badan intelijen dan keamanan polri

17
Badan Intelijen dan Keamanan POLRI Badan intelijen di tubuh Kepolisian didirikan, paska terbentuknya Djawatan Kepolisian Negara (DKN) pada 19 Agustus 1945, yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) serta penetapan RS.Soekanto Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Nasional (KKN), yang berada di bawah kendali Departemen Dalam Negeri. Lahirnya Maklumat X tanggal 3 November 1945 yang membebaskan masyarakat untuk membentuk organisasi dan partai politik, menjadi titik awal keberadaan Badan Intelejen Kepolisian berdiri. Ini disebabkan karena lonjakan aspirasi dan kepentingan masyarakat diasumsikan akan membangun situasi yang tidak kondusif bagi penegakan keamanan dalam negeri sebagai akibat begitu banyaknya partai-partai politik baru maupun organisasi-organisasi masyarakat yang berdiri.

Upload: moechanis-hidayat

Post on 11-Jan-2016

49 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Mengenal Badan Intelejen dan Keamanan Polri

TRANSCRIPT

Page 1: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

Badan Intelijen dan Keamanan POLRI

Badan intelijen di tubuh Kepolisian didirikan, paska terbentuknya Djawatan

Kepolisian Negara (DKN) pada 19 Agustus 1945, yang ditetapkan oleh Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) serta penetapan RS.Soekanto

Tjokrodiatmodjo sebagai Kepala Kepolisian Nasional (KKN), yang berada di

bawah kendali Departemen Dalam Negeri.

Lahirnya Maklumat X tanggal 3 November 1945 yang membebaskan masyarakat

untuk membentuk organisasi dan partai politik, menjadi titik awal keberadaan

Badan Intelejen Kepolisian berdiri. Ini disebabkan karena lonjakan aspirasi dan

kepentingan masyarakat diasumsikan akan membangun situasi yang tidak

kondusif bagi penegakan keamanan dalam negeri sebagai akibat begitu banyaknya

partai-partai politik baru maupun organisasi-organisasi masyarakat yang berdiri.

Sehingga pada awal tahun 1946, dibentuklah kekuatan intelijen yang mampu

mencegah dan mengatasi gangguan keamanan yang disebabkan oleh aktivitas

masyarakat tersebut. Fungsi dan peranan lembaga intelejen Kepolisian ini diberi

nama Pengawasan Aliran Masyarakat (PAM), pimpinan R.Moch.Oemargatab.

Tugas pokok dari PAM ini memang lebih spesifik pada pengawasan aktivitas

masyarakat dibandingkan Badan Istimewa (BI) pimpinan Zulkifli Lubis yang

lebih mengarah kepada dinamika politik dan pengembangan kontra intelijen

terhadap Belanda dan Sekutunya.

Page 2: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

Seiring dengan perjalanan waktu, DKN kemudian dikeluarkan dari lingkungan

Departemen Dalam Negeri, dengan diterbitkannya Penetapan Pemerintah No.

11/S.D tahun 1946 pada tanggal 1 Juli 1946. Sehingga struktur organisasi DKN

langsung di bawah Perdana Menteri. Perubahan ini juga berimplikasi pada

keberadaan PAM, sebagai satuan intelijen di Kepolisian, yang mengalami

pemekaran tugas pokok dari yang sangat umum menjadi lebih khusus.

Pada PAM sebelum terbitnya Penetapan Pemerintah No. 11/S.D tahun 1946, tugas

pokoknya sebagai berikut: ”Mengawasi semua aliran dan memusatkan segala

minatnya kepada hajat-hajat dan tujuan-tujuan dari seseorang atau golongan

penduduk yang ada atau timbul di daerah Republik Indonesia atau yang datang

dari luar, yang dianggap dapat membahayakan kesentausaan Negara Indonesia

dan sebaliknya membantu hajat dan cita-cita seseorang atau golongan penduduk

yang bermaksud menyentausakan negara dan keamanan Republik Indonesia serta

tugas riset dan analisis lainnya.”

Sedangkan tugas pokok PAM setelah terbitnya penetapan pemerintah, justru

makin memperluas cakupan tugas pokok, dengan terbitnya Surat Kepala

Kepolisian Negara (KKN) No: Pol. 68/Staf/PAM tanggal 22 September 1949,

yang isinya sebagai berikut:

1. Mengawasi aliran-aliran politik, pergerakan-pergerakan buruh, wanita,

pemuda, dan lain-lainnya.

