bacaan media cetak

Upload: rolia

Post on 02-Jun-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    1/17

    Digempur Media Online, Pertumbuhan PersCetak Hanya 0,25 PersenBENGKULU, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Serikat Perusahaan Pers (SPS), Asmono

    Wikan menyebutkan gempuran media sosial digital dan media online, cukup membuat industricetak (print) terpengaruh.

    Hal ini tercatat dari rendahnya pertumbuhan sirkulasi oplah dari 1.100 media di Indonesia padaakhir tahun 2013, yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 0,25 persen. Angka itu sedikitlebih baik dibanding pertumbuhan oplah media di Amerika.

    Namun, jika dibandingkan dengan negara lain seperti China, India dan Brazil, pertumbuhanoplah media cetak di Indonesia masih kalah jauh.

    "Karena itu media harus meng- update diri di era digitalisasi. Konsepsi industri print bahwadigitalisasi belum menghasilkan uang harus dibongkar. Tanpa upgrade dan update , ya repot,"ujar Wiskan saat menggelar konfrensi pers Serikat Perusahaan Pers (SPS) di Bengkulu, Kamis(6/2/2014).

    Dari hasil kajian SPS, perkembangan media cetak di Indonesia memang mengalami turbulensiyang kuat. Generasi pembaca baru mulai bermunculan, yakni generasi pembaca yang tidak lagimembaca hal-hal serius, generasi yang tidak menyenangi kerumitan bahasa di media cetak dangenerasi yang tidak menyenangi tata wajah di media cetak.

    "Inilah yang menjadi tantangan bagi industri media cetak saat ini. Bagaimana media melayani

    pembacanya menjadi sangat penting. Kalau tetap ingin bertahan menghadapi konvergensi diera multiplatform saat ini," ujar Wiskan.

    Dia menuturkan, keberlanjutan hidup dari sebuah media sangat bergantung dengankemampuannya menangkap keinginan pembaca. Melalui penyajian konten berita yangberkaitan dengan kebutuhan pembaca, diyakini akan tetap menghidupkan industri media,khususnya cetak di Indonesia.

    "Salah satu kuncinya adalah lewat penyajian konten berita. Konten harus nyambung denganpembaca, tanpa ini bisa berbahaya bagi media," bebernya.

    Sementara itu, dalam konferensi pers jelang Rapat Kerja Nasional (Rakernas) SPS yang digelardalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) di Bengkulu pada 7-8 Februari 2014 iamenyebutkan, SPS kembali menyerahkan penghargaan pemenang bagi sampul muka mediacetak komersial (Indonesia Print Media Awards/IPMA) dan majalah internal (Indonesia InhouseMagazine Awards/INMA) di Indonesia.

    Termasuk pemberian penghargaan desain rubrik anak muda Surat kabar (Indonesia Young

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    2/17

    Readers Awards/IYRA) dan sampul muka pers mahasiswa (Indonesia Student Print MediaAwards/ISPRIMA).

    IPMA diikuti lebih 749 pendaftar dari 207 perusahaan media, INMA berhasil menghimpun 201pendaftar dari 57 lembaga dan korporasi. Adapun IYRA diikuti 121 entri dari 20 perusahaan

    pers dan ISPRIMA menyedot 54 entri dari 17 pers mahasiswa.

    Hasil penjuriannya akan diumumkan pada Sabtu (8/2/ 2014). Selain agenda tersebut, juga akandigelar CEO Media Conference. Dengan mengusung tema sentral "Konvergensi di eramultiplatform dan tantangan monetisasi", direncanakan menghadirkan dua pembicara talkshowmedia, yakni Direktur Pengembangan Bisnis Kelompok Kompas Gramedia Edi Taslim dan CEOHarian Pikiran Rakyat Djoko Hertanto.

    -----------------------------------------------------Earl J Wilk inson , Executive Director & CEO, International News Media Association (INMA)akan menjadi pembicara pada Asia Pacific Media Forum (APMF) 2014 di Bali, 18-20 September

    2014. Info lengkap mengenai APMF dapat dilihat di www.apmf.com .

    Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

    Asia Pacific Media Forum 2014 Penulis : Kontributor Bengkulu, Firmansyah

    Editor : Bambang Priyo Jatmiko

    http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/06/1800231/Digempur.Media.Online.Pertumbuhan.Pers.Cetak.Hanya.0.25.Persen

    http://www.apmf.com/http://www.apmf.com/http://www.apmf.com/http://www.apmf.com/http://www.apmf.com/http://www.apmf.com/http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3197/1/asia.pacific.media.forum.2014http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3197/1/asia.pacific.media.forum.2014http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/06/1800231/Digempur.Media.Online.Pertumbuhan.Pers.Cetak.Hanya.0.25.Persenhttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/06/1800231/Digempur.Media.Online.Pertumbuhan.Pers.Cetak.Hanya.0.25.Persenhttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/06/1800231/Digempur.Media.Online.Pertumbuhan.Pers.Cetak.Hanya.0.25.Persenhttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/06/1800231/Digempur.Media.Online.Pertumbuhan.Pers.Cetak.Hanya.0.25.Persenhttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/02/06/1800231/Digempur.Media.Online.Pertumbuhan.Pers.Cetak.Hanya.0.25.Persenhttp://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3197/1/asia.pacific.media.forum.2014http://www.apmf.com/http://www.apmf.com/
  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    3/17

    Konvergensi Media ala Indonesiahttp://komunitas.yellowpages.co.id/konvergensi-media-ala-indonesia-2/

    (Kandidat) anggota komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY Periode 2014-2017. Pun seorangpengamen dan selengkapnya

    Implikasi Teknologi Digital dan Internet

    (Paperless Newspaper) pada IndustriMedia Cetak di Indonesia

    OPINI | 16 December 2013 | 23:37 Dibaca: 448 Komentar: 8 3

    Rekan-rekan Kompasianer di manapun Anda berada, baik di dalam negerimaupun mancanegara.

