bahan apaleun final test deplu

69
“Indonesia dan Dunia di Tahun 2010” Yang kami hormati rekan-rekan pers, para undangan, dan seluruh jajaran pimpinan Kementerian Luar Negeri, Assalammu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh. Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya kita dapat bersama-sama pagi ini dalam acara penyampaian Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia. Pada kesempatan yang sangat baik ini, izinkan kami atas nama pribadi dan atas nama segenap jajaran Kementerian Luar Negeri dan seluruh Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk menyampaikan Selamat Tahun Baru 2010 kepada hadirin sekalian. Semoga di tahun yang baru ini, bersama-sama kita dapat memberikan yang terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai. Para hadirin yang saya hormati, Ditinjau dari berbagai sisi, dekade pertama abad ke-21 telah menjadi periode yang sangat bermakna bagi Indonesia. Dekade tersebut menyaksikan peralihan Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, sebagaimana diakui dan disambut banyak pihak. Sebagai salah satu hasilnya, sekitar seperempat milyar penduduk dunia saat ini telah menikmati hak- hak sipil dan politik dan juga hak-hak ekonomi dan sosial yang mungkin sebelumnya terabaikan. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa demokrasi, Islam dan modernitas dapat berjalan seiringan. Tidak kalah pentingnya, dekade ini juga membuktikan satu fakta lagi yang tak terbantahkan: ketahanan Indonesia sebagai suatu bangsa. Beberapa tahun sebelumnya, berbagai analisa politik memprediksikan berakhirnya negara Indonesia sebagai dampak dari krisis multidimensional, termasuk ancaman separatisme. Namun demikian, Indonesia saat ini justru semakin berkibar dibandingkan sebelumnya. Di samping itu, sementara sebelumnya terdapat keraguan dari beberapa pihak mengenai peranan Indonesia di dunia, saat ini justru terbentang berbagai peluang kesempatan yang perlu kita manfaatkan. 1

Upload: denny-zaelani-martadiredja

Post on 26-Jun-2015

201 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Apaleun Final Test Deplu

“Indonesia dan Dunia di Tahun 2010” Yang kami hormati rekan-rekan pers, para undangan, dan seluruh jajaran pimpinan Kementerian Luar Negeri, Assalammu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya kita dapat bersama-sama pagi ini dalam acara penyampaian Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia. Pada kesempatan yang sangat baik ini, izinkan kami atas nama pribadi dan atas nama segenap jajaran Kementerian Luar Negeri dan seluruh Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri untuk menyampaikan Selamat Tahun Baru 2010 kepada hadirin sekalian. Semoga di tahun yang baru ini, bersama-sama kita dapat memberikan yang terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai. Para hadirin yang saya hormati, Ditinjau dari berbagai sisi, dekade pertama abad ke-21 telah menjadi periode yang sangat bermakna bagi Indonesia. Dekade tersebut menyaksikan peralihan Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, sebagaimana diakui dan disambut banyak pihak. Sebagai salah satu hasilnya, sekitar seperempat milyar penduduk dunia saat ini telah menikmati hak-hak sipil dan politik dan juga hak-hak ekonomi dan sosial yang mungkin sebelumnya terabaikan. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa demokrasi, Islam dan modernitas dapat berjalan seiringan. Tidak kalah pentingnya, dekade ini juga membuktikan satu fakta lagi yang tak terbantahkan: ketahanan Indonesia sebagai suatu bangsa. Beberapa tahun sebelumnya, berbagai analisa politik memprediksikan berakhirnya negara Indonesia sebagai dampak dari krisis multidimensional, termasuk ancaman separatisme. Namun demikian, Indonesia saat ini justru semakin berkibar dibandingkan sebelumnya. Di samping itu, sementara sebelumnya terdapat keraguan dari beberapa pihak mengenai peranan Indonesia di dunia, saat ini justru terbentang berbagai peluang kesempatan yang perlu kita manfaatkan. Memang, tahun mendatang menjanjikan banyak potensi bagi penguatan posisi Indonesia di dunia: masa ini merupakan kesempatan bagi kita untuk mendulang deviden demokratik (democratic dividend) bagi bangsa kita. Bangsa yang mampu memperkuat kontribusinya bagi kawasan terdekatnya, Asia Tenggara, dan, pada saat yang sama, terus meningkatkan kepentingan dan kepedulian globalnya. Bangsa yang mampu mewujudkan visinya untuk memiliki seribu sahabat tanpa musuh (“a thousand friends and zero enemies”). Semuanya ini ditujukan bagi pencapaian kepentingan nasional Indonesia. Para hadirin yang saya hormati, Tentu saja, dalam pelaksaanaan politik luar negeri di tahun 2010, sebagaimana bangsa-bangsa lainnya, Indonesia tidak akan dapat mengacuhkan kondisi eksternal yang kemungkinan dihadapi.

1

Page 2: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Sekiranya terdapat pelajaran dari tahun 2009 yang dapat membimbing kita ke depan, ini adalah bahwa kita saat ini benar-benar tengah berada di tahapan yang bersifat transformasional dalam hubungan internasional. Berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat internasional di tahun 2009 cukup menggetarkan: krisis keuangan, ekonomi, energi dan pangan; ancaman pandemik global; serta tantangan perubahan iklim. Kesemuanya ini hanya merupakan beberapa contoh semata. Semuanya ini bersifat multidimensional dan terjadi secara bersamaan. Yang paling penting, karakter lintas-batas dan bahkan global dari berbagai tantangan ini mengingatkan kita bahwa solusi hanya dapat diupayakan melalui kerjasama internasional. Bahkan, bangsa yang paling adidaya pun tidak akan mampu menangani berbagai tantangan tersebut sendiri, mengingat karakter tantangan yang tidak dilandaskan pada batas negara.Tahun 2010 hampir dipastikan hal yang sama akan terjadi. Karenanya, pendekatan dan solusi multilateral harus terus diupayakan. Dengan demikian, di tahun 2010, Indonesia akan terus memberikan perhatian besar pada diplomasi multilateral. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan legitimasinya yang bersumber dari keanggotaannya yang bersifat universal, harus tetap menjadi forum penanganan berbagai tantangan dan krisis global yang mungkin kita hadapi di tahun mendatang. Namun demikian, reformasi PBB, khususnya Dewan Keamanan, agar lebih mencerminkan kondisi dunia saat ini, penting dimajukan agar upaya ini dapat efektif dan memiliki nilai legitimasi. Indonesia akan terus berada di garis depan dalam memajukan peranan PBB mengatasi krisis global dan pada saat yang sama untuk menyerukan perlunya reformasi PBB. Demokratisasi tata kepemerintahan, pada akhirnya, tidak semata mencakup batas wilayah nasional. Demokratisasi global governance juga sama pentingnya. Para hadirin yang saya hormati, Walaupun penanganan krisis-krisis baru yang tengah berkembang merupakan tugas PBB, pada saat yang sama, kita tidak dapat mengabaikan berbagai tantangan lainnya bagi pembangunan dan kemajuan yang sudah bertahun-tahun digeluti. Tahun 2010 akan memiliki makna penting dalam hal ini, karena PBB akan menyelenggarakan pertemuan khusus para Pemimpin dunia untuk mengkaji kemajuan yang tercapai dalam implementasi Tujuan Pembangunan Milenium. Salah satu hal yang juga tidak dapat diabaikan adalah masih belum tuntasnya penanganan perubahan iklim. Meskipun tantangan ini sangat hakiki, pertemuan Kopenhagen di akhir tahun 2009, seperti telah diduga, tidak mewujudkan kesepakatan yang mengikat secara hukum. Namun demikian, penting bagi kita untuk terus memelihara momentum positif yang ada agar tercapai komitmen yang mengikat secara hukum di tahun 2010. Jelas, berdiam diri bukan merupakan pilihan. Diplomasi Indonesia akan terus secara aktif mengupayakan konsensus dan pada saat yang sama, melalui berbagai tindakan nasional yang konkret, akan menunjukkan apa yang dapat dicapai apabila setiap bangsa menunaikan kewajibannya masing-masing. Di tahun mendatang ini, Indonesia akan bekerja untuk meningkatkan perannya dalam menjembatani berbagai perbedaan masyarakat antar-bangsa. Politik luar negeri kita akan secara konsisten menempatkan Indonesia sebagai bagian dari penyelesaian masalah berbagai tantangan global; sebagai suatu negara yang mengedepankan titik temu dan bukannya mempertentangkan berbagai kepentingan dan pokok perhatian yang ada.

2

Page 3: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Upaya menjembatani tersebut akan dilakukan tidak saja dalam konteks PBB, tetapi juga di berbagai fora multilateral lainnya di mana Indonesia berperan aktif bagi penanganan sejumlah isu yang dihadapi masyarakat internasional. Salah satu yang dapat digarisbawahi dalam hal ini adalah partisipasi Indonesia dalam G-20. Seiring dengan penegasan status G-20 selaku forum utama bagi penanganan isu-isu ekonomi dunia, Indonesia ditantang untuk dapat menunjukkan cirinya yang khas di dalam kelompok ini: sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, negara dengan penduduk Muslim terbesar, dan negara yang menyuarakan moderasi. Seiring dengan akan terus dihadapinya berbagai tantangan yang bersifat transformasional di tahun 2010 – pada saat yang sama, berbagai tantangan politik dan keamanan yang bersifat “tradisional“ dan sudah lama tidak menemukan penyelesaian akan terus berlanjut. Gabungan dari tantangan yang bersifat tradisional dan non-tradisional, lama dan baru, merupakan kenyataan yang harus dapat diatasi dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Di Timur Tengah, berbagai kekerasan yang bersumber pada Israel dan pelanggaran terhadap hukum internasional serta komitmen-komitmen yang sebelumnya disetujui masih terus berlangsung. Indonesia akan terus mendukung secara konsisten perjuangan bangsa Palestina dan proses perdamaian yang ditujukan untuk mewujudkan suatu negara Palestina merdeka. Penggeloraan kembali upaya diplomatik oleh kelompok Quartet, termasuk Amerika Serikat, harus terus didorong. Politik luar negeri Indonesia juga tidak akan mengabaikan berbagai kesulitan yang terus berlanjut di Afghanistan dan Irak. Masyarakat internasional tidak kurang memberikan perhatian terhadap situasi di negara-negara ini. Indonesia juga akan berupaya memberikan kontribusi yang sejalan dengan kapasitas nasional serta prinsip-prinsip kebijakan luar negeri RI. Tentu saja, upaya ini akan didasarkan pada analisa kebutuhan yang diidentifikasikan oleh negara-negara tersebut. Terlepas dari masih terus adanya perhatian mengenai persepsi ancaman nuklir di Semenanjung Korea dan Iran, tahun 2010 diperkirakan akan diwarnai kemungkinan adanya kemajuan penting dalam upaya penciptaan dunia yang bebas senjata nuklir. Negara-negara pemilik senjata nuklir memiliki tanggung jawab untuk memastikan adanya pengurangan yang nyata dan dalam jumlah besar dalam persenjataan nuklir mereka. Secara nasional, dan juga selaku Koordinator Gerakan Non-Blok (GNB) bagi isu-isu perlucutan senjata, Indonesia akan berperan aktif pada Konferensi Kaji Ulang Traktat Non-Proliferasi (NPT Review Conference) di New York pada bulan Mei 2010. Memang, sejalan dengan prinsip yang dimandatkan UUD 1945 bagi kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif serta memajukan keamanan dan perdamaian dunia, Indonesia akan terus berperan aktif di GNB. Peranan ini juga dilengkapi dengan terus terlibatnya Indonesia secara aktif dalam Kelompok 77 serta Organisasi Konferensi Islam. Perhatian Indonesia terhadap berbagai tantangan global di tahun 2010 ini tidak akan menurunkan komitmennya bagi perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di kawasannya sendiri – Asia Tenggara. Hampir sejalan dengan transformasi demokratis Indonesia di dekade terakhir ini, periode semenjak tahun 2003 (ketika Indonesia terakhir kali memegang Keketuaan ASEAN) juga menyaksikan evolusi ASEAN menuju suatu Komunitas ASEAN. Perkembangan ini tidaklah merupakan suatu kebetulan belaka. Bagi Indonesia, evolusi ASEAN menuju komunitas yang lebih terbuka terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan tata kepemerintahan yang baik sangat diperlukan untuk memastikan tidak adanya keterputusan atau kesenjangan antara transformasi yang telah terjadi di Indonesia dengan di tataran regional. Pada tahun 2010, dengan telah berfungsinya Piagam ASEAN, diharapkan Komunitas ASEAN yang menjadi harapan kita semua ini akan terus terdorong untuk terwujud pada tahun 2015.

3

Page 4: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Jelas, ASEAN perlu segera mengambil langkah konkrit ke arah Komunitas ASEAN 2015. Pada tataran kawasan yang lebih luas, tahun lalu kita menyaksikan lahir kembalinya pembahasan tentang tata arsitektur kawasan Asia Timur ataupun Asia Pasifik. Disebut “lahir kembali” karena bagi Indonesia hal ini sudah diantisipasi dengan didorongnya konsep Komunitas ASEAN. Bagi Indonesia, komunitas Asia Timur ataupun Asia Pasifik tidak dapat terwujud tanpa adanya Komunitas ASEAN sebagai fondasi utamanya. Dengan demikian, Komunitas ASEAN berserta beragam proses “ASEAN +”, ARF, APEC dan KTT Asia Timur merupakan jalur jalan untuk menuju komunitas Asia Timur di mana ASEAN terus memainkan peranan utama. Ini merupakan visi yang akan terus memandu kita di tahun 2010. Namun demikian, harus ditekankan pula perlunya kita memastikan bahwa di tingkat nasional, di dalam batas-batas wilayah kita sendiri, Indonesia sendiri siap, termasuk dari segi konektivitas nasional, untuk dapat memanfaatkan sepenuhnya berbagai upaya pembangunan komunitas di tingkat kawasan ini. Para hadirin yang saya hormati, Tentu saja, upaya-upaya diplomatik global dan regional kita ini akan diperkuat dengan diplomasi bilateral yang tangguh. Sejalan dengan semboyan “seribu sahabat, tanpa musuh”, kebijakan luar negeri kita di tahun 2010 akan secara aktif berupaya meningkatkan ke tataran yang lebih tinggi hubungan yang telah terjalin dengan negara-negara di seluruh penjuru dunia – Asia Pasifik, Afrika, Eropa dan Amerika. Dalam kaitan ini, di samping mendorong secara positif jalinan hubungan politik maupun hubungan antar-masyarakat (“people-to-people contact”), akan ada pula upaya yang diperbaharui dan terarah untuk mendorong diplomasi ekonomi. Promosi perdagangan, investasi dan pariwisata merupakan hal yang sangat penting dalam memastikan bahwa kebijakan luar negeri membawa sumbangan nyata bagi pembangunan nasional. Mekanisme politik luar negeri akan dikerahkan bagi pencapaian tujuan dimaksud. Perhatian khusus juga akan diberikan pada diplomasi perbatasan – guna mencapai kemajuan dalam penuntasan isu-isu yang masih ada terkait penentuan demarkasi dan garis perbatasan dengan negara-negara tetangga melalui perundingan atau negosiasi. Yang tidak kalah pentingnya, politik luar negeri di tahun 2010 akan memperhatikan apa yang kita sebut sebagai “isu-isu intermestik” – yaitu isu yang mencerminkan semakin kaburnya perbedaan antara isu-isu internasional dan domestik.Salah satunya adalah mengenai perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia di luar negeri, khususnya Tenaga Kerja Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia akan berupaya memastikan adanya pengakuan yang lebih baik mengenai hubungan yang saling menguntungkan antara negara pengirim dan negara penerima tenaga kerja: bahwa setiap tenaga kerja Indonesia sebenarnya telah memberi kontribusi bagi negara di mana dia bekerja, di samping pada saat yang sama juga memperoleh nafkah. Kenyataan ini harus dapat terwujudkan dengan lebih baik melalui pengakuan akan hak dan tanggung jawab tenaga kerja kita di luar negeri. Kebijakan luar negeri di tahun 2010 akan berupaya memastikan bahwa kerangka hukum yang diperlukan bagi keperluan tersebut akan tersedia.Yang paling penting, kebijakan luar negeri Indonesia, dan bahkan setiap diplomat Indonesia, akan terus dipandu dengan prinsip keberpihakan dan perlindungan WNI. Tanpa kecuali. Satu isu lagi yang diperkirakan akan terus memerlukan perhatian adalah pemberantasan terorisme. Politik luar negeri Indonesia akan terus menggunakan berbagai upaya bilateral, regional dan global untuk mengatasi ancaman ini. Pembangunan kapasitas kelembagaan akan menjadi kunci utama. Demikian pula pertukaran informasi dan intelijen. Namun demikian, tidaklah cukup apabila upaya kita terbatas pada ini semata. Politik luar negeri Indonesia di tahun 2010 akan terus berupaya mengatasi apa yang disebut sebagai akar permasalahan atau kondisi yang kondusif bagi

4

Page 5: Bahan Apaleun Final Test Deplu

tumbuhnya terorisme. “Inter-faith dialogue” melalui kerjasama bilateral, regional dan antar-kawasan akan menjadi garis depan diplomasi kita. Keseluruhan spektrum “soft power” akan menempati perhatian utama kebijakan luar negeri kita. Para hadirin yang saya hormati, Beberapa pemikiran akhir. Saya sangat berkeyakinan bahwa untuk dapat efektif, politik luar negeri memerlukan rasa kepemilikan dan partisipasi yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan. Dengan demikian, demokratisasi kebijakan luar negeri akan menjadi kunci upaya kita. Di satu sisi, tentu saja hal ini juga terkait dengan masalah substansi. Kebijakan luar negeri Indonesia harus mencerminkan transformasi demokratis di dalam negeri. Namun demikian, hal ini juga terkait dengan proses. Mekanisme kebijakan luar negeri harus terbuka bagi interaksi dengan para pemangku kepentingan, dan terlebih lagi, terbuka bagi berbagai pemikiran dan kesempatan baru. Terutama dalam hal ini, kemitraan dan keterlibatan dengan DPR, khususnya Komisi I, sangatlah penting dan sangat kita hargai. Politk luar negeri dan diplomasi harus menjadi kekuatan pemersatu. Para hadirin yang saya hormati, Saya sungguh-sungguh percaya bahwa politik luar negeri Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan. Kita memiliki peluang untuk membawa peranan internasional Indonesia ke tataran yang lebih tinggi.

Sebagai negara yang terlibat secara konstruktif di kawasannya sendiri dan pada saat yang sama mampu memberikan sumbangan secara signifikan bagi isu-isu kepedulian dunia. Peranan demikian, tentu saja, harus diupayakan melalui kualitas diplomasi kita. Peranan tersebut juga menuntut dedikasi tinggi setiap individu diplomat, seluruh pegawai Kemlu, perempuan dan laki-laki, yang secara keseluruhan membentuk mesin diplomasi kita; dan hari ini saya ingin menyampaikan penghargaan yang sangat tinggi atas dedikasi dan kerja kerasnya selama ini. Di atas itu, politik luar negeri Indonesia di tahun 2010 akan senantiasa menggarisbawahi pentingnya dukungan dan kemitraan bersama seluruh pemangku kepentingan. Insya Allah.

ASEAN PLUS THREE

Kerja sama ASEAN Plus Three (APT) terjalin sejak tahun 1997 pada saat kawasan Asia sedang dilanda krisis ekonomi. Mekanisme APT terdiri dari 10 anggota ASEAN plus China, Jepang dan Republik Korea. KTT APT pertama berlangsung pada Desember 1997 di Kuala Lumpur. Dalam periode 10 (sepuluh) tahun pertama 1997-2007, pelaksanaan kerja sama APT didasarkan kepada Joint Statement on East Asia Cooperation, East Asia Vision Group Report dan Report of the East Asia Study Group...

5

Page 6: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Kontribusi Indonesia dalam konteks pelaksanaan East Asia Study Group Measures antara lain: menyelenggarakan Promotion of Language Programme untuk ASEAN Plus Three Junior Diplomat pada 2005-2008 dan program berikutnya akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2009; menyelenggarakan ASEAN Plus Three Diplomatic Training Course di Jakarta pada tahun 2007-2009, dan direncanakan akan dilaksanakan kembali pada tahun 2010; menyelenggarakan Workshop on Work Closely with NGOs in Policy Consultation and Coordination to Encourage Civic Participation and State-Civil Partnership in Tackling with Social Problems pada tanggal 22-23 Oktober 2007 di Jakarta.

Dalam mengevaluasi kerja sama 10 tahun yang telah lewat dan menyongsong kerja sama 10 tahun ke depan, para Pemimpin Pemerintahan APT telah mengesahkan the Second Joint Statement on East Asia Cooperation beserta Work Plan 2007-2017 pada KTT ke-11 APT tanggal 20 November 2007 di Singapura. Terdapat lima bidang kerja sama di dalam the Second Joint Statement dimaksud, yaitu: kerja sama politik dan keamanan; kerja sama ekonomi dan keuangan; kerja sama energi, pembangunan, lingkungan hidup, perubahan iklim dan pembangunan yang berkesinambungan; kerja sama sosial-budaya dan pembangunan, serta dukungan institusional dan hubungan dengan kerangka kerja sama yang lebih luas.

Hasil yang menonjol dalam kerangka kerja sama APT adalah di bidang keuangan dimana telah dihasilkan Chiang Mai Initiative (CMI) antara lain berisikan skema bilateral Swap Arrangement antara negara APT guna membantu likuiditas keuangan di kawasan sehingga diharapkan krisis keuangan di kawasan dapat dihindari. Pada tanggal 22 Oktober 2008 di Beijing, para Leaders menyepakati upaya percepatan multilateralisasi Chiang Mai Initiative. Pertemuan ke-12 para Menteri Keuangan ASEAN Plus Three di Bali, tanggal 3 Mei 2009, telah menyepakati komponen-komponen utama dari CMIM yang meliputi kontribusi individual anggota, aksesibilitas pinjaman, dan mekanisme surveillance, serta memutuskan untuk mengimplementasikan skema CMIM sebelum akhir tahun 2009. Total besarnya CMIM adalah USD 120 milyar dengan proporsi 80:20 (Plus Three:ASEAN).

Pertemuan ke-10 para Menteri Luar Negeri ASEAN Plus Three di Phuket, Thailand pada tanggal 22 Juli 2009 mengharapkan agar implementasi Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) dapat disahkan pada KTT ke-12 APT pada bulan Oktober 2009.

EAST ASIA SUMMIT (EAS)

East Asia Summit (EAS) merupakan forum leaders-led summit yang terdiri dari 16 negara partisipan yaitu 10 negara ASEAN, Australia, China, India, Jepang, Republik Korea dan Selandia Baru. Partisipan EAS sepakat untuk mempertahankan EAS sebagai forum dengan format retreat yang bersifat terbuka, inklusif, transparan dan outward-looking yang memungkinkan para partisipan mengadakan diskusi strategis mengenai berbagai tema aktual di kawasan.KTT ke-1 EAS diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 14 Desember 2005 dan menghasilkan Kuala Lumpur Declaration on the East Asia Summit dan East Asia Summit Declaration on Avian Influenza Prevention, Control and Response. KTT ke-2 EAS dilaksanakan di Cebu, Filipina pada tanggal 15 Januari 2007 dan menghasilkan Cebu Declaration on East Asian Energy Security yang ditandatangani oleh Kepala Negara/ Pemerintahan EAS.KTT ke-3 EAS dilaksanakan di Singapura pada tanggal 21 November 2007 dan menghasilkan Singapore Declaration on Climate Change, Energy and the Environment yang ditandatangani oleh Kepala Negara / Pemerintahan EAS.Partisipan EAS menyambut baik peran Comprehensive Partnership in East Asia (CEPEA) yang merupakan second track study dan Economic Research Institute of ASEAN and East Asia (ERIA) dalam mendukung integrasi regional.

Menurut rencana, KTT ke-4 EAS akan diselenggarakan di Phuket, Thailand, bulan Oktober 2009 dan akan mengesahkan Statement on EAS Disaster Management.

MITRA WACANA PENUH ASEAN

ASEAN-AMERIKA SERIKAT (AS)

ASEAN dan Amerika Serikat telah memulai kerja sama kemitraannya sejak tahun 1977. Melalui Joint Vision Statement on ASEAN–US Enhanced Partnership dengan Plan of Action 5 tahunannya (2006-2011) pada bulan Desember 2006,

6

Page 7: Bahan Apaleun Final Test Deplu

untuk pertama kalinya kerja sama ASEAN-AS memiliki payung kerja sama dan rencana aksi yang bersifat komprehensif sebagai komitmen kerja sama ke depan. Sejak tahun 2009, telah dikelompokkan kembali prioritas kerja sama ASEAN-US Enhanced Partnership dalam 8 bidang sesuai ketiga pilar dalam masyarakat ASEAN, yaitu: Political and Security: 1) Transnational Crime, including Counter Terrorism, 2) Capacity Building for Good Governance, the Rule of Law and Judiciary Systems and Human Rights Promotion; Economic: 3) Economic Programs, 4) Finance Cooperation; Socio-Cultural: 5) Science and Technology, 6) Disaster Management, 7) Environment, Climate Change, Food and Energy Security, 8) Education, including Scholarship and Training Programs.

Komitmen kerja sama strategis lain adalah the ASEAN-US Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism, yang ditandatangani pada tahun 2002 dan the ASEAN-US Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) yang ditandatangani pada tahun 2006. Mekanisme kerja sama di bidang pembangunan dan ekonomi perdagangan yang telah well established antara lain adalah ASEAN-US Cooperation Plan (ACP) dan ASEAN Development Vision to Advance Economic Integration (ADVANCE). Sebagian besar dana implementasi ACP dikoordinasikan melalui USAID.

Dalam pelaksanaan joint actions dari ASEAN-US PoA telah berhasil diluncurkan Fulbright’s ASEAN Visiting Scholars Program untuk pejabat pemerintah, akademisi dan peneliti yang ingin mengkaji isu-isu mengenai hubungan ASEAN-Amerika Serikat. Di bidang ekonomi, ASEAN-US Technical Assistance and Training Facility di Sekretariat ASEAN telah menyelesaikan program tahap I dengan berbagai pengkajian dan workshop mengenai nomenklatur tarif dan ASEAN Single Window dan berbagai workshop, training serta kegiatan lain di bidang IPR yang diorganisir oleh US Patent and Trademark Office dan akan diteruskan dengan tahap II.

