balitbangda prov. kaltim laut... · 2019. 9. 14. · juga dengan pembudidayaan ikan di jaring apung...
TRANSCRIPT
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
i
SUSUNAN TIM PENELITI
No. N a m a Jabatan
1 Kepala Balitbangda Pengarah
2 Kepala Bidang Ekonomi dan Pembangunan Koordinator
3 Kasubbid Ekonomi dan Keuangan Wakil Koordinator
4 Drs. Syaiful Anwar Anggota
5 Ir. Ernayati, MP Anggota
6 Bramantyo adi Nugroho, SE., M.EC.Dev Anggota
7 Puput Wahyu Budiman, ST Anggota
8 Anwar Salim, A.Md Anggota
9 Eldin Ratno Pramata Anggota
10 Dr. Asfie Maidie, M.Fish.Sc. Ketua Tim Pelaksana
11 Sumoharjo, S.Pi., M.Si Anggota Tim Pelaksana
12 Erwan Sulistianto, S.Pi., M.Si. Anggota Tim Pelaksana
13 Ir. Ratnawati Anggota Tim Pelaksana
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
ii
KATA PENGANTAR
Rumput laut atau sea weed adalah juga termasuk di dalam kelompok tumbuhan air, yang walaupun berukuran besar,digolongkan ke dalam tumbuhan tingkat rendah yang berbentuk thallus (seperti batang), dikarenakan tidak memiliki batang, daun, akar, ataupun bunga yang sesungguhnya sehingga seringkali pula dikatakan sebagai organisme mirip tumbuhan.
Kota Bontang merupakan salah satu penghasil rumput laut yang layak
diperhitungkan bahkan produksinya dalam bentuk berupa produk rumput laut kering yang di jual ke Sulawesi Selatan dan Surabaya, padahal sebenarnya bisa dikembangkan ke produk setengah jadi untuk keperluan industri besar, yaitu sebagai semi-refined carrageenan (SRC) yang selain menghemat tempat penyimpanan, memudahkan dalam pengangkutan, tetapi juga memiliki harga jual yang lebih tinggi. Untuk mengetahui kemungkinan pembuatan produk semi-refined carrageenan ini di Kota Bontang, maka kami membuat sebuah studi untuk mengetahui potensi secara ekonomis dan teknisnya.
Dari hasil penelitian ini maka dapat diinformasikan Produksi rumput laut kering yang dapat ditingkatkan melalui metode budidaya dasar dan permukaan sekaligus, sehingga bisa tercapai produksi maksimal 300 – 500 kg per bulan per 30 hari tanam. Bahkan pendirian pabrik pengolahan rumput laut ini dapat diusahakan pendiriannya. Masalah teknis mengenai kekurangan tenaga listrik di Bontang dan air bersih dapat diatasi dengan pendirian pembangkit listrik dan pembangunan unit pengolahan air bersih yang juga searah dengan peningkatan jumlah penduduk
Banyak pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan penelitian, untuk
itu kami menghaturkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu antara lain: Dinas Perikanan Kelautan dan Pertanian Kota Bontang, Kelompok Tani dan Nelayan Kota Bontang, Dinas Perindustrian Perdaagangan dan Koperasi Kota Bontang yang telah banyak membantu dan memberikan data yang diperlukan untuk kelancaran penelitian ini. Untuk itu kami juga mohon masukan untuk memperbaiki hasil penelitian ini di waktu mendatang. Kami harap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Samarinda, Desember 2016
Kepala Badan,
Prof.Dr.H.Dwi Nugroho Hidayanto, MPd. NIP. 196002161985111001
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
iii
DAFTAR ISI
Halaman
SUSUNAN TIM PENELITI .......................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ......................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ……………………………………….................. 1
A. Latar Belakang …………………………….............................. 1
B. Tujuan ………………………………………............................. 2
C. Keluaran ……………………………………............................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………................. 3
A. Rumput Laut (sea weed) …………………............................. 3
B. Metode Budidaya Rumput Laut …………............................. 7
C. Produksi Rumput Laut Indonesia …………........................... 9
D. Pengolahan Karaginan ……………………............................ 13
III. METODE PENELITIAN …………………………………............... 15
A. Waktu dan Tempat Penelitian ……………............................. 15
B. Bahan dan Cara Kerja ……………………............................. 15
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………….............. 17
A. Hasil Kunjungan ke PT. Kappa Carrageenan Nusantara,
Pasuruan ………………………..............................................
17
B. Penunjang Pabrik Pengolahan Rumput Laut Di Bontang 21
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………............... 30
A. Kesimpulan …………………………………............................ 30
B. Rekomendasi …………………………………......................... 30
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………... 32
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................... 33
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Produksi Tumbuhan Air Hasil Budidaya .................................. 5
Tabel 2. Potensi Wilayah Pengembangan Rumput Laut ....................... 10
Tabel 3. Total Ekspor Rumput Laut dan Karaginan Januari-Juni 2016 .. 11
Tabel 4. 5 Negara Pengimpor Utama Rumput Laut dari Indonesia ........ 12
Tabel 5. 5 Negara Pengimpor Utama karaginan dari Indonesia ............ 12
Tabel 6. Produksi Rumput Laut di Tingkat Nelayan Bontang ................. 21
Tabel 7. Produksi Pengumpul (Jumlah Rumput Laut Kering Rata-rata
per Bulan) .................................................................................
22
Tabel 8. Perkiraan Produksi Rumput Laut Bontang per Tahun .............. 22
Tabel 9. Kecukupan Produksi untuk Pabrik Semi Refined Carrageenan
(SRC) atau Refined Carrageenan (RC) ....................................
23
Tabel 10. Jumlah Produksi Air Minum dan Terjual dari Tahun 2011
hingga 2014 (Bontang dalam Angka, 2015) .............................
24
Tabel 11. Banyaknya Tenaga Listrik yang Diproduksi dan Terjual di
Kota Bontang (Bontang dalam Angka, 2015) ...........................
25
Tabel 12. Pertumbuhan Penduduk Kota Bontang Tahun 2010 – 2014
(Bontang dalam Angka, 2015) ..................................................
25
Tabel 13. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha di Kota Bontang Tahun 2014 (Bonttang
dalam Angka, 2015) .................................................................
26
Tabel 14. Rumah Tangga Budidaya Pantai dan Laut (Bontang dalam
Angka, 2015) ............................................................................
26
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Jenis rumput laut yang dikonsumsi langsung di Jepang
(sumber: bing.com) ................................................................