2. Mengawasi aliran agama, ketahayulan, kepercayaan-kepercayaan lain dan

lain sebagainya.

3. Mengawasi pendapat umum dalam pers, radio dan masyarakat (pergaulan

umum dari segala lapisan masyarakat/rakyat).

4. Mengawasi kebudayaan, pertunjukan-pertunjukan bioskop dan

kesusasteraan.

5. Mengawasi pergerakan sosial, yakni soal-soal kemasyarakatan yang

timbul karenakurang sempurnanya susunan masyarakat, cara mengerjakan

Page 3: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

anak-anak dan perempuan, perdagangan anak, pelacuran, pemberantasan

pemadatan, perdagangan minuman keras, pemilihan orang-orang terlantar

lainnya. Semuanya dilihat dari politik polisionil tekhnis.

6. Mengawasi keadaan ekonomi, soal-soal yang timbul karena kurang

sempurnanya susunan ekonomi.

7. Mengawasi bangsa asing, terutama yang berhubungan dengan peristiwa-

peristiwa politik di luar negeri yang dapat mempengaruhi masyarakat/bangsa

asing di Indonesia.

8. Mengawasi gerak gerik mata-mata musuh, dan pergerakan/tindakan ilegal

yang menentang/membahayakan pemerintah.

9. Dan bila disimpulkan dari uraian tersebut, maka tugas bagian PAM

adalah: menjalankan kontra intelijen dan kontra spionase demi keamanan

nasional serta melaksanakan riset dan analisis untuk kepentingan pimpinan

c.q. Perdana Menteri dalam menentukan kebijakan politik polisional.

Setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda, dan bubarnya Republik Indonesia

Serikat, lembaga intelijen sudah mulai mampu melakukan akselerasi pada tugas

pokok yang diembannya. Hal ini terkait dengan berbagai manuver dari elit politik

yang memandang lembaga intelijen sebagai lembaga strategis bagi kekuasaan

politiknya. Pada lembaga intelijen Kepolisian ada perubahan yang signifikan,

dengan diubahnya nama Bagian PAM menjadi Bagian Dinas Pengawasan

Keselamatan Negara (DPKN). Perubahan ini berdasarkan Surat Keputusan

Pemerintah No.Pol:4/2/28/UM, tertanggal 13 Maret 1951, agar DPKN juga

melakukan penjagaan terhadap keselamatan pribadi Presiden dan Wakil Presiden,

serta pejabat tinggi negara. Di samping itu juga melakukan penjagaan terhadap

tamu negara dan perwakilan asing.

Seiring dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, DPKN sebagai intelijen

Kepolisian juga melakukan metamorphosis, dengan berubah  nama menjadi Korps

Polisi Dinas Security (Korpolsec). Pergantian nama ini lebih banyak terkondisikan

Page 4: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

karena tantangan dan ancaman yang lebih konpleks, disertai ledakan jumlah

penduduk yang membuat rasio polisi dan penduduk makin tidak ideal. Korpolsec

dilandasi dengan terbitnya Order Menteri/ Kepala Kepolisian Negara

No:37/4/1960, tertanggal 24 Juni 1960, dengan rincian pokok kerja sebagai

berikut:

1. Mengatur pelaksanaan Security Intelijen.

2. Mengatur pelaksanaan pengumpulan, penyusunan, penilaian dan

pengolahan bahan-bahan informasi mengenai persoalan-persoalan dalam

masyarakat untuk menentukan kebijaksanaan dalam rangka kepentingan

keamanan nasional.

3. Menyelesaikan masalah-masalah tentang persoalan-persoalan dalam

masyarakat termasuk dalam point b di atas. Yang tidak dapat diselesaikan oleh

pihak Kepolisian Komisariat atau yang meliputi lebih dari satu daerah

KepolisianKomisariat.

4. Memberi pimpinan dalam penjagaan keselamatan orang-orang penting dan

perwakilan kenegaraan dalam kerja sama dengan instansi-instansi yang

bersangkutan, yang tidak dapat diselesaikan oleh Kepolisian Komisariat atau

yang meliputi lebih dari satu daerah Kepolisian Komisariat.