Amerika Serikat (AS) merupakan mitra wicara ASEAN pertama yang mengangkat Duta Besar untuk ASEAN, H.E. Mr. Scott Marciel pada tanggal 10 April 2008.

AS telah menandatangani Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) pada Pertemuan Post Ministerial Conference+1 Session with the United States di Phuket, Thailand tanggal 22 Juli 2009. Pada pertemuan tersebut coordinatorship ASEAN-AS telah diserahterimakan dari Singapura kepada Filipina untuk periode 2009-2012.

ASEAN-AUSTRALIA

Kerja sama ASEAN-Australia dimulai pada tahun 1974 dan semakin meningkat pada berbagai tingkatan seiring dengan ditandatanganinya Joint Declaration on ASEAN-Australia Comprehensive Partnership pada tahun 2007 dan Plan of Action yang mencakup kerja sama di bidang politik dan keamanan, ekonomi dan sosial budaya yang berlaku untuk periode 2008-2013. ASEAN-Australia-New Zealand Commemorative Summit pada tahun 2004 telah lebih lanjut menekankan komitmen ASEAN dan Australia untuk memperkuat kerja sama.

Dalam bidang politik, komitmen Australia untuk mempererat kerja sama ditandai dengan aksesi Australia ke dalam Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia pada tahun 2005 serta dengan penandatanganan ASEAN-Australia Joint Declaration on Counter Terrorism pada tahun 2004 guna menciptakan stabilitas serta keamanan di kawasan. Perkembangan terakhir kerja sama ekonomi ASEAN-Australia adalah ditandatanganinya ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) pada tanggal 26 Februari 2009 di sela-sela KTT ke-14 ASEAN, di Thailand. Kerja sama ekonomi juga didukung oleh ASEAN-Australia Development Cooperation Programme (AADCP) Tahap I (2002-2008) yang bertujuan untuk membantu integrasi ekonomi ASEAN. Program AADCP I ini telah berakhir pada bulan Juni 2008 dan Australia kemudian melanjutkannya dengan AADCP II (2008-2015) yang telah ditandatangani pada Juli 2009.

Di bidang sosial dan kebudayaan, Australia memiliki keinginan kuat untuk melakukan kerja sama di bidang penanggulangan bencana alam, penanganan terhadap penyebaran penyakit menular, pembangunan untuk mempersempit kesenjangan di ASEAN serta di bidang pendidikan.

7

Page 8: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Australia telah mengangkat Duta Besar Ms. Gillian Bird sebagai Duta Besar pertama Australia untuk ASEAN pada tanggal 17 September 2008 yang memperlihatkan komitmen Australia dalam meningkatkan hubungan ASEAN-Australia serta dukungan terhadap Komunitas ASEAN 2015.

Pada pertemuan ASEAN-Australia Ministerial Meeting sebagai rangkaian dari the 42nd ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conferences (PMC)/16th ASEAN Regional Forum di Phuket, Thailand pada tanggal 17-23 Juli 2009, telah diadakan pengalihan fungsi coordinatorship hubungan kemitraan ASEAN-Australia dari Thailand kepada Singapura.

ASEAN-CHINA

Hubungan kerja sama ASEAN-China telah dimulai secara informal pada tahun 1991. China dikukuhkan menjadi mitra wicara penuh ASEAN pada ASEAN Ministerial Meeting ke-29 di Jakarta tahun 1996.

Kerja sama kemitraan ASEAN dan China semakin meningkat ditandai dengan diadopsinya berbagai dokumen penting, antara lain: Joint Declaration of the Heads of State/Government of the Association of the Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China on Strategic Partnership for Peace and Prosperity pada KTT ke-7 ASEAN-China di Bali, tahun 2003; Plan of Action of the ASEAN-China Joint Declaration on Strategic for Partnership for Peace and Prosperity di Vientiane, tahun 2004 serta Joint Statement of ASEAN-China Commemorative Summit di Nanning, tahun 2006.

Prioritas bidang kerja sama ASEAN dan China meliputi: pertanian, energi, informasi dan teknologi komunikasi (ICT), sumber daya manusia, mutual investment, Mekong development, transportasi, budaya, pariwisata dan kesehatan publik. Para Pemimpin ASEAN dan China pada KTT ke-11 ASEAN-China, di Singapura, bulan November 2007, sepakat untuk menambah isu ‘lingkungan hidup’ sebagai prioritas bidang kerja sama yang ke-11.

Di bidang ekonomi, kerja sama ASEAN dan China mengalami peningkatan. Volume perdagangan ASEAN dan China meningkat tiga kali lipat dari USD 59,6 milyar di tahun 2003 menjadi USD 171,1 milyar di tahun 2007. Dari tahun 2003 sampai 2007, total perdagangan ASEAN-China mengalami peningkatan 30% per tahun, pertumbuhan ekspor mencapai 28% dan impor 32%. Sementara itu, pada periode yang sama kumulatif aliran Foreign Direct Investment (FDI) dari China ke ASEAN mencapai USD 3,6 milyar. Tahun 2007, investasi ASEAN dan China meningkat menjadi USD 48,9 milyar. Pada tahun yang sama juga, total nilai perdagangan ASEAN dan China mencapai 13,7% dari total nilai perdagangan global atau hampir setengah dari total nilai perdagangan Asia.

Pada November 2002, ASEAN dan China menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation untuk mendirikan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). ASEAN dan China sepakat untuk merealisasaikan ACFTA pada tahun 2010 untuk Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan China, dan tahun 2015 untuk Kamboja, Laos, Myanmar dan Viet Nam. Negosiasi Agreement on Trade in Goods dan Trade in Service telah diselesaikan pada tahun 2004 dan 2006, dan mulai diimplementasikan sejak Juli 2007.

Pada tanggal 31 Desember 2008, China telah menunjuk H.E. Mrs. Xue Hanqin sebagai Duta Besar China untuk ASEAN. Country Coordinator hubungan ASEAN-China untuk tahun 2009-20012 adalah Vietnam.

ASEAN-INDIA

India menjadi mitra wicara penuh ASEAN pada KTT ke-5 ASEAN di Bangkok, Thailand tanggal 14-15 Desember 1995 setelah sebelumnya menjadi Mitra wicara sektoral sejak 1992. Pada KTT ke-1 ASEAN-India di Phnom Penh, Kamboja tanggal 5 November 2002 para Pemimpin ASEAN dan India menegaskan komitmen untuk meningkatkan kerja sama dalam bidang perdagangan dan investasi, pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi informasi dan people to people contacts. Komitmen ASEAN dan India tersebut dikukuhkan melalui penandatanganan ASEAN-India Partnership for Peace, Progress and Shared Prosperity and Plan of Action pada KTT ke-3 ASEAN-India di Vientiane, Laos tanggal 30 November 2004.

8

Page 9: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Sejak menjadi Mitra wicara penuh, India secara aktif berpartisipasi dalam berbagai forum ASEAN seperti ASEAN-India Summit, East Asia Summit, ASEAN Regional Forum (ARF), Post Ministerial Conference (PMC) dan pertemuan badan sektoral.

Selanjutnya, kerja sama ASEAN-India berkembang dan meliputi cakupan yang lebih luas yaitu bidang politik dan keamanan, perdagangan dan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan Sumber Daya Manusia, kesehatan dan farmasi, pertanian, transportasi dan infrastruktur, pariwisata, bioteknologi, usaha kecil dan menengah serta people-to-people contacts. Saat ini ASEAN dan India sedang menjajaki kerja sama untuk mengatasi dampak climate change. Pelaksanaan proyek-proyek di berbagai bidang kerja sama ASEAN-India didanai oleh ASEAN-India Fund.

India telah menunjuk Duta Besar India untuk ASEAN, yaitu H.E. Neelakantan Ravi, yang juga menjabat sebagai Secretary (East), Ministry of External Affairs, India. Duta Besar India untuk ASEAN telah menyerahkan Surat Kepercayaan kepada Sekretaris Jenderal ASEAN di Jakarta tanggal 7 Januari 2009.

Sejak Juli 2006 hingga Juli 2009, Indonesia telah memegang fungsi country coordinator untuk hubungan kemitraan ASEAN-India. Pada PMC+1 Session with India di Phuket, Thailand tanggal 22 Juli 2009, Indonesia secara resmi menyerahkan coordinatorship hubungan kemitraan ASEAN-India kepada Kamboja.

ASEAN-JEPANG

ASEAN dan Jepang memulai hubungan dialog informal pada tahun 1973 dan meningkat kepada hubungan formal dengan dibentuknya mekanisme ASEAN-Japan Forum pada bulan Maret 1977. Penguatan kerja sama ASEAN-Jepang ditandai dengan pelaksanaan ASEAN-Japan Commemorative Summit di Tokyo, Jepang tanggal 11-12 Desember 2003 dan ditandatanganinya “Tokyo Declaration for the Dynamic and Enduring ASEAN-Japan Partnership in the New Millennium” serta disahkannya ASEAN-Japan Plan of Action sebagai cetak biru.

Komitmen Jepang terhadap terbentuknya Komunitas ASEAN 2015 ditandai dengan “The New Fukuda Doctrine” dimana mantan PM Yasuo Fukuda menyebutkan Japan and ASEAN are "partners thinking together, acting together" yang diucapkan pada 14th International Conference on the Future of Asia di Tokyo, Jepang tanggal 22 Mei 2008. Pengangkatan H. E. Mr. Yoshinori Katori sebagai Duta Besar Jepang untuk ASEAN berbasis di Tokyo tanggal 17 Oktober 2008 adalah implementasi komitmen tersebut.

Kerja sama politik-keamanan ASEAN-Jepang lebih diarahkan pada penanganan isu-isu non-tradisional seperti terorisme dan maritime security. Dalam isu ekonomi, ASEAN dan Jepang menekankan pada sektor kemitraan ekonomi dan kerja sama di bidang finansial. ASEAN dan Jepang merupakan partner dagang yang penting. ASEAN menyampaikan penghargaan kepada Jepang atas kerja sama yang telah terjalin dengan baik dalam penanganan isu-isu climate change, Influenza A (H1N1), narrowing development gap dan kerja sama sub-regional.

Dalam pertemuan PMC+1 Session with Japan di Phuket, Thailand tanggal 22 Juli 2009, Indonesia secara resmi telah menjadi country coordinator hubungan kerja sama ASEAN-Jepang mulai bulan Juli 2009 sampai Juli 2012 menggantikan Laos.

ASEAN-KANADA

Pertemuan formal ASEAN dan Kanada pertama kali dilaksanakan melalui ASEAN Standing Committee (ASC) pada Februari 1977. Komitmen bantuan pembangunan untuk ASEAN berupa ASEAN-Canada Economic Cooperation Agreement (ACECA) ditandatangani pada tanggal di New York, Amerika Serikat 25 September 1981. Sedangkan ASEAN-Canada Joint Cooperation Committee (JCC) dibentuk pada tanggal 1 Juni 1982 sebagai forum dialog bagi ASEAN dan Kanada.

9

Page 10: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Pada tahun 2006, hubungan kerja sama ASEAN-Kanada mengalami pertumbuhan signifikan dengan 2005-2007 ASEAN-Canada Joint Cooperation Work Plan yang disepakati pada tanggal 27 Juli 2006 dan ASEAN-Canada Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism pada tanggal 28 Juli 2006. Bertepatan dengan 30 tahun hubungan kemitraan ASEAN-Kanada pada tahun 2007, Post Ministerial Conference (PMC)+1 Session with Canada di Manila, Filipina pada tanggal 1 Agustus 2007, telah mengesahkan 2nd ASEAN-Canada Joint Cooperation Work Plan 2007-2010 (ACJCWP). Untuk tahun 2007-2008, Work Plan tersebut diprioritaskan pada kerja sama di bidang-bidang: 1) Counter-Terrorism and Transnational Crimes; 2) Economic Cooperation; 3) Health Security; 4) Interfaith Dialogue; 5) Technical assistance and capacity building with ASEAN Secretariat. Sebagai implementasi prioritas dalam Work Plan, antara lain telah diselenggarakan ASEAN Workshop on Preventing Bio-Terrorism pada tanggal 12-13 Juli 2007 dan ASEAN Workshop on Forging Cooperation Aamong Anti-Terror Units pada tanggal 23-24 Januari 2008, keduanya dilaksanakan di Jakarta. Implementasi lain adalah ASEAN-Canada Dialogue on Interfaith Initiatives pada tanggal 5-7 November 2008 di Surabaya. Bersama Kanada, Indonesia merupakan co-host dialog tersebut. Dialog tersebut merupakan kegiatan interfaith pertama, baik di ASEAN maupun di antara ASEAN dan mitra wicara. Sedangkan di bidang Hak Asasi Manusia (HAM), telah diselenggarakan Workshop on Supporting the Establishment of a Regional Human Rights Mechanism in ASEAN di Bali pada tanggal 15-17 Mei 2008.

Dalam bidang technical assistance and capacity building with ASEAN Secretariat, Kanada telah memberikan persetujuan atas proposal ACTIV (ASEAN-Canada Cooperation on Technical Initiatives for the VAP/ the Roadmap for an ASEAN Community 2009-2015) sebagai fasilitas dukungan expertise dari Kanada melalui Sekretariat ASEAN. Dalam bidang ekonomi, perundingan Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) melalui 3rd ASEAN-Canada Senior Economic Officials’ Meeting (SEOM) sedang berlangsung.

Implementasi ACJCWP tidak dilakukan melalui Special Fund namun melalui mekanisme Canadian International Development Agency (CIDA) dalam kerangka Official Development Assistance (ODA).

Kanada telah menunjuk Duta Besarnya di Jakarta, H.E. Mr. John Holmes, sebagai Duta Besar Kanada untuk ASEAN, pada tanggal 16 Februari 2009.

Sampai saat ini, Kanada belum melakukan aksesi Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC).

Sebagai payung kerja sama ASEAN-Kanada ke depan, telah diadopsi Joint Declaration on the ASEAN-Canada Enhanced Partnership pada PMC+1 Session with Canada, di Phuket, Thailand tanggal 22 Juli 2009, yang akan diikuti oleh Plan of Action (PoA). Pada Pertemuan tersebut coordinatorship ASEAN-Canada telah diserahterimakan dari Viet Nam kepada Thailand untuk periode 2009-2012.

ASEAN-REPUBLIK KOREA

Kerja sama ASEAN dan Republic of Korea terjalin pertama kali pada tahun 1989 dengan status sectoral dialogue, kemudian menjadi mitra dialog penuh pada tahun 1991. Kerja sama ASEAN-RoK berlandaskan pada Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership yang disahkan pada November 2004 serta pada Plan of Action (PoA) to Implement the Joint Declaration on Comprehensive Cooperation Partnership yang ditandatangani pada tahun 2005.

Di bidang politik dan keamanan, aksesi RoK pada Treaty of Amity and Cooperation (TAC) pada tahun 2004; kerja sama melalui ASEAN Plus Three Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC+3) dan Senior Officials‘ Meeting on Transnational Crime (SOMTC+3) guna memerangi terorisme dan kejahatan internasional menunjukkan komitmen RoK untuk memperkuat hubungan politik dan keamanan dengan ASEAN.

Di bidang ekonomi, ASEAN dan RoK telah menyelesaikan seluruh perundingan ASEAN-RoK Free Trade Area yang mencakup Agreement on Trade in Goods, Agreement on Trade in Services serta Agreement on Investment. Untuk

10

Page 11: Bahan Apaleun Final Test Deplu

membantu meningkatkan perdagangan, mempermudah aliran investasi, mendorong kunjungan pariwisata dan pertukaran misi kebudayaan, ASEAN dan RoK, telah meresmikan pendirian ASEAN-Korea Centre pada Maret 2009.

Di bidang sosial dan budaya, kerja sama ASEAN-ROK memberi penekanan pada membantu negara-negara ASEAN dalam mempersempit jurang kesenjangan,; disaster management, perubahan iklim serta ketahanan energi dan pangan.

Penyelenggaraan ASEAN-RoK Commemorative Summit di Jeju Island, RoK pada tanggal 1-2 Juni tahun 2009 dalam rangka memperingati ulang tahun ke-20 ASEAN-RoK Dialogue telah menghasilkan sebuah Joint Statement yang memuat komitmen ASEAN dan RoK untuk semakin mempererat kerja sama di masa depan.

Berkenaan dengan berlakunya Piagam ASEAN dan untuk meningkatkan hubungan kerja sama antara RoK dan ASEAN yang kini telah menginjak tahun ke-20, RoK telah menunjuk H.E. Kim Ho-young, Duta Besar RoK untuk Indonesia sebagai Perutusan Tetap RoK untuk ASEAN pada bulan Desember 2008.

Pada pertemuan ASEAN-ROK Ministerial Meeting sebagai rangkaian dari 42nd ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conferences (PMC)/16th ASEAN Regional Forum di Phuket, Thailand pada tanggal 17-23 Juli 2009, telah diadakan pengalihan fungsi coordinatorship hubungan ASEAN-ROK dari Malaysia kepada Laos.

ASEAN-RUSIA

Rusia secara resmi menjadi mitra wicara ASEAN pada pPertemuan ke-29 AMM/PMC di Jakarta pada bulan Juli 1996. Kerja sama ASEAN-Rusia secara komprehensif baru terbentuk tahun 2005, yaitu sejak ditandatanganinya Joint Declaration of the Heads of State/Government of ASEAN and Russian Federation on Progressive and Comprehensive Partnership, Comprehensive Programme of Action to Promote Cooperation between ASEAN and Russian Federation 2005-2015 dan Agreement between the Governments of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations and the Government of the Russian Federation on Economic and Development Cooperation.

Kemajuan kerja sama ASEAN-Rusia yang berkelanjutan dalam bidang dialog politik antara lain dapat dilihat dengan adanya penandatanganan Joint Declaration on Partnership for Peace, Stability and Security in the Asia-Pacific Region tahun 2003 dan Joint Declaration on Cooperation to Combat International Terrorism tahun 2004 serta aksesi Rusia pada Treaty of Amity and Cooperation (TAC) in Southeast Asia tahun 2004.

Sebagai acuan bagi kegiatan kongkret dari Programme of Action between ASEAN and Russian Federation 2005-2015, pada Post Ministerial Conference+1 Session (PMC) with Russia di Singapura tanggal 23 Juli 2008 telah diadopsi Roadmap on the Implementation of Comprehensive Programme of Action to Promote Cooperation between ASEAN and Russia 2005-2015.

Pada kesempatan ASEAN Post Ministerial Conference+1 Session with Russian Federation di Phuket, Thailand tanggal 22 Juli 2009 telah ditandatangani Memorandum of Understanding mengenai pendirian ASEAN Centre di Moscow State University of International Relations (MGIMO) oleh Sekretaris Jenderal ASEAN dan Rektor MGIMO. Pusat ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat Rusia terhadap ASEAN sehingga dapat mendorong hubungan yang lebih luas antara ASEAN dan Rusia. Pada PMC+1 Session with Russia di Phuket, 22 Juli 2009 tersebut, koordinator ASEAN-Rusia telah diserahterimakan dari Filipina kepada Myanmar yang akan memegang coordinatorship tersebut untuk periode 2009-2012.

Rusia telah menunjuk H.E. Mr. Alexander A. Ivanov, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, sebagai Duta Besar Rusia untuk ASEAN. Penunjukan tersebut diharapkan dapat semakin meningkatkan hubungan ASEAN dan Rusia.

ASEAN-SELANDIA BARU

Hubungan kerja sama ASEAN-Selandia Baru diawali pada tahun 1975. Seiring dengan peningkatan kepentingan kedua pihak, ASEAN dan Selandia Baru mempererat kerja samanya dimulai dengan aksesi Selandia Baru pada TAC pada 2005

11

Page 12: Bahan Apaleun Final Test Deplu

serta penandatanganan ASEAN-New Zealand Framework for Cooperation 2006-2010, pada Juli 2006. Framework for Cooperation meliputi kerja sama di bidang ekonomi, politik dan keamanan serta people-to-people education and cultural links. .

Beberapa komitmen yang dihasilkan dalam framework tersebut antara lain menyangkut work programme untuk mengimplementasikan Joint Declaration to Combat International Terrorism serta meningkatkan capacity building dalam pemberantasan terorisme dan aktifitas transnational crimes lainnya dengan dukungan dari New Zealand’s Asia Security Fund yang telah dibentuk pada tahun 2006. Kerja sama dalam menanggulangi terorisme juga memanfaatkan mekanisme yang telah ada di ASEAN seperti Jakarta Center for Law Enforcement Cooperation (JCLEC).

Di bidang ekonomi, ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) telah ditandatangani pada Februari 2009. AANZFTA dapat membuka pasar bagi 600 juta orang di wilayah ASEAN, Australia dan Selandia Baru dengan total GDP sebesar USD 2,3 triliun.

Kerja sama ASEAN-Selandia Baru memberikan penekanan pada masalah maritime security, ketahanan energi dan pangan serta penanganan bencana alam.

Selandia Baru tetap menunjukkan komitmennya untuk tetap memperkuat kerja sama dengan ASEAN dan mendukung Komunitas ASEAN 2015, sebagaimana yang tampak dengan penunjukan H.E. Phillip Gibson, Duta Bbesar Selandia Baru untuk Indonesia sebagai Wakil Tetap Selandia Baru untuk ASEAN pada 17 Oktober 2008.

Pada pertemuan ASEAN-New Zealand Ministerial Meeting sebagai rangkaian dari 42nd ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conferences (PMC)/16th ASEAN Regional Forum di Phuket, Thailand pada tanggal 17-23 Juli 2009, telah diadakan pengalihan fungsi coordinatorship hubungan ASEAN-Selandia Baru dari Myanmar ke Malaysia.

ASEAN-UNI EROPA

ASEAN dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), pendahulu Uni Eropa (UE), telah memelihara hubungan dan kerja sama sejak tahun 1972 melalui Special Coordinating Committee on ASEAN (SCCAN) dan ASEAN Brussels Committee (ABC). Hubungan kemitraan ASEAN-UE diformalkan ketika dalam pertemuan para Menteri Luar Negeri (Menlu) ASEAN ke-10, tanggal 5-9 Juli 1977, disepakati formalisasi hubungan dan kerja sama dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), termasuk dengan Dewan Menteri MEE, Perwakilan Tetap negara-negara MEE dan Komisi MEE. Pada 7 Maret 1980 hubungan ini dilembagakan melalui penandatanganan ASEAN-EEC Cooperation Agreement.

Dalam hal kerja sama politik, ASEAN tetap menjadi saluran utama UE dalam berhubungan dengan Asia. UE telah secara aktif terlibat dalam ASEAN Regional Forum dan bekerja sama secara erat dalam menghadapi tantangan terorisme global guna memberikan kontribusi dalam memerangi teroris.

Dalam hal kerja sama ekonomi, UE merupakan salah satu mitra dagang dan investor utama ASEAN. Dalam rangka meningkatkan hubungan perdagangan dan investasi antara kedua kawasan, ASEAN dan UE menyepakati pembentukan TREATI (Trans-Regional ASEAN-EU Trade Initiatives) yang merupakan mekanisme dialog kebijakan tentang isu ekonomi dan perdagangan.

Sementara dalam hal kerja sama fungsional dan pembangunan, ASEAN dan UE menyepakati pembentukan READI (Regional EU-ASEAN Dialogue Instrument) yang merupakan mekanisme/proses dialog kebijakan untuk meningkatkan hubungan ASEAN-UE di sektor non-perdagangan.

Pada pertemuan para Menteri ASEAN dan UE ke-16 di Nuremberg, Jerman, 14-15 Maret 2007, para Menteri menyepakati “Nuremberg Declaration on an EU-ASEAN Enhanced Partnership” dan “Co-Chairmen’s Statement”.

Pada ASEAN-EU Commemorative Summit di Singapura pada bulan November 2007, para pemimpin kedua kawasan mengesahkan Joint Declaration of the ASEAN-EU Commemorative Summit dan ASEAN-EU Plan of Action untuk

12

Page 13: Bahan Apaleun Final Test Deplu

mengimplementasikan Nuremberg Declaration on an EU-ASEAN Enhanced Partnership dan daftar indikatif kegiatan rencana aksi.

Pada pertemuan Menlu ASEAN-UE ke-17 di Phnom Penh tanggal 27-29 Mei 2009, Menlu Thailand atas nama ASEAN telah menandatangani “ASEAN Declaration of Consent to the Accession to the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia by the European Union and European Community”, sementara Perwakilan dari EC dan UE menandatangani “Declaration on Accession to the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia by the European Union and European Community”. Penandatangan kedua dokumen ini merupakan suatu langkah bagi aksesi UE/EC ke TAC sambil menunggu finalisasi amandemen Third Protocol of the TAC by all High Contracting Parties to the TAC.

Pertemuan tingkat mMenteri di Kamboja tersebut juga mengesahkan Agenda Phnom Penh untuk implementasi Rencana Aksi ASEAN-UE (2009-2010).

Menindaklanjuti diberlakukannya Piagam ASEAN dan didasarkan pada kemitraan ASEAN-UE yang kuat, Komisi Eropa telah menunjuk Duta Besarnya untuk ASEAN. Negara-negara anggota UE lainnya juga mengakreditasikan Duta Besarnya untuk ASEAN sesuai dengan ketentuan dan hukum nasional masing-masing. UE juga menunjuk penasihat khusus pada Delegasi Komisi Eropa di Jakarta untuk memperkuat hubungan dengan ASEAN.

ASEAN-PAKISTAN

Hubungan kerja sama ASEAN-Pakistan dibentuk melalui korespondensi antara Sekjen ASEAN dan Menteri Luar Negeri Pakistan tanggal 27 Juni 1997. Pakistan resmi menjadi mitra wicara sektoral ASEAN pada Inaugural Meeting on the Establishment of ASEAN-Pakistan Sectoral Dialogue Relations di Islamabad, Pakistan tanggal 5-7 November 1997. Pada pertemuan ini disusun Terms of Reference berkaitan dengan ASEAN-Pakistan Joint Sectoral Cooperation Committee (APJSCC). Pertemuan menyepakati beberapa area kerja sama yaitu perdagangan, industri, investasi, lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi, narkotika dan obat-obatan, pariwisata dan pengembangan Sumber Daya Manusia.

