beberapa landasan dalam pelaksanaan pengawasan apbn
TRANSCRIPT
•
269
BEBERAPA LANDASAN DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN APBN
_--------Oleh: Safri Nugraha, S.H.
PENDAHULUAN
Pengawasan, sebagai salah satu tahapan dalam kegiatan pelaksanaan APBN, sudah berulangkali dibicara-, kan oleh berbagai pihak, baik dalam forum resmi; seperti di DPR RI, maupun dalam forum tidak resmi; seperti di mass media. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya segi pengawasan itu dalam kegiatan kenegaraan kita, terlebih lagi dalam rangka penciptaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Dalam pelaksanaan Repelita ke IV ini, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan dan kebijaksanaan, yang semuanya dimaksudkan untuk tercapainya hasil pengawasan yang optimal, berdaya-guna dan berhasilguna yang sebesar-besarnya. Beberapa peraturan, antara lain: Keppres 31 Tahun 1983, Keppres 32 Tabun 1983, Inpres 15 Tabun 1983, telah dikeluarkan. Dengan dikeluarkannya ketiga peraturan tersebut, ke bijaksanaan pengawasan yang sebelumnya tersebar pada para Menteri dan Pimpinan Lembaga dan Instansi lain, kini diintegrasikan secara strukturaJ.1) Hal ini ditunjang dengan telab dilembagakannya penyusunan Program KeIja Pengawasan Tahunan (PKPT) menjadi tata kerja _. --' 1) Nota Keuangan dan RAPBN 1986/1987.
hIm. 89.
,
secara nasional. Dengan adanya PKPT secara nasional dimaksudkan agar terjamin keterpaduan pengawasan dari segi sasaran pemeriksaan dan waktu pemeriksaan, sehingga mencegah secara dini tumpang-tindih dalam pelaksanaan pengawasan. 2)
Selain beberapa peraturan di atas, maka kita mengenal juga berbagai peraturan yang menjadi landasan dalam kegiatan pengawasan. Peratu ran-peraturan ini merupakan landasan kerja bagi para aparatur negara, terutama yang bergerak dalam kegiatan pengawasan.
Landasan Falsafah
Landasan falsafab pengawasan adalab objektivitas.3) Hal ini secara implisit tercermin dalam penjelasan Pasal 23 ayat 5 UUD 1945 yang menyatakan.
". . . . Un tuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah itu perlu ada suatu Badan yang terlepas dari pellgarulz dall kekuasaall Pemerintah. Suatu Badan yang tunduk kepada Pemerintah tidak dapat melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya Badan itu bukanlah pula
2) Ibid
3) Arifin P. Soeria Atmaja, MekallislIle Pertallggungjawaball Keuallgan Negara Sua· tu Tinjauall Yuridis (Jakarta: PT. Gramedia, 1986), him. 150 dan 174.
JUlli 1987
270
Badan yang berdiri di atas Pemerintah . .. ".
Dalam perkataan " terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah" dikan-
•
dung maksud agar Badan yang mela-kukan pemeriksaan itu dapat bertindak objektif dalam melaksanakan tugasnya, bersikap jujur dan tidak dib ebani pertimbangan maupun tekanan dari pihak manapun yang berada di luar Badan tersebut. Tujuan dari semua ini adalah agar hasil pemeriksaan yang diperoleh mempunyai sifat yang netral dan objektif.
Bagi lingkungan ekseku tif, badan pengawasan yang berkedudukan semacam itu hanya akan berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, selaku Kepala kekuasaan eksekutif dalam negara. Badan tersebut berkedudukan mandiri dan be bas dari pengaruh serta kekuasaan badan lainnya. Dengan kedudukan seperti tersebut di atas, maka aka n didapatkan hasil pengawasan yang objektif.
Hasil pengawasan yang objektif mempunyai daya manfaat besar untuk mencegah segal a macam kebocoran dan penyelewengan serta untuk menciptakan aparatur negara yang bersih dan berwibawa.
