belajar calistung pada paud

38
METODE CALISTUNG ANAK USIA DINI DENGAN BERMAIN BERSAMA Sujud Marwoto Pamong Belajar SKB Pekalongan Abstrak Calistung tetap harus diajarkan pada anak usia di bawah lima tahun. Namun pengajaran calistung sendiri harus dibuat menyenangkan sesuai dengan perkembangan usia anak. Anak-anak usia empat hingga lima tahun, harus diajarkan Calistung. Pada usia lima tahun, mereka harus memiliki kompetensi meniru bunyi huruf, pada usia enam tahun mereka harus mengenal huruf. Namun mengajarkan anak-anak Calistung itu harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar mereka tidak merasa tertekan dan bosan. Cara mengajarkannya dengan metode bermain yang menyenangkan sehingga mereka mau melakukan secara suka rela. "Misalnya anak-anak diberikan alternatif pilihan dalam belajar huruf. Kalau anak-anak kinestetik diajarkan meniru huruf dengan gerakan anggota tubuh. Anak-anak juga bisa bermain kata, misalnya diminta menyebutkan nama buah-buahan dengan awalan 'pa'. Intinya, ajaklah anak-anak belajar dengan cara yang membuat mereka gembira dan seolah sedang bermain. Hal- hal yang membuat senang anak di antaranya mendengarkan musik, aktivitas bermain, juga aktivitas melakukan gerakan. Saat belajar menulis huruf, anak-anak diberikan pilihan menggunakan alat misalnya crayon, pensil warna, atau spidol. Jangan hanya memberikan satu macam alat tulis saja, mereka akan bosan, intinya harus terdapat banyak ragam main. Sebenarnya, problemnya bukan apa yang diajarkan, namun bagaimana cara mengajarkannya. Kalau anak-anak usia dini tidak diajarkan Calistung malah melanggar

Upload: sujud-marwoto

Post on 25-Jul-2015

756 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Belajar calistung pada PAUD

METODE CALISTUNG ANAK USIA DINI

DENGAN BERMAIN BERSAMA

Sujud Marwoto

Pamong Belajar SKB Pekalongan

Abstrak

Calistung tetap harus diajarkan pada anak usia di bawah lima tahun. Namun pengajaran calistung sendiri harus dibuat menyenangkan sesuai dengan perkembangan usia anak. Anak-anak usia empat hingga lima tahun, harus diajarkan Calistung. Pada usia lima tahun, mereka harus memiliki kompetensi meniru bunyi huruf, pada usia enam tahun mereka harus mengenal huruf. Namun mengajarkan anak-anak Calistung itu harus dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar mereka tidak merasa tertekan dan  bosan.

Cara mengajarkannya dengan metode bermain yang menyenangkan sehingga mereka mau melakukan secara suka rela. "Misalnya anak-anak diberikan alternatif pilihan dalam belajar huruf. Kalau anak-anak kinestetik diajarkan meniru huruf dengan gerakan  anggota tubuh. Anak-anak juga bisa bermain kata, misalnya diminta menyebutkan nama buah-buahan dengan awalan 'pa'.Intinya, ajaklah anak-anak belajar dengan cara yang membuat mereka gembira dan seolah sedang bermain. Hal-hal yang membuat senang anak di antaranya mendengarkan musik, aktivitas bermain, juga aktivitas melakukan  gerakan.

Saat belajar menulis huruf, anak-anak diberikan pilihan menggunakan alat misalnya crayon, pensil warna, atau spidol. Jangan hanya memberikan satu macam alat tulis saja, mereka akan bosan, intinya harus terdapat banyak ragam main.

Sebenarnya, problemnya bukan apa yang diajarkan, namun bagaimana cara mengajarkannya. Kalau anak-anak usia dini tidak diajarkan Calistung malah melanggar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini.

Pada akhirnya semua balita pasti bisa membaca dan menulis, hanya waktunya yang mungkin berbeda-beda. Karena perkembangan tiap anak berbeda. Ada yang bisa membaca pada usia 4 tahun atau baru ketika usia 5 tahun. Jadi jangan khawatir bila balita lain sudah menguasai keterampilan tertentu sementara balita Anda belum. Lihat kisaran usianya saja. Jangan memaksa belajar membaca terlalu dini!

Page 2: Belajar calistung pada PAUD

Pendahuluan

Sudah lama pro dan kontra timbul mengenai mengajarkan calistung pada

anak prasekolah. Ada ahli yang mengatakan bahwa anak usia prasekolah tidak

boleh belajar dan diajarkan calistung karena usia ini adalah usia bermain

dan anak secara mental belum siap calistung hingga usia 6 tahun.

Orangtua diingatkan bahwa dalam keadaan apapun tidak seharusnya

mengajarkan membaca sebelum menginjak usia ini. Anak-anak akan tertekan jika

diajari membaca karena belum siap menerima pengajaran yang diberikan.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal,

Kemdikbud, Lydia Freyani Hawadi, seperti dikutip Kompas (12/1/12) pernah

mengingatkan bahwa jenjang PAUD seharusnya tidak membebani anak dengan

kemampuan calistung. Siswa baru boleh diajar calistung di SD.

Metode pendekatan di PAUD, kata Lydia, tidak didasarkan pada aspek kognitif,

tetapi pada aspek motorik. Karena perkembangan anak usia 0-5 tahun masih

terfokus pada aspek motorik, seharusnya metode pembelajarannya lebih

menekankan pengembangan soft skill dengan cara bermain.

Bola liar calistung ini membuat Mendikbud, Dr. Muhammad Nuh,

membuat pernyataan publik pada acara Rembuk Nasional Pendidikan dan

Kebudayaan (RNPK) di Depok, 11 Januari yang lalu. Beliau menegaskan bahwa

mengajarkan calistung adalah kewajiban SD, bukan PAUD. Anak yang akan

masuk sekolah tidak boleh dituntut sudah menguasai calistung (Situs resmi PAUD

Kemdikbud RI).

Alasan kontra tersebut selaras dengan penelitian seorang ahli psikolog

perkembangan anak dari Swiss, Jean Piaget, Ia menyatakan bahwa pendidikan

membaca, menulis dan berhitung jangan sampai diperkenalkan kepada anak-anak

dibawah usia 7 tahun. Alasannya, karena pada masa itu anak-anak belum dapat

berpikir operasional konkret sehingga ditakutkan pelajaran tersebut akan

membebani mereka yang belum mampu untuk berpikir secara terstruktur.

Sementara itu kegiatan calistung sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang

memerlukan cara berpikir terstruktur, sehingga tidak sesuai bila diajarkan pada

anak usia dibawah 7 tahun. Apalagi pada anak-anak usia bayi dan balita. Piaget

Page 3: Belajar calistung pada PAUD

mengkhawatirkan otak anak-anak tersebut menjadi terbebani dan tujuan awal

mencerdaskan anak menjadi dilema karena justru anak-anak menjadi tidak

bahagia dan tidak bisa menikmati kehidupan mereka.

