baru kontribusi psikologi pendidikan islam

40
[Type the company name] 1 KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM I. PENDAHULUAN Allah swt menciptakan alam raya ini, yang di atas dan segala yang ada di dalamnya, dengan kudrat dan iradatnya, dan semua itu diciptakan untuk kebutuhan manusia, dimanfaatkan oleh mereka. Namun Allah swt menciptakan manusia ini bukanlah untuk dunia ini, tapi diciptakan untuk akhirat, agar mereka selamat dunia dan akhirat. Islam adalah agama yang Allah swt jadikan sebagai jalan kebahagiaan itu. Tidak ada satu bagianpun yang tidak disentuh oleh Islam, apalagi dalam masalah kejiwaan atau batin manusia, maka ilmu Psikologi yang berkembang sedimikian rupa sekarang, jauh sebelumnya telah menjadi focus dan perhatian yang besar oleh agama yang agung ini. Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. 1 Pendidikan juga 1 Departemen Agama RI. Undang-undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:Dirjen. Pendidikan Islam, 2007), hlm. 2.

Upload: indra99

Post on 08-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

PSIKOLOGI

TRANSCRIPT

[Type the company name]

2

KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

I. PENDAHULUANAllah swt menciptakan alam raya ini, yang di atas dan segala yang ada di dalamnya, dengan kudrat dan iradatnya, dan semua itu diciptakan untuk kebutuhan manusia, dimanfaatkan oleh mereka. Namun Allah swt menciptakan manusia ini bukanlah untuk dunia ini, tapi diciptakan untuk akhirat, agar mereka selamat dunia dan akhirat. Islam adalah agama yang Allah swt jadikan sebagai jalan kebahagiaan itu. Tidak ada satu bagianpun yang tidak disentuh oleh Islam, apalagi dalam masalah kejiwaan atau batin manusia, maka ilmu Psikologi yang berkembang sedimikian rupa sekarang, jauh sebelumnya telah menjadi focus dan perhatian yang besar oleh agama yang agung ini.Menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.[footnoteRef:2] Pendidikan juga merupakan upaya memperlakukan manusia untuk mencapai suatu tujuan. Perlakuan itu akan manusiawi apabila mempertimbangkan kapasitas dan potensi-potensi yang ada pada manusia, demikian pula tujuan yang hendak dicapai akan manusiawi apabila mampu memanifestasikan aspek-aspek kemanusiaan. Atas dasar itu, proses pelaksanaan pendidikan harus melibatkan segala aspek keilmuan demi mencapai tujuan tersebut. [2: Departemen Agama RI. Undang-undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:Dirjen. Pendidikan Islam, 2007), hlm. 2.]

Bertalian dengan hal ini, diperlukan tenaga pendidik yang profesional. Para pendidik dalam melaksanakan tugas kependidikannya memerlukan aneka ragam pengetahuan dan keterampilan memadai guna mencapai tujuan yang dimaksud.Untuk melaksanakan profesinya tenaga pendidik harus memiliki ragam keilmuan yang sesuai dengan tuntutan jaman dan kemajuan sains dan teknologi. Di antara pengetahuan-pengetahuan yang harus dikuasai oleh tenaga pendidik adalah pengetahuan psikologi dengan pendekatan baru yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar.[footnoteRef:3] [3: Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Islam dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 7-8.]

Selain mengajar, pekerjaan guru adalah mendidik. Mendidik adalah suatu usaha yang sangat komplek, mengigat begitu banyak kegiatan yang harus diantisifasi untuk membawa anak didik menjadi orang yang lebih dewasa. Kecakapan mendidik sangat diperlukan supaya tujuan pendidikan yang luas itu dapat dicapai semaksimal mungkin. Seperti yang dikemukakan di atas, seorang guru harus memiliki pengetahuan psikologi karena tugas seorang guru tidak hanya mengajar ilmu sains dan sosial, melainkan lebih dari itu, yakni mendidik siswa mereka agar menjadi anak-anak yang dewasa baik secara fisik maupun psikis. Psikologi dengan cabang-cabangnya mengkaji tentang gejala-gejala jiwa dan kaitannya dengan tingkah laku. Perbedaannya hanya ditentukan oleh aspek yang menjadi titik berat kajian masing-masing. Misalnya psikologi keperibadian menitikberatkan kajiannya pada aspek kepribadian dalam hubungannya dengan tingkah laku manusia. Psikologi anak menekankan pada aspek kejiwaan dan tingkah laku pada usia tertentu, yang disebut masa kanak-kanak. Demikian pula cabang-cabang ilmu jiwa lainnya sperti psikologi abnormal, psikologi sosial, psikologi perkembangan/psikologi remaja, yang digolongkan menjadi psikologi khusus.Psikologi pendidikan islam merupakan salah satu bidang psikologi yang khusus mengkaji mengenai pendidikan islam. Adapun pembahasan yang akan dikemukakan dalam makalah ini meliputi: pengertian psikologi, psikologi dalam pendidikan islam, hubungan psikologi dengan disiplin ilmu yang lain dan terakhir mengenai urgensi dan nilai penting serta kontribusi psikologi pendidikan islam.

II. PEMBAHASAN a. Pengertian Psikologi Psikologi yang dalam istilah lama disebut ilmu jiwa berasal dari kata bahasa Inggris psychology. Kata psychology merupakan dua akar kata yang berasal dari bahasa Greek (Yunani) yakni psyche yang bermakna jiwa dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Kini berbagai kalangan profesional baik yang berkecimpung dalam dunia pendidikan maupun dalam profesi yang lainnya yang menggunakan layanan jasa kejiwaan lebih terbiasanya menyebut dengan istilah psikologi daripada ilmu jiwa.[footnoteRef:4] [4: Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Islam dengan Pendekatan Baru,hlm. 7-8.]