•
Landasan Hukum
Penjelasan UUD 1945 ten tang Sistern Pemerintahan Negara angka I menyatakan bahwa Indonesia ialah negara yang bcrdasar atas hukllm (rechtstaat) tidak berdasar atas kekllasaan belaka (machtsstaat). Ketentuan ini mengharu skan bahwa setiap kegiatan dan tindakan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan pemerintahan
Huhum dan Pembangunan
negara hams berdasarkan hukum yang berlaku.
Kegiatan pengawasan APBN, sebagai bagian dari kegiatan pemerintahan, juga berdasarkan atas ke tentuan perundang-undangan sebagai landasan hukumnya. Landasan hukum ini diperlukan untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi setiap langk ah yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan terse but . Di bawah ini akan dibahas beberapa peraturan perundang-undangan yang menj adi landasan hukum bagi pengawasan APBN.
o
•
1. Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 23 ayat 1 dan 5 UUD 1945 merupakan landasan hukum u tama bagi pengawasan APBN. Dalam Pasal 23 UUD 1945 yang termasuk Bab VIII tentang Hal Keu angan , ditentukan bahwa:
"ayat 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap -tiap tahun dengan Undang,undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu" .
"ayat 5: Untuk pemeriksaan tanggung jawab ten tang keuangan negara diadakan suatu Badan Pe-
o
meriksaan Keuangan . yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberi tahukan kepada Dewan Perwakilan Rak-
" yat 0
Dari Pasal 23 UUD 1945 ini. na111-pak adanya beberapa petunjuk tentang dilaksanakannya pengawasan APBN, sejak mulai diusulkan. dilaksanakan. sampai dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah.
Pengawasal1 APBN
Kalimat pertama ayat 1 Pasal 23 UUD 1945 yang menyatakan: "Anggaran Pendapatan dan Belanja ditetapkan tiap- tiap tahun dengan U ndang-undang", mencenninkan adanya pengawasan dari rakyat melalui wakil-wakilnya di DPR, di mana ditentukan bahwa APBN harus berbentuk Undang-undang.
Kemudian apabila kita hubungkan qengan Pasal 20 UUP 1945 yang me
nyatakan:
"ayat 1 : Tiap-tiap Undang-undang
.
menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat" .
"ayat 2 : Jika sesuatu rancangan Un-dang-un dang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan . Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu".
Juga dengan penjelasan Pasal 23 yang menyatakan :
" .... Betapa caranya Rakyat-sebagai bangsa ·akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri" dengan peran tara Dewan Perwakilannya . . .".
Maka jelas bagi kita, bahwa persetujuan rakyat, yang dalam hal ini diwakili oleh DYR, merupakan hal yang bersifat mutlak. Persetujuan rakyat, merupakan suatu tindakan yang pada dasarnya adalah pengawasan; di mana rakyat meniJai, menimbang-nimbang, mempertanyakan suatu rancangan APBN yang diajukan oleh Pemerintah kepadanya, kemuQian setelah melalui pemikiran dan pertimbangan yang mendalam , DPR memberikan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam, DPR memberikan persetujuan terhadap APBN yang diajukan oleh Pemerintah tersebut. Jadi pengawasan yang
•
271
dilakukan adalah pengawasan terhadap suatu rencana yang diajukan, dengan perkataan lain pengawasan yang dilakukan sebelum suatu kegiatan dilaksanakan .
Setelah mendapatkan persetujuan DPR, kemudian RUU APBN ini disahkan oleh Presiden menjadi Undang-undang. Dengan berlakunya APBN seba gai Undang-undang, maka APBN ini dilaksanakan oleh Pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah-daerah. Dalam pelaksanaan APBN ini, DPR juga melakukan pengawasan terhadapnya, baik dalam bentuk rapatkerja dengan Pemerintah, maupun dengan peninjauan langsung di lapangan.
