bagian / smf obstetri dan ginekologi fk unud / · pdf filei peran sitokin pada preeklampsia...

40
i PERAN SITOKIN PADA PREEKLAMPSIA dr. I NYOMAN HARIYASA SANJAYA, SpOG (K), MARS BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD / RSUP SANGLAH 2015

Upload: lenhan

Post on 06-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

i

PERAN SITOKIN PADA PREEKLAMPSIA

dr. I NYOMAN HARIYASA SANJAYA, SpOG (K), MARS

BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FK UNUD / RSUP SANGLAH

2015

1

BABI

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang merupakan kelainan

multifaktorial yang ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau

diastolik ≥ 90 mmHg pada waktu pasien beristirahat di tempat tidur pada

sekurangnya dua kali pengukuran dalam 6 jam, dan proteinuria ≥ 0,3 gr/24 jam,

yang terjadi sesudah umur kehamilan 20 minggu. Penyebab preeklampsia sampai

saat ini masih belum diketahui dengan jelas. Ada beberapa teori mengenai

hipotesis penyebab dari preeclampsia yaitu: 1) teori kelainan vaskularisasi

plasenta, 2) teori iskemia plasenta, 3) radikal bebas, 4) disfungsi endotel, 5)

intoleransi imunologik antara ibu dan janin, 6) adaptasi kardiovaskuler genetik, 7)

defisiensi gizi, dan 8) teori inflamasi. Dari teori-teori tersebut diatas, faktor

imunologi diperkirakan memegang peranan yang sangat penting terhadap proses

terjadinya preeklampsia (Angsar Dikman Muh, 2010).

Saat ini banyak penelitian mengenai peran faktor imunologi sebagai penyebab

preeklampsia.Preeklampsia merupakan komplikasi berat pada kehamilan yang

ditandai dengan respon inflamasi sistemik maternal yang luas dengan aktivasi dari

sistem imun dan sitokin, chemokine dan molekul adhesi memegang peran penting

pada proses tersebut. Sitokin inflamasi merupakan aktivator pada vaskular

endotelium dan merupakan mediator penting pada proses disfungsi endotelial

yang menyebabkan preeclampsia (Davilla Daniela R, 2012).

Preeklampsia adalah suatu kelainan yang dipengaruhi oleh plasenta, dimana

terjadi gangguan baik lokal maupun sistemik dengan morbiditas baik pada ibu

maupun bayi. Hal ini tampak pada kehamilan yang sudah lanjut, tetapi onsetnya

dimulai pada usia awal kehamilan. Hipotesa yang dianut saat ini mengenai

etiologi preeklampsia fokus pada immune maladaptation responses dan defective

trophoblast invasion. Kemudian, respon inflamasi yang terjadi pada maternal,

kemungkinan karena reaksi terhadap antigen asing dari fetus, mengakibatkan

invasi trophoblast, remodeling arteri spiralis yang kurang baik, infark plasents dan

2

lepasnya sitokin pro-inflamasi dan bagian-bagian plasenta menuju sirkulasi

sistemik. Sepanjang kehamilan normal, interaksi trophoblast pada desidua dengan

sel NK pada uterus, membentuk interaksi dari beberapa jenis sitokin,

menyebabkan adhesi molekul-molekul dan matrix

metalloproteinase.Ketidakmampuan trophoblast menerima perubahan-perubahan

ini merupakan faktor penting terhadap permulaan preeklampsia.Beberapa sitokin,

yang diproduksi pada permukaan maternal-fetal menyebabkan terjadinya invasi

trophoblast.Misalnya defisiensi Interleukin-10 meningkatkan respon inflamasi

pada trophoblast melalui pengeluaran substansi seperti tumor necrosis factor-α

dan interferon-γ.Sebagai akibatnya, trophoblast mengalami peningkatan apoptosis

yang dapat menghambat daya invasinya sehingga menyebabkan transformasi

arteri spiralis yang kurang bagus, hypoxia, thrombosis dan infark pada

plasenta.Infark pada plasenta memicu meningkatnya kebocoran fragmen-fragmen

plasenta dan sitokin pada sirkulasi maternal dan aktivasi endothelial sistemik yang

meningkat yang dapat diidentifikasi pada preeklampsia. Sehingga,

penatalaksanaan preeklampsia difokuskan pada gejala seperti hipertensi dimana

modifikasi dari respon imun akan semakin dikembangkan di masa mendatang

(Kumar Ashok, 2013).

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:

●Apakah sitokin berperan terhadap pathogenesis terjadinya preeklampsia dan

bagaimana cara kerja/peran sitokin sehingga bisa menyebabkan terjadinya

preeklampsia?

1.3. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui cara kerja dan peran sitokin terhadap terjadinya preeklampsia.

3

1.4. Manfaat Sari Pustaka

Untuk memberikan sunbangan pengetahuan dan wawasan mengenai peran sitokin

pada preeklampsia sehingga dapat dipergunakan dalam upaya penanganan yang

lebih efektif, efisien, dan akurat terhadap wanita hamil yang menderita

preeklampsia.

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Preeklampsia

2.1.1 Definisi

Preeklampsia paling tepat digambarkan sebagai sindrom khusus kehamilan

yang dapat mengenai setiap sistem organ. Preeklampsia adalah peningkatan

tekanan darah ≥ 140/90 mm Hg yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu

disertai proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik celup

dalam sampel acak urin secara menetap. Proteinuria merupakan penanda objektif,

yang menunjukkan terjadinya kebocoran endotel yang luas, suatu ciri khas

sindrom preeklampsia. Walaupun begitu, jika tekanan darah meningkat signifikan,

akan berbahaya bagi ibu sekaligus janin jika kenaikan ini diabaikan karena

proteinuria masih belum timbul. Seperti yang ditekankan oleh Chesley (1985); 10

persen kejang eklampsi terjadi sebelum ditemukannya proteinuria (Cunningham,

et al 2010).

2.1.2 Etiologi Preeklampsia

Aktivasi sel endotelial atau disfungsi endotelial merupakan hal utama

dalam pathogenesis preeklampsia. Empat hipotesa penyebab Preeklampsia:

1. Iskemia Plasenta

Menurut peneliti dari Oxford, preeklampsia merupakan penyakit pada

plasenta yang terdiri dari 2 stage:

Stadium I terdapat proses yang mempengaruhi arteri spiralis yang

mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke plasenta.

Stadium II menggambarkan efek dari iskemia plasenta baik pada ibu maupun

bayi. Proliferasi sel endothelial terjadi pada membran microvillus

syncytiotrophoblast membentuk gambaran “a honeycomb-like pattern”.

Peningkatan kehilangan partikel-partikel kecil dari membrane microvillus

syncytiotrophoblast kemungkinan berhubungan dengan disfungsi sistemik sel

endothelial pada preeklampsia. Iskemia plasenta sebagai penyebab disfungsi

5

sel endothelial pada preeklampsia adalah suatu konsep yang menarik.

Lingkungan yang normal untuk trophoblast pada trimester pertama adalah

oksigen yang rendah. Oksigen yang rendah juga mempengaruhi fungsi

trophoblast selanjutnya pada kehamilan, dan fakta bahwa hipoksia

menginduksi perubahan syncytiotrophoblast dan cytotrophoblast pada plasenta

pada trimester pertama menggambarkan perubahan histologis pada plasenta

yang mengalami hipoksia pada stadium akhir dari kehamilan dengan

preeklampsia (Baker N. Philip, 2005).

2. Very low-density lipoproteins (VLDL) versus toxicity-preventing activity

Pada preeklampsia, sirkulasi free fatty acids (FFA) meningkat 15 sampai

20 minggu sebelum onset klinis dari penyakit ini. Serum pasien dengan

preeklampsia mempunyai ratio tinggi untuk FFA dan albumin dan peningkatan

aktivitas lipolitik menyebabkan penyerapan FFA meningkat pada sel endothelial

yang kemudian mengalami esterifikasi menjadi trigliserida.Selain FFA, oleic,

linoleic, dan asam palmitic ditemukan meningkat 37%, 25%, dan 25%. Asam

linoleic menurunkan pengeluaran thrombin-stimulated prostacyclin dari 30%

menjadi 60% dan asam oleic dari 10% menjadi 30%, sedangkan asam palmitic

tidak memberikan efek. Plasma albumin mempunyai banyak jenis isoelectric,

dengan rentang dari isoelectric point (pI) 4,8 sampai pI 5,6. FFA yang jumlahnya

banyak berikatan dengan albumin, sehingga pI lebih rendah.Plasma albumin

bekerja sebagai toxicity-preventing activity jika berada pada nilai pI 5,6. Karena

ratio FFA terhadap albumin lebih tinggi menyebabkan perubahan dari pI

5,6menjadi 4,8, pasien dengan preeklampsia akan mempunyai protective toxicity-

preventing activity yang lebih rendah (pI) dibandingkan dengan pasien dengan

kehamilan normal. Ratio yang rendah dari toxicity-preventing activity dengan

VLDL akan menyebabkan cytotoxicity dan akumulasi trigliserida pada sel

endothelial. Menurut Arbogast et al, kehamilan meningkatkan kebutuhan energi,

yang ditunjukkan dengan peningkatan VLDL selama kehamilan. Pada wanita

dengan kadar albumin rendah, peningkatan transportasi FFA dari jaringan lemak

menuju liver akan menurunkan konsentrasi toxicity-preventing activity sedangkan

6

VLDL toxicity meningkat, memicu kerusakan sel endothelial (Baker N. Philip,

2005).