Pada 6 Maret 1999, Pakistan menyampaikan keinginannya untuk menjadi mitra wicara penuh ASEAN. Namun pada Pertemuan Special ASEAN Directors-General di Myanmar, 17-21 Januari 2000, diputuskan bahwa permohonan Pakistan belum bisa dikabulkan karena ASEAN masih ingin berkonsolidasi dengan existing dialogue partnership sehingga memberlakukan moratorium bagi perluasan hubungan kemitraan sejak tahun 1999. Keinginan ini kemudian disampaikan kembali pada pertemuan ke-4 ASEAN-Pakistan Joint Sectoral Cooperation Committee di Jakarta tanggal 3 Juni 2008.

Pada Pertemuan ke-11 ASEAN Regional Forum (ARF) di Jakarta tanggal 2 Juli 2004, Pakistan mengaksesi Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) dan menjadi anggota ARF ke-24. Pakistan juga telah menandatangani ASEAN-Pakistan Joint Declaration for Cooperation to Combat Terrorism pada pertemuan ke-38 ASEAN Ministerial Meeting/Post Ministerial Conferences di Vientiane, Laos bulan Juli 2005.

Proyek-proyek kerja sama ASEAN-Pakistan didanai oleh ASEAN-Pakistan Cooperation Fund.

KERJASAMA REGIONAL

Untuk memastikan tercapainya tujuan nasional Indonesia, Departemen Luar Negeri menekankan pada kerja sama diplomatik dengan negara-negara di dunia internasional dalam seri lingkaran konsentris (concentric circles) yang terdiri dari: Lingkaran pertama adalah Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang merupakan pilar utama bangsa Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya. Kemudian yang berada pada lingkaran konsentris kedua adalah ASEAN + 3 (Jepang, China, Korea Selatan). Di luar hal tersebut, Indonesia juga mengadakan hubungan kerja sama yang intensif dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa yang merupakan partner utama ekonomi Indonesia. Dalam lingkaran konsentris yang ketiga, Indonesia mengakui pentingnya menggalang kerja sama dengan like-minded developing countries.

13

Page 14: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Dengan forum-forum tersebut Indonesia dapat menerapkan diplomasinya untuk memperkuat usaha bersama dalam rangka menjembatani kesenjangan antara negara-negara berkembang dengan negara maju. Sementara itu, pada level global, Indonesia mengharapkan dan menekankan secara konsisten penguatan multilateralisme melalui PBB, khususnya dalam menyelesaikan segala permasalahan perdamaian dan keamanan dunia. Indonesia juga menolak segala keputusan unilateral yang diambil di luar kerangka kerja PBB.

ASEAN REGIONAL FORUM (ARF)

Latar Belakang

ASEAN Regional Forum (ARF) merupakan suatu forum yang dibentuk oleh ASEAN pada tahun 1994 sebagai suatu wahana bagi dialog dan konsultasi mengenai hal-hal yang terkait dengan politik dan keamanan di kawasan, serta untuk membahas dan menyamakan pandangan antara negara-negara peserta ARF untuk memperkecil ancaman terhadap stabilitas dan keamanan kawasan. Dalam kaitan tersebut, ASEAN merupakan penggerak utama dalam ARF.

ARF merupakan satu-satunya forum di level pemerintahan yang dihadiri oleh seluruh negara-negara kuat di kawasan Asia Pasifik dan kawasan lain seperti Amerika Serikat, Republik Rakyat China, Jepang, Rusia dan Uni Eropa (UE).

ARF menyepakati bawa konsep keamanan menyeluruh (comprehensive security) tidak hanya mencakup aspek-aspek militer dan isu keamanan tradisional namun juga terkait dengan aspek politik, ekonomi, sosial dan isu lainnya seperti isu keamanan non-tradisional.

Peserta ARF berjumlah 27 negara yang terdiri atas seluruh negara anggota ASEAN (Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Vietnam, Myanmar, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina), 10 negara Mitra Wicara ASEAN (Amerika Serikat, Kanada, China, India, Jepang, Korea Selatan, Rusia, Selandia Baru, dan Uni Eropa) serta beberapa negara di kawasan yaitu: Papua Nugini, Mongolia, Korea Utara, Pakistan, Timor-Leste, Bangladesh dan Sri Lanka.

Sebagai suatu wahana utama dalam mewujudkan tujuan ASEAN dalam menciptakan dan menjaga stabilitas serta keharmonisan kawasan, ARF menetapkan dua tujuan utama yang terdiri atas:

Mengembangkan dialog dan konsultasi konstruktif mengenai isu-isu politik dan keamanan yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama, dan

Memberikan kontribusi positif dalam berbagai upaya untuk mewujdkan confidence building dan preventive diplomacy di kawasan Asia Pasifik.

Dalam Pertemuan Tingkat Meneri ke-27 ASEAN tahun 1994, para Menteri Luar Negeri menyetujui “ARF could become an effective consultative Asia-Pacific Forum for promoting open dialogue on political and security cooperation in the region. In this context, ASEAN should work with its ARF partners to bring about a more predictable and constructive pattern of relations in the Asia Pacific.”

Meskipun ARF masih relatif baru, namun ia telah menjadi kontributor yang berharga bagi pemeliharaan harmoni dan stabilitas di kawasan Asia Pasifik. Kinerja ARF dilengkapi oleh aktivitas Track 2 yang dilakukan oleh entitas non-pemerintah dalam lingkup ARF.

Metode dan Pendekatan

Partisipasi dan kerjasama yang aktif, penuh serta seimbang merupakan syarat mutlak bagi semua partisipan ARF, dengan ASEAN tetap merupakan penggerak utama bagi ARF.

Proses ARF berjalan dalam suatu kecapatan “at the pace comfortable to all” bagi semua peserta ARF, dengan mempertimbangkan sensitivitas terhadap berbagai isu terkait dengan peserta tertentu.

Pendekatan yang dianut oleh ARF bersifat evolusioner dan berlangsung dalam tiga tahap besar, yaitu Confidence Building, Preventive Diplomacy dan Conflict Resolution. Keputusan ARF harus diambil melalui suatu konsensus setelah melalui konsultasi yang mendalam antar para peserta ARF.

Semenjak pendirianya di Bangkok pada bulan Juli 1994, ARF telah mengalami suatu proses evolusi yang terdiri atas:

14

Page 15: Bahan Apaleun Final Test Deplu

pemajuan peningkatan kepercayaan antar negara peserta; pengembangan diplomasi pencegahan; dan elaborasi mengenai pendekatan untuk pencegahan konflik.

Pendekatan tersebut telah memungkinkan para peserta ARF untuk menghadapi secara konstruktif berbagai isu politik dan keamanan yang dihadapi oleh kawasan, termasuk isu-isu baru yang muncul sebagai akibat globalisasi.

Sebagai suatu forum dialog, ARF memiliki peran instrumental bagi penciptaan dan pengembangan transparansi, peningkatan kepercayaan dan pengertian sehingga dapat menghindarkan atau mengurangi rasa saling curiga dan salah pengertian antara negara peserta. Hal ini akan semakin meningkatkan perdamaian, keamanan dan stabilitas nasional.

Penguatan perdamaian dan keamanan kawasan akan memberikan lingkungan yang kondusif yang esensial bagi suksesnya pembangunan nasional di masing-masing negara peserta. Hal ini pada akhirnya akan mendorong peningkatan masyarakat di kawasan.

Dalam fase CBM and PD saat ini, ARF dapat memainkan peran penting bagi pencegahan munculnya konflik dan meningkatnya situasi konflik. ARF juga dapat memainkan peran untuk menghindari penggunaan kekuatan dan ancaman penggunaan kekerasan. Di masa mendatang, ARF juga diarahkan untuk menjadi sarana bagi penyelesaian konflik.

Dengan demikian, ARF dapat menjadi wahana utama untuk meningkatkan suatu budaya dialog, pengertian dan tolerasni dengan cara damai.

Manfaat ARF bagi Indonesia

Mengembangkan profil internasionalnya melalui peran dan kepemimpinannya dalam ASEAN sebagai penggerak utama dalam ARF.

Menetapkan agenda dialog dan konsultasi ARF dengan pandangan untuk menjaga dan mengembangkan kepentingan nasionalnya di berbagai isu penting politik dan keamanan.

Menggalang dukungan dari para peserta ARF bagi keutuhan dan kedaulatan teritorialnya. Mendorong komitmen kawasan untuk mengembangkan kerjasama di berbagai isu yang menjadi perhatian

bersama seperti perang melawan terorisme dan kejahatan lintas negara lainnya. Memajukan budaya damai, toleransi, dan dialog antara negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

CORAL TRIANGLE INNITIATIVE (CTI)

Coral Triangle Initiative (CTI) on Coral Reefs, Fisheries and Food Security merupakan gagasan pengelolaan kawasan dan Sumber Daya Alam secara berkelanjutan di dalam Coral Triangle yang mencakup Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dari 6 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, PNG, Timor Leste, dan Kepulauan Solomon (selanjutnya disebut sebagai CT6).

CTI merupakan tindak lanjut dari gagasan Presiden SBY yang disampaikannya pada Konvensi Keanekaragaman Hayati ke-8 di Brazil pada tahun 2006, didasari kenyataan bahwa perairan Indonesia dan kawasan di sekitarnya merupakan habitat bagi highest level of coral diversity (setidaknya terdapat 5000 lebih jenis coral), dan dengan sendirinya memiliki kekayaan sumber daya hayati yang besar. Lebih lanjut, sekitar 126 juta orang menggantungkan penghidupan dan sumber makanannya dari kawasan perairan di kawasan ini, belum lagi seluruh dunia yang menikmati manfaat dari adanya terumbu karang ini.

Oleh karena itu dirasakan perlu untuk membentuk mekanisme kerjasama antar negara-negara CT6 yang memiliki tujuan dan pandangan yang sama mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan mempertahankan kesinambungan SDA laut di kawasan Coral Triangle.

Pada tanggal 15 Mei 2009, di Manado telah diselenggarakan KTT pertama Coral Triangle Initiative (CTI) yang dihadiri oleh Indonesia, Filipina, Malysia, Timor Leste, Papua Nugini, dan Solomon Islands. Dalam pertemuan puncak tersebut para pemimpin CT6 meluncurkan secara resmi CTI dalam sebuah deklarasi dan sekaligus menyepakati sejumlah langkah bertahap dan komprehensif, yang tercantum pada Regional Plan of Action.

15

Page 16: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Asia Cooperation Dialogue (ACD)

Latar Belakang

Kerjasama Asia Cooperation Dialogue (ACD) diluncurkan oleh Perdana Menteri Thailand, Dr. Thaksin Sinawatra, di Cha Am Thailand pada tanggal 18 – 19 Juni 2002.

Saat ini ACD beranggotakan 31 negara, yaitu Bahrain, Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, Kamboja, China, India, Indonesia, Jepang, Khazakhstan, Republik Korea, Kuwait, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Filipina, Qatar, Singapura, Thailand, Vietnam, Russia, Iran, Saudi Arabia, Oman, Sri Lanka, UAE, Tajikistan, Uzbekistan dan Kirgyztan yang diterima menjadi anggota pada PTM ACD ke-7 di Astana, Kazakhstan, 16 Oktober 2008.

ACD merupakan pertemuan informal para Menlu negara-negara Asia dan berfungsi sebagai forum dialog dan tukar pandangan mengenai isu-isu internasional, regional dan subregional yang menjadi kepentingan bersama. Forum ini juga digunakan sebagai wahana untuk saling meningkatkan kerjasama di berbagai sektor. ACD juga diharapkan dapat menjembatani hal-hal yang belum dicakup dalam kerjasama formal yang telah ada di kawasan Asia selama ini.

Peranan Indonesia dalam ACD

Indonesia menyadari semakin kompleksnya isu-isu yang berkembang saat ini, sehingga memandang penting peningkatan kerjasama di antara negara-negara Asia. Dalam hal ini ACD dapat digunakan sebagai forum yang strategis untuk membahas berbagai isu politik dan ekonomi di Asia karena ruang lingkup keanggotaanya yang sangat luas.

Bersama-sama dengan Bahrain, Cina, Filipina, Kazakhstan, dan Qatar, Indonesia menjadi co-prime movers bidang energi. Sebagai salah satu co-prime movers Indonesia terlibat secara aktif dalam berbagai aktivitas di area kerjasama tersebut, di antaranya :

Bersama dengan Bahrain menyusun draft awal concept paper ”ACD: Concept Paper on Energy Security” yang telah diajukan dalam Meeting of Prime Movers on Energy Security ACD di Manama pada Februari 2003.

Bersama dengan Filipina menyusun draft awal ACD Plan of Action on Energy yang telah diajukan dalam Meeting of ACD Co-Prime Movers on Energy Action Plan di Bali pada April 2007

Menjadi tuan rumah dari 1st ACD Energy Forum yang diadakan di Bali pada 26 – 28 September 2005, yang menghasilkan Joint Declaration of the 1st ACD Energy Forum

Menjadi tuan rumah Meeting of ACD Co-Prime Movers on Energy Action Plan yang diadakan di Bali 11 – 12 April 2007, yang menghasilkan penetapan focal point masing-masing negara di bidang energi dengan tujuan untuk memudahkan komunikasi di masa datang, khususnya untuk menuntaskan Energy Plan of Action secara inter-sessional. 

Pacific Island Forum (PIF)

Latar belakang

Pacific Islands Forum (PIF) didirikan pada tahun 1971 dengan nama South Pacific Forum (SPF). Negara anggota PIF meliputi 16 negara yaitu: Australia, Cook Islands, Federated States of Micronesia, Fiji, Kiribati, Nauru, New Zealand, Niue, Palau, PNG, Marshall Islands, Samoa, Solomon Islands, Tonga, Tuvalu, Vanuatu. Disamping anggota tetap, PIF memiliki 14 mitra dialog, yaitu: Canada, China, European Union, France, India, Indonesia, Japan, Korea, Malaysia, Phillipines, UK, USA , Thailand dan Italia. Indonesia menjadi mitra wicara dari PIF sejak tahun 2001. Sejak tahun 1989 Post Forum Dialogue (PFD) merupakan Pertemuan rutin antara para pemimpin negara anggota PIF dan mitra dialognya Pertemuan para pemimpin PIF menghasilkan sebuah Forum Communique dimana hasilnya akan disampaikan pada saat Pertemuan PFD. Keikutsertaan Indonesia dalam PIF merupakan bagian dari upaya untuk mereposisi kebijakan luar negeri RI yang selama ini lebih memberi penekanan kepada negara-negara ASEAN dan negara Barat, mealui penerapan look east policy.

16

Page 17: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Keikutsertaan Indonesia sebagai mitra dialog PIF dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional sekaligus dapat dimanfaatkan utuk menggalang dukungan terhadap keutuhan NKRI dalam fora internasional. Peranan Indonesia dalam PIF

Dalam upaya untuk membantu mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah Pasifik, Indonesia telah memberikan bantuan teknis dengan menyelenggarakan pelatihan micro finance di Marshall Island, Vanuatu dan Tonga yang juga dihadiri oleh peserta dari Micronesia dan Cook Island. Selanjutnya dalam upaya meningkatkan saling pengertian antar negara dalam kawasan, Indonesia telah menawarkan Beasiswa Seni Budaya sejak tahun 2005 dan beasiswa Darmasiswa. Indonesia juga secara berkesinambungan menawarkan berbagai bentuk kerjasama sama tehnik sejak tahun 1981 dalam kerangka Technical Cooperation among Developing Countries (TCDC) kepada negara-negara berkembang anggota PIF.

Asia Middle East Dialogue (AMED)

Latar Belakang

AMED diluncurkan bersamaan dengan Pertemuan Tingkat Menteri pertama pada tanggal 21-22 June 2005 di Singapore yang diikuti oleh 40 dari 50 negara Asia dan Timur Tengah yang diharapkan hadir. AMED mengunakan pendekatan “ track 1,5” dimana para pengambil kebijakan, pemimpin bisnis, para ahli dan pembuat opini dapat berkumpul untuk bertukar pengalaman dan bertukar pikiran. Para pejabat pemerintah dan pemimpin politik yang diundang dapat mengajukan pandangannya dalam kapasitas pribadi. Hasil pertemuan AMED diharapkan berupa kesimpulan umum dari berbagai masalah dan rekomendasi praktis yang kiranya memerlukan perhatian pemerintah masing-masing negara anggota. Pertemuan Tingkat Menteri ke-2 AMED telah dilaksanakan di Sharm El Sheikh, Mesir, 5-6 April 2008 dan PTM AMED ke-3 rencananya akan diselenggarakan di Thailand pada tahun 2010.PTM AMED dilaksanakan setiap 2 tahun sekali secara bergantian di negara Asia dan Timur Tengah. Isu yang dibahas dalam pertemuan AMED mencakup multi dimensi dan berdasarkan pada 3 pilar utama yaitu :

Isu politik dan keamanan Isu ekonomi Isu Sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan media masa.

Indonesia berperan cukup signifikan dalam AMED antara lain sebagai anggota steering committee yang terdiri dari 10 negara (5 negara Asia dan 5 negara Timur Tengah). Indonesia juga memberikan kontribusi dengan menjadi panelis dalam ketiga pilar AMED yaitu :

Dalam pertemuan AMED I di Singapura, 21-22 June 2005, Dr. Syafii Anwar, Executive Director of the International Centre for Islam & Pluralism, menjadi panelis untuk Isu politik dan keamanan dan Dr. Bambang Brodjonegoro, Dekan FEUI, menjadi panelis untuk isu Ekonomi;

Dalam pertemuan AMED II di Sharm El Sheik di Mesir, 5-6 April 2008,Dr. Endang Sulistianingsih, Direktur promosi BN2PTKI, menjadi Panelis untuk Isu sosial.

Manfaat AMED bagi Indonesia

AMED merupakan forum alternatif yang dapat dimanfaatkan Indonesia untuk memperjuangkan dan mengamankan kepentingan nasional serta menerapkan pressure, antara lain dalam hal isu tenaga kerja Indonesia, melalui level non Pemerintah. AMED juga dapat menjadi sarana untuk secara langsung membahas bahkan mencari alternatif solusi pada tingkat non Pemerintah atas isu-isu global yang terkait erat dengan kawasan Asia dan Timur Tengah, antara lain mengenai isu Palestina dan isu terrorism. AMED dapat lebih melibatkan kalangan yang tidak dapat dijangkau oleh organisasi formal pada tingkat antar Pemerintah.

FEALAC

17

Page 18: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Latar Belakang Gagasan pembentukan Forum for East Asia-Latin America Cooperation (FEALAC) pertama kali disampaikan oleh PM Singapura Goh Chok Tong pada saat kunjungannya di Chile pada bulan Oktober 1998 yang menyatakan bahwa The proposed East Asia-Latin America Forum would essentially be an informal, multidimensional forum, aiming to link Asia with Latin America, much like what ASEM does for Asia and Europe. It shall be multi-tracked. It should include a political track, an economic track, and an academic track. FEALAC secara resmi terbentuk pada pertemuan Senior Officials’ Meeting (SOM) I di Singapura pada tahun 1999. Nama FEALAC sendiri pertama kali digunakan dalam Foreign Ministers’ Meeting (FMM) FEALAC ke-1 di Santiago, Chile, pada bulan Agustus 2001. Sejak terbentuknya, FEALAC telah menjadi sarana peningkatan kerjasama antara negara-negara di Asia Timur dan Amerika Latin. Sebagai satu-satunya organisasi antar-pemerintah yang menghubungkan negara-negara dari dua kawasan, FEALAC saat ini telah berkembang dengan keanggotaan 33 negara anggota yang berasal dari 15 negara Asia Timur (10 negara ASEAN, China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru) dan 18 negara Amerika Latin (Argentina, Bolivia, Brasil, Chile, Republik Dominika, Ekuador, El Salvador, Guatemala, Kolombia, Kosta Rika, Kuba, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay, Peru, Uruguay, dan Venezuela. Manfaat FEALAC bagi Indonesia Indonesia memandang penting kerjasama dalam kerangka FEALAC dalam kaitannya dengan upaya untuk memperkuat hubungan kerjasama antara negara-negara di kedua kawasan. Sejak pendirian FEALAC pada tahun 1999, negara-negara Amerika Latin telah menjadi mitra dagang Indonesia yang semakin penting. Total angka perdagangan antara Indonesia dengan negara-negara di Amerika Latin dalam tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Menurut Departemen Perdagangan RI, nilai total perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra FEALAC Amerika Latin pada tahun 2006 berjumlah US$2,8 milyar, dan meningkat sebesar 17,7% pada tahun 2007 menjadi senilai US$3,3 milyar. Angka ini terus meningkat secara signifikan menjadi US$4,7 milyar, atau sebesar 42 % pada tahun 2008. Nilai perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra FEALAC Asia juga mengalami peningkatan dari US$90,9 milyar pada tahun 2006 menjadi US$106,1 milyar pada tahun 2007, atau naik sebesar 16,7%. Pada tahun 2008, nilai total perdagangan meningkat secara signifikan sebesar 46,2% atau senilai US$155,1 milyar. Dari nilai perdagangan yang terus meningkat ini, terutama sejak 2008, terlihat signifikasi kerjasama FEALAC bagi Indonesia untuk terus mengali potensi kerjasama dengan negara-negara mitra FEALAC, baik dari kawasan Asia yang merupakan partner tradisional, maupun dari kawasan Amerika Latin yang masih menyimpan banyak peluang bagi Indonesia. Untuk periode 2007-2009, Indonesia telah menjadi Ketua Kelompok Kerja (Pokja) FEALAC bidang Politik, Kebudayaan, dan Pendidikan. Komitmen Indonesia sebagai Ketua pada Pokja tersebut terlihat dari berbagai peran Indonesia dalam meningkatkan kerjasama FEALAC dalam kerangka Pokja tersebut. Upaya-upaya Indonesia dalam hal ini dilakukan melalui inisiatif Indonesia antara lain dalam Seminar mengenai penanganan terorisme di bulan Desember 2007, Seminar mengenai ekoturisme di Bali pada bulan Juli 2008, Outreach Program di Pekanbaru pada bulan Juni 2009, dan Journalist Familiarization Trip di Jakarta, Yogyakarta, dan Bali pada bulan September 2009.

Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT)

Latar Belakang

18

Page 19: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Kerjsama Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Trianle (IMT-GT) berdiri pada tahun 1993. Di bawah kerjasama IMT-GT, sektor swasta terus didorong menjadi “engine of growth”. Untuk tujuan tersebut telah dibentuk suatu wadah bagi para pengusaha di kawasan IMT-GT yang disebut Joint Business Council (JBC). JBC secara aktif ikut dilibatkan dalam rangkaian SOM/MM IMT-GT setiap tahunnya. Dalam perjalanannya, IMT-GT telah menghasilkan capaian yang memiliki kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi kawasan. Perkembangan paling signifikan yang diraih IMT-GT adalah di bidang pariwisata dan transportasi. Hal tersebut terlihat dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan di dalam wilayah IMT-GT, pengoperasian maskapai penerbangan tambahan dan layanan jalur baru penerbangan, pembukaan jalur pelayaran laut Belawan – Pekanbaru - Dumai – Penang, dan jalur Satun–Langkawi, peningkatan perdagangan lintas batas, peningkatan investasi di sektor pertanian dari Malaysia dan Thailand ke Sumatera, dan pembentukan UNINET, yang mewadahi kerjasama pendidikan, penelitian dan pertukaran tenaga ahli. Pada KTT IMT-GT ke-2 di Cebu, Filipina, bulan Januari 2007 telah disahkan “IMT-GT Roadmap for Development 2007-2011” yang antara lain berisi mengenai arahan kerjasama di bidang keamanan, khususnya isu kejahatan lintas batas, terorisme, dan penanggulangan penyakit menular; memfasilitasi kemajuan subkawasan yang terhambat akibat implementasi proyek-proyek unggulan (flagship projects) secara sporadis dan kelemahan koordinasi sektor pemerintah dan swasta; serta meningkatkan mekanisme kerjasama regional dengan merangsang peran pemerintah daerah dalam pelaksanaan inisiatif-inisiatif IMT-GT. Roadmap tersebut juga mengidentifikasi sejumlah program pendukung yang ditujukan untuk meningkatkan peranserta swasta dalam kerjasama IMT-GT dan membentuk koridor-koridor pertumbuhan ekonomi baru yang berfungsi sebagai jalur pertumbuhan. Koridor yang akan menjadi penghubung antara pusat produksi dengan pusat-pusat perdagangan tersebut yaitu Songkhla – Penang - Medan; Strait of Malacca; dan Banda Aceh – Medan – Dumai - Palembang. Sampai saat ini telah diadakan 15 kali Pertemuan Pejabat Senior (SOM) dan Pertemuan Tingkat Menteri (MM) dan 4 kali KTT IMT-GT.