    Kehadiran teknologi Internet sejak tahun 1960-an silam, memiliki implikasibesar pada peradaban manusia.Terutama dalam bidang telekomunikasi, media, dan informatika. Termasukdalam bidang industri media cetak di Indonesia. Surat kabar tanpa kertas( paperless newspaper ), kini telah menjadi tren baru yang tak bisadikesampingkan dalam pengelolaan bisnis media. Kini media cetak, mediaonline, media elektronik, dan teknologi telekomunikasi, media, dan informatika(telematika) sudah saling meleburkan diri, bersinergi. Di era konvergensimedia massa, pengintegrasian bisnis media massa tidak hanya bersifat

    http://www.kompasiana.com/Supadiyantohttp://www.kompasiana.com/Supadiyantohttp://www.kompasiana.com/Supadiyantohttp://www.kompasiana.com/posts/type/opinion/http://www.kompasiana.com/posts/type/opinion/http://www.kompasiana.com/posts/type/opinion/http://www.kompasiana.com/Supadiyanto
  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    4/17

    horisontal saja, tetapi sekaligus vertikal.Bahkan tren yang terjadi di Indonesia belakangan ini, para pemilik mediamassa itu terjun dalam dunia politik dengan menjadi politisi.

    Internet merupakan puncak teknologi telekomunikasi, media dan informatika(telematika) sepanjang Abad XX-XXI ini. Ada yang menyebut Internet sebagaitonggak sejarah ( milestone ) dari teknologi informasi dan komunikasi (TIK),tangga atau jembatan ( gangplank ) antar TIK. Pengadopsian danpengimplementasian teknologi Internet dalam berbagai bidang kehidupan(politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan-keamanan, kesehatan,pariwisata, bisnis dll.) menjadi bukti sahih akan realitas sosial di atas.Perkembangan jumlah pemakai teknologi Internet sejak ditemukannyapertama kali pada tahun 60-an oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikatmelalui proyek militer (rahasia) dengan menginisiatifi proyek ARPANET(Advanced Research Project Agency Network) yang menghasilkan TCP/IP(Transmission Control Protocol/Internet Protocol) hingga Agustus 2013 inisungguh luar biasa. Semula ARPANET hanya menghubungkan empat situsyakni Stanford Reseacrh Institute, University of California (Santa Barbara danLos Angeles) dan University of Utah, namun kini setelah lebih dari setengahabad (53 tahun), pengguna Internet sedunia mencapai lebih dari 2 miliarpengguna. Berdasarkan data Internet World Stat Web Directory pada akhirtahun 2012 kemarin, tercatat jumlah pemakai Internet sedunia sebesar 2,27miliar pemakai.Secara historis, banyak tokoh berkontribusi dalam menemukan danmengembangkan Internet. Mereka adalah Claude Shannon (idenya tentang AMathematical Theory of Communication ), Paul Baran (gagasannyatentang On Distributed Communication ), Bob Taylor ( The Computer as aCommunication Device ), Douglas Englebart (perintis domain danpenemu mouse ), Larry Roberts (idenya Telenet ), Vint Cerf dan Bob Kahn(desainer TCP/IP, Bapak Internet), Paul Mockapetris (pencetus DNS/DomainName System ), David Clark (membuat regulasi dalam berinternet), SteveWolff (mendesain salah satu jejaring gigabit yang mampu mempunyaikecepatan tinggi), Marc Andreesen & Eric Bina (penemu Mosaic yaknileluhur dari Internet Explorer, Mozilla Firefox, dan semua browser yang telah

    beredar hingga kini) dan Leonard Kleinrock (pelopor jaringan komunikasidigital) (Rosmawaty, 2010: 158-162).Kita harus jujur mengakui bahwa sejak ditemukannya teknologi Internettersebut mampu mengubah peradaban dunia, dari yang berjalan lambat,menjadi sangat cepat hingga sekarang. Internet juga mampu mengawinkanantara teknologi telekomunikasi, media dan informatika (telematika).Implikasinya, setiap orang mampu berkomunikasi dengan sangat cepat,

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    5/17

    menembus batas-batas negara melalui koneksi jaringan Internet. Sejarahdunia komunikasi menjadi terbaharui kembali. Kejayaan peradaban kertassemakin menipis dengan munculnya gelombang radio. Kedigdayaanperadaban radio juga terus menipis, seiring penemuan teknologi televisi.

    Apakah nanti ketangguhan teknologi televisi di atas juga akan terkalahkanoleh Internet?Tanda-tanda ke arah tersebut sudah sangat kuat di masa kini. Babak baruperadaban industri media massa terkini, terstimulusi melalui teknologiInternet, yang berhasil mengintegrasikan berbagai jenis media massa dalamsaluran tunggal yang terintegrasi. Babak baru tersebut dinamai sebagai erakonvergensi media massa, yang kemudian meningkat kompleksitasnyamenjadi konvergensi multimedia massa. Tren televisi digital, yangmengawinkan antara televisi analog dan teknologi berjaringan Internet yangmerebak saat ini sebagai akhir dari peradaban televisi (analog). Perkawinanantara teknologi Internet dan radio analog telah melahirkan radio digital.Persilangan genetis antara media cetak dan teknologi Internet juga sudahmelahirkan surat kabar digital, atau yang disebut sebagai electronic-paper ( e-