6
Gambar 2. Proses Pengolahan Rumput Laut untuk Menjadi SRC dan
RC
14
Gambar 3. Pengeringan Karaginan Lembaran di Pabrik PT. Kappa
Carrageenan (Sumber: Kusumanto, 2014)
17
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
vi
STUDI KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS INDUSTRi TEPUNG RUMPUT
LAUT SEMI-REFINED CARRAGEENAN (SRC) DI BONTANG
ABSTRAK
Kota Bontang merupakan salah satu wilayah di Kalimantan Timur dengan lebih 70% wilayahnya adalah perairan laut mendukung pembudidaya rumput laut kering dengan produksi 5.300 ton di tahun 2013 menjadi 14.000 ton di tahun 2014. Produksi rumput laut di Kota Bontang masih dalam bentuk berupa produk rumput laut kering yang di jual ke Sulawesi Selatan dan Surabaya. Pada kenyataannya hasil ini dapat dikembangkan ke produk setengah jadi untuk keperluan industri besar, yaitu sebagai semi-refined carrageenan (SRC) yang selain menghemat tempat penyimpanan, memudahkan dalam pengangkutan, tetapi juga memiliki harga jual yang lebih tinggi. Penelitian ini di bertujuan memberikan penjelasan mengenai potensi dipandang dari segi ekonomis dan kemampan teknis industri rumput laut setengah jadi atau semi-refined carrageenan dan untuk mengetahui potensi industri semi-refined carrageenan ini Kota Bontang dapat dikembangkan suatu skala usaha dan pengembangan budidaya rumput laut yang lebih intensif. Penelitian yang dilaksanakan di Kota Bontang selama 3 bulan di tahun 2016, dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan secara sampling, yang menyangkut jarak tanam, jumlah bentang tali per petani, berat kering per rumpun atau per tali, dan wilayah yang memungkinkan untuk budidaya rumput laut. Data penelitian diperoleh dari kantor pemerintah mengenai total produksi di Kota Bontang per tahunnya dengan pengamatan langsung di masyarakat untuk mengetahui produksi mereka. Wawancara dilakukan dengan pembudidaya rumput laut di Desa Melahing dengan dipandu questioner untuk mengetahui apakah mereka memiliki pengetahuan untuk memproduksi semi-refined carrageenan dan minat untuk membuat produk ini. Responden ditentukan secara kebetulan di hari melakukan wawancara karena para pembudidaya mudah untuk ditemui sekitar area budidaya rumput laut di Pulau Melahing. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel atau grafik, dan selanjutnya ditampilkan analisis ekonomisnya. Hal yang penting dipersiapkan untuk pembangunan pabrik, yaitu Bahan baku rumput laut, Tenaga ahli, Tenaga kerja, Bahan pendukung, Mesin dan spare part, Sarana prasarana, Pasar (market). Kota Bontang adalah kota industri dengan tenaga kerja pendatang yang semakin meningkat, maka pendirian pabrik pengolahan rumput laut ini dapat diusahakan pendiriannya. Produksi rumput laut kering yang dapat ditingkatkan melalui metode budidaya dasar dan permukaan sekaligus, sehingga bisa tercapai produksi maksimal 300 – 500 kg per bulan per 30 hari tanam. Masalah teknis mengenai kekurangan tenaga listrik di Bontang dan air bersih dapat diatasi dengan pendirian pembangkit listrik dan pembangunan unit pengolahan air bersih yang juga searah dengan peningkatan jumlah penduduk. Kata kunci : Potensi Ekonomi, Rumput laut, semi-refined carrageenan (SRC)
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kota Bontang merupakan salah satu wilayah di Kalimantan Timur
dengan luasan wilayah terkecil hanya seluas 49 752,56 ha yang lebih 70 %
wilayahnya adalah perairan laut (http://georegionalindonesia.blogspot.com).
Pengembangan pemanfaatan perairan laut di Bontang adalah dilakukan
juga dengan pembudidayaan ikan di jaring apung untuk jenis ikan putih,
kakap, dan kerapu, serta budidaya rumput laut dari jenis Eucheuma
denticulatum (atau E. spinosum) dan Kappaphychus alvarezii (atau E.
cottoni).
Budidaya rumput laut di Kota Bontang dilakukan dengan metode
apung menggunakan bentangan tali. Di tahun 2014 ada sekitar 334 orang
pembudidaya rumput laut kering dengan produksi hanya sekitar sekitar 150
ton per bulan (meningkat dari 5 300 ton di tahun 2013 menjadi 14 000 ton di
tahun 2014). Walaupun secara produksi Kota Bontang masih dibawah
Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Berau, tetapi proyeksi ke
depannya Kota Bontang diharapkan dapat memproduksi sekitar 400 ton ber
bulannya (Antara com, Mei 2015).
Produksi rumput laut di Kota Bontang masih dalam bentuk berupa
produk rumput laut kering yang di jual ke Sulawesi Selatan dan Surabaya,
padahal sebenarnya bisa dikembangkan ke produk setengah jadi untuk
keperluan industry besar, yaitu sebagai semi-refined carrageenan (SRC)
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
2
yang selain menghemat tempat penyimpanan, memudahkan dalam
pengangkutan, tetapi juga memiliki harga jual yang lebih tinggi. Untuk
mengetahui kemungkinan pembuatan produk semi-refined carrageenan ini
di Kota Bontang, maka kami membuat sebuah study untuk mengetahui
potensi secara ekonomis dan teknisnya.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan:
1. Memberikan penjelasan mengenai potensi dipandang dari segi
ekonomis dan kemampan teknis industri rumput laut setengah jadi atau
semi-refined carrageenan di Kota Bontang.
2. Dengan diketahuinya potensi industry semi-refined carrageenan ini Kota
Bontang dapat dikembangkan suatu skala usaha dan pengembangan
budidaya rumput laut yang lebih intensif
C. Keluaran
Hasil dari penelitian ini diperoleh keluaran adalah: sebuah laporan
studi yang menjelaskan potensi industry semi-refined carrageenan rumput
laut di Kota Bontang
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumput Laut (sea weed)
Tumbuhan air (aquatic plant) merupakan suatu jenis organisme air
yang hidup di permukaan, tenggelam, ataupun muncul mencuat dari
permukaan air. Tumbuhan air memiliki ukuran yang beragam mulai dari
hanya sel tunggal (unicellular) hingga yang berukuran besar tersusun
banyak sel atau multicellular. Tumbuhan air hidup di semua jenis air, yaitu air
tawar (fresh water), payau (brackish water), dan laut (sea water). Sejak lama
tumbuhan telah menjadi obyek budidaya terpenting di seluruh dunia,
utamanya di Asia, Eropa, dan Amerika Utara. Beragam manfaat dari
tumbuhan air ini, yaitu: sebagai bahan makanan manusia dan hewan, untuk
produksi bahan kimia tertentu, untuk perlakuan kualitas air, dan produksi
konversi energy. (Parker, 2002). Pemanfaatan rumput laut dapat ditinjau
kembali pada abad ke 4 di Jepang, dan abad ke 6 di China (McHugh, 2013).