Pendapat yang kontra dengan pemikiran para ahli di atas adalah anggota

Badan Akreditasi Nasional Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD), Netty Herawati, mengatakan Calistung tetap harus diajarkan pada anak

usia di bawah lima tahun. Namun pengajaran calistung sendiri harus dibuat

menyenangkan sesuai dengan perkembangan usia anak.

Netty tidak setuju kalau ada pihak yang melarang Calistung untuk

diajarkan pada anak-anak usia dini. Pada dasarnya anak-anak itu sudah siap

belajar Calistung buktinya mereka bisa mengenal kata. Anak-anak usia empat

hingga lima tahun, harus diajarkan Calistung. Pada usia lima tahun, mereka harus

memiliki kompetensi meniru bunyi huruf, pada usia enam tahun mereka harus

mengenal huruf. Namun, mengajarkan anak-anak Calistung itu harus dilakukan

dengan cara yang  menyenangkan agar mereka tidak merasa tertekan dan  bosan.

(Replubika.com Jakarta, Senin, 16/12/13).

Sementara itu, Kepala Departemen Program Plan Indonesia, Nono

Sumarsono, mengatakan berdasarkan studi mengungkapkan bahwa anak-anak

yang mengikuti pendidikan di PAUD lebih siap dalam menghadapi pendidikan di

sekolah dasar. "Anak-anak dididik calistung dengan cara bermain secara

kelompok maupun individu. Pendekatan PAUD seperti ini mampu merangsang

seluruh potensi kecerdasan anak agar dapat berkembang secara optimal karena

anak merasa aman dan menikmati kegiatan yang menyenangkan."

Pada kenyataannya, pendapat Jean Piaget menimbulkan kebingungan

tersendiri bagi para orang tua yang tetap ingin mengembangkan potensi

intelektual anaknya tanpa harus menunggu usia 7 tahun. Dapat dibayangkan

betapa anak-anak kita kesulitan untuk mengikuti pelajaran ketika mereka masuk

SD. Padahal di SD mereka sudah langung menerima pelajaran dengan buku paket

yang banyak, dan anak-anak diharapkan sudah mampu mandiri belajar sendiri.

Bagaimana mungkin mereka melakukan itu, kalau basic untuk membaca, menulis

dan berhitungnya saja belum ada? Kurikulum di SD pun tidak terdapat pelajaran

Page 4: Belajar calistung pada PAUD

khusus untuk membaca, menulis dan berhitung. Guru di SD tinggal terima beres

akan kemampuan anak didiknya dalam membaca, menulis dan berhitung. Guru

SD bahkan mungkin sudah hampir lupa bagaimana mengajari anak membaca,

menulis dan berhitung.

Fenomena tentang perlunya belajar membaca, menulis dan berhitung

sejak anak usia dini akhirnya banyak memunculkan berbagai metode dan teori.

Pendapat Jean Piaget tersebut banyak disangkal oleh beberapa peneliti lainnya.

Diantara yang kontra dengan Jean Piaget adalah Howard Gardner (dengan

kecerdasan majemuknya), Dr. Glenn Doman (dengan Flash Cardsnya), Dr.

Marian Diamon (berapaun umur dari lahir hingga meninggal dunia dimungkinkan

meningkatkan kemampuan calistung), Elisabeth G. Hainstock (calistung bukan

sesuatu yang rumit untuk diajarkan pada anak). (Ladislaus Naisaban 2004: 161).

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada karya tulis ilmiah

ini adalah:

1. Bagaimanakah mengajarkan calistung secara efektif pada anak usia dini?

2. Bagaimanakah langkah-lanhkah metode belajar sambil bermain dalam

pembelajaran calistung pada anak usia dini?

Tujuan

Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah

sebagai berikut :

1. Mendreskripsi pengajaran calistung yang efektif pada anak usia dini

2. Mendeskripsi langkah-langkah metode belajar sambil bermain dalam

pembelajaran calistung pada anak usia dini.

Page 5: Belajar calistung pada PAUD

Kontroversi Teori Perkembangan Anak

Berikut adalah kontroversi teori tentang perkembangan yang mengulas

kegiatan membaca, menulis, dan berhitung semenjak anak usia balita hingga usia

5 tahun dapat kita lihat dalam penjelasan di bawah ini:

Jean Piaget

Teori psikologi perkembangan Jean Piaget selama

ini telah menjadi rujukan utama kurikulum TK dan bahkan

pendidikan secara umum. Pelajaran membaca, menulis, dan

berhitung secara tidak langsung dilarang untuk

diperkenalkan pada anak-anak di bawah usia 7 tahun.

Piaget beranggapan bahwa pada usia di bawah 7 tahun anak

belum mencapai fase operasional konkret. Fase itu adalah

fase, di manaanak-anak dianggap sudah bisa berpikir terstruktur. Sementara itu,

kegiatan belajar calistung sendiri didefinisikan sebagai kegiatan yang memerlukan

cara berpikir terstruktur, sehingga tidak cocok diajarkan kepada anak-anak TK

yang masih berusia balita.

Piaget khawatir otak anak-anak akan terbebani jika pelajaran calistung

diajarkan pada anak-anak di bawah 7 tahun. Alih-alih ingin mencerdaskan anak,

akhirnya anak-anak malah memiliki persepsi yang buruk tentang belajar dan

menjadi benci dengan kegiatan belajar setelah mereka beranjak besar.

Pesan yang ditangkap dari teori Piaget sering kali berhenti pada

“larangan belajar calistung”. Padahal perkembangan dalam pembelajaran di era

informasi sekarang ini sebenarnya sudah semakin jauh berubah. Topik pelajaran

bukanlah persoalan yang akan menghambat seseorang, pada usia berapapun,

untuk mempelajarinya. Syaratnya hanyalah mengubah cara belajar, disesuaikan

dengan kecenderungan gaya belajar dan usianya masing-masing sehingga terasa

menyenangkan dan membangkitkan minat untuk terus belajar.

Pada kegiatannya, pendapat Jean Peaget menimbulkan kebingungan

tersendiri bagi para orang tua yang tetap ingin anak-anaknya sedini mungkin bisa

mengembangkan potensi intelektualnya tanpa harus menunggu usia 7 tahun.

Page 6: Belajar calistung pada PAUD

Dapat dibayangkan betapa anak-anak kita akan dianggap “tidak pintar” ketika

mereka duduk di bangku SD sama sekali belum bisa membaca, menulis, dan

berhitung. Apalagi kurikulum sekolah dasar sekarang tidak lagi menyertakan

pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Sekolah dasar sekarang sudah

beranjak ke pelajaran bahasa Indonesia dan matematika, yang tentu saja sudah

lain konteksnya. Guru SD bahkan mungkin sudah hampir lupa bagaimana

mengajari anak membaca, menulis, dan berhitung.