    paper ); dan pada konteks lain melahirkan media online . Fleksibilitas teknologiInternet yang bisa disinergisasikan dengan berbagai jenis media massayang sudah ada sebelumnya menjadi sisi keunggulan dari teknologi mayaini, pada aspek lain menimbulkan permasalahan kompleks pada sektorindustri media cetak, media radio, media televisi dan media online yang tidakbisa mengikuti tren perkembangan dunia telematika mutakhir.Sebagai contoh sederhana, di kancah Jateng dan DIY, kasus gulung

    tikarnya Harian Pagi Jogja Raya (Jawa Pos Group) yang berkantor di DIYpada tahun 2011 serta KR Bisnis milik KR Group yang sebelumnya bernamaKoran Merapi; lantas berganti nama menjadi Koran Merapi Pembaruan padatahun 2012 kemarin, serta bermetamorfosisnya koran kuning Meteormenjadi Jateng Pos dan Jogjakarta Post dan juga Warta Jateng milik KompasGroup menjadi Tribun Jateng yang berkantor pusat di Jateng pada tahun2013; menunjukkan betapa bisnis media cetak di kawasan DIY dan Jatengcukup riskan mengalami fluktuasi tinggi. Di luar negeri, kolapsnya perusahaankoran tertua di Amerika Serikat sekaliber The New York Times (salah satusurat kabar terbaik di AS) akhir tahun 2011, menjadi pukulan telak bagi para

    pengusaha media cetak di Amerika (Kontan edisi 29 Desember 2011). Mediacetak lain, Newsweek, The Rocky Mountain News, The Seattle PostIntelligencer, Lee Enterprises juga termasuk daftar media cetak di AmerikaSerikat yang bangkrut.Di Jerman, surat kabar Financial Times Deutschland (FTD) sudah tamatnasibnya pada 23 November 2012 kemarin. Koran Berliner Zeitung jugatinggal menunggu ajalnya kini. Bahkan NewPage , pabrik kertas di Ohio yang

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    6/17

    beroperasi di Amerika Serikat dan Kanada dengan produksi total kertas 3,5 juta ton per tahun untuk koran, majalah dan brosur, sudah tutup pada 30 Juni2011. Tren penurunan oplah surat kabar menimpa juga koran dengan oplahtertinggi sedunia, yang sekarang dipegang Yomiuri Shimbun (surat kabar diJepang) dengan oplah 10 juta per hari dan Asahi Newspaper yang beroplah7,5 juta eksemplar per hari. Dalam The 33rd NSK-CAJ Fellowship Program diNippon Press Centre (24/9/2012), terungkap bahwa industri pers Jepangtengah mengalami masalah besar; karena turunnya jumlah oplah sebanyak 1-2 juta eksemplar dalam beberapa tahun terakhir. Penyebabnya generasi-generasi muda Jepang (usia 20-30 tahun) tak mau membaca koran (MediaJepang Hadapi Masalah Besar, Kedaulatan Rakyat edisi 25 September 2012,halaman 1). Tentunya mengkaji secara komprehensif tentang pengaruhteknologi digitalisasi dan Internet terhadap industri media cetak di Indonesia,bahkan dalam konteks dunia; bakal menjadi wilayah kajian etik -emik- epikyang menarik dari berbagai sudut pandang ethos (spirit jiwa, etika), logos(ilmu), pathos (pengaruh), dan telos (tujuan).

    Pertumbuhan fantastis jumlah pengguna Internet di berbagai negara dalam 15tahun terakhir, berimplikasi besar pada pergeseran tren masyarakat duniadalam berkomunikasi. Negara-negara dengan penetrasi Internet sangat tinggi(angkanya lebih dari 70 persen dari jumlah penduduknya), adalah AmerikaSerikat, Jepang, Jerman, Inggris, dan Kanada. Negara-negara denganpenetrasi Internet cukup tinggi (angkanya lebih dari 50-69 persen dari jumlahpenduduknya) adalah Italia, Spanyol, Prancis dan Argentina ( Internet WorldStart, 2010 ).Bercermin dari negara-negara di atas, nyatanya eksistensi media cetakmengalami tren penurunan jumlah tiras. Bahkan berbagai perusahaan mediacetak di negara mengalami kebangkrutan (kolaps) dalam beberapa tahunterakhir. Majalah dan surat kabar di Amerika Serikat yang bangkrut itumisalkan The New York Times, Newsweek, The Rocky Mountain News, TheSeattle Post Intelligencer, dan Lee Enterprises . Media cetak di Jerman yangkolaps yakni Financial Times Deutschland (FTD) dan sebentar lagi akanmenyusul Berliner Zeitung . Yomiuri Shimbun , surat kabar di Jepang denganoplah tertinggi sedunia mencapai 10 juta per hari, dan Asahi Newspaper yang

    beroplah sebanyak 7,5 juta eksemplar per hari terus mengalami penurunanoplah sebanyak 1-2 juta eksemplar dalam beberapa tahun terakhir (MediaJepang Hadapi Masalah Besar, Kedaulatan Rakyat edisi 25 September 2012,halaman 1).Jika perusahaan media cetak tidak melakukan berbagai strategi danperubahan inovatif (kreatif) dalam menyikapi perkembangan zaman,dipastikan eksistensi surat kabar yang kini sudah berusia sekitar 404 tahun

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    7/17

    jika dihitung sejak surat kabar pertama di dunia bernama Relation yangdicetak dengan menggunakan mesin cetak di Staarsburg dan diterbitkan olehJohan Carolus pada tahun 1609 (Barus, 2010: 5) bakal musnah, atausetidaknya kehilangan jumlah pembaca loyal dalam jumlah besar.Berikut ini dibeberkan sebanyak empat ancaman yang menimpa media cetakdi tengah sengitnya bisnis media massa saat ini. Pertama, kehadiranteknologi Internet menjadi ancaman besar bagi eksistensi media cetakberbasiskan kertas. Pemerataan infrastruktur Internet pada sebuah negara,tentulah menjadi kiamat bagi peradaban media cetak berbasis kertas.Pemanfaatan teknologi Internet untuk mendukung kehadiran media onlinemaupun media elektronik, secara langsung maupun tidak langsung menarikpembaca media cetak untuk beralih dalam mengonsumsi jenis media massayang terintegrasikan ke jaringan Internet. Akibatnya jumlah pembaca ataupelanggan media cetak menjadi berkurang.

