bahan hashimoto

7
Patofisiologi Tiroiditis Hashimoto Penyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan faktor penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan faktor pemicu lingkungan, yang mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid (2). Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan. Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen (2,11). Gambar 2.4 memperlihatkan secara skematik mekanisme terjadinya PTAI, diawali paparan faktor pemicu lingkungan pada individu yang memiliki gen suseptibel. Interaksi antara sel-sel imun dengan autoantigen tiroid menimbulkan tiroiditis Hashimoto atau penyakit Graves atau pembentukan antibodi antitiroid tanpa gejala klinik (asymptomatic autoimmune thyroid disease). Gambar 2.5. Gambar skematik mekanisme terjadinya PTAI. Auto-Ag’s: Thyroid Autoantigens; Tab’s : Thyroid antibodies Berikut dijelaskan mengenai patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini dilihat dari faktor genetik dan lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen dan autoantibodi tiroid, ditambah adanya peran sitokin serta mekanisme apoptosis yang diperkirakan terjadi pada proses penyakit ini. a. Faktor genetik Gen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon imun sepertimajor histocompatibility complex (MHC) , reseptor sel T, serta antibodi, dan gen yang mengkode (encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO (thyroid peroxidase), transporter iodium, TSHR (TSH Receptor). Dari sekian banyak gen kandidat, saat ini baru enam gen yang dapat diidentifikasi, yaitu CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen-4), CD40, HLA-DR, protein tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan TSHR (2,12). Gambar 2.6 Aktivasi sel T oleh Antigen Presenting Cell (APC) . APC memunculkan antigen peptid yang terikat molekul HLA kelas II, dan peptid ini dikenal oleh reseptor sel T. Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells (APC). APC akan mengaktivasi sel T dengan mempresentasikan peptide antigen yang terikat protein HLA kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal kostimulator berasal dari beberapa protein yang diekspresikan pada PC (seperti B7-1, B7-2, B7h, CD40), dan berinteraksi dengan reseptor (CD28, CTLA-4, dan CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu presentasi antigen (2).

Upload: laras-sati

Post on 16-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

-

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Hashimoto

 Patofisiologi Tiroiditis HashimotoPenyakit tiroid autoimun (PTAI) adalah penyakit yang kompleks, dengan faktor

penyebab multifaktorial berupa interaksi antara gen yang suseptibel dengan faktor pemicu lingkungan, yang mengawali respon autoimun terhadap antigen tiroid (2).

Walaupun etiologi pasti respon imun tersebut masih belum diketahui, berdasarkan data epidemiologik diketahui bahwa faktor genetik sangat berperan dalam patogenesis PTAI. Selanjutnya diketahui pula pada PTAI terjadi kerusakan seluler dan perubahan fungsi tiroid melalui mekanisme imun humoral dan seluler yang bekerja secara bersamaan. Kerusakan seluler terjadi karena limfosit T tersensitisasi (sensitized T-lymphocyte) dan/atau antibodi antitiroid berikatan dengan membran sel tiroid, mengakibatkan lisis sel dan reaksi inflamasi. Sedangkan gangguan fungsi terjadi karena interaksi antara antibodi antitiroid yang bersifat stimulator atau blocking dengan reseptor di membran sel tiroid yang bertindak sebagai autoantigen (2,11).

Gambar 2.4 memperlihatkan secara skematik mekanisme terjadinya PTAI, diawali paparan faktor pemicu lingkungan pada individu yang memiliki gen suseptibel. Interaksi antara sel-sel imun dengan autoantigen tiroid menimbulkan tiroiditis Hashimoto atau penyakit Graves atau pembentukan antibodi antitiroid tanpa gejala klinik (asymptomatic autoimmune thyroid disease).