Dalam bukunya, Dr. Kartini Kartono memberikan definisi psikologi sebagai ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia. Senyatanya psikologi ini merupakan cabang pengetahuan yang masih muda psikologi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu filsafat. Oleh karena itu diperlukan waktu berabad-abad untuk melepaskan fsikologi dari pengaruh ilmu filsafat. Kira-kira sekitar abad ke-7, psikologi dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan alam. Namun kemudian psikologi melepaskan diri dari cabang ilmu pengetahuan alam, hingga menjadi satu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan menjadi otonom. Lebih lanjut, ada beberapa definisi psikologi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:1. Psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang aktivitas manusia (behaviorisme radikal) 2. Psikologi sebagai psikologi filsafat menurut Plato 400 SM, berarti: berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat dan hidup jiwa manusia (psyche berati jiwa dan logos berarti ilmu pengetahuan).3. Psikologi menurut aliran ilmu-ilmu pengetahuan alam/ impiris dan rasionalisme abad XVII ialah: ilmu pengetahuan yang mempelajari kesadaran atau gejala-gejala kesadaran.4. Psikologi menurut aliran psikologi dalam Freudianisme ialah ilmu yang mempelajari baik gejala-gejala kesadaran maupun gejala-gejala ketidaksadaran serta gejala-gejala di bawah sadar. 5. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dalam mana individu tersebut tidak dapat melepaskan diri dari lingkungannya. Pelaksanaan secara ilmiah dari psikologi dilakukan dengan jalan mengumpulkan dan mencatat secara teliti tingkah laku manusia selengkap mungkin, dan berusaha menjauhkan diri dari segala prasangka. Ini berdasarkan definisi yang diberikan oleh Robert S. Wood-Worth.6. Psikologi menurut Mac Dougall pada awal abad ke-20 ialah: ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia atau human behavior. Karena itu psikologi digolongkan dalam aliran behaviorisme.[footnoteRef:5] [5: Dr. Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1996) hlm. 1-2.]

Psikologi pada mulanya digunakan para ilmuan dan filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam mahluk hidup mulai yang primitif sampai yang paling modern. Sebelum menjadi disiplin imu yang mandiri, psikologi memiliki akar-akar yang kuat dalam ilmu kedokteran dan ilmu filsafat yang hingga sekarang masih nampak pengaruhnya. Dalam ilmu kedokteran, psikologi berperan menjelaskan apa-apa yang terpikir dan terasa oleh organ-organ biologis (jasmaniah). Sedangkan dalam filsafat-yang sebenarnya ibu kandung psikologi berperan serta dalam memecahkan masalah-masalah rumit yang berkaitan dengan akal, kehendak, dan pengetahuan. Karena kontak dengan berbagai displin ilmu tersebut, maka timbul bermacam-macam definisi yang satu sama lain berbeda, seperti:1. Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental ( the Science of Mental Life)2. Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran ( the Science of Mind)3. Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku ( the Science of Behavior) dan berbagai definisi tergantung sudut pandang yang mendefinisikannya. Pada asasnya psikologi menyentuh banyak bidang kehidupan organisme baik manusia maupun hewan. Psikologi dalam hal ini berhubungan dengan penyelidikan mengenai bagaimana dan mengapa organisme-organisme melakukan apa yang mereka lakukan.[footnoteRef:6] [6: Pengertian pertama merupakan definisi yang paling kuno dan klasik (bercita rasa tinggi dan bersejarah) yang berhubungan dengan filsafat Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Mereka menganggap kesadaran manusia berhubungan dengan ruhnya. Oleh karena itu, studi mengenai kesadaran dan proses mental manusia merupakan bagian dari studi mengenai ruh. Ketika psikologi melepaskan diri dari filsafat dan menjadi disiplin ilmu yang mandiri pada tahun 1879, saat William Wundt (1832-1920) mendirikan laboraturium psikologinya ruh di keluarkan dari psikologi. Untuuk lebih jelasnya lihat, Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Islam dengan Pendekatan Baru,hlm. 8]

Lebih terperinci lagi mengenai definisi psikologi yang dipaparkan dalam buku Abu Ahmadi, dimana secara umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia. Karena para ahli jiwa mempunyai penekanan yang berbeda, maka definisi yang dikemukakan juga berbeda-beda. Di antara definisi-definisi yang dirumuskan oleh para ahli tersebut antara lain sebagai berikut:1. Menurut Dr. Singgih DirgagunarsaPsikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia2. Plato dan AristotelesPsikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.3. John Broadus WitsonDia memandang psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku tampak (lahiriah) dengan menggunakan metode observasi yang objektif terhadap rangsang dan jawaban (respons).4. Wilhelm WundtTokoh psikologi eksperimental ini berpendapat bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia seperti perasaan panca indera, pikiran, merasa (feeling) dan kehendak.5. Woodworth dan Marquisi. Psikologi ialah ilmu pengetahuan yang mempelajari aktifitas individu dari sejak masih dalam kandungan sampai meninggal dunia dalam hubungannyan dengan alam sekitar.[footnoteRef:7] [7: Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 3-4.]

b. Hubungan Psikologi dengan Disiplin Ilmu yang lainPsikologi sebagai ilmu yang meneropong atau mempelajari keadaan manusia, sudah barang tentu psikologi memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu yang lain yang sama-sama mempelajari tentang keadaan manusia. Hal ini akan memberi gambaran bahwa manusia sebagai mahluk hidup tidak hanya dipelajari oleh psikologi saja, tetapi juga dipelajari oleh ilmu-ilmu yang lain. Adapun hubungan psikologi dengan ilmu-ilmu yang lain sebagai berikut:1. Hubungan psikologi dengan biologiBiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan semua benda hidup. Oleh karena itu baik biologi maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia. Bioliogi, khususnya antropologi tidak mempelajari tentang proses-proses kejiwaan, dan inilah yang dipelajari oleh psikologi. Karena itu kurang sempurna, jika kita mempelajari psikologi tanpa mempelajari biologi khususnya antropologi. 2. Hubungan psikologi dengan sosialSosiologi sebagai ilmu yang mempelajari manusia, mempelajari manusia dalam hidup bermasyarakatnya. Karena itu baik psikologi maupun sosiologi yang membicarakan manusia, tidaklah mengherankan kalau pada waktu tertentu ada titik pertemuan di dalam meninjau manusia itu, misalnya soal tingkah laku. Tinjauan sosiologi yang penting ialah hidup bermasyarakatnya sedangkan tinjauan psikologi ialah bahwa tingkah laku sebagai manifestasi hidup kejiwaan, yang didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu bertingkah laku atau berbuat. 3. Hubungan psikologi dengan filsafatManusia sebagai mahluk hidup juga merupakan objek dari filasafat, yang antara lain membicarakan masalah hakikat kodrat manusia, tujuan hidup dan sebagainya. Psikologi memiliki hubungan dengan berbagai bidang ilmu seperti filsafat. Mengigat psikologi adalah ilmu yang menyelidiki manusia sebagai mahluk yang memiliki banyak dimensi, maka psikologi harus bekerja sama dengan ilmu-ilmu yang lain. Tetapi sebaliknya setiap cabang ilmu pengetahuan termasuk ilmu filsafat akan kurang sempurna bila tidak mengambil pelajaran dari psikologi, dengan demikian akan terdapat hubungan yang timbal balik.4. Hubungan psikologi dengan paedagogikKedua ilmu ini hampir tidak dapat dipisahkan satu sama lain, oleh karena mempunyai hubungan timbal balik. Paedagogik sebagi ilmu yang bertujuan untuk memberikan bimbingan hidup manusia sejak dari lahir sampai mati tidak akan sukses, bilamana tidak mendasarkan diri pada psikologi, yang tugasnya memang menunjukkan perkembangan hidup manusia sepanjang masa, bahkan ciri dan wataknya serta kepribadiannya ditunjukkan oleh psikologi. 5. Hubungan psikologi dengan agamaPsikologi dan agama merupakan dua hal yang sangat erat hubungannya, mengigat agama sejak diturunkan kepada Rasul dan diajarkan kepada manusia dengan dasar-dasar yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi psikologis pula.[footnoteRef:8] [8: Tanpa psikologi atau ilmu jiwa, agama sulit mendapat tempat dalam jiwa manusia. Dalam agama terdapat ajaran tentang bagaimana agar manusia mau menerima petunjuk tuhannya sehingga manusia itu sendiri tanpa paksaan bersedia menjadi hamba-Nya yang taat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di, Ibid., hlm, 26-30.]