    Ancaman kedua bersumber dari perubahan perilaku anak-anak muda zamansekarang yang lebih care pada teknologi Internet daripada teknologi kertas.Menurut Agung Adiprasetyo, dalam Sularto (2007: 238), pada tahun 2006sebanyak 16 persen anak muda sedunia memanfaatkan Internet sebagaisumber informasi, 42 persen anak muda masih membaca koran, 28 persenmenonton televisi dan 10 persen mengakses informasi dari radio.Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan Supadiyanto (akhir Desember2012) di Kampus UIN Sunan Kalijaga dan AKRB (AMIKOM Grup) Yogyakartaterhadap sebanyak 150 mahasiswa; hasilnya adalah 95 persen mahasiswamengakses informasi dari Internet, 50 persen menikmati televisi, 5 persen

    mendengarkan radio dan tinggal 10 persen yang membaca surat kabar.Dari angka-angka di atas menunjukkan penetrasi Internet di kalangan anakmuda sangat tinggi, dan surat kabar berbasis kertas semakin tidak populer dikalangan anak muda.

    Ancaman ketiga, yakni bermigrasinya para pengiklan media cetak ke media jenis lainnya, terutama ke media online. Menurut Danny Oey Wirianto (KetuaPengembangan Digital Advertising P3I), sejak tahun 2009-2011 belanja iklandigital naik 100 persen per tahun. Belanja iklan digital (media online ) padatahun 2012 kemarin berhasil meraup Rp 1 triliun, belanja iklan di televisi

    sebesar Rp 55,98 triliun; belanja iklan di surat kabar Rp 28,9 triliun, danbelanja iklan di majalah dan tabloid mencapai Rp 2,6 triliun. Total belanjaiklan media Indonesia mencapai Rp 87,471 triliun sepanjang tahun 2012.Memang belanja iklan untuk media digital masih kecil, namun lajuperkembangannya setiap tahun menunjukkan tren positif. Berdasarkan hasilsurvei AGB Nielsen pada 22 Agustus 2011, didapatkan fakta menarik bahwa73 persen konsumen di Asia Tenggara merasa hidupnya lebih mudah setelah

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    8/17

    membaca/melihat iklan di Internet.Keempat, ancaman lainnya yakni semakin tumbuhnya kesadaran masyarakatuntuk mencintai lingkungan hidup. Bahan baku kertas yang bersumber daripohon-pohon hutan; jelaslah menimbulkan permasalahan kompleks terhadaplingkungan hidup. Sebab pabrik-pabrik kertas itu membutuhkan suplai pohon-pohon hutan dalam jumlah besar. Hal tersebut memicu terjadinyapenebangan pohon-pohon hutan secara liar ( illegal logging ). Kesadaranpenduduk dunia untuk peduli pada kelestarian lingkungan hidup; berpeluangbesar untuk memunculkan gerakan pemboikotan untuk tidak memakai,membeli, maupun membaca segala produk yang berasal dari kertas;termasuk di dalamnya media cetak.Di samping ancaman besar di atas, ada lima peluang emas yang dimilikimedia cetak di tengah sengitnya kompetisi bisnis media massa, terutamaagresivitas media online, yaitu: Pertama, media cetak tetap memiliki peluangdalam merebut perhatian pembaca tradisional (loyal) di mana usia merekasaat ini berada pada kisaran lebih dari 40 tahun ke atas. Model pembacatradisional menjadikan surat kabar sejak usia kecil hingga sekarang ataudalam sepanjang hidupnya menjadi rujukan informasi utama. Sangat sulit bagimereka untuk mengubah/menggeser gaya hidup dalam menjadikan mediacetak sebagai sumber rujukan utamanya. Mario R. Garcia, CEO Garcia Mediapernah mengelompokkan pembaca surat kabar dalam tiga jenis. Satu,pembaca tradisional yang serius, yang ingin membaca koran dengan lebihsantai. Dua, pembaca selintas ( scanner ), yang hanya melihat judul, foto danmembaca potongan-potongan baris, serta berita sekilas. Tiga, pembaca yang

    sangat cepat ( supersonic readers ), yang hanya memiliki waktu lima menit dipagi hari untuk melihat sekilas berita-berita yang ada (Garcia, 2005; Sularto,2007: 78).Kedua, dari sisi konten media cetak tidak bisa tergantikan oleh jenis mediamassa lainnya. Dari sisi kedalaman, kelengkapan dan keragaman dimensiberbagai persoalan yang disajikan sebagai total news atau lebihtepatnya news in its totality . Setiap total news siap untuk dibedah dalam artidibuat terbuka untuk diperikan (description), dijelaskan ( explanation ) danbersama itu penyelesaian soal ditawarkan ( solution ) (Dhakidae, 2005; Sularto,2007: 77).

    Ketiga, teknologi surat kabar sangat welcome untuk dipersilangkan denganteknologi Internet sehingga menghasilkan tablet newspaper atau paperlessnewspaper ; di mana surat kabar tidak lagi berwujud kertas, melainkan berujudmedia digital. Secara substansial, konten yang ada di surat kabar berbasiskertas sama persis yang terkandung dalam tablet newspaper maupunpaperless newspaper atau electronic paper ( e-paper ).

