belajar & meneliti : melaksanakan perintah "iqraa bismi rabbikal ladzii khalaq"

6
Minggu, 20 Juni 2010 Untuk memainkan ANIMASI, silakan klik gambar di atas (dan skema-skema yang Anda temukan setelah Anda meng-klik tombol "Baca Lanjut"). Gambar akan membesar dan kursor anda akan berubah menjadi Merah-Putih yang berkibar (mohon maaf yang sebesar-besarnya, sementara kami belum mampu meng-upgrade server, proses ini kurang-lebih memerlukan waktu 20 detik, tergantung keadaan koneksi Anda--Admin). Tentang apakah animasi itu? Tentang bagaimana sesungguhnya manusia mempelajari sesuatu. Sanggupkah manusia mempelajari semesta alam dengan benar? Jangankan semesta atau bencana alam di sekitar mata kepalanya, dirinya sendiri pun, ia tak mengetahui dengan pasti. Bagi mereka yang berakal dengan kerendahan-hati, akan menterpadukan dzikir dan fikirnya. Siapakah mereka? Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi..." (Surah Ali 'Imraan Ayat 191). Perasaan-hatinya terikat kepada Allah, 'aqalnya memikirkan ciptaan-Nya. Doa mereka: "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."

Upload: bibin-rubiyanto

Post on 31-Mar-2016

216 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Belum tibakah saatnya ummat Islam memperbaiki akhlaqnya dalam berpikir, berilmu, dan mengamalkan ilmu itu sebagai perwujudan keimanan dan ketaqwaannya? Masihkah kaum muslim hendak meneruskan mengikuti dan membebek tradisi berpikir sekuler? Apa beda utama berpikir sekuler dan berpikir secara tauhid? Pilihan tergantung penuh pada kita. Ada dua pilihan manusia. Apakah itu

TRANSCRIPT

Page 1: Belajar & Meneliti : Melaksanakan Perintah "IQRAA BISMI RABBIKAL LADZII KHALAQ"

Minggu, 20 Juni 2010

Untuk memainkan ANIMASI, silakan klik gambar di atas (dan skema-skema yang Anda

temukan setelah Anda meng-klik tombol "Baca Lanjut"). Gambar akan membesar dan

kursor anda akan berubah menjadi Merah-Putih yang berkibar (mohon maaf yang

sebesar-besarnya, sementara kami belum mampu meng-upgrade server, proses ini

kurang-lebih memerlukan waktu 20 detik, tergantung keadaan koneksi Anda--Admin).

Tentang apakah animasi itu? Tentang bagaimana sesungguhnya manusia mempelajari

sesuatu. Sanggupkah manusia mempelajari semesta alam dengan benar? Jangankan

semesta atau bencana alam di sekitar mata kepalanya, dirinya sendiri pun, ia tak mengetahui dengan pasti.

Bagi mereka yang berakal dengan kerendahan-hati, akan menterpadukan dzikir dan

fikirnya. Siapakah mereka? Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk

atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan

bumi..." (Surah Ali 'Imraan Ayat 191). Perasaan-hatinya terikat kepada Allah, 'aqalnya

memikirkan ciptaan-Nya. Doa mereka: "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini

dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."

Page 2: Belajar & Meneliti : Melaksanakan Perintah "IQRAA BISMI RABBIKAL LADZII KHALAQ"

Belum tibakah saatnya ummat Islam memperbaiki akhlaqnya dalam berpikir, berilmu, dan

mengamalkan ilmu itu sebagai perwujudan keimanan dan ketaqwaannya? Masihkah kaum

muslim hendak meneruskan mengikuti dan membebek tradisi berpikir sekuler? Apa beda

utama berpikir sekuler dan berpikir secara tauhid? Pilihan tergantung penuh pada kita.

Ada dua pilihan manusia. Apakah itu?

1. Belajar dan meneliti secara subjektif

Artinya, manusia yang meneliti mengandalkan dirinya sendiri. Sebagai sekedar contoh,

dapat diketengahkan Descartes. Ia dikenal memecah-belah ilmu menjadi disiplin-disiplin

dan meletakkan dasar filosofi logika-nafsu "Cogito ergo sum" (Prancis: Je pense, donc je

suis, aku [logika-nafsuku] berpikir, maka aku ada). Keberadaan sesuatu ditergantungkan mutlak pada pikiran logika-nafsu manusia, bukan dipaham-sadari

sebagai ciptaan Allah. Akibatnya, sistem keyaqinan (system of beliefs) terpisah dari sistem

keilmuan (system of knowledge). Itulah ciri utama cara berpikir sekular yang kini

menguasai dunia. Alat membaca fenomena adalah logika (bersifat subjektif-berpamrih

mengikuti keinginan-kepentingan nafsu yang masih berkeadaan tercela yang tumbuh dari

sifat-sifat sombong-dengki-serakah). Logika-nafsu paling khawatir bila tak memakai

Page 3: Belajar & Meneliti : Melaksanakan Perintah "IQRAA BISMI RABBIKAL LADZII KHALAQ"

referensi pustaka tulisan/lisan manusia, karena sifatnya yang lain ialah selalu mencari

pengakuan diri dari manusia lain. Jadi, yang sebahagian sangat besar terjadi sebetulnya

hanya baku-kutip, saling mencontoh antar mereka yang mengaku berilmu. Dalam bahasa

agak halus, terjadi interaksi informasi.