Di Jepang, menurut (Tokuda et al, 1995) rumput laut memiliki fungsi yang
beragam, yaitu:
a. Sebagai barang persembahan (shinsen) terhadap dewa
b. Dianggap sebagai karunia dewa, sehinggga harus dibuatkan upacara
penghormatan khusus
c. Sebagai bahan makanan, utamanya jenis kombu (Laminaria japonica),
wakame, amanori, serta jenis lain seperti aonori, tengusa dll
d. Sebagai pakan untuk ternak rusa, kelinci, dll
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
4
e. Sebagai pupuk tanaman
f. Sebagai bahan obat-obatan
g. Sebagai bahan baku industri kimia
Sekarang, selain Jepang dan China, Republik Korea merupakan
consumer rumput laut terbesar ke 3 di dunia yang menggunakannya sebagai
bahan makanan. Dikarenakan penduduk dari negara ini juga berimigrasi
dengan membawa kebiasan makannya, maka kebiasan mengkonsumsi
rumput laut ini juga menyebar ke belahan lain dunia, menyebabkan rumput
laut di alam tak dapat lagi memenuhi kebutuhan, sehingga muncullah usaha
untuk membudidayakannya. Sekarang ini, 90% rumput laut yang beredar di
pasaran adalah merupakan rumput laut hasil budidaya (McHugh, 2013).
Rumput laut atau sea weed adalah juga termasuk di dalam kelompok
tumbuhan air, yang walaupun berukuran besar,digolongkan ke dalam
tumbuhan tingkat rendah yang berbentuk thallus (seperti batang),
dikarenakan tidak memiliki batang, daun, akar, ataupun bunga yang
sesungguhnya, sehingga seringkali pula dikatakan sebagai organisme mirip
tumbuhan (plant like organisms) (Ariga, 1996). Rumput laut atau ganggang
(algae) yang hidup di laut terdiri dari 3 golongan besar berdasarkan warna
dari thallus, yaitu: ganggang coklat (Phaeophyta), ganggang merah
(Rhodophyta), dan ganggang hijau (Chlorophyta)
(www.seaweed.ie/algae/seaweeds.php).
Rumput laut di dunia merupakan produk perikanan yang
pemanfaatannya semakin meningkat dari tahun ke tahunnya, dan utamanya
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
5
adalah hasil pembudidayaan. Berdasarkan data FAO (2016) tercatat:
Tabel 1. Produksi Tumbuhan Air Hasil Budidaya
Jenis
Produksi (ribuan ton)
2005 2010 2013 2014
Kappaphycus alvarezii dan
Eucheuma spp 2 444 5 629 10 394 10 992
Laminaria japonica
(kombu) 4 371 5 147 5 942 7 655
Gracilaria spp 936 1 696 3 463 3 752
Undaria pinnatifida
(wakame) 2 440 1 537 2 079 2 359
Porphyra spp (nori) 1 287 1 637 1 861 1 806
Sargassum fusiforme 86 78 152 175
Spirulina spp 48 97 82 86
Other aquatic plant 1 892 3 172 2 895 482
Total 13 504 18 993 26 868 27 307
Sumber: FAO (2016)
Dari data di Tabel 1 ini terlihat bahwa rumput laut penghasil
karagenan yaitu Kappahycus alvarezii dan jenis Eucheuma merupakan
produk yang paling banyak diproduksi di dunia. Sedangkan jenis rumput laut
yang dikonsumsi langsung seperti wakame, nori, dan kombu yang juga
menempati produk tumbuhan air hasil budidaya adalah merupakan rumput
laut yang dibudidayakan dan dikonsumsi di Jepang sejak lama.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
6
Gambar 1. Jenis rumput laut yang dikonsumsi langsung di Jepang (sumber:
bing.com)
Indonesia merupakan negara dengan produk perikanan laut (fish
capture) dan perikanan budidaya terbesar kedua di dunia setelah China.
Pada tahun 2014, hasil perikanan budidaya Indonesia yang terdiri dari
berbagai species baik dari perikanan air tawar dan laut adalah sebesar 14
330 900 ton, sedangkan China yang berada di posisi puncak adalah sebesar
58 795 300 ton (FAO, 2016). Demikian juga halnya dengan produk dari
budidaya rumput laut. Sejak tahun 1967 rumput laut telah mulai
dibudidayakan di Indonesia (repository.ipb.co.id), walaupun terdapat juga
jenis rumput laut yang terdapat liar (wild species) dalam jumlah cukup besar
di perairan Indonesia seperti Gracilaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea
(Rhodophyta), Sargasum dan Tubrinaria (Phaeophyta). Dari beragam jenis
rumput laut tersebut, yang dibudidayakan, dikembangkan dan
diperdagangkan secara luas di Indonesia adalah jenis karaginofit:
Eucheuma spinosium, Eucheuma edule, Eucheuma serra, Eucheuma
cottonii (Kappaphycus alvarezii), dan Eucheuma spp), agarofit: Gracilaria
spp, Gelidium spp dan Gelidiella spp), serta alginofit: Sargassum spp,
Laminaria spp, Ascophyllum spp dan Macrocystis spp, yang merupakan
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
7
bahan baku berbagai industri karena merupakan sumber keraginan (tepung
rumput laut), agar-agar dan alginate. Rumput laut asal Indonesia, seperti
juga yang dihasilkan dari negara-negara lain, diminati oleh industri karena
mengandung sumber keraginan, agar-agar dan alginate yang cukup tinggi
dan cocok digunakan sebagai bahan baku industri makanan, pelembut rasa,
pencegah kristalisasi es krim dan obat-obatan. Selain itu, rumput laut dari
Indonesia juga dapat digunakan sebagai bahan baku benang jahit operasi
(sea cut-gut), dekorasi porselen (pengikat warna dan plasticizer), industri
kain (pengikat warna), industri kertas (lackuer dan penguat serta pelicin
kertas), industri fotografi (pengganti gelatin), bahan campuran obat (obat
penyakit: gondok/ basedow, rheumatic, kanker, bronchitis kronis/
emphysema, scrofula, gangguan empedu/ kandung kemih, ginjal, tukak
lambung/ saluran cerna, reduksi kolestrol darah, anti hipertensi, menurunkan
berat badan, anti oksidan), bahan bakar bio fuel dan lain sebagainya
(Anonim, 2013).
B. Metode Budidaya Rumput Laut
Rumput laut dapat diusahakan dalam skala desa, dan industry, atau
bahkan campuran antara keduanya.
1. Dalam skala desa, masing-masing rumah tangga membudidayakan
rumput laut, dan hasil budidaya selanjutnya dijual kepada pengumpul,
dan dari pengumpul kepada pabrik ataupun kepada pengumpul yang
lebih besar lagi sebelum dijual kepada pabrik atau eksport
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
8
2. Skala Industri, yaitu pemilik modal mencari suatu daerah yang sesuai
untuk budidaya rumput laut, dan lalu mempekerjakan pegawainya untuk
membudidayakan rumput laut.
3. Campuran Industri dan Desa, dimana pemilik modal memberikan
pinjaman modal kepada masyarakat untuk mengembangkan rumput laut,
dan hasilnya dibeli untuk diolah atau dijual lagi kepada pabrik (Anonim,
2012).
