan dan

indentitas lingkungannya, dengan sebaliknya. Menurut hemat saya, hanya

3 Robert j. kodoatie & roestam sjarief, penegelola terpadu banjir, longsor, kekeringan dan tsunami (Jakarta: yasrif watamone, 2006), h. 67 4 Ibid, h.68

Page 45: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

40

dengan mensistensikan dialektika inilah kita dapat sampai pada suatu

pemahaman tentang saling keterkaitan antara hidup kita dan lingkungan.5

Agama Buddha memandang ada hubungan antara kemoralan

seseorang dengan kelestrarian alam, karena peristiwa yang terjadi di alam ini

saling berpengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap

komponen-komponen lainnya (hukum paticcasamuppada). Hal ini berarti

bahwa prilaku yang dilakukan oleh manusia sangat berpengaruh terhadap

lingkungan hidup, maka lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap

manusia. Jika manusia merusak lingkungan, secara cepat dan lambat akan

menimbulkan dampak buruk bagi manusia. Berbagai macam bencana,

seperti tanah longsor dan banjir tidak dapat dihindari. Dengan demikian,

manusia sendiri yang akan mendapatkan kerugian akibat tindakannya

terhadap alam.6

Pendapat bhikku (Adhiratano) bencana yang sejauh lebih

besar dari pada bencana alam yaitu, rendahnya kemoralan yang dimiliki

seseorang. Itulah sesungguhnya bencana yang lebih besar, yang akan

mengakibatkan hancurnya kehidupan. Karena begitu pentingnya nilai

kemoralan, maka Sang Buddha menekankan kepada umat Buddha untuk

menjalankan lima sila yaitu :

1. Tidak Membunuh

2. Tidak Mencuri

3. Tidak Asusila 5 Departemen Komunikasi dan Informatika Badan Informasi Publik Pusat. Penanggulamgam Bencana Alam Dalam Perspektif Aagama Di Indonesia (Jakarta : DEPKOMINFO, 2007), H. 86 6 Ibid, H. 87

Page 46: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

41

4. Tidak berbohong

5. Tidak makan dan minum hal yang melemahkan kesadaran.

Bencana alam hanya menghancurkan manusia pada saat itu saja, tetapi bencana

moral akan mengakibatkan hancurnya manusia dalam banyak generasi.7

Bencana alam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah

bencana yang disebabkan oleh alam (seperti gempa bumi, angin besar, dan banjir).

Dalam tulisan ini, penulis akan membahas tentang bencana alam yang sering

terjadi, khususnya di Indonesia dari sudut pandang agama Buddha. Ajaran Buddha

menjelaskan bahwa bencana alam disebabkan oleh hukum fisika (dalam hal ini

geologi), dan bisa juga karena kesalahan manusia. Inti ajaran Buddha adalah

bahwa semua fenomena yang terjadi adalah saling terkait. Hukum fisika mengatur

kerja alam yaitu siklus hujan, namun karena manusia banyak menebang pohon

sembarang, membuang sampah sembarang sehingga berakibat banjir. Contoh

lainnya adalah musim yang kacau yang disebabkan oleh pemanasan global yang

juga diakibatkan oleh manusia. Ciri alam adalah selalu seimbang, sehingga ketika

alam tidak seimbang lagi (rusak)—disebabkab manusia, maka terjadilah fenomena

alam yang tidak biasa sehingga mungkin menjadi bencana bagi manusia. Lainnya

halnya dengan gempa bumi, letusan gunung berapi dan bencana alam geologis

lainnya. Hingga saat ini belum terlihat dengan jelas apakah ada kaitan—langsung

atau tidak langsung— antara bencana alam geologis dan tindakan manusia.

Gempa bumi, letusan gunung berapi, dan bencana alam geologis lainnya lebih

banyak disebabkan oleh hukum fisika (geologi). Namun, musim kemarau

7 Wawancara pribadi dengan Bhikku Adhiratano, 9 Februari 2010

Page 47: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

42

berkepanjangan, cuaca yang tidak menentu, banjir, longsor, kebakaran hutan yang

terjadi sampai saat ini sebagian besar adalah ulah manusia secara langsung

maupun tidak langsung.

Ajaran Buddha mengajarkan kepada manusia terutama untuk berkaca

melihat diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Satu tindakan kecil—

membuang sampah sembarangan—yang dilakukan oleh seorang individu bisa saja

menyebabkan bencana besar bagi manusia lainnya.8

B. Faktor-faktor Timbulnya Bencana Alam

Akhir-akhir ini memang cukup banyak bencana alam yang terjadi secara

hamper bersamaan di berbagai tempat di seluruh dunia. Berbagai bencana yang

banyak menimbulkan korban harta serta kehidupan manusia ini sebenarnya salah

satunya disebabkan oleh kamma kelompok yang matang secara bersamaan.

Seperti yang telah disebutkan dalam hukum kamma bahwa ia yang melakukan

suatu perbuatan, ia pula yang akan memetik buah kebaikan ataupun penderitaan.

Ketika setiap orang yang mempunyai kamma berbeda ini berkumpul, timbullah

kamma kelompok. Ada berbagai jenis kamma kelompok yaitu kamma keluarga,

kamma masyarakat, kamma bangsa dan juga kamma dunia.

Dengan demikian, jika setiap orang masing-masing mempunyai usaha untuk

memperbaiki kualitas perilaku, ucapan dan pikirannya, maka tentunya tidak

tertutup kemungkinan akan terbentuk kamma kelompok yang baik pula yaitu

8 Artikel diakses pada tanggal 31 Maret 2010 Filsafat.kompasiana.com/…/tanggapan-agama-buddha-terhadap-bencana-alam/-

Page 48: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

43

kamma keluarga, kamma masyarakat dan bahkan kamma dunia. Seperti telah

diketahui bahwa kumpulan dari setiap pribadi akan membentuk keluarga.

Kumpulan keluarga akan membentuk masyarakat. Kumpulan masyarakat akan

membentuk bangsa dan kumpulan bangsa akan membentuk dunia. Jadi,

kembalinya kebahagiaan seluruh umat manusia dimulai dari perbaikan diri setiap

orang. Oleh karena itu, marilah semuanya berusaha dan terus berjuang untuk

meningkatkan kebajikan melalui ucapan, perbuatan dan juga pikiran agar

membantu mengkondisikan timbulnya kebahagiaan kepada dunia ini.