3. Faktor genetik

Preeklampsia memiliki kecenderungan familial.Pada penelitian

sebelumnya ditemukan 26% insiden preeklampsia pada anak perempuan dan

wanita dengan preeklampsia tapi hanya 8% insiden pada anak perempuan

menantu.Laporan yang ada sejalan dengan alel pada umumnya, bertindak sebagai

“gen utama” mendukung suseptibilitas terhadap preeklampsia (Sibai Baha, 2005).

Perkembangan preeklampsia mungkin berdasar pada gen resesif tunggal

atau dominan dengan penetrasi tidak lengkap. Penurunan multi faktorial adalah

kemungkinan yang lain. Meningkatnya prevalensi preeklampsia pada anak

perempuan yang lahir dari ibu preeklampsia, dihadapkan dengan kehamilan non

preeklampsia dari ibu yang sama, dapat mengindikasikan adanya pengaruh

genotip fetus pada sustibilitas terhadap preeklampsia. Satu contoh pengaruh

genotip fetus pada preeklampsia adalah asosiasi antara sindrom HELLP

(hemolisis, elevated liver enzymes, and low platelets) dengan kelainan metabolik

fetal yang jarang dan insiden yang meningkat dari preeklampsia pada kasus

abnormalitas kromosom fetus (contoh: triploid, trisomi 13) (Baker N. Philip,

2005).

Penelitian lain memberikan bukti epidemiologis bahwa predisposisi

genetik terhadap preeklampsia dapat berhubungan dengan implantasi dari

plasenta. Polimorfisme fragmen HLA-DR4 pada keturunan yang dapat

memberikan informasi tersebut.Asosiasi tersebut mungkin mengindikasikan

kecenderungan yang menggarisbawahi penyakit autoimun dimana HLA-DR4

berhubungan, sehingga memiliki risiko lebih tinggi terhadap perkembangan

preeklampsia dan IUGR daripada ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut (Baker N.

Philip, 2005).

Perubahan genetik pada reseptor angiotensin II saat ini sedang dipelajari

karena perubahan dalam ekspresinya mungkin ikut terlibat dalam regulasi

vasodilatasi vasa uteroplasenta dan fetoplasenta. Keterlibatan disfungsi

mitokondria TNF-α sebagai etiologi preeklampsia didukung oleh naiknya insiden

7

preeklampsia pada keluarga dengan kegagalan reduksi step oksidoreduktase

ubiquinon dinukleotid adenine nikotinamid di rantai elektron mitokondrialnya

(Baker N. Philip, 2005).

Gen yang mengkode TNF terletak pada bagian sentral (class III region)

dari Major Histocompatibility Complex (MHC) yang dikelilingi oleh banyak gen

yang mengatur sistem imunologis. Hasil penelitian dewasa ini menunjukkan

adanya hubungan antara berbagai macam penyakit dengan polimorfisme gen TNF.

Produksi TNF yang optimal, tidak berlebihan diperlukan sebagai respon tubuh

adekuat terhadap stimulus antigen.Hasil-hasil penelitian dewasa ini juga

melaporkan adanya hubungan antara polimorfisme TNF dengan produksi TNF

(Baker N. Philip, 2005).

4. Immune maladaptation

Implantasi fetoplasenta kepermukaan miometrium membutuhkan beberapa

elemen, yaitu toleransi imunologi antara fetoplasental dan maternal, pertumbuhan

trofoblas yang akan melakukan invasi ke dalam lumen arteria spiralis dan

pembentukan sistem pertahanan sistem imun (Sibai Baha, 2005).

Komponen fetoplasental yang melakukan invasi ke miometrium melalui

arteria spiralis secara imunologi akan menimbulkan dampak adaptasi atau

maladaptasi yang sangat penting dalam proses kehamilan. Maladaptasi ini

disebabkan karena fetoplasental mengandung lebih dari 50% antigen paternal dari

suami. Antigen paternal akan mengaktifkan HLA-G sehingga pada saat trofoblas

invasi ke dalam sistem imun maternal akan menimbulkan suatu respon imunologis

dari sisi maternal untuk membuat suatu antibodi sebagai suatu Anti-Paternal

Cytotoxic Antigen (APC antigen) yang seharusnya berfungsi untuk tidak

menghancurkan kehamilan tersebut yang secara imunologis fetus dan trofoblas

menjadi suatu semi allograft yang akan memberikan reaksi autoimmune disease,

sehingga terbentuk suatu maladaptasi imun antara fetoplasental dengan sisi

maternal (Baker N. Philip, 2005).

Selama proses kehamilan akan berkembang menjadi suatu sistem imun

yang melakukan adaptasi terhadap antigen fetus dengan maternal melalui 2 sistem

yaitu sistem imunitas humoral dan sistem cell mediated immunity. Cell

8

mediatedimmunityakan menghasilkan sel T Helper yaitu Th1 dan Th2 yang akan

sangat berperan dalam aktifitas sel-sel makrofag untuk mengaktifkan sel-sel NK

dengan sitokin-sitokin dalam proses kehamilan. Penyimpangan adaptasi pada

sistem imunitas akan menyebabkan suatu maladaptasi dari sistem imun maternal

yang secara klinis akan menyebabkan preeklampsia (Lockwood J. Charles, 2008).

2.1.3.Patogenesis Preeklampsia

Disfungsi sel endothelial merupakan jalur final dalam pathogenesis dari

preeklampsia, sementara etiologi dari penyakit ini masih belum jelas. Faktor

genetik juga memegang peran, bagaimanapun, tidak hanya terdapat 1 gen yang

menyebabkan preeklampsia tetapi banyak faktor-faktor genetik lainnya yang

berhubungan dengan kelainan atau penyakit pada ibu. Iskemia plasenta dan

peningkatan hilangnya syncytiotrophoblast kemungkinan menggambarkan

stadium akhir dari fenomena penyakit ini.Immune maladaptation dan hipotesis

genetik merupakan hipotesis yang tepat karena didukung oleh data tentang efek

dari pergantian dengan pasangan lain dan efek protektif dari paparan sperma.

Peningkatan yang signifikan dari jumlah leukosit pada sel desidua dan kerja dari

macam-macam sitokin memegang peran penting yang mempengaruhiinteraksi

maternal-paternal sehingga berkembang menjadi fetus yang sehat (Backers H.

Carl, 2010).

Sitokin yang dimediasioxidative stress, disebabkan oleh immune

maladaptation atau faktor genetik, sesuai dengan data-data mengenai peran dari

oxidative stress, sitokin, perubahan lipid, dan tipe maupun rangkaian kronologis

dari disfungsi sel endothelial pada preeklampsia (Pinheiro, 2014).

Endotel adalah lapisan sel yang melapisi dinding vaskular yang

menghadap ke lumen dan melekat pada jaringan subendotel yang terdiri atas

kolagen dan berbagai glikosaminoglikan termasuk fibronektin.Dahulu dianggap

bahwa fungsi endotel adalah sebagai barrier struktural antara sirkulasi dengan

jaringan disekitarnya, tetapi sekarang telah diketahui bahwa endotel berfungsi

mengatur tonus vaskular, mencegah thrombosis, mengatur aktivitas sistem

fibrinolisis, mencegah perlekatan leukosit dan mengatur pertumbuhan

9

vaskular.Substansi vasoaktif yang dikeluarkan endotel antara lain nitric oxide

(NO) yang juga disebut endothelial-derived relaxing factor (EDRF), endothelial-

derivedhyperpolarizing factor (EDHF), prostasiklin (PGI2), bradikinin,

asetilkolin, serotonin dan histamin. Substansi vasokonstriktor antara lain

endothelin, platelet activating factor (PAF), angiotensin II, prostaglandin H2,

thrombin dan nikotin. Endotel juga berperan pada hemostasis dengan

mempertahankan permukaan yang bersifat antitrombotik.Melalui ekspresi

trombomodulin, endotel membantu thrombin dalam mengaktifkan protein C

menjadi protein C aktif. Selain itu endotel juga mensintesis protein S yang bekerja

sebagai kofaktor protein C dalam menginaktivasi faktor Va dan faktor VIIIa.

Endotel juga mensintesis faktor von Willebrand (vWF) yang berfungsi dalam

proses adhesi trombosit dan sebagai pembawa faktor VIII. Faktor von Willebrand

disimpan didalam Weibel-Palade bodies.Sekresi vWF dapat terjadi melalui 2

mekanisme yaitu secara konstitutif dan secara inducible(Baker N. Philip, 2005).