South West Pacific Dialogue (SwPD)

Latar Belakang

Sejak kelahirannya 7 tahun lalu melalui penandatanganan Jogjakarta Declaration pada tahun 2002, Southwest Pacific Dialogue (SwPD) telah menjadi forum dialog bagi Indonesia, Australia, Filipina, Papua Nugini, Selandia Baru, dan juga Timor Leste untuk melakukan pertukaran pandangan dan informasi atas berbagai isu-isu penting kawasan. Indonesia merupakan pihak yang mengusulkan pembentukan forum tersebut pada ASEAN Informal Summit Ke-4 di Singapura pada tahun 2000. Adapun forum tersebut pada awalnya dinamai West Pacific Forum. Mekanisme forum yang ada bertujuan untuk menciptakan pemahaman bersama dan juga penghargaan atas integritas kewilayahan dari masing-masing anggotanya. Oleh karena itu, Indonesia memanfaatkan SwPD secara maksimal untuk melakukan confidence building measures (CBM) dan mengoptimalkan dukungan negara-negara tetangga terhadap integritas wilayah RI. Kerjasama yang dilakukan diantara negara anggota SwPD berdasarkan prinsip-prinsip regionalisme, kesetaraan, dan juga non-intervensi. People-to-people contact di antara negara-negara SwPD menjadi area kerja sama utama yang difokuskan oleh Indonesia. Melalui kegiatan Cultural and Educational Cooperation dan juga Interfaith Dialogue, Indonesia mencoba untuk melakukan CBM dengan kalangan masyarakat negara-negara anggota SwPD. Peranan Indonesia dalam SwPD Beberapa kerja sama people-to-people contact yang ditawarkan oleh Indonesia kepada negara - negara SwPD pada tahun 2009 adalah:

1. Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (the Indonesian Art and Culture Scholarship) 2. Beasiswa Dharmasiswa dan Beasiswa Kerja Sama Negara Berkembang (the Dharmasiswa and the Developing

Countries Partnership Scholarship) 3. Kerja sama Teknik Negara Berkembang (the Indonesian Technical Cooperation between Developing Countries

Programme)

Asian Pacific Economic Community (APEC)

19

Page 20: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) adalah forum kerjasama ekonomi Asia Pasifik yang berdiri sejak tahun 1989. Beranggotakan 21 anggota Ekonomi, APEC merupakan forum kerjasama ekonomi di wilayah Asia-Pasifik yang bersifat sukarela, informal dan tidak mengikat. APEC bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi kawasan dan memperkuat kerjasama ekonomi Asia-Pasifik melalui peningkatan volume perdagangan dan investasi.Guna mencapai tujuan tersebut, pada tahun 1994 di Bogor, Indonesia, para Pemimpin APEC menyetujui “Bogor Goals” yang merupakan perwujudan komitmen dari para anggota Ekonomi APEC untuk mencapai liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik pada tahun 2010 bagi anggota Ekonomi maju, dan pada tahun 2020 bagi anggota Ekonomi berkembang. Dalam mencapai “Bogor Goals”, kerjasama APEC didasarkan pada tiga pilar, yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi usaha, dan kerjasama ekonomi dan teknik.

Keanggotaan Indonesia

Indonesia mendukung peran penting APEC dalam meningkatkan kerjasama ekonomi di kawasan dan berperan aktif dalam pengembangan arah kerjasama APEC ke depan. Partisipasi Indonesia di APEC dilandaskan pada pentingnya mengantisipasi dan mengambil keuntungan dan mengamankan kepentingan nasional RI dari era perdagangan dan investasi yang semakin bebas di Asia Pasifik.Manfaat lain dari forum APEC bagi Indonesia adalah sebagai tempat melibatkan komunitas bisnis Indonesia dalam proses pengembangan kebijakan, sarana pengembangan kapasitas melalui pemanfaatan proyek-proyek APEC, forum bertukar pengalaman, serta forum yang memungkinkan Indonesia untuk memproyeksikan kepentingan-kepentingannya dan mengamankan posisinya dalam tata hubungan ekonomi internasional yang bebas dan terbuka.

Lingkup kerja tahun 2010

APEC 2010 akan diselenggarakan di Jepang dengan tema “Change and Action”. Jepang sebagai tuan rumah APEC 2010 menyatakan akan fokus membahas 4 masalah yaitu:Report on Assessment of Achievements of the Bogor Goals; merupakan proses penilaian pencapaian liberalisasi dan fasilitasi perdagangan pada ekonomi maju sebagaimana yang diamanatkan dalam Bogor Goals. Selain ekonomi-ekonomi maju, beberapa ekonomi berkembang secara sukarela mengajukan diri untuk dinilai. Ekonomi yang dinilai pada tahun 2010, antara lain adalah Amerika Serikat, Canada, New Zealand, Peru, Chile, Mexico, Singapura, Jepang, Hong Kong-China, Korea Selatan, dan Malaysia.APEC Growth Strategy; merupakan langkah lanjutan dari rumusan paradigma pertumbuhan baru yang dicetuskan pada APEC 2009. Strategi pertumbuhan yang diangkat dalam APEC 2010 ini menyangkut 4 aspek yaitu Balanced Growth, Inclusive Growth, Sustainable Growth, dan Knowledge-Based GrowthRegional Economic Integration (REI); Isu REI mulai diangkat sejak pertemuan APEC Sydney 2007. Meski masih bersifat wacana, pembahasan REI lebih diarahkan kepada terbentuknya Free Trade Area in Asia Pacific (FTAAP). Dalam pembahasan REI, beberapa ekonomi memberikan pemaparan mengenai perjanjian yang sedang atau telah selesai dinegosiasikan di kawasan Asia Pasifik. Semua ekonomi sepakat bahwa semua perjanjian yang terdapat di kawasan dapat dijadikan sebagai opsi untuk possible pathways to an FTAAP.Human security; Selain isu-isu ekonomi, APEC 2010 akan membahas masalah-masalah non tradisional seperti emergency preparedness, counter terrorism, dan food security. Ketiga isu ini rencananya juga akan terus dimatangkan dalam APEC 2011 di Amerika Serikat.Selain itu, APEC tengah mengembangkan konsep APEC New Vision, yang akan menentukan tujuan-tujuan APEC pasca Bogor Goals 2010/2020.

Penyelenggaraan APEC 2013

Pada tahun 2013, Indonesia akan kembali menjadi tuan rumah penyelenggaraan APEC. Penyelenggaraan APEC 2013 ini juga dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk meningkatkan pencitraan Indonesia di mata internasional, meningkatkan pemaksimalan skema-skema peningkatan kapasitas, memperoleh dukungan internasional bagi kepentingan domestik dalam berbagai bidang seperti counter terrorism, anti corruption, dan climate change, serta mengembangkan regionalisme sebagai alternatif dari unilateralisme dan multilateralisme.

Asean Europe Meeting (ASEM)

SEKILAS TENTANG FORUM KERJASAMA ASIA-EUROPE MEETING

Asia-Europe Meeting (ASEM) dibentuk di Bangkok, Maret 1996, saat KTT ASEM ke-1. ASEM merupakan proses dialog yang saat itu beranggotakan 7 negara anggota ASEAN, 3 negara Asia Timur (China, Jepang, Korea Selatan), 15 negara anggota Uni Eropa dan Komisi Eropa. Dalam perkembangannya, ASEM kini memiliki 45 mitra, yakni 16 negara Asia terdiri dari 10 negara ASEAN ditambah 6 negara Asia lainnya yang disebut NESA (Northeast, and South Asia), yakni Jepang, Korea Selatan, China, India, Pakistan dan Mongolia serta ditambah ASEAN Secretariat.

20

Page 21: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Keseluruhan ASEM-Asia beranggotakan 17 mitra. Sedangkan ASEM-Eropa diwakili oleh 28 mitra, terdiri dari 27 negara anggota UE ditambah Komisi Eropa. Gabungan dua kawasan ini memiliki potensi sangat besar untuk memajukan keseimbangan tata dunia baru, perdamaian dunia, dan meningkatkan kesejahteraan penduduk yang mencapai lebih dari 3 milyar orang, serta meningkatkan persahabatan melalui saling mengenal dan saling pengertian antara penduduk kedua kawasan dimaksud yang dikenal memiliki peradaban sangat tinggi di dunia. Hubungan “unik” ini pula yang mendorong spirit “unity in diversity” di kalangan para mitra. Dengan potensi yang dimiliki negara-negara Asia dan Eropa dalam kerjasama ASEM, Indonesia mengharapkan pada dekade kedua ini agenda ASEM selain terus mengedepankan proses dialog juga semakin menekankan kerjasama yang lebih konkrit (action oriented) dengan berasaskan kesetaraan dan saling menguntungkan. Dalam konstruksi organisasinya, ASEM memiliki 3 pilar utama dalam kerjasamanya, yaitu (1) politik-keamanan, (2) ekonomi-perdagangan-investasi, dan (3) budaya serta bidang-bidang lainnya. Ketiga pilar ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan kerjasama kedua wilayah berdasarkan sikap saling menghargai dan kemitraan yang setara. Sebagai contoh, proses ASEM ini juga membahas isu-isu yang menjadi kepentingan bersama di kedua wilayah, seperti reformasi PBB, senjata pemusnah massal, terorisme, interfaith dialogue, migrasi, negosiasi WTO, dan lain-lain. Pertemuan KTT ASEM dilakukan dua tahun sekali secara bergantian di Benua Asia dan Benua Eropa. KTT merupakan media dialog tertinggi yang dihadiri Kepala Negara/Pemerintahan mitra ASEM. Setelah di Bangkok (1996), KTT selanjutnya diadakan di London (1998), Seoul (2000), Copenhagen (2002), Hanoi (2004), Helsinki (2006), Beijing (2008), dan yang akan datang, KTT ASEM ke-8, di Brussels (2010). ASEM Foreign Ministers Meeting (FMM) dilakukan dua tahun sekali di sela-sela tahun pelaksanaan KTT. Pertemuan ini bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan proses dialog ASEM dan apa yang telah dimandatkan para pemimpin ASEM dalam KTT, khususnya pilar pertama (dialog politik dan keamanan regional serta internasional). ASEM FMM terakhir dilaksanakan di Hanoi, Vietnam, Mei 2009, setelah sebelumnya di Hamburg, Jerman, Mei 2007, dan Kyoto, Jepang, Mei 2005. Sejak beberapa tahun terakhir, kerjasama ASEM di ketiga pilar terus berkembang, khususnya penyelenggaraan pertemuan tingkat menteri yang menelurkan banyak inisiatif kerjasama, antara lain:Pertemuan Menteri Keuangan ASEM bertemu dua tahun sekali, terakhir di Jeju Island, Korea, 2008. ASEM FinMM berikutnya akan diadakan di Spanyol, tahun 2010. Selain itu, dilakukan pula ASEM Deputies Finance Ministers Meeting yang juga bertemu dua tahun sekali dan melaporkan hasil-hasilnya kepada FinMM. Pertemuan Menteri Kebudayaan ASEM, dilaksanakan dua tahun sekali. Pertama kali diadakan di Beijing (2003), kemudian di Paris (2005) dan kemudian di Kuala Lumpur (2008), setelah sebelumnya karena satu dan lain hal gagal dilaksanakan di Kuala Lumpur tahun 2007.Untuk tahun 2010 direncanakan akan diadakan di Polandia. Pertemuan Menteri UKM ASEM untuk pertama kalinya telah dilaksanakan di Beijing (Oktober 2007) dan untuk tahun 2009 direncanakan diadakan di Eropa. Pertemuan Menteri Pendidikan ASEM dilaksanakan setahun sekali dan pertemuan pertama dilakukan di Berlin (2008). Pertemuan berikutnya pada tahun 2009 dilaksanakan di Hanoi, Vietnam. Beberapa pertemuan tingkat Menteri ASEM untuk pertama kalinya dilaksanakan adalah:

1. Pertemuan Menteri Transportasi/ Perhubungan ASEM untuk pertama kalinya direncanakan diadakan di Lithuania pada tahun 2009.

2. Pertemuan Menteri Dalam Negeri ASEM untuk pertama kalinya direncanakan diadakan di Romania pada tahun 2009.

3. Pertemuan Menteri Energi ASEM untuk pertama kalinya diadakan di Brussels, Belgia, pada Maret 2009.

21

Page 22: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Sebagai sebuah forum dialog, Proses ASEM (ASEM Process) bekerja berdasarkan konsensus dasar untuk membangun suatu kemitraan baru yang komprehensif bagi pertumbuhan yang lebih besar dalam semangat kesetaraan dan saling menguntungkan. Namun demikian, rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan bersifat tidak mengikat (non binding). Selain itu, ASEM juga berfungsi melengkapi proses kerja yang telah dilakukan dalam forum bilateral dan multilateral yang sudah ada. Sehingga terdapat keterkaitan antara rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan dengan kesepakatan-kesepakatan yang sudah ada sebelumnya dalam forum yang lain. Singkatnya, ASEM bekerja berdasarkan karakteristik yang dimilikinya, yakni informalitas: menekankan pada proses, bukan formalitas; multidimensional: memberikan bobot yang sama pada bidang politik, ekonomi, budaya dan bidang-bidang lainnya; kemitraan yang setara dalam menciptakan proses dialog dan kerjasama yang lebih luas; dan unity in diversity, mengakui keberagaman budaya yang ada di Asia dan Eropa sebagai aset dialog dan kerjasama. Perlu diingat bahwa ASEM tidak memiliki sekretariat. Menlu dan jajaran pejabat seniornya (Senior Officials) melakukan tugas koordinasi dibantu oleh para koordinator ASEM. Saat ini India untuk ASEM-NESA dan Kamboja untuk ASEM-ASEAN merupakan koordinator Asia, sedangkan Presidensi UE (Swedia), dan Komisi UE merupakan koordinator Eropa. Indonesia pernah menjadi koordinator ASEM-ASEAN sejak KTT ASEM5 (2004) sampai dengan KTT ASEM6 (2006).Suatu negara sesuai dengan kepentingan nasionalnya dan kepentingan bersama seluruh negara mitra ASEM dapat mengusulkan atau menyampaikan inisiatifnya melakukan kegiatan dalam kerangka proses ASEM baik pada level pertemuan pejabat tinggi (SOM ASEM), pertemuan tingkat menteri, maupun pertemuan puncak (KTT ASEM). Sebelum dibahas di hadapan seluruh mitra ASEM pada Senior Official Meetings (SOM) maupun Foreign Ministers Meeting (FMM) dan KTT ASEM, usulan inisiatif dimaksud lebih dulu didiskusikan dan dimatangkan oleh ASEM contact point melalui mekanisme ASEM Coordinatorship. Hasil pembahasan kemudian dimintakan persetujuan pada SOM ASEM. Pada tahun 2008, Indonesia dipercaya melaksanakan beberapa kegiatan Asia Europe Foundation (ASEF), yayasan ASEM yang bergerak di pilar kerjasama sosial budaya, antara lain dengan menjadi tuan rumah Pertemuan Board of ASEF Governors di Bali pada April 2008 dan The 2nd ASEF Youth Interfaith Dialogue di Bandung, 23-27 Juni 2008.Isu perluasan ASEM pada tahun 2008/ 2009 telah kembali marak dengan permohonan partisipasi dari Australia dan Russia. Kedua negara tersebut telah mengadakan demarche ke negara mitra ASEM dan sangat mengharapkan agar partisipasi mereka dapat diterima secara formal dalam pertemuan KTT ASEM ke-8, di Brussels, Oktober 2010.

Pertemuan Tingkat Menlu di Hanoi, 25 – 26 Mei telah menetapkan 2 hal:

1. Agar para SOM Leaders dapat menentukan modalites bagi penerimaan Rusia dan Australia secara formal dalam kerangka kerjasama ASEM pada KTT ASEM Ke-8, Brussels, 4 – 5 Oktober 2010;

2. Menentukan kriteria bagi perluasan ASEM di masa yang akan datang.

Indonesia dalam hal perluasan ASEM mendukung masuknya negara Asia dan Eropa mana pun, dengan pertimbangan bahwa partisipasi negara dimaksud akan membawa nilai positif bagi perkembangan forum. Namun, Indonesia menekankan bahwa partisipasi harus berdasarkan konsensus dari negara mitra dan tidak bersifat block-to-block.

ASEM DAN POLITIK LUAR NEGERI RI Bagi politik luar negeri Indonesia, ASEM merupakan “jembatan” yang dibangun untuk mengurangi celah (gap) antara kedua kawasan. ASEM juga merupakan salah satu media bagi Indonesia untuk memperkuat posisi diantara negara-negara Asia dalam bekerjasama dengan Eropa (UE). Kerjasama bidang ekonomi merupakan bidang yang terus diupayakan melalui ASEM. Guna mendukung upaya ini, maka telah dibentuk Asia Europe Business Forum (AEBF) dengan anggota para pelaku bisnis dari negara-negara ASEM. Antara AEBF dan forum resmi ASEM dilakukan dialog dengan harapan dicapai suatu keharmonisan antara pengambil kebijakan dengan pelaku bisnis. ASEM antara lain juga dimanfaatkan sebagai media untuk penguatan kemampuan Indonesia dalam menghadapi peraturan/standar yang ditetapkan UE dan juga dalam menghadapi aturan-aturan WTO. Dalam kaitan inilah, Indonesia melakukan kerjasama dalam proyek yang dinamakan “Trade Related Technical Assistance” senilai kurang lebih EUR 11 juta dengan menggunakan hibah UE sebesar EUR 10 juta dan sisanya dibayar oleh kontribusi Indonesia, baik secara in kind maupun in cash.

22

Page 23: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Selain melalui forum ASEM, pelaksanaan kerjasama juga dilakukan melalui jalur bilateral sehingga terjadi kerjasama saling menguatkan dan melengkapi satu sama lain. Kerjasama dengan Italia di bidang UKM, misalnya, merupakan salah satu contoh kerjasama yang dilakukan.Sementara itu, kerjasama di bidang sosial dan budaya merupakan satu pilar kerjasama yang digunakan Indonesia, antara lain guna meningkatkan SDM dan pemahaman mengenai keragaman budaya negara-negara anggota ASEM. Program yang telah berjalan saat ini antara lain interfaith dialogue, human rights seminar, networking antara universitas, pengiriman pemuda/mahasiswa, dll. Sejalan dengan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kerjasama konkrit dalam kerangka ASEM, pada tahun 2008-2009, Indonesia telah menjadi co-sponsor dan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai program ASEM di ketiga pilarnya (politik, ekonomi dan sosial budaya). Untuk periode tahun 2009, Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam 4 (empat) kegiatan ASEM, yakni ASEM Interfaith/ Intercultural Retreat for Religious Leaders, ASEM Seminar on Empowerment of Local Community in the use of ICT, ASEM Conference on Harmonization of Competency Standards, dan ASEM Seminar on Metropolitan Management. Demi perkembangan forum, Indonesia akan terus memberikan partisipasi aktif dalam tiap inisiatif kegiatan yang diadakan para mitra ASEM. Melalui partisipasi tersebut diharapkan Indonesia akan dapat membuka peluang-peluang yang ada dalam proses ASEM, terutama dalam bidang-bidang kerjasama konkrit yang akan memberikan keuntungan bagi proses pembangunan dalam negeri.

Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation (IOR-ARC)

Latar belakang

Indian Ocean Rim Association for Regional Cooperation (IOR-ARC) merupakan organisasi yang keanggotaannya terdiri dari negara-negara yang berbatasan dengan laut India. Organisasi ini dideklarasikan di Mauritius pada bulan Maret 1997. IOR-ARC terdiri dari negara-negara yang terletak di kawasan yang strategis bagi rute perdagangan dan jalur ekonomi yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Atlantik. Melalui IOR-ARC ini diharapkan berbagai kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan kerjasama perdagangan dan kerjasama lainnya antara Indonesia dengan negara-negara Samudera Hindia, khususnya negara anggota IOR-ARC, dapat diatasi. Indonesia menjadi anggota IOR-ARC bersama dengan 17 negara lainnya, yaitu Australia, Bangladesh, India, Iran, Kenya, Madagaskar, Malaysia, Mauritius, Mozambique, Oman, Singapura, Afrika Selatan, Sri Lanka, Tanzania, Thailand, Uni Emirat Arab dan Yaman. Mitra wicara IOR-ARC terdiri atas Cina, Mesir, Perancis, Jepang, dan Inggris, sedangkan Indian Ocean Tourism Organisation memiliki status peninjau.IOR-ARC bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan dan investasi dalam kawasan. Kerjasama dalam kerangka ini dikembangkan dalam tiga jalur utama yaitu:

Akademisi melalui forum IOR-Academic Group (IORAG) Pengusaha melalui IOR-Business Forum (IOR-BF) Jalur kegiatan perdagangan dan investasi melalui Working Group on Trade and Investment (WGTI)

Peranan Indonesia dalam IOR-ARC

Indonesia merupakan anggota IORARC yang cukup aktif. Indonesia terlibat secara langsung dalam beberapa proyek IOR-ARC, antara lain dalam penyelenggaraan Training on Micro-Finance, penawaran Program Beasiswa Kerjasama Negara Berkembang dan Program Dharmasiswa untuk program Non-Gelar. Selain itu, Indonesia juga berkesempatan untuk melakukan sharing of knowledge terkait strategic actions Indonesia dalam menangani flu burung di tanah air.Pertemuan COM terakhir 25 Juni 2009 di Sana’a, Yaman menghasilkan Sana’a Communique yang mengidentifikasi sejumlah proyek yang diharapkan dapat menjadi dasar bagi kerjasama yang dilakukan dalam kerangka IOR-ARC. COM juga mendukung pembentukan Regional Center for Science and Transfer of Technology di Iran, Fisheries Support Unit dan Maritime Transport Council di Oman serta amandemen IOR-ARC Charter.

Uni Eropa (UE)

Kebijaksanaan Umum dan Politik Luar Negeri RI - Uni Eropa (UE)

23

Page 24: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Perkembangan hubungan bilateral RI-UE tidak terlepas dari dinamika domestik dan regional yang berkembang di UE dan di Indonesia. Di satu pihak, perluasan UE menjadi 27 negara pada tanggal 1 Januari 2007 merupakan suatu keberhasilan yang signifikan bagi peranannya untuk turut menentukan peta tatanan global. Di lain pihak, situasi dalam negeri Indonesia yang diwarnai oleh kegiatan pemulihan ekonomi, perkembangan proses demokrasi dan munculnya gangguan keamanan separatisme serta ancaman terorisme, tidak dipungkiri berdampak terhadap kebijakan strategis politik luar negeri masing-masing. Berkaitan dengan perluasan anggota Uni Eropa, Indonesia berharap hal tersebut tidak akan mendorong orientasi Uni Eropa menjadi “inward-looking” dan mengurangi kerjasamanya dengan negara-negara berkembang, terutama dengan ASEAN dan lebih khusus lagi dengan Indonesia. Indonesia mengharapkan perluasan keanggotaan Uni Eropa tersebut justru dapat memberikan manfaat yang lebih besar terhadap mitra eksternalnya. Mantapnya Uni Eropa juga merupakan faktor konstruktif dalam kerjasama regional, baik dalam konteks hubungan ASEAN – Uni Eropa maupun antara Asia dan Eropa dalam format ASEM. Dalam hubungan RI-UE, terdapat beberapa tema pokok yang menjadi prioritas bagi RI, yakni: PCA (Partnership Cooperation Agreement), kasus pelarangan terbang maskapai Indonesia, CSP (Country Strategy Paper) dan kondisi perdagangan dan investasi secara bilateral RI –UE. Perkembangan Hubungan RI – UE Hubungan bilateral RI-UE dirintis sejak tahun 1967 di bawah kerangka ASEAN ketika UE masih berbentuk Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community). Perkembangan hubungan RI – UE tidak terlepas dari dinamika yang berkembang di UE dan di Indonesia. Di sisi UE, perkembangan UE yang selalu disibukkan oleh kegiatan-kegiatan perluasan UE sejak 1957 hingga tercapainya ambisi UE dalam menyatukan seluruh negara di Eropa di bawah payung UE (UE-29) dan perkembangan situasi keamanan global menjadikan UE lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kepentingan bersama Eropa. Dalam kaitannya dengan perkembangan di Indonesia, proses demokrasi di Indonesia disambut dengan baik oleh UE yang memandang Indonesia sebagai “a voice of democracy”. Pandangan UE tersebut menunjukkan apresiasi UE terhadap proses demokrasi di Indonesia. Peningkatan hubungan RI – UE secara substansi juga terlihat dalam pernyataan yang disampaikan oleh Menlu RI dan Menlu Belanda/Presidensi dalam pertemuan di Jakarta, Agustus 2004. Kedua Menlu tersebut menyatakan bahwa kedua pihak mempunyai “common agenda” yaitu demokrasi, HAM, lingkungan hidup, good governance, dan anti-terorisme. Dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso di Jakarta pada bulan November 2007 juga ditegaskan bahwa hubungan Indonesia dan Uni Eropa merupakan hubungan kemitraan yang strategis dalam memainkan peran yang penting dalam penciptaan perdamaian, stabilitas dan perkembangan wilayah regional dan dunia secara keseluruhan. Hubungan RI – UE menunjukkan perkembangan penting pada tahun 2005, ditandai oleh tanggapan UE yang sangat cepat dalam memberikan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana tsunami di Aceh dan Nias. UE juga mendukung proses perdamaian di Aceh yang menghasilkan Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh wakil dari Pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki, Finlandia, tanggal 15 Agustus 2005. Dukungan UE terhadap implementasi Nota Kesepahaman juga ditunjukkan dengan partisipasi UE dalam Aceh Monitoring Mission (AMM) bersama dengan beberapa negara anggota ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam) dan terhadap program reintegrasi mantan anggota GAM. UE juga berpartisipasi dalam pemantauan Pilkada Aceh tanggal 11 Desember 2005 dengan mengirimkan EU – Election Observation Mission (EOM). Sekjen Dewan Uni Eropa menyatakan bahwa “The AMM is a new departure for the EU in more ways than one. Not only is it the first time that the European Union has deployed a mission in Asia, it is also the

24

Page 25: Bahan Apaleun Final Test Deplu

first time that we have worked in partnership with countries from the Association of South East Asian Nations (ASEAN). Five ASEAN countries: Brunei, Malaysia, the Philippines, Singapore and Thailand, provided monitors alongside the participating European Countries”. Sejak tahun 2000 UE telah menunjukkan keinginan untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan Indonesia. Hal tersebut dinyatakan dalam Komunikasi UE tahun 2000 berjudul “Developing Closer Relations between Indonesia and the European Union” yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari strateginya di Asia, yang dituangkan dalam Komunikasi EC berjudul “Europe and Asia: A Strategic Framework for Enhanced Partnership”. Indonesia menyambut baik keinginan UE tersebut sebagai pengakuan terhadap perkembangan di Indonesia. Kesepakatan kedua pihak untuk meningkatkan hubungan juga tercermin dalam “RI – EU Joint Declaration” pertemuan Menlu RI – Komisioner Hubungan Eksternal (EC) di Luxembourg tanggal 14 Juni 2000, yang menyepakati peningkatan dialog RI – UE melalui Bilateral Consultative Forum (Forum Konsultasi Bilateral/FKB). Forum tersebut memprioritaskan pembahasan pada masalah-masalah bilateral, utamanya upaya bersama untuk meningkatkan perdagangan, investasi dan kerjasama pembangunan serta dialog politik. Masuknya mata acara dialog politik tersebut yang memberikan “warna” baru dalam hubungan RI – UE. UE menilai hubungannya dengan ASEAN dan Indonesia masih dapat ditingkatkan. Dalam kerangka ini, UE membuat suatu pendekatan baru yang komprehensif untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara di Asia Tenggara di berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, dan aspek kebudayaan. Keinginan UE untuk membentuk perjanjian bilateral tersebut dapat dipahami mengingat selama ini kerjasama bilateral UE dengan negara-negara di kawasan masih berdasarkan perjanjian kerjasama dalam kerangka ASEAN, yaitu “EU – Indonesia, Malaysia, the Philipinnes, Singapore, and Thailand Cooperation Agreement (ASEAN member countries)" yang ditandatangani di Kuala Lumpur tanggal 7 Maret 1980. Pengukuhan kemitraan komprehensif tersebut kemudian dibahas oleh kedua pihak dalam pertemuan Menteri Luar Negeri RI dengan Menteri Luar Negeri Troika UE di Jakarta bulan Maret 2005 yang merupakan perwujudan dari Resolusi Dewan UE tersebut di atas. Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak sepakat untuk membentuk suatu framework agreement on comprehensive partnership and cooperation (PCA) akan menjadi dasar hukum yang kokoh bagi pengembangan dan peningkatan kerjasama RI – UE masa mendatang. Sejalan dengan perkembangan kerjasama RI – UE yang telah meluas ke dialog politik, maka tepatlah jika dikatakan bahwa kemitraan diantara kedua pihak bersifat komprehensif, di berbagai sektor. Oleh karena itu, substansi perjanjian dimaksud tidak hanya mengenai bidang-bidang kerjasama di sektor teknis dan kerjasama pembangunan, tetapi juga di sektor politik seperti promosi HAM, legal cooperation, non-proliferasi senjata pemusnah massal dan keamanan khususnya penanggulangan terorisme. Perundingan PCA terakhir dilaksanakan di Hamburg, Jerman, 28 Mei 2007 dan dilanjutkan dengan pembicaraan jalur diplomatik tanggal 12 Juni 2007 yang menyepakati final version. Namun demikian, proses penandatanganan PCA RI-UE belum sesuai dengan yang diharapkan karena adanya keputusan Aviation Safety Committee UE yang mengeluarkan larangan bagi penerbangan Indonesia untuk beroperasi di wilayah negara anggota berlaku sejak tanggal 6 Juli 2007, beberapa hari menjelang jadwal pemarafan dokumen PCA yang sedianya diadakan di Jakarta tanggal 17 Juli 2007. Keputusan pelarangan tersebut efektif diberlakukan tanggal 6 Juli 2007 melalui Commission Regulation (EC) No. 787/2007 tanggal 4 Juli 2007. Setelah melalui upaya negosiasi dan usaha-usaha perbaikan yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan RI, dalam pertemuan ASC (Air Safety Committee) tanggal 30 Juni-2 Juli 2009 di Brussels telah ditetapkan rekomendasi untuk mencabut secara parsial larangan terbang di Eropa bagi 4 maskapai nasional Indonesia, yaitu Garuda Indonesia, Mandala Airlines, Premiair dan Airfast Indonesia.