Berbagai metode dan teori yang menyayangkan pendapat dari Jean Piaget

adalah sebagai berikut :

1. Howard Gardner

Howard Gardner adalah seorang psikolog dan ahli pendidikan. Dia lahir pada

tanggal 11Juli 1943 di Scranton, Pennsylvania. DaIam

perjalanan karirnya, pada tahun1995-sekarang dia

menjabat sebagai ketua tim Proyek Zero di Harvard

Graduate School of Education, yaitu kelompok

penelitian yang bertujuan untuk memperkuat

pendidikan seni. Melalui penelitian di proyek itulah dia

menemukan teori kecerdasan majemuk yang kemudian dipublikasikan

pertama kali dengan terbitnya buku Frames of Mind pada tahun 1983.

( Ladislaus Naisaban 2004; 158-160)

Kecerdasan majemuk terdiri atas:

a. Kecerdasan Linguistik (bahasa), kemampuan membaca, menulis dan

berkomunikasi dengan kata-kata atau bahasa seperti penulis, jurnalis,

penyair, orator dan pelawak. Contoh: Charles Dickens, Abraham

Lincoln, T. S Eliot, Sir Winston Churchill.

b. Kecerdasan Logis-Matematis, kemampuan berpikir (menalar) dan

menghitung, berpikir logis dan sistematis seperti ilmuwan, ekonom,

akuntan, detektif dan para profesi hukum. Contoh yang terkenal Albert

Enstein.

c. Kecerdasan Visual-Spasial, kemampuan berpikir menggunakan gambar,

memvisualisasikan hasil masa depan. Ini jenis ketrampilan yang

Page 7: Belajar calistung pada PAUD

dikembangkan oleh arsitek, pemahat, pelaut, penjelajah dan fotografer.

Contoh: Picasso, Frank Lloyd Wright, Colombus.

d. Kecerdasan Musikal, kemampuan mengubah atau mencipta musik, dapat

bernyanyi dengan baik, atau memahami dan mengapresiasi musik, serta

menjaga ritme. Hal ini biasanya menempel pada para musisi, komposer

dan perekayasa rekaman. Contoh: Mozart, David Foster.

e. Kecerdasan Kinestetik-Tubuh, kemampuan menggunakan tubuh secara

terampil untuk memecahkan masalah, menciptakan produk atau

mengemukakan gagasan dan emosi seperti atlet, penari, aktor, ahli bedah,

atau dalam bidang kontruksi atau bangunan. Contoh: Charlie Chaplin,

Michael Jordan.

f. Kecerdasan Interpersonal (sosial), kemampuan bekerja secara efektif

dengan orang lain, berhubungan dengan orang lain dan memperlihatkan

empati dan pengertian, memperhatikan motivatsi dan tujuan mereka.

Pemilik kecerdasan ini biasanya adalah guru yang baik, fasilisator,

penyembuh, politisi, pemuka agama. Contoh: Gandhi, Ronald Reagan,

Mother Teresa, Oprah Winfrey.

g. Kecerdasan Intrapersonal, kemampuan menganalisa diri dan

merenungkan diri mampu merenung dalam kesunyian dan menilai

prestasi seseorang, meninjau perilaku seseorang dan perasaan-perasaan

terdalamnya, membuat rencana dan menyusun tujuan yang hendak

dicapai, mengenal benar diri sendiri. Kecerdasan ini dimiliki oleh filsuf,

penyuluh, pembimbing, contoh: Eleanor Roosevelt, Plato.

Pada tahun 1996, Gardner memutuskan menambah jenis kecerdasan

kedelapan yaitu:

h. Kecerdasan Naturalis, kemampuan mengenal flora dan fauna, melakukan

pemilihan runtut dalam dunia kealaman dan menggunakan kemampuan

ini secara produktif, misalnya berburu, bertani atau melakukan penelitian

biologi. Contoh: Charles Darwin. (Paul Suparno 2008: 33)

Kecerdasan majemuk adalah teori yang dicetuskan oleh Howard

Gardner untuk menunjukkan bahwa pada dasarnya setiap individu memiliki

Page 8: Belajar calistung pada PAUD

banyak kecerdasan. Menurut Gardner, kecerdasan adalah kemampuan untuk

memecahkan dan menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk mode

yang merupakan konsekuensi dalam suasana budaya atau masyarakat tertentu.

(Howard Gardner 1993: 7).

Merujuk pada temuan Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk,

sesungguhnya pelajaran calistung hanyalah sebagian kecil pelajaran yang

perlu diperoleh setiap anak. Cara kita memandang calistung semestinya juga

sama dengan cara kita memandang pelajaran lain, seperti motorik dan

kecerdasan bergaul ataupun musikal.

2. Dr. Glenn Doman

Glenn Doman menjadi pelopor dalam pengembangan metode belajar

membaca dan matematika bagi anak-anak usia dini.

Glenn Doman adalah contoh lain pendobrak teori

perkembangan Jean Piaget. Doman adalah seorang

dokter bedah otak. Ia berhasil membantu

menyembuhkan orang-orang yang mengalami cedera

otak lewat flash cards. Ia membuat kartu-kartu kata

yang ditulis dengan tinta berwarna merah pada karton tebal, dengan ukuran

huruf yang cukup besar. Kartu-kartu itu ditampilkan di hadapan si pasien

dalam waktu cepat, hanya satu detik per kata. Adanya perkembangan pada

otak pasiennya membuat ia ingin mencobanya kepada anak-anak bahkan

bayi.

Glenn Doman hanya merekomendasikan pembelajaran membaca dan

matematika sekitar 45 detik per hari. Bisa kita bayangkan, betapa

sebentarnya, dan kemungkinan anak-anak merasa terbebani karena metode itu

sangatlah kecil. Tak heran jika anak-anak usia 2 atau 3 tahun pun sudah mahir

membaca dan juga menjadi sangat suka serta tentu saja tidak menolak untuk

belajar membaca dengan pendekatan tersebut.

Mengembangkan kemampuan para pendidik untuk mengajar calistung

secara menyenangkan, mungkin akan lebih baik daripada melarang pelajaran

Page 9: Belajar calistung pada PAUD

calistung pada anak usia dini secara keseluruhan, tanpa memberikan solusi

untuk mengatasi persoalan baca-tulis di sekolah dasar. Bukan pelajarannya

yang harus dipersoalkan, tetapi cara menyajikannya.

a. Metode Pengajaran Membaca Anak Glenn Doman

Ada tiga faktor penting dalam Metode Glenn Doman ini adalah sebagai

berikut :

1) Sikap dan pendekatan orang dewasa. Syarat terpenting adalah,

bahwa diantara orang dewasa dan anak harus ada pendekatan yang

menyenangkan, karena belajar membaca merupakan permainan yang

bagus sekali. Biasakan anak membaca dengan suatu kegemaran, bisa

dibuat permainan menarik untuknya

2) Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-

betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin

menghentikannya.