Endotel juga berperan dalam sistem fibrinolisis melalui pelepasan

tissueplasminogen activator (tPA) yang akan mengaktifkan plasminogen menjadi

plasmin. Namun endotel juga mensintesis plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-

1) yang berfungsi menghambat tPA. Jika endotel mengalami kerusakan oleh

berbagai hal seperti shear stress hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan

dengan sitokin inflamasi dan hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi

abnormal dan disebut disfungsi endotel.Pada keadaan ini terjadi

ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga dapat terjadi hipertensi.Disfungsi

endotel juga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga

menyebabkan edema dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi endotel maka pada

permukaan endotel akan diekspresikan molekul adhesi, seperti vascular cell

adhesion molecule-1 (VCAM-1) dan intercellular cell adhesion molecule-1

(ICAM-1) (Dharma Rahajuningsih, 2005).

Peningkatan kadarsoluble VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel

endotel yang diinkubasi dengan serum penderita preeklampsia, tetapi tidak

dijumpai peningkatan molekul adhesi lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh

karena itu diduga VCAM-1 mempunyai peranan padapreeklampsia. Namun belum

10

diketahui apakah tingginya kadar sVCAM-1 dalam serum mempunyai hubungan

dengan beratnya penyakit. Disfungsi endotel juga menyebabkan permukaan

nontrombogenik berubah menjadi trombogenik, sehingga bisa terjadi aktivasi

koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi dapat diperiksa D-dimer, kompleks

thrombin-antitrombin, fragmen protrombin 1 dan 2 (F1,2) atau fibrin monomer.

Berdasarkan adanya hipertensi, edema dan proteinuria diduga disfungsi endotel

memegang peranan pada pathogenesis preeklampsia (Peracoli C. Jose, 2013).

Gambar 2.1.3 Hipotesis dari Patogenesis Preeklampsia

11

2.2Sitokin pada Preeklampsia

Maternal Outcome Fetal Compromise

Severe Disease

Mild Disease

Hypovolemia

Vasoconstriction

Platelet Aggregation

Balance

“Good” Endothelium

“Bad”Endothelium

Presence of underlying disorders :

(maternal susceptibilty genes)

chronic hypertension

hyperhomocysicinemia

thrombophilic disorders

obesity, syndrome X

Placental

Ischemia

Increased STB

Deportation

In End-Stage Diseases

EC Dysfunction

EC Adhesion

Molecules

(neutrophil

recruitment)

Cytokine-Mediated

Oxidative Stress

Acute

Atherosis

Shallow Trophoblast

Invasion In

Spiral Arteries

abnormal CTB integrin switching

abnormal decidual CK activity

Immune Maladaptation

Genetic Conflict

12

2.2.1 Definisi dan Jenis Sitokin

Kata sitokin berasal dari kombinasi bahasa latin, dari kata “cyto” artinya

sel dan “kinos” artinya pergerakan. Sitokinmerupakan protein-protein kecil

sebagai mediator dan pengatur imunitas, inflamasi, dan

hematopoesis.Sitokinadalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel-sel

lokal, dan dengan demikian memiliki efek pada sel-sel lain. Sitokindihasilkan

sebagai respon terhadap stimulus sistem imun, sitokinbekerja dengan mengikat

reseptor-reseptor membran spesifik, yang kemudian membawa sinyal ke sel

melalui second messenger (tirosin kinase), untuk mengubah aktivitasnya (ekspresi

gen).Sel endotel selain berfungsi sebagai target sitokin juga merupakan sumber

sitokin. Sitokin merupakan mediator polipeptida terlarut yang menjaga

komunikasi dengan leukosit dan jaringan serta organ lain.Sitokin dibagi dalam

sitokin imunologi yaitu tipe 1 (IFN-ɤ, TGF-β) dan tipe 2 (IL-4, IL-10, IL-13),

yang mendukung respon antibodi.Sitokin bisa beraksi pada sel-sel yang

mensekresinya (aksi autokrin), pada sel-sel terdekat dari sitokin disekresi (aksi

parakrin), bisa juga beraksi secara sinergis (dua atau lebih sitokinberaksi secara

bersama-sama) atau secara antagonis (sitokin menyebabkan aktivitas yang

berlawanan).Sitokinadalah nama umum, nama yang lain diantaranya limfokin

(sitokin yang dihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan monosit),

kemokin (sitokin dengan aktivitas kermotaktik), dan interleukin (sitokin yang

dihasilkan oleh satu leukosit dan beraksi pada leukosit lainnya. Sitokin

berdasarkan jenis sel penghasil utamanya, terbagi atas monokin dan

limfokin.Sitokin mengaktivasi endotel melalui pembentukan thrombus dan

inflamasi.Pada pembentukan thrombus sitokin menginduksi aktifitas prokoagulan

protein C dan menghambat penghancuran fibrin (Matthiesen Leif, 2005).

Beberapa jenis sitokin yang ditemukan pada penderita preeklampsia adalah:

1)Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α)

Disfungsi sel endothelial dihipotesakan sebagai kontibutor utama dalam

pathogenesis preeklampsia.Penyakit hipertensi dalam kehamilan ini ditandai

dengan perubahan pada plasenta, pembuluh darah uteroplasenta, ginjal, dan

13

liver.Sitokin inflammatory telah diketahui merupakan activator poten dari vascular

endothelium dan merupakan mediator pada disfungsi endothelium pada

preeklampsia. Baik TNF-α maupun IL-1 menginduksi perubahan fungsional pada

sel endothelial. Kedua sitokin ini meningkatkan regulasi endothelial dengan

munculnya platelet-derived growth factor, endothelin-1, dan

plasminogenactivator inhibitor-1, yang semuanya dihubungkan dengan

vasokonstriksi dan ditemukan meningkat pada pasien preeklampsia.TNF-α juga

berperan menyebabkan kebocoran proteindan pada microvaskular dan

hypertriglyceridemia.Sitokin diproduksi oleh sel vaskular endothelial, neutrofil

dalam sirkulasinya, dan monocytes.Mereka juga diproduksi oleh trophoblast dan

sel Hofbauer didalam plasenta dan banyak sel lainnya pada waktu terjadi stress

pada sel tersebut (Szarka Andras, 2010).

2)Interleukin-6 (IL-6)

IL-6 adalah pro-inflammatory cytokine multi-functional yang diproduksi

dengan aktivasi sel vaskuler endothelial dan plasenta dan fungsinya untuk

meregulasi respon imun dan inflamasi.Preeklampsia ditandai dengan disfungsi sel

endothelial sistemik dan beberapa studi mengindikasikan bahwa IL-6 adalah

marker yang memegang kunci dalam sirkulasi yang berperan dalam disfungsi sel.

IL-6 juga meningkat pada proliferasi dari trophoblast, invasi, dan oxidative stress

pada kejadian preeklampsia.Respon inflamasi maternal yang berlebihan berakibat

pada invasi abnormal trophoblast (Walker JJ, 2011).

3)IL-1ra, IL-1β, IL-2, IL-4, IL-10, IL-12p40, IL-12p70, IL-18

Beberapa sitokin diatas ditemukan kadarnya meningkat pada serum pasien

dengan preeklampsia (Walker JJ, 2011).

4)Chemokine seperti IL-8, IP-10 dan Monocyte Chemotactic Protein (MCP)

Peningkatan chemokine pada sirkulasi maternal memainkan peran sentral

terhadap meningkatnya respon inflamasi sistemik yang ditandai dengan disfungsi

endothelial yang luas yang merupakan karakter dari sindrom maternal pada

preeklampsia (Rahardjo Bambang, 2014).

5)Molekul adhesi seperti VCAM-1 dan ICAM-1

14

Peningkatan konsentrasinya signifikan pada pasien dengan preeklampsia

dan mempunyai korelasi yang signifikan dengan peningkatan tekanan darah,

fungsi renal dan liver, dan juga mempunyai level yang signifikan sesuai dengan

kadar CRP, malondialdehyde, antigen factor von Willebrand dan fibronectin

(Walker JJ, 2011).

2.2.2 Fungsi Sitokin

Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur imunitas,

inflamasi dan hematopoesis. Menurut dampak klinisnya dapat dikelompokkan

menjadi:

-Autokrin: jika sitokin yang bekerja pada jenis yang sama sel yang mengeluarkan.

-Parakrin: jika target dibatasi untuk sel-sel dari tipe yang berbeda di sekitar

langsung sekresi sitokin.

Beberapa sitokin inflamasi diinduksi oleh stres oksidan.Fakta bahwa sitokin

sendiri memicu pelepasan sitokin lainnya dan menyebabkan stres

oksidan.Disregulasi sitokin dibagi menjadi dua kelompok yaitu ada yang bersifat

memacu dan menghambat (pro-inflamasi dan anti-inflamasi sitokin).Sitokin anti-

inflamasi adalah serangkaian molekul imunoregulator yang mengontrol respon

sitokin pro-inflamasi, yang bekerja dalam kaitan dengan inhibitor sitokin spesifik

dan reseptor sitokin yang larut untuk mengatur respon kekebalan tubuh

manusia.Sebaliknya sitokin pro-inflamasi bekerja memicu pelepasan sitokin

lainnya dan respon imunitas lainnya (Szarka Andras, 2010).

