bank syariah yang tidak syar'i - komputer | fotografi

4
Kimia itu Mudah | Bank "Syariah" yang Tidak Syar'i Copyright Ashadi Sasongko [email protected] http://ashadisasongko.staff.ipb.ac.id/2012/03/07/bank-syariah-yang-tidak-syari/ Bank "Syariah" yang Tidak Syar'i Tidak semua klaim yang dikemukakan bank syariah telah sesuai dengan bukti praktek di lapangan. Agar dikatakan layak secara syariah, bank syariah menyatakan dirinya telah sesuai dengan fatwa DSN MUI. Namun, lain dikata, lain realita, ternyata banyak praktek bank syariah yang bertentangan dengan fatwa DSN MUI. Untuk membuktikan hal itu, mari kita adakan perbandingan antara fatwa DSN (Dewan syariah Nasional) MUI dengan praktek yang diterapkan di perbankan syariah. Semoga perbandingan ini menjadi masukan positif bagi semua kalangan yang peduli dengan perkembangan perbankan syariah di negeri kita. Fatwa Pertama: Tentang Murabahah Kontemporer Akad Murabahah adalah satu satu produk perbankan syariah yang banyak diminati masyarakat. Karena akad ini menjadi alternatif mudah dan tepat bagi berbagai pembiayaan atau kredit dalam perbankan konvensional yang tentu sarat dengan riba. Kebanyakan ulama dan juga berbagai lembaga fikih nasional atau internasional, membolehkan akad murabahah kontemporer. Lembaga fikih nasional DSN (Dewan Syariah Nasional) di bawah MUI, juga membolehkan akad murabahah, sebagaimana dituangkan dalam fatwanya no: 04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa DSN ini, menjadi payung dan pedoman bagi perbankan syariah dalam menjalankan akad murabahah. Tapi bagaimana praktek bank syariah terhadap fatwa Murabahah? DSN pada fatwanya No: 04/DSN-MUI/IV/200, tentang Murabahah menyatakan: “ Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.” (Himpunan Fatwa Dewan syariah Nasional MUI hal.24) page 1 / 4

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bank Syariah yang Tidak Syar'i - Komputer | Fotografi

Kimia itu Mudah | Bank "Syariah" yang Tidak Syar'iCopyright Ashadi Sasongko [email protected]://ashadisasongko.staff.ipb.ac.id/2012/03/07/bank-syariah-yang-tidak-syari/

Bank "Syariah" yang Tidak Syar'i

Tidak semua klaim yang dikemukakan bank syariah telah sesuai dengan buktipraktek di lapangan. Agar dikatakan layak secara syariah, bank syariahmenyatakan dirinya telah sesuai dengan fatwa DSN MUI. Namun, lain dikata, lainrealita, ternyata banyak praktek bank syariah yang bertentangan dengan fatwaDSN MUI.

Untuk membuktikan hal itu, mari kita adakan perbandingan antara fatwa DSN(Dewan syariah Nasional) MUI dengan praktek yang diterapkan di perbankansyariah. Semoga perbandingan ini menjadi masukan positif bagi semua kalanganyang peduli dengan perkembangan perbankan syariah di negeri kita.

Fatwa Pertama: Tentang Murabahah Kontemporer

Akad Murabahah adalah satu satu produk perbankan syariah yang banyak diminati masyarakat. Karena akad ini menjadi alternatif mudah dan tepat bagi berbagaipembiayaan atau kredit dalam perbankan konvensional yang tentu sarat denganriba.

Kebanyakan ulama dan juga berbagai lembaga fikih nasional atau internasional,membolehkan akad murabahah kontemporer. Lembaga fikih nasional DSN (DewanSyariah Nasional) di bawah MUI, juga membolehkan akad murabahah, sebagaimanadituangkan dalam fatwanya no: 04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa DSN ini, menjadipayung dan pedoman bagi perbankan syariah dalam menjalankan akad murabahah.Tapi bagaimana praktek bank syariah terhadap fatwa Murabahah?

DSN pada fatwanya No: 04/DSN-MUI/IV/200, tentang Murabahah menyatakan: “Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.” (Himpunan Fatwa Dewan syariahNasional MUI hal.24)

page 1 / 4

Page 2: Bank Syariah yang Tidak Syar'i - Komputer | Fotografi

Kimia itu Mudah | Bank "Syariah" yang Tidak Syar'iCopyright Ashadi Sasongko [email protected]://ashadisasongko.staff.ipb.ac.id/2012/03/07/bank-syariah-yang-tidak-syari/

Komentar:

Bank syariah manakah yang benar-benar menerapkan ketentuan ini, sehinggabarang yang diperjual-belikan benar-benar telah dibeli oleh bank?

Pada prakteknya, perbankan syariah, hanya melakukan akad murabahah bilanasabah telah terlebih dahulu melakukan pembelian dan pembayaran sebagiannilai barang (baca: bayar uang muka).