Kebahagiaan dunia yang salah satunya berbentuk kebebasan warganya dari segala

bencana.9

Mekanisme alam semesta membuat bumi berputar pada porosnya sambil

berjalan mengelilingi matahari sebagai pusat orbit. Dengan putaran yang ritmis

itulah kehidupan berlangsung dengan baik. Berkat putaran itu pula bumi menjadi

hidup dan kita ikut hidup dalam kehidupan itu, dengan sumber energi yang

memadai, udara dan atmosfer yang seimbang, suhu dan cuaca yang bisa

diadaptasi. Kalau putaran itu dihentikan 1 detik saja, semua benda di permukaan

bumi, termasuk kita, akan terlempar berhamburan. Begitulah bumi, yang melesat

tak kurang dari 107 ribu km/jam di angkasa raya. Sebuah kecepatan yang tiada

bandingannya dengan kendaraan tercepat apapun ciptaan manusia.

Bumi memang harus melesat dengan kecepatan sedahsyat itu untuk

menyelesaikan satu putaran mengitari matahari dalam setahun. Pernahkah

terbayangkan bahwa kita sedang berdiri, duduk, makan, tidur dan segala aktivitas

9 Wawancara pribadi dengan Bhikku Sudassano, 25 Agustus 2010

Page 49: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

44

lain sehari-hari, di permukaan sebuah benda yang bergerak 107 ribu km/jam? Dan

menurut perhitungan para ilmuan, semua ini telah berlangsung selama lebih dari 5

miliar tahun!. Lantas mengapa mekanisme istimewa yang maha dahsyat dan maha

terjaga itu masih menyisakan kisah tentang kehancuran-kehancuran alam? Apakah

itu semacam reaksi fisika yang memang harus terjadi dalam fenomena ini? atau

malah karena ulah manusia, sebagai makhluk paling pandai yang hidup di muka

bumi?

Dapatkah manusia memperkira-kan datangnya bencana alam? Jika dapat,

mampukah kita mengatasinya? Persoalan apa, kapan dan berapa besarnya suatu

bencana alam bakal melanda menjadi teka-teki yang tidak pernah berakhir. Jika

diamati memang ada semacam reaksi fisika yang memang harus terjadi. Akan

tetapi, itu semua memiliki makna dan tujuan yang telah ditetapkan oleh maha

pencipta, terjadinya reaksi fisika tersebut telah didesain oleh maha pencipta

sedemikian teraturnya sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi menusia.

Sejak berabad lalu, manusia dan alam bagaikan berpacu, siapa lebih cepat

bertindak. Namun, kekalahan sering berpihak pada manusia walaupun sistem

informasi yang dirancang semakin maju, gempa bumi, taufan, angin kencang,

tornado, kemarau panjang, banjir, gunung berapi meletus, dan tsunami, tetap saja

budaya bersifat material yang dimiliki oleh manusia, masih gagal menyelamatkan

manusia dari bencana alam.

Contoh kejadian yang sedang dihadapi masyarakat Sidoarjo yang

mengalami musibah lumpur PT Lapindo, sampai sekarang berbagai upaya telah

dilakukan para ahli, di antaranya melalui budaya material yang dimilikinya.

Page 50: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

45

Melalui upaya memasukkan untaian bola-bola beton dengan asumsi untaian bola

tersebut dapat memberi tekanan terhadap sumber semburan, sehingga diharapkan

akan mengurangi semburan.

Namun beberapa tim memberikan pendapat berbeda, ada yang mengatakan

pemberian tekanan pada sumber semburan justru memungkinkan semburan

mencari celah lain, sehingga semburan tetap tidak dapat dihentikan. Selain itu,

ketahanan bola-bola beton itu masih dipertanyakan. Apakah bola-bola itu akan

tetap stabil bila dipanaskan pada suhu di atas 110 derajat celsius.

Solusi ini masih diragukan tingkat keberhasilannya. Disini dapat

diperhatikan bahwa jika bencana alam terjadi, masing-masing pakar

mengeluarkan berbagai teori yang dianggapnya dapat meyelesaikan masalah.

Akan tetapi, kenyataannya jauh dari harapan, lumpur tetap saja keluar. Jika sudah

terjadi seperti ini siapa yang bertanggung jawab? PT Lapindo atau Pemerintah?

Jika diamati dari budaya nonmaterial, pejabat pemerintah terkesan terlampau

mudah mengeluarkan izin operasi pengeboran di daerah yang dekat dengan

permukiman penduduk. Pemberian izin operasi akan mempermudah untuk

produksi dan tujuan akhirnya akan menambah pendapatan negara. Akan tetapi,

apa yang terjadi dengan begitu mudahnya memberikan izin dan kurang ketatnya

pengawasan, ternyata dapat membawa dampak pada kerusakan lingkungan.

Pada 26 Desember 2004, tsunami melanda Aceh mengorbankan kira-kira

200.000 penduduk. Belum sembuh luka di Banda Aceh, tsunami Laut Selatan

melanda Pantai Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sejumlah 92 orang masih belum

Page 51: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

46

diketemukan setelah tsunami yang menelan korban jiwa 656 orang dan 45.000

penduduk tinggal di tempat pengungsian.

Hawa nafsu timbul karena manusia memiliki kebutuhan. Menurut

Malinowski bahwa kebudayaan dan organisasi sosial adalah respons-respons

terhadap kebutuhan biologis dan psikologis. kebutuhan tersebut dapat dipenuhi

oleh beberapa respons kebudayaan yang berbeda-beda.

Seperti diketahui kebutuhan individu yang satu dengan yang lainnya kadang

berbeda, begitu juga cara meresponnya. Ada yang ingin serba instan (ingin cepat)

akibatnya anomali, tetapi ada juga individu yang konformitas atau mengikuti

aturan yang telah ditetapkan. Individu yang ingin serba instan ini melakukan kerja

sama dengan relasi-relasinya guna merespon kebutuhan masing-masing.