Seiring dengan proses perbaikan yang terjadi di internal intelijen Kepolisian,

pucuk pimpinan beralih dari R. Oemargatab ke M. Soekardjo. Pergantian ini juga

bernuansa sangat politis. Pergantian tersebut sejalan dengan pergantian Kepala

Kepolisian Nasional, dari RS. Soekanto Tjokrodiatmodjo ke Soekarno

Djojoegoro, yang merupakan pilihan Soekarno. Soekanto diganti karena menolak

gagasan Presiden Soekarno untuk mengintegrasikan Kepolisian Nasional dengan

Angkatan Perang. Langkah ini juga mengganggu tingkat konsolidasi di lembaga

intelijen Kepolisian. Soekarno Djojoegoro cenderung sangat politis dalam melihat

hal yang ada di Kepolisian. Tak heran karena sosok Ketua Polisi Nasional kedua

tersebut dekat dengan Presiden Soekarno. Langkah yang dilakukannya adalah

Page 5: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

memasukkan Soetarto menjabat ketua Intelejenan Kepolisian menggantikan M.

Soekardjo, yang baru seumur jagung menggantikan Oemargatab.

Namun demikian, permasalahan yang muncul sebagai akibat dari konflik internal

terus mengemuka. Pergantian Soekarno Djojoegoro dari Panglima Angkatan

Kepolisian (Pangak) dan Soetarto dari jabatan Kepala Intelijen Kepolisian tidak

menyelesaikan masalah. Hal ini terkait keputusan kontroversial dari pemerintah

yang menunjuk Soetjipto Danukusumo menjadi pengganti Soekarno Djojoegoro.

Sebagaimana diketahui bahwa kepangkatan Soetjipto baru AKBP (setingkat

Letnan Kolonel), namun kemudian dinaikkan dengan cepat menjadi Inspektur

Jenderal. Naiknya Soetjipto menjadi Pangak menambah riak-riak baru bagi

konflik di internal Polri. Selain karena alasan kenaikan pangkat kilat, juga

disebabkan karena proses naiknya Soetjipto menjadi Pangak sangat sarat

bernuansa politik.

Akan tetapi secara kasat mata, proses tersebut juga memiliki implikasi bagi

pembenahan internal Kepolisian, meski tidak lama menjabat, Soetjipto telah

membersihkan unsur politik dari Korpolsec, dengan memindahkan Soetarto ke

BPI, dan menjadi orang kedua setelah Soebandrio. Kepindahan Soetarto ke BPI

memberikan angin segar bagi perbaikan kinerja Korpolsec, yang kemudian

berganti lagi menjadi Korps Intelejen dan Security, dan kemudian berubah lagi

menjadi Direktorat Intelijen dan Security hingga berakhirnya kekuasaan Orde

Lama. 

Pasca Soetarto memimpin lembaga tersebut, sesungguhnya lembaga intelijen

Kepolisian mulai dipimpin oleh perwira didikan PAM, sebut saja Soemartono,

Poerwata, dan Soetomo. Tiga orang ini berturut-turut saling menggantikan hingga

kejatuhan Presiden Soekarno dan Orde Lama-nya dari tapuk pemerintahan. Satu

produk perundang-undangan terakhir di masa Presiden Soekarno, untuk

menegaskan tugas pokok Direktorat Intelijen dan Security Departemen Angkatan

Kepolisian adalah terbitnya Surat Keputusan No.Pol:11/SK/MK/1964, tanggal 14

Feberuari 1964, yang berisi sebagai berikut:

Page 6: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

1. Tugas Umum: Menciptakan ketertiban dan ketentraman lahir dan bathin

untuk menuju masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur, tata tentrem

kerta raharja, serta mengamankan/menyelamatkan dan aktif merealisasikan

Amanat Penderitaan Rakyat, sesuai dengan kerangka Tujuan Revolusi

Nasional.

2. Tugas Khusus: Menjalankan tugas yang bersifat preventif dan represif

dengan cara positif dan aktif di bidang intelijen dan security (pengamanan).

Harus diakui bahwa konflik internal di Kepolisian sangat mempengaruhi

eksistensi dan kinerja dari lembaga intelijen tersebut. Bahkan dapat dikatakan

konflik yang terjadi di internal Kepolisian mampu membangun kesadaran bagi

para perwira Kepolisian untuk lebih mengedepankan tugas dan tanggung jawab

terhadap negara dari pada perebutan jabatan dan posisi yang memberi cela bagi

banyak pihak untuk melakukan penyusupan di tubuh Polri.