Tabel 2.1 Sitokin imun selektif dan aktivitasnya (Jonsson Y, 2005)

Gambar 2.3 Peranan cytokine pada pathogenesis dari preeclampsia

berdasarkan teori lllllll kkkkkkkkkk kkkkkkkkk

kkkkkkkkkkkkkkkkk

15

Sitokin Imun

Selektif dan

Aktivitasnya

Sel penghasil Sel target Fungsi

GM-CSF Sel Th Sel-sel

progenator

Pertumbuhan dan differensiasi

monosit dan DC

IL-1α IL-1β MonositMakrofagSel –

sel BDC

Sel – sel Th co-stimulasi

Sel – sel B Maturasi dan proliferasi

Sel – sel NK Aktivasi

bervariasi Inflamasi, fase respon akut, demam

IL-2 Sel-sel Th1 Pengaktifan sel

T dan B, sel-sel

NK

Pertumbuhan, proliferasi,aktivasi

IL-3 Sel-sel ThSel-sel NK Sel pokok Pertumbuhan dan differensiasi

Sel mast Pertumbuhan dan pelepasan histamin

IL-4 Sel-sel Th2 Pengaktifan Sel

B

Proliferasi dan differensiasi lgG1

dan sintesis Ig E

Makrofag MHC klas II

Sel-sel T Proliferasi

IL-5 Sel-sel Th2 Pengaktifan sel

B

Proliferasi dan differensiasi

sintesis lgA

IL-6 MonositMakrofagSel-

sel Th2Sel-sel stromal

Pengaktifan sel

B

Differensiasi sel plasma

Sel plasma Sekresi antibodi

Sel pokok Differensiasi

Bervariasi Respon fase akut

Il-7 Stroma sumsum,timus Sel pokok Differensiasi kedalam progenitor

sel T dan B.

IL-8 MakrofagSel

endotelium

Neutrofil-

neutrofil

Kemotaksis

16

IL-10 Sel-sel Th2 Makrofag Produksi sitokin

Sel-sel B Aktivasi

IL-12 MakrofagSel-sel B Pengaktifan sel-

sel Tc

Differansiasi CTL (dengan IL-2)

Sel-sel NK Pengaktifan

IFN-α Leukosit Bervariasi Replikasi virus, ekspresi MCH I

IFN-β Fibroblas Bervariasi Replikasi virus, ekspresi MCH I

IFN-γ Sel-sel Th1Sel-sel Tc,

sel-sel NK

Bervariasi Replikasi virus

Makrofag Respon MHC

Pengaktifan sel B Perubahan Ig menjadi IgG2a

Sel-sel Th Proliferasi

Makrofag Eliminasi patogen

MIP-1α Makrofag Monosit, sel-sel

T

Kemotaksis

MIP-1β Limfosit Monosit, sel-sel

T

Kemotaksis

TGF-β Sel T, monosit Monosit,

Makrofag

Kemotaksis

Pengaktifan makrofag Sintesis IL-1

Pengaktifan sel B Sintesis lgA

Bervariasi Proliferasi

TNF-α MakrofagSel mast, sel-

sel NK

Makrofag Ekspresi CAM dan sitokin

Sel tumor Sel mati

TNF- β Sel Th1 dan Tc Fagosit-fagosit Fagositosis, tidak ada produksi

Sel tumor

17

Gambar. 2.2 Sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi (Pinheiro, 2013)

2.2.3 Proses Produksi dan Pelepasan Sitokin

Sel tipe Th1 mensekresikan IL-2, TNF-α, dan interferon-ϒ dengan kadar

tinggi.Aktifitas ini mengaktivasi makrofag dan sel promotor yang dimediasi

respon imunmelawan pathogen intraseluler yang invasif. Sel tipe Th2

memproduksi berbagaimacam sitokin anti-inflamasi, termasuk IL-4, IL-5, IL-6,

IL-10, dan IL-13.Keduanya sel Th1 dan Th2 memproduksi lebih sedikit jumlah

dari TNF-α,Granulocyte-Macrophage Colony-Stimulating Factor (GM-CSF),

dan IL-3.Sitokin tipe Th2 meningkatkan respon imun humoral melawan

pathogenekstraseluler.Penghambatan saling silang antara sitokin tipe Th-1 dan

Th-2mempolarisasi fungsional respon sel Th1 kedalam sel yang memediasi

responimun humoral. Regulasi dari aktivasi sel T oleh sitokin anti-inflamasi

adalahelemen kontrol awal yang krusial pada proses ini (Kumor Ashok, 2013).

Sitokin adalah nama umum, nama yang lain diantaranya limfokin

(sitokinyangdihasilkan limfosit), monokin (sitokin yang dihasilkan monosit),

kemokin (sitokin dengan aktivitas kemotaktik), interleukin (sitokin yang

dihasilkan oleh satu leukosit dan beraksi pada leukosit lainnya). Sitokin

berdasarkan jenis sel penghasil utamanya, terbagi atas monokin dan limfokin

(Lockwood J. Charles, 2008).

Makrofag sebagai sel penyaji antigen (Antigen Presenting Cell/APC),

mengekspresikan peptida protein Major Histocompatibility Complex (MHC) klas

II pada permukaan sel dan berikatan dengan reseptor sel T, sel T helper.Makrofag

18

mensekresi Interleukin (IL)-1β, IL-6, IL-8, IL-12, dan TNF-α (Kumar Ashok,

2013).

Gambar. 2.3 Proses produksi dan pelepasan sitokin (Davilla Daniela, 2012)

2.2.4 Aspek Molekuler sitokin

Pada dasarnya istilah sitokin menunjuk pada agen immunomodulating.

Terdapat perbedaan sitokin dan hormon, klasik protein hormon yang

beredardalam konsentrasi nanomolar, sebaliknya beberapa sitokin beredar

dalamkonsentrasi picomolar yang dapat meningkat hingga 1.000-fold selama

trauma atau infeksi. Berbeda dengan hormon, sumber seluler sitokin terdistribusi

luas,

hampir semua tercampur sel, tetapi terutama endotel/epitel sel dan makrofag

adalah tempat produksi IL-1, IL-6 dan TNF-α. Sebaliknya, hormon seperti insulin

dikeluarkan dari kelenjar, misal pankreas (Van Rijn, 2007).

Sitokin masing-masing memiliki reseptor sel permukaan yang cocok.

Kaskade sinyal intraseluler berikutnya kemudian mengubah fungsi sel. Ini

mungkin termasuk upregulation dan/ atau downregulation dari beberapa gen dan

faktor-faktor transkripsi mereka, sehingga dalam produksi sitokin lainnya terjadi

peningkatan jumlah reseptor permukaan untuk molekul lain, atau penekanan efek

mereka sendiri dengan inhibisi umpan balik (Van Rijn, 2007).

19

Gambar. 2.2.4 Ikatan sitokin dengan reseptor (Walker J.J., 2010)

Tabel 2.2 Tipe Reseptor Sitokin (Jonsson Y, 2005)

Tipe Reseptor

sitokin

Contoh Struktur Mekanisme

Reseptor tipe 1 Reseptor tipe 1

interleukin

Reseptor eritropoietin

Reseptor GM-CSF

d. Reseptor faktor

interleukin

Reseptor G-CSF

Reseptor prolakin

Reseptor faktor

penghambat leukemia

Tergantung

pada motif

ekstraseluler-

asam amino

domain mereka.

Yang

dihubungkan

sampai Janus

Kinase (JAK)

family dari

tirosin kinase

JAK

phosphory

late dan

mengaktifkan

protein-

protein pada

lintasan

transduksi

sinyalnya.

Reseptor tipe 2 Reseptor tipe 2 interleukin

Reseptor interferon α / β

Reseptor gamma interferon

Imunoglobin

superfamili

Reseptor interleukin-1

CSF 1

C Reseptor

ReseptorInterleukin 18

Berbagi homologi struktural

dengan imunoglobin-

imunoglobin (antibodi), sel

molekul-molekul adhesi dan

bahkan berapa sitokin.

20

Reseptor tumor

nekrosis faktor

family

CD27

CD30

CD40

CD120

Reseptor

Lymphotoxin beta

Sistein-kaya akan

ekstraseluler mengikat

domain

Reseptor

kemokin

Reseptor interleukin 8

CCR1

CXCR4

Reseptor MCAF

Reseptor NAP-2

Tujuh

transmembran

heliks

G protein-

berpasangan

Reseptor TGF

beta

Reseptor TGF beta 1

Reseptor TGF beta 2

2.2.5 Pemeriksaan Sitokin pada Preeklampsia

Untuk pemeriksaan sitokin dapat dilakukan dengan beberapa tehnik yaitu

(Jonsson, 2005) :

1.ELISPOT (Enzym-linked immune-spot assay)

Merupakan metode untuk mengukur jumlah sitokin yang dihasilkan oleh sel

secara in vitro.Metode ini sangat sensitif, karena dapat mendeteksi walau hanya

sekresi satu sitokin saja, dan 10-200 kali lebih sensitif dibanding ELISA

konvensional.