3) Jangan pernah memaksa anak untuk belajar membaca tanpa

kemauan dia sendiri.

b. Tahap Pembelajaran dengan flash cards

1) Untuk tahap pertama, persiapkan kertas karton kaku warna putih dan

spidol besar yang ujungnya rata (selebar satu sentimeter) berwarna

merah. Selain itu, juga spidol ukuran 0,5 sentimeter warna hitam.

Kertas karton digunting-gunting sepanjang 60 sentimeter dengan

lebar 15 sentimeter, sediakan pula yang selebar 12,5 sentimeter.

2) Tuliskan kata di atas guntingan kertas karton dengan huruf kecil

(bukan kapital), huruf yang sederhana dan konsisten. Untuk tahap

pertama, buatlah 15 kata di atas 15 lembar karton, dibagi menjadi

tiga. Misalnya, lima lembar pertama adalah nama-nama anggota

keluarga (set A), lalu lima lembar kedua bertuliskan nama-nama

organ tubuh (set B), sedangkan lembar ketiga bertuliskan nama-

nama bunga (set C). Yang jelas, gunakan nama-nama yang tidak

asing bagi dia, terutama nama benda yang sering anak jumpai setiap

hari. Dengan demikian, anak akan lebih mudah mengingatnya.

Page 10: Belajar calistung pada PAUD

3) Pada hari pertama belajar, hanya ditunjukkan lima lembar pertama

(set A) kepada anak dengan membacanya, tiga kali sehari. Pada hari

kedua, tunjukkan dan bacakan set A dan set B, juga tiga kali sehari.

Sementara pada hari ketiga, bacakan set A, B, dan C selama tiga kali

sehari. Pada hari keempat, lakukan seperti hari ketiga. Ini dilakukan

terus sampai kartu-kartu terbaca 15-25 kali. Perlu diingat bahwa

urutan kata harus sama dari setiap setnya. Agar tidak terjadi

kekeliruan, setiap kertas bisa diberi nomor di sebaliknya, sehingga

waktu kita menunjukkannya kepada anak urutannya tetap sama.

( http://fatonipgsd071644221.wordpress.com).

3. Dr. Marian Diamon

Profesor dari Universyty of California, Berkeley dari tahun 1965 sampai

dengan sekarang. Ilmuwan peneliti otak, yang telah

menghabiskan waktu tiga puluh tahun mengadakan

rangkaian percobaan otak menyimpulkan bahwa :

Pada umur berapapun sejak lahir hingga mati, adalah

mungkin untuk meningkatkan kemampuan mental

melalui rangsangan lingkungan. Sejauh menyangkut

otak, ungkapan lama use it or lose it menunjukkan

bahwa semakin terangsang otak kita dengan aktifitas  intelektual dan interaksi

lingkungan semakin banyak jalinan yang dibuat antara sel-sel. Potensi otak

dianggap tidak terbatas. Sebaliknya jika kita tidak menggunakannya maka

kita akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkannya. So, pick your

choice. Dr. Marian Diamond yang sering dipanggil Berlian menyimpulkan

bahwa pada umur berapapun semenjak manusia lahir sampai kelak meninggal

dunia sangat dimungkinkan untuk meningkatkan kemampuan mental melalui

rangsangan lingkungan. (Afin Murtie 2013:60).

Page 11: Belajar calistung pada PAUD

4. Elisabeth G. Hainstock

Inilah masa puncak anak secara alamiah dan

antusiasme  menyerap kecakapan-kecakapan

membaca. � Membaca sesungguhnya bukan suatu

proses yang begitu rumit untuk diajarkan, dan tidak

dibenarkan jika orangtua merasa ragu mengajarkan

dasar-dasar membaca kepada anak-anaknya

sebelum mereka masuk sekolah. Sekedar informasi,

Montessori telah mengajarkan Matematika dan

Bahasa (termasuk membaca) pada anak berusia 3 dan 4 tahun. (Metode

Pengajaran Montessori Elizabeth G. Hainstock. Hal 126) . Anak-anak

prasekolah tidak hanya dapat diajarkan membaca tetapi

bahwa inilah masa puncak anak secara alamiah dan

antusias menyerap kecakapan kecakapan membaca. Ditegaskan oleh G.

Hainstock Puncak perkembangan otak anak adalah pada usia prasekolah.

Dari beberapa pendapat tandingan terhadap teori Jean Piaget di atas,

akhirnya dapat kita tarik kesimpulan bahwa sebenarnya pelajaran calistung atau

membaca, menulis, dan berhitung sendiri dapat diberikan pada usia berapa pun

dan lebih efektif kalau diberikan pada masa prasekolah. Namun, semua tergantung

pada metode atau cara yang sebaiknya dipergunakan agar anak-anak tidak bosan

dan tidak rewel. Pendek kata, usahakan anak tidak merasa tertekan terhadap

semua tranfer pengetahuan tentang membaca, menulis, maupun berhitung yang

dilakukan orang tua dan guru-gurunya di sekolah.

Setelah mempelajari beberapa teori tentang perkembangan, kontroversi,

dan beberapa kreativitas di dalamnya, saya dapat menyimpulkan bahwa membuat

anak bisa membaca, menulis, dan berhitung semenjak balita tidaklah tabu, sangat

bisa, dan benar-benar tetap membuat mereka bahagia. Kuncinya hanya terletak

pada caranya, cara menyajikan pengetahuan membaca, menulis, dan berhitung

tersebut kepada anak-anak secara tepat dan efisien. Cara yang nyaman dan

Page 12: Belajar calistung pada PAUD

mengena pada tujuan orang tua tentu perlu diselarakan dengan cara-cara yang

tetap dapat membuat bayi dan balita kita tersenyum dan ceria.

Pengetian Calistung

Tahapan perkembangan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung

(calistung) bukanlah keterampilan yang dapat begitu saja dikuasai anak. Terdapat

keterampilan-keterampilan pendahuluan yang harus dimiliki anak untuk akhirnya

bisa membaca, menulis, dan berhitung.

1. Membaca. Melihat gambar adalah bentuk membaca yang paling sederhana.

Balita usia 3-5 tahun diharapkan sudah memiliki ketertarikan untuk

“membaca” gambar, simbol, dan logo yang ada disekitarnya. Untuk itu salah

satunya anak membutuhkan exposure yang tinggi pada buku bergambar. Pada

usia 4-5 tahun balita baru mulai diharapkan mampu membaca gambar,

simbol, dan logo. Misalnya melihat gambar Colonel Anderson ia membaca

“Kentucky” atau melihat logo Carrefour ia sudah bisa mengenalinya.