c. Psikologi Pendidikan Islampendidikan Islam menurut Hasan Langgulung merupakan suatu proses atau segala macam aktivitas yang berusaha membimbing dan memberi suatu tauladan ideal yang bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi serta mempersiapkan bagi kehidupan dunia dan akhirat. Dalam hal ini Hasan Langgulung lebih memberikan gambaran yang jelas tentang arah dari pendidikan Islam tersebut yaitu mempersiapkan individu dalam menempuh kehidupan di dunia dan akhirat.[footnoteRef:9]devinisi lain menyebutkan Pendidikan Islam diartikan sebagai rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup seseorang yang berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial serta dalam hubungannya dengan alam sekitarnya dimana ia hidup. Proses tersebut senantiasa berada dalam nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syariah dan akhlaq al-karimah.[footnoteRef:10]Ada pula yang memberikan pengertian bahwa Pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku dalam kehidupan, baik individu atau bermasyarakat serta berinteraksi dengan alam sekitar melalui proses kependidikan berlandaskan Islam.[footnoteRef:11] [9: http://www.perkulia han.com/apa-pengertian-pendidikan-islam 10/30/14] [10: A.Arifin filsafat Pendidikan islam, ( jakarta:2004),27] [11: M. Suyudi, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Quran Integrasi Epistemologi Bayani,Irfani, dan Burhani (Yogyakarta: Mikraj, 2005), 55.]

Terkait dengan teoripendidikanIslam, Ahmad Tafsir mengemukakan dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber utamanya (Al-Quran dan Hadis), yang memang telah terjamin kebenarannya. Dengan demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat kebenarannya.[footnoteRef:12] [12: Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. (Bandung: Rosda Karya, 1992),]

d. Berdasarkan penjelasan tentang Psikologi dan pendidikan islam diatas dapat ditarik sebuah pengertian bahwa yang dimaksudkan dengan Psikologi pendidikan islam adalah satu bagian kajian psikologi secara menyeluruh, yang membahas masalah-masalah kejiwaan yang berkaitan dengan pendidikan yang mendasarkan seluruh bangunan teori-teori dan konsep-konsepnya kepada Islam islam. Pendidikan agama islam sanagat penting karena merupakan alternatif pemecahan masalah dalam kehidupan, dengan pendidikan islam manusia (umat islam) akan dapat menyelesaikan persoalaan yang berkaitan dengan jiwa dan kehidupan praktis mereka.Kekayaan, jabatan, kekuasaan dan segala bentuk kenikmatan duniawi, tidak menjadi jaminan bagi manusia untuk dapat menyelesaikan masalah dalam hidupnya.

2.Tujuaan Pendidikan IslamMenurut Ahmad Tafsir merumuskan tentang tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri :1. Memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan;2. Memiliki kecerdasan dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains; memiliki dan mengembangkan filsafat dan3. Memiliki hati yang takwa kepada Allah SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.

Dalam teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti tentang sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan sebagainya. (selengkapnya lihat pemikiran Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Persfektif IslamSejalan dengan itu pendapat Muhammad Amin dan Muhammad Qutb yang intinya tujuan pendidikan Islam melakukan pendekatan secara menyeluruh baik dimensi badan, akal, perasaan, kehendak, dan lain-lain untuk dibina dan dikembangkan secara serasi dan seimbang. Karena sesungguhnya potensi-potensi itu merupakan kekayaan dalam diri manusia yang sangat berharga. Hakekat tujuan pendidikan Islam yang ingin dicapai adalah membina manusia agar mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifahnya. Manusia yang dibina adalah makhluk yang memiliki unsur-unsur materi (jasmani) dan imateril (akal dan jiwa). Pembinaan akalnya akan menghasilkan ilmu, pembinaan jiwanya menghasilkan kesucian dan etika sedangkan pembinaan jasmaninya menghasilkan kertampilan. Dengan penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah makhluk dwi dimensi dan satu keseimbangan, dunia dan akhirat, ilmu dan iman.Sedangkan menurut Hasan Langgulung tujuan pendidikan Islam adalah tujuan dasar hidup manusia itu sendiri. Sebagaimana tersirat dalam firman Allah Swt., yang artinya Tidaklah aku Menciptakan jindan Manusia kecuali agar mereka menyembahku ( Q.S 51-56 ). Sebab bagi Hasanlanggulung tugas pendidikan adalah memelihara kehidupan manusia.[footnoteRef:13] Dalam Al-qur'an disebutkan bahwa manusia menduduki posisi kholifah.dimuka bumi, seperti tercemin dalam firman Allah SWT., yang artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat, Aku akan menciptakan kholifah di atasmuka bumi .( Q.s. 2 : 30 ). Manusia akan mampu mempertahankankekholifahannya hanya jika ia dibekali dengan potensi-potensi yangmemperbolehkan berbuat demikian. Lalu Al-qur'an menegaskan ciri-ciri fitrah.[footnoteRef:14] [13: Hasan Langgulung, Manusia dan Pendididikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,( Jakarta : PustakaAl-Husna, 1992 ), 33.] [14: Kata Kholifah di ambil dari kata Khalafa yang berarti mengganti / mengikat. Jadi kholifah adalahseorangyangmenggantikanoranglain. Berkenaan dengan siapa mengganti siapa, disini ada tigapendapat. Pertama, mengatakan bahwa umat manusia sebagai makhluk menggantikan makhluk yang lain dapat yang telah menempati bumi ini. Kedua, bahwa kata kholifah hanya berarti setiap kumpulan yang lain dapat mengganti kumpulan lain. Ketiga, kholifah bukan sekedar seorangmengganti orang lain, akan tetapi manusia adalah sebagai wakil Allah, hasan Langgulung, teoriteoriKesehatan Mental, ( Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1986 ), 42.]