2.ELISA (Enzym-linked immunosorbent assay)

Metode ini untuk mengukur jumlah IgG dan juga dapat dimodifikasi untuk

mengukur baik antibodi maupun antigen. Dengan sandwich type ELISA, dapat

digunakan untuk mengukur kadar sitokin pada serum. Cara pengukurannya yaitu:

serum diambil dari sampel darah vena pasien yang diambil melalui vena mediana

cubiti, kemudian kadar sitokin dalam serum diukur dengan metode ELISA (R & D

System, Minneapolis, USA). Selain dari serum, pengukuran sitokin juga dapat

dilakukan dengan mengambil sampel dari jaringan plasenta.

3.Multiplex Bead Array Analysis

Merupakan pengembangan dari tehnik ELISA dengan keuntungan dapat

melakukan pengukuran secara simultan dengan menggunakan volume sampel

21

yang sedikit (50 μl). Metode ini mempunyai keuntungan dan kerugian yang

hampir sama dengan ELISA, tetapi sistem deteksi multiple dapat memberi hasil

yang lebih akurat dan analisis yang lebih luas mengenai apa yang terjadi pada

sistem biologis. Cara pengukurannya dengan mengambil sampel serum yang

mengandung sitokin kemudian dicampur dengan larutan antibodi pendeteksi.

Sesudah diinkubasi, fluorochrome-labeled secondary antibodiesakan berikatan

dengan sitokin, sehingga sitokin spesifik dapat diidentifikasi dan kadar sitokin

dapat dideteksi dengan analisis menggunakan laser.

4.Immunohistochemistry

Metode ini memberikan informasi dimana lokasi dari sitokin dan aksi dari sitokin

tersebut dalam tubuh manusia.Cara pengukurannya dengan menggunakan antibodi

primer yang akan berikatan dengan sitokin intraseluler, kemudian antibodi

sekunder ditambahkan dan enzim yang berpasangan dengan antibodi akan

bereaksi dengan substrat, yang akan menunjukkan lokasi dari sitokin intraseluler.

22

Tabel 2.3 Serum level (pg/ml) dari sitokin, chemokines, dan molekul adhesi

pada wanita sehat yang tidak hamil, wanita hamil yang sehat, dan

wanita hamil preeclampsia (Szarka Andras, 2010)

23

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Imunologi pada preeklampsia

Pada kehamilan non preeklampsia, proliferasi trofoblas saat invasi ke desidua dan

miometrium pada saat implantasi terjadi melalui dua tahap:

1. Sel-sel trofoblas endovaskuler menginvasi arteria spiralis maternal sehingga

terjadi pergantian sel-sel endotel dan terjadi perusakan jaringan muskulo-

elastik dinding arteri dan mengganti dinding arteri dengan maternal fibrinoid.

Proses ini selesai pada akhir trimester 1 dan pada masa ini pula perluasan

proses tersebut mengenai deciduamiometrial junction.

2. Pada usia kehamilan 14-16 minggu, terjadi invasi tahap kedua yaitu masuknya

sel-sel trofoblas kedalam lumen arteria spiralis sampai dalam miometrium.

Selanjutnya proses seperti tahap pertama kemudian terjadi lagi penggantian

endotel, perusakan jaringan muskulo-elastik dan perubahan fibrinoid dinding

arteri. Akhir dari proses ini adalah pembuluh darah yang berdinding tipis

(thinwalled), lemas (flacid) dan berbentuk seperti kantung (sac-like) yang

memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untuk menyesuaikan dengan

kebutuhan aliran darah yang meningkat (Baker N. Philip, 2005).

Pada preeklampsia proses implantasi ini tidak berjalan sebagaimana

mestinya, keadaan ini disebabkan oleh karena tahap pertama invasi sel trofoblas

secara normal tapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri

spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding muskuloelastik

sehingga terjadi resistensi vaskuler dan arteriosis akut pada arteri spiralis yang

dapat menyebabkan lumen arteria bertambah kecil atau bahkan dapat mengalami

obliterasi (Hladunewich Michelle, 2011).

Penelitian tahun 2003 menyatakan bahwa pada preeklampsia terjadi

penyempitan lumen arteria spiralis (diameter rata-rata 200µm, pada kehamilan

tanpa preeklampsia diameter rata-rata 500 µm) dan juga terjadi penurunan perfusi

plasenta 2-3 kali lebih rendah yang dibuktikan dengan terjadinya trofoblas

24

apoptosis pada plasenta. Ditemukan bahwa sel trofoblas yang memiliki kontak

dengan darah maternal ternyata negatif untuk antigen HLA kelas I dan HLA kelas

II, meskipun bagi yang memiliki kontak dengan jaringan maternal sering positif

untuk HLA kelas I. Oleh karena itu pada trimester pertama sinsitiotrofoblas dan

noninvasif vilus sitotrofoblas tidak muncul sebagai alloantigen untuk HLA kelas I,

tetapi ekstravilus sitotrofoblas pada ujung kolumna sel dan arteri spiralis positif

terhadap sitotrofoblas pada ujung kolumna sel dan arteri spiralis positif terhadap

HLA. Gen keluarga HLA kelas I mengkode glikoprotein permukaan sel yang

termasuk highly polymorphic transplantation molecules HLA-A, HLA-B dan

HLA-C, yang menunjukkan ekspresi jaringan dan fungsi yang luas dalam

kehadiran autolgous peptide antigene terhadap sel T. Setidaknya ada 3 gen kelas I

tambahan (HLA-E, HLAF, HLA-G, yang dikenal sebagai gen nonklasik) telah

diidentifikasi dan sangat homolog dengan gen HLA klasik. HLA-E dan HLA-F

terekspresi pada berbagai jaringan fetus dan dewasa. Secara kontras, HLA-G

hanya terekspresi pada trofoblas ekstravilus pada maternal interface, dimana tidak

ada antigen klasik kelas I dan II: ekspresi yang terbatas ini diperkirakan bahwa

HLA-G berperan pada toleransi imun dari semiallogenik fetus dari pihak maternal

HLA-G ternyata betul-betul mampu menghambat aktifitas sel NK oleh sel lekosit

granula besar uterin melawan sel trofoblas pada permukaan fetomaternal. Maka

tidak adanya ekspresi HLA regular dan kehadiran dari HLA-G pada sitotrofoblas

invasif ternyata menjadi dasar yang signifikan terhadap perlindungan trofoblas

terhadap pengenalan imunologi maternal atau serangan sitotoksik.Selama masa

gestasi sel ekstravilus sitotrofoblas mempertahankan kemampuannya untuk

meregulasi ekspresi HLA-G.HLA-G harus menghindari serangan imunologi

maternal terus-menerus.Secara kontras, sel sitotrofoblas hanya menunjukkan sifat

invasif secara transien dengan ekspresi metalloproteinase yang meningkat dan

perubahan integrin (Sibai Baha, 2005).

Pertumbuhan trofoblas dan invasi yang ada mungkin bergantung pada

sitokin yang diproduksi oleh sel ini sebagai respon terhadap HLA-G yang

diekspresikan pada sel sitotrofoblas.Aktivitas leukosit desidual dapat mendukung

pertumbuhan trofoblas dan fungsinya melalui sebuah fenomena

25

imunotrophisme.Faktor koloni-stimulan diproduksi oleh makrofag desidual dan

oleh plasental yang sedang berkembang itu sendiri.Jumlahnya meningkat seiring

dengan implantasinya.Faktor koloni-stimulan menstimulasi populasi makrofag

endometrium, trofoblas laktogen plasenta, dan sintesa human chorionic

gonadotropin, dan hal tersebut tampak terlibat dalam interaksi trofoblas desidual

cukup erat selama masa kehamilan awal. Faktor GM-CSF, IL-1, TNF-α, IFN-y,

dan CSF-1 kesemuanya berdampak pada perlekatan blastosit dan implantasi

trofoblas, proliferasinya dan invasinya. Oleh karena TNF-α, IFN-α, IFN-β, IFN-γ

dan faktor transforming growth (TGF)-1b diproduksi oleh plasenta dan

menginhibisi sintesa asam deoksiribonukleat trofoblas, akan ikut ambil bagian

dalam hal regulasi pertumbuhan trofoblas (Baker N Philip, 2005).