Di sinilah sesungguhnya peran intelijen harus diperkuat untuk menolak segala

bentuk campur tangan dan penyusupan, dengan kontra intelijen. Permasalahannya,

dalam kasus ini intelijen Kepolisian menjadi bagian dari konflik, sebab ada satu

wacana yang berkembang ketika itu untuk mengendalikan Kepolisian, salah

satunya dengan menumpulkan peran intelijennya. Dan langkah tersebut terbilang

sukses. Indikator yang paling mudah adalah pasca Dekrit Presiden 1959 hingga

pergantian kepemimpinan nasional dari Soekarno ke Soeharto, bisa dikatakan

peran intelijen Kepolisian terbilang minim.

Ketika Soekarno dan Orde Lama turun tahta, dan digantikan oleh Soeharto, dan

instrumen Orde Baru-nya, maka dimulai satu fase “kegelapan” bagi dunia intelijen

di Indonesia, khususnya intelijen Kepolisian. Seperti dapat diduga, Soeharto

melakukan konsolidasi politik ke semua lini kekuasaan agar patuh dan loyal

kepadanya.

Page 7: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

Gagasan Soekarno untuk menempatkan Polri agar masuk dalam Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia diterapkan Soeharto guna mengikat Polri agar

terbebas dari anasir-anasir PKI dan faksi anti pemerintah. Sehingga pada era orde

baru, Polri dileburkan menjadi satu angkatan bersama tiga matra TNI lainnya,

yaitu: TNI-AL (Angkatan Laut), TNI-AD (Angkatan Darat) dan TNI-AU

(Angkatan Udara). Yang berimbas kepada meleburnya Intelijen Kepolisian

menjadi bagian dari KIN.

Intelijen Kepolisian, yang di masa pemerintahan Soekarno memainkan peran yang

cukup signifikan, dan diberi berbagai peluang dan mengembangkan diri, pada

masa Soeharto justru hanya menjadi sub ordinasi dari pemenuhan informasi dan

data dari lembaga-lembaga bentukan Soeharto tersebut. Hampir tidak ada satu

agregasi kinerja intelijen Polri yang benar-benar mandiri dan mencitrakan satu

profesionalisme sebagaimana yang menjadi tugas dan fungsinya. Hampir semua

tugas dan fungsi intelijen Polri diambil alih dan dikerjakan oleh lembaga-lembaga

tersebut.

Secara sistematis bahkan marjinalisasi peran dan fungsi Intelejen Polri makin

menjadi-jadi. Dan turunan dari berbagai kasus yang melibatkan intelijen Polri pun

sangat kentara. Misalnya pada kasus Pembunuhan Marsinah yang melibatkan

pejabat setingkat Kodim dan Koramil, yang mencoba menyeret-nyeret intelijen

Polri, atau bahkan kasus pembunuhan Wartawan Bernas, Udin yang melibatkan

intelijen Polri, bahkan sebagai tersangka.

Hal ini menandakan bahwa intelijen Polri dalam berbagai kasus telah dilemahkan.

Bahkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan Polri dalam penanganan

kasus kriminal, seperti pada kasus Penembak Misterius (Petrus). Penegasan yang

perlu dikemukakan adalah bahwa selama Soeharto dan Orde Baru berkuasa, peran

dan fungsi Polri menjadi sub ordinat dari kerja-kerja keintelijenan secara luas.

Bahkan idiom yang mengemuka di internal Polri ketika itu, Polri sebagai “tukang

Page 8: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

cuci piring” dari berbagai kasus dan permasalahan yang melibatkan Polri selama

kurun waktu 32 tahun Soeharto berkuasa.

Pada era reformasi, Polri dipisahkan dari tubuh ABRI. Untuk itu segala upaya

dilakukan untuk melaksanakan kemandirian dan reformasi di tubuh Polri, dengan

mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu:

1. Aspek Struktural: Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam

Ketata negaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

2. Aspek Instrumental: Mencakup filosofi (Visi, Misi dan tujuan), Doktrin,

kewenangan,kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek.

3. Aspek kultural: Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan

instrumental, karena semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan

Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem

rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem

anggaran, sistem operasional.