Berkenaan dengan tujuan pendidikan Islam,pada umumnya seseorang yang memiliki dasar-dasar pendidikan gama yang kuat akan mampu menyelesaikan persoalan hidup yang di hadapi dengan cara-cara yang bijak/baik, salah satunya adalah penyelesaiannya melalui solusi agama.Tetapi jika sebaliknya, maka pelariannya adalah pada hal-hal yang bersifat negatif.Untuk itu pendidikan agama bagi kebanyakan orang adalah alternatif yang sangat layak untuk dijadikan sebagai pandangan hidup (way of life). Sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yang mengrahkan kepada pembentukan manusia yang seutuhnya, berarti proses kependidikan yang harus dikelola oleh para pendidik harus berjalan di atas pola dasar manusia dari fitrah yang telah dibentuk Allah dalam setiap pribadi manusia.[footnoteRef:15] [15: Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2003), 16]

Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang kompleks, karena di dalamnya terdapat aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat dikembangkan secara dialektis-interaksional (saling mengacu dan mempengaruhi) untuk terbentuknya kepribadian yang serba utuh dan sempurna melalui arahan kependidikan. Salah satu aspek potensial dari apa yang disebut fitrah adalah kemampuan berfikir manusia dimana rasio atau intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya. Para pendidik muslim sejak dahulu menganggap bahwa kemampuan berpikir inilah yang menjadikriterium(pembeda) yang esensial antara manusia dan mahkluk-makhluk lainnya. Disamping itu, kemampuan ini memiliki kapabilitas untuk berkembang seoptimal mungkin yang banyak bergantung pada daya guna proses kependidikan.Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas yang menurut pandangan Islam dinamakan Fitrah. Kata fitrah diambil dari kata fathara yang berarti mencipta. Sementara pakar menambahkan, fitrah adalah mencipta sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya.

3. Aspek-aspek Psikologi ManusiaAspek-aspek psikologis dalam fitrah manusia adalah merupakan komponen dasar yang bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.anatara lain:1. Bakat, suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan akademis dan keahlian dalam bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada kemampuan Kognisi (daya cipta), Konasi (Kehendak) dan Emosi (rasa) yang disebut dalam psikologi filosifis dengan tiga kekuatan rohaniah manusia.2. Insting atau gharizah adalah suatu kemampuan berbuat atau bertingkah laku dengan tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting ini merupakan pembawaan sejak lahir. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan tanpa belajar.3. Nafsu dan dorongan-dorongan. Dalam tasawuf dikenal nafsu-nafsu lawwamah yang mendorong kearah perbuatan mencela dan merendahkan orang lain. Nafsu ammarah yang mendorong kea rah perbuatan merusak, membunuh atau memusuhi orang lain. Nafsu berahi (eros) yang mendorong ke arah perbuatan seksual untuk memuaskan tuntutan akan pemuasan hidup berkelamin. Nafsu mutmainnah yang mendorong ke arah ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut al-Ghazali, nafsu manusia terdiri dari nafsu malakiah yang cenderung ke arah perbuatan mulia sebagai halnya para malaikat, dan nafsu bahimiah yang mendorong ke arah perbuatan rendah sebagaimana binatang.4. Karakter adalah merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang. Karakter terbentuk oleh kekuatan dari dalam diri manusia, bukan terbentuk dari pengaruh luar5. Hereditas atau keturunan adalah merupakan factor kemampuan dasar yang mengandung ciri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan oleh orang tua baik dalam garis yang terdekat maupun yang telah jauh.6. Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan. Intuisi menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan dalam situasi khusus diluar kesadaran akal pikiran, namun mengandung makna yang bersifat konstruktif bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan Tuhan kepada orang yang bersih jiwanya.[footnoteRef:16] [16: Arifin M,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 103.]

Alat-alat potensial dan berbagai potensi dasar atau fitrah manusia tersebut harus ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demikian, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat lepas dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam, hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri, yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung pada kemauan manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan taqdir (Keharusan universal)Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia itu juga dipengaruh oleh faktor-faktor hereditas, lingkngan alam, lingkungan sosial, sejarah. Dalam ilmu-ilmu pendidikan ada 5 macam faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan, yaitu: tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan lingkungan.Karena itulah maka minat, bakat, kemampuan (skill), sikap manusia yang diwujudkan dalam kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya tersebut bermacam-macam.[footnoteRef:17] [17: Muhammad Utsman Najati,Psikologi dalam Al-Quran,hlm. 359]

4. Struktur Kepribadian IslamWacana psikologi Islam tentang struktur dan kepribadian sangat erat pembahasannya dengan substansi manusia. Substansi jiwa menurut para filosof maupun psikolog Islam terdiri atas tiga bagian yaitu jasmani, rohani dan nafsani atau nafsu. Substansi jasmani berupa organisme fisik manusia ia lebih sempurna dibanding makhluk-makhluk yang lain bersifat lahiriyah yang memiliki unsur-unsur tanah, udara, api, dan air.ia akan hidup jika diberi daya hidup ataual bayah.[footnoteRef:18] [18: Abdul Mujib, M.Ag,Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filasofik Kerangka Dasar Operasio nalisa sinya, Bandung, Tri Genda Karya, 1993, 11]

Substansi ruh adalah substansi yang merupakan kesempurnaan awal. Al Gazali menyebutnyalathifahyang halus dan bersifat ruhani. Ruh sudah ada ketika tubuh belum ada dan tetap ada meskipun jasadnya telah mati. Fathur Rahman menyatakan bahwa ruh adalah amanah, karena itu ia memiliki keunikan dibanding dengan makhluk yang lain. Dengan amanah inilah ia menjadi kalifah di muka bumi.[footnoteRef:19]Substansi nafsani berarti jiwa, nyawa atau ruh, konotasinya ialah kepribadian dan substansi psiko fisik manusia. Nafs ini merupakan gabungan dari jasad dan ruh. Karena itu nafs adalah potensi jasadi dan rohani. Ia berupa potensi aktualisasinya akan membentuk suatu kepribadian Muslim yaitu merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan nafsani. [19: Abdul Mujib,Nuansa-Nuansa Psikologi Islam..,41-45]