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    9/17

    Masyarakat di dalam negeri maupun luar negeri memiliki dua pilihan dalammengakses surat kabar bersangkutan, yakni dalam bentuk kertas atau dalamversi lain yang berbentuk digital. Dalam perspektif lain, peluang yang ketigaini bisa bersifat dekonstruktif terhadap eksistensi media cetak berbasiskertas; sebab akan banyak pembaca surat kabar kertas yang mengalihkanpilihannya pada e-paper ; mengingat lebih mudah diakses dan dapat diunduhsecara gratis. Namun juga bersifat konstruktif terhadap media cetak berbasiskertas, sebab konten yang disajikan oleh media bersangkutan tersampaikankepada pembaca dalam jumlah yang lebih besar lagi. Dengan kata lain,hadirnya paperless newspaper (tablet newspaper atau e-paper ) akanmengurangi oplah/tiras surat kabar berbasis kertas, yang otomatismenurunkan tingkat keterbacaan ( readership ) koran tersebut; namun padasaat bersamaan berpeluang besar menambah jumlah pembaca suratkabarnya dalam versi digitalnya, yang otomatis meningkatkan derajatketerbacaan ( readership ) koran elektronik tersebut.Keempat, adanya peluang pasar di Indonesia yang belum tersentuh olehmedia cetak masih sangat besar. Hal tersebut menjadi peluang emas bagiindustri media cetak. Dengan membandingkan tingkat penetrasi Internet diIndonesia pada Agustus 2013 yang masih berkisar antara 40 juta - 85 jutapengguna (penetrasi Internet di Indonesia sebesar 16,7 - 35,4 persen);sedangkan jumlah oplah/tiras seluruh media cetak di Indonesia mencapai 21

    juta eksemplar (artinya tingkat penetrasi media cetak di Indonesia barumencapai 8,75 persen); sedangkan komposisi penduduk Indonesia yangberjumlah sekitar 240 juta jiwa; masih terbuka peluang bisnis untuk

    mengembangkan industri media cetak di Indonesia.Kelima, sektor industri media cetak dapat menggerakkan sektorperekonomian yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan industri mediaonline. Pada media cetak melibatkan para wartawan, penulis, desainer, editor,tukang pengecer/loper koran, agen, pengiklan, karyawan pabrik kertas,karyawan percetakan, sopir, dsb. Sedangkan pada media online hanyamelibatkan kalangan tertentu saja. Dari sisi pemberdayaan masyarakatsecara massal, media cetak lebih unggul. Namun dari sisi efesiensi biayaproduksi, media online jauh lebih unggul.

    Catatan: tu l isan in i saya kut ip dar i bagian prolog dalam makalah yangakan saya sajikan (presentasikan) dalam Semin ar Nasion al Menu juMasyarakat Madani 2013 pada Rabu , 18 Desemb er 2013 di Ru angAu di tor ium Perpus takaan Kamp us Terpadu UII Yogyakar ta dengankeyn ote speaker Mantan Ketua MK Profeso r Moham mad Mahfu d M.D.dan Rektor UII Profesor Edy Suand i Hamid .

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    10/17

    Keterangan foto : sum ber foto d iamb il dari Sekretariat PPWI. Foto in id iambil ket ika saya (dud uk d i kurs i nom or l im a dar i k i r i -depan) ket ikadiund ang berbicara dalam Dikla t Jurnal isme Warga bagi puluhanAn ggota Paspampres RI d i Markas Kom ando Pasukan PengamananPresiden RI Jakarta Pusat p ada 25 Juni - 02 Juli 2013.

    Tags:

    http://teknologi.kompasiana.com/internet/2013/12/16/implikasi-teknologi-digital-dan-internet-paperless-newspaper-pada-industri-media-cetak-di-indonesia-617120.html

    http://teknologi.kompasiana.com/internet/2013/12/16/implikasi-teknologi-digital-dan-internet-paperless-newspaper-pada-industri-media-cetak-di-indonesia-617120.htmlhttp://teknologi.kompasiana.com/internet/2013/12/16/implikasi-teknologi-digital-dan-internet-paperless-newspaper-pada-industri-media-cetak-di-indonesia-617120.htmlhttp://teknologi.kompasiana.com/internet/2013/12/16/implikasi-teknologi-digital-dan-internet-paperless-newspaper-pada-industri-media-cetak-di-indonesia-617120.htmlhttp://teknologi.kompasiana.com/internet/2013/12/16/implikasi-teknologi-digital-dan-internet-paperless-newspaper-pada-industri-media-cetak-di-indonesia-617120.htmlhttp://teknologi.kompasiana.com/internet/2013/12/16/implikasi-teknologi-digital-dan-internet-paperless-newspaper-pada-industri-media-cetak-di-indonesia-617120.html
  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    11/17

    RABU, 21 MEI 2014 | 20:06 WIB

    Industri Media Cetak di Luar Jawa Lebih Prospektif TEMPO.CO , Jakarta - Hasil riset PT.Nielsen Indonesia menunjukkan potensi industri media cetak diluar Pulau Jawa lebih besar dibanding di dalam Pulau Jawa. Hal tersebut ditunjukkan dengantingginya konsumsi media cetak tersebut di luar Pulau Jawa.