25

Page 26: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Melalui regulasi No.619/2009 tanggal 13 Juli 2009 yang telah dipublikasikan dalam Official Journal of the European Union dan mulai berlaku tanggal 16 Juli 2009, Uni Eropa secara resmi telah mencabut pelarangan terbang terhadap 4 (empat) maskapai penerbangan Indonesia tersebut. Hasil yang menggembirakan dari rekomendasi ASC tersebut di Brussels mengakibatkan setelah tertunda selama 2 tahun, Indonesia dan Uni Eropa akhirnya telah sepakat untuk melakukan pemarafan terhadap Dokumen Kemitraan Komprehensif (Comprehensive Partnership and Cooperation Agreement) pada tanggal 14 Juli 2009 dalam akhir acara Forum Konsultasi Bilateral (FKB) RI-UE ke-8 di Yogyakarta. Kemitraan Komprehensif merupakan dokumen yang berisi komitmen kedua pihak untuk meningkatkan hubungan bilateral secara lebih terancang dan terukur melalui penetapan prioritas dan modalitas kerjasama dalam upaya mencapai target yang ditetapkan bersama. Kemitraan Komprehensif juga merefleksikan semakin mantapnya hubungan bilateral Indonesia dan Uni Eropa. Bilateral Consultative Forum (RI – EC SOM) Upaya bersama RI – UE untuk meningkatkan kerjasama bilateral di bidang perdagangan, investasi dan kerjasama pembangunan dilakukan melalui Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi Forum Konsultasi Bilateral (FKB) Indonesia – Komisi Eropa. Indonesia memandang penting FKB sebagai sarana untuk membahas secara lebih fokus berbagai upaya untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama Indonesia – EU. Pada tanggal 13-14 April 2009 Indonesia telah menyelenggarakan Pertemuan ke-8 FKB RI-UE di Yogyakarta yang membahas berbagai isu yang menjadi kepentingan bersama diantaranya ASEAN, Myanmar, perubahan iklim, perhubungan udara, ketahanan pangan, penyakit berbahaya dan menular (H1N1), masalah visa serta review terhadap kerjasama pembangunan, perdagangan dan investasi, dan HAM. Kerjasama Pembangunan RI - UE Kerjasama pembangunan RI - UE merupakan salah satu pilar utama hubungan bilateral RI – UE. Perkembangan hubungan Indonesia – UE juga tercermin dalam fokus kerjasama pembangunan RI – UE yang bersifat recipient driven dan disesuaikan dengan program pembangunan nasional Indonesia. UE menggarisbawahi perlunya membangun hubungan baru yang lebih erat dengan Indonesia melalui peningkatan program kerjasama pembangunan yang mendukung proses demokrasi, good governance, pembangunan sosial dan ekonomi berkelanjutan serta mengikis kemiskinan. Hubungan baik RI – UE ini tercermin dalam kerjasama pembangunan yang tertuang dalam Country Strategy Paper (CSP) yang memuat strategi bersama guna menunjang pembangunan nasional. CSP tahun 2002-2006 ditujukan untuk memperkuat demokrasi dan meningkatkan good governance melalui dukungan terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup. CSP 2002-2006 dituangkan dalam National Indicative Program (NIP) yang terdiri dari program kerjasama dua tahunan. Dalam NIP 2005-2006, terdapat tiga prioritas kerjasama yaitu pendidikan, penegakan hukum dan keamanan, kerjasama ekonomi khususnya manajemen pendanaan publik, dengan nilai proyek sebesar 72 juta Euro. Sebagai tindak lanjut berakhirnya program CSP perode 2002-2006, UE telah mengadopsi program CSP periode tahun 2007-2013 yang menitik beratkan pada sektor pendidikan, perdagangan dan investasi, serta penegakan hukum dan good governance. Komisoner Hubungan Luar Negeri UE, Ms. Bennita Ferrero Waldner pada tanggal 15 Mei 2007 telah mengirim surat kepada Menlu RI bahwa Komisi Eropa telah menyetujui penyusunan CSP 2007-2013 untuk Indonesia serta Multi-annual Indicative Programme 2007-2010. Dalam pernyataannya, Ferrero menyatakan bahwa Komisi Eropa akan meningkatkan bantuan finansial dalam kerjasama pembangunan ini sebesar 494 juta Euro dalam program CSP 2007-2013 serta 248 juta Euro dalam program Multi-annual

26

Page 27: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Indicative Programme 2007-2010.

CSP 2007-2013 telah ditandatangani pada kunjungan Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso tanggal 23 Nopember 2007 di Jakarta. Peran dan Kepentingan Indonesia di UE UE sebagai bentuk kerjasama regional kawasan Eropa dengan 27 negara anggota, jumlah penduduk 499 juta, GDP 16,8 trilyun euro (28% GDP dunia) telah menjadi kekuatan utama ekonomi dan politik global. Saat ini UE merupakan kekuatan dagang terbesar dunia yang menguasai 20% nilai ekspor-impor global. Negara anggota Uni Eropa terdiri dari Austria, Belgia, Rep. Ceska, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Malta, Belanda, Polandia, Portugal, Siprus, Slowakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Inggris, Bulgaria dan Rumania. Bagi Indonesia, UE masih merupakan pasar penting dan salah satu sumber penanaman modal asing utama di Indonesia. Perdagangan bilateral kedua negara pada tahun 2008 mencapai USD 28,20 milyar dan terus menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. UE adalah pasar tujuan ekspor Indonesia yang potensial. UE merupakan pasar utama terbesar bagi Indonesia setelah Amerika Serikat dan Jepang. Ekspor Indonesia ke UE pada tahun 2008 tercatat sebesar 15,45 milyar dollar AS , sedangkan impor Indonesia dari UE pada tahun 2008, tercatat sebesar US$ 10,5 milyar dollar AS. Perkembangan hubungan bilateral RI-UE tidak terlepas dari dinamika perkembang yang terjadi di Uni Eropa (UE) dan Indonesia. UE yang telah berhasill sebagai a solid regional grouping, terus melaksanakan konsolidasi melalui proses integrasi di bidang politik dan ekonomi untuk mencapai ambisinya dalam menyatukan seluruh negara di Eropa di bawah payung UE. Demikian pula Indonesia yang demokrasi, stabil dan diakui oleh masyarakat internasional sebagai mitra penting di kawasan, keduanya merupakan aktor penting yang terus saling mendekat untuk memperkuat kemitraan agar dapat lebih mampu menanggapi tantangan-tantangan global. Keterkaitan masalah dan kepentingan antara Indonesia dan UE telah menciptakan suatu common agenda yang memperkuat hubungan kerjasama bilateral yang saling menguntungkan. UE menilai Indonesia sebagai negara demokratis dengan penduduk muslim terbesar di dunia, berpotensi sebagai katalisator stabilitas keamanan kawasan. UE menilai Indonesia memiliki peranan strategis bagi upaya pemeliharaan stabilitas dan keamanan di kawasan. Perhatian UE terhadap perkembangan politik di Indonesia pada umumnya menyangkut masalah demokrasi, pengelolaan pemerintahan yang baik, dan penegakan HAM. UE juga menaruh perhatian dan dukungan terhadap upaya Indonesia dalam memerangi terorisme dan memberikan dukungan terhadap perkembangan yang terjadi di Indonesia. Di lain pihak Indonesia melihat UE sebagai suatu kekuatan ekonomi dan politik global yang dapat menjadi mitra untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional. Peningkatan peran UE baik dalam konteks global maupun regional merupakan perwujudan dari salah satu tujuan pembentukannya, yaitu untuk menegaskan peranan Eropa di dunia. UE yang tetap mempertahankan pendekatan multilateralisme merupakan mitra penting Indonesia dalam menanggapi isu-isu global. Dalam hal hubungan eksternal dengan Asia, pada beberapa tahun terakhir UE menunjukkan ambisinya untuk meningkatkan peran politisnya di kawasan Asia Tenggara melalui upaya peningkatan kerjasama dengan ASEAN guna menciptakan “an international order based on effective multilateralism“.

27

Page 28: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Indonesia dipandang sebagai negara yang mempunyai peranan strategis bagi upaya memelihara stabilitas dan keamanan di kawasan. Hubungan UE dengan Indonesia selama ini terjalin dalam kerangka kerjasama EU - ASEAN, ARF dan ASEM. Pergantian kepemimpinan yang reformis dan lebih demokratis di Indonesia disambut baik oleh UE karena lebih membuka kesempatan bagi UE untuk mengadakan dialog politik dengan Indonesia. Perhatian UE terhadap perkembangan politik di Indonesia pada umumnya menyangkut masalah demokrasi dan HAM. Selain itu, berkenaan dengan munculnya isu terorisme, pihak UE juga menaruh perhatian dan dukungan terhadap upaya Indonesia dalam memerangi terorisme. Khusus mengenai masalah keamanan dan separatisme di Aceh, Maluku dan Papua, sikap UE dan negara-negara anggotanya telah menyatakan dukungan mereka terhadap NKRI dan mendukung upaya damai melalui dialog.

Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines –East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA)

Latar Belakang

Kerjasama Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines –East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) berdiri pada tahun 1994. BIMP-EAGA memiliki karakteristik-karakteristik market driven, penekanan kepada peran sektor swasta, struktur organisasi desentralistik, tanpa secretariat pusat, dan tidak diperlukan konsensus empat pihak. BIMP-EAGA tidak membatasi keputusan atau kesepakatan kepada hanya yang dicapai oleh keempat pihak, namun juga mengenali dan mengakui pengaturan kerjasama bilateral dan trilateral termasuk kerjasama dengan negara atau organisasi di luar BIMP-EAGA. Untuk memperluas cakupan kerjasama BIMP-EAGA, telah dilakukan kerjasama BIMP-EAGA dengan Propinsi Northern Territory di Australia. Selain itu BIMP-EAGA juga telah mengembangkan kerjasamanya dengan China, Jepang dan Korea Selatan, ADB dan Lembaga Kerjasama Jerman (GTZ) terutama dalam memberikan bantuan teknis dalam rangka capacity building. Guna memberikan arah kerjasamanya ke depan, BIMP-EAGA leaders telah mengesahkan BIMP-EAGA BIMP-EAGA Roadmap to Development and Action Plan 2006 – 2010”. Roadmap memuat identifikasi proyek-proyek prioritas dan jangka waktu pelaksanaan (timeframes) masing-masing, proses pendanaan proyek oleh lembaga-lembaga kerjasama internasional, proses pengesahan proposal proyek, sistem pengawasan dan evaluasi, serta mekanisme program dukungan dan fasilitasi pasca-implementasi. Secara spesifik, Roadmap BIMP-EAGA mencantumkan bahwa tujuan pembangunan BIMP-EAGA adalah untuk mempersempit celah pembangunan antar negara-negara EAGA dan dengan negara ASEAN lainnya. Manfaat BIMP-EAGA bagi Indonesia

Indonesia memandang bahwa penguatan dan peningkatan kapasitas ekonomi UKM di wilayah BIMP-EAGA adalah penting bagi pertumbuhan ekonomi makro. Selain itu fasilitasi perdagangan dan lintas batas melalui simplifikasi dan harmonisasi peraturan custom, immigration, quarantine and security (CIQS) merupakan suatu hal yang mendesak untuk diaplikasikan di BIMP-EAGA. Sampai saat ini telah diselengarakan 18 kali Pertemuan Tingkat Pejabat Senior (SOM), 14 kali Pertemuan Tingkat Menteri, dan 5 kali KTT BIMP-EAGA.

The New Asian African Strategic Partnership (NAASP)

Latar Belakang

28

Page 29: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Kerjasama pasca Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 memasuki babak baru setelah dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asia – Afrika yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 22-23 April tahun 2005 di Jakarta para pemimpin Asia Afrika mendeklarasikan The New Asian African Strategic Partnership (NAASP) sebagai cetak biru dalam rangka memperkuat kerjasama negara-negara Asia-Afrika di masa mendatang. Dalam hal ini kerjasama NAASP di fokuskan pada tiga pilar bidang kerjasama yang meliputi Solidaritas Politik, Kerjasama Ekonomi dan Hubungan Sosial Budaya. Dalam hal ini Indonesia dan Afrika Selatan telah ditunjuk sebagai Ketua Bersama sampai dengan tahun 2009. Jumlah Anggota NAASP

NAASP beranggotakan 106 negara Asia Afrika yang terdiri dari 54 negara Asia dan 52 negara Afrika. Mekanisme NAASPSesuai dengan kesepakatan para pemimpin dalam KTT tahun 2005, NAASP memiliki mekanisme tindak lanjut yang terdiri dari KTT setiap 4 tahun sekali yang dilaksanakan bersamaan dengan Business Summit, Pertemuan Tingkat Menteri setiap 2 tahun sekali dan Pertemuan Tingkat Menteri Teknis apabila diperlukan.

Hasil-hasil yang dicapai Sejak deklarasi NAASP tahun 2005, Indonesia telah berinisiatif melakukan sejumlah 39 kegiatan baik didalam dan diluar negeri diantaranya:

International Training on Business Incubator to Develop Small and Medium Enterprises for Asian, African and Pacific Countries diselenggarakan di Jakarta, pada tanggal 20 – 25 November 2006

NAASP – UNEP Workshop on Environmental Law and Policy diselenggarakan di Jakarta, pada tanggal 12 – 16 Desember 2006

Asian-African Forum on Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore diselenggarakan di Bandung, pada tanggal 18-20 Juni 2007

Bandung Spirit Program for Pacific Island Countries in the Frame work of NAASP diselenggarakan di Bandung, Jakarta dan Bali pada tanggal 11-17 November 2007

NAASP Workshop on Satellite Communication and Technology and Its Application, diselenggarakn di Bandung, 26-27 November 2007

NAASP Ministerial Conference on Capacity Building for Palestine

Selanjutnya sebagai salah satu upaya untuk mengimplementasikan pilar pertama kerjasama NAASP yaitu solidaritas politik dalam hal ini menyangkut isu Palestina maka pada tanggal 14-15 Juli 2008 di Jakarta telah diselenggarakan NAASP Ministerial Conference on Capacity Building for Palestine. Konferensi tersebut dihadiri oleh 218 peserta dari 56 negara dan organisasi internasional, yaitu 53 dari Asia-Afrika (37 Asia dan 13 Afrika), 3 negara Amerika Latin (Brazil, Venezuela dan Chile) serta 3 organisasi internasional (IDB, UNSCWA dan UNRWA). Dimana 9 negara diantaranya, diwakili tingkat menteri, 15 negara lagi tingkat wakil menlu, sementara negara-negara lainnya diwakili tingkat pejabat tinggi atau Duta Besar. Dalam konferensi tersebut negara-negara NAASP menegaskan kembali dukungannya terhadap kemerdekaan dan terbentuknya negara Palestina serta sekaligus menyatakan komitmennya untuk membantu pembangunan Palestina melalui berbagai program capacity building/ pengembangan kapasitas. Dalam hal ini berdasarkan matrik komitmen yang disampaikan oleh negara NAASP dalam pertemuan tersebut, terdapat 20 negara yang telah menyatakan komitmennya terhadap Palestina untuk periode 2008-2013 dalam 5 bidang yaitu sosial (63 program), pemerintahan (42 program), ekonomi (31 program), infrastruktur (5 program) dan keuangan (1 program). Indonesia, dalam hal ini melalui Presiden telah menyatakan komitmennya untuk memberikan bantuan peningkatan kapasitas dalam berbagai bidang bagi 1000 orang Palestina dalam jangka waktu 5 tahun (2008-2013).

Perkembangan Pengembangan Kapasitas Bagi Palestina Dalam rangka melakukan “review” terhadap perkembangan terakhir terhadap pelaksanaan program yang telah dijanjikan oleh negara anggota NAASP dalam Konferensi Pengembangan Kapasitas bagi Palestina tahun 2008 tersebut, unit koordinasi NAASP yang beranggotakan Indonesia, Afrika Selatan dan Palestina telah mengadakan pertemuan pada tanggal 27 Juni 2009 di Amman. Dalam hal ini terdapat 24 negara yang telah memberikan laporannya kepada unit koordinasi NAASP.

29

Page 30: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Program Pengembangan Kapasitas Bagi Palestina yang telah terlaksanaSejak tahun 2005-2009 terdapat 8 negara yang telah melaksanakan komitmennya terhadap Palestina baik diberbagai sektor baik melalui program maupun bantuan keuangan yaitu; India (40 program), Indonesia (12 program), Kazakhstan (bantuan kemanusiaan untuk Palestine senilai USD. 150.000), Kuwait (bantuan keuangan), Malaysia (2 program), Pakistan (50 beasiswa), Singapura (3 program) and Uni Emirat Arab (bantuan keuangan sebesar USD. 43,000,000). Program Pengembangan Kapasitas Bagi Palestina yang sedang berjalan Terdapat tiga negara NAASP yang pada tahun 2009 sedang melaksanakan program dalam berbagai bidang bagi pengembangan kapasitas Palestina yaitu ; Philippines (2 program), Thailand (2 program) dan Saudi Arabia (1 proyek). Program Pengembangan Kapasitas Bagi Palestina yang akan dilaksanakan Selain program yang telah dilaksanakan dan sedang berjalan, unit koordinasi NAASP juga mencatat bahwa terdapat 10 negara NAASP yang akan melaksanakan program pengembangan kapasitas bagi Palestina diberbagai bidang dimasa yang akan datang yaitu; Aljazair, Brunei Darussalam (3 tentative proyek) China, Egypt, Indonesia (8 program), Japan, Kyrgyzstan, South Africa (7 pelatihan), Srilanka (bantuan keuangan sebesar USD 40.000), Turki ( 2 program) dan Vietnam (2 program).

Kerjasama Multilateral

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009 Bab 8 tentang Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama Internasional.

Sasaran

Semakin meningkatnya peranan Indonesia dalam hubungan internasional dan dalam menciptakan perdamaian dunia, serta pulihnya citra Indonesia dan kepercayaan masyarakat internasional serta mendorong terciptanya tatanan dan kerjasama ekonomi regional dan internasional yang lebih baik dalam mendukung pembangunan nasional.

Program

1. Pemantapan Politik Luar Negeri dan Optimalisasi Diplomasi Indonesia

Tujuan:Meningkatkan kapasitas dan kinerja politik luar negeri dalam memberikan kontribusi bagi proses demokratisasi, stabilitas politik dan persatuan nasional dan lebih memperkuat kinerja diplomasi Indonesia.Kegiatan Pokok:

o Perumusan konsep pemberian respons yang lebih tegas, visioner dan berkualitas berkaitan dengan isu-isu internasional strategis;

o Pelaksanaan upaya memperjuangkan masuknya konsep-konsep itu dalam setiap hasil akhir perundingan dan pembahasan persidangan, baik pada tingkat bilateral, regional maupun global;

o Penyusunan berbagai perjanjian internasional yang sejalan dengan kepentingan nasional dalam membangun demokrasi, keamanan nasional dan penerapan nilai-nilai HAM, serta kedaulatan NKRI;

o Penyelenggaraan hubungan luar negeri, dan pemantapan kebijakan luar negeri yang konsisten dan produktif bagi kinerja diplomasi Indonesia.

2. Peningkatan Kerjasama InternasionalTujuan:Memanfaatkan secara lebih optimal berbagai potensi positif yang ada pada forum-forum kerjasama internasional terutama melalui kerjasama ASEAN, APEC, kerjasama multilateral lainnya, dan antara negara-negara yang memiliki kepentingan yang sejalan dengan Indonesia.

Kegiatan Pokok:o Penciptaan kesepahaman dan koordinasi yang lebih terarah antara Deplu dengan lembaga pemerintah,

antara lain dengan Dephan, Polhukkam, TNI, Polri, dan komunitas intelijen untuk bekerja sama dengan lembaga-lembaga mitra secara bilateral, regional dan internasional dalam meningkatkan saling pengertian dalam upaya menjaga keamanan kawasan, integrasi wilayah dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional;

30

Page 31: Bahan Apaleun Final Test Deplu

o Pemantapan kerjasama internasional di bidang ekonomi, perdagangan, social dan budaya serta bagi pencapaian tujuan pembangunan sosial ekonomi yang disepakati secara internasional termasuk Millennium Development Goals (MDGs).

3. Penegasan Komitmen Perdamaian Dunia

Tujuan:

Menegaskan komitmen Ind terhadap pelaksanaan dan perumusan aturan-aturan serta hukum internasional, mempertahankan pentingnya prinsip-prinsip multilateralisme dalam hubungan internasional, serta menentang unilateralisme, agresi dan penggunaan segala bentuk kekerasan dalam menyelesaikan permasalahan internasional.

Kegiatan Pokok:o Peningkatan komitmen dan peningkatan peran dalam upaya reformasi dan revitalisasi PBB, termasuk di

dalamnya Dewan Keamanan PBB dengan menjadikannya lebih demokratis dalam aspek keterwakilan dan prosedural;

o Promosi dan peningkatan peran secara aktif di setiap forum internasional bagi segera diselesaikannya masalah Palestina secara adil melalui PBB dan pengakhiran pendudukan Israel sebagai bagian dari upaya ikut menciptakan perdamaian dunia;

o Peningkatan upaya penanggulangan kejahatan lintas batas negara seperti terorisme, pencucian uang, kejahatan narkotika, penyelundupan dan perdagangan manusia melalui kerjasama bilateral, regional dan multilateral yang dilakukan secara inklusif, demokratis dan sejalan dengan prinsip-prinsip hukum internasional;

o Partisipasi dalam menciptakan perdamaian dunia.

Organisasi Konperensi Islam (OKI)

Organisasi Konperensi Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konperensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22-25 September 1969, dan menyepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB dan hak azasi manusia. Pembentukan OKI semula didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai masalah yang diahadapi umat Islam, khususnya setelah unsur Zionis membakar bagian dari Masjid suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969. Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengkoordinasikan kerjasama antara negara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi tempat-tempat suci Islam dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. OKI saat ini beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas Muslim di kawasan Asia dan Afrika.

Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerjasama di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim di seluruh dunia.

Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI memandang revitalisasi OKI sebagai permasalahan yang mendesak. Semangat dan dukungan terhadap perlunya revitalisasi OKI dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa struktur dan kinerja organisasi OKI dinilai belum efisien dan efektif. Dalam kaitan ini, telah diadakan rangkaian pertemuan yang berhasil mengkaji dan melakukan finalisasi TOR restrukturisasi OKI yang disiapkan oleh Malaysia.

Pada pertemuan tingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan (KTT) ke-10 di Putrajaya, Malaysia, 11-17 Oktober 2003, OKI sepakat untuk memulai upaya kongkrit dalam merestrukturisasi Sekretariat OKI terutama pada empat aspek: perampingan struktur, metodologi, peningkatan kemampuan keuangan dan sumber daya manusia. KTT Luar Biasa OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi pada 7-8 Desember 2005 telah mengakomodir keinginan tersebut dan dituangkan dalam bentuk Macca Declaration dan OIC 10-years Program of Actions yang meliputi restrukturisasi dan reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta OKI baru yang diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2015.