Struktur kepribadian Islam merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal, dan nafsani.1.Al Qalb atau kalbu merupakan materi organik yang memiliki system kognisi yang berdaya emosi. Al Gazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting yang disebutal nur al ilahydanal bashirah al bathinah(mata batin).[footnoteRef:20]Kalbu dalam arti jasmani adalah jantung (heart) bukan hati (lever). Kalbu dalam artian rohani ialah menunjukan kepada hati nurani (conscience) dan ruh (soul).[footnoteRef:21]Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali struktur nafs yang lain. Apabila kalbu ini berfungsi normal maka manusia menjadi baik sesuai dengan fitrah aslinya. Karena kalbu memiliki nature ilahiyah yang dipancarkan dari Tuhan. Ia tidak saja mampu mengenal fisik dan lingkungannya tetapi juga mampu mengenal lingkungan spiritual ketuhanan dan keagamaan [20: Victor Said Basil,Manhaj al Babs an al Marifah inda al Gazali,Beirut, Dar al Kutub, 155] [21: Hanna Djumhana Bastaman,Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami, Yogyakarta , Pustaka Pelajar, 1997, 78]

Mengenai kalbu ini Rasulullah SAW pernah bersabda :Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula, ingatlah bahwa ia adalah kalbu[footnoteRef:22] [22: Ibn Abd Allah Muhammad Ibn Ismail Ibn al Mughirah Ibn Bardhahal al yafi al Bukhary, Imam,Shahih al Bukhary,Semarang, Thaha Putra, TT, Juz I, 19]

Menurut Huzaifah, hati terbagi menjadi empat yaitu hati yang bersih, yaitu (1) hatinya orang beriman dan mendapat sinar (2) hati yang tertutup yaitu hatinya orang kafir, hati yang buta dan tidak melihat kebenaran (3) hati yang terjungkir yaitu hatinya orang munafik yaitu melihat kebenaran tetapi kemudian mengingkarinya (4) hati yang memiliki dua bekal yakni bekal iman dan bekal kemunafikan, ia tergantung dari mana yang paling dominan.[footnoteRef:23] Orang yang kalbunya disinari Tuhan maka ia akan memiliki kepribadian yang kuat, teguh dan tidak mudah putus asa.Dan apabila ia memiliki nafsu muthmainah ia akan tenang dan optimis karena ia yakin rahmat Tuhan pasti akan diberikan.Agar kalbu selalu mandapat sinar Ilahiyah menurut imam Al Gazali maka harus berilmu dan iradah (kemauan). Dengan ilmu manusia akan mengetahui segala urusan dunia dan akhirat, dan menurut al Gazali kalbu berfungsi untuk memperoleh kebahagiaan akhirat. Secara psikologis kalbu memiliki daya emosi (al infialy) dan kognisi. [23: Ibnu Qoyyim al Jauriyah.., 22]

2.Akal secara estimologi memiliki artial-imsak(menahan)al Ribath(ikatan)al Bajr(menahan)al Naby(melarang) danmanin(mencegah).[footnoteRef:24] [24: Maan Zidadat, dkk,al Mansuat al Falasafiyah al Arabiyah, Arab, Imam al Araby, 1986, 465-466]

Berdasarkan makna ini maka yang disebut orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka rasionalitinya mampu bereksistensi. Dengan akal seseorang mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang menguntungkan dan merugikan. Akal mampu memperoleh pengetahuan dengan daya nalar (al Nazhr) dan daya argumentatif. Melalui akal manusia bisa bermuhasabah yakni menunda keinginan tidak terburu-buru mengerjakannya sehingga menjadi jelas olehnya kelayakannya untuk dikerjakan atau ditinggalkan.Menurut al Hasan jika pekerjaan tersebut dimotivasi untuk mengharap ridho Allah maka kerjakanlah, tetapi jika tidak karena Allah lebih baik ditunda dahulu. Dan jika motivasinya untuk memperoleh ridha Allah maka harus berfikir dahulu apakah dalam mengerjakan sesuatu itu ia memperoleh pertolongan atau tidak, jika tidak sebaiknya ditunda terlebih dahulu. Dan apabila sudah mendapat kepastian akan pertolongan Allah maka kerjakanlah sehingga ia akan mendapat keberuntungan.Muhasabah juga bisa dilakukan setelah selesai mengerjakan sesuatu, yakni apakah yang dikerjakan sudah ikhlas karena Allah, sesuai dengan ketentuan Allah. Apakah waktu mengerjakan lepas kendali atau tidak, bagus akibatnya atau tidak. Dengan muhasabah orang akan selamat dan bisa menjadi lebih baik perilkunya dan kepribadiannya.Sebagaimana Plato, Al Zukhaily berpendapat bahwa jiwa rasional itu bertempat di kepala sehingga yang berfikir adalah akal bukan kalbu. Antara akal dan kalbu sama sama memperoleh daya kognisi tetapi cara dan hasilnya berbeda. Akal mampu mencapai pengetahuan rasional tetapi tidak yang supra rasional, sehingga ia mampu mencapai kebenaran tetapi tidak mampu merasakan hakekatnya.[footnoteRef:25]Menurut Al Gazali agar manusia dapat senantiasa berdekatan dan mendapat nur ilahy maka ia harus berilmu dan mempunyai iradah (kemauan). Dengan ilmu seseorang akan mengetahui segala urusan dunia dan akhirat serta segala sesuatu yang berhubungan dengan akal. Dengan kemauan dan akal seseorang akan mengetahui cara-cara untuk memperbaiki serta mencari sebab sebab yang berhubungan dengan hal itu. Al Gazali berpendapat bahwa orang yang sakit nafsunya selalu menginginkan makanan yang enak.[footnoteRef:26] [25: Abdul Mujib,Nuansa Nuansa Psiokologi Islami...,55] [26: Imam al Gazali,Ihya Ulumuddin,Bab Keajaiban Hati..,. 20]

Hal ini memberi pengertian kepada kita bahwa jika orang tersebut sehat maka secara akal berarti semua makanan asalkan sehat dan halal dan toyyiban pasti akan terasa enak (lezat). Dengan demikian nafsu untuk selalu menginginkan hal hal yang enak enak akan dapat dikurangi atau dilawan dengan kondisi sehat.Al Gazali juga berpendapat bahwa ilmu yang diperoleh dalam hati akan memiliki kekuatan untuk melihat dan dapat membedakan aneka bentuk. Pandangan batin dan pandangan lahir sesungguhnya sama sama memiliki kebenaran, tetapi berbeda derajatnya. Hati laksana pengendara sedang akal laksana kendaraan. Buruknya hati atau pengendara akan lebih membahayakn dari pada buruknya kendaraan itu sendiri. Namun demikian akal tetap diperlukan untuk menyelesaikan problem-problem kehidupan. Akal yang sehat akan mempengaruhi tindakan dan emosi seseorang juga kepribadiannya.Akal terbagi menjadi dua yaitu akal dharuri dan akal muktasabah. dharuri yaitu akal yang dapat mengetahui secara mudah. Akal muktasabah ialah akal yang baru mengetahui dengan cara diusahakan, akal muktasabah terbagi dua yaknu muktasabah duniawi ialah akal yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keduniawiyan. Akal muktasabah ukhrawi yakni akal yang digunakan untuk mencapai akhirat.[footnoteRef:27] [27: Ibid..,42.]