Penanaman rumput laut jenis K. alvarezii menurut Neish (2008)
adalah sebagai berikut:
1. Berdasar lokasi:
a. On-bottom: bibit rumput laut langsung ditanam ke dasar laut
b. Off-bottom: bibit rumput laut ditempatkan diatas permukaan dasar
laut
c. Mid-water: penempatan bibit rumput laut yang dibudidayakan berada
di kolom air
d. Surface: budidaya rumput laut berada di permukaan laut
e. On land: budidaya rumput laut berada di dalam kolam yang berada di
wilayah pasang-surut, ataupun diatas wilayah pasang-surut
2. Berdasarkan arah:
a. Horizontal : apabila penempatan rumput laut searah dasar laut
b. Perpendicular : jika bibit ditempatkan secara tegak (vertical) ataupun
miring (perpendicular) terhadap dasar atau permukaan laut
c. Mixed: adalah jika bentangan bibit tidak diikat pada suatu tempat,
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
9
tetapi bebas mengikuti pergerakan air
3. Berdasarkan Metode Pengikatan:
a. Tongkat atau Batu: dimana bibit diikat dekat dasar laut
b. Mengapung dan Berjangkar: bibit diikat untuk budidaya di kolom air
ataupun dekat permukaan air.
c. Rakit: diikat pada rakit yang terbuat dari bamboo maupun rakit plastic
berbentuk tabung
d. Daratan: dimana menggunakan system kolam di daratan, wilayah
pasang-surut ataupun diatasnya
4. Berdasarkan Metode Penempelan
a. Tanpa : bibit dibiarkan bebas tanpa penempelan di dasar laut
b. Enclosure : bibit dibiarkan tanpa penempelan, bebas dalam suatu
wadah
c. Tie: bibit masing-masing diikat kepada substrat dengan
menggunakan tali jerat
d. Loop: bibit rumput laut dibundel pada substrat
C. Produksi Rumput Laut Indonesia
Luas indikatif lahan yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya
komoditas rumput laut Indonesia mencapai 769.452 ha, dan dari luasan ini
baru sekitar 50% atau seluas 384.733 ha yang secara efektif dimanfaatkan.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
10
Tabel 2. Potensi Wilayah Pengembangan Rumput Laut
No
Provinsi
LUAS (ha)
indikatif efektif
1 2 3 4
1 Nangroe Aceh Darussalam 24282 12141
2 Sumatera Utara 19863 9932
3 Sumatera Barat 33742 16871
4 Riau 0 0
5 Kepulauan Riau 0 0
6 Jambi 7646 3823
7 Bengkulu 6172 3086
8 Sumatera Selatan 12236 6118
9 Bangka Belitung 76657 38329
10 Lampung 15819 7910
11 Banten 1814 907
12 DKI Jakarta 1641 821
13 Jawa Barat 0 0
14 Jawa Tengah 0 0
15 D.I. Yogyakarta 0 0
16 Jawa Timur 12755 6378
17 Bali 4701 2351
18 Nusa Tenggara Barat 45330 22665
19 Nusa Tenggara Timur 68764 34382
20 Kalimantan Barat 0 0
21 Kalimantan Tengah 0 0
22 Kalimantan Selatan 10208 5104
23 Kalimantan Timur 11495 5748
24 Sulawesi Utara 3598 1799
25 Gorontalo 20621 10311
26 Sulawesi Tengah 65426 32713
27 Sulawesi Selatan 13201 6601
28 Sulawesi Tenggara 54770 27385
29 Maluku 99185 49593
30 Maluku Utara 82179 41090
31 Irian Barat 51591 25796
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
11
1 2 3 4
32 Papua Tengah 22009 11005
33 Papua Timur 3747 1874
Sumber : Master Plan Program Kawasan Budidaya Laut, Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya
Berdasarkan dari data FAO yang dikeluarkan pada Maret 2015,
Indonesia telah menjadi penghasil terbesar rumput laut di dunia, utamanya
untuk produk rumput laut penghasil karaginan Eucheuma dan Kappaphycus
dengan produksi sebesar 8,3 juta ton.
Tabel 3. Total Ekspor Rumput Laut dan Karaginan Januari-Juni 2016
Jenis Januari – Juni 2015
(ton)
Januari – Juni 2016
(ton)
Rumput laut dan
ganggang lainnya 99 425,5 81 159,1
Karaginan 2 423,6 2 611,1
Sumber: BPS (2016)
Dari Tabel diatas bisa terlihat bahwa produk rumput laut dalam bentuk kering
dan lainnya mengalami penurunan jumlah yang diekspor pada tahun 2016
dibanding pada tahun 2015, tetapi produk olahar rumput laut berupa
karaginan justru mengalami peningkatan jumlah ekspor, dari 2 423,6 ton di
tahun 2015 menjadi 2 611,1 ton di tahun 2016.
Rumput laut dalam bentuk kering curah, ataupun bentuk kering
lainnya diekspor ke berbagai negara, dengan negara pengimpor utama
adalah China, seperti yang terlihat dalam Tabel 4 berikut.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
12
Tabel 4. 5 Negara Pengimpor Utama Rumput Laut dari Indonesia
Negara Pengimpor Tahun 2015 (ton) Tahun 2016 (ton)
China 72 502 884 66 850 278
Chile 5 250 240 3 140 670
Vietnam 4 907 589 826 214
Philippines 4 382 517 2 168 130
Korea 4 134 762 2 338 235
Sumber: BPS (2016)
Sedangkan untuk produk rumput laut berupa karaginan, justru Amerika
Serikat yang mendominasi dalam mengimpor karaginan dari Indonesia.
Tabel 5 di bawah menunjukkan 5 negara pengimpor terbesar karaginan
Indonesia di tahun 2016.
Tabel 5. 5 Negara Pengimpor Utama karaginan dari Indonesia
Negara Pengimpor Tahun 2015 (ton) Tahun 2016 (ton)
Unites States of America 396 122 338 554
Denmark 384 200 395 700
Netherland 350 159 397 500
Germany 258 000 213 000
England 238 600 297 800
Sumber: BPS (2016)
Penyebaran budidaya rumput laut di Indonesia memang hampir
terdapat di semua provinsi yang memiliki wilayah laut, tetapi berdasarkan
jumlah produksi yang terdata oleh Dirjen Budidaya KKP di tahun 2013
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
13
produksi terbesar adalah pada provinsi-provinsi: Sulawesi Selatan (lebih 2,4
juta ton rumput laut kering) , Nusa Tenggara Timur (mendekati 2 juta ton),
dan Sulawesi Tenggara (lebih dari 1,2 juta ton)
(http://www.djpb.kkp.go.id/public/upload/statistik_lainnya/Statistik%20Kerap
u,%20Nila,%20RL.pdf). Kendala utama adalah bahwa produksi rumput laut
penghasil carrageenan di Indonesia yang sudah menjadi terbesar di dunia
itu hanya didukung oleh 3 buah industri pengolah karaginan, yaitu 2 buah
milik pengusaha asing dan hanya 1 buah milik warga negara Indonesia.
Padahal dengan pengolahan rumput laut kering menjadi karaginan akan
memberikan nilai tambah lebih dari 100 % (Kompas. Com. 28 Januari 2013).