Gambar 2.5. Gambar skematik mekanisme terjadinya PTAI.Auto-Ag’s: Thyroid Autoantigens; Tab’s : Thyroid antibodies

            Berikut dijelaskan mengenai patofisiologi tiroiditis Hashimoto ini dilihat dari faktor genetik dan lingkungan, yang kemudian melibatkan proses autoantigen dan autoantibodi tiroid, ditambah adanya peran sitokin serta mekanisme apoptosis yang diperkirakan terjadi pada proses penyakit ini.

a. Faktor genetikGen yg terlibat dalam patogenesis PTAI adalah gen yang mengatur respon imun

sepertimajor histocompatibility complex (MHC), reseptor sel T, serta antibodi, dan gen yang mengkode (encoding) autoantigen sasaran seperti tiroglobulin, TPO (thyroid peroxidase), transporter iodium, TSHR (TSH Receptor). Dari sekian banyak gen kandidat, saat ini baru enam gen yang dapat diidentifikasi, yaitu  CTLA-4 (Cytotoxic T Lymphocyte Antigen-4), CD40, HLA-DR, protein tyrosine phosphatase-22, tiroglobulin, dan TSHR (2,12).

Gambar 2.6 Aktivasi sel T oleh Antigen Presenting Cell (APC). APC memunculkan antigen peptid yang terikat molekul HLA kelas II, dan peptid ini dikenal oleh reseptor sel T.

Cytotoxic T lymphocyte antigen-4 (CTLA-4) merupakan molekul kostimulator yang terlibat dalam interaksi sel T dengan Antigen Presenting Cells (APC). APC akan mengaktivasi sel T dengan mempresentasikan peptide antigen yang terikat protein HLA kelas II pada permukaan reseptor sel T. Sinyal kostimulator berasal dari beberapa protein yang diekspresikan pada PC (seperti B7-1, B7-2, B7h, CD40), dan berinteraksi dengan reseptor (CD28, CTLA-4, dan CD40L) pada permukaan limfosit T CD4+ pada waktu presentasi antigen (2).

CTLA-4 dan CD40 merupakan molekul kostimulator non-spesifik, yang dapat meningkatkan suseptibilitas terhadap PTAI dan proses autoimun lain. CTLA-4 berasosiasi dan terkait dengan berbagai bentuk PTAI (tiroiditis Hashimoto, penyakit Graves, dan pembentukan antibodi antitiroid), dan dengan penyakit autoimun lain seperti diabetes tipe 1, penyakit Addison, dan myasthenia gravis (2).

Page 2: Bahan Hashimoto

Asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan antigen HLA tidak begitu jelas. Hal ini menyangkut masalah definisi penyakit tiroditis Hashimoto yang sering kontroversial. Spektrum klinik tiroiditis Hashimoto bervariasi mulai dari hanya ditemukan antibodi antitiroid dengan infiltrasi limfositik fokal tanpa gangguan fungsi (asymptomatic autoimmune thyroiditis), sampai pembesaran kelenjar tiroid (struma) atau tiroiditis atrofik dengan kegagalan fungsi tiroid. Beberapa peneliti melaporkan asosiasi antara tiroidits Hashimoto dengan HLA-DR3 dan HLA-DQw7 pada ras Kaukasus. Pada non-Kaukasus dilaporkan asosiasi antara tiroiditis Hashimoto dengan HLA-DRw53 pada bangsa Jepang dan dengan HLA-DR9 pada bangsa Cina (2).b. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan telah dapat diidentifikasi berperan sebagai penyebab penyakit tiroid autoimun, diantaranya berat badan lahir rendah, kelebihan dan kekurangan iodium, defisiensi selenium, paritas, penggunaan obat kontrasepsi oral, jarak waktu reproduksi, mikrochimerisme fetal, stres, variasi musim, alergi, rokok, kerusakan kelenjar tiroid akibat radiasi, serta infeksi virus dan bakteri (11).

Di samping itu penggunaan obat-obat seperti lithium, interferon-α, amiodarone dan Campath-1H, juga meningkatkan risiko autoimunitas tiroid. Pada Tabel 2.1 disajikan beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi PTAI, berikut ringkasan mekanisme dan fenotipenya.