Visi Polri saat ini adalah: Polri yang mampu menjadi pelindung Pengayom dan

Pelayan Masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta

sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung

tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara keamanan dan

ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan

nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera.

Sedangkan misi yang akan dicapai Polri adalah: Berdasarkan uraian Visi

sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya uraian tentang jabaran Misi Polri

kedepan adalah sebagai berikut :

1. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga

masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis.

Page 9: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

2. Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan

preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan

hukum masyarakat (Law abiding Citizenship).

3. Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan

menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada

adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.

4. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap

memperhatikan norma - norma dan nilai - nilai yang berlaku dalam bingkai

integritas wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Mengelola sumber daya manusia Polri secara profesional dalam mencapai

tujuan Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat

mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan

masyarakat

6. Meningkatkan upaya konsolidasi kedalam (internal Polri) sebagai upaya

menyamakan Visi dan Misi Polri kedepan.

7. Memelihara soliditas institusi Polri dari berbagai pengaruh external yang

sangat merugikan organisasi.

8. Melanjutkan operasi pemulihan keamanan di beberapa wilayah konflik

guna menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

9. Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat

yang berbhineka tunggal ika.

Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi Polri tersebut, maka ditetapkan sasaran

yang hendak dicapai oleh Polri, yaitu:

A. Bidang Kamtibmas

Tercapainya situasi Kamtibmas yang kondosif bagi penyelenggaraan

pembangunan nasional.

Terciptanya suatu proses penegakan hukum yang konsisten dan

berkeadilan, bebas KKN dan menjunjung tinggi hak azasi manusia.

Page 10: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

Terwujudnya aparat penegak hukum yang memiliki integritas dan

kemampuan profesional yang tinggi serta mampu bertindak tegas adil dan

berwibawa.

Kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat yang meningkat yang

terwujud dalam bentuk partisipasi aktif dan dinamis masyarakat terhadap upaya

Binkamtibmas yang semakin tinggi.

Kinerja Polri yang lebih profesional dan proporsional dengan menjunjung

tinggi nilai-nilai demokrasi sehingga disegani dan mendapat dukungan kuat dari

masyarakat untuk mewujudkan lingkungan kehidupan yang lebih aman dan tertib.

B. Bidang Keamanan Dalam Negeri

Tercapainya kerukunan antar umat beragama dalam kerangka interaksi

sosial yang intensif serta tumbuhnya kesadaran berbangsa guna menjamin

keutuhan bangsa yang ber Bhineka Tunggal Ika.

Tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945.

Berkenaan dengan uraian tugas, visi dan misi serta sasaran yang hendak dicapai

tersebut, maka Polri akan terus melakukan perubahan dan penataan baik di bidang

pembinaan mau pun operasional serta pembangunan kekuatan sejalan dengan

upaya Reformasi. Maka dari itu, Polri kemudian mengubah nama Badan

Intelijennya dengan menyandang nama Badan Intelijen Keamanan Polri (Ba-

Intelkam) Polri.

Titik tekannya pada intelijen keamanan, yang tertuang pada Keputusan Presiden

(Perpres) No. 70 tahun 2002 tentang Organisasi Tata Kerja Kepolisian Negara RI

Pasal 21, yang berbunyi:

1. Badan Intelijen Keamanan Polri, disingkat Baintelkam adalah unsur

pelaksana utama pusat bidang intelijen keamanan di bawah Polri.

Page 11: Badan Intelijen Dan Keamanan POLRI

2. Baintelkam bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi intelijen

dalam bidang keamanan bagi kepentingan tugas operasional dan manajemen

Polri maupun guna mendukung pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dalam

rangka mewujudkan Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri).

Seorang anggota Polri yang memiliki kualifikasi sebagai seorang anggota Ba-

Intelkam Polri, harus dapat melakukan pendeteksian, analisis, dan melakukan

kontra intelijen. Dalam beberapa kasus keterlibatan anggota Ba-Intelkam Polri

dalam kerja-kerja intelijen kepolisian juga secara aktif mampu meningkatkan

kinerja dari Mabes Polri ataupun Polda setempat yang dalam kesehariannya

dilaksanakan oleh Dit-Intelkam (Direktorat Intelijen Keamanan) Polda,

sebagaimana yang dilakukan Polda-Polda yang wilayahnya melakukan Pilkada

dan rawan konflik lainnya.