D. Pengolahan Karaginan
Untuk memudahkan dalam penyimpanan, transportasi, dan
peningkatan harga jual, rumput laut kering bisa diolah menjadi produk
semi-refined carrageenan dengan cara perebusan dalam larutan basa,
pemutihan, pengeringan, dan penggilingan (McHugh, 2013).
Setelah rumput laut dipanen, diperlukan pengeringan untuk
memenuhi standar rumput laut dengan kadar air 30 %, tanpa ada kerusakan
akibat dibasahi air tawar, tanpa adanya pasir dan barang lain, serta tidak
tercampurnya dengan kotoran dari hewan. Rumput laut harus disimpan
dalam gudang tersendiri, dan dengan pengaturan kelembaban yang
memadai. Rumput laut tidak boleh disimpan melebihi 6 bulan, untuk
mencegah terjadinya fermentasi yang akan merusak mutu rumput laut kering
(Anonim, 2012).
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
14
Pada dasarnya rumput laut penghasil karaginan dapat diolah menjadi
2 jenis produk, yaitu: refined carrageenan (RC) dan semi refined
carrageenan (SRC), dengan alur produksi sebagai berikut (McHugh, 2013:
Gambar 2. Proses Pengolahan Rumput Laut untuk Menjadi SRC dan RC
CLEANED and WASHED SEAWEED
KOH EXTRACTION KOH EXTRACTION
RECYCLE WATER WASHING FRESHWATER WASHING AND
CHOPPING
SUN DRYING COLOUR REMOVAL
OPEN BIN DRYING FRESH WATER WASHING
MILLING CLOSED DRYING
SEMI REFINED
CARRAGEENAN STERILISING (OPTIONAL)
MILLING
PROCESSED EUCHEUMA
SEAWEED CARRAGEENAN BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
15
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Sebagai lokasi penelitian adalah Bontang dengan lama penelitian
berlangsung selama 3 bulan, mulai dari persiapan hingga penyusunan
laporan.
B. Bahan dan Cara Kerja
1. Melakukan pengamatan langsung di lapangan secara sampling, yang
menyangkut jarak tanam, jumlah bentang tali per petani, berat kering per
rumpun atau per tali, dan wilayah yang memungkinkan untuk budidaya
rumput laut.
2. Selain memperoleh data penelitian dari kantor pemerintah mengenai
total produksi di Kota Bontang per tahunnya, dilakukan juga pengamatan
langsung di masyarakat untuk mengetahui produksi mereka.
3. Kepada pembudidaya rumput laut di Desa Melahing dilakukan dilakukan
wawancara langsung dengan dipandu sebuah questioner untuk
mengetahui apakah mereka memiliki pengetahuan untuk memproduksi
semi-refined carrageenan dan minat untuk membuat produk ini.
Responden tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi ditemukan secara
kebetulan di hari melakukan wawancara. Pertimbangan ini dilakukan
karena para pembudidaya mudah untuk ditemukan, akibat mereka
bertempat tinggal di sekitar area budidaya rumput laut di Pulau Melahing
ini.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
16
4. Untuk mengetahui biaya pendirian sebuah industry semi-refined
carrageenan dilakukan juga study banding di Surabaya.
5. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel atau
grafik, dan selanjutnya ditampilkan analisis ekonomisnya.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
17
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Kunjungan ke PT. Kappa Carrageenan Nusantara, Pasuruan
Pembangunan pabrik karagenan di Kota Bontang sangat memerlukan
persiapan yang matang, baik teknis maupun non teknis. Menurut Hamzah,
pemilik PT Kappa Carrageenan Nusantara, yang berdomisi di Pasuruan
Jawa Timur, beberapa hal yang mesti dipersiapkan untuk pembangunan
pabrik adalah :
1. Bahan baku rumput laut
2. Tenaga ahli
3. Tenaga kerja
4. Bahan pendukung
5. Mesin dan spare part
6. Sarana prasarana
7. Pasar (market)
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
18
Dari seluruh persyaratan pendirian pabrik karagenan, point 1 sampai 5
seharusnya dapat dipenuhi oleh Pemerintah Kota Bontang. Hasil produksi
rumput laut yang berlimpah setiap tahunnya mampu menjadi pasokan yang
stabil sebagai bahan baku pabrik.
Jumlah sumberdaya manusia yang tinggi diharapkan mampu
menjalan operasionalsasi pabrik dengan baik. Tenaga ahli bisa didatangkan
untuk menjalankan usaha, dan diharapkan akan terjadi alih pengetahuan
dalam hal operasionalisasi pabrik.
Bahan pendukung yang digunakan dalam pengolahan karagenan
yang bersifat kimiawi masih dapat dipenuhi. Mesin dan sparepart juga bisa
diperoleh dipasaran, karena banyak perusahaan yang telah memproduksi
dan menjual mesin dan spare part pabrik pengelohan karagenan. Selain itu,
diharapakan akan terjadi proses alih teknologi dari tenaga ahli dalam hal
modifikasi alat dan mesin pabrik yang sesuai dengan kebutuhan. Secara
garis besar, peralatan di pabrik milik Pak Hamzah ini terdiri dari:
1. Bak pencuci rumput laut kering yang dilengkapi dengan crane
pengangkat wadah rumput laut bersaringan
2. Bak basa pekat KOH yang juga dilengkapi dengan crane pengangkat
wadah rumput laut bersaringan
3. Bak pencuci rumput laut hasil perendaman dengan basa KOH (dari sini
sudah terbentuk Semi Refined Carrageenan atau SRC)
4. Bak perebusan
5. Unit Filtrasi
6. Bak coagulase dengan larutan KCl konsentrasi rendah
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
19
7. Mesin Pengeringan
8. Mesin Penepungan
Sarana prasarana (lokasi, air, listrik dan pengolahan limbah) mungkin
menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan. Mengingat pabrik karagenan
sangat memerlukan energy dan air bersih pada proses produksinya, maka
kesedian energi (listrik) dan pasokan air bersih harus bersifat kontinyu.
Karena jika pasokan terganggu maka akan berakibat terganggunya proses
produksi dan biaya akan semakin membengkak.
Gambar 3. Pengeringan Karaginan Lembaran di Pabrik PT. Kappa
Carrageenan (Sumber: Kusumanto, 2014)
Satu hal yang jangan dilupakan adalah market (pasar). China
merupakan salah satu negara yang memproduksi karegenan dalam sekala
besar, sehingga mampu mengekspor hingga keluar negeri termasuk
Indonesia. Dengan harga yang lebih murah mereka mampu bertahan hingga
saat ini sebagai pemasok karagenan di Indonesia. Hal tersebut sebenarnya
bisa menjadi “cambuk” bagi Pemerintah Kota Bontang untuk mengambil alih
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
20
pangsa pasar karagenan di Indonesia atau bahkan luar negeri. Karena Kota
Bontang memiliki sumberdaya alam yang berlimpah terutama rumput laut
sehingga mampu menghasilkan produk karagenan yang lebih baik dengan
harga yang sesuai dengan kualitasnya. Mengingat China memiliki empat
musim, sehingga hanya mampu memproduksi rumput laut hanya satu musim
saja sebagai bahan baku karagenan, selebihnya sangat berharap dari
negara-negara lain untuk memasok rumput laut, salah satunya Indonesia.