    "Jawa memang paling padat dan infrastrukturnya paling baik. Tapi potensinya lebih besar luar Jawa.Ini harus digarap betul," kata Managing Director Media Nielsen Indonesia Irawati Pratignyo di kantorNielsen Indonesia, Mayapada Tower, Jakarta, Rabu, 21 Mei 2014. (Baca: 7 Media Ini DitudingBerpihak dan Tendensius )

    Menurut hasil riset Nielsen sepanjang 2010-2014, tingkat konsumsi media cetak di lima kota besarluar Jawa, seperti Medan, Palembang, Denpasar, Makassar, dan Banjarmasin, lebih tinggidibanding lima wilayah besar di Jawa. (Baca: PT Temprint Sudah Cetak 10 Juta Surat Suara )

    Kelima wilayah besar di Jawa yang dimaksud meliputi Jakarta dengan wilayah megapolitannya,Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi); Surabaya dengan Gerbangkertosusila (Gresik,Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo, Lamongan); Bandung; Semarang; dan Yogyakarta yang berdekatandengan Sleman dan Bantul.

    Temuan selama empat tahun itu didapat dari pemantauan kepemirsaan televisi, pengukuranteknologi meter dengan GSM & GPRS, serta berbagai metode lainnya sesuai dengan jenis media.Survei dilakukan di sepuluh kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang,Bandung, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar, dan Banjarmasin. Namun PT.NielsenIndonesia menegaskan hasil survei tak mewakili populasi Indonesia.

    Lebih jauh, Irawati menjelaskan, dalam temuan Nielsen itu, praktis hanya konsumsi media viaInternet di Jawa yang lebih tinggi ketimbang wilayah luar Jawa. Konsumsi media via Internet di Jawasebanyak 34 persen, sementara luar Jawa 32 persen. Selebihnya, konsumsi media via televisi,radio, koran, tabloid, dan majalah tercatat lebih tinggi di luar Jawa.

    Tingginya pertumbuhan tingkat konsumsi media cetak di luar Jawa ini sejalan dengan data BadanPusat Statistik yang menunjukkan pertumbuhan penduduk di luar Jawa lebih tinggi dibanding Jawa.Besaran dan laju peningkatan produk domestik bruto (PDB) di luar Jawa juga lebih tinggi dibandingJawa, dan akan bertahan hingga 2030. "Perkembangan di luar Jawa sangat luar biasa. Inimerupakan peluang luar biasa bagi para pelaku industri," kata Irawati.

    http://www.tempo.co/read/news/2014/05/21/090579407/Industri-Media-Cetak-di-Luar-Jawa-Lebih-Prospektif

    http://www.tempo.co/read/news/2009/03/03/058162884/Prospek-Industri-Media-Cetak-Masih-Cerahhttp://www.tempo.co/read/news/2009/03/03/058162884/Prospek-Industri-Media-Cetak-Masih-Cerahhttp://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-Dituding-Berpihak-dan-Tendensiushttp://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-Dituding-Berpihak-dan-Tendensiushttp://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-Dituding-Berpihak-dan-Tendensiushttp://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-Dituding-Berpihak-dan-Tendensiushttp://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-Dituding-Berpihak-dan-Tendensiushttp://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-Dituding-Berpihak-dan-Tendensiushttp://www.tempo.co/read/news/2014/02/09/269552545/PT-Temprint-Sudah-Cetak-10-Juta-Surat-Suarahttp://www.tempo.co/read/news/2014/02/09/269552545/PT-Temprint-Sudah-Cetak-10-Juta-Surat-Suarahttp://www.tempo.co/read/news/2014/02/09/269552545/PT-Temprint-Sudah-Cetak-10-Juta-Surat-Suarahttp://www.tempo.co/read/news/2014/02/09/269552545/PT-Temprint-Sudah-Cetak-10-Juta-Surat-Suarahttp://www.tempo.co/read/news/2014/02/09/269552545/PT-Temprint-Sudah-Cetak-10-Juta-Surat-Suarahttp://www.tempo.co/read/news/2014/05/21/090579407/Industri-Media-Cetak-di-Luar-Jawa-Lebih-Prospektifhttp://www.tempo.co/read/news/2014/05/21/090579407/Industri-Media-Cetak-di-Luar-Jawa-Lebih-Prospektifhttp://www.tempo.co/read/news/2014/05/21/090579407/Industri-Media-Cetak-di-Luar-Jawa-Lebih-Prospektifhttp://www.tempo.co/read/news/2014/05/21/090579407/Industri-Media-Cetak-di-Luar-Jawa-Lebih-Prospektifhttp://www.tempo.co/read/news/2014/05/21/090579407/Industri-Media-Cetak-di-Luar-Jawa-Lebih-Prospektifhttp://www.tempo.co/read/news/2014/02/09/269552545/PT-Temprint-Sudah-Cetak-10-Juta-Surat-Suarahttp://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-Dituding-Berpihak-dan-Tendensiushttp://www.tempo.co/read/news/2014/03/26/078565574/7-Media-Ini-Dituding-Berpihak-dan-Tendensiushttp://www.tempo.co/read/news/2009/03/03/058162884/Prospek-Industri-Media-Cetak-Masih-Cerah
  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    12/17

    Dahlan Iskan: Era media cetak hampir selesai10 April 2013 pukul 0:45JAKARTA. Pengusaha media, Dahlan Iskan mensinyalir era bisnis media cetak hampir selesai diIndonesia. Dahlan Iskan yang kini menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)tersebut bilang, tidak akan banyak pelaku bisnis media cetak yang mampu mempertahankanbisnisnya saat ini.

    Banyak hal yang menjadi pemicunya, salah satunya adalah perkembangan teknologi informasi yangkina maju. Akses informasi yang cepat melalui media internet menjadi salah satu sumber petakabagi bisnis media cetak. Nanti di satu kota hanya ada satu, dua atau tiga media cetak saja, terangpemilik group bisnis Jawa Pos ini di dalam diskusi buku berjudul Dapur Media di kantor AliansiJurnalis Independen di Jakarta, Selasa (9/4).