Keterkaitan antara manusia yang memiliki kekuasaan atau yang lazim

disebut pejabat dengan yang lainnya berada dalam budaya yang saling

menguntungkan. Di sisi lain ada sekelompok manusia dengan relasi-relasinya

tetap ingin mengikuti aturan guna membangun kesejahteraan rakyat. Kelompok

masyarakat ini merupakan lawan dari kelompok masyarakat yang ingin memenuhi

kebutuhannya secara instan atau di luar aturan yang telah ditetapkan, kedua

kelompok ini berada dalam sistem sosial budaya yang sama. Seperti diketahui

unsur-unsur sistem sosial yang terdapat dalam suatu masyarakat ada sepuluh,

yaitu:

1) keyakinan,

2) perasaan,

3) tujuan, sasaran, atau cita-cita

Page 52: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

47

4) norma,

5) kedudukan, peranan,

6) tingkatan atau pangkat

7) kekuasaan atau pengaruh

8) sangsi

9) sarana atau fasilitas,

10) tekanan dan ketegangan.

Dalam sistem sosial budaya yang ada terdapat ketidakseimbangan dalam

penerapannya. Hal ini dapat dirasakan bila salah satu faktor lebih dominan

dibandingkan faktor yang lainnya, faktor teknologi dan ekonomi lebih utama

daripada faktor sosial, sehingga terjadi ketidakseimbangan. Keadaan tidak

seimbang inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana alam.

Fenomena ketidakseimbangan ini dapat ditelusuri dari budaya penguasa yang

ingin serba instan atau ingin memperoleh hasil dengan cara di luar aturan yang

telah ditetapkan. Hal ini dilakukan oleh penguasa guna memenuhi kebutuhan

dirinya dan relasi-relasinya.

Jika dilihat dari kenyataan sehari-hari di lapangan, banyak ditemukan

penguasa yang memberikan izin kepada relasinya di luar peraturan yang ada.

Contohnya, banyak penguasa yang memberikan izin penebangan hutan yang tidak

diikuti dengan penanaman kembali pohon dan kontrol yang ketat (misalnya, mana

yang boleh ditebang dan mana yang tidak boleh, serta batas wilayah yang

diizinkan).

Page 53: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

48

Dapat diperkirakan akibat tindakan penguasa tersebut menyebabkan

terjadinya banjir, tanah longsor, atau berkurangnya populasi binatang yang

dilindungi. Kejadian ini terjadi padabeberapa daerah dan banyak menelan korban

jiwa, rumah dan peralatan hancur, serta banyak tanaman dan hewan yang mati.

Di sisi lain masyarakat yang cinta terhadap lingkungan dan disiplin

terhadap peraturan, tidak dapat memberikan banyak kontribusi, agar masalah

tersebut tidak terjadi. Hal ini dapat dimengerti karena masyarakat tersebut tidak

memiliki kekuasaan dan pengaruh yang kuat. Ada ketidakseimbangan antara apa

yang dilakukan penguasa terhadap alam, dengan yang dilakukan masyarakat yang

cinta terhadap peraturan. Dampak dari ketidakseimbangan inilah, yang

menyebabkan timbulnya bencana alam.

Hal ini disebabkan kurangnya proses edukasi pada masyarakat.

Memberdayakan masyarakat dengan memberikan pemahaman yang jelas, dan

mudah tentang pentingnya kelestarian alam bagi keberlangsungan hidup bersama

jauh lebih berguna daripada melibatkan masyarakat sebagai tenaga kerja dalam

proses penghijauan hutan kembali, atau

memperbanyak undang-undang yang ternyata tidak banyak berfungsi.

Pendidikan nilai bisa diwujudkan dengan memberdayakan kembali

kearifan lokal yang ada. Kini banyak tradisi dan adat istiadat lokal yang

sebenarnya kaya nilai-nilai tentang hubungan harmonis antara manusia dan alam

tidak lagi populer. Padahal, bencana alam bisa dicegah dan kerusakan alam bisa

dihindari apabila manusia hidup berdampingan secara baik dengan alam. Belum

terlupakan kepedihan akibat peristiwa banjir di berbagai daerah. Kota Jakarta

Page 54: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

49

adalah daerah yang paling parah dilanda banjir pada awal tahun ini. Hampir 80

persen Ibukota negara ini terendam air sejak hujan deras menimpa Jakarta, 2

Februari 2007 lalu. Beberapa wilayah seperti Kelapa Gading, Tanjung Priok,

Grogol, beberapa perumahan di Ciledug, tergenang air.

Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, banjir pada tahun 2007 ini

merupakan banjir yang paling parah dalam sejarah Jakarta. Banjir tersebut

mengakibatkan kerugian material yang sangat besar akibat lumpuhnya kegiatan

ekonomi, kegiatan belajar mengajar pun terganggu. Banjir 2007 ini telah menelan

korban lebih dari 31 orang. Ratusan ribu orang mengalami stres karena tidak

mampu menerima kerugian yang mereka derita.

Banjir telah mampu meng-hilangkan sekat-sekat sosial, yakni sekat antara

orang kaya dan miskin, antara penguasa dengan rakyatnya. Banjir itu tidak hanya

melanda masyarakat kelas menengah ke bawah, khususnya mereka yang tinggal di

bantaran kali, melainkan juga orang-orang yang tinggal di perumahan-perumahan

elite seperti Kelapa Gading, Pulo Mas, Green Ville, dan tempat-tempat lainnya.

Tidak ada yang mau dipersalah-kan pada peristiwa banjir di Jakarta itu.

Penguasa mengatakan peristiwa ini adalah fenomena alam, di lain pihak

masyarakat mengatakan penguasa yang kurang peka terhadap bencana alam.

Jika kita lihat, ada masyarakat yang memiliki budaya ’tempat sampah

adalah seluas Pulau Jawa dan sepanjang sungai’. Untuk mengubah budaya

tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, baik pada stratifikasi sosial kelas atas,

menengah, dan bawah. Masalah sampah memang sudah menjadi masalah

nasional, tetapi jika tidak diatasi secara cepat akan menyebabkan sungai menjadi

Page 55: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

50

dangkal dan selokan menjadi mampet, yang akhirnya akan menimbulkan banjir.