Dari hasil diskusi dengan Pak Hamzah ini bisa diketahui bahwa produksi
karagenannya tidak hanya dijual untuk kebutuhan ekspor, tetapi juga
melayani pembelian di dalam negeri walaupun itu dalam sekala kecil
1-beberapa kilogram saja yang dilakukan oleh para penjual bakso, mie dll.
Selain dalam bentuk tepung karagenan, produk lain yang juga diproduksi
oleh pabrik Pak Hamzah ini adalah produk semi refined carrageenan (SRC),
dan produk olahan jadi seperti tabung kapsul, dan minuman jelly ataupun ice
cream.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
21
B. Penunjang Pabrik Pengolahan Rumput Laut di Bontang
1. Produksi Rumput Laut
Tabel 6. Produksi Rumput Laut di Tingkat Nelayan Bontang
Produksi Kering per
Orang (Ton/30 hari
pemeliharaan)
Sarana dan Prasarana Biaya (Rp)
Produksi Maksimal :1,5 – 2
Produksi biasa: 300 kg –
500 kg
Dalam setahun maksimal 8
kali pemeliharaan
a. Rakit: kayu pancang
ulin, tali penambat (1
gulung: 130 m), tali
pengikat bibit (plastic
pembungkus es),
pelampung (botol
plastic)
b. Bibit: 1 ton per 10
jalur (1 jalur = 30 m)
c. Pekerja pemasangan
bibit (pilihan)
d. Perahu bermesin
e. Bahan bakar (2 L
bensin per hari)
f. Konsumsi (rokok,
minum, makan)
15.000.000,-
2.50. 000,-
-
-
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
22
Tabel 7. Produksi Pengumpul (Jumlah Rumput Laut Kering Rata-rata per
Bulan)
Minimal Tertampung
(Ton)
Maksimal Tertampung
(Ton)
Modus (Ton)
5 20 5 - 10
Pusat Rumput Laut Bontang (Bontang Kuala dan
Loktuan, Berebas Tengah, Selangan dan
Loktunggu, Pagung, Tihi-tihi, Melahing dan Gusung)
jika terdapat sebanyak 2 pengumpul di
masing-masing area, maka diperkirakan akan
tertampung rumput laut kering sebanyak:
- Minimal 70
ton per
bulan
- Maksimal
280 ton per
bulan
- Modus: 70 –
140 ton per
bulan
Tabel 8. Perkiraan Produksi Rumput Laut Bontang per Tahun
Tahun Pembudidaya
*
Perkiraan Produksi Rumput Laut Kering
(Ton)
2013 443 orang a. Pada produksi maksimal 1,5 – 2 ton,
maka dalam setahun ada: 5316 -7088
ton, atau 443 – 590 ton per bulan
b. Pada produksi biasa 300 kg – 500 kg,
maka dalam setahun ada: 1063,2 –
1772 ton, atau 88,6 – 147,7 ton per
bulan
2014 450 orang a. Pada produksi maksimal 1,5 – 2 ton,
maka dalam setahun ada: 5400 -7200
ton, atau 450 – 600 ton per bulan
b. Pada produksi biasa 300 kg – 500 kg,
maka dalam setahun ada: 1080 – 1800
ton, atau 90 – 150 ton per bulan
*Berdasar dari Buku Statistik Bontang Dalam Angka 2013 dan 2014
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
23
Tabel 9. Kecukupan Produksi untuk Pabrik Semi Refined Carrageenan
(SRC) atau Refined Carrageenan (RC)
Type Produksi Pabrik Type I* Pabrik Type
II**
Tindakan
A. Produksi
Maksimal 1,5
– 2 ton
rumput laut
kering per
petani,
produksi 450
– 600 ton per
bulan
Pabrik kapasitas
400 ton/ bulan.
Kelebihan
produksi dapat
dilepas di pasar
bebas atau
eksport
Kapasitas
pabrik 400 ton,
tetapi
mengolah
pada 150 ton
per bulan.
Kelebihan
produksi
rumput laut
kering yang
berlebih
banyak (300 –
450 ton per
bulan) dapat
dijual ke pasar
bebas dan
tidak
mengganggu
ekspor pasar
rumput laut
baku.
Untuk
meningkatkan
produksi ini bisa
dilakukan
dengan jalan
perluasan area
(peningkatan
prasarana dan
sarana
produksi)
ataupun
dengan intensif
teknik budidaya
yang tak hanya
di permukaan
tetapi juga di
dasar laut
B. Produksi
biasa 300 –
500 kg per
bulan
Pada produksi
90 – 150 ton per
bulan, pabrik
type ini sudah
tidak layak
secara
ekonomis untuk
bisa
dioperasikan
Bisa
dioperasikan
dengan baik
dan masih
untung secara
ekonomis
-
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
24
2. Ketersediaan Air Bersih
Tabel 10. Jumlah Produksi Air Minum dan Terjual dari Tahun 2011 hingga
2014 (Bontang dalam Angka, 2015)
2011 2012 2013 2014
Produksi (m3) 5 789 488 6 188 002 - 7 233 233
Terjual (m3) 4 852 509 5 347 551 5 477 817 5 983 526
Hilang (m3) 936 979 840 451 - 1 249 707
Dilihat dari data kondisi air bersih yang tersedia di Kota Bontang, terlihat
semua air yang diproduksi oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
terpakai semua, bahkan kecenderungannya masih belum mencukupi,
karena dari tahun 2011 hingga 2014 yang tercatat, semakin besar
produksinya-pun tetap tak terjadi kelebihan, sehingga agak sulit pada
waktu sekarang ini untuk bisa mendukung pembangunan pabrik
pengolahan rumput laut menjadi carrageenan yang sangat
membutuhkan ketersediaan air bersih dalam jumlah yang besar untuk
proses pencucian, penetralan basa KOH dalam proses pengekstraksian,
dan proses pembentukan gel dengan pemberian larutan KCl konsentrasi
rendah.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
25
3. Ketersediaan Listrik
Tabel 11. Banyaknya Tenaga Listrik yang Diproduksi dan Terjual di Kota
Bontang (Bontang dalam Angka, 2015)
2011 2012 2013 2014
Produksi Listrik
(Kwh)
112972848 123576997 143264064 154905143
Listrik Terjual
(Kwh)
102942949 113327111 128450976 148123524
Sama seperti pada ketersediaan air bersih, ketersediaan listrik di Kota
Bontang juga dalam keadaan yang pas-pasan, dan kecenderungannya
juga semakin meningkat dibutuhkan, walaupun produksinya juga terus
meningkat. Penggunaan listrik dalam proses pengolahan rumput laut
menjadi semi refined carrageenan ataupun carrageenan sangat
membutuhkan listrik yang cukup, yaitu dalam: penerangan dan peralatan
produksi (ketel, pompa air, pengaduk, pengangkatan, penyaringan, dll).