OIC 10-years Program of Actions merupakan awal perubahan OKI yang tidak hanya menfokuskan pada masalah politik tetapi juga ekonomi perdagangan. Program Aksi 10 tahun OKI mencakup isu-isu politik dan intelektual, isu-isu pembangunan, sosial, ekonomi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab kesenjangan kesejahteraan umat. Di bidang politik dan intelektual, dalam 10 tahun OKI diharapkan mampu menangani berbagai isu seperti upaya membangun nilai-nilai moderasi dan toleransi; membasmi ekstrimisme, kekerasan dan terorisme; menentang

31

Page 32: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Islamophobia; meningkatkan solidaritas dan kerjasama antar negara anggota, conflict prevention, peanganan masalah Filipina, hak-hak kelompok minoritas dan komunitas muslim, dan masalah-masalah yang dialami Afrika.

KTT OKI ke-11 berlangsung antara tanggal 13-14 Maret dan bertemakan “The Islamic Ummah in the 21st Century” menghasilkan dokumen utama, yaitu: Piagam OKI, Final Communiqué dan sejumlah resolusi. Final Communiqué mengangkat isu antara lain mengenai politik, keamanan, Palestina, minoritas muslim seperti Kosovo, terorisme, ekonomi, sosial budaya, hukum, iptek dan sosial budaya. Sedangkan resolusi terkait yang berhubungan dengan keamanan global/ regional antara lain: Resolutions on the Cause of palestine, the City of Al-Quds Al Sharif, and the Arab-Israel Conflict, Resolutions on Political Affairs, Resolutions on Muslim Communities and Minorities in Non-OIC Member States. Piagam Baru tersebut pada intinya merupakan penegasan bagi OKI untuk mengeksplorasi bentuk kerjasama yang lain dan tidak hanya terbatas pada kerjasama politik saja.

Dalam kesempatan menghadiri KTT OKI ke-14, 13-14 Maret 2008, Presiden RI dalam pidatonya menyampaikan antara lain (a) dukungan terhadap OIC’s Ten-Year Plan of Action yang merupakan cerminan pragmatisme OKI dalam menghadapi tantangan dan permasalahan umat (b) konflik Palestina-Israel merupakan penyebab utama krisis di Timur Tengah dan juga merupakan tantangan serius perdamaian dan keamanan internasional. Terkait dengan hal ini, Presiden Indonesia menyambut baik hasil Konferensi Annapolis pada bulan Desember 2007, terutama mengingat adanya joint understanding untuk mendirikan negara Palestina pada akhir tahun 2008 (c) potensi kapasitas negara-negara anggota OKI dapat diberdayakan dalam memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan global, pemberantasan kemiskinan dan percepatan pembangunan (d) Islam, demokrasi, dan modernitas maupun HAM adalah compatible (e) Islam adalah agama perdamaian dan toleran. Upaya interfaith dan inter-civilization dialogue perlu didukung dalam mengurangi persepsi yang salah dan ketakutan terhadap Islam (Islamophobia) di kalangan Barat (f) pembangunan umat Islam harus memperhatikan aspek lingkungan. Dapat disampaikan bahwa wakil Asia, Afrika, dan Arab juga memiliki pandangan yang kurang lebih sama.

Selanjutnya, dalam KTM ke-35 OKI dengan tema Prosperity and Development di Kampala, Uganda, tanggal 18-20 Juni 2008, telah dilakukan penandatanganan Piagam Baru OKI oleh para Menteri Luar Negeri, termasuk Menteri Luar Negeri RI. Indonesia sangat mendukung proses revitalisasi OKI dan menginginkan agar OKI dapat semakin efektif dalam menanggapi berbagai perubahan dan tantangan global sesuai dengan tujuan pembentukannya. Sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam OKI dengan tujuan akhir untuk mendorong proses good governance di dunia Islam untuk menjadikan OKI sebagai organisasi yang kredibel, kompeten, dan diakui perannya di dunia internasional.

Pertemuan ke-36 Dewan Menteri Luar Negeri OKI (PTM ke-36 OKI) yang dilaksanakan di Damaskus, tanggal 23-25 Mei 2009 membahas isu-isu kerjasama yang menjadi perhatian bersama seperti politik; komunitas muslim di negara bukan anggota OKI; kemanusiaan (humanitarian affairs); hukum; masalah-masalah umum dan keorganisasian; informasi; ekonomi; ilmu pengetahuan dan teknologi; da’wah; sosial budaya; dan administrasi serta keuangan. Dalam kesempatan tersebut Menlu RI menyampaikan pokok-pokok pidato antara lain mengenai perlunya diintensifkan pelaksanaan reformasi OKI, khususnya di bidang demokrasi, good governance, dan HAM termasuk hak-hak wanita, sesuai dengan mandat Program Aksi 10 Tahun OKI (TYPOA) dan Piagam Baru OKI, disamping isu Palestina, kerjasama perdagangan dan pelibatan sektor swasta di antara negara anggota, serta,sebagai Ketua PCSP-OIC, melaporkan perkembangan proses perdamaian di Filipina Selatan terkait dengan pelaksanaan pertemuan Tripartite antara Pemerintah Filipina-MNLF-OKI yang merundingkan implementasi sepenuhnya Perjanjian Damai 1996;

Peran Pemri yang menonjol lainnya dalam OKI adalah dalam rangka memfasilitasi upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro National Liberation Front (MNLF) dengan mengacu kepada Final Peace Agreement / Perjanjian Damai 1996. Peran Indonesia saat ini adalah sebagai Ketua Organization Islamic Conference Peace Committee for the Southern Philippines (PCSP-OIC). Adapun hasil penting terakhir adalah diadakannya Pertemuan JWGs ke-2 antara GRP dan MNLF difasilitasi PCSP-OIC pada tgl. 19-28 Agustus 2008, bertempat di KBRI-Manila. Sebagai tindaklanjutnya, Pertemuan Tripartite ke-3 antara GRP, MNLF dan PCSP-OIC direncanakan diselenggarakan pada bulan Januari ataupun Februari 2009. Dengan pelaksanaan proses-proses sebagaimana dimaksud, diharapkan akan membantu tercapainya proses pencapaian penyelesaian konflik secara damai di kawasan Filipina Selatan dan memberikan situasi aman dan bebas dari konflik di kawasan dimaksud.Indonesia selaku Ketua Peace Committee for the Southern Philippines (OIC-PCSP) 2009-2011 berkunjung ke Manila pada tanggal 3-6 November 2009 guna mengadakan serangkaian konsultasi informal dengan para pihak yang terkait dalam proses Tripartite Meeting untuk Filipina Selatan. Kunjungan tersebut diperlukan untuk mendorong agar proses yang diamanatkan di dalam Communiqué 3rd Session of the Tripartite Meeting between the GRP, MNLF and OIC-PCSP di Manila pada 11-13 Maret 2009, termasuk proses Legal Panel antara Government of the Republic of the Philippines (GRP) dengan Moro National Liberation Front (MNLF) yang sedang macet, dapat berjalan kembali. Selaku Ketua PCSP, Indonesia mengadakan tukar pandangan dengan wakil-wakil negara anggota OIC-PCPS yang memiliki perwakilan di Manila dalam upaya kolektif untuk mendorong kembali kelanjutan proses perdamaian GRP-MNLF. Juga

32

Page 33: Bahan Apaleun Final Test Deplu

dilakukan pertemuan secara terpisah dengan MNLF –baik faksi Nur Misuari maupun faksi Muslimin Sema, serta dengan GRP, yaitu dengan Under-Secretary Office of the Presidential Adviser on the Peace Process (OPAPP) Nabil Tan; Under-Secretary Kemlu Rafael Seguis; dan Ketua OPAPP yang baru Secretary Annabelle Tescon Abaya. Pada Akhir pertemuan konsultasi informal tersebut dicapai kesediaan kedua pihak untuk bertemu kembali di dalam Legal Panel merupakan suatu peluang yang perlu dimanfaatkan (to be seized) bagi kelanjutan proses Tripartite. Pada tanggal 17 Desember 2009, Indonesia telah menfasilitasi Pertemuan Pendahuluan Legal Panel GRP-MNLF di KBRI Manila, yang dihadiri pula oleh para wakil negara-negara OIC-PCSP. Pertemuan diadakan untuk membahas agenda, tanggal dan tempat Pertemuan Legal Panel mendatang. Pertemuan telah menghasilkan joint statement yang intinya menyatakan bahwa Pertemuan Legal Panel berikutnya akan dilangsungkan tanggal 11-15 Januari 2010. Sedangkan mengenai tempat Pertemuan yang diusulkan di Tripoli, Libya, masih menunggu konfirmasi dari Libya.

Lebih lanjut, dalam berbagai forum internasional, termasuk OKI, Indonesia telah memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan terhadap keputusan Dewan Nasional Palestina (Palestinian National Council) untuk memproklamirkan Negara Palestina pada tanggal 15 Nopember 1988. Dukungan kemudian dilanjutkan dengan pembukaan hubungan diplomatik antara Pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989. Di samping itu, Indonesia adalah anggota “Committee on Al Quds (Yerusalem)” yang dibentuk pada tahun 1975.

Selain itu, Isu terorisme juga telah menjadi perhatian utama OKI. Komitmen OKI untuk mengatasi masalah terorisme terlihat antara lain pada The Extraordinary Session of the Islamic Conference of Foreign Ministers on Terrorism di Kuala Lumpur, Malaysia, 1-3 April 2002 yang menghasilkan Kuala Lumpur Declaration on International Terrorism. Deklarasi tersebut pada intinya menekankan posisi negara-negara anggota OKI dalam upaya untuk memerangi terorisme dan upaya-upaya untuk mengkaitkan Islam dengan terorisme. Terorisme merupakan salah satu isu di mana OKI memiliki sikap bersama pada pembahasan di forum SMU PBB. Hal ini terkait dengan implementasi UN Global Counter-Terrorism Strategy dan penyelesaian draft konvensi komprehensif anti terorisme internasional di mana menyisakan outstanding issue pada definisi terorisme. Inti posisi OKI menekankan perlunya dibedakan antara kejahatan terorisme dengan hak sah perlawanan rakyat Palestina untuk merdeka. Dalam kaitan ini maka penyelesaian politik konflik Palestina secara adil akan memberikan sumbangan bagi pemberantasan the root causes of terrorism. Pertemuan ke-37 Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Konferensi Islam (KTM ke-37 OKI) telah dilaksanakan di Dushanbe, Tajikistan, tgl 18-20 Mei 2010. Pertemuan merupakan KTM OKI pertama yang diadakan di Asia Tengah, dengan tema “Shared Vision of a More Secure and Prosperous Islamic World”. Pertemuan KTM yang pertama kali diadakan di Asia Tengah ini merupakan momentum khusus bagi kawasan tersebut, dalam rangka meningkatkan kerjasamanya dengan negara-negara anggota OKI lain, dan diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya OKI dalam menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Dalam pertemuan tersebut, Menlu RI menekankan kembali mengenai proses reformasi OKI yang tengah berjalan saat ini dan keperluan untuk negara-negara anggota OKI mendukung proses tersebut antara lain melalui implementasi Charter OKI dan Program Aksi 10 Tahun (TYPOA. Disampaikan pula bahwa Pemri mendukung upaya OKI bagi realisasi pembentukan Komisi HAM OKI dan terhadap statuta Organisasi Pembangunan Perempuan OKI yang telah disahkan. Kedepan, pembentukan kedua badan dimaksud akan semakin memperjelas posisi OKI dalam mempromosikan dan mengembangkan HAM dan isu perempuan di dunia internasional. Pemri juga menyatakan sikapnya atas upaya terciptanya dunia yang bebas dari senjata nuklir berdasarkan 3 pilar utama yaitu: nuclear disarmament, non proliferasi nuklir dan penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Untuk itu, Pemri menyambut baik tercapainya kesepakatan antara Iran, Turki dan Brazil dalam hal pengaturan penggunaan enerji nuklir. Hal ini diharapkan akan membantu penyelesaian isu nuklir Iran. Disamping itu, pada kesempatan yang sama Pemri juga menyatakan dukungannya atas berdirinya negara Palestina yang merdeka dan ajakan kepada komunitas internasional untuk secara bersama memberikan bantuan yang diperlukan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat Palestina. Indonesia telah memberikan prioritas pada pengembangan capacity building bagi rakyat palestina pembangunan sosial, pemerintahan, ekonomi, infrastruktur dan keuangan untuk periode 2008-2013. Berkenaan dengan isu Islamophobia, Pemri menekankan mengenai perlunya untuk mengajak pihak Barat dalam proses penciptaan proses dialogis lintas agama dan kebudayaan yang konstruktif guna memperkecil timbulnya pemahaman yang keliru atas Islam, disamping memperkenalkan Islam sebagai agama yang mengedepankan toleransi dalam menjawab tantangan global saat ini.

33

Page 34: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Di dalam pembahasan resolusi tentang OIC Strategy Paper on Combating Defamation of Religion, Pemri menekankan kembali perlunya untuk menjaga kesatuan sikap dan posisi Kelompok OKI terhadap isu-isu yang bersifat prinsipil dan juga menghimbau kiranya Kelompok OKI dapat lebih menunjukkan fleksibilitas melalui engagement yang lebih bersifat konstruktif kepada pihak dan kelompok lain. KTM OKI ke-37 telah mengesahkan apa yang disebut Deklarasi Dushanbe. Deklarasi tersebut menggaris-bawahi mengenai beberapa isu seperti Perdamaian di Timur Tengah; Afghanistan; pengutukan agresi Armenia terhadap Azerbaijan; menyambut baik kesepakatan pertukaran bahan bakar nuklir oleh Iran, Turki dan Brazil; terorisme; perlucutan senjata nuklir dan senjata pemusnah massal; pengembangan SDM dan pendidikan; mendorong kelancaran barang, jasa diantara Negara OKI; dialog antar peradaban dan Islamophibia. Disela-sela pelaksanaan KTM, selaku Ketua Komite Perdamaian OKI untuk Filipina Selatan (OIC-PCSP – Peace Committee for the Southern Philippines), Indonesia mengadakan pertemuan Komite pada tanggal 20 Mei 2010. Pertemuan dipimpin oleh Dirjen Multilateral Kemlu selaku Ketua PCSP dan dihadiri oleh anggota Komite, yaitu Arab Saudi, Brunei Darussalam, Libya, Malaysia, Mesir, Tajikistan, Turki, Senegal, serta Utusan Khusus Sekretaris Jenderal OKI untuk Filipina Selatan, Dubes Sayyed El-Masry. Bangladesh tidak hadir dalam pertemuan tersebut. Dalam kesempatan tersebut, selaku Ketua Komite, Indonesia menyampaikan laporan perkembangan implementasi dari Perjanjian Damai 1996, khususnya pasca Pertemuan Tripartite (GRP - OKI - MNLF) Maret 2009 hingga pertemuan di Tripoli, Libya, 20 Mei 2010.

G-15

Pada KTT ke-9 Gerakan Non Blok (GNB) di Beograd bulan September 1989, 15 negara berkembang menghasilkan kesepakatan untuk membentuk Kelompok Tingkat Tinggi untuk Konsultasi dan Kerjasama Selatan-Selatan (Summit Level Consultative Group on World Economic Crisis and Development/SLCG) yang kemudian lebih dikenal dengan nama G-15. Meskipun diumumkan pada kesempatan KTT GNB, G-15 secara organisasi bukan bagian dari GNB.G-15 bertujuan sebagai wadah kerjasama ekonomi dan pembangunan negara-negara berkembang yang terdiri dari Aljazair, Argentina, Brazil, Chile, Kolombia, India, Indonesia, Iran, Jamaika, Kenya, Malaysia, Mesir, Meksiko, Nigeria, Peru, Senegal, Sri Lanka, Venezuela dan Zimbabwe. G-15 diharapkan dapat mendayagunakan potensi kerjasama diantara negara berkembang. Melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan tersebut pada gilirannya akan menunjang kredibilitas negara-negara berkembang dalam upayanya untuk mengaktifkan kembali dialog Utara-Selatan. G-15 juga dapat dimanfaatkan sebagai mekanisme untuk menyampaikan kepentingan negara berkembang dalam forum G-20.

Untuk mencapai tujuannya, G-15 telah mencanangkan berbagai macam proyek pembangunan dan kerjasama teknis dalam berbagai bidang antara lain di bidang perdagangan, usaha kecil dan menengah (SME’s), energi, pertambangan, investasi, pembiayaan perbankan dan perdagangan, teknologi informasi, pertanian, pendidikan, dan pembangunan kapasitas sumber daya manusia.

Pada KTT ke-3 G-15 pada tanggal 11-14 September 2006, di Havana, Cuba, telah dilakukan serah terima keketuaan G-15 dari Aljazair kepada Iran. KTT tersebut telah menyepakati sebuah Joint Communique yang memuat komitmen bersama negara-negara anggota G-15 dalam menghadapi berbagai tantangan global, meningkatkan kerjasama di berbagai bidang dan upaya revitalisasi dan konsolidasi internal sehingga kerjasama G-15 lebih efektif dalam membantu pembangunan negara-negara anggota.

Indonesia melihat bahwa G-15 memiliki berbagai potensi dalam meningkatkan kerjasama saling menguntungkan antar negara anggotanya, antara lain karena sebagian besar negara anggota G-15 memiliki sumber daya alam dan tenaga kerja yang melimpah, dan beberapa diantaranya merupakan negara yang tingkat ekonominya relatif sudah sangat berkembang dengan beragam kemajuan di bidang industri, infrastruktur dan teknologi. Keuntungan G-15 yang lain adalah beberapa negara anggotanya telah memiliki atau menjalin hubungan dengan lembaga-lembaga negara maju seperti OECD dan G-8, maupun dengan kelompok regional lainnya yang terlibat dalam pembuatan kebijakan ekonomi global, dimana hal ini sangat menguntungkan secara ekonomi bagi kepentingan organisasi umumnya dan Indonesia khususnya. KTT G-15 ke-14 telah diselenggarakan di Tehran, Iran pada tanggal 17 Mei 2010. Konferensi ini didahului oleh pertemuan Personal Representative Meeting (PRM), dan Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) pada tanggal 14 dan 15 Mei 2010. Pada kesempatan tersebut, Delri pada PRM dipimpin oleh Watapri Jenewa, sementara pada PTM dipimpin oleh Dirjen Multilateral. Di tingkat KTT, Delri dipimpin oleh Menteri Perindustrian selaku Utusan Khusus Presiden RI.

34

Page 35: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad berkesempatan untuk membuka KTT G-15 ke -17 dan menyampaikan opening remarks di hadapan delegasi dari 16 negara yaitu: Aljazair, Brazil, India, Indonesia, Kenya, Malaysia, Meksiko, Mesir, Nigeria, Srilanka, Senegal, dan Venezuela. Selain itu, Iran juga mengundang Turki, Belarusia dan Qatar untuk hadir. Dalam KTT kali ini salah satu negara anggota G-15, Jamaika, tidak mengirimkan delegasinya ke Tehran. Sebagai hasil akhir, KTT G-15 ke-14 berhasil menyepakati Draft Joint Communique yang mencakup 11 isu utama, yaitu: a) krisis keuangan/moneter internasional; b) fasilitasi bagi pekerja migran; c) pencapaian MDGs; d) penyelesaian Putaran Doha WTO; e) penanganan perubahan iklim; f) isu HAKI dan GRTKF; g) keamanan enegi; h) kesehatan masyarakat; i)Kerjasama Selatan-Selatan; j) situasi palestina; dan k) pembentukan High Level Task Force (HLTF) untuk mengkaji progress dan prospek G-15. Selain itu, dalam KTT ini, Presiden Iran juga telah menyerahkan jabatan keketuaan G-15 kepada Srilanka untuk periode berikutnya.

South Centre (SC)

South Centre (SC) merupakan lembaga antar pemerintahan negara berkembang yang didirikan berdasarkan perjanjian (Treaty) yang berlaku sejak tanggal 31 Juli 1995, dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. SC memiliki fungsi sebagai lembaga kajian (think thank) yang mandiri dengan kegiatan utamanya melakukan kajian-kajian mengenai isu-isu internasional yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang. SC juga memiliki status sebagai Peninjau (Observer) di Perserikatan Bangsa Bangsa dan diberbagai badan-badan internasional pembangunan lainnya.

SC didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan solidaritas dan saling pengertian diantara negara anggota; mengembangkan berbagai bentuk kerjasama Selatan-Selatan; mengkoordinasikan pandangan dan pendekatan yang terintegrasi diantara negara-negara berkembang mengenai isu-isu ekonomi, politik, dan isu strategis global lainnya di berbagai fora internasional; serta meningkatkan saling pengertian antara negara berkembang dan negara maju, dan mendorong kerjasama Utara-Selatan yang mengedepankan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan.

Untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, SC antara lain melakukan berbagai kegiatan riset dan penelitian, serta memberikan saran kebijakan mengenai berbagai isu internasional yang dihadapi negara-negara berkembang.

Secara umum dapat dikatakan bahwa hasil kajian SC telah dimanfaatkan untuk membantu mengkoordinasikan dan memperjuangkan posisi negara-negara berkembang dalam forum WTO, WIPO, G-24, G-33, G-20, UNFCCC, dan Kelompok 77 dan China.

Bagi Indonesia sendiri, SC banyak memberikan dukungan antara lain terkait posisi Indonesia sebagai Koordinator Kelompok 33 di WTO. Dalam hal ini SC telah memberikan proposal yang dapat mengakomodir kepentingan negara-negara berkembang di bidang pertanian yang menjadi concern utama negara-negara anggota dalam perundingan di WTO. Dalam rangka persiapan pertemuan COP 13 UNFCCC mengenai perubahan iklim di Bali bulan Desember 2007 yang lalu, SC juga membantu memberikan rekomendasi posisi kepada Indonesia yang menguntungkan negara-negara berkembang. Kedepannya, Executive Director SC saat ini Mr. Martin Khor (Malaysia) telah menyatakan bahwa isu lingkungan hidup akan terus menjadi fokus South Centre bersama-sama dengan isu Free Trade Agreement & Economic Partnership Agreements, dan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Fokus penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh SC terhadap isu global terkini seperti reformasi lembaga Bretton Woods, yang juga menjadi concern utama Indonesia di forum G-20, tidak dipungkiri bermanfaat bagi negara-negara berkembang anggota G-20 termasuk Indonesia untuk memperjuangkan kepentingannya.

SC juga telah beberapa kali mengadakan kerjasama dengan PTRI Jenewa untuk menyelenggarakan seminar internasional. Pada tahun 2007, SC bekerjasama dengan PTRI Jenewa menyelenggarakan side event mengenai perubahan iklim pada sidang Ecosoc bulan Juni 2007. Pada tahun 2008, PTRI Jenewa bekerjasama dengan SC mengadakan seminar mengenai perspektif Selatan dalam menghadapi krisis energi dan krisis pangan.

Walaupun masalah keuangan menjadi masalah paling krusial yang menghambat program-program SC belakangan ini, negara-negara anggota termasuk Indonesia menilai bahwa dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, kegiatan SC justru semakin membaik.

35

Page 36: Bahan Apaleun Final Test Deplu

The Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC)

Latar Belakang ANRPC merupakan forum konsultasi antar-negara produsen karet alam dunia. Dengan dibubarkannya International Natural Rubber Organization (INRO) yang mewadahi kerjasama antara negara-negara produsen (pengekspor) dan negara-negara konsumen (pengimpor) tahun 1999, tiga negara penghasil karet utama dunia (Malaysia, Indonesia, Thailand) dalam pertemuan yang diadakan di Jakarta Juli 2000 sepakat untuk memperkuat ANRPC sebagai wadah kerjasama untuk memajukan kepentingan negara-negara produsen karet, khususnya dalam hal pengembangan langkah-langkah yang diperlukan dalam peningkatan harga dan pedagangan karet alam dunia.Keanggotaan ANRPC terdiri dari: Indonesia, India, Malaysia, Papua New Guinea, Singapura, Sri Lanka, Vietnam dan Thailand. Kantor Pusat ANRPC berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia. Masalah yang Menonjol Dalam kerangka Tripartite, Malaysia, Indonesia,dan Thailand telah melakukan upaya untuk menerapkan suatu mekanisme yang dikenal dengan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) dan Supply Management Scheme (SMS) yang merupakan hasil dari Bali Declaration 2001. Selain itu direncanakan juga akan dibentuk International Tripartite Rubber Company (ITRCo) yang diharapkan dapat mendukung upaya stabilisasi harga dan juga dapat melibatkan anggota ANRPC lainnya.

Gerakan Non Blok (GNB)

Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955 merupakan proses awal lahirnya GNB. KAA diselenggarakan pada tanggal 18-24 April 1955 dan dihadiri oleh 29 Kepala Negara dan Kepala Pemerintah dari benua Asia dan Afrika yang baru saja mencapai kemerdekaannya. KAA ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendalami masalah-masalah dunia waktu itu dan berupaya menformulasikan kebijakan bersama negara-negara baru tersebut pada tataran hubungan internasional. KAA menyepakati ’Dasa Sila Bandung’ yang dirumuskan sebagai prinsip-prinsip dasar bagi penyelenggaraan hubungan dan kerjasama antara bangsa-bangsa. Sejak saat itu proses pendirian GNB semakin mendekati kenyataan, dan dalam proses ini tokoh-tokoh yang memegang peran kunci sejak awal adalah Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Indonesia Soekarno, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Kelima tokoh dunia ini kemudian dikenal sebagai para pendiri GNB.