UUD 1945 kemudian menyatakan dalam penjelasan Pasal 23 ayat 5 bahwa: "Cara Pemerintah menggunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat harus sepadan dengan keputusan tersebut". Ketentuan ini mengharuskan adanya pengawasan yang ketat terhadap APBN yang telah disetujui oleh DPR agar benar-benar sepadan dengan yang telah disetujui DPR. Dalam mencapai hal tersebut, maka penjelasan itu kemudian melanjutkan bahwa: "Untuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah itu perlu ada suatu Badan yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah". Pasal 23 ayat 5 UUD 1945 menyebutkan bahwa Sadan yang dimaksud adalah: " .... Badan Pemeriksa Keuangan, . . . . Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat".
2. Indonesische (ICW)1925
-Comptabiliteitswet
Indonesische Comptabiliteitswet (ICW) 1925 merupakan Undang-un-
Juni 1987
272
dang yang mengatur tentang perbendaharaan Indonesia. lew yang merupakan . peninggalim kolonial Belanda ini, keberadaannya pada saat ini adalah didasarkan atas Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, leW, sampai sa at ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penambahan sesuai dengan pesatnya perkembangan keadaan yang ada di negara kita.
Ketentuan pokok yang penting adalah dalam Pasal 1 ayat 3 lew yang menentukan bahwa keuangan Indone-
•
sia diurus dan dipertanggungjawabkan menuru t aturan-aturan yang ditetapkan dalam lew inL
Mengenai pengawasan (terjemahan resmi lew yang berlaku pada saat ini menyebutkannya dengan pengontrolan) terhadap keuangan negara, maka dalam Pasal 22 lew ditentukan bahwa kontrol atas pengeluaran-pengeluaran, begitu pula halnya penerimaanpenerimaan dilakukan oleh Dewan Pengawas Keuangan (Badan Pemeriksa Keuangan pada saat ini). Ketentuan ini didasarkan' pada Pasal 117 IS yang berbunyi: 4)
1. "Dewan Pengawas Keuangan mempunyai tugas mengawasi pengurusan keuangan negara dan pertanggungjawaban dan perhitungannya".
•
2. "Instansi Dewan ditetapkan dalam peraturan p,emerintah sesuai dengan yang ditetapkan undang-undang ten-
•
tang pengurusan dan , pertanggung-jawaban keuangan Hindia Belanda". •
Keuangan Negara yang dimaksud di sini adalah yang tercantum dalam Un-
4) Indische Staatsregerings (Staatsblad 1926 No. 415), sebagaimana dikutip oleh Arlfin P. Soeria Atmaja dalam bukJ-Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara. him. 53.
HUkum dan Pem banllu nan •
dang-undang Anggaran, karena lew hanya mengatur keuangan negara yang berasal dari Anggaran (APBN). Sedangkan keuangan Daerah Otonom dan .Badan Usaha Negara diatur tersendiri.
Kontrol terhadap anggaran negara, melipu ti kon trol terhadap penerimaan yaitu: "Pencocokkan (verifikasi) tentang penerimaan'penerimaan teratur . dalam Undang-undang sesuai dengan Undang-undang" (pasal 21 iew). Kontrol terhadap pengeluaran , melipu ti penyelidikan terhadap hal-hal yang di· tentukan dalam Pasal 54 lew, yaitu:
1. "Apakah kredit-kredit yang diizinkan pada pos-pos anggaran yang bersangku tan sesudah dipisah-pisahkan berdasarkan Pasal 2 (1) mencukupi",
2. "Apakah pengeluaran atas pasal yang dimaksud un tuk itu telah diselesaikan untuk · pembebanan mata anggaran yang betuI".
3. "Apakah tidak ada percampuran tabungan-tabungan dad berbagai tahun dinas atau bagian-bagian anggaran dapat diakibatkan oleh hal itu".
