bangkitnya kembali gerakan pemikiran nucatatan dari muktamar pemikiran islam nu

6

Click here to load reader

Upload: sastro-manyul

Post on 02-Aug-2015

11 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bangkitnya Kembali Gerakan Pemikiran NUCatatan Dari Muktamar Pemikiran Islam NU

Bangkitnya Kembali Gerakan Pemikiran NU Catatan dari Muktamar Pemikiran Islam NU

Oleh Hasan Basri

Begitulah kesan yang muncul setelah mengikuti Muktamar

Pemikiran Islam NU, yang dilaksanakan di Pondok Pesantren

Salafiah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo pada tanggal 3-5 Oktober

lalu. Acara ini diperkarsai “maskot-maskot” kaum muda NU,

seperti Masdar F Mas’udi, Ulil Abshar-Abdalla dan Zuhairi Misrawi.

Muktamar ini pun diselenggarakan di tengah badai kontroversi,

kesalahpahaman dan ketakutan yang berlebihan terhadap

pemikiran bebas.

Sudah saatnya Islam tidak dilihat sebatas ayat-ayat suci yang terbukukan

dalam Mushaf Usmani dan berjilid-jilid kitab hadis, lalu melupakan kerja-

kerja pembebasan yang dicapai Nabi Muhammad. Apalah arti teks tanpa

terapan dan jawaban-jawaban atas problem-problem kemanusiaan yang

sedang dan terus terjadi?! Lupakah kita, sampai saat ini, Alqur’an masih

menyimpan ayat tentang perbudakan, tapi Nabi sendiri dan para

sahabatnya telah membebaskan dan mengangkat Bilal pada posisi yang

terhormat? Andai kekuasaan politik tidak keburu melembagakan

penafsiran tertentu, mungkin pembagian waris 2:1 antara laki-laki dan

perempuan akan sempurna menjadi 1:1. Bukankah Salman Al-Farisi

termasuk the other, tapi ia mendapat tempat yang tidak berbeda di

tengah-tengah komunitas Madinah?

Andai perjuangan Kiai Hasyim Asy’ari dan kawan-kawan dalam

mengangkat potensi ekonomi rakyat bawah dan memerangi penindasan

kaum kapitalis lokal dan kolonialisme tidak terhenti oleh kecenderungan

politik praktis para generasi sesudahnya, mungkin kalangan Nahdhiyin

sudah merasakan manfaat besar lembaga yang mereka dukung dan

banggakan selama ini.

Begitulah kesan yang muncul setelah mengikuti Muktamar Pemikiran

Islam NU, yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Salafiah Syafi’iyah

Sukorejo Situbondo pada tanggal 3-5 Oktober lalu. Acara ini diperkarsai

Page 2: Bangkitnya Kembali Gerakan Pemikiran NUCatatan Dari Muktamar Pemikiran Islam NU

“maskot-maskot” kaum muda NU, seperti Masdar F Mas’udi, Ulil Abshar-

Abdalla dan Zuhairi Misrawi. Muktamar ini pun diselenggarakan di tengah

badai kontroversi, kesalahpahaman dan ketakutan yang berlebihan

terhadap pemikiran bebas. Diasumsikan, pemikiran anak muda itu akan

merusak tradisi NU, meruntuhkan kharisma kiai, dan membahayakan

doktrin Islam.

Muktamar Pemikiran NU merupakan refleksi kritis atas perjalanan NU

sebagai wadah kerakyatan dan kebangsaan. Beberapa dekade terakhir ini,

NU sebagai gerakan kultural seakan terpisah dan dipisahkan dari tradisi

pikirnya. Padahal pemikiran adalah elan vital sebuah gerakan kultural,

guna menghindar dari pragmatisme gerakan. Tradisi NU harus

diinterpretasi terus menerus, bukan diterima secara taken for granted.

Anak-anak muda NU yakin bahwa telah terjadi semacam disorientasi pada

gerakan NU. Suatu kecenderungan dimunculkan secara dominan atas

kecenderungan lainnya. Arus politik praktis mensubordinasi potensi-

potensi NU lainnya. Pemikiran dipinggirkan, demi merayakan gairah Islam

politik di tubuh NU. Oleh karena itu, ada dua catatan tentang makna

muktamar ini, di tengah anomali yang dialami NU.