GNB berdiri saat diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) I GNB di Beograd, Yugoslavia, 1-6 September 1961. KTT I GNB dihadiri oleh 25 negara yakni Afghanistan, Algeria, Yeman, Myanmar, Cambodia, Srilanka, Congo, Cuba, Cyprus, Mesir, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Iraq, Lebanon, Mali, Morocco, Nepal, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Suriah, Tunisia dan Yugoslavia. Dalam KTT I tersebut, negara-negara pendiri GNB ini berketetapan untuk mendirikan suatu gerakan dan bukan suatu organisasi untuk menghindarkan diri dari implikasi birokratik dalam membangun upaya kerjasama di antara mereka. Pada KTT I juga ditegaskan bahwa GNB tidak diarahkan pada suatu peran pasif dalam politik internasional, tetapi untuk memformulasikan posisi sendiri secara independen yang merefleksikan kepentingan negara-negara anggotanya.

GNB menempati posisi khusus dalam politik luar negeri Indonesia karena Indonesia sejak awal memiliki peran sentral dalam pendirian GNB. KAA tahun 1955 yang diselenggarakan di Bandung dan menghasilkan ‘Dasa Sila Bandung’ yang menjadi prinsip-prinsip utama GNB, merupakan bukti peran dan kontribusi penting Indonesia dalam mengawali pendirian GNB. Secara khusus, Presiden Soekarno juga diakui sebagai tokoh penggagas dan pendiri GNB. Indonesia menilai penting GNB tidak sekedar dari peran yang selama ini dikontribusikan, tetapi terlebih-lebih mengingat prinsip dan tujuan GNB merupakan refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.

Tujuan utama GNB semula difokuskan pada upaya dukungan bagi hak menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, kedaulatan dan integritas nasional negara-negara anggota. Tujuan penting lainnya adalah penentangan terhadap apartheid; tidak memihak pada pakta militer multilateral; perjuangan menentang segala bentuk dan manifestasi imperialisme; perjuangan menentang kolonialisme, neo-kolonialisme, rasisme, pendudukan dan dominasi asing; perlucutan senjata; tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan hidup berdampingan secara damai; penolakan terhadap penggunaan atau ancaman kekuatan dalam hubungan internasional; pembangunan ekonomi-sosial dan restrukturisasi sistem perekonomian internasional; serta kerjasama internasional berdasarkan persamaan hak. Sejak pertengahan 1970-an, isu-isu ekonomi mulai menjadi perhatian utama negara-negara anggota GNB. Untuk itu,

36

Page 37: Bahan Apaleun Final Test Deplu

GNB dan Kelompok 77 (Group of 77/G-77) telah mengadakan serangkaian pertemuan guna membahas masalah-masalah ekonomi dunia dan pembentukan Tata Ekonomi Dunia Baru (New International Economic Order).

Menyusul runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 dan kekuatan militer-politik komunisme di Eropa Timur, muncul perdebatan mengenai relevansi, manfaat dan keberadaan GNB. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa dengan berakhirnya sistem bipolar, eksistensi GNB telah tidak bermakna. Namun, sebagian besar negara mengusulkan agar GNB menyalurkan energinya untuk menghadapi tantangan-tantangan baru dunia pasca Perang Dingin, di mana ketegangan Utara-Selatan kembali mengemuka dan jurang pemisah antara negara maju dan negara berkembang menjadi krisis dalam hubungan internasional. Perhatian GNB pada masalah-masalah terkait dengan pembangunan ekonomi negara berkembang, pengentasan kemiskinan dan lingkungan hidup, telah menjadi fokus perjuangan GNB di berbagai forum internasional pada dekade 90-an.

Dalam KTT GNB ke-10 di Jakarta, pada tahun 1992, sebagian besar ketidakpastian dan keragu-raguan mengenai peran dan masa depan GNB berhasil ditanggulangi. Pesan Jakarta, yang disepakati dalam KTT GNB ke-10 di Jakarta, adalah dokumen penting yang dihasilkan pada periode kepemimpinan Indonesia dan memuat visi baru GNB, antara lain:

Mengenai relevansi GNB setelah Perang Dingin dan meningkatkan kerjasama konstruktif sebagai komponen integral hubungan internasional;

Menekankan pada kerjasama ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang berhasil dicapai melalui perjuangan GNB sebelumnya;

Meningkatkan potensi ekonomi anggota GNB melalui peningkatan kerjasama Selatan-Selatan.

Selaku ketua GNB waktu itu, Indonesia juga “menghidupkan kembali dialog konstruktif Utara-Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara (genuine interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat, dan tanggung jawab bersama”. Selain itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian masalah hutang luar negeri negara-negara berkembang miskin (HIPCs/ Heavily Indebted Poor Countries) yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif. Sementara guna memperkuat kerjasama Selatan-Selatan, KTT GNB ke-10 di Jakarta sepakat untuk “mengintensifkan kerjasama Selatan-Selatan berdasarkan prinsip collective self-reliance”. Sebagai tindak lanjutnya, sesuai mandat KTT Cartagena, Indonesia bersama Brunei Darussalam mendirikan Pusat Kerjasama Teknik Selatan-Selatan GNB.

Dalam kaitan dengan upaya pembangunan kapasitas negara-negara anggota GNB, sesuai mandat KTT GNB Ke-11, di Cartagena tahun 1995, telah didirikan Pusat Kerjasama Teknik Selatan-Selatan GNB (NAM CSSTC) di Jakarta, yang didukung secara bersama oleh Pemerintah Brunei Darussalam dan Pemerintah Indonesia. NAM CSSTC telah menyelenggarakan berbagai bidang program dan kegiatan pelatihan, kajian dan lokakarya/seminar yang diikuti negara-negara anggota GNB. Bentuk program kegiatan NAM CSSTC difokuskan pada bidang pengentasan kemiskinan, memajukan usaha kecil dan menengah, penerapan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam masa mendatang diharapkan negara-negara anggota GNB, non-anggota, sektor swasta dan organisasi internasional terdorong untuk terlibat dan berperan serta dalam meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan melalui NAM CSSTC. Upaya mengaktifkan kembali kerjasama Selatan-Selatan ini merupakan tantangan bagi GNB antara lain untuk menjadikan dirinya tetap relevan saat ini dan di waktu mendatang.

Munculnya tantangan-tantangan global baru sejak awal abad ke-21 telah memaksa GNB terus mengembangkan kapasitas dan arah kebijakannya, agar sepenuhnya mampu menjadikan keberadaannya tetap relevan tidak hanya bagi negara-negara anggotanya tetapi lebih terkait dengan kontribusinya dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Isu-isu menonjol terkait dengan masalah terorisme, merebaknya konflik intra dan antar negara, perlucutan senjata dan senjata pemusnah massal, serta dampak gobalisasi di bidang ekonomi dan informasi teknologi, telah menjadikan GNB perlu menyesuaikan kebijakan dan perjuangannya. Dalam konteks ini, GNB memandang perannya tidak hanya sebagai obyek tetapi sebagai mitra seimbang bagi pemeran global lainnya. Dalam kaitan ini, KTT ke-15 GNB di Sharm El-Sheikh, Mesir, yang diselenggarakan tanggal 11-16 Juli 2009 telah menghasilkan sebuah Final Document yang merupakan sikap, pandangan dan posisi GNB tentang semua isu dan permasalahan internasional dewasa ini. KTT ke-15 GNB menegaskan perhatian GNB atas krisis ekonomi dan moneter global, perlunya komunitas internasional kembali pada komitmen menjunjung prinsip-prinsip pada Piagam PBB, hukum internasional, peningkatan kerja sama antara negara maju dan berkembang untuk mengatasi berbagai krisis saat ini.

Terkait dengan dampak negatif krisis moneter global terhadap negara-negara berkembang, KTT ke-15 menegaskan pula perlunya GNB bekerja sama lebih erat dengan Kelompok G-77 dan China. Suatu reformasi mendasar terhadap sistem dan fondasi perekonomian dan moneter global perlu dilakukan dengan memperkuat peran negara-negara berkembang dalam proses pengambilan keputusan dan penguatan peran PBB. KTT ke-15 GNB menyatakan bahwa GNB mendukung hak menentukan sendiri bagi rakyat, termasuk rakyat di wilayah

37

Page 38: Bahan Apaleun Final Test Deplu

yang masih di bawah pendudukan. Dalam konteks itu, GNB mendukung hak-hak rakyat Palestina dalam menentukan nasibnya sendiri, untuk mendirikan negara Palestina merdeka dan berdaulat dengan Jerusalem Timur sebagai ibu kota, serta solusi adil atas hak kembali pengungsi Palestina sesuai Resolusi PBB Nomor 194. GNB juga menolak segala bentuk pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Jerusalem Timur untuk tujuan mengubah peta demografis di dua wilayah tersebut. GNB juga meminta Israel melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB dengan mundur dari Dataran Tinggi Golan hingga perbatasan 4 Juni 1967 dan mundur total dari sisa tanah Lebanon yang masih diduduki.

Dalam bidang politik, Indonesia selalu berperan dalam upaya peningkatan peran GNB untuk menyerukan perdamaian dan keamanan internasional, proses dialog dan kerjasama dalam upaya penyelesaian damai konflik-konflik intra dan antar negara, dan upaya penanganan isu-isu dan ancaman keamanan global baru. Indonesia saat ini menjadi Ketua Komite Ekonomi dan Social, Ketua Kelompok Kerja Perlucutan Senjata pada Komite Politik, dan anggota Komite Palestina. Pada tanggal 17-18 Maret 2010 telah diselenggarakan Pertemuan Special Non-Aligned Movement Ministerial Meeting (SNAMMM) on Interfaith Dialogue and Cooperation for Peace and Development di Manila. Pertemuan dihadiri oleh Presiden Filipina, Gloria Macapagal Arroyo; Presiden Sidang Majelis Umum PBB (SMU-PBB), Dr. Ali Abdussalam Treki; Menlu Filipina, Alberto Romulo; dan Menteri Agama Mesir, Dr. Mahmoud Hamdy Zakzouk, dalam kapasitasnya sebagai Ketua GNB; serta delegasi dari 105 negara anggota GNB. Secara umum, para delegasi anggota GNB yang hadir pada pertemuan tersebut sepakat, bahwa konflik di dunia saat ini banyak diakibatkan oleh kurangnya rasa toleransi. Disamping itu banyak negara anggota GNB menjelaskan berbagai aspek ketidakadilan politik, ekonomi dan sosial yang dapat memicu timbulnya ekstrimisme dan radikalisme. Menlu RI dalam pertemuan tersebut menyampaikan capaian yang dilakukan Pemri dalam diskursus tersebut. Menlu RI juga menjelaskan bahwa saat ini dunia tengah menghadapi berbagai tantangan global. Untuk itu, dengan tekad yang kuat serta didasarkan atas kesamaan nilai yang dianut, diharapkan negara anggota GNB dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat internasional dalam membangun ”global resilience” untuk menghadapi berbagai tantangan di dunia. Menlu RI lebih lanjut menjelaskan pentingnya dialog antar peradaban dan lintas agama untuk meningkatkan people to people contact, menjembatani berbagai perbedaan melalui dialog dan menciptakan situasi yang kondusif pagi perdamaian, keamanan dan harmonisasi atas dasar saling pengertian, saling percaya dan saling menghormati. Untuk itu, GNB seyogyanya terus melakukan berbagai upaya dan inisiatif konkrit dalam mempromosikan dialog dan kerjasama untuk perdamaian dan pembangunan. Dari pengalaman Indonesia memprakarsai berbagai kegiatan dialog lintas agama di berbagai tingkatkan, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi upaya global dalam mempromosikan keharmonisan dan perdamaian di dunia. Pertemuan SNAMMM mengesahkan beberapa dokumen sebagai hasil akhir yaitu: Report of the Rapporteur-General of the SNAMMM on Interfaith Dialogue and Cooperation for Peace and evelopment, dan Manila Declaration and Programme of Action on Interfaith Dialogue and Cooperation for Peace and Development.

World Tourism Organization (WTO)

Latar Belakang Asal mula WTO adalah International Union of Official Tourist Publicity Organization, yang berdiri pada tahun 1925 dengan markas besar di Den Haag, Belanda. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, nama organisasi diubah menjadi Internation Union for Official Tourism Organization (IUOTO), sementara markas besarnya dipindahkan ke Jenewa, Swiss. IUOTO sendiri adalah sebuah organisasi non pemerintah, yang menghimpun badan-badan kepariwisataan negara-negara. Baru pada tahun 1967, IUOTO mengeluarkan rekomendasi untuk mengubah dirinya menjadi suatu organisasi antar pemerintah. Menindaklanjuti rekomendasi ini, WTO didirikan pada tahun 1974, dengan markas besar terletak di Madrid, Spanyol. Dalam sidang Executive Council WTO di Jordania, bulan Juni 2002 lalu, dicapai kesepakatan untuk menjadikan WTO sebagai specialized agencies (badan khusus) PBB. menjadi anggota WTO sejak tahun 1970. Tujuan Tujuan pokok WTO adalah untuk meningkatkan dan membangun pariwisata sebagai kontributor bagi pembangunan ekonomi, saling pengertian internasional, perdamaian, kemakmuran universal, HAM dan kebebasan dasar untuk semua tanpa memandang perbedaan ras, kelamin, bahasa dan agama. Dalam mendukung tujuan pokok ini, organisasi memberikan perhatian atas pembangunan negara-negara dalam bidang pariwisata. WTO telah membantu para

38

Page 39: Bahan Apaleun Final Test Deplu

anggotanya dalam industri pariwisata dunia, di mana diyakini pentingnya sektor tersebut untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, menyediakan insentif untuk melindungi lingkungan dan warisan sejarah serta mempromosikan perdamaian dan saling pengertian di antara negara-negara. Peranan dan Kepentingan Indonesia Saat ini WTO sedang mempromosikan ekoturisme, sebagai salah satu obyek penarik turis sekaligus sebagai program pelestarian alam. Rangkaian kegiatan yang dilakukan termasuk seminar, lokakarya, publikasi dll. Mengingat memiliki banyak lokasi wisata alam, ekoturisme dapat menjadi salah satu bidang kerjasama antara dengan WTO. WTO pun memfokuskan diri pada pemanfaatan situs-situs budaya untuk mendukung pariwisata. Untuk itu WTO melakukan serangkaian kegiatan seperti penelitian di situs-situs budaya, seminar dan publikasi untuk mempromosikan situs budaya serta penelitian lapangan untuk membantu pemerintah setempat memanfaatkan situs budayanya. Mengingat pariwisata merupakan salah satu andalan untuk mendatangkan devisa, kerjasama di forum internasional dan regional seperti WTO dan PATA sangat penting, terutama untuk menjalin kerjasama pelatihan, penanaman modal dan tukar menukar pengalaman. Khusus untuk WTO, organisasi ini memiliki Business Council yang beranggotakan badan-badan pariwisata non-pemerintah. Departemen Luar Negeri menyambut baik dukungan Executive Council WTO agar Masyarakat Pariwisata menjadi anggota WTO Business Council, mengingat pariwisata adalah bisnis yang sangat kompleks sehingga peran serta swasta dan masyarakat sangat vital untuk keberhasilannya. Selain itu, dalam Sidang Dewan Eksekutif ke-70 di Madrid bulan Juni 2003, wakil Indonesia yaitu Prof. Dr. Emil Salim dikukuhkan sebagai anggota World Committee on Tourism Ethics tahun 2003-2005. Focal point untuk kegiatan WTO adalah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Yang layak untuk dikaji dan ditindaklanjuti oleh adalah program ekoturisme yang dikembangkan WTO. Program ini sejalan dengan ide sustainable development di mana obyek wisata alam harus dijaga sedapat mungkin kelestariannya, terutama mengingat keberadaannya untuk memelihara keseimbangan alam. Selain itu, pun dapat menjalin kerjasama program wisata budaya, melengkapi kerjasama yang sudah terjalin dengan UNESCO, untuk menjaga kelestarian situs-situs budaya kita.

Colombo Plan (CP)

Colombo Plan didirikan tahun 1951, pada awalnya bernama “Colombo Plan for Cooperative Economic Development in South and Southeast Asia”. Kini Colombo Plan, yang semula beranggotakan 7 negara anggota Persemakmuran, telah berkembang menjadi suatu organisasi internasional dengan 25 negara anggota terdiri dari negara berkembang dan negara maju yaitu, Afghanistan, Australia, Bangladesh, Bhutan, Fiji, India, Indonesia, Iran, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Maladewa, Mongolia, Myanmar, Nepal, Selandia Baru, Pakistan, Papua New Guinea, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Amerika Serikat dan Vietnam.

Seiring dengan perkembangan tersebut, nama Colombo Plan juga berubah menjadi “The Colombo Plan for Cooperative Economic and Social Development in Asia and Pacific” untuk mencerminkan komposisi geografis keanggotaan dan ruang lingkup aktifitasnya yang semakin luas. Pada saat ini fokus kegiatan Colombo Plan adalah pembangunan sumber daya manusia di kawasan Asia dan Pasifik. Indonesia menjadi anggota Colombo Plan tahun 1953.

Tujuan utama Colombo Plan adalah mendukung pembangunan ekonomi dan sosial negara anggota, memajukan kerjasama teknik serta membantu alih teknologi antar negara anggota, memfasilitasi transfer dan berbagi pengalaman pembangunan antar negara anggota sekawasan dengan penekanan pada konsep kerjasama Selatan-Selatan.

Struktur Organisasi Colombo Plan terdiri dari Consultative Committee yang merupakan badan utama dan bertemu sekali dalam dua tahun, Colombo Plan Council merupakan bandan pelaksana keputusan Consultative Committee, dan Colombo Plan Secretariat. Biaya administrasi Sekretariat Colombo Plan dan Dewan Colombo Plan ditanggung secara rata oleh semua negara anggota melalui kontribusi tahunan. Sementara biaya pelatihan dan pendidikan didanai secara sukarela oleh negara donor baik anggota maupun non-anggota Colombo Plan. Sekretariat CP memiliki lima program yaitu:

1. Programme for Public Administration (PPA)

Program ini bertujuan untuk pembangunan human capital sektor publik di negara anggota melalui program pelatihan dan Lokakarya.

2. Programme for Private Sector Development (PPSD)

39

Page 40: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Program ini difokuskan pada pembangunan sosial dan ekonomi negara anggota melalui capacity building of small and medium enterprises yang meliputi pelatihan transfer of technology, business management, WTO Trade Policies, dan isu-isu perdagangan internasional.

3. Drug Advisory Programme (DAP)

Dimulai sejak tahun 1973, program ini merupakan program pertama yang menangani drug abuse di kawasan Asia Pasifik. Program ini memberikan kontribusi signifikan kepada para negara anggota dengan peningkatan capacity building staf pemerintah dan organisasi masyarakat yang berhubungan dengan penanganan drug abuse.

4. Long-term Fellowship Programme (LFP)

Program pendidikan jangka panjang baik untuk master degree atau non-degree untuk sektor pemerintah negara anggota.

5. Programme on Environment (ENV)

Program ini disetujui pembentukannya pada tahun 2005 dan pemerintah Thailand telah memberikan komitmen untuk memberikan dana awal kegiatan selama 3 tahun pertama (2005-2008). Program ini akan memberikan pelatihan jangka panjang dan pendek di bidang lingkungan.

Indonesia telah menerima banyak bantuan pendidikan dan pelatihan yang ditawarkan oleh CP. Berdasarkan data Sekretariat Colombo Plan, selama kurun waktu 1995-2007, jumlah peserta Indonesia dalam berbagai program Colombo Plan tercatat sekitar 1131 orang, yang menjadikan Indonesia sebagai negara kedua terbesar (setelah Afghanistan), yang menerima bantuan Colombo Plan. Dalam beberapa tahun terakhir kegiatan yang menonjol antara Indonesia dan CP adalah program pelatihan penanganan Drug Abuse yang dikordinasikan oleh Badan Narkotika Nasional bekerjasama dengan beberapa pesantren di Indonesia dibawah organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama (NU).

Pada Colombo Plan Consultative Committee Meeting ke-41 yang diselenggarakan bulan Agustus 2008 di Kuala Lumpur, telah disepakati Colombo Plan’s Strategic Vision 2025 yang dituangkan dalam suatu rencana kerja tahunan Colombo Plan. Indonesia telah menyampaikan kesediaan bekerjasama dengan Colombo Plan dalam pelatihan di bidang Economic and Social Studies, yang mencakup Local Economic Development, Poverty Reduction, Micro Finance serta Family Planning yang akan dilaksanakan pada tahun 2010.

Kelompok 77 dan China

Kelompok 77 dibentuk pada tanggal 15 Juni 1964 melalui pengesahan Joint Declaration dari 77 anggota negara berkembang pada saat berlangsungnya sidang Sesi Pertama United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) di Jenewa. Sampai saat ini, Kelompok 77 dan China telah beranggotakan 133 negara.

Kelompok 77 dan China merupakan forum yang memiliki tujuan utama untuk mendorong kerjasama internasional di bidang pembangunan. Pada perkembangannya Kegiatan Kelompok 77 dan China ditujukan tidak saja untuk memberikan dorongan dan arah baru bagi pelaksanaan kerjasama Utara-Selatan di berbagai bidang pembangunan internasional, akan tetapi juga dimaksudkan untuk memperluas kerjasama dalam memantapkan hubungan yang saling menguntungkan dan saling mengisi antara sesama negara berkembang melalui Kerjasama Selatan-Selatan.

Kegiatan-kegiatan penting Kelompok 77 dan China dalam kerangka PBB terutama untuk merundingkan berbagai isu dan keputusan/resolusi yang akan dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan PBB, antara lain tindak-lanjut pelaksanaan Program Aksi KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen, KTT Wanita di Beijing, Sidang Khusus SMU PBB mengenai obat-obat terlarang, modalitas penyelenggaraan Konperensi Internasional mengenai Pendanaan untuk Pembangunan, Pengkajian Tiga Tahunan Kegiatan Operasional PBB untuk Pembangunan, Pelaksanaan Dialog di SMU PBB mengenai Globalisasi, Pertemuan Interim Development Committee IMF/Bank Dunia, ECOSOC, dan usulan reformasi PBB di bidang ekonomi dan sosial.

40

Page 41: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Untuk menyatukan komitmen diantara pemimpin dari negara anggota Kelompok 77 dan China, Kelompok 77 dan China memiliki Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Selatan merupakan pertemuan tertinggi di antara negara anggota Kelompok 77 dan China. KTT Selatan telah dua kali diselenggarakan yakni di Havana pada tahun 2000 dan di Doha pada tahun 2005. Hasil KTT Selatan ke-2 di Doha, Qatar pada bulan Juni 2005 adalah Doha Declaration dan Doha Plan of Action.

Deklarasi Doha secara umum memuat komitmen politik anggota Kelompok 77 dan China untuk meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan antara lain isu dimensi pembangunan dalam agenda internasional, ruang kebijakan nasional, penguatan multilateralisme, dialog antar peradaban, ketatalaksanaan yang baik, masyarakat madani, geografi baru hubungan ekonomi internasional, transfer teknologi, reformasi PBB dan globalisasi. Atas usul Indonesia Deklarasi Doha juga mencantumkan New Asian African Strategic Partnership (NAASP) sebagai pengakuan pentingnya kerjasama regional dan inter-regional dalam mendorong Kerjasama Selatan-Selatan.

Sementara, Doha Plan of Action memuat rencana aksi sebagai tindak lanjut pelaksanaan komitmen yang tercantum dalam Havana Plan of Action (HPA) tahun 2000. Doha Plan of Action memuat empat bagian utama yakni: globalisasi, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kerjasama Selatan-Selatan, dan Kerjasama Utara-Selatan.

Untuk menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan yang dicapai pada South Summit ke-2, Kelompok 77 dan China memiliki sebuah instrumen yaitu Intergovernmental Follow-up and Coordination Committee on Economic Cooperation among Developing Countries (IFCC) yang merupakan komite utama dari Kelompok 77 dan China yang menangani isu kerjasama Selatan-Selatan. Sebagai upaya untuk melakukan review terhadap perkembangan kerjasama Selatan-Selatan sejak KTT Selatan di Doha, Kelompok 77 dan China telah menyelenggarakan IFCC ke-12 pada bulan Juni tahun 2008 di Pantai Gading. Bagi Indonesia, kerjasama dalam wadah Kelompok 77 dan China merupakan sarana untuk penguatan kerjasama Selatan-Selatan secara efektif. Keberadaan Kelompok 77 dan China juga telah memberikan dukungan dalam bentuk lobbying support dari seluruh 133 negara berkembang anggotanya untuk kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia di PBB, seperti ketika Indonesia menjabat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Developing Eight (D-8)

D-8 didirikan melalui Deklarasi Istanbul yang dihasilkan pada Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) D-8 yang ke-1 pada 15 Juni 1997 di Istanbul, Turki. D-8 terdiri dari 8 (delapan) negara berkembang, yaitu Bangladesh, Mesir, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan dan Turki.

Dasar pendirian D-8 adalah Deklarasi Istanbul yang memuat tujuan, prinsip-prinsip dasar dan bidang-bidang kerjasama D-8. Adapun prinsip-prinsip dasar D-8 adalah peace instead of conflict, dialogue instead of confrontation, justice instead of double-standards, equality instead of discrimination, and democracy instead of oppression.

Awalnya pembentukan D-8 dimaksudkan untuk menghimpun kekuatan negara-negara Islam yang semuanya anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) guna menghadapi ketidakadilan dan sikap mendua negara-negara Barat. Namun, dalam perkembangannya, D-8 ditetapkan sebagai kelompok yang tidak bersifat eksklusif keagamaan dan ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat negara anggotanya melalui pembangunan sosial dan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, kerjasama D-8 difokuskan pada peningkatan intra-trade di antara negara-negara anggotanya. Sejak tahun 1999 - 2007, nilai intra-trade antara negara D-8 telah meningkat lebih dari 200 persen dari US $ 14.5 Milyar menjadi US $ 49 Milyar. Walau cukup signifikan, namun jumlah ini belum melebihi 5 persen dari total perdagangan negara anggota D-8 dengan dunia. Maka diharapkan pada akhir dekade kedua kerjasamanya (2018), intra-trade D-8 dapat meningkat menjadi 15-20 persen dari total perdagangan negara anggotanya dengan dunia, atau mencapai US $ 100 Milyar.Tujuan kerjasama D-8 adalah sbb:

1. Untuk meningkatkan posisi negara anggotanya dalam perekonomian dunia;

41

Page 42: Bahan Apaleun Final Test Deplu

2. Untuk memperluas dan menciptakan peluang-peluang baru dalam bidang perdagangan khususnya intra trade D-8;

3. Untuk memperkuat tercapainya aspirasi negara anggotanya dalam proses pembuatan keputusan pada tingkat global, dan;

4. Meningkatkan taraf hidup masyarakat negara anggota D-8.

Pada KTT D-8 ke-5 tahun 2006 di Bali, Indonesia telah menerima keketuaan D-8 dari Iran untuk periode 2006-2008. Pada kesempatan KTT tersebut, negara-negara D-8 juga telah membubuhkan tanda tangan pada 2 naskah Persetujuan yang dimaksudkan untuk memfasilitasi perdagangan di antara negara anggota yaitu D-8 Preferential Trade Agreement (PTA), dan Multilateral Agreement among D-8 Member Countries on Administrative Assistance in Customs Matters (AACM).