4. "Apakah bukti-bukti yang disampaikan itu .memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah, untuk diberikan kepada para bendaharawan sebagai penge!uaran".
Selain itu, lew sendirijuga merupakan alat kontrol dari anggaran Hal ini dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 24 lew yang menyatakan bahwa pengeluaran-pengeluaran di luar atau melebihi anggaran tidak diperkenankan. Di samping itu ada juga beberapa pasal lain yang berfungsi sebagai alat kontrol anggaran antara lain Pasal 36 dan 75 leW.
3. Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984
Keputusan Presiden Nomor 29 Ta-
Pen8awasan APBN
hun 1984 adalah tentang pelaksanaan APBN. Keppres 29 Tahun 1984 beserta ICW 1925 merupakan peraturan pelaksanaan APBN, di mana keberadaan kedua peraturan ini menimbulkan dualisme dalam pengelolaan keuangan negara yang berasal dari APBN. Tetapi dengan mengingat perkembangan pembaharuan susunan anggaran, situasi dan kondisi yang berlainan dengan keadaan pada waktu disusunnya ICW maka bagi para pelaksana anggaran tidak ada jalan lain kecuali melaksanakan Keppres 29 Tahun 1984 ini. 5) .
Keppres ini juga mengatur tentang pengawasan terhadap APBN. Di mana selain Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), juga ditentukan bahwa beberapa pihak yang mengelola pelaksanaan APBN tersebu t ikut melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana-dana APBN yang berada di bawah tanggung jawabnya, baik langsung maupun tidak langsung. Pengawasan yang dilakukan oleh para pihak tersebut lebih banyak merupakan pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan kepada bawahan dalam lingkungan keIjanya.
Bagian ketiga dari Bab I Keppres 29/1984 yang mengatur tentang pedoman pokok dalam penatausahaan dan pengawasan anggaran, menyebutkan beberapa pihak yang dimaksudkan di atas yang terliba t dalam pengawasan terhadap pelaksanaan APBN.
Pasal 40 Keppres 29/1984 menen· tukan bahwa dalam pelaksanaan anggaran rutin, pengawasannya dilakukan oleh: . 1. Atasan dari Kepala Kantor/Satuan
Kerja.
•
5) Arifin P. Soeria Atrnaja, op. cit., hIm. 5.
•
, 273
•
2. Atasan langsung bendaharawan. 3. Direktur J enderal atau pejabat yang
setingkat pada Departemen/Lembaga terhadap pelaksanaan Daftar Isian Kegiatan oleh Kantor/Satuan Kerja dalam lingkungan unit organi-
• sasmya. 4. Biro Keuangan Departemen/Lemba
gao •
5. Sekretaris Jenderal Departemen/ Lembaga.
6. Inspektur Jenderal Departemen/ Pimpinan Unit Pengawasan pada Lembaga.
7. Kantor Perbendaharaan Negara. ,
Sedangkan untuk- anggaran pembangunan, P·asal 41 menentukan bahwa pengawasannya dilakukan oleh:
•
1. Pemimpin Proyek 2. Atasan langsung pimpinan proyek. 3. Direktur Jenderal atau pejabat yang
setingkat pada Departemen/Lembaga· selaku atasan dari Pemimpin Proyek, teru tama terhadap pelaksanaan Petu'njuk Operasional (PO) dalam rangka pelaksanaan Daftar Isian Proyek (DIP).
4. Biro Keuangan Departemen/Lembaga.
5. Inspektur Jenderal Departemen/ Pimpinan Unit Pengawasan Lembaga.
6. Kantro Perbendaharaan Negara.
Pitsal 42 Keppres 29/1984 ini menugaskan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, Pasal 43 menugaskan pada Inspektur J enderal Departemen/ Pimpinan Unit Pengawasan pada Lem-
, Juni 1987
•
I
274
•
baga di tingkat Pusat, Kepala BPKP, dan Gubernur pada tingkat Daerah untuk menampung pengaduan dari masyarakat dunia usaha mengenai masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan APBN, dan mengambil langkah-langkah penyelesaian
. sesuai dengan kewenangan yang dimi-likinya. .