    Selain masalah akses informasi yang kian dekat dengan pembaca, bisnis media cetak jugaberhadapan dengan ongkos produksi yang mahal. Maklum, bisnis media cetak berupa koran, tabloidserta majalah bergantung dengan harga kertas yang sumber dayanya terbatas. Khusus majalahakan mengalami masa sulit, imbuhnya.

    Namun sebaliknya, industri media online malah bertumbuh dan mengkristal. Namun begitu, DahlanIskan yakin hanya beberapa situs media online saja yang bisa besar dengan skala pembaca yangbanyak. Sekarang menuju kristalisasi media online yang jumlahnya nanti akan banyak sekali,ungkap Dahlan Iskan yang pernah menjadi Direktur Utama PLN itu.

    Masa suram industri media Peliknya nasib bisnis media khususnya cetak sudah dirasakan oleh pekerja media yang tergabungdalam Federasi Pekerja Media Independen (FSPMI). Hal ini disampaikan oleh Abdul Manan, KetuaUmum FSPMI dalam kesempatan yang sama.

    Manan menyebutkan, dari 3.000 media termasuk cetak, online, elektronik yang beroperasi diIndonesia, hanya segelintir yang bisa dibilang menguntungkan secara bisnis. Dalam catatan kami,hanya ada 300 media atau 10% yang mencatat untung dalam bisnis media, je lasnya.

    Kondisi memprihatinkan terjadi di industri media cetak. Bahkan saat ini masih ada media yang saatini kadang terbit terkadang tidak. Sebab, kepentingan mendirikan media bukan bertujuan untukmelayani informasi, melainkan untuk kepentingan lain.https://id-id.facebook.com/notes/catatan-dahlan-iskan/dahlan-iskan-era-media-cetak-hampir-selesai/10152736447145360

    https://id-id.facebook.com/notes/catatan-dahlan-iskan/dahlan-iskan-era-media-cetak-hampir-selesai/10152736447145360https://id-id.facebook.com/notes/catatan-dahlan-iskan/dahlan-iskan-era-media-cetak-hampir-selesai/10152736447145360https://id-id.facebook.com/notes/catatan-dahlan-iskan/dahlan-iskan-era-media-cetak-hampir-selesai/10152736447145360https://id-id.facebook.com/notes/catatan-dahlan-iskan/dahlan-iskan-era-media-cetak-hampir-selesai/10152736447145360https://id-id.facebook.com/notes/catatan-dahlan-iskan/dahlan-iskan-era-media-cetak-hampir-selesai/10152736447145360https://id-id.facebook.com/notes/catatan-dahlan-iskan/dahlan-iskan-era-media-cetak-hampir-selesai/10152736447145360https://id-id.facebook.com/notes/catatan-dahlan-iskan/dahlan-iskan-era-media-cetak-hampir-selesai/10152736447145360
  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    13/17

    Kisah konvergensi media di Indonesia adalah buah dari proses perubahan gradual yang melandaindustri media itu sendiri. Efisiensi, perluasan pasar, kecepatan menyiarkan, dan integrasisumberdaya adalah esensi konvergensi media di Indonesia. Teknologi informasi dan komunikasimenjadi penopang di bawahnya.

    Hampir satu dekade belakangan, industri media di Indonesia mengalami hingar-bingar seiringkemajuan pesat teknologi informasi dan komunikasi. Awalnya adalah ketika sejumlah mediamelakukan resizing dan reformat produk, terutama suratkabar harian, pada medio dekade 2000-an.Perubahan format itu membawa implikasi pada penyesuaian ukuran dan kualitas konten di masing-masing media. Budaya jurnalisme pun ikut berubah. Gaya menulis tidak bisa lagi sepanjang dansebanyak tatkala masih menggunakan ukuran dan format lama (murni broadsheet). Ini karenasurakatkabar-suratkabar di Indonesia telah mengubah ukuran produk mereka menjadi enam atautujuh kolom (junior broadsheet), bahkan hingga yang berukuran kompak (compact size).

    Pada saat yang bersamaan, sejumlah perusahaan media cetak mulai serius mengembangkan versidigitalnya. Patut dicatat, hampir satu dekade sebelumnya, beberapa perusahaan suratkabar telahmerilis versi online, seperti Republika dan Kompas, namun baru sekadar sebagai komplimentariversi cetak dan belum digarap serius dalam konteks konvergensi media. Perubahan format tersebutdipicu oleh tren multimedia yang dihasilkan teknologi komunikasi melalui kehadiran internet.

    Belakangan, internet dan mobile communication menjadikan orang semakin mudah mengaksesinformasi media melalui aneka platform. Secara umum, dalam kasus Indonesia, konvergensi mediaberangkat dari basis model suratkabar cetak yang berkolaborasi dengan versi online. Inilah jejakotentik konvergensi media di Indonesia. Dalam perkembangannya kemudian, kolaborasi surakabar

    cetak dengan media online, lalu menular dengan mengikutsertakan medium radio dan televisi dalamline up konvergensi. Bahkan, model lain yang berangkat dari majalah cetak dan online juga muncul.