4. Ketersediaan Tenaga Kerja
Tabel 12. Pertumbuhan Penduduk Kota Bontang Tahun 2010 – 2014
(Bontang dalam Angka, 2015)
Tahun Jumlah (orang)
2010 143 683
2011 148 412
2012 152 089
2013 155 880
2014 159 614
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
26
Tabel 13. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Usaha di Kota Bontang Tahun 2014 (Bonttang
dalam Angka, 2015)
Kelompok Pekerjaan Jumlah Penduduk
(orang)
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 23 468
Jasa-jasa 13 221
Pertanian 7 809
Konstruksi 6 192
Pertambangan dan Penggalian 5 589
Industri Pengolahan 5 485
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4 529
Pengangkutan dan Komunikasi 2 043
Listrik, Gas, dan Air Bersih 190
Tabel 14. Rumah Tangga Budidaya Pantai dan Laut (Bontang dalam
Angka, 2015)
Tahun Jumlah Rumah Tangga
2012 397
2013 443
2014 450
Dilihat dari potensi tenaga kerja atau sumber daya manusia (SDM)
menampakkan pertumbuhan positif dari tahun ke tahunnya seiiring
dengan meningkatnya penduduk Kota Bontang. Walaupun bukan dalam
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
27
jumlah yang terbesar, kelompok pertanian masih menduduki peringkat
ke 3 untuk kelompok pekerjaan yang sebenarnya dapat dikatakan aneh
untuk Kota Bontang yang dikenal sebagai Kota Industri. Kecenderungan
posistif untuk penduduk dan tenaga kerja di bidang pertanian ini juga
terlihat dari peningkatan dari tahun ke tahun untuk rumah tangga yag
bekerja di bidang pembudidayaan pantai, yang dalam hal ini adalah
mengusahakan karamba ikan laut dan budidaya rumput laut.
5. Perhitungan Ekonomi Pabrik Rumput Laut di Bontang
Dikarenakan studi kelayakan pendirian pabrik karagenan di Kota
Bontang ini telah dilakukan oleh tim dari Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada dan Dinas
Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Menengah dan Kecil
Masyarakat Kota Bontang di Tahun 2014, maka kami hanya
menampilkan ikhtisar dari study tersebut seperti yang terlihat di bawah
ini.
a. Asumsi yang digunakan:
Dua mata uang terlibat yaitu Rupiah Indonesia (IDR) dan Dollar
Amerika (USD).
Kurs tetap yaitu USD 1,00 = IDR 12.000,00.
Kapasitas pabrik: 400 ton rumput laut kering per bulan atau 4
800 ton per bulan, dengan produksi karagenan: 75 ton per bulan
atau 900 ton per tahun
Harga bahan baku rumput laut kering = IDR 8.000,-/kg.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
28
Harga jual produk karaginan = IDR 156.000,-/kg
Harga BBM solar diambil IDR 11.600,-/liter.
Harga Listrik dari PLN diambil IDR 1.059,-/kWh.
b. Kesimpulan Perhitungan Ekonomi:
Item Nilai Kelayakan Keterangan
Net Present Value
(NPV) IDR 43.953.538.494,82 NPV > 0 Layak
Internal Rate of
Return (IRR) 33,02% IRR > 18% Layak
Pay Out Time (POT) 3,14 tahun POT < 5 tahun Layak
Break Even Point
(BEP) 32,83% Produksi minimal
32,83% kapasitas
agar tetap untung
Shut Down Point
(SDP) 11,44% Jika produksi di
bawah 11,44%,
pabrik harus
ditutup
Return on
Investment (ROI) 37,68% ROI > 18% Layak
Seperti yang telah kami bahas di bagian terdahulu dengan
membandingkan pabrik yang dikelola oleh Pak Hamzah (PT. Kappa
Carrageenan), maka walaupun secara ekonomis menguntungkan hasil
dari study terdahulu ini, tetapi mengalami kesulitan dengan kapasitas
produksi yang sebesar 400 ton rumput laut kering per bulan,
dikarenakan produksi petani Kota Bontang belum mencukupi. Selain itu,
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
29
harga jual yang sebesar Rp. 156.000 per kg karageenan bubuk juga
menjadi kendala, dikarenakan harga jual di tahun 2016 ini hanya
sebesar Rp. 113.000,- per kg.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
30
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Dari study ini diketahui bahwa Kota Bontang sangat memungkinkan untuk
mendirikan pabrik pengolahan rumput laut, apakah itu menjadi Semi refined
Carrageenan (SRC) ataukah menjadi tepung Refined Carrageenan (RC),
dengan melihat:
1. Produksi rumput laut kering yang dapat ditingkatkan melalui metode
budidaya dasar dan permukaan sekaligus, sehingga bisa tercapai
produksi maksimal 300 – 500 kg per bulan per 30 hari tanam.
2. Dikarenakan Kota Bontang adalah kota industri dengan tenaga kerja
pendatang yang semakin meningkat, maka pendirian pabrik pengolahan
rumput laut ini dapat diusahakan pendiriannya.
3. Masalah teknis mengenai kekurangan tenaga listrik di Bontang dan air
bersih dapat diatasi dengan pendirian pembangkit listrik dan
pembangunan unit pengolahan air bersih yang juga searah dengan
peningkatan jumlah penduduk
B. Rekomendasi
1. Perlu perbaikan system budidaya rumput laut yang ada di Kota Bontang
agar produksi lebih meningkat
2. Perlu diperbaiki lagi hasil study terdahulu mengenai pendirian pabrik
karagenan di Kota Bontang, perbaikan itu meliputi:
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
31
Kapasitas pengolahan yang tidak 400 kg rumput laut kering, tetapi
menjadi di bawah itu, sekitar 150 – 300 kg rumput laut kering. Selain
dapat menyerap produksi rumput laut yang telah ada, juga produksi
karagenan yang dikeluarkan dapat dipasarkan dengan lebih mudah.
Perlu juga perubahan rencana peralatan di dalam pabrik, yang lebih
ringkas, dan dapat dibangun dengan cepat, misalnya dengan meniru
peralatan yang dipakai di PT. Kappa Carrageenan Pasuruan.
Penggunaan isoprophyl alcohol sebagai koagulan dapat diganti
dengan larutan KCl yang berharga lebih murah dan lebih ramah
lingkungan karena dapat digunakan sebagai pupuk tanaman.
Dari aspek ekonomi, perlu diperhitungkan ulang kelayakan usaha
dari pabrik karagenan ini, yaitu harga jual produk tepung refined
karagenan harus dikalkulasi ulang, tidak Rp. 156.000 per kg, tetapi
hanya berkisar Rp. 100.000 per kg.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
32
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. The Farming of Seaweeds. Indian Ocean Commician, India.
Anonim, 2013. Rumput Laut Indonesia. Warta Ekspor Dirjen PEN Kementerian
Perdagangan, Jakarta.