Untuk menjamin dipatuhinya peraturan ini oleh para pelaksana anggaran, maka dalam Pasal 93 ditentukan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan dalam Kepu tusan Presiden ini dikenakan tindakan . administratif atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
•
Landasan Operasional
Untuk dapat menjalankan peranan yang aktif, terarah dan terpadu dalam rangka mencapai hasil pengawasan yan objektif, berdaya-guna dan berhasil-guna sebesar-besarnya, maka diperlukan peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan operasional bagi para aparat pengawasan dalam lingkungan pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah. Keppres 31 / 1983, Keppres 32/1983 dan Inpres 15/ 1983, ketiganya ditetapkan sebagai landasan operasional pengawasan oleh Pemerintah. 6)
•
1. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983
•
Kcppres 31 Tahun 1983 ini adalah mengenai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pembentukan BPKP merupakan jawaban Pemerintah ter.hadap ide pen-
6) Nota Keuangan. loco cit. , him. 86 .
HUkum dan Pembangunan
tingnya kemandirian aparat pengawasan internal Pemerintah sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam Pasal 23 ayat 5, seperti yang dikemukakan oleh Dr. Arifin P. Soeria Atmaja. 7)
BPKP mempunyai tugas pokok, sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Keppres ini, yaitu:
.
a. Mempersiapkan perumusan kebijak-sanaan pengawasan keuangan dan pem bangunan.
b. Menyelenggarakan pengawasan umum a tas penguasaan dan pengurusan keuangan. -
C. Menyelenggarakan pengawasan pem-bangunan.
Pengawasan yang dimaksudkan di sini adalah mencakup hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 40 Keppres 31 / 1983 ini yaitu:
• a . Pemeriksaan keuangan dan ketaatan
terhadap pera turan perundang-undangan.
b. Penilaian ten tang daya -guna dan kehematan dalam penggunaan sarana yang tersedia .
c. Penilaian hasil-guna dan manfaat yang direncanakan dari suatu program.
Beberapa fungsi yang dimiliki oleh BPKP dalam rangka tugasnya melakukan pengawasanterhadap pelaksanaan APBN adalah seperti dinyatakan dalam Pasal 3 Keppres ini yaitu:
a . b. c. d . e. 1'.
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
g. Melakukan pengawasan terhadap seroua penerirnaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah , termasuk
7) Arifin P. Soeria Atmaja, up. cit .. hIm. 150- 152. 174.
. pengawa.an APBN
pengawasan atas pelaksanaan fasilitas pajak, bea dan cukai.
h. Melakukan pengawasan terhadap sernua pengeluaran Pernerintah Pusat dan Pernerintah Daerah.
• 1. • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• J. • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
k. Melakukan pengawasan terhadap badan-badan lain yang seluruh a tau sebagian keuangannya dibiayai oleh a tau disubsidi atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
J. Melakukan pengawasan terhadap sistern adrninistrasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
m . .... . . . . . . . . . . . . . . . . . . n . ... . .. ..... .. .. .... .. . o. . p . ..................... . q. ..................... .
BPKP, sebagai aparat pengawasan intern Pemerintah di dalam menjalankan tugasnya, apabila dari hasil pemeriksaannya diperkirakan terdapat unsur tindak pidana korupsi, maka menurut ketentuan Pasal 44 Keppres 31 / 1983 ini, Kepala BPKP melaporkan hal tersebu t kapada J aksa Agung. Selain itu, BPKP juga mempunyai wewenang untuk memonitor tindak lanjut hasil pengawasan yang memerlukan perbaikan/koreksi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilapor kannya. Ia juga diberi wewenang untuk menanyakan apakah tindakan koreksi telah dilakukan atau belum.