Pertama, masalah hubungan antara lembaga dengan pemikiran pada satu

sisi dan parameter sebuah pemikiran pada sisi lainnya. Pemikiran

progresif-liberal-emansipatoris yang sedang berkembang menuju tahapan-

tahapan selanjutnya perlu diberi wadah tentatif. Ini diperlukan untuk

menghindar dari restriksi wadah terhadap kebebasan pemikiran yang

sangat dibutuhkan untuk membangun kembali tradisi pemikiran. NU harus

mengakomodir perbedaan secara bijak dengan membunuh

konservativisme, ekslusivisme, dan kultus yang masih diperlihatkan

secara kuat oleh sebagian kiai. NU bukan lembaga tafsir yang

mengabadikan satu tafsir atas tafsir lainnya. NU bukan pula suara yang

tunggal, seragam dan satu warna dalam pemikiran. Pemikiran yang

berkembang pesat di kalangan muda NU bukanlah “anak haram” yang

harus dikucilkan, tapi merupakan “anak kandung” NU sendiri, sebagai

hasil persentuhannnya yang mendalam dengan problem-problem sosial

yang terus berubah. NU harus belajar dari kesalahan sejarah Islam

maupun Barat, yang sering membunuh pemikiran dengan

Page 3: Bangkitnya Kembali Gerakan Pemikiran NUCatatan Dari Muktamar Pemikiran Islam NU

mengatasnamakan kolektivitas dan Tuhan. Hanya dengan memberi

dukungan penuh, sikap inklusif dan tradisi berpikir yang toleran dapat

berkembang dan menimbulkan efek sosial yang efektif dalam sejarah.

Pemikiran, seperti yang dikatakan Ali Harb dalam pengantar

bukunya “As’ilatul Haqîqah wa Rahânâtul Fikr”, adalah eksistensi

sesorang. Hal yang sama dikatakan Arkoun dalam bukungan “Rethinking

Islam: A Common Questions”. Artinya, pembunuhan dan peminggiran

pemikiran seseorang, sama artinya dengan tindak pembunuhan atas

orang tersebut; suatu perbuatan yang sangat dilarang tegas oleh Islam.

Pengafiran, penghalalan darah, dan pembunuhan terhadap pemikiran dan

pemikirnya, selama ini merupakan catatan hitam sejarah umat Islam yang

harus ditinggalkan. Oleh karena itu, pemikiran Islam yang tidak berangkat

dari pemikiran Islam masa lampau bisa dipersoalkan, karena hal itu sama

artinya dengan menegasikan mereka dalam sejarah.

Selain itu, sikap kritis adalah prasyarat mutlak setiap pemikiran guna

menghindari negasi dan sikap a-historis. Ini penting sekali terutama ketika

sebuah pemikiran bersentuhan dengan masa lampau, masa sekarang

dan the other. Hilangnya kreativitas pemikiran kritis dalam sejarah Islam

telah menjerumuskan umat Islam menjadi masyarakat yang utopis dan

terdisorientasi dalam memaknai profanitas dan historisitasnya. Hancurnya

budaya kritis telah melahirkan “pemikir-pemikir penguasa” atau ulamâus

shultah—istilah Hassan Hanafi-yang membebek pada para tiran dalam

menindas dan menekan masyarakat. Pemikiran yang dibiarkan

berkembang tanpa kritik akan dengan mudah membangun struktur

hegemoni atas pemikiran lainnya. Kaum post-strukturalis dengan

gamblang menjelaskan bahwa pengetahuan sangat rentan merubah

dirinya menjadi kekuasaan otoriter.

Sebagai contoh, mengadopsi sejumlah teori ilmu sosial Barat guna

menelaah ulang pemikiran Islam, bukanlah karena kecanggihan

metodenya semata, melainkan karena kenyataan bahwa, ilmu sosial Barat

lahir di tengah-tengah kaum pekerja, imigran dan kaum buruh yang

menginginkan persamaan, demokrasi, dan pengakuan atas identitas

mereka. Pengalihan teoritis ini lebih tepat diletakkan dalam garis dialogis

Page 4: Bangkitnya Kembali Gerakan Pemikiran NUCatatan Dari Muktamar Pemikiran Islam NU

yang didorong konsern yang sama dalam menjawab masalah

kemanusiaan.