Adakah bank yang berani menuliskan pada laporan keuangannya bahwa ia pernahmemiliki aset dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah? Tentu andamengetahui bahwa perbankan di negeri kita, baik yang berlabel syariah atau tidak, hanyalah berperan sebagai badan intermediasi. Artinya, bank hanya berperandalam pembiayaan, dan bukan membeli barang, untuk kemudian dijual kembali.Karena secara regulasi dan faktanya, bank tidak dibenarkan untuk melakukanpraktek perniagaan praktis. Dengan ketentuan ini, bank tidak mungkin bisamembeli yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri. Hasilnya, bank telahmelanggar ketentuan DSN MUI di atas.

Fatwa Kedua, Tentang Akad Mudharabah (Bagi Hasil)

Akad Mudharabah adalah akad yang oleh para ulama telah disepakati akankehalalannya. Karena itu, akad ini dianggap sebagai tulang punggung praktekperbankan syariah. DSN-MUI telah menerbitkan fatwa no: 07/DSN-MUI/IV/2000,yang kemudian menjadi pedoman bagi praktek perbankan syariah. Tapi, lagi-lagi,praktek bank syariah perlu ditinjau ulang.

Pada fatwa dengan nomor tersebut, DSN menyatakan: “LKS (lembaga KeuanganSyariah) sebagai penyedia dana, menanggung semua kerugian akibat darimudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yangdisengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.” (Himpunan Fatwa Dewan syariahNasional MUI hal. 43)

page 2 / 4

Page 3: Bank Syariah yang Tidak Syar'i - Komputer | Fotografi

Kimia itu Mudah | Bank "Syariah" yang Tidak Syar'iCopyright Ashadi Sasongko [email protected]://ashadisasongko.staff.ipb.ac.id/2012/03/07/bank-syariah-yang-tidak-syari/

Pada ketentuan lainnya, DSN kembali menekankan akan hal ini dengan pernyataan:“Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah,dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun, kecualidiakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggarankesepakatan.” (Himpunan Fatwa Dewan syariah Nasional MUI hal. 45)

Komentar:

Praktek perbankan syariah di lapangan masih jauh dari apa yang di fatwakan olehDSN. Andai perbankan syariah benar-benar menerapkan ketentuan ini, niscayamasyarakat berbondong-bondong mengajukan pembiayaan dengan skema mudharabah. Dalam waktu singkat pertumbuhan perbankan syariah akanmengungguli perbankan konvensional.

Namun kembali lagi, fakta tidak semanis teori. Perbankan syariah yang ada belumsungguh-sungguh menerapkan fatwa DSN secara utuh. Sehingga pelaku usahayang mendapatkan pembiayaan modal dari perbankan syariah, masih diwajidkanmengembalikan modal secara utuh, walaupun ia mengalami kerugian usaha.Terlalu banyak cerita dari nasabah mudharabah bank syariah yang mengalamiperlakuan ini.

Fatwa Ketiga, Tentang Gadai Emas

Gadai emas merupakan cara investasi yang marak ditawarkan perbankan syariahakhir-akhir ini. Gadai emas mencuat dan diminati banyak orang sejak harga emasterus membumbung tinggi.

Dewan Syariah Nasioanal melalui fatwanya no: 25/DSN-MUI/III/2002 membolehkanpraktek ini. Pada fatwa tersebut DSN menyatakan:

“Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun (barang gadai) tidakboleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.” (Himpunan Fatwa Dewan

page 3 / 4

Page 4: Bank Syariah yang Tidak Syar'i - Komputer | Fotografi

Kimia itu Mudah | Bank "Syariah" yang Tidak Syar'iCopyright Ashadi Sasongko [email protected]://ashadisasongko.staff.ipb.ac.id/2012/03/07/bank-syariah-yang-tidak-syari/

syariah Nasional MUI hal. 154)

Sementara dalam fatwa DSN No: 26/DSN-MUI/III/2002 yang secara khususmenjelaskan aturan gadai emas, dinyatakan: “Ongkos sebagaimana dimaksudayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyatadiperlukan.”

Komentar:

Perbankan syariah manakah yang mengindahkan ketentuan ini? Fakta dilapanganmembuktikan bahwa perbankan syariah yang ada, telah memungut biayaadministrasi pemeliharan dan penyimpanan barang gadai sebesar persentasetertentu dari nilai piutang.

Jika bank syariah bersedia menerapkan fatwa di atas, tentunya dalam menentukanbiaya pemeliharaan emas yang digadaikan, bank akan menentukan berdasarkanharga Safe Deposit Box (SDB). Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa ongkospenyimpanan yang dibabankan nasabah TIDAK sesuai dengan biaya riil yangdibutuhkan untuk standar penyimpanan dan penjagaan bank, atau melebihi nilaiharga SDB untuk penyimpanan emas.

Ditulis oleh : Dr. Muhamad Arifin Badri (Pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia)

Info Kajian : Seminar Perbankan Syariah

page 4 / 4