Celakanya, pada zaman ini fenomena pustaka hampir total didominasi Eurocentrisme.

Yang tidak bercikal-bakal dari dan menggantungkan diri pada Eropa dianggap-pandang

bukan kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Pengetahuan yang datang bukan dari Eropa

dipandang sebagai "kelas dua", tak bermutu, "hanya berlaku lokal alias tak memiliki

universalitas". Bahasa politik budaya yang dipakai pun sangat halus. "Kearifan lokal" (local

wisdom atau indigenous knowledge, traditional knowledge, folk knowledge, ecological

knowledge, people’s science knowledge, community knowledge, local knowledge,

nonformal knowledge, culture, indigenous technical knowledge, traditional ecological

knowledge dan lain-lain yang senada) adalah jemari kesombongan logika-nafsu mereka

yang menuding bahwa pengetahuan non-eurocentric (termasuk ilmu-ilmu bersumber dari

Al Qur'an) tidak punya nilai-nilai kesemestaan.

Padahal, mustahil manusia menuliskan alam dengan lengkap, apalagi cukup sempurna —

termasuk bangsa-bangsa Eropa yang mengklaim-nilai diri telah mengalami "kemajuan"

dan kini menjadi mercu suar bahtera pengetahuan ummat manusia menuju pelabuhan

gunung keangkuhan di hadapan Allah selaku Al-'Aliim. Sanggupkah manusia melayani

tantangan Allah untuk menuliskan ilmu-Nya? "Sekiranya lautan menjadi tinta untuk

(menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis)

kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)" (QS

18:109). Sementara itu, fenomena-nyata alam dan manusia nyaris dilupakan. Manusia

zaman ini sesungguhnya hanya membaca pengetahuan eurocentric, bukan membaca

semesta fenomena-nyata dalam bimbingan Allah selaku Al Fathiir Sang Maha Pencipta

sekaligus Al-'Aliim Yang Maha Berilmu. Untuk itu, alat baca yang mesti disiapkan manusia

adalah perasaan-hati yang bersih-murni terpadu dengan fikiran-aqal cerdik-tajam, diiringi

nafsu yang telah membuang tuntas sifat tercelanya. Nafsu tak lagi memiliki sifat sombong-

dengki-serakah. Itulah alat baca manusia yang telah berhasil membangun akhlaqul

karimah, akhlaq yang terpuji-mulia dalam pendidikan Rabb.

Page 4: Belajar & Meneliti : Melaksanakan Perintah "IQRAA BISMI RABBIKAL LADZII KHALAQ"

2. Belajar dan meneliti secara objektif

Artinya, manusia mendudukkan dirinya selaku hamba Allah yang melaksanakan perintah

Rabb, Allah Yang Maha Bijak Mendidik dan Memelihara manusia serta seluruh makhluq

ciptaan-Nya. Perintah-Nya: Bacalah (pelajarilah, pahamilah, telitilah) dengan (menyadari

sifat) asma Rabbmu yang menciptakan (apa yang hendak kau baca itu). Sayang banyak

manusia bahkan hampir semua manusia yang menilai diri "modern" atau "maju", yang

lebih suka bertanya pada buku-media informasi eurocentric, dibandingkan bertanya

kepada Sang Maha Pencipta dan Berilmu, Allah 'azza wa jalla! Dia yang juga ber-sifat-

asma Ar-Rahmaan, pasti memberi petunjuk kepada manusia yang yaqin kepada-Nya.

Ingatlah: "Ar-Rahmaan, 'allamal qur'aan" (QS 55: 1-2). Allah Yang Maha Berilmu yang

mengajarkan Al Qur'an, ternyata memperkenalkan sifat-asmanya sebagai Ar-Rahmaan,

bukan Al-'Aliim. Bandingkanlah dengan peradaban zaman ini. Manusia saling

memperkenalkan dirinya dengan kartu nama berhiaskan bunga-bunga gelar kesarjanaan

atau kemuliaaan dirinya. Untuk sekedar menjelaskan kompetensi-tanggungjawab

pekerjaaannya, bolehlah. Tetapi, apakah Allah mengajarkan kesombongan?

Ujung pena keilmuan adalah membaca disertai dengan kesadaran terhadap Allah Yang

Page 5: Belajar & Meneliti : Melaksanakan Perintah "IQRAA BISMI RABBIKAL LADZII KHALAQ"

Maha Berilmu, bukan dengan kesombongan dan sikap takabur. Dengan posisi sebagai

hamba, manusia menjadi tergantung penuh pada Allah. Ketergantungan itu terletak di

perasaan-hatinya. Banyak keterangan dalam firman yang menegaskan bahwa Allah

senantiasa menunjuki hamba-Nya, antara lain "...barang siapa beriman kepada Allah,

maka Allah menunjukinya pada hatinya (QS 64:11). Sedangkan 'aqalnya,

memperhubungkan yang diyaqini hati dengan yang kasat mata. Maka dalam pribadi

manusia yang demikian terjadilah keterpaduan iman dan ilmu. Dengan kata lain,

ilmunya adalah buah imannya kepada Allah s.w.t.