Untuk mengatasi masalah ini, pihak pemerintah dapat melakukan dua pendekatan

terhadap masyarakat, pertama secara persuasif dengan cara memberikan

penjelasan agar kognitif dan afektifnya dapat berubah. Akan tetapi, pemerintah

sudah sering melakukan pendekatan tersebut, terutama pada masyarakat yang

tinggal di pinggir sungai agar tidak membuang sampah, karena menyebabkan

pendangkalan dan pada akhirnya menyebabkan banjir.

Pendekatan secara persuasif ini tidak berhasil, terbukti sampah masih

berserakan, dan penduduk masih banyak yang tinggal di pinggiran sungai.

Kegagalan pendekatan ini sebenarnya karena tidak tepatnya strategi komunikasi

yang digunakan. Hal ini tampak dari cara pendekatan petugas dalam memberikan

penyuluhan pada masyarakat. Oleh karena rasa tanggung jawab masyarakat masih

dirasa rendah, pemerintah tampaknya tidak sepenuh hati dalam melaksanakan

tugasnya. Di sisi lain, karena ketidakseriusan pemerintah menangani masalah ini,

banyak masyarakat yang mengabaikan anjuran untuk tidak tinggal di pinggir

sungai. Karena pendekatan pertama tidak berhasil, akhirnya pemerintah

melakukan pendekatan kedua yaitu secara otoriter. Namun, pendekatan ini sering

tidak etis dan terkesan arogan, tidak jarang petugas di lapangan mengalami

konflik dengan masyarakat.

Melalui kedua pendekatan ini pihak pemerintah ternyata gagal pula

melakukan perubahan terhadap perilaku masyarakat. Hal ini terjadi karena

aktivitasnya tidak terprogram, dan tidak ditegakkannya hukum, sehingga

masyarakat merasa tidak ada masalah terhadap perilakunya.

Page 56: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

51

Koordinasi antarinstansi kurang berjalan dengan baik, sedangkan iklim berganti

terus, akan menjadi masalah saat musim penghujan tiba. Hal ini pernah terjadi,

pada salah satu intansi pemerintah yang memberikan saran teknis kepada salah

satu departemen agar menembak awan secara parsial, agar jatuhnya hujan tidak

sekaligus, sehingga tidak menimbulkan banjir. Akan tetapi, hal ini ditolak oleh

departemen tersebut, mungkin karena anggaran yang terbatas atau masalah teknis

yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya saran tersebut. Akibatnya dapat

dirasakan oleh sebagian penduduk Jakarta, yaitu banjir.

Dalam menghadapi berbagai macam bencana alam tampaknya pihak

pemerintah merasa bingung, dan tidak tahu akan berbuat apa. Kesan yang dapat

ditangkap, pemerintah tidak memiliki program kerja yang terencana dengan baik,

sehingga terlihat seperti frustasi dalam menghadapi berbagai bencana alam

tersebut.

Apa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi? Apakah kurangnya pengetahuan

untuk mengatasi bencana alam? Apakah kurang pengalaman dalam

mengantisipasi terhadap datangnya bencana alam? Apakah disebabkan pejabat

pemerintah dengan relasinya lebih mengutamakan budaya material, dibandingkan

budaya nonmaterial? Jika hal ini terbukti, maka terjadilah ketidakseimbangan

yang akan berdampak kepada kehidupan masyarakat.

Salah satu upaya mengatasi hal itu, sebaiknya pihak pemerintah, dalam hal

ini penguasa, lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi per-masalahan yang

terjadi sekarang ini, dan siap menerima kritik serta saran dari berbagai lapisan

masyarakat. Dengan keterbukaan pihak pemerintah terhadap kritikan dan saran

Page 57: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

52

masyarakat, diharapkan akan terwujud kerja sama yang harmonis, melalui gotong-

royong dalam menghadapi berbagai masalah, seperti apa yang dikatakan Fathoni

(2005) Manusia tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi dikelilingi oleh

komunitasnya, masyarakatnya, dan alam semesta sekitarnya.

Di dalam sistem makrosmos tersebut ia merasakan dirinya hanya sebagai

suatu unsur kecil saja, yang ikut terbawa oleh proses peredaran alam semesta yang

mahabesar ini. Dengan demikian, dalam segala aspek kehidupannya, manusia

pada hakikatnya bergantung pada sesamanya, terdorong oleh jiwa sama rata sama

rasa. Oleh karena itu, ia harus berusaha untuk sedapat mungkin memelihara

hubungan baik dengan sesamanya, terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa.

Dalam pandangan hidup seperti itu, manusia akan memiliki arti penting terhadap

kehadiran manusia lainnya. Gotong-royong antara penguasa dengan masyarakat

akan menghasilkan suatu kinerja yang baik dalam mengatasi bencana alam. Tidak

mungkin pemerintah dapat menyelesai-kan semua permasalahan tanpa didukung

oleh masyarakat, begitu juga sebaliknya.

Pada akhirnya, penulis masih menyimpan pertanyaan yang kemungkinan

sulit untuk dijawab, yaitu apakah masih ada budaya gotong-royong di kalangan

masyarakat kita? Apakah kita mampu untuk melaksanakan gotong-royong dengan

sesungguhnya? Apakah dengan budaya gotong-royong masyarakat dapat terhindar

dari bencana alam?10

Bencana alam dan problem lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari

religiusitas masyarakat, karena lingkungan pada hakikatnya adalah tata ruang dari

10Artikel ini diakses pada tanggal 31 Maret 2010 www.fsrd.itb.ac.id/wp-content/uploads/2007/11/4%20Chairil.pdf

Page 58: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

53

kehidupan manusia. Agama memiliki peran sebagai ikatan (chain) dan bentuk

kesadaran bersama (collective memory) yang mempengaruhi tingkah laku manusia

dalam beradaptasi dan menjaga lingkunganny. Ketergantungan manusia terhadap

alam mengakinatkan manusia tidak dapat melepaskan dirinya sebagai dari

ekosistem, dan secara sengaja maupun tidak aktivitas manusia biasa mengubah

lingkungan alam.