Secara psikologis orang-orang yang memiliki jiwa yang bersih dan akal yang sempurna maka ia akan mampu mengaktualisasikan diri dalam hidup dan kehidupan, yakni melihat realitas secara cermat, tepat apa adanya dan lebih efisien.[footnoteRef:28]Ia dapat menerima keadaan dirinya dan orang lain secara professional, yakni mengakui segala kelebihan dan keterbatasan masing-masing, dengan demikian ia akan bisa menerima masukan-masukan dari orang lain secara alamiah tanpa paksaan.[footnoteRef:29] [28: Maslaw, Abraham,Motivasi dan Kepribadian,terj Nurul Iman, Bandung, Pustaka Binaan Pressindo, 1993, jilid I, 6] [29: asyim Muhammad,Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi,Telaahatas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslaw, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, 88.]

3. NafsaniNafsu merupakan daya nafsani, ia memiliki dua kekuatan yaitu,al-Ghadhabiyahdanal-Syahwaniyah. Al-Ghadhabiyahadalah suatu daya yang berpotensi untuk menghindari segala hal yang membahayakan.Ghadabdalam psikoanalisa disebut defenci (pertahanan, pembelaan dan penjagaan), yaitu suatu tindakan untuk melindungi egonya sendiri terhadap kesalahan, kecemasan, dan rasa malu atas perbuatannya sendiri, sedang syahwat dalam psikologi disebut appetite yaitu hasrat atau keinginan atau hawa nafsu, prinsipnya adalah kenikmatan. Apabila keinginannya tidak dipenuhi maka terjadilah ketegangan, prinsip kerjanya adalah sama dengan prinsip kerja binatang, baik binatang buas yang suka menyerang maupun binatang jinak yang cenderung pada nafsu seksual. Nafsu merupakan struktur di bawah sadar dalam kepribadian manusia, apabila manusia didominasi oleh nafsunya, maka ia tidak akan dapat bereksistensi baik di dunia maupun diakhirat. Karena itu apabila kepribadian seseorang didomonasi oleh nafsu maka prinsip kerjanya adalah mengejar kenikmatan dunia, tetapi apabila nafsu tersebut dibimbing oleh kalbu cahaya ilahi maka ghadabnya akan berubah menjadi kemampuan yang tinggi derajatnya.[footnoteRef:30] [30: Afifi, AE,Filsafat Mistik Ibnu Arabi,terj Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, judul:A Mystical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi,Jakarta, Media Pratama, 1995,176-177]

Jika nafsu tersebut dikuasai oleh cahaya ilahi yang muncul adalah sifat-sifat kebaikan, tetapi jika nafsu itu dikuasai oleh syaitan maka yang muncul adala sifat-sifat syaitaniyah dan ini disebut hati yang sakit ,hati yang sakit bisa sembu apabila ia kembali kepada cahaya ilahi tetapi akan lebih sakit apabila ia dikuasai oleh nafsu syaitan.Dalam ilmu jiwa orang yang terganggu mentalnya tidaklah mudah diukur atau diperiksa dengan alat-alat kesehatan, untuk mengetahuinya biasanya hanya bisa dilihat gejalanya seperti tindakannya, tingkah laku dan pikirannya, seperti gelisah, iri hati, sedih yang tidak beralasan, hilangnya rasa kepercayaan diri, pemarah, keras kepala, merosot kecedasannya, suka memfitnah, mengganggu orang lain dan sebagainya. Kesehatan mental juga berpengaruh terhadap kesehatan badan, akhir-akhir ini dalam ilmu kedokteran ditemukan istilah psychomtic yaitu penyakit yang disebabkan oleh mental, misalnya tekanan darah tinggi, tekanan darh rendah, exceem, sesak nafas, dan sebagainya.[footnoteRef:31]Obat dari berbagai penyakit mental dan yang disebabkan oleh mental adalah berfungsinya system kerja yang harmonis antara kalbu, akal, dan nafsu.Dan ini hanya bisa dilakukan melalui latihan-latihan kejiwaan secara terus menerus. [31: Zakiah Derajat Dr.Kesehatan Mental,Jakarta, Gunung Agung , 1970, hlm. 23]

Harmonisnya jiwa memungkinkan seseorang dapat berhubungan secara harmonis ditengah masyarakat. Untuk itu diperlukanThe Art of Interctionyaitu seni berhubungan yang baik menuju akhlak yang baik, sebagai landasan utama kebahagian umat, akhlak yang baik juga merupakan faktor utama dalam memperbaiki kepribadian seseorang.[footnoteRef:32] Dalam ilmu tasawuf jiwa yang bersih dan jiwa kotor termasuk dalam katagori nafsu.Dan mereka membagi nafsu menjadi 3 bagian : [32: Sayyid Mujtaba Musafi Hari,Psikologi Islam,Bandung, Pustaka Hidayah, 1990, hlm. 17]

1. Nafsu amarah, ia senantiasa cenderung maksiat, baik maksiat lahir maupun maksiat bathin. Orang yang didominasi oleh nafsu amarah maka wujud kepribadiannya ialah tamak, serakah, keras kepala, angkuh, dan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji lainnya sepertifree sexs, suka berkelahi dan sebagainya.2. Nafsu lawamah, ia sudah mendapat nur ilahi dan suka beribadah tetapi masih sering melakukan maksiat bathin kemudian bersegera beristighfar dan berusaha memperbaikinya. Orang yang berkepribadian lawamah maka senantiasa akan mengevaluasi diri (self correction) untuk menjadi lebih baik.3. Nafsu muthmainah, suatu kepribadian yang bersumber dari kalbu manusia, di dalamnya selalu terhindar dari sifat-sifat yang tercela dan tumbuh sifat-sifat yang terpuji dan selalu tenang. Kecenderungannya ialah beribadah, mencintai sesama, bertambah tawakal, dan mencari ridho Allah dan bersifat teosentris. Menurut Ibnu Kholdum bahwa ruh kalbu itu disinggahi oleh ruh akal.Ruh akal ini substansinya mampu mengetahui apa saja di alam amar. Ia menjadi tidak mampu mencapai pengetahuan disebabkan adanya hijab, apabila hijab itu hilang maka ia akan mampu menemukan pengetahuan.Bahkan sebagian ahli tasawuf yang lain membagi nafsu menjadi 7 bagian, yaitu : nafsu amarah, nafsu lawamah, nafsu malhamah, nafsu muthmainah, nafsu al rodhiyah, nafsu mardhiyah, dan nafsu kamilah.