Pada pilihan manusia untuk rela-ridha sebagai hamba Allah dan mendudukan dirinya

sebagai cermin sangat kecil dari Al 'Aliim, justru potensi ruhiyah dan 'aqliyah menjadi

terpadu; dengan modal ilmu yang merupakan buah iman pada Allah, ia beraktifitas hidup untuk mewujudkan ketaqwaannya terhadap Allah Yang Maha Kuasa. Muslim

yang berkualitas seperti inilah yang akan mengadakan perbaikan tanah air ini. Awalnya

adalah perbaikan keilmuan. Kemudian mewujud pada sistem kebudayaan dan sistem

peradaban. Yaqinlah, "Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki

keadaan mereka" (QS 47:5). Iman dan ketaqwaannya secara bertahap membentuk

pengetahuan, ilmu-terapan dan teknologi dalam masyarakatnya. Kesemuanya merupakan

amal yang insya Allah, diridhai-Nya. Mengapa pantas untuk mengharap ridha? Karena

sejak berada dalam tahap pemikiran, konsep, sampai dengan terapannya, ilmu yang

dikembangkan senantiasa disandarkan pada petunjuk Allah. Dengan kata lain bergantung

penuh pada Allah. Inilah bertauhid dalam keilmuan; inilah pohon yang berbuah ilmu

masa depan yang lebih baik, yang hanya dapat dipelopori oleh orang-orang beriman

sejati. Apakah sudah demikian akhlaq ummat Islam dalam hal berfikir dan beraktifitas

keilmuan? Akan teruskah ummat muslim menyediakan diri menjadi karpet-merah

landasan melajunya mesin sains Eurocentric?

Galih W. Pangarsa

Diunggah oleh kajian budaya ilmu pukul 04:42 Label: Ilmu jiwa qur'ani, Keilmuan

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Secara nyata, dunia keilmuan saat ini dikuasai oleh apa yang diistilahkan oleh penulis sebagai eurocentrisme. Terbukti dengan dasar berpijak ini peradaban manusia berkembang pesat. Teknologi sebagai buah keilmuan ini dapat dirasakan

Page 6: Belajar & Meneliti : Melaksanakan Perintah "IQRAA BISMI RABBIKAL LADZII KHALAQ"

manfaatnya. Jarak dapat dipendekkan, beban berat dapat diringankan, waktu dapat dipersingkat, apa yang salah dari eurocentrisme? ([email protected])

21 Juni 2010 20:16

kajian budaya ilmu mengatakan...

Persoalan utama tulisan itu: Apa beda utama berpikir sekuler dan berpikir secara tauhid? Dan jangan lupa, seperti kata Anda, "manusia berkembang pesat" dengan kerusakan alam: ozon berlubang, penindasan kaum lemah dan alam di seluruh penjuru dunia, yang belajar ekonomi semakin serakah, yang belajar politik menjadi semakin kejam... Ciri eurocentrism: ilmu dan akhlaq terpisah. Dari mana pangkal perbuatan manusia? Dari ilmu. Jika ilmunya salah (karena tak berakhlaq kepada Allah), pasti perbuatannya salah. Sayangnya manusia hanya melihat (dan menganggap-menilai diri) bahwa peradabannya telah "berkembang pesat" . Jarang yang menyadari bahwa Allahlah yang mutlak berhak menjadi hakim-penilai. Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (QS 2:11). Pilihan kembali kepada manusia, mau bertauhid dalam berkeilmuan, atau tetap membebek eurocentrism. Jika bertahid atau mengesakan Allah, maka sumber informasi/intuisi dalam berpikir akan menjadi perhatian utamanya. Saya menulis politik budaya Eurocentrisme, silakan lihat di http://issuu.com/eurocentrism/docs/eurocentrism_e_article?. Meski itu dalam lingkup arsitektur, tetapi juga menyoroti perkembangan ilmu secara umum. Semoga bermanfaat. Galih W. Pangarsa

22 Juni 2010 10:41

Anonim mengatakan...

Alhamdulillah, saya sudah mengunduh E-BOOK yang ada di blog ini, "INDONESIA MERDESA" setelah saya baca pada halaman 10, tepatnya pada (QS 102:1-4) ternyata kata "saufa" belum tertulis pada ayat ke-3 surat 102 tersebut. Berbeda dengan yang tertulis pada blog ini, kata "saufa"nya sudah tertulis. Terima kasih banyak atas hidangan blog ini... [email protected]

23 Juni 2010 07:20

kajian budaya ilmu mengatakan...

Jazakumullah khairan katsiraa. Sudah kami benahi, dan sekarang link unduhan langsung dari flipping book. Admin, Glagah Nuswantara

23 Juni 2010 14:12