Hingga saat ini, PTA belum berlaku efektif karena baru 2 negara yaitu Iran dan Malaysia yang menyelesaikan proses ratifikasi Persetujuan tersebut. Sementara itu, Indonesia masih menunggu pengumpulan offer list of products sebagai salah satu annexes PTA D-8 oleh seluruh negara D-8 sebelum menyelesaikan proses ratifikasi. Sedangkan untuk AACM, Persetujuan ini belum dapat berjalan karena baru Indonesia yang menyelesaikan proses ratifikasi.

Sebagai ketua D-8 periode 2006-2008, Indonesia telah berhasil dalam melakukan revitalisasi D-8 yang antara lain ditandai dengan meningkatnya jumlah kegiatan dalam kerangka D-8 secara signifikan dengan diselenggarakannya 31 kegiatan D-8 dimana 15 diantaranya diadakan oleh Indonesia. Tiga hal yang dapat dianggap sebagai pencapaian utama pada masa keketuaan Indonesia adalah upaya peningkatan status Sekretariat D-8 dari Office of Executive Director melalui interim arrangement Sekretariat D-8 dimana 3 negara anggota D-8 masing-masing mengirimkan Sekjen (Indonesia), Direktur (Iran), dan Ahli Ekonomi (Turki); Perumusan Roadmap D-8 (2008-2018) yang difasilitasi oleh Indonesia di Bangka Belitung, bulan April 2008; serta Penyelesaian pembahasan PTA D-8 beserta annexes-nya secara menyeluruh.

Pada KTT D-8 ke-6 di Kuala Lumpur, Malaysia, tanggal 4-8 Juli 2009, Indonesia telah melakukan serah terima keketuaan D-8 kepada Malaysia. KTT tersebut menyepakati finalisasi pembentukan Sekretariat Permanen D-8 yang akan dibiayai oleh seluruh negara anggota melalui kontribusi tahunan dan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal yang pertama dari Indonesia yakni Dr. Dipo Alam mulai 1 Januari 2009 – 31 Desember 2012. KTT tersebut juga telah mengadopsi Roadmap D-8 yang akan berfungsi sebagai guidelines kerjasama D-8 untuk dekade kedua kerjasamanya (2008-2018). D-8 memiliki bidang-bidang kerjasama yang kesemuanya diarahkan untuk menghasilkan capaian-capaian konkrit di bidang perdagangan, industri, perhubungan udara, energi, pertambangan dan mineral, kepabeanan, pariwisata, pertanian, kelautan dan perikanan, dan kredit mikro. Dalam bidang Perhubungan Udara, pada 3rd D-8 Working Group Meeting on Civil Aviation and Directors General Meeting (WGCA ke-3) pada Juni 2008, negara-negara D-8 telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) for the Establishment of D-8 Working Group on the Co-operation in Civil Aviation yang ditujukan untuk memfasilitasi pergerakan para pejabat pemerintah, kalangan pebisnis dan masyarakat negara-negara D-8. Pada Pertemuan tersebut, beberapa MoU dan kesepakatan lainnya secara bilateral juga telah ditandatangani oleh Indonesia dan negara-negara D-8 yakni:

a. MoU antara Garuda Airlines dan Turkish Airlines ; b. MoU on Maintenance, Repair, and Overhaul antara GMF Aero Asia and MNG Airlines Turkey. c. Letter of Intent (LoI) antara PT Angkasa Pura II dan TAV Airports Holding Turki dalam bidang Airport

Development d. LoI di bidang perhubungan udara antara Dirjen Perhubungan Udara Indonesia dengan Dirjen Perhubungan

Udara Turki.

Di bidang kerjasama industri D-8, pada 4th D-8 Working Group Meeting on Industrial Cooperation di Bali bulan November 2008, Indonesia telah ditunjuk sebagai prime mover aktivitas industri D-8 periode 2008-2010. Pada kesempatan pertemuan tersebut, Indonesia, Iran dan Turki juga telah membubuhkan tanda tangan pada naskah “Minutes of Meeting” (MoM) yang bertujuan untuk memfasilitasi program kerjasama jangka panjang di bidang industri otomotif dan pembentukan Joint Working Group untuk mengembangkan pelaksanaan kerjasama tersebut.Selain kerjasama dalam bidang-bidang tersebut di atas, D-8 juga melakukan kerjasama dalam menghadapi tantangan krisis pangan yang sedang dihadapi oleh negara-negara berkembang khususnya negara-negara D-8, melalui Pertemuan Tingkat Menteri D-8 (PTM) mengenai Ketahanan Pangan yang diselenggarakan tanggal 25-27 Pebruari 2009 di Kuala Lumpur, Malaysia. PTM mengupayakan pembentukan kerjasama konkrit di bidang pertanian antara negara-negara D-8, dengan meliputi pembahasan 3 isu pokok yaitu produksi dan suplai pupuk berkualitas (Fertilizer), produksi dan suplai pakan ternak (Animal Feed), dan penyediaan benih berkualitas (Seed Bank). Selain mengadopsi Kuala Lumpur Initiative

42

Page 43: Bahan Apaleun Final Test Deplu

to Address Food Security by D-8 Countries, PTM juga telah menyepakati penunjukan prime movers untuk mewujudkan inisiatif Kuala Lumpur sbb:

a. Seed Bank (Turki dan Iran); b. Animal Feed (Malaysia dan Indonesia); c. Fertilizer (Mesir); d. Standards and Trade Issues (Iran dan Turki); e. Marine and Fisheries (Indonesia).

Semua kesepakatan antara negara-negara D-8 yang telah dituangkan dalam bentuk Persetujuan, MoU, LoI ataupun MoM seperti disebutkan di atas berpotensi mendorong peningkatan intra-trade D-8 guna mencapai target pada akhir dekade kedua kerjasamanya. Sedangkan posisi-posisi strategis Indonesia sebagai prime mover berbagai aktivitas D-8 turut berpotensi meningkatkan kontribusi D-8 terhadap pembangunan sosial dan ekonomi negara anggotanya yang sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia yaitu untuk meningkatkan taraf hidup rakyatnya.

Secara politis, keikutsertaan Indonesia pada kerjasama D-8 merupakan wujud solidaritas Indonesia terhadap negara berkembang lainnya dalam rangka memperjuangkan kepentingannya di tingkat internasional. Semua anggota D-8 juga merupakan negara anggota OKI namun secara organisatoris D-8 tidak merupakan sub-ordinasi OKI.

Sebagai wujud komitmen Indonesia terhadap kerjasama Selatan-Selatan, Indonesia memandang penting forum D-8 karena keterlibatannya dalam kerjasama Kelompok D-8 dapat membuka peluang untuk memperluas dan meningkatkan kerjasama ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara tujuan ekspor non-tradisional.

Melalui kerjasama D-8, Indonesia dapat menggalang dukungan dari negara-negara anggota D-8 bagi kepentingan Indonesia misalnya dalam pencalonan di fora kerjasama internasional lainnya.

South-South Cooperation

Konferensi Asia-Afrika pada 1955 di Bandung, dapat dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya konsep Kerjasama Selatan-Selatan. Pada konferensi tersebut, para Kepala Negara Asia Afrika yang hadir telah sepakat untuk memajukan kerjasama ekonomi dan budaya negara-negara Asia-Afrika melalui penyediaan bantuan teknis, pertukaran para ahli untuk mendukung proyek-proyek pembangunan, dan pertukaran keahlian teknologi (exchanging technological know-how) dengan pendirian lembaga pelatihan dan penelitian regional. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep Kerjasama Selatan-Selatan tersebut diadopsi oleh PBB pada 1978 melalui Buenos Aires Plan of Action (BAPA) on Technical Cooperation among Developing Countries.

Menindaklanjuti plan of action tersebut , Indonesia pada tahun 1981, telah membentuk Indonesian Technical Cooperation Program (ITCP) atau Kerjasama Teknik antar Negara Berkembang. KerjasamaProgram ini dimaksudkan sebagai mekanisme untuk berbagi pengalaman Indonesia dalam upaya mengembangkan pengetahuan, keahlian dan visi pembangunan guna menjawab masalah-masalah dan kebutuhan bersama yang sifatnya mendesak; dan sekaligus untuk memperkuat solidaritas antar negara berkembang melalui program pelatihan, pertukaran tenaga ahli dengan pembiayaan secara bilateral dan multilateral, misalnya melalui UNDP atau Jepang (Japan International Cooperation Agency).

Pada KTT GNB ke-10 tahun 1992 di Indonesia, Kerjasama Selatan-Selatan semakin mendapatkan perhatian dengan disepakatinya prinsip utama kerjasama Selatan-Selatan yaitu berdasarkan kemadirian kolektif atau collective self-reliance. Komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Kerjasama Selatan-Selatan terus meningkat hingga pada pendirian Non-Aligned Movement Centre for South-South Technical Cooperation (NAM CSSTC) di Jakarta bekerjasama dengan pemerintah Brunei Darussalam.

Cakupan wilayah kerjasama teknik antar negara berkembang juga telah diperluas hingga negara-negara di kawasan

43

Page 44: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Pasifik Barat Daya sebagaimana dicanangkan pada Pertemuan Tingkat Menteri ke-1 negara-negara di kawasan Pasifik Barat Daya (South West Pacific Dialogue) di Yogyakarta pada 2002.

Pada peringatan 50 tahun KAA pada 2005, Indonesia bekerjasama dengan Afrika Selatan telah menggagas konsep kemitraan baru yaitu New Asia-African Strategic Partnership dimana pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan dilakukan melalui kemitraan strategis dengan negara maju maupun badan-badan internasional lainnya.

Pada tataran instansi pelaksana, pada tahun 2005 yaitu bersamaan dengan restrukturisasi Departemen Luar Negeri, telah dibentuk suatu direktorat baru yaitu Direktorat Kerjasama Teknik yang berfungsi untuk meningkatkan peran aktif Indonesia dalam kerjasama pembangunan dengan negara-negara mitra. Pada tataran perumusan kebijakan Indonesia yang berkaitan dengan Kerjasama Selatan-Selatan, Direktorat Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang merupakan focal point. Perkembangan berikutnya dalam KTNB Indonesia mengarah pada suatu pembentukan kemitraan yang setara dan berkesinambungan antara negara berkembang dan negara maju / badan-badan internasional lainnya melalui Kerjasama Teknik Selatan-Selatan. Dalam pelaksanaannya, Indonesia telah menggalang kerjasama dengan pihak ketiga (tripartite arrangement) seperti UNDP, JICA, ESCAP dll sebagai penyandang dana. Beberapa bidang kegiatan yang menjadi prioritas KTNB Indonesia a.l. bidang pertanian, pengentasan kemiskian, perumahan, keluarga berencana, pembangunan pedesaan, irigasi, teknologi/Informasi, dll.

BALI DEMOCRACY FORUM (BDF)

I. INTRODUCTION: 1. The need for democratization is deeply felt by many countries, as we pursue the democratic ideal: democracy at

the level of the United Nations, democracy at the regional level, and democracy within the nation. While we have heard many commitments to this end, the fact remains that there is a need for greater effort in international cooperation to strengthen democratic institutions at all levels. In the Asian region, such international cooperation is even more urgent given the stark differences in political development among countries in the region.

2. To this day Indonesia continues to nurture its young democracy and seeing to it that democracy takes root-not only by holding free elections, but also by working hard to provide good governance, to sustain a system of checks and balances among the three branches of government, and to strengthen the roles of the mass media and civil society in our national life. During the past ten years of reform, we have accumulated much experience. And we are also keen to learn from the experience of others.

3. Indonesia views that it is inevitable to establish a regional forum on democracy which will contribute to the enlargement and intensification of dialogue as well as the growth of mutual understanding and appreciation among the nations of the region. In the long run, the forum will hopefully contribute to the cause of world peace and stability.

II. THE BALI DEMOCRACY FORUM I, 20084. Indonesia has launched the first Bali Democracy Forum on 10 – 11 December 2008 in Bali with Australia as the Co-

Chair. The theme of the 2008’s BDF was “Building and Consolidating Democracy: A Strategic Agenda for Asia”. The forum was attended by four (4) Head of States/Government, namely the Sultan of Brunei Darussalam, the Prime Minister of Australia, the Prime Minister of Timor Leste and the President of the Republic of Indonesia. Also attending were thirty two (32) participating countries from the Asian region and 8 observers.

5. The first Bali Democracy Forum produced a Chairman’s Statement, which states among others:o Democracy is an on-going process. It is best served when it enhances people’s political participation. o The best way to consolidate democracy is by strengthening its institutions and by subordinating everyone to the

supremacy of law.o Democracy is a key element in the promotion of peace and stability in the region. o There is a need for countries in Asia to promote greater political cooperation.o There is a need to search for political and economic format and governance in order to promote economic

development and democracy that fits to the socio-economic conditions of respective countries in the region6. The first Bali Democracy Forum agreed that the forum should be based on an agreed common goals and objectives,

strategies and principles as well as priority areas for cooperation, as follows:Goals and Objectives:1. To place democracy as a strategic agenda in regional discourse in Asia;2. To forge closer understanding and cooperation amongst participating countries of the Bali Democracy Forum;3. To establish a regional cooperation forum that promotes political development, through dialogue and sharing

of experience and aimed at strengthening democratic institutions and national capacities;44

Page 45: Bahan Apaleun Final Test Deplu

4. To initiate a learning and sharing process among countries in Asia as a strategy towards the maintenance of peace, stability, and prosperity in the region and beyond;

5. To initiate and build a platform for mutual support and cooperation in the field of democracy and political development;

6. To function as a resource base and information center for research and study as well as a pool of expertise in the various sectors relevant to democracy;

Principles1. An inter-governmental forum and not an organization;2. An inclusive inter-governmental forum – open to all countries in the region, democracies and those aspiring to

be more democratic;3. An Indonesian initiative to garner a sense of shared-ownership among participating countries;4. Based on equality, mutual respect, and tolerance, mutual understanding, and mutual benefits;Strategies1. Conduct annual high-level forum of foreign ministers or other ministers and prominent figures;2. Endorse the important role of the Institute for Peace and Democracy as the implementing arm of the Bali

Democracy Forum to conduct technical seminars/workshops, research, studies, trainings and joints missions for senior government officers and experts to share ideas and experiences;

3. Gain support from governments and other partner outside the region;4. Establish networks with relevant regional and international organizations, including NGOs and the media;Areas of Priority1. Strengthening and developing electoral process;2. Enhancing and the role of political parties;3. Upholding the rule of law and strengthening judicial integrity and capacity;4. Developing and Maintaining check-and-balances among the main branches of Governments;5. Promoting good governance (transparency an accountability);6. Promoting democracy and socio-economic development, including national and regional economic resilience;7. Ensuring access to basic public information;8. Ensuring access to basic public needs;9. Fostering the role of women and gender equity;10. Ensuring freedom of religion and upholding religious tolerance;11. Nurturing a culture of democracy, peace and harmony;12. Fostering the participation of civil society and youth;13. Promoting the role of mass media in democratic society;14. Utilizing information technology to promote political communication.

III. BALI DEMOCRACY FORUM II, 20097. The first Bali Democracy Forum in 2008 has placed democracy as a strategic agenda in the Asian region. Therefore,

it was timely to hold a second Bali Democracy Forum which was held on 10 – 11 December 2009 in Nusa Dua, Bali with Japan as Co-Chair. The forum was attended by four (4) Heads of State/Government, namely the President of the Republic of Indonesia, the Sultan of Brunei, the Prime Minister of Japan, and the Prime Minister of Timor Leste. Also present were thirty five (35) countries from across Asia and thirteen (13) observing countries from the American and European regions.

8. The general theme of the second Bali Democracy Forum was “Promoting Synergy between Democracy and Development in Asia: Prospects for Regional Cooperation”. The second Bali Democracy Forum also introduced two interactive sessions among Ministers. The themes of these sessions are:1. “Democracy and the Rule of Law”, and 2. “Democracy and Development in the Information Age”.

9. The Chairman’s Statement of the second Bali Democracy Forum contains the following:o Though Democracy and development are two different concepts but inter-twined, democracy and development

are two processes that can strengthen one another.o The Forum agreed to develop areas of priority for cooperation in democracy as a strategic agenda and to

promote synergy between democracy and development in Asia and other forms of regional cooperation. o The Forum underlined the need for collective efforts to intensify capacity building in the field of democracy and

recognized the integral role of women in democracy.IV. PLANS FOR BALI DEMOCRACY FORUM III, 201010. The Bali Democracy Forum III is expected to be convened on 9-10 December 2010 in Bali, Indonesia with the main

theme “Democracy and the Promotion of Peace and Stability”. 52 countries from the Asia Pacific region will be invited to the third Bali Democracy Forum, including 15 Heads of State/Government, and also 39 countries and international organizations as observers.

45

Page 46: Bahan Apaleun Final Test Deplu

G-20

What is the G-20

The Group of Twenty (G-20) Finance Ministers and Central Bank Governors was established in 1999 to bring together systemically important industrialized and developing economies to discuss key issues in the global economy. The inaugural meeting of the G-20 took place in Berlin, on December 15-16, 1999, hosted by German and Canadian finance ministers.

Mandate

The G-20 is the premier forum for our international economic development that promotes open and constructive discussion between industrial and emerging-market countries on key issues related to global economic stability. By contributing to the strengthening of the international financial architecture and providing opportunities for dialogue on national policies, international co-operation, and international financial institutions, the G-20 helps to support growth and development across the globe.

Origins

The G-20 was created as a response both to the financial crises of the late 1990s and to a growing recognition that key emerging-market countries were not adequately included in the core of global economic discussion and governance. Prior to the G-20 creation, similar groupings to promote dialogue and analysis had been established at the initiative of the G-7. The G-22 met at Washington D.C. in April and October 1998. Its aim was to involve non-G-7 countries in the resolution of global aspects of the financial crisis then affecting emerging-market countries. Two subsequent meetings comprising a larger group of participants (G-33) held in March and April 1999 discussed reforms of the global economy and the international financial system. The proposals made by the G-22 and the G-33 to reduce the world economy's susceptibility to crises showed the potential benefits of a regular international consultative forum embracing the emerging-market countries. Such a regular dialogue with a constant set of partners was institutionalized by the creation of the G-20 in 1999.

Membership

The G-20 is made up of the finance ministers and central bank governors of 19 countries:

Argentina Australia Brazil Canada China France Germany India Indonesia Italy Japan Mexico Russia Saudi Arabia South Africa Republic of Korea Turkey United Kingdom United States of America

The European Union, who is represented by the rotating Council presidency and the European Central Bank, is the 20th member of the G-20. To ensure global economic fora and institutions work together, the Managing Director of the International Monetary Fund (IMF) and the President of the World Bank, plus the chairs of the International Monetary and Financial Committee and Development Committee of the IMF and World Bank, also participate in G-20 meetings on an ex-officio basis. The G-20 thus brings together important industrial and emerging-market countries from all regions of the world. Together, member countries represent around 90 per cent of global gross national product, 80 per cent of world trade (including EU intra-trade) as well as two-thirds of the world's population. The G-20's economic weight and

46

Page 47: Bahan Apaleun Final Test Deplu

broad membership gives it a high degree of legitimacy and influence over the management of the global economy and financial system.

Achievements

The G-20 has progressed a range of issues since 1999, including agreement about policies for growth, reducing abuse of the financial system, dealing with financial crises and combating terrorist financing. The G-20 also aims to foster the adoption of internationally recognized standards through the example set by its members in areas such as the transparency of fiscal policy and combating money laundering and the financing of terrorism. In 2004, G-20 countries committed to new higher standards of transparency and exchange of information on tax matters. This aims to combat abuses of the financial system and illicit activities including tax evasion. The G-20 has also aimed to develop a common view among members on issues related to further development of the global economic and financial system.

To tackle the financial and economic crisis that spread across the globe in 2008, the G-20 members were called upon to further strengthen international cooperation. Since then, the concerted and decisive actions of the G-20 helped the world deal effectively with the current financial and economic crisis. The G-20 has already delivered a number of significant and concrete outcomes. For examples, it committed to implement the unprecedented and most coordinated expansionary macroeconomic policies, including the fiscal expansion of US$5 trillion and the unconventional monetary policy instruments; significantly enhance the financial regulations, notably by the establishment of the Financial Stability Board(FSB); and substantially strengthen the International Financial Institutions(IFIs), including the expansion of resources and the improvement of precautionary lending facilities of the IFIs.

Reflecting on these achievements and recognizing that more needs to be done to ensure a strong, sustained and balanced global recovery, the G-20 Leaders at Pittsburgh Summit designated the G-20 as the premier forum for international economic cooperation.

Chair

Unlike international institutions such as the Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), IMF or World Bank, the G-20 (like the G-7) has no permanent staff of its own. The G-20 chair rotates between members, and is selected from a different regional grouping of countries each year. In 2010 the G-20 chair is the Republic of Korea, and in 2011 it will be France. The chair is part of a revolving three-member management Troika of past, present and future chairs. The incumbent chair establishes a temporary secretariat for the duration of its term, which coordinates the group's work and organizes its meetings. The role of the Troika is to ensure continuity in the G-20's work and management across host years.

Former G-20 Chairs

1999-2001 Canada 2002 India 2003 Mexico 2004 Germany 2005 China 2006 Australia 2007 South Africa 2008 Brazil 2009 United Kingdom

Meetings and activities

It is normal practice for the G-20 finance ministers and central bank governors to meet once a year. The last meeting of ministers and governors was held in St. Andrews, UK on 6-7 November 2009. The ministers' and governors' meeting is usually preceded by two deputies' meetings and extensive technical work. This technical work takes the form of workshops, reports and case studies on specific subjects, that aim to provide ministers and governors with contemporary analysis and insights, to better inform their consideration of policy challenges and options.

2010 G20 Events

Deputies Meeting, February 27-28, Korea. (Incheon Songdo)

47

Page 48: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Meeting of Finance Ministers and Central Bank Governors, April 23, USA. (Washington, D.C)

Meeting of Finance Ministers and Central Bank Governors, June 4-5, Korea. (Busan)

G20 Summit Meeting, June 26-27, Canada. (Toronto)

Deputies Meeting, September 4-5, Korea. (Gwangju)

Deputies Meeting, October 7, USA. (Washington, D.C)

Meeting of Finance Ministers and Central Bank Governors, October 22-23, Korea. (Gyeongju)

G20 Summit Meeting, November 11-12, Korea (Seoul)

Interaction with other international organizations

The G-20 cooperates closely with various other major international organizations and fora, as the potential to develop common positions on complex issues among G-20 members can add political momentum to decision-making in other bodies. The participation of the President of the World Bank, the Managing Director of the IMF and the chairs of the International Monetary and Financial Committee and the Development Committee in the G-20 meetings ensures that the G-20 process is well integrated with the activities of the Bretton Woods Institutions. The G-20 also works with, and encourages, other international groups and organizations, such as the Financial Stability Board and the Basel Committee on Banking Supervision, in progressing international and domestic economic policy reforms. In addition, experts from private-sector institutions and non-government organisations are invited to G-20 meetings on an ad hoc basis in order to exploit synergies in analyzing selected topics and avoid overlap.

External communication

The country currently chairing the G-20 posts details of the group's meetings and work program on a dedicated website. Although participation in the meetings is reserved for members, the public is informed about what was discussed and agreed immediately after the meeting of ministers and governors has ended. After each meeting of ministers and governors, the G-20 publishes a communiqué which records the agreements reached and measures outlined. Material on the forward work program is also made public.

Welcome from the Republic of Korea

The Republic of Korea is honored to chair the Group of Twenty in 2010.

The G20 was established in 1999, in the wake of the 1997 Asian Financial Crisis, to bring together major advanced and emerging economies to stabilize the global financial market. Since its inception, the G20 has held annual Finance Ministers and Central Bank Governors' Meetings and discussed measures to promote the financial stability of the world and to achieve a sustainable economic growth and development.

To tackle the financial and economic crisis that spread across the globe in 2008, the G20 members were called upon to further strengthen international cooperation. Accordingly, the G20 Summits have been held in Washington in 2008, and in London and Pittsburgh in 2009.

The concerted and decisive actions of the G20, with its balanced membership of developed and developing countries, helped the world deal effectively with the current financial and economic crisis. The G20 has already delivered a number of significant and concrete outcomes. It committed to implement the unprecedented and most coordinated expansionary macroeconomic policies, including the fiscal expansion of US$5 trillion and the unconventional monetary policy instruments; significantly enhance the financial regulations, notably by the establishment of the Financial Stability Board(FSB); and substantially strengthen the International Financial Institutions(IFIs), including the expansion of resources and the improvement of precautionary lending facilities of the IFIs.

Reflecting on these achievements and recognizing that more needs to be done to ensure a strong, sustained and balanced global recovery, the G20 Leaders at Pittsburgh Summit designated the G20 as the premier forum for international economic cooperation. In 2010, the June Summit will be held in Canada, and the November Summit will be held in the Republic of Korea.

48

Page 49: Bahan Apaleun Final Test Deplu

Building on past achievements and close cooperation among members, the G20 will double its efforts in 2010 to help the world make a successful transition from global recovery to stronger, more sustainable and balanced growth.

We look forward to working closely with our Troika colleagues, the UK and France, and drawing on valuable experiences of other G20 members. The Republic of Korea will spare no effort to ensure success in 2010.

49