Sel T helper sebagai tipe inhibitor mutual pada plasenta dengan tipe sel

yang pertama, dinamai sel Th1, mensekresi IL-2, IFN-γ dan limfotoksin.Hal ini

kontras dengan tipe sel Th2, yang mensekresi IL-4, IL-6 dan IL-10. Sitokin Th1

dihubungkan dengan imunitas sel mediated dan reaksi hipersensitifitas lambat,

sedang sitokin Th2 menangkap respon antibody dan reaksi alergi. Oleh karena

sitokin Th1 diperhitungkan cukup berbahaya terhadap kehamilan dan sitokin Th2

(IL-10) dan men-down regulasi produksi sitokin Th1, maka telah diungkapkan

bahwa kehamilan yang sukses merupakan fenomena Th2. Beberapa substansi

seperti prostaglandin E2, TGFb, GM-CSF, dan IL-10 berperan dalam rangkaian

imunoendokrin pada pemeliharaan kehamilan. PGE-2 mempunyai banyak

perangkat imunosupresif, termasuk inhibisi semua sel sistem imun. IL-10 secara

potensialmemiliki 2 mekanisme yang mana dapat menginhibisi fungsi imun:

secara langsung sebagai faktor inhibitor sintesis sitokin dan secara tak langsung

sebagai pemacu trofoblas invasi ke dalam arteri spiralis (Baker N. Philip, 2005).

Dalam keadaan hipoksia maka plasenta mengeluarkan molekul berupa

molekul adhesi interseluler-1 (ICAM-1) dan molekul adhesi sel vaskuler-1

(VCAM-1) dan meningkatkan aktifitas sintetase nitric oksida dan kadar beberapa

prostaglandin, pada saat yang sama di mana aktifitas sintetase nitric oksida

endotel didown-regulasi. Sejauh ini, sebagian besar studi melaporkan temuan

adanya peningkatan kadar TNF-α plasma pada preeklampsia, ini terjadi setelah

26

sindrom terdeteksi secara klinis. TNF α plasenta merupakan marker yang lebih

dapat diandalkan untuk aktifitas sitokin pro inflamasi. Terdapat 2 reseptor TNF-α

75 dan 55 kd berat molekul (p75 dan p55). Masing-masing merupakan protein

yang larut dalam air yang secara spesifik mengikat TNF-α. Kadar TNF solubel

telah diketahui meningkat setelah naiknya TNF-α, mengikat TNF-α, dan

memberikan mekanisme perlindungan melawan berlebihnya produksi TNF-α

(Sibai Baha, 2005).

Sumber produksi berlebih ini mungkin adalah leukosit (desidual) yang

teraktivasi oleh plasenta sendiri, karena sinsitiotrofoblas mengandung asam

ribonukleat messenger TNF-α. Preeklampsia memperlihatkan beberapa aspek

respon fase akut, yang mungkin disebabkan pula oleh meningkatnya kadar IL-6.

Berubahnya protein plasma, yang termasuk pula naiknya seruloplasmin plasma,

a1-antitripsin, dan haptoglobin, hipoalbuminemia dan berkurangnya transferring

plasma merupakan gambaran dari reaksi fase akut, seperti halnya perubahan nyata

pada aktifitas komplemen.Invasi trofoblas akan memicu aktifitas leukosit sehingga

terjadi reaksi inflamasi sehingga akan terjadi peningkatan sitokin pro inflamasi IL-

6 yang memiliki efek terhadap sel endotel seperti meningkatnya permeabilitas,

stimulasi sintesis faktor pertumbuhan asal dari platelet, dan terhentinya sintesa

prostasiklin. Radikal bebas oksigen telah diketahui memacu sintesa IL-6

endotel.Produksi IL-6 berhubungan dengan TNF-α.IL-6 merupakan umpan balik

negatif secara langsung terhadap produksi TNF-α, produksinya dalam desidua dan

trofoblas dipengaruhi oleh TNF-α dan IL-1.Kadar IFN-y meningkat pada

preeklampsia. IFN-y berhubungan dengan ekspresi ICAM-1, sel endotel dan

sintesa IL-6, yang mungkin merupakan penjelasan lain untuk meningkatnya kadar

IL-6 pada preeclampsia (Baker N. Philip, 2005).

Pelepasan sitokin ini kedalam peredaran darah maternal oleh plasenta yang

mengalami hipoksia menyebabkan endotel growth factor (EGF) dan

Phosphatidiyl-inositol 3 kinase (PI3K) akan menurun sehingga akan

mengakibatkan disfungsi endotel dan sel trofoblast akan mengalami apoptosis

lebih cepat pada pasien preeklampsia (Szarka Andras, 2010).

27

Kemudian dapat terjadi efek trauma yang lebih luas sehingga

mengakibatkan peningkatan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak bebas

akan mengakibatkan inflamasi jaringan pada plasenta. Keadaan ini akan

memperberat stres oksidatif dan disfungsi endotel dari plasenta. Selanjutnya akan

terjadi vasospasme plasenta, sebagai akibat dari produksi lokal mitokondria dan

neutrofil dari plasenta. TNF-α dan IL-6 akan menurunkan aktivitas lipoprotein

lipase, meningkatkan lipolisis jaringan adiposa, dan merupakan mediator

resistensi insulin. Secara hipotetis, peningkatan produksi TNF-α dan IL-6 oleh

plasenta dan jaringan adiposa maternal berperan dalam resistensi hormon insulin,

dislipidemia, dan stres oksidatif pada preeklampsia (Pinheiro, 2013).

Beberapa sitokin diketahui berperan dalam perkembangan dari kehamilan

muda.granulocyte-macrophage colony- stimulating factor (GM-CSF), IL-1, TNF-

α, Interferon-γ (IFN-γ), dan colony-stimulating factor-1 (CSF-1) berpengaruh

pada blastocyst dan implantasi, proliferasi, dan invasi trophoblast. Karena TNF-α,

IFN-α, IFN-β, IFN-γ, dan transforming growth factor(TGF)-1β diproduksi pada

unit uteroplasental dan menghambat sintesis trophoblast deoxyribonucleic acid,

mereka mungkin berperan dalam regulasi pertumbuhan trophoblast. IL-1, GM-

CSF, dan IL-6 diperkirakan mempunyai efek menstimulasi pertumbuhan

trophoblast (Matthiesen Leif, 2005).

Hubungan antara immune maladaptation dan endothelial cell activation

pada preeklampsia adalah bahwa sel desidua mengandung banyak sel-sel dari

sumsum tulang, dan bila sel-sel ini teraktivasi akan melepaskan mediator-mediator

yang akan berinteraksi dengan sel endotel (Baker N. Philip, 2005).

Elastase

Neutrofil yang teraktivasi melepaskan elastase dan toxic protease lainnya,

yang dapat merusak pembuluh darah endothelium. Level plasma elastase secara

signifikan meningkat pada penderita preeklampsia dibanding dengan kehamilan

normal dan berhubungan dengan peningkatan level endothelin dan Factor VIII-

related antigen, yang mendukung peran mereka dalam menyebabkan disfungsi sel

endothelial pada preeklampsia (Sibai Baha, 2005).

28

Radikal bebas oksigen

Preeklampsia dihubungkan dengan oxidative stress, yang didefinisikan

sebagai ketidakseimbangan antara prooxidant dan antioxidant menyebabkan

kekurangan prooxidant, memicu kerusakan sel. Radikal bebas oksigen dapat

memicu terbentuknya lipid peroxides. Lesi pada pembuluh darah desidua pada

preeklampsia terutama lesi atherosclerotic, keduanya menunjukkan nekrosis

fibrinoid dari dinding pembuluh darah dan akumulasi dari sel lipid (Dildy III A.

Gary, 2007).

Leukosit yang teraktivasi dapat merupakan sumber pokok dari radikal

bebas oksigen pada preeklampsia.Radikal bebas oksigen dan elastase bekerja

secara sinergis menyebabkan kerusakan sel endothelial. Plasenta adalah sumber

lain dari radikal bebas pada preeklampsia, produksi placental lipid peroxide

berhubungan dengan peningkatan produksi TxA2 plasenta. Metabolisme asam

arachidonat menimbulkan radikal bebas oksigen dengan jalur baik lipoxygenase

maupun cyclooxygenase, tetapi jalur cyclooxygenase menimbulkan > 1000 kali

lebih banyak superoxide dibanding jalur lipoxygenase. Walsh memberi hipotesa

bahwa neutrofil dapat teraktivasi pada sirkulasi melalui intervillous oleh lipid

peroxide yang terdapat pada sel trophoblast. Peningkatan lipid peroxide juga

terjadi pada platelet dan sel darah merah (Pinheiro, 2014).

Radikal bebas menyebabkan disfungsi sel endothelial seperti perubahan

yang dapat diamati pada preeklampsia. Lipid peroxide menstimuli sintesa

prostaglandin H tetapi menghambat sintesa prostacyclin, sehingga peningkatan

level lipid peroxide pada preeclampsia meningkatkan produksi platelet-derived

TxA2 diatas sintesa vascular prostacyclin. Radikal bebas menghalangi produksi

nitric oxide sel endothelial dan menghalangi sintesa nitric oxide pada macrophage.

Lipid peroxide mengubah permeabilitas kapiler terhadap protein yang merupakan

penyebab terjadinya edema dan proteinuria. Lipid peroxide menyebabkan

thrombosis dengan meningkatkan pembentukan thrombin dan pelepasan

endothelial plasminogen activator inhibitor-1 sementara pada saat bersamaan

menurunkan pelepasan antithrombin dan endothelial tissue plasminogen activator.