Aktivitas manusia dalam mengubah lingkungan itu sendiri terkait dengan

usaha-usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya agar dapat survive.

Studi-studi geografis dan ekologi telah menunjukan secara detil bagaimana

mekanisme dari proses pengubahan lingkungan itu secara langsung maupun tidak

diakibatkan oleh pengaruh dari aktivitas manusia dalam memenuhi

kebutuhannya.11

Banjir, kekeringan, luapan sungai, tanah longsor, hujan di luar musim,

lumpur panas, angin puting beliung, gunung meletus badai, gempa bumi dan

sunami adalah sederetan panjang bencan alam yang secara berturut-turut

menimpa. Bencan demi bencana nyaris tak henti-hentinya. Belum tuntas

penderitaan yang saru, datang peristiwa tragis lainnya. Belum kering air mata

penderitaan rakyat di daerah tertentu meyusul isak tangis berkepanjangan dari

daerah lain.

Namun benarkah semua bencana itu merupakan hukuman dari Tuhan

Khalik Semesta Alam? Benarkah penyebabnya hanya faktor alam semata? Kita

semua tidak bisa menjawabnya secara pasti. Sampai hari ini perkembangan ilmu

11 PENAGGULANGAN BENCANA ALAM Dalam Perspektif Agama Di Indonesia, hal 1-2

Page 59: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

54

pengetahuan dan tekhnologi mamang belum mampu secara tepat memperkirakan

kapan akan terjadi gempa bumi atau sunami; namun kalau kita mau jujur dan tulus

menilik ke dalam diri, bencana-bencana alam lainnya seperti Banjir, kekeringan,

luapan sungai, tanah longsor, hujan di luar musim, lumpur panas, angin puting

beliung, gunung meletus badai, gempa bumi dan sunami, langsung atau tidak

langsung merupakan akibat dari prilaku manusia yang ceroboh, serakah, tidak

bertanggungjawab dan hanya berfikir jangka pendek belaka. Alam yang begitu

banyak menopang kehidupan manusia, telah dieksplitasi habis-habisan seakan

tidak akan disisakan sdikkitpun untuk esok hari. 12

Alam membutuhkan keseimbangan dalam proses perkembangannya.

Dengan bertambahnya pengetahuan manusia dapat mencegah atau mengurangi

bencana yang disebabkan oleh faktor alam, misalkan untuk mencegah gunung

berapi meletus orang dapat melakukan proses ”penyuntikan”, untuk mencegah

longsor orang melakukan reboisasi, dan sebagai berikutnya.13

Ajaran Buddha berakar pada hukum kausalitas (sebab akibat yang saling

bergantungan) yang ditemukan oleh Sang Budha. Budhisme percaya bahwa

proses-proses alam secara langsung dipengaruhi oleh kausalitas moral manusia,

budhisme memandang manusia hanya merupakan bagian dari alam bukan

merupakan central dari alam (antropocentric) sehingga untuh terciptanga

keharmonisan, manusia tidak boleh memandang bahwa alam dan seisinya ada

hanya demi untuk kepentingan manusia.

12 PENAGGULANGAN BENCANA ALAM Dalam Perspektif Agama Di Indonesia, hal. 13-15 13 Ibid

Page 60: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

55

Budhisme percaya penggunaan sumber daya alam membabi-buta, tidak

bijaksana dan hanya demi keuntungan jangka pendek merupakan salah satu faktor

yang dominan yang menyebabkan terjadinya bencana alam dewasa ini. Karena

didorong keserakahan (loba) manusia berlomba untuk memenuhi setiap keinginan,

budaya ”instant” dipandang sebagai suatu kewajaran sehingga tidak perduli lagi

dengan nilai-nilai luhur moral (sila) dalam proses pencapaian keinginan, karena

orientasi sebagian besar manusia saat ini adalah hasil akhir. Sudah banyak contoh

yang dapat kita saksikan bagaimana akibat dari keserakahan manusia yang justru

menghancurkan manusia itu sendiri, dengan dalil ”ekonomi” hutan, tanah dan

sumberdaya lainnya diexploitasi berlebihan, sebagai akibatnya sumber air

mengering, temperatur udara meningkatmusim tidak teratur, ini semua akan

menjadi potensi bencana alam yang lebih besar di masa yang akan datang. Sejarah

membuktikan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk rehabilitasi alam yang rusak

akibat yang ditimbulkan dari keserakahan jauh lebih besar dari keserakahan jauh

lebih besar dari pada keuntungan ekonomis yang dihasilkan.

Budhisme berpandangan bahwa bencana alam bukanlah peringatan atau

hukuman yang diberikan makhluk adikuasa, tetapi bencana alam merupakan bukti

bahwa alam membutuhkan keseimbangan agar tercipta keharmonisan. Hukum

kausalitas selalu berlaku dalam setiap bencana yang timbul.14

14 Wawancara pribadi dengan Bhikku Adhiratano, 2 Mei 2010

Page 61: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

56

C. Pencegahan Bencana Alam

Kita harus memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi karena ada sebab-

sebab yang mendahuluinya. Demikian juga lingkungan dan alam yang kita huni

ini akan menjadi sahabat yang menyenangkan, tempat tinggal yang

menggembirakan, menyejukan bahkan membuat hati damai dan tentram karena

kita sebagai penghuninya mampu bersahabat dengan alam. Semakin kitak mau

bersahabat dengan alam, maka alam akan membalasnya dengan cara kerja alam

itu sendiri. Seringkali kejadian alam ini mendatangkan kerugian, kesusahan,

kerusakan, kesengsaraan bagi manusia. Di samping itu, kerusakan alam dan

bencana secara otomatis mengubah struktur lingkungan, termasuk menimbulkan

gas-gas sumber pencemaran dan unsur pembentukan bumi.