e. Kontribusi Psikologi Pendidikan IslamSebenarnya pemaparan di atas telah menjelaskan secara tersirat teori-teori psikologi keislaman, khususnya tentang manusia. Namun di sini akan ditambahkan lagi teori-teori tersebut, yang mana Islam telah membicarkan masalah ini, sejak 1400 tahun yang lalu, dan teori-teori tersebut tentu sangat penting nilainya dalam pendidikan.Quran menjelaskan secara panjang lebar mengenai manusia dan sifat-sifatnya:1) Manusia memiliki raga dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Dengan ini manusia diharapkan bisa bersyukur kepada Allah SWT. Sebagaimana tercantum dalam Q.S. at Tagabun: 3, at Tiin: 4, an Nahl: 78. Dengan baiknya raga malah membuat banyak manusia ingkar, kafir dan tidak bersyukur Q.S. al Insan: 2-3.2) Manusia itu baik dari segi fitrah sejak semula. Manusia tidak mewarisi dosa asal karena adam dan hawa keluar dari surga. Salah satu ciri fitrah manusia adalah menerima Allah sebagai Tuhan. (Q.S ar Ruum: 30 dan hadis).3) Manusia memiliki ruh. Al Quran menyatakan bahwa kehidupan manusia tergantung pada wujud ruh dalam badannya. Bagaimana ruh itu bersatu dengan dengan badan yang kemudian membentuk manusia yang menjadi khalifah dijelaskan oleh Al Quran surat al Hijr: 29. Tetapi kita dilarang untuk mempersoalkan wujud dan bentuknya (Q.S al Isra: 85).4) Manusia memiliki kebebasan kemauan dan kehendak (free will) yaitu kebebasan untuk memilih tingkah lakunya sendiri, kebaikan atau keburukan. Sebagai kahalifah manusia menerima dengan kemauan sendiri amanah yang tidak dapat dipikul oleh makhluk-makhluk lain. (Q.S al Kahfi: 29).5) Manusia memiliki akal. Akal dalam pengertian Islam bukan otak, melainkan daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal juga merupakan ikatan tiga unsur yaitu pikiran, perasaan dan kemauan. Bila ikatan itu tidak ada maka tidak ada akal. Yang dengan akal ini manusia diharapkan mampu memahami fenomena alam semesta (Q.S. al Baqarah: 31-33).6) Manusia memiliki nafsu. Safsu sering dikaitkan dengan gejolak atau dorongan yang terdapat dalam diri manusia. Apabila dorongan itu berkuasa dan manusia tidak mengendalikannya maka manusia akan tersesat (Q.S. al Furqan: 43-44). Kesesatan manusia terjadi karena manusia tidak menggunakan hati dan indranya yang dimiliki (Q.S al Araf: 178-179).

Sementara itu ditinjau dari segi relasinya, baik yang positif maupun yang negatif, manusia dibagi menjadi empat macam diantaranya yaitu:a) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri, yang ditandai dengan kesadaran untuk melakukan amal maruf dan nahi munkar (Q.S. ali Imran: 110) atau malah mengumbar nafsu-nafsu rendah (Q.S. Shad: 6, al Jatsiyah: 23).b) Hubungan antar manusia, dengan usaha membina silaturrahmi (Q.S. an Nissa: 1) atau justru memutuskan silaturrahmi (Q.S. Yusuf: 100).c) Hubungan manusia dengan alam sekitar, yang ditandai dengan upaya pemanfaatan dan pelestarian alam dengan sebaik-baiknya (Q.S. Hud: 6) atau justru menimbulkan kerusakan alam (ar Ruum: 41).d) Hubungan manusia dengan Allah, dengan kewajiban menjalankan ibadah kepada-Nya (Q.S. adz Dzariat: 56) atau menjadi ingkar dan syirik kepada Allah (Q.S an Nissa: 48).

Inilah beberapa gambaran yang ditunjukan oleh Allah melalui firman-firmannya di dalam Al Quran al Karim. Dengan penjelasan ini, diharapkan kita sebagai umat Islam tidak salah mengkonsepsi tentang jati diri manusia serta tidak dalam memperlakukan (treatment) dirinya sendiri. Persoalan tentang apa dan siapa manusia, dalam psikologi Islami tidak hanya dijawab oleh eksperimen-eksperimen, observasi atau terbatas pada sandaran akal pikiran tetapi lebih dari itu persoalan tentang ini perlu ditanyakan kepada yang menciptanya yaitu Allah melalui ayat-ayat qauliyah yang kemudian, dipadupan dengan ayat-ayat kauniyah.Secara rinci kontribusi psikologi pendidikan Islam bisa disebut sebagai berikut:

1. Kontribusi Psikologi Pendidikan Islam terhadap Pengembangan KurikulumKajian psikologi pendidikan Islam dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana input, proses dan out pendidikaan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik. Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologi dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasan serta karakteristik-karakteristik individu lainnya. Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam adalah, menonjolkan tujuan agama dan akhlak, memperhatikan semua aspek intelektual, psikologi, social, dan juga spiritual.2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem PembelajaranKajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai model-model pembelajaran berbasiskan islam, seperti model pembelajaran tadib, model pembelajaran tahzib, model pembelajaran Uswah Hasanah dll. Yang semua itu kearah pembentukan manusia yang beriman, berakhlak dan bermanfaat bagi orang lain.3. Kontribusi Psikologi Pendidikan Islam terhadap PenilaianPenilaian pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan/pembelajaran tertentu. Ada beberapa prinsif penilaian Islam:a. Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)Bila aktivitas pendidikan Islam dipandang sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka evaluasi pendidikannya pun harus dilakukan secara kontiniu. Prinsip ini selaras dengan istiqamah dalam Islam, yaitu setiap umat Islam hendaknya tetap tegak beriman kepada Allah Swt., yang diwujudkan dengan senantiasa mempelajari Islam, mengamalkannya, serta tetap membela tegaknya agama Islam, sungguhpun terdapat berbagai tantangan yang senantiasa dihadapinya.Dalam ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil, sebagaimana diisyaratkan Alquran dalam Surah Al-Ahqaf (46) Ayat 13-14Artinya: (13)Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.(14) mereka Itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai Balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.b. Prinsip Menyeluruh (komprehensif)Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab dan sebagainya, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran Surat Al-Zalzalah (99) Ayat 7-8.Artinya : (7) Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. (8) dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.c. Prinsip objektivitasObjektif dalam arti bahwa evaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektivitas dari evaluator. Allah Swt. memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al-Maidah, 5: 8)Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.Nabi Saw. pernah bersabda: ..Artinya :..Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya.Prinsip ini hanya dapat ditetapkan bila penyelenggara pendidikan mempunyai sifat siddiq, jujur, ikhlas, taawun, ramah, dan lainnya.