Membaca dengan pola diharapkan mulai dikuasai balita pada usia 5-6 tahun.

Selain mengenali bentuk dan pola, anak juga harus bisa memegang buku

dengan baik dan mampu membalikkan dari kiri ke kanan. Keterampilan ini

sangat berhubungan erat dengan perkembangan keterampilan motorik anak.

2. Menulis. Jauh sebelum anak bisa memegang pensil dengan baik, ia perlu

belajar “menjumput” (memegang benda dengan telunjuk dan ibu jari). Ia perlu

mengetahui bahwa tulisan itu memiliki arti. Kembali lagi bisa dikembangkan

dengan memperlihatkan berbagai buku.

3. Berhitung. Anak perlu memahami konsep berhitung, bahwa satu untuk satu

benda (one-to-one correspondence). Jadi sebelum mengajarkan anak

menghitung satu-dua-tiga, ajarkan anak untuk membagikan satu benda untuk

satu orang atau satu benda ke dalam satu lubang (bisa memakai congklak).

Seperti disebutkan diatas, mengenali simbol termasuk angka baru diharapkan

setelah anak berusia 4-6 tahun.(www.ayahbunda.co.id)

Metode Calistung pada Anak Usia Dini

Page 13: Belajar calistung pada PAUD

Apapun metode yang kita pergunakan, yang perlu kita ingat dalam

mengajarkan calistung pada anak usia dini adalah:

a. Pergunakan metode yang bervariatif sesuai dengan gaya dan kebutuhan anak.

Hal ini mengingat bahwa setiap anak mempunyai kepekaan cara calistung

yang berbeda satu sama lain.

b. Aktifitas dilakukan sambil bermain, bermain sambil belajar dan tidak formal.

Masa anak-anak adalah masa bermain jadi sebaiknya tidak membebani anak

dengan aktifitas pembelajaran formal yang menegangkan.

c. Ciptakan suasana yang nyaman, suasana yang menyenangkan dan penuh

keakraban. Dalam mengajarkan anak calistung selama hal ini dilakukan

dengan suasana santai dan akrab, maka anak akan cepat menangkap apa yang

diajarkan.

d. Tidak perlu lama- lama. Kurang lebih 10 - 15 menit, tapi rutin dan konsisten.

Hal ini mengingat bahwa kemampuan konsentrasi pada anak usia dini

tidaklah lama.

e. Berhenti sebelum anak merasa bosan. Kita harus peka terhadap reaksi anak

pada saat mengajarkan calistung. Dan tidak ada paksaan. Pada saat anak

mulai tidak berkonsentrasi atau tidak tertarik lagi maka berhentilah.

f. Ingatlah bahwa setiap anak berkembang dengan iramanya sendiri. Tidak

jarang seorang anak maju pada satu bidang tetapi lambat pada bidang lain.

Metode Calistung Dengan Bermain Bersama

Berikut ini saya mencoba mengklasifikasikan cara-cara mulai dari tahap

balita usia 2-3 tahun sampai pada usia 4-5 tahun. Perkembangan buah hati kita

untuk dapat terbiasa membaca, menulis, dan berhitung dengan bahagia melalui

permainan yang menyenangkan.(Afin Murtie 2013: 75)

1. Tahap Balita Usia 2-3 tahun

Pada tahapan usia ini, anak mulai banyak berkata-kata dan bahkan

menyusun kalimat sederhana. Dia mulai mempergunakan kata saya atau aku,

bertanya tentang berbagai hal, mengerti perintah dan larangan dengan jelas,

Page 14: Belajar calistung pada PAUD

banyak bergerak, melompat, memanjat, menggambar, dan bermain dengan

anak lain yang berada di sekitarnya.

Kita bisa tetap memberikan buku-buku cerita anak yang penuh

gambar, tanpa konflik berlebihan sehingga membuat balita menjadi bingung.

Permainan lain yang bisa ditambahkan adalah permainan petak umpet

sederhana dengan tebak-tebakan kata sebagai selingannya, memasang poster

bersama-sama, dan mengeksplorasi alam sekitar dengan sepeda maupun

berjalan kaki. Membaca anak ke alam bebas, memperkenalkannya dengan

berbagai jenis hewan, membacakan setiap keterangan tentang hewan di taman

safari atau kebun binatang, bermain pasir sambil menorehkan gambar bentuk

huruf dan angka pasti sangat menyenangkannya. Yang pasti, semua yang

dilakukan untuk mentransfer ilmu calistung pada balita harus dilaksanakan

secara menyenangkan dan penuh kebahagiaan.

2. Tahap Balita Usia 3-4 Tahun

Pada usia ini anak semakin mengekplorasi lingkungan sekitar. Senang

bermain dengan teman sebaya, mengunjungi tetangga. sudah bisa membuka

dan memakai baju sendiri. Mulai belajar membuat garis silang, garis

lengkung, menggambar bentuk sederhana seperti pemandangan, matahari dan

pelangi, hewan menurut caranya sendiri.

Stimulasi yang diberikan adalah mengeksplorasi dunia luar selain di dalam

rumah akan semakin mengesankan buat anak. Membacakan segala yang kita

temui. Dia akan kagum terhadap gurunya karena serba tahu.

3. Tahap balita Usia 4-5 Tahun

Tahapan ini dimana anak sudah mulai bisa membaca lancar dan menulis

kalimat pendek. Setelah melewati pembiasaan yang dilakukan guru dan orang

tua dengan metode bermain, maka capaian yang diharapkan selambat-

lambatnya usia 5 tahun maka anak sudah bisa calistung secara sederhana.

Maksudnya secara sederhana adalah sudah bisa membaca kalimat-kalimat

pendek. Permainan-permaianan yang dilakukan adalah sebagai penjual,

Page 15: Belajar calistung pada PAUD

petugas bank, atau seorang ibu yang sedang berbelanja, yang terlebih dahulu

mencatat keperluan belanjaannya.

Permainan yang disarankan adalah bermain puzzle, berolahraga, berenang,

bersepeda. Bermain music juga merupakan cara yang baik untuk

menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri. Sehinggga anak akan menjadi

sopan, berpikir baik, dan tidak memiliki sifat-sifat buruk untuk mencelakakan

orang lain.