Hukum dhamma (kebenaran) merupakan hukuman yang menguasai dan

mengatur alam semesta, tidak diciptakan, dan kekal sepanjang masa. Salah satu

khotbah, Dhammaniyama Sutta, Sang Budha mengatakan bahwa apakah

Tathagata muncul di dunia pun atau tidak, Hukum Dhamma tetap ada dam

merupakan hukum yang kekal. Hukum itu merupakan pengatur semua yang

terbentuk. Keterangan yang terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka menjelaskan

bahwa Hukum Dhamma, meliputi lima hal, seperti yang sudah di jelaskan pada

bab 2. Yaitu Utu niyama, Biji Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, Dhamma

Niyama.15

Hukum Dhamma ini berfungsi mengatur dan menguasai peristiwa

pembentukan, kelangsungan, dan kehancuran segala sesuatu yang terjadi di alam

15 PENAGGULANGAN BENCANA ALAM Dalam Perspektif Agama Di Indonesia. Hal 99-101

Page 62: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

57

semesta.Hukum ini diajarkan oleh Sang Budha untuk menjelaskan keberadaan

manusia dan lingkungannya. Semakin lama semakin banyak orang yang

menyadari menyusutnya sumber daya alam, maka ada motivasi tambahan pada

pengharapan bahwa pemahaman dan cinta terhadap alam akan menghasilkan

sebuah pendapat umum. Pendapat yang akan menyelamatkan dan melestarikan

sumber daya kita, sehingga generasi mendatang dapat memiliki banyak hal untuk

dipelajari dan nikmati di lingkungan alam ini.16

Ada dua macam bencana, diantaranya bencana yang dapat dicegah, dan

bencana yang tidak dapat dicegah. Tsunami, gunung berapi, merupakan bencana

yamh tidak dapat dicegah karena proses alam yang selalu berjalan. Karena alam

memiliki aturan sendiri. Manusia tidak dapat mencegahnya.

Pada bencana yang terjadi, tidak ada kaitannya kaitannya dengan manusia,

mroal manusia. Dalam pencegahan bencana yang terjadi di awali dengan

pembenahan diri manusia yang kurang baik.17

Manusia dalam memanfaatkan alam ini haruslah menggunakan akal bukan

nafsunya, karena hal ini akanberpengaruh terhadap proses dan cara

mengekploitasi alam. Bila memanfaatkan sumber alam ini sebatas nafsu tanpa

menggunakan akal, maka yang terjadi adalah kehancuran, karena di sini

pemanfaatan tidak akan lebih arif, sehingga manusia akan memikirkan juga

bagaimana melestarikan dan menjaga kelangsungan hidup alam ini.18

16PENAGGULANGAN BENCANA ALAM Dalam Perspektif Agama Di Indonesia. Hal. 102 17 Wawancara pribadi dengan Bhikku Sudassano, Bhikku, 1 Mei 2010 18 PENAGGULANGAN BENCANA ALAM Dalam Perspektif Agama Di Indonesia, h. 31

Page 63: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

58

D. Solusi Untuk Mengatasi Bencana Alam

Selama ini kebanyakan orang melihat musibah yang saat ini melanda

bangsa Indonesia hanya berdasarkan aspek materi saja. Seakan-akan semua

permasalahan bangsa ini seperti bencana alam, sosial, dan moral bisa selesai

dengan kekuatan materi. ketika Gempa & Tsunami menghantam bumi tanah

rencong Aceh, Begitu besar bantuan yang masuk ke indonesia baik itu melalui

pemerintah maupun langsung kepada korban. kemudian setelah itu beruntun

musibah terus berdatangan. dan kita sibuk mencari bantuan materi dari bangsa

lain.

Begitu banyak biaya dikeluarkan hanya untuk mengatasi permasalahan

tersebut dari sudut pandang materialistik. Alangkah baiknya dana yang besar tsb

sebagiannya juga digunakan untuk membiayai kegiatan para penyeru kebenaran

untuk mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk kembali dekat

kepada Sang Pencipta, Pemilik dan Pemelihara Alam jagat raya ini.19 Sebagai

makhluk hidup yang menghuni bumi ini, kita tidak asing lagi dengan peristiwa

terjadinya gempa bumi.

Gempa bumi sebagai peristiwa alam merupakan kejadian yang sering

terjadi dan wajar. Kadang-kadang kita merasakan getaran gempa bumi yang

lemah, kadang-kadang kuat. Bila gempa bumi menimbulkan getaran yang kuat

sudah barang tentu akan memporak porandakan segalanya yang ada di bumi ini.

Seperti yang terjadi tahun ini.

19 WWW.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=1685

Page 64: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

59

Dalam mengatasi bencana yang sering terjadi, manusia haruslah

membenahi sifat kebencianya, keserakahan, harus mengikuti aturan-aturan

bagaimana menjaga lingkungan, harus belajar mengenal tentang alam.20

Hukum universal tentang segala sesuatu yang tidak dapat diatu oleh

keempat niyama tersebut. Hukum tertib terjadinya persamaan dari suatu gejala

yang khas, misalnya: terjadinya keajaiban alam pada waktu seorang bodhisatta

hendak mengakhiri hidupnya sebagai sebagai seorang calon Buddha, pada sat ia

akan terlahir untuk menjadi Buddha. Hukum berat gaya gravitasi dan hukum alam

sejenis laiinya, sebab-sebab daripada keselarasan dan sebagainnya, termasuk

hukum ini.

Menurut ajaran Buddha, yang mengatur semua fenomena di seluruh alam

semesta ini ada lima hukum, yaitu:

1. Utu Niyāma : Hukum fisika, mencakup semua fenomena anorganik.

2. Bija Niyāma : Hukum biologis, mencakup semua fenomena organik.

3. Kamma Niyāma : Hukum sebab-akibat, ciri semua fenomena tindakan

yang dilakukan yaitu perbuatan yang baik akan berakibat baik dan

perbuatan yang buruk akan mendatangkan akibat yang buruk

4. Citta Niyāma : Hukum psikologis, mencakup semua proses kerja pikiran.

5. Dhamma Niyāma : Hukum kebenaran, ciri semua fenomena yang terjadi

yaitu bahwa semua fenomena saling keterkaitan dan termasuk semua

proses yang bukan merupakan cakupan empat hukum di atas, seperti

kebenaran konsep matematika dalam menggambarkan realitas.