BPKP, selain merupakan alat pengawasan intern Pemerintah, juga mempunyai kedudukan selaku koordinator dari para aparat pengawasan fungsional lainnya. Kedudukan sebagai koordinator ini didasarkan atas kctentuan Pasal 3 huruf e Keppres 31 / 1983 ini yaitu di mana ditentukan bahwa BPKP mempunyai fungsi
"Melakukan koordinasi teknis rnengenai pelaksanaan pengawasan yang dilakukan
275
oleh aparat pengawasan di Departernen dan Instansi Pernerintah lainnya, baik di Pusat rnaupun di Daerah".
Koordinasi teknis pelaksanaan pengawasan ini dicerminkan dengan dilembagakannya secara nasional Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) yang penyusunannya dilakukan oleh BPKP, setelah sebelumnya memperhatikan kebijaksanaan pengawasan yang digariskan oleh Wakil Presiden, di mana kebijaksanaan ini kemudian dileng-
• kapi dengan petllnjuk Menko Ekuin dan Wasbang kepada para Menteri/ Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah, serta petunjuk teknis Kepala BPKP kepada seluruh pimpinan aparat pengawasan fllngsional Pusat dan Daerah, ditambah dengan usulan PKPT dari para aparat pengawasan Pemerin-tah lainnya. 8) ~
Dengan adanya tata kerja seperti ini, maka akan dapat dihindarkan atau setidak-tidaknya dikurangi adanya tumpang-tindih pemeriksaan yang pada waktll dahulu sering teIjadi. Terhadap masalah-masalah khusus, PKPT ini dapat dilanggar, misalnya dalam hal adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka BPKP maupun aparat pengawasan fllngsional lainnya, dapat melanggar PKPT yang ada. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan terhadap korupsi tidak dapat dimasukkan ke dalam PKPT, karena sebelumnya kita tidak tahu di mana akan terjadi koru psi. 9)
8) Nota Keuangan.loc. cit .. him. 89 .
9) Wawancara Kepala BPKP dengan TVRI, •
1986.
Juni 1987
276
2. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1983
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1983 adalah mengatur tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi dan tata kerja Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan, Industri dan Pengawasan Pembangunan (Menko Ekuin dan Wasbang) serta susunan organisasi stafnya.
Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa Menko Ekuin dan Wasbang adalah:
" . . . . Men teri N egara pem ban tu Presiden dengan tugas pokok mengkoordinasikan penyiapan dan penyusunan kebijaksanaan serta pelaksanaannya di bidang ekonomi, keuangan, industri dan pengawasan dalam kegiatan pemerintahan negara" .
Dalam melaksanakan tugas pokoknya tersebu t, Menko menyelenggarakan berbagai fungsi , dan khusus dalam bidang pengawasan, Menko melaksanakan fungsi yang diatur dalam Pasal 2 yaitu:
a.2. "Mengkoordinasi para Menteri/ Pim pinan Lem baga Pemerin tahan Non-Departemen, . .. , sepanjang menyangkut bidang pengawasan" .
a.3. "Memberi petunjuk operasional kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pem bangunan" .
b.2. " Menampung dan mengusahakan menyelesaikan tindak lanjut dad masalah-masalah pengawasan serta mengikuti perkembangan sehadharinya".
Pelaksanaan koordinasi di bidang pengawasan diselenggarakan melalui langkah-Iangkah yang diatur dalam Pasal 8:
ayat 1. ayat 2. ayat 3 . ayat 4 .
• • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • •
a . "Penyusunan reneana peng-
•
ayat 5.
ayat 6 . ayat 7. ayat 8.
ayat 9 .
HUkum dan Pemban/lUnan
awasan dan program pelaksanaannya yang harus dilaksanakan oleh aparat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dae-ah" r .
b. " Penyusunan Pedoman Pemeriksaan bagi seluruh aparat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah" .
e. "Pembentukan tim pemeriksaan ga bungan dari berbagai aparat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dianggap perlu untuk melaksanakan reneana pengawasan yang telah ditetapkan".