Lipid peroxide mengubah cairan pada membran sel dengan meningkatkan ikatan

29

dengan kolesterol, asam lemak yang teroksidasi, dan low-density lipoproteins.

Pada preeklampsia fenomena ini dapat dilihat pada platelet, eritrosit, dan sel

trophoblast.Hal ini dapat menjelaskan bahwa pada inkubasi sel endothelial dengan

serum dari penderita preeklampsia terdapat peningkatan kandungan triglycerides

pada sel endothelial, yang menyebabkan gangguan pada fisiologi dari sel

endothelial (Walker J.J., 2011).

Hipotesa bahwa sitokin terutama TNF-α berkontribusi pada oxidativestress

pada preeklampsia telah dikemukakan oleh Stark. Kerusakan mitochondria adalah

efek pertama yang dapat dideteksi dari TNF-α pada kultur sel, sementara beberapa

studi menunjukkan preeklampsia berhubungan dengan tipe yang sama dari

kerusakan mitochondria. Oxidative disequilibrium pada preeklampsia

kemungkinan mempunyai hubungan dengan aktivitas sitokin, terutama TNF-

α.Antioksidan menghambat pelepasan TNF-α karena mereka mengkontrol status

oxidation-reduction dari glutathione peroxidase, yang merupakan bagian penting

dari endogenous modulator dari produksi TNF-α. Didalam mitochondria, TNF-α

mengurangi aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas oksigen dan kemudian

membentuk formasi lipid peroxide. Jika hal itu dibiarkan dengan tidak ada

penurunan yang efisien lebih lanjut dari oksidasi glutathione peroxidase, maka

efek toksik yang serius akan terjadi (Sibai Baha, 2005).

Immune maladaptation mungkin merupakan penyebab abnormal

implantation dan hal itu dapat mencetuskan iskemia plasenta.Iskemia plasenta

menyebabkan perubahan pada sitokin dan oxidative stress terjadi pada

preeklampsia.Sel plasenta memproduksi erythropoietin, yang merupakan prototipe

molekul untuk regulasi transkriptional karena hipoksia pada mamalia. TNF-α dan

IL-1 mempunyai rangkaian deoxyribonucleic acid yang homolog atau hampir

homolog dengan elemen yang responsif meningkatkan hipoksia pada gen

erythropoietin, dan hal ini menimbulkan secara potensial tetapi belum melalui

penelitian adanya suatu hubungan molekul antara hipoksia plasenta dan stimulasi

produksi dari sitokin (Baker N. Philip, 2005).

30

Gambar 3.1 Invasi trophoblast pada endotel pada preeclampsia

(Hladunewich Michelle, 2011)

3.2 Peran Sitokin Pada Preklampsia

TNF dan IL-1 meningkatkan regenerasi dari thrombin, platelet

activatingfactor, factor VIII-related antigen, dan plasminogen activator inhibitor-

1, meningkatkan permeabilitas sel endothelial, dan munculnya intercellular

adhesionmolecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1)

dan meningkatkan aktifitas dari nitric oxide synthetase dan meningkatkan level

dari beberapa prostaglandin, dan pada saat bersamaan aktivitas dari endothelial

nitric oxide synthetase diturunkan. Banyak studi menyatakan bahwa terdapat

peningkatan level TNF-α pada pasien preeklampsia, meskipun masih kontroversi

apakah peningkatan TNF-α terjadi sesudah sindrom terdeteksi secara klinis dan

apakah peningkatan ini hanya terjadi pada kehamilan dengan preeklampsia dengan

komplikasi IUGR. Ada 2 reseptor spesifik untuk TNF-α yaitu dengan berat

molekul 75 dan 55 kd (p75 dan p55). Masing-masing merupakan soluble protein

yang secara khusus berikatan dengan TNF-α.Level dari soluble TNF resepror

diketahui meningkat sesudah peningkatan TNF-α, mengikat TNF-α, dan kemudian

menyebabkan mekanisme protektif melawan peningkatan produksi dari TNF-

α.Level p55 dan p75 soluble TNF reseptor secara signifikan meningkat pada

preeklampsia dibanding kehamilan normal.Sumber dari peningkatan produksi

31

TNF-α ini kemungkinan karena aktivasi leukosit desidual atau dari plasenta

sendiri, karena syncytiotrophoblast mengandung TNF-α messenger

ribonucleicacid. Preeklampsia menunjukkan beberapa aspek dari respon fase akut,

yang kemungkinan disebabkan karena peningkatan level IL-6. Perubahan pada

plasma protein, termasuk peningkatan plasma ceruloplasmin, α1-antitrypsin, dan

haptoglobin, hipoalbuminemia, dan penurunan plasma transferin merupakan

karakteristik dari reaksi fase akut, seperti terdapat dalam serum pasien

preeklampsia. IL-6 juga mempunyai efek pada sel endothelial seperti

meningkatkan permeabilitas, stimulasi sintesa platelet-derived growth factor, dan

menghalangi sintesa prostacyclin. Radikal bebas oksigen diketahui menginduksi

sintesa IL-6 pada endothelial. Produksi IL-6 berhubungan dengan TNF-α, dimana

IL-6 memberikan feed back negatif langsung pada produksi TNF-α, dan

produksinya pada desidua dan trophoblast meningkat karena TNF-α dan IL-1.

Kadar IFN-γ juga meningkat pada preeklampsia. IFN-γ meningkatkan regulasi sel

endothelial, ekspresi ICAM-1 dan sintesis IL-6, yang kemungkinan merupakan

penjelasan mengenai meningkatnya level plasma IL-6 pada preeklampsia. IL-8

dan GM-CSF ditemukan dalam kadar yang sama baik pada kehamilan normal

maupun preeclampsia (Sibai Baha, 2005).

Disfungsi sel endothelial terjadi melalui aktivasi dari produksi protein sel

permukaan yang memediasi keikutsertaan sel-sel inflamasi. Proses ini dimediasi

oleh sitokin yang diproduksi oleh sel inflamasi dan mengaktivasi sel-sel

endothelial. Sejumlah leucocyte-endothelial adhesion molecules telah

diidentifikasi, meliputi E-selectin, VCAM-1, dan ICAM-1.ICAM-1 dan VCAM-1

mempunyai distribusi yang luas pada jaringan, sedang E-selectin hanya terdapat

pada sel endothelial. Preeklampsia dihubungkan dengan peningkatan level

maternal serum dari soluble VCAM-1, E-selectin, dan kemungkinan ICAM-1.

Peningkatan ini kemungkinan merupakan fase awal.Peningkatan reseptor

antagonis IL-6 dan IL-1 (menyebabkan peningkatan konsentrasi IL-1) level pada

preeclampsia berhubungan dengan peningkatan konsentrasi VCAM-1.Peningkatan

soluble cell adhesion molecules menunjukkan peningkatan kemunculan molekul-

molekul ini pada sel-sel endothelial dan menjelaskan aktivasi dari leukosit pada

32

preeklampsia. Interaksi sel endothelial abnormal-leukosit pada preeklampsia

beredar pada sirkulasi maternal, yang ditunjukkan dengan kemunculan yang sama

dari cell adhesion molecules pada pembuluh darah plasenta dan level elastase pada

plasma fetus dengan kehamilan preeklampsia bila dibandingkan dengan

kehamilan normal (Baker N. Philip, 2005).

Gambar 3.2 Peran Sitokin Pada Preeklamsia (Baker N. Philip, 2005)

33

3.3. Peran Sitokin dalam memediasi respon tekanan darah terhadap iskemia

Sitokin inflamasi seperti IL-6 dan TNF-α dilaporkan mengalami peningkatan pada

preeklampsia, pentingnya sitokin ini dalam memediasi disfungsi kardiovaskuler

dan ginjal sebagai respon terhadap iskemia plasenta selama kehamilan belum

dapat dijelaskan secara lengkap.TNF-α dan IL-6 mungkin memainkan peranan

penting dalam memediasi hipertensi dan penurunan hemodinamik ginjal seperti

dapat diamati pada hewan percobaan (Hladunewich Michelle, 2011).

3.4 Peran Sitokin inflamasi pada endotelium

Kerusakan endotel merupakan stimulus pembentukan endotelin (ET-1),

peningkatan produksi ET-1 dan aktivasi reseptor ETA mungkin berperan juga

dalam patofisiologi hipertensi selama kehamilan.Konsentrasi ET-1 dalam plasma

wanita preeklampsia lebih tinggi dibanding wanita hamil normal. Secara tipikal,

tingkat ET-1 dalam plasma pada penyakit yang telah memasuki stadium lanjut

lebih tinggi, yang menunjukkan bahwa ET-1 mungkin tidak terlibat dalam

mengawali preeklampsia, namun lebih berpengaruh pada progresifitas dari

penyakit ini menjadi fase yang lebih berbahaya (Hladunewich Michelle, 2011).