20 Wawancara pribadi dengan Bhikku Sudassano, 1 Mei 2010

Page 65: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

60

Lima hukum di atas yang mengatur semua fenomena yang terjadi di alam semesta

ini, termasuk bencana alam. Ajaran Buddha menjelaskan bahwa bencana alam

disebabkan oleh hukum fisika (dalam hal ini geologi), dan bisa juga karena

kesalahan manusia. Inti ajaran Buddha adalah bahwa semua fenomena yang

terjadi adalah saling terkait.

Hukum fisika mengatur kerja alam yaitu siklus hujan, namun karena

manusia banyak menebang pohon sembarang, membuang sampah sembarang

sehingga berakibat banjir. Contoh lainnya adalah musim yang kacau yang

disebabkan oleh pemanasan global yang juga diakibatkan oleh manusia. Ciri alam

adalah selalu seimbang, sehingga ketika alam tidak seimbang lagi (rusak)—

disebabkab manusia, maka terjadilah fenomena alam yang tidak biasa sehingga

mungkin menjadi bencana bagi manusia.

Lainnya halnya dengan gempa bumi, letusan gunung berapi dan bencana

alam geologis lainnya. Hingga saat ini belum terlihat dengan jelas apakah ada

kaitan—langsung atau tidak langsung— antara bencana alam geologis dan

tindakan manusia. Gempa bumi, letusan gunung berapi, dan bencana alam

geologis lainnya lebih banyak disebabkan oleh hukum fisika (geologi). Namun,

musim kemarau berkepanjangan, cuaca yang tidak menentu, banjir, longsor,

kebakaran hutan yang terjadi sampai saat ini sebagian besar adalah ulah manusia

secara langsung maupun tidak langsung.

Ajaran Buddha mengajarkan kepada manusia terutama untuk berkaca

melihat diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Satu tindakan kecil—

Page 66: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

61

membuang sampah sembarangan—yang dilakukan oleh seorang individu bisa saja

menyebabkan bencana besar bagi manusia lainnya.21

21 http://filsafat.kompasiana.com/2010/01/24/tanggapan-ajaran-budha-terhadap-bencana-alam/

Page 67: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bencana menurut Buddhist adalah akibat dari

proses alam yang tidak kekal ( Gempa ) dan dari Gempa tersebut menimbulkan

gelombang Tsunami yang besar dan menelan korban Ratusan ribu jiwa mahkluk.

Sedangkan menurut hukum fisika mengatur kerja alam yaitu siklus hujan, namun

karena manusia banyak menebang pohon sembarang, membuang sampah

sembarang sehingga berakibat banjir. Contoh lainnya adalah musim yang kacau

yang disebabkan oleh pemanasan global yang juga diakibatkan oleh manusia. Ciri

alam adalah selalu seimbang, sehingga ketika alam tidak seimbang lagi (rusak)—

disebabkab manusia, maka terjadilah fenomena alam yang tidak biasa sehingga

mungkin menjadi bencana bagi manusia.

Subyek bencana itu antara lain tindakan manusia membabat hutan secara

serampangan bahkan menggundulinya tanpa mau menanami kembali. Akibatnya,

lingkungan hidup rusak, sehingga ketika hujan datang, banjir dan tanah longsor

juga menghampiri manusia. Semua inibersumber dari ketidaktahuan manusia

dalam mengelola diri, sehingga ketamakan dengan mengambil kekayaan alam

tanpa mau memelihara alam berlangsung terus. Jika manusia dikuasai ketamakan,

mereka bukan hanya jadi obyek bencana, tapi justru menjadi subyek bencana. Ini

berbahaya buat bumi, karena manusia yang tinggal di bumi ini semestinya

62

Page 68: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

63

menjaga bumi. Semoga manusia sadar bahaya bencana yang datang dari manusia

itu sendiri,”

Page 69: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

64

B. Saran-saran

Dari pembahasan dan penjelasan diatas, maka penulis ingin memberikan

beberapa saran sebagai alternatif pemikiran yang dapat dijadikan masukan yang

nantinya akan sangat berguna, dengan harapan agar lebih dapat meningkatkan

kualitas dari kinerja instansi yang terkait secara optimal dalam hal menjaga alam

semesta dari bencana alam dalam pandangan Bhikku agama Buddha.

Adapun saran penulis yang sekiranya dapat berguna terutama bagi instansi

yang terkait maupun pengguna aplikasi tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Interaksi Bhikku dengan jemaah harus berinterkasi sosial di sertai dengan

sifat komunal agar tercipta keharmonisan di dalam vihara

2. Bagi pihak vihara ada baiknya jika ada perwakilan diserahkan pada

samaneraatau para Bhikku yang baru tinggal di vihara Dhammacakka

Jakarta, sehingga mereka dapat mengenal tempat tinggal mereka serta

masyarakat sekitar meraka juga dapat mengenal mereka.

3. Bagi para Bhikku dan jamaah di lingkungan vihara Dhammacakka Jakarta

agar selalu menjaga kebersihan lingkungan vihara, sehingga dapat

mejadikan contoh bagi masyarakat sekitar agar terhindar dari bencana banjir.

Demikianlah saran-saran yang penulis berikan, semoga dengan

memperhatikan saran-saran tersebut, maka skripsi yang disusun ini akan menjadi

lebih sempurna dan mampu menyelesaikan permasalahan sesuai dengan yang di

harapkan.

Page 70: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

65

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. Mukti., Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: Iain Sunan Kalijaga Press, 1988.

Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajaran-Ajarannya, Jakarta: Yayasan

Dhammapida Arama, 1994. Kaharuddin, Pandit Jinaratana, Rampaian Dhamma, Jakarta : DPP Pervitubi, tt. W.F. Jayasuriya, the psychology and philosophy of budhisme, Kuala Lumpur:

Buddhist Missionary Socciety, tt. Suwarto, Drs. T, Buddha Dharma Mahayana, tt: Majlis Agama Buddha

Mahayana Indonesia, 1995. Wowor, Carnelis MA, Pandanga Sosial Agama Buddha, tt: CV. NITRA

KENCANA BUANA, tt. Kaharuddin, Pandit J, Hidup dan kehidupan, Jakarta: Graha Metta Sejahtera,

2002. Mukti, Krishnanda Wijaya, Wacana Buddha-Dharma, Jakarta: Yayasan Buddha

Dharma, 2003. Vajirananavarorasa, Prince., Dhama Vibhaga, Jakarta: Aryasuryacandra, 1993. YAYASAN RADHA SOAMI SATSANG BEAS INDONESIA, Ceramah Rohani,

cet-1. tt. Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 http://mail-

archive.com/...com/msg05607.html3sudhammacaro.blogspot.com/.../tuhan-allah-yang- mengatur-gempa-bumi.html

Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 http://mail-

archive.com/...com/msg05607.html Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009

http://www.beliefnet.com/sdtory/158/story-15871-1.html). Artikel diakses pada tanggal 25 Februari 2010

http://indonesia.com/definisionline/?tag=pengertia-analisis Dhammavisarada, Pandita., Sila Dan Vinaya, Jakarta: Buddhis BODHI, 1997.