Ariga, K. 1996. Bioteknologi Rumput Laut (dalam Bahasa Jepang). Dalam
“Bioteknologi danTeknologi Tinggi di Bidang Perikanan” (Orishima, S.
. Editor). Narusanto, Tokyo.
BPS. 2016. Bulletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Ekspor menurut
Kelompok Komoditi dan Negara Juni 2016. Biro Pusat Statistik (BPS),
Jakarta.
FAO. 2016. The State of Fisheries and Aquaculture. FAO, Rome.
McHugh.D. J. 2003. A Guide to the Seaweed Industry. FAO Fisheries Technical
Paper 441. FAO, Rome.
Kusumanto, D. 2014. Kunjungan Belajar ke Pabrik Pengolahan Karagenan
Rumput Laut di Pasuruan Jawa Timur.
http://rumputlautindonesia.blogspot.co.id
Neish, I. C. 2008. Good Agronomy Practices for Kappaphycus and Eucheuma:
Including on overview of basic biology. SEAPlant. Net Monograph no.
1008 HB2F V3 GAP
Parker, R. 2002. Aquaculture Science, Second Edition. Delmar, United of
America.
Tokuda, K., M. Ono, dan K. Ogawa. 1995. The Resources and Cultivation of
Seaweeds (in Japanese). Midorishowa, Tokyo.
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
33
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIODATA PENELITI
Nama lengkap : Dr.Ir. Asfie Maidie. M.Fish.Sc
Tempat dan tanggal lahir : Tenggarong, 30 Desember 1966.
Jenis kelamin : Pria
Agama : Islam
Pendidikan:
Sarjana (S1), pada Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Samarinda
(1988)
Master of Fisheries Science (S2), pada College of Agriculture and Veterinary
Medicine Science, Nihon University, Tokyo (1997)
Doctor of Fisheries Science (S3), pada College of Bioresource Science, Nihon
University, Tokyo (2000)
Kemampuan bahasa:
Bahasa Indonesia (bahasa ibu)
Bahasa Inggris (sedang untuk membaca, menulis, dan mendengar)
Bahasa Jepang (sangat baik untuk membaca, menulis, dan mendengar)
Pekerjaan: Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Mulawarman
Alamat kantor: Jurusan Budidaya FPIK-UNMUL, Kampus G. Kelua, Samarinda
75123. Phone: 0541-748649 Fax: 0541-748654, E-mail:
[email protected] dan [email protected]
Alamat rumah: Jl. Cendana Gg.16,No:13, RT:32, Kel.Karang Anyar, Samarinda
75127. Phone: 0541-7074634
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
34
Keanggotaan profesi:
American Fisheries Society (USA), 1996-life time
World Aquaculture Society (USA), 1997-life time
Japan Aquaculture Society (Japan), 1998-sekarang
Masyarakat Aquakultur Indonesia (MAI), 2004-sekarang
Pengalaman penelitian:
1. Penelitian kualitas air untuk keperluan ANDAL, study kelayakan
lingkungan dan lain-lain di Kalimantan Timur, tahun 1989-sekarang
2. Penelitian kualitas air laut, rumput laut nori dan kelimpahan ikan haze di
Teluk Tokyo, tahun 1995-1998
3. Penelitian kualitas air Akuarium Kassai Rinkai Koen, Tokyo, tahun
1995-1998
4. Penelitian khromosom ikan hias air tawar yang terdapat di Jepang, tahun
1996-1998
5. Penelitian potensi perikanan di kabupaten dan kota di Kalimantan
Timur,kerjasama antara kabupaten, kota dengan FPIK-UNMUL tahun
2001-sekarang
6. Penelitian tambak ramah lingkungan, kerjasama UNESCO-PBB,
Kitasato Univ. Jepang dan FPIK-UNMUL, 2005
7. Penelitian produktivitas tambak di delta Mahakam, kerjasama PT. Total
dan FPIK-UNMUL, tahun 2004-2005
8. Penelitian potensi budidaya ikan local pada kolam pengendap bekas
tambang batubara PT KPC, tahun 2005-2006
9. Penelitian biota aquatic di wilayah kerja PT. KPC, tahun 2007- sekarang
10. Penelitian microflora intestine ikan penghasil vitamin B12, tahun 2009.
Riset Strategis Nasional DIKTI.
Publikasi Ilmiah yang utama:
Sugita, H., R. Okano., T. Ishigaki. E. Aono, N. Akiyama, M. Asfie, and Y. Deguchi.
1998. Perubahan microflora dalam aquarium air laut system resirkulasi tertutup,
dan pengaruhnya terhadap Japanese flounder pada tahap juvenile (in
Japanese). Suisanzoshoku 46(2): 237-242
Sugita, H., T. Ishigaki, D. Iwai, Y. Suzuki, R. Okano, S. Matsuura, M. Asfie, E.
Aono, and Y. Deguchi. 1998. Antibacteria pada bakteri intestine yang diisolasi
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
35
dari 3 species ikan perairan pantai (in Japanese). Suisanzoshoku 46(4):
563-568
Asfie, M., H. Yanagi, R. Okano, N. Akiyama, and H. Sugita. 2000. The
proteose-producing ability of vibrios isolated from larvae and juveniles of
Japanese flounder. Suisanzoshoku 48(1): 139-140
Asfie, M., T. Ishigaki, R. Okano, N. Akiyama, and H. Sugita. 2000. Antibacterial
abilities of microflora in the Japanese flounder-rearing aquaria. Suisanzoshoku
48(2): 227-231
Sugita, H., M. Asfie, S. Matsuura, and R. Okano. 2000. Antibacterial abilities of
intestinal bacteria from the larval and juvenile Japanese flounder.
Suisanzoshoku 48(4): 716
Asfie, M., T. Yoshijima, M. Yoshida, and H. Sugita. 2000. Characterization of the
fish intestinal microflora with fluorescently labeled rRNA-targeted oligonucleotide
probes. Suisanzoshoku 48(4): 718
Asfie, M., T. Yoshijima, and H. Sugita. 2003. Characterization of the goldfish
fecal microflora by the fluorescent in situ hybridization method. Fisheries
Science 69: 21-26
Asfie, M., T. Ishigaki, H. Sugita. 2006. Komposisi microflora pada intestine ikan
mas koki (Carassius auratus) yang dipuasakan. Frontir 20 (1): 1-5
Asfie, M., Sarwono, A.N. Asikin, G. Septiani, dan I.F. Almadi. 2011. Microflora
intestin aerob penghasil Vitamin B12 pada ikan mas (Cyprinus carpio), nila
(Oreochromis niloticus), dan patin (Pangasius sp) yang dipelihara dalam
keramba apung di Sungai Mahakam. Aquaculture Indonesiana1:53-58
Asfie, M. and H. Sugita. 2013. Evaluation of multiple media for the calculation of
total aerobic bacteria colonies on fisheries research. Proceeding on Conference
Aquaculture Indonesia 2013, Solo. Pages: 124-131
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
36
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
37
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
38
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
39
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM
BALITBANGDA P
ROV. KALT
IM