Tabel 2.1 Faktor lingkungan yang terlibat dalam patologi tiroiditis autoimunFaktor Lingkungan Mekanisme Fenotipe

Berat lahir rendah Maturasi thymik tidak sempurna

Antibodi TPO

Ekses iodium Tidak terjadi escape effect Wolff-Chaikoff; Jod-Basedow

HT

GDDefisiensi selenium Tidak diketahui; viral? HTJarak proses reproduktif yang panjang

Efek estradiol HT

Kontraseptif oral Protektif Antibdi TPOMikrokhimerisme fetal

Sel laki-laki di sel tiroid menimbulkan efek antitiroid

HT dan GD

Stress Upregulasi sumbu HPA GDAlergi Tidak diketahui; kadar IgE

tinggiGD

Rokok Hipoksia?; Kadar IgE tinggi GD; terutama GOInfeksi Yersinia enterocolitica

Mimikri molekuler GD

Keterangan :           HT : Hashimoto thyroiditis                                    GD : Graves’ disease                                    GO : Graves’ ophthalmopathy

Berat badan lahir bayi rendah merupakan faktor risiko beberapa penyakit tertentu seperti penyakit jantung kronik. Kekurangan makanan selama kehamilan dapat menyebabkan intoleransi glukosa pada kehidupan dewasa, serta rendahnya berat thymus dan limpa mengakibatkan menurunnya sel T supresor. Mungkin ada faktor intrauterin

Page 3: Bahan Hashimoto

tertentu yang menghambat pertumbuhan janin, yang merupakan faktor risiko lingkungan pertama yang terpapar pada janin untuk terjadinya PTAI di kemudian hari (11).

Asupan iodium mempengaruhi prevalensi hipotiroid dan hipertiroid. Hipotiroid lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium dibandingkan dengan daerah kurang iodium, dan prevalensi tirotoksikosis lebih tinggi di daerah kurang iodium. Hipertiroidi Graves lebih sering ditemukan di daerah cukup iodium, dan antibodi anti-TPO sebagai petanda ancaman kegagalan tiroid lebih sering ditemukan di daerah kurang iodium. Asupan iodium berlebihan dapat menyebabkan disfungsi tiroid pada penderita yang mempunyai latar belakang penyakit tiroiditis autoimun. Kelebihan iodium dapat menyebabkan hipotiroid dan/ atau goiter akibat gagal lepas dari efek Wolf-Chaikoff. Tetapi bila sebelumnya telah ada nodul autonom fungsional atau bentuk subklinik penyakit Graves, asupan iodium berlebihan akan menginduksi terjadinya hipertiroid (efek Jod-Basedow). Pada kedua fenomena tersebut diduga terjadi destruksi kelenjar tiroid dan presentasi antigen tiroid pada sistem imun, yang pada gilirannya akan menimbulkan reaksi autoimun. Oleh karena itu iodium sebenarnya merupakan pula faktor risiko terjadinya PTAI (11).

Selenium merupakan trace element yang esensial untuk sintesis selenocysteine, yang juga disebut sebagai 21st amino acid. Selenium mempengaruhi sistem imun. Defisiensi selenium akan menyebabkan individu lebih rentan terhadap infeksi virus seperti virus Coxsackie, mungkin karena limfosit T memerlukan selenium (13).

Di samping itu, selenium merupakan suatu antioksidan dan mengurangi pembentukan radikal bebas. Selenium berperan penting dalam sintesis hormon tiroid, karena dua enzim yaituselenoprotein deiodinase dan gluthatione peroxidase, berperan dalam produksi hormon tiroid. Kekurangan selenium dapat meningkatkan angka keguguran dan kematian akibat kanker (cancer mortality rate). Kadar selenium rendah di dalam darah akan meningkatkan volume tiroid dan hipoekogenisitas, suatu petanda adanya infiltrasi limfosit. Dari suatu penelitian dilaporkan pemberian sodium selenite 200 ug (peneliti lain memberikan 200 ug selenium methionine) pada penderita hipotiroid subklinik akan menurunkan titer antibodi anti-TPO serta juga meningkatkan kualitas hidup, tanpa mempengaruhi status hormon tiroid (11).