Maka dari itu, sudah saatnya sebuah pemikiran tidak dimaknai atau diukur

sebatas isi, metode, wacana dan paradigma, atau hubungan resiprokal

antara teks dengan konteks, ataupun seberapa bisa dia memberikan

solusi instan. Parameternya, hendaknya dilihat pada konsern, tekanannya

secara konsisten akan penyelesaian problem kemanusiaan. Pemikiran

selalu lahir dari usaha untuk memahami problem degradasi kemanusiaan.

Kondisi ini terlebih lagi pada pemikiran keagamaan, dimana agama tidak

pernah ada tanpa alasan kemanusiaan. Tuhan selalu terusik oleh patologi

kemanusiaan. Islam adalah agama yang lahir untuk menyelamatkan wajah

kemanusiaan.

Selama ini, di tengah masyarakat berkembang nalar yang menuntut agar

pemikiran menjadi penyelesaian langsung atas suatu masalah. Pemikir

dituntut menjadi penyelamat bagi masyarakat, padahal tugas pemikir

adalah memberi alternatif, wawasan, dan perlindungan diskursif seluas-

luasnya pada seseorang dalam melihat problem kehidupan yang ada.

Itulah yang disebut aktivitas refleksif yang mendorong seseorang untuk

melakukan kerja-kerja emansipatoris.

Hal yang berkaitan dengan pemikiran lainnya adalah kebiasaan sebagai

kalangan melakukan pemetaan yang cenderung mengeneralisir masalah,

lebih-lebih pada konstruksinya yang bersifat hirarkis-dikotomis, seperti

teks dengan konteks, teks dengan rasionalitas dan lainnya. Keharusan

berpegang pada teks, seringkali melupakan rasionalitas yang merupakan

potensi dasar manusia. Menarik ketika Masdar Farid Mas’udi mengatakan

bahwa, berpegang pada teks atau tidak hanyalah soal pilihan. Artinya,

dengan atau tanpa teks, manusia dengan potensi dasarnya berupa

rasionalitas dan kebebasan, mampu mengatasi diri dan dunianya jika

mampu mengembangkan akalnya seluas-luasnya. Tanpa memercayai

kemampuan manusia, sangat sulit mengharap perubahan-perubahan ke

arah yang lebih beradab. Dengan mengembalikan fungsi rasio dan

kebebasan akal, manusia akan kembali menjadi makhluk dengan

kemampuan tak terduga.

Page 5: Bangkitnya Kembali Gerakan Pemikiran NUCatatan Dari Muktamar Pemikiran Islam NU

Hal kedua, perlu ditegaskan, Muktamar Pemikiran Islam NU sangat terkait

dengan kenyataan bahwa NU merupakan sebuah gerbong gerakan

kerakyatan dan kebangsaan. Konsern NU terhadap kedua masalah itu

akan sangat ditentukan oleh tradisi pemikiran. Kemandekan gerakan NU

selama ini nampaknya disebabkan “syahwat politik” yang berlebihan,

sehingga NU menjadi organisasi politik, birokratis dan hirarkis yang

memberi hak yang berlebihan pada sekelompok kalangan. Pragmatisme

gerakan NU disebabkan lemahnya perkembangan pemikiran.

Akhirnya, Muktamar yang baru lalu itu menyadarkan kita bahwa selama ini

ada kesalahpahaman dan diskontinyuitas dalam tradisi pemikiran dan

gerakan NU. Itulah yang membuat kita gelisah, menuntut terus bertanya

dan mengeksplorasi kemampuan berpikir secara sungguh-sungguh.

Muktamar hanyalah sebuah persinggahan atau oase bagi kegelisahan-

kegelisahan lainnya: jangan-jangan, Islam yang kita warisi selama ini

adalah Islam “setengah jadi”, dan jangan-jangan pula, NU kita adalah NU

“setengah jadi”.

13/10/2003 | Kolom, | #

http://islamlib.com/id/artikel/bangkitnya-kembali-gerakan-pemikiran-nu