Bentuk-bentuk permainan

Berikut akan diuraikan berbagai permainan yang bisa dilakukan oleh

pendidik maupun orang tua, agar anak pandai calistung tanpa merasa terbebani,

dan tetap merasa gembira sebagaimana kehidupan anak usia dini. .(Afin Murtie

2013: 88-91)

Permainan Pertama

Membaca dengan Keras, Melagukan, dan Bercerita Menjelang Tidur

Untuk permaianan pertama ini, alat bermain yang dibutuhkan pastilah

sebuah buku cerita. Buku ini bisa dibeli di toko buku. Ibu juga bisa membuatnya

sendiri dengan mengambil gambar yang ditemui di majalah ataupun membuat

gambar sendiri. Gambar tersebut diwarnai, digunting, kemudian ditempelkan di

karton tebal. Setelah dijilid, siap dipergunakan. Pembacaan cerita dengan keras

harus disesuaikan dengan usia bayi atau balita kita. Ibu bisa membacakan cerita

tersebut dengan nada suara sedang (tidak terlalu pelan, tetapi juga tidak

membentak), jelas, serta nyaman. Kuncinya adalah mudah dipahami si kecil.

Menggunakan buku tentang kisah teladan, buku berirama dan bersajak,

buku dongeng menjelang tidur, fabel, norma agama, buku alfabet, buku berhitung,

buku pengetahuan umum, seperti pengetahuan tentang binatang dan alat

transportasi.

Permainan Kedua

Adaptasi Flash Cards Glenn Doman

Page 16: Belajar calistung pada PAUD

Secara teori metode flash cards oleh Glenn Doman ini menyarankan para guru

untuk bermain dengan si kecil sekita 15 menit saja dan dapat diulang selama 2-3

kali setiap harinya, tetapi konsisten, rutin, dan dilakukan setiap hari. Ketika anak

dalam keadaan segar, ceria, dan penuh konsentrasi ibu memangku si kecil

kemudian membacakan kartu flash secara cepat (tidak lebih dari 1 detik). Diawali

dengan kartu yang memuat satu kata, seperti ibu, ayah, kakak, adik; atau

kelompok kata lain, seperti kelompok buah dan kelompok sayur yang terdiri atas

dia suku kata. Membacakan pertama kali dengan 4 kartu kemudian berkembang

setiap harinya dengan kartu dan kata-kata baru, begitu terus bertahap dengan tiga

suku kata, dua kata dan akhirnya menjadi satu kalimat utuh.

Metode Doman ini bisa divariasikan sendiri oleh kita sesuai kreativitas dan

kesukaan masing-masing anak. Terkadang anak tidak bisa duduk diam di

pangukan meskipun hanya 15 menit, terutama untuk anak-anak yang sudah bisa

merangkak apalabi berjalan. Maka kartu flash bisa saja ditempelkan di dinding

kamar anak atau ruang bermain dengan selotip dan diganti setiap harinya dengan

kata-kata yang baru. Kartu flas bisa saja dibeli jadi atau dibuat sendiri dengan

ukuran karton tinggi 15 cm, panjang 60 cm, ukuran huruf tinggi 12,5 cm, lebar 10

cm, dan jarak tiap huruf 1.25 cm. Kartu ini bisa juga ditumpuk begitu saja di meja

atau disebaran di lantai sehingga anak tertarik memegang dan melihatnya.

Kemudia dia akan menunjuka dan bertanya, inilah kesempatan bermain tebak

gambar, tebak kata, dan penjelasan singkat tentang fungsi benda yang disebutkan

dalam kartu kata tersebut oleh ibu kita.

Kelompok kata yang terdapat dalam kartu flash Doman biasanya terdiri

atas kata yang berhubungan dengan diri anak, rumah, alat transportasi,

penampakan alam, dan kalimat pendek yang menggabungkan keempatnya. Yang

pasti, dalam permaianan variasi kartu flash ini kita benar-benar harus dalam

keadaan sehat dan tidak lelah. Kita harus sabar menjawab berbagai pertanyaan

anak, menekankan tiap suku kata, bukan mengeja per huruf, dan selalu

menampakkan kegembiraan ketika bersama anak-anak.

Permainan Ketiga

Page 17: Belajar calistung pada PAUD

Tempel di Dinding

Permainan ini saya sebut dengan Tempel di Dinding karena memang isinya adalah

menempelkan segala sesuatu yang berhubungan dengan calistung di dinding

kamar atau ruang bermain bayi dan balita kita. Dengan menempelkan huruf, kata,

gambar, kalimat, angka, hitungan, cerita, dan bahan senderhana lain di dinding,

anak akan tertarik untuk melihat, mengamati, memegang, dan kemudian bisa kita

sebutkan bacaan yang ditunjuk si kecil. Setelah itu dari hari ke hari dia akan

semakin tertarik, semakin pandai, dan semakin menguasai membaca, menulis, dan

berhitung tanpa paksaan dan terkesan sebagai permainan yang menyenangkan.

Beberapa item yang ditempelkan di dinding bisa kita beli di toko buku ataupun

membuatnya sendiri bersama si kecil. Ini berarti permaianan baru lagi bagi

mereka, asalkan kita tetap sabar dan tidak lelah mendampingi bayi dan balita yang

sedang dalam masa pertumbuhan pesat dengan keingintahuan yang tinggi.

Beberapa benda yang bisa ditempelkan di dinding antara lain:

Huruf dinding

Menempelkan huruf A-Z di dinding yang sering dilewati si kedil, baik ketika

mereka merangkak maupun berjalan. Ketika kita menjumpai anak berdiam diri

di depan huruf tersebut, sebutkanlah bacaan huruf tersebut dengan nada yang

riang. Apabila dia kurang tertarik, cobalah kita membacanya sendiri ketika

melewati huruf tersebut sambil menunjukkan hurufnya. Nanti lama-kelamaan

anak akan tertarik dan mengamatinya dari dekat. Bisa juga kita menyanyikan

lagu alfabet sambil menunjukkan huruf-huruf tersebut. Jangan malu bertindak

seperti anak-anak karena kita memang sedang masuk ke dalam duniany.

Memasang poster huruf dan gambar

Selain memasang huruf-huruf alfabet dengan warna yang mencolok di dinding,

kita juga bisa memasang poster bergambar hewan beserta namanya. Contohnya

adalah alat transportasi, sayuran, buah-buahan, foto keluarga, anggota tubuh,

serta beberapa pengetahauan umum lainnya. Semua gambar harus lengkap

menggunakan tulisan nama masing-masing benda.

Poster bisa dibeli langsung di toko buku terdekat atau juga bisa dibuat sendri

dengan cara menyediakan karton tebal seukuran 30 cm x 50 cm. Kemudian

Page 18: Belajar calistung pada PAUD

ambil beberapa gambar dari majalah. Gunting dan tempel potongan gambar itu

di karton. Namai masing-masing gambar dengan huruf yang jelas untuk dibaca.

Setelah itu, metode memperkenalkannya sama dengan memperkenalkan huruf

di atas. Segera sebutkan nama benda yang diamati anak atau kita yang

menunjuk benda-benda tersebut sambil menyebutkan namanya. Mungkin anak

akan terlihat tidak memperhatikan. Tidak perlu khawatir, percayalah! Justru

anak akan merasa nyaman dan tetap berada dalam kegiatannya sendiri, tetapi

ternyata ia hafal semua nama yang kita sebutkan.