Page 71: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

66

Jayasuriya., W.F., The Psychology and Philosophy of budhism, Kuala Lumpur: Buddhist Missionary Society, 1976.

Sudassano, Bhikku Dhammacakka Jaya, Wawancara Pribadi, 1 Mei 2010. Departemen Komunikasi dan Informatika Badan Informasi Publik Pusat.

Informasi Kesejahteraan Rakyat., Penanggulangan Bencana Alam Dalam Perspektif Agama Di Indonesia Jakarta; Depkominfo, 2007.

Adhiratano, Bhikku Dhammacakka Jaya, Wawancara Pribadi, 10 Desember 2010. Kodoatie, J Robert, Pengelola Bencana Terpadu Banjir, Longsor, Kekeringan

Dan Tsunami, Jakarta: yasrif watamone, 2006 Bencana gempa dan tsunami, Jakarta: kompas, 2005. www.dhammacakka.org/index?.php?option=com_conten..id Suramin, Pegawai Vihara, wawancara pribadi, 1 Mei 2010. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet Ke-3,

1988.

Page 72: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

67

Lampiran

Wawancara (interview) di Vihara Dhammacakka

T : Apa tatacara memasuki Vihara ?

J : Etika masuk vihara adalah 1) pakaian harus rapih dan sopan santun, 2)

memasang dupa, 3) sampai di pintu vihara penghormatan kepada Buddha

dharma dan Sangha.

T : Fasilitas apa saja yang terdapat di Vihara Dhammacakka ?

J : Lapangan parkir, balai pengobatan, bursa buku, sekretariat, beduk, mading,

bendera budhis, pohon budhis, reflika candi rawon, ruang serbaguna.

T : Apa pendapat Banthe dalam mengatasi pencegahan bencana alam ?

J : Ada dua macam bencana, diantaranya bencana yang dapat dicegah dan bencana

yang tidak dapat dicegah. Tsunami, gunung merapi merupakan bencana yang

tidak dapat dicegah karena proses alam yang selalu berjalan.

Karena alam memiliki aturan sendiri. Manusia tidak dapat mencegahnya, pada

bencana yang terjadi tidak ada kaitannya dengan manusia dalam pencegahan

bencana yang terjadi diawali dengan pembenahan diri manusia yang kurang

baik.

T : Apa solusi untuk mengatasi bencana alam menurut banthe ?

J : dalam mengatasi bencana alam yang terjadi manusia haruslah membaenahi

sifat kebencian, keserakahan, harus mengikuti atuaran-aturan bagaimana

menjaga lingkungan, harus belajar menganl tentang alam.

Page 73: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

68

Selama ini banyak terjadi bencana alam, khususnya di Indoanesia. Bencana banjir,

tanah longsor, tsunami, kekeringan, gempa bumi, gunung merapi, dan angin

topan.

T : Menurut Banthe adakah bencana-bencana lain, selain bencana yang disebutkan

diatas ?

J : Ada bencana yang jauh lebih besar daripada bencana alam. Yaitu rendahnya

kemoralan yang dimiliki seseorang itula sesungguhnya. Bencana yang lebih

besar yang akan mengakibatkan hancurnya kehidupan. Karena begitu

pentingnya nilai kemoralan, maka sang Buddha menekankan kepada umat

budha untuk menjalankan lima sila: yaitu tidak membunuh, tidak mencuri,

tidak asusila, tidak berbohong dan tidak makan serta minum hal yang

melemahkan kesadaran.

T : Apa pendapat Banthe terhadap faktor terjadinya bencana alam ?

J : Ajaran pada hukum kausalitas (sebab-akibat yang saling bergantungan) yang

ditemukan oleh sang Buddha. Buddhisme percaya bahwa proses-proses alam

secara langsung dipengaruhi oleh kualitas moral manusia, budhisme

memandang manusia hanya merupakan bagian dari alam bukan merupakan

sentral dari alam sehingga untuk terciptanya keharmonisan manusia tidak

boleh memandang bahwa alam dan seisinya ada hanya demi untuk

kepentingan manusia.

Budhisme percaya penggunaan sumberdaya alam secara membabi buta tidak

bijaksana dan hanya demi keuntungan jangk apendek merupakan salah satu

faktor yang dominan yang menyebabkan terjadinya bencana alam dewasa ini.

Page 74: BENCANA ALAM DALAM PANDANGAN BHIKKU AGAMArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/4017/1/KIKI... · dunia dan alam semesta ini. Hidup dan matinya manusia juga ada di tangan

69

Karna didorong keserakahan (loba) manusia berlomba untuk memenuhi setiap

keinginan, budaya ”instans” dipandang sebagai suatu kewajaran sehingga

tidak peduli lagi dengan nilai-nilai luhur moral (sila) dalam proses pencapaian

keinginan, karna orientasi bagian besar manusia saat ini adalah hasil akhir.

Sudah banyak contoh yang dapat kita saksikan bagaimana akibat dari

keserakahan manusia yang justru menghancurkan manusia itu sendiri, dengan

dalil ”ekonomi” hutan, tanah dengan sumber daya lainnya di eksploitasi

berlebihan.

Budhisme berpandangan bahwa bencana alam bukankah peringatan atau

hukuman ynag diberikan mahluk adikuasa, tetapi bencana alam merupakan

bukti bahwa alam membutuhkan keseimbangan agar tercipta keharmonisan.

Hukum kausalitas selalu berlaku dala setiap bencana yang timbul.