3.5 Peran Sitokin pada sistim renin-angiotensin

Sistim renin-angiotensin memiliki peranan penting dalam pengaturan fungsi

ginjal, homeostasis cairan tubuh, dan tonus pembuluh darah.Efek angiotensin II

dalam meningkatkan tekanan darah terjadi akibat pengaruh perubahan fungsi

ginjal, peningkatan tahanan perifer pembuluh darah, dan peningkatan aktifitas

sistim saraf simpatis. Terdapat suatu mekanisme proinflamasi dari angiotensin II

dalam menimbulkan hipertensi, angiotensin II tidak hanya meningkatkan sintesis

sitokin inflamasi, namun juga memiliki peran penting dalam memediasi terjadinya

hipertensi yang diakibatkan oleh angiotensin II (Hladunewich Michelle, 2011).

3.6 Peran Sitokin pada sistim saraf

Para peneliti berpendapat bahwa preeklampsia merupakan suatu keadaan

overaktifitas sistim saraf simpatis.Sistim saraf otonom dikenal sebagai regulator

tekanan darah jangka pendek, namun terdapat kemungkinan untuk terjadi regulasi

jangka panjang melalui gangguan sistim simpatis pada ginjal.Aktifitas sistim saraf

simpatis pada preeclampsia lebih besar jika dibandingkan dengan wanita hamil

34

normal. Peningkatan tahanan pembuluh darah tepi dan tekanan darah yang

menandai preeklampsia dimediasi setidaknya sebagian oleh peningkatan aktifitas

vasokonstriktor simpatis (Hladunewich Michelle, 2011).

BAB IV

35

RINGKASAN

Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang merupakan kelainan

multifaktorial yang ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau

diastolik ≥ 90 mmHg pada waktu pasien beristirahat di tempat tidur pada

sekurangnya dua kali pengukuran dalam 6 jam, dan proteinuria ≥ 0,3 gr/24 jam,

yang terjadi sesudah umur kehamilan 20 minggu. Preeklampsia adalah penyakit

pada kehamilan yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria sesudah umur

kehamilan 20 minggu. Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum

diketahui Saat ini hipotesis mengenai penyebab dari preeklampsia secara garis

besar yaitu: iskemia plasenta, very low-density lipoprotein (VLDL) versus

toxicity-preventing activity, preeklampsia sebagai penyakit genetik, dan immune

maladaptation.

Sitokin merupakan mediator polipeptida terlarut yang menjaga komunikasi

dengan leukosit dan jaringan serta organ lain. Sel endotel selain berfungsi sebagai

target sitokin juga merupakan sumber sitokin. Sitokin mengaktivasi endotel

melalui pembentukan thrombus dan inflamasi.Pada pembentukan thrombus,

sitokin menginduksi aktifitas prokoagulan protein C dan menghambat

penghancuran fibrin. Beberapa contoh sitokin yang berperan dalam reaksi

imunologi yang terjadi pada pasien preeclampsia, antara lain: Tumor necrosis

factor-α (TNF-α), Interleukin-6 (IL-6), IL-Ira, IL-1β, IL-2, IL-4, IL-10, IL-12p40,

IL-12p70, IL-18, Chemokine seperti IL-8, IP-10, dan Monocyte chemotactic

protein (MCP), Molekul adhesi seperti VCAM-1 dan ICAM-1.

DAFTAR PUSTAKA

36

Angsar Dikman Muh. 2010. Hipertensi dalam Kehamilan.PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal 531-561.

Backers H. Carl, Markhan Kara, Moorehead Pamela. 2010. Maternal preeclampsia

and neonatal outcomes.American Journal of Obstetrics and Gynaecology. Page 1-

7.

Baker N. Philip, Kingdom C.P. John. 2005. Pre-eclampsia Current Perspective on

Management. The Parthenon Publishing Group. Page 7-271.

Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. 2010. Hipertensi Dalam

Kehamilan. Obstetri Williams, Ed. 23, Vol. 2. Hal 740-794.

Davilla Daniela R., Julian G. Colleen, Browne A. Vaughn, 2012. Role of Cytokine

in Altitude-Associated Preeclampsia, Pregnancy Hypertension: An International

Journal of Women′s Cardiovascular Health 2. Page 65-70.

Dharma Rahajuningsih, Wibowo Noroyono, Raranta P.T. Hessyani. 2005.

Disfungsi Endotel pada Preeklampsia, MAKARA Kesehatan, Vol. 9, no.2,

Desember 2005: 63-69

Dildy III A. Gary, MD, Belfort A. Michael, MD, Phd, Smulian C. John, MD, PhD,

2007. Preeclampsia Recurrent and Prevention. Seminar Perinatology 31: 135-141,

Elsevier Inc. All rights reserved.

Evers C, Anne Mieke, Van Rijn B. Bas, 2005. Subsequent pregnancy outcome

after first pregnancy with normotensive.Severe early-onset intrauterine growth

restriction at < 34 weeks of gestation.European Journal of Obstetrics and

Gynaecology. Page 45-48.

37

George M. Eric, Granger P. Joey, 2011. Endothelin: Key mediator of hypertension

in preeclampsia. American Journal of Hypertension.Page 99.

Hladunewich Michelle, Karumanchi Ananth S., Lafayette Richard,

2011.Pathophysiology of the clinical manifestations of preeclampsia.American

Journal of Obstetrics and Gynaecology. Page 650-663.

Jonsson Y, 2005. Cytokines and Balance Immune in Preeclampsia,A Survey of

Some Immunological Variables and Methods in The Study of Preeclampsia.

Linkopings Universitet, Sweden. Page 3-68.

Kang Lin, Chen Hwan Chung, Yu Hsiang Chen, 2014. An Association Study of

Interleukin-4 gene and Preeclampsia in Taiwan, Taiwanese Journal of Obstetrics

& Gynecology 53; 215-219.

Kumar Ashok, Begum Nargis, Prasad Sudha, 2013. IL-10, TNF-α, IFN-γ:

Potential early Biomarker for Preeclampsia, Cellular Immunology 283 (2013) 70-

74.

Lockwood J. Charles, Yen Feng Chih, Basar Murat, Preeclampsia-Related

Inflammatory Cytokines Regulate Interleukin-6 Expression in Human Decidual

Cells, The Amercan Journal of Pathology, Vol 172, No. 6, June 2008., Page 1571-

1579.

Magee A. Laura, Helewa Michael, Dadelszen Von Peter, 2008. Diagnosis,

evaluation, and management of the hypertensive disorder of pregnancy. Journal of

The Obstetrics and Gynaecology Canada. Page 9-26.

Matthiesen Leif, Berg Goran, Ernerudh Jan, 2005. Immunology of Preeclampsia,

Markert UR (ed): Immunology of Pregnancy, Chem Immunol Alergy. Basel,

Karger, Vol 89, pp 49-61.

38

Peracoli C. Jose, Castro Bannwart F. Camilla, Romao Mariana, 2013. High Level

of Shock Protein 70 are Associated with Pro-inflammatory Cytokines and may

Differentiate Early-from late-onset Preeclampsia, Journal of Reproductive

Immunology 100; 129-134.

Pinheiro, B. Melina, Carvalho G.Maria, Filho-Martins A. Olindo, 2014. Severe

Preeclampsia: Are Hemostatic and Inflammatory Parameter Associated?. Clinica

Chimica Acta 427, Page 65-70.

Pinheiro B. Melina, Filho Martins A. Olindo, Mota L. Paula Ana, 2013. Severe

preeclampsia goes along with a cytokine network disturbance towards a systemic

inflammatory state, Cytokine 62; 165-173.

Rahardjo Bambang, Widjajanto Edy, Sujuti Hidayat, 2014. Different Levels of IL-

1α, IL-6, TNF-α, NF-kB, and PPAR-γ in Monocyte Cultures Exposed by Plasma

Preeclampsia and Normotensive Pregnancy, Pregnancy Hypertension: An

International Journal of Women′s Cardiovascular Health; 187-193.

Sibai Baha, Dekker Gus, Kupferminc Michael, 2005. Preeclampsia, Lancet: 365:

785-99.

Szarka Andras, Rigo Janos Jr, Lazar Levente, 2010.Circulating Cytokines,

Chemokines and Adhesion Molecules in Normal Pregnancy and Preeclampsia

Determined by Multiplex Suspension Array, British Medical Journal

Immunology; 11:59.

Van Rijn B. Bas, Bruinse W. Hein, et al, 2007. Classic Risk Factors Predictive of

First Cardiovascular Events in Women with a history of early-onset Preeclampsia:

Opportunities for Primary Prevention. European Journal of Obstetrics and

Gynaecology. Page 56-60.

39

Walker J.J, 2011. Inflammation and Preeclampsia, Pregnancy Hypertension: An

International Journal of Women′s Cardiovascular Health 1. Page 43-47.

Xiao J.P., Yin Y.X., Gao Y.F., 2012. The Increased Maternal Serum Levels of IL-

6 are Associated with The Severity and Onset of Preeclampsia, Cytokine 60; 856-

860.