Permainan keempat

Ajak si Kecil Mencintai Buku

Mencintai buku bisa dipupuk semenjak dini sebagai permainan yang

menyenangkan bagi si kecil. Begitu luas dan tak terhingga segala pengetahuan

dan keterampilan yang bisa kita dapat dari berbagai buku. Cinta buku adalah hal

mutlak yang diperlukan anak-anak kita sebagai bekal mereka pada masa

mendatang. Permainan yang berkaitan dengan pembiasaan yang bisa kita lakukan

agar anak-anak mencintai buku antara lain:

Kita (Ibu) harus cinta buku terlebih dulu

Tunjukkan rasa cinta kita terhadap buku-buku, tersenyumlah setiap kali

memegang buku terutama apabila berada di hadapan si kecil. Bacalah buku

setiap ada kesempatan. Nanti si kecil akan penarasan dengan kebiasaan yang

kita lakukan. Dengan melihat kita yang sangat mencintai buku, anak-anak juga

akan mengikuti jejek kita untuk mencintai buku. Bukankah mereka adalah

peniru kita?

Sediakan rak buku yang terjangkau oleh anak

Mungkin kita sudah menyediakan rak buku, tetapi tingginya ternyata 1,5 m

dari lantai. Wah, bagaimana bisa si kecil menjangkaunya? Carilah rak buku

yang pendek dan mudah terjangkau, letakkan beberapa rak buku di sudut-sudut

ruangan, bukan terfokus hanya pada sebuah ruang saja, dan biarkan anak

menata bukunya sendiri. Usahakan agar anak merasa degnan dan nyaman

Page 19: Belajar calistung pada PAUD

berada bersama buku, dan kecintaan anak terhadap membaca dan

pengetahuannya terhadap calistung pun akan berjalan beriringan.

Permainan Kelima

Jalan-jalan ke Toko Buku dan Perpustakaan

Apabila selama ini kita suka berjalan-jalan ke toko baju, sempatkanlah mengajak

si kecil berbelok ke toko buku. Banyak toko buku yang memiliki zona khusus

untuk anak-anak kita. Berjalan-jalan ke toko buku biasanya dilakukan pada saat

tanggal muda. Kita sebaiknya memberi anggaran khusus bagi keperluan anak

untuk membeli buku. Kalau kita menanamkan pengertian bahwa buku adalah

sebuah mainan, tidak akan sulit bagi anak menganggap buku itu menyenangkan

dan perlu dikoreksi.

Pada tanggal tua, cobalah ajak anak berkunjung ke perpustakaan daerah. Saat ini,

perpustakaan daerah telah menjadi tempat bermain anak-anak sambil membaca

buku. Banyak perpustaaan daerah yang memiliki ruang baca khusus untuk anak

dengan kondisi sangat nyaman. Ruangannya dingin ber-AC. Desain interiornya

modern, ada pula yang menyerupai kafe. Fasilitas jaringan nirkabel juga banyak

disediakan secara gratis. Ketika berkunjung ke perpustakaan daerah Sidoarjo dan

Surabaya, saya sangat tercengang melihat pengunjungnya yang sangat antusias

membaca buku. Mulai dari anak bayi sampai para veteran tampak asyik dengan

buku kegemarannya. Di perpustakaan daerah Surabaya, ruang baca anak dibuat

khusus, kursinya berwarna-warni, karpetnya tebal, AC-nya dingin, bukunya

sangat banyak. Di sini disediakan pula alat permainan edukatif yang bisa dipakai

balita jika bosan dengan buku-buku yang ada.

Permainan Keenam

Membaca Buku ke Mana Pun Kita Pergi

Kita akan mengajak anak-anak bertamasya? Jangan lupa membaca buku bacaan,

buku tulis, kertas gambar, dan peralatan tulis lainnya. Pendek kata, ke mana pun

perginya, kita biasakan untuk selalu membawa buku. Taruh buku itu di tas

masing-masing anak, di mobil, atau di tempat lain yang terjangkau. Jadikan buku

Page 20: Belajar calistung pada PAUD

sebagai penghilang jenuh pada saat perjalanan jauh. Pertemuan reuni yang

membosankan bagi anak, acara keluarga, dan berbagai acara lain dengan waktu

yang cukup lama bisa cair oleh keberadaan buku anak. Biasakanlah untuk

menghibur anak-anak dengan buku. Buatlah mereka betah untuk mengamati serta

membaca buku di kala senggang. Hasilnya, kita tidak perlu repot membujuknya

untuk tidak rewel. Anak juga merasa senang serta tetap bersemangat ketika diajak

ke mana pun.

Permainan Ketujuh

Mendongeng dengan alat peraga, Bercakap-cakap, dan Bermain Peran

Sebenarnya permainan ini tidak jauh berbeda dengan permainan membaca

cerita maupun cerita sebelum tidur. Ada sedikit tambahan dalam permaianan ini.

Kita menggunakan alat peraga berupa boneka jari, boneka kain, atau boneka

Barbie. Ada juga alat peraga lain yang berupa gambar dan huruf yang ditulis

berwarna-warni di atas karton. Boleh juga digunakan alat-alat permainan

keterampilan kegiatan sehari-hari, seperti dokter-dokteran dan masak-masakan.

Yang pasti kita bisa menanamkan nilai-nilai normatif dan keagamaan, karena

membaca cerita dengan alat peraga ini baru bisa dilakukan ketiaka bayi mulai bisa

duduk atau sekitar usia 6 bulan ke atas.

Setelah anak menginjak usia 2 tahun ke atas, kita bisa melibatkan mereka

dalam cerita, baik dengan peran tertentu maupun terlibat untuk mengambil alat

peraga yang akan dipergunakan sesuai dengan cerita yang didongengkan. Kerja

sama menggunakan alat peraga dalam mengongen ini akan terkesan buat si kecil,

membuat mereka percaya diri, dan tentu saja melatih kemampuan berbahasa, kosa

kata, dan calistung mereka. Untuk memulai mendongeng, kita perlu

mempersiapkan cerita yang menarik bagi balita dan mempersiapkan alat peraga

sesuai topik cerita tersebut.

Bermain peran dan bercakap-cakap dengan ibu juga sangat disukai si kecil,

Hal ini akan meningkatkan kemampuan berbahasa dan pengetahuan serta

keterampilannnya di berbagai bidang. Kadang kala keikutsertaan ayah atau

anggota keluarga lain seperti kakak dalam permainan peran cukup menyenangkan

Page 21: Belajar calistung pada PAUD

bagi si kecil. Apabila kalalu peran tersebut berkaitan dengan hobinya. Misalnya,

peran putri atau putra mahkota untuknya dan peran pemburu untuk ayah. Setelah

permaianan terasa melelahkan, kegiatan bisa diakhiri dengan mewarnai gambar

tokoh yang diperankan tadi.