. d. "Rapat-rapat koordinasi pengawasan".
e. " Konsultasi langsung dengan para Menteri/Pimpinan Lembaga mengenai masalah-masalah dan tindak lanjut hasil pengawasan".
Rapat koordinasi Menko membahas . . . , serta pemeeahan masalah dan tindak lanjut hasil pengawasan yang menyangkut lebih dari satu Departemen/ Lembaga atau yang mempunyai pengaruh yang bersifat menyeluruh.
• • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • •
a. Menko mengusahakan agar aparat pengawasan Pemerintah Pusa t dan Pemerintah Daerah senan tiasa memelihara adanya kesa tuan bahasa dan penafsiran mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan Pemerintah, sehingga pelaksanaan pengawasan mempergunakan tolok-ukur yang sarna.
b. Dalam hal terse but hasil pengawasan yang memerlu-
Pellilawasan APBN
ayat 10. ayat 11.
kan tindak lanj u t oleh Menteri/Pimpinan Lernbaga, Menko berhubungan langsung dengan Menteri/ Pimpinan Lernbaga yang bersangku tan.
d. Dalarn hal tidak ter dapa t kata sepakat dalarn rnelakukan tindak lanjut pengawasan tersebut, Menko rnelaporkan kepada Presiden untuk rnendapat keputusan atau petunjuknya.
• • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • • • • • • • • • • •
Dalam pelaksanaan tugasnya tersebut, Menko dapat meminta laporan dari Menteri/Pimpinan Lembaga yang berada di bawah koordinasinya, Kepala BPKP, dan pimpinan aparat pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan untuk kelancaran pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Presiden meneruskan petunjuk-petunjuk pelaksanaannya kepada plra pejabat yang bersangkutan.
277
an yang efektif ke dalam tubuh aparatur Pemerintah di dalam lingkungan masing-masing secara terus-menerus dan menyeluruh, kemudian berdasarkan hasH-hasH pengawasan tersebut mengambHlangkah-langkah yang pedu sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku, dengan memperhatikan dan mempergunakan petunjuk-petunjuk dalam pedoman pelaksanaan pengawasan yang tercan tum dalam Lampiran Instruksi Presiden ini.
Instruksi ini dikeluarkan dengan berlandaskan pertimbangan bahwa pengawasan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur negara dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Selain itu, instruksi ini juga merupakan garis besar tata kerja pengawasan sebagai pedoman pelaksanaan pengawasan bagi para aparatur pemerintah. Pedoman ini diperlukan agar kegiatan pengawasan dapat. mencapai sasaran dan hasH yang diharapkan.
Hal ini dimaksudkan agar Menko dapat mengikuti secara terus-menerus perkembangan pelaksanaan tugas-tugas yang berada dalam ruang lingkup koordinasinya, tellllasuk juga pelaksanaan pengawasan, terutama dalam pelaksanaan langkah-langkah tindak lanjut a. atas temuan-temuan hasH pengawasan, khususnyayang belum ada tindak lanjutnY;l
Beberapa hal yang penting dalam pedoman pelaksanaan pengawasan tersebut adalah:
Tujuan pelaksanaan pengawasan, dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 1, yaitu:
"Pengawasan bertujuan rnendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pernerintahan dan pernbangunan" .
3. Instruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983
Instruksi yang ditujukan pada para Menteri, Pejabat-pejabat tinggi negara, dan para Gubernur ini merupakan perintah langsung dari Presiden, agar meningkatkan pelaksanaan pengawas-
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan dan melaksanakan pengawasan, diuraikan dalam Pasal 1 ayat 2:
a. Agar pelaksanaan tugas urnurn pe-
Juni 1987
278
,
•
merintah dilakukan seeara tertib •
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi~endi kewajaran penyelenggaraan pemedntahan agar tereapOO daya-guna, hasil-guna, dan tepat-guna yang sebaikbaiknya.
b. Agar pelaksanaan pembangunan •
dilakukan sesuOO dengari reneana dan program Pemerintah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku · sehingga tereapOO sasaran yang ditetapkan.
e. Agar hasil-hasil pembangunan dapa t dinilai seberapa jauh tereapai untuk memberi umpan-balik berupa pendapat, kesimpulan, dan saran terhadap kebijaksanaan, pereneanaan, pembinaan, dan pelaksana an tugas umum pelperintahan dan pembangunan.
d. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, keboeoran, dan . penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, , uang dan perlengkapan milik negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib, bersili, berwibawa, berhasil-guna , dan berda-ya-guna. •
c. Bentuk dan ruang lingkup pengawasan, ditentukan dalam Pasal 2, sebagai berikut:
ayat 1. pengawasan terdiri dari: a. Pengawasan yang dila
kukan oleh Pimpinan/ A tasan langsung book di tingkat Pusat maupun di tingka t Daerah.
b. Pengawasan yang dilakukan seeara fungsional oleh aparat pengawasan.
•
ayat 2. Ruang lingkup pengawasan meliputi: a . Kegiatan umum peme
rintahan; b . Pelaksanaan reneana
pembangunan;
HUkum dan Pembangunan
e. Penyelenggaraan peng. urusan dan pengelolaan
keuangan dankekayaan negara; .
d. Kegiatan badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah;
e. Kegiatan aparatur pemerintahan di bidang yang meneakup kelembagaan, . kepegawaian dan ketatalaksanaan.
Adanya aparat pengawasan fungsional tidak mengurangi pelaksanaan dan peningkatan pengawasan melekat yang harus dilaksanakan oleh atasan terhadap bawahannya. Pengawasan fungsional hanyalah menunjang ata'san langsung dalam melakukan pengawasan terhadap bawahannya.
d. Tindak lanjut pengawasan dirumuskan dalam Pasal 16 ayat 2 yang dapat berupa:
a. Tindakan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian, termasuk penerapan hukuman disiplin dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
b. Tindakan tuntutan/gugatan perdata, an tara lain: - Tuntutan ganti-rugi/penyetor
an kembali, - Tuntutan perbendaharaan, - Tuntutan perdata berupa pe-
ngenaan denda, ganti-rugi dan lain-lain;
e. Tindakan pengaduan Hndak pidana dengan menyerahkan perkaranya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal terdapat tindak pidana umum, atau kepada Kcjaksaan Agung Re" publik Indonesia, dalam hal terdapat indikasi tindak pidana khusus,
•
PenflGwcuan MBN
-seperti korupsi dan lain-lainnya;
d. Tindakan penyernpurnaan aparatur pernerintah di bidang kelernbagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.
Dengan adanya Instruksi Presiden ini, maka para pelaksana tugas pemerintahan dan pembangunan, semuanya harus metakukan segala sesuatu yang telah ditentukan dalam Inpres 15/ 1983 ini tanpa kecualinya, untuk tercapainya keberhasilan pelaksanaan tugas masing-masing secara khusus, maupun tugas pemerintahan dan pembangunan secara umum.
- .
PENUTUP' •
Demikianlah telah diuraikan bebe-
•
•
•
•
279
rapa landasan dalam pelaksanaan pengawasan APBN. Semuanya ini . tergantung kepada kemauan dan semangat para pelaksana tugas pemerintahan dan pembangunan. Berbagai peraturan tadi tidak akan ada artinya apabila hanya merupakan "macam kertas" belaka, dan hanya merupakan katakata indah yang tertera dalam kumpulan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia ini. Kerjasama dan kejujuran dari setiap penyelenggara pemerintahan dan pembangunan sangat diharapkan dalam tercapainya peme · rintahan yang bersih dan berwibawa di Republik Indonesia ini.
I -
•
•
Juni 1987
•