III. PENUTUPPsikologi pendidikan Islam, memberikan teori khusus dalam psikologi pendidikan, yang didasarkan pada Islam mengenai teori hakikat kejiwaan manusia, pendidikan manusia berdasarkan pembedaan gender, proses pembelajaran yang islami. Islam , sumber utamanya adalah wahyu Kitab Suci Al Quran, yakni apa kata kitab suci tentang jiwa, dengan asumsi bahwa Allah SWT sebagai pencipta manusia yang paling mengetahui anatomi kejiwaan manusia. Selanjutnya penelitian empiric membantu menafsirkan kitab suci.Jika tujuan Psikologi Barat hanya tiga; menguraikan, meramalkan dan mengendalikan tingkah laku, maka Psikologi Islam menambah dua poin; yaitu membangun perilaku yang baik dan mendorong orang hingga merasa dekatDengan Allah SWT.Jika konseling dalam Psikologi biasa hanya di sekitar masalah sehat dan tidak sehat secara psikologis, konseling Psikologi Islam menembus hingga bagaimana orang merasa hidupnya bermakna, benar dan merasa dekat dengan Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. Undang-undang RI. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:Dirjen. Pendidikan Islam, 2007), hlm. 2.Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Islam dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 7-8. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Islam dengan Pendekatan Baru,hlm. 7-8.

Dr. Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1996) hlm. 1-2. Pengertian pertama merupakan definisi yang paling kuno dan klasik (bercita rasa tinggi dan bersejarah) yang berhubungan dengan filsafat Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Mereka menganggap kesadaran manusia berhubungan dengan ruhnya. Oleh karena itu, studi mengenai kesadaran dan proses mental manusia merupakan bagian dari studi mengenai ruh. Ketika psikologi melepaskan diri dari filsafat dan menjadi disiplin ilmu yang mandiri pada tahun 1879, saat William Wundt (1832-1920) mendirikan laboraturium psikologinya ruh di keluarkan dari psikologi. Untuuk lebih jelasnya lihat, Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Islam dengan Pendekatan Baru,hlm. 8

Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 3-4. Tanpa psikologi atau ilmu jiwa, agama sulit mendapat tempat dalam jiwa manusia. Dalam agama terdapat ajaran tentang bagaimana agar manusia mau menerima petunjuk tuhannya sehingga manusia itu sendiri tanpa paksaan bersedia menjadi hamba-Nya yang taat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di, Ibid., hlm, 26-30. http://www.perkulia han.com/apa-pengertian-pendidikan-islam 10/30/14 A.Arifin filsafat Pendidikan islam, ( jakarta:2004),27 M. Suyudi, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Quran Integrasi Epistemologi Bayani,Irfani, dan Burhani (Yogyakarta: Mikraj, 2005), 55. Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. (Bandung: Rosda Karya, 1992), Hasan Langgulung, Manusia dan Pendididikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,( Jakarta : PustakaAl-Husna, 1992 ), 33. Kata Kholifah di ambil dari kata Khalafa yang berarti mengganti / mengikat. Jadi kholifah adalahseorangyangmenggantikanoranglain. Berkenaan dengan siapa mengganti siapa, disini ada tigapendapat. Pertama, mengatakan bahwa umat manusia sebagai makhluk menggantikan makhluk yang lain dapat yang telah menempati bumi ini. Kedua, bahwa kata kholifah hanya berarti setiap kumpulan yang lain dapat mengganti kumpulan lain. Ketiga, kholifah bukan sekedar seorangmengganti orang lain, akan tetapi manusia adalah sebagai wakil Allah, hasan Langgulung, teoriteoriKesehatan Mental, ( Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1986 ), 42. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2003), 16 Arifin M,Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), 103. Muhammad Utsman Najati,Psikologi dalam Al-Quran,hlm. 359 Abdul Mujib, M.Ag,Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filasofik Kerangka Dasar Operasio nalisa sinya, Bandung, Tri Genda Karya, 1993, 11 Abdul Mujib,Nuansa-Nuansa Psikologi Islam..,41-45 Victor Said Basil,Manhaj al Babs an al Marifah inda al Gazali,Beirut, Dar al Kutub, 155 Hanna Djumhana Bastaman,Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami, Yogyakarta , Pustaka Pelajar, 1997, 78 Ibn Abd Allah Muhammad Ibn Ismail Ibn al Mughirah Ibn Bardhahal al yafi al Bukhary, Imam,Shahih al Bukhary,Semarang, Thaha Putra, TT, Juz I, 19 Ibnu Qoyyim al Jauriyah.., 22 Maan Zidadat, dkk,al Mansuat al Falasafiyah al Arabiyah, Arab, Imam al Araby, 1986, 465-466 Abdul Mujib,Nuansa Nuansa Psiokologi Islami...,55 Imam al Gazali,Ihya Ulumuddin,Bab Keajaiban Hati..,. 20 Ibid..,42. Maslaw, Abraham,Motivasi dan Kepribadian,terj Nurul Iman, Bandung, Pustaka Binaan Pressindo, 1993, jilid I, 6 asyim Muhammad,Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi,Telaahatas Pemikiran Psikologi Humanistik Abraham Maslaw, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, 88. Afifi, AE,Filsafat Mistik Ibnu Arabi,terj Syahrir Mawi dan Nandi Rahman, judul:A Mystical Philosophy of Muhyidin Ibnu Arabi,Jakarta, Media Pratama, 1995,176-177 Zakiah Derajat Dr.Kesehatan Mental,Jakarta, Gunung Agung , 1970, hlm. 23 Sayyid Mujtaba Musafi Hari,Psikologi Islam,Bandung, Pustaka Hidayah, 1990, hlm. 17