Permainan Kedelapan

Bermain Puzzle Huruf dan Angka

Permainan ini juga mulai bisa dilakukan ketika bayi sudah dapat duduk sendiri.

Dengan bermain bersama kita, anak-anak merasa bergembira dan merasa

disayang. Di antara permainan yang menyenangkan dan penuh tantangan adalah

bermain puzzle. Semua puzzle bisa dipakai. Namun, untuk lebih menekankan

pada kebiasaan membaca, menulis, dan berhitung, kita pilihkan permaianan

puzzle huruf dan angka. Seperti pada umumnya permainan lainnya, kita perlu

mencari waktu yang tepat agar bayi dan balita tidak merasa bosan, memancing

rasa ingin tahu mereka dengan memainkan lebih dahulu puzzlenya. Dalam

permainan apa pun, selama ini saya menggunakan cara untuk “memancing” rasa

ingin tahu anak, dan bukan dengan cara mengajaknya. Karena terkadang anak

kurang tertarik dengan ajakan kita. Namun, begitu melihat kita bermain dan dia

menganggapnya menarik, dia akan datang sendiri dan bergabung. Dengan cara

memancing perhatian ini, anak juga mendapatkan pelajaran bagaimana harus

memilih dan bertanggung jawab terhadap pilihannya. Dia akan menjadi sosok

pemimpin dan pandai menentukan sikap sendiri tidak hanya bergantung kepada

keputusan orang lain.

Permainan Kesembilan

Menggambar dan Menulis

Menggambar adalah awal dari permainan menulis. Sebelum anak-anak diarahkan

untuk dapat menulis huruf, coba kita sediakan dulu kertas kosong tanpa garis,

buku mewarnai, dan berbagai alat tulis dan gambar. Dengan menyediakan

berbagai perlengkapan tadi, kita bisa memancingnya dengan mulai mewarnai

buku mewarna atau bisa juga dengan menggambar beberapa garis, bentuk lurus,

Page 22: Belajar calistung pada PAUD

lingkaran, dan menggambar coretan-coretan mudah sehingga anak tertarik untuk

mencobanya.

Ketika anak mencoba dan dapat menggambar coretan yang kita contohkan,

rasa percaya dirinya akan muncul. Hasilnya, dia terpacu untuk terus berusaha

memperbagus hasil gambarnya, meniru beberapa gambar lain, dan pada akhirnya

meniru menggambar huruf sebagai awal latihan menulis.

Menggambar juga bisa dilakukan dengan jari, dengan manik-manik yang

ditempel, dan beberapa peralatan lainnya, seperti sikat gigi, sisir, buah, dan

sayuran untuk menggambar stempel. Semakin sering anak bermain dan

menggambar, selanjutnya anak akan lebih siap berlatih menulis, yang juga

dianggapnya sebagai permainan yang menyenangkan.

Permainan Kesepuluh

Mengenal Komputer dan alat Musik

Meskipun tidak wajib, tekonologi komputer hendaknya kita perkenalkan

kepada balita ketika mereka telah siap menghadapinya dan merasa tertarik ketika

mendapatinya di meja kerja ayah atau meja belajar sang kakak. Kita tetap perlu

mendampingi dan memilihkan permainan komputer yang bermanfaat, dengan

waktu yang tidak terlampau lama. Hanya sekedar memperkenalkan, tidak

membuatnya canggung dan bisa diisi dengan kegiatan penunjang bermain

calistung, seperti puzzle alfabet di komputer, tebak huruf, tebak jumlah, dan

beberapa education games lainnya.

Yang tak kalah pentingnya adalah memperkenalkan peralatan musik pada

balita, atau mungkin sekedar mendendangkan lagu dan menari bersamanya. Balita

yang semenjak awal mengenal alat musik tampak lebih bisa mengontrol dirinya,

lebih matang, dan kinerja otaknya seimbang antara kanan dan kiri. Selain daya

imajinasi yang tinggi, mengenal musik juga dapat mencerdaskan pikiran dan

melatih daya konsentrasi sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang

besar bagi mereka dalam menjalani kehidupannya kelak.

Page 23: Belajar calistung pada PAUD

Penutup

Belajar membaca, menulis, berhitung, dan bahkan sains kini tidaklah

perlu dianggap tabu bagi anak usia dini. Persoalan terpenting adalah

merekonstruksi cara untuk mempelajarinya sehingga anak-anak menganggap

kegiatan belajar mereka tak ubahnya seperti bermain dan bahkan memang

berbentuk sebuah permainan.

Pada usia lima tahun, mereka harus memiliki kompetensi meniru bunyi

huruf, pada usia enam tahun mereka harus mengenal huruf. Namun, mengajarkan

anak-anak Calistung itu harus dilakukan dengan cara yang  menyenangkan agar

mereka tidak merasa tertekan dan  bosan.

Memang benar jika membaca diajarkan seperti halnya orang dewasa

belajar, besar kemungkinan akan berakibat fatal. Anak-anak bisa kehilangan

gairah belajarnya karena menganggap pelajaran itu sangat sulit dan tidak

menyenangkan.

Merujuk pada temuan Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk,

sesungguhnya pelajaran calistung hanyalah sebagian kecil pelajaran yang perlu

diperoleh setiap anak. Cara kita memandang calistung semestinya juga sama

dengan cara kita memandang pelajaran lain, seperti motorik dan kecerdasan

bergaul ataupun musikal.

Problemnya bukan apa yang diajarkan, namun bagaimana cara

mengajarkannya. Cara mengajarkannya dengan metode bermain yang

menyenangkan sehingga mereka mau melakukan secara suka rela.

Intinya mengajak anak-anak belajar dengan cara yang membuat mereka gembira

dan seolah sedang bermain.

Page 24: Belajar calistung pada PAUD

DAFTAR PUSTAKA

Naisaban, Ladislaus. 2004. Para Psikolag terkemuka Dunia: Riwajat Hidup, Pokok Pikiran, dan Karya. Jakarta : Grasindo.

Gardner, Howard. 1993. Multiple Intelligences: The Theory in Practice. New York: Basic Books.

Fatoni. 2009. http://fatonipgsd071644221.wordpress.com (diunduh tanggal 2 Mei 2014).

Murtie, Afin. 2013. Mengajari Anak Calistung dengan Bermain: Panduan Praktis untuk Orang Tua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suparno, Paul. 2008. Teori lntetigensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara Menerapkan Toeri Multiple lntellligences Howard Gardner, Yogyakarta: Kanisius

http://en.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget

http://www.glenndomanindonesia.com/

http://en.wikipedia.org/wiki/Howard_Gardner

http://www.academicroom.com/users/marian-diamond

http://www.goodreads.com/author/show/109959.Elizabeth_G_Hainstock