Stress mempengaruhi sistem imun melalui jaringan neuroendokrin. Saat stress sumbu hypothalamic-pituitaryadrenal (HPA) akan diaktivasi, menimbulkan efek imunosupresif. Stress dan kortikosteroid mempunyai pengaruh berbeda terhadap sel-sel Th1 dan Th2, mengarahkan sistem imun menjadi respons Th2, yang akan menekan imunitas seluler dan memfasilitasi keberadaan virus tertentu (seperti Coxsackie B), sedangkan imunitas humoral meningkat. Inilah yang dapat menjelaskan mengapa penyakit autoimun tertentu seringkali didahului oleh stress, dan salah satu contohnya adalah penyakit Graves. Belum diketahui apakah penyakit Hashimoto juga terkait dengan faktor stress (11).

Faktor infeksi baik virus maupun bakteri juga berperan dalam patogenesis PTAI. Ada tiga kemungkinan mekanisme agen infeksi bertindak sebagai faktor pencetus PTAI seperti yang digambarkan pada Gambar 2.7 (14).

Gambar 2.7. Tiga kemungkinan mekanisme agen infeksi sebagai pencetus PTAI.A. Mimikri molekuler antara epitop antigenik dengan reseptor TSH;B. Induksi molekul MHC kelas II untuk mempresentasikan autoantigen oleh tirosit pada sel T;C. Molekul superantigen yang dibentuk oleh agen infeksi menginduksi sel T autoreaktif.

Rokok, selain merupakan faktor risiko penyakit jantung dan kanker paru, juga mempengaruhi sistem imun. Merokok akan menginduksi aktivasi poliklonal sel B dan T, meningkatkan produksi Interleukin-2 (IL-2), dan juga menstimulasi sumbu HPA. Merokok 

Page 4: Bahan Hashimoto

akan meningkatkan risiko kekambuhan penyakit Graves serta eksaserbasi oftalmopatia setelah pengobatan dengan iodium radioaktif (12).

I.4 Gejala Klinis Tiroiditis HashimotoPenyakit Hashimoto tidak memiliki tanda-tanda dan gejala selama bertahun-tahun

dan tidak terdiagnosis sampai ditemukannya pembesaran kelanjar tiriod atau hasil pemeriksaan darah yang abnormal pada pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala yang berkembang berhubungan dengan efek tekanan lokal pada leher yang disebabkan pembesaran kelenjar tiroid tersebut, atau akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Tanda pertama penyakit ini mungkin berupa bengkak tidak nyeri pada leher depan bagian bawah. Efek tekanan lokal akibat pembesaran kelenjar tiroid dapat menambah gejala seperti kesulitan menelan    (1,5).

Tanda-tanda dan gejala hipotiroidisme sangat bervariasi, tergantung pada tingkat keparahan kekurangan hormon. Gambaran klinis awalnya didahului dengan gejala-gejala hipertiroid (kadar hormon tiroid meningkat) lalu normal (eutoroid) dan akhirnya berubah menjadi hipotiroid (kadar hormon menurun) berkepanjangan. Pada awalnya, mungkin gejala jarang terlihat, seperti kelelahan dan kelesuan, atau tanda-tanda menua. Tetapi semakin lama penyakit berlangsung, gejala dan tanda makin jelas (1,4).

Pasien tiroiditis Hashimoto yang berkembang mengalami hipotiroid biasanya menunjukkan tanda dan gejala meliputi kelelahan dan kelesuan, sering mengantuk, jadi pelupa, kesulitan belajar, kulit kering dan gatal, rambut dan kuku yang rapuh, wajah bengkak, konstipasi, nyeri otot, penambahan berat badan, peningkatan sensitivitas terhadap banyak pengobatan, menstruasi yang banyak, peningkatan frekuensi keguguran pada wanita yang hamil

Gejala Penyakit Hashimoto

Tidak ada gejala khusus tiroiditis Hashimoto karena penyakit ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berkembang.

Selama beberapa tahun, kerusakan tiroid kronis terjadi. Secara bertahap, terjadi penurunan tingkat hormon tiroid dan gejala tiroiditis Hashimoto akan mulai nampak.

Berbagai tanda dan gejala tiroiditis Hashimoto antara lain sbb:

– Kelelahan– Peningkatan sensitivitas terhadap dingin dan panas– Sembelit– Kulit kering– Wajah membengkak

Page 5: Bahan Hashimoto

– Suara serak– Peningkatan kadar kolesterol darah– Peningkatan berat badan– Nyeri otot-Kekakuan pada sendi– Depresi

Gejala tiroiditis Hashimoto juga termasuk paresthesia, serangan panik, bradikardia, takikardia, hipoglikemia reaktif, sembelit, migrain, infertilitas, dan rambut rontok.

Pengobatan Penyakit Hashimoto

Pengobatan tiroiditis Hashimoto akan mencakup terapi hormon pengganti hormon tiroid.

Pasien mungkin disarankan menggunakan hormon tiroid sintetis seperti levothyroxine.

Hormon sintetis ini mirip dengan hormon tiroid dan membantu mengembalikan tingkat tiroid sehingga mengurangi gejala tiroiditis Hashimoto.

Pengobatan ini dilakukan seumur hidup dengan dosis bervariasi sesuai tingkat TSH setiap 6 sampai 12 bulan.

Pasien harus mengurangi asupan kafein, gula, dan berbagai pengawet makanan.

Makanan yang dianjurkan untuk penderita tiroiditis Hashimoto termasuk brokoli, kangkung, kol, bayam, lobak, kedelai, kembang kol, sawi, dll.

Pasien harus menghindari makanan kaya yodium seperti rumput laut. Penting untuk memiliki asupan harian protein tanpa lemak seperti ikan, ayam, kacang-kacangan, putih telur, dan daging.

Protein dalam makanan akan membantu mengurangi rambut rontok yang merupakan salah satu tanda hipotiroidisme.

Makanan berserat tinggi seperti kacang merah, apel, pir, brokoli, sayuran berdaun hijau, biji-bijian, almond, dan biji rami juga harus dimasukkan dalam diet tiroiditis Hashimoto.

Suplemen vitamin serta suplemen seng akan membantu mengurangi gejala Hashimoto.

Page 6: Bahan Hashimoto

Jika dibiarkan tidak diobati, tiroiditis Hashimoto (Hashimoto’s thyroiditis) dapat menyebabkan kegagalan otot, bahkan gagal jantung.[]

Penatalaksanaan untuk penyakit Hashimoto meliputi observasi dan medikasi. Jika tidak ada

defisiensi hormon tiroid dan fungsi tiroid normal tidak diperlukan pengobatan karena strumanya kecil

dan asimtomatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk tiroiditis Hashimoto. Sebagian besar

penderita pada akhirnya akan mengalami hipotiroidisme dan harus menjalani terapi sulih hormon

sepanjang hidupnya. Hormon tiroid juga bisa digunakan untuk mengurangi pembesaran kelenjar

tiroid.3

Pengobatan TH ditujukan terhadap hipotiroid dan pembesaran tiroid. Levotiroksin diberikan

sampai kadar TSH normal dan sebaiknya tetap dilakukan pengecekan kadar TSH tiap 12 bulan

sekali. Pada pasien dengan struma baik hipotiroid maupun eutiroid pemberian levotiroksin selama 6

bulan dapat mengecilkan struma 30%. Berikut adalah dosis beberapa replacement terapi pengganti

hormone tiroid.