    Akar konvergensi media sebagaimana dikutip Aulia Nastiti (2012) mendapat penjelasan dari Dailey,et.al (2005). Menurutnya, konvergensi media merupakan kolaborasi yang terdiri dari lima tahapaktivitas: (1) cross-promotion, (2) cloning, (3) coopetition, (4) content-sharing, dan (5) fullconvergence. Konvergensi media membuat khalayak memiliki lebih banyak pilihan media dengankonten yang semakin beragam pula (Grant dan Wilkinson, 2009). Tidak hanya berkaitan produksidan konsumsi, konvergensi media juga penanda perubahan berbagai elemen komunikasi: media,kultur, khalayak, teknologi, dan industrinya. Dalam bukunya, Understanding Media Convergence:

    The State of the Field, Grant dan Wilkinson menjelaskan bahwa konvergensi media meliputi limadimensi besar konvergensi teknologi, konten multimedia, kepemilikan, kolaborasi, dan koordinasi(Grant dan Wilkinson, 2009: 3 15). Namun, Grant dan Wilkinson (2009) sendiri menyatakan bahwakelima dimensi ini tidak dapat dipandang secara statis dan eksklusif, karena inti dari konvergensisebenarnya adalah perubahan. Kolaborasi menekankan pada kerja sama oleh media yang beradadalam kepemilikan atau platform berbeda. Cara-cara yang dilakukan misalnya, sharing content,kerja sama promosi (cross-promotion), atau koordinasi antarmedia (Grant dan Wilkinson, 2009).

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    14/17

    Dari segi operasional, konvergensi media menuntut pekerja media menjadi multitasking karena hasilsatu peliputan berita dimuat di berbagai jenis media sehingga lebih efisien.

    Konvergensi media juga berimplikasi pada perubahan struktur industri media massa yangcenderung mengarah kepada crossownership atau kerja sama kepemilikan (Straubhaar dan LaRose, 2006). Pergeseran struktur industri ini diakibatkan oleh tuntutan produksi konten multimediayang harus terdistribusi dalam berbagai platform media, baik media cetak, siar, maupun online.

    Konvergensi kepemilikan media memainkan peranan penting dalam menentukan konsolidasi antarpemain dalam industri media karena berorientasi pada skala ekonomi produksi, yang berartiprodukproduk media yang terkonvergen berpotensi menjadi produksi massal (Grant dan Wilkinson,2009).

    Dua Model di Indonesia Dalam konteks Indonesia, pola konvergensi media yang belakangan dianut sejumlah perusahaanpers nasional, tampaknya lebih mendekati pola yang disebutkan Grant dan Wilkinson (2009), yangmencakup konvergensi teknologi, konten multimedia, kepemilikan, kolaborasi, dan koordinasi.Hampir semua perusahaan pers di Indonesia yang telah mengembangkan praktik konvergensimedia, berangkat dari kepemilikan konten multimedia dalam tubuh satu kelompok usaha yangsama. Seperti konten suratkabar, majalah, radio, televisi, dan online.

    Konvergensi media di Indonesia juga memiliki dua arus besar: Arus suratkabar harian dan arusmajalah mingguan. Pada arus suratkabar harian, bisa disebutkan di sini antara lain dipelopori olehKompas, Seputar Indonesia, Bisnis Indonesia, Republika, Media Indonesia, Bali Post, dan masih

    banyak yang lain. Sementara dari arus majalah berita mingguan, Tempo adalah pelopornya yangselanjutnya diikuti oleh Gatra.

    Di Bisnis Indonesia, misalnya, yang telah mengaplikasikan konvergensi sejak 2009, modelkonvergensi dibangun secara multiplatform, multichannel, dan multimedia. Merekamengkonvergensikan media cetak, radio, outdoor, dan online, serta mobile application sekaligus.

    Aplikasi konten pun lalu menjadi multichannel, bisa dalam format tablet dan mobile dengan programandroid dan OS. Berita atau artikel hasil riset Bisnis Indonesia dipublikasikan melalui berbagai saluran medium t ersebut, tutur EndySubiantoro, Direktur Pemasaran dan Penjualan Bisnis Indonesia. Benefit dari praktik konvergensi

    tentu saja memberikan nilai tambah bagi audiens dan memperluas audiens pembaca koran maupuntarget pasar produk Bisnis Indonesia yang lain.

    Dalam kasus majalah Tempo, malah tidak ada satupun model konvergensi di dunia yang merekaanut. Gagasan aplikasi konvergensi media di Tempo telah menampakkan jejaknya mulai akhir 2009.Dua tahun kemudian, uji coba pun dilakukan secara terbatas, dimulai dari kompartemen seni yangbekerja melayani semua platform media di bawah kelompok usaha media Tempo. Namun, seperti

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    15/17

    diakui Toriq Hadad,Kepala Divisi Pemberitaan Korporat Tempo, uji coba ini tidak memuaskan, karena faktor leadershipdan bukannya faktor model konvergensi yang sedang dikembangkan.

    Model konvergensi media mensyaratkansatu hal: penyatuan lokasi newsroom. Sulit membayangkansebuah kelompok usaha media yang memiliki beberapa format media, menjalankan modelkonvergensinya dari sejumlah lokasi newsroom yang terpisah. Inilah yang awalnya menjadi kendaladi Tempo. Setelah terjadi penyatuan newsroom di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, prosesagregasi dan konvergensi media bisa lebih mudah dijalankan.

    Setelah berhasil menyelesaikan kendala internalnya, termasuk faktor leadership, praktis sejakJanuari 2012, Tempo telah resmi melakoni konvergensi media. Kini, Tempo memiliki tiga platformyang dikembangkan secara serentak cetak, digital, dan TV (Tempo TV). Khusus platform digitalberwujud dalam Tempo online dan format aplikasi berbasis tablet (majalah) dan android (KoranTempo). Tempo juga dikenalmemelopori konsep aplikasi berbayar yang bisa diunduh di Scoop dan iTunes.

    Tak lama kemudian, Sindo pun mengikuti jejak Tempo. Setelah melalui proses bertahap, sejak Juni2012, berbagai platform media di MNC Grup (induk usaha Sindo) disatukan dalam payungSindoMedia yang terdiri dari SindoTV, Sindo Radio, Koran Sindo, Sindo Weekly, danSindonews.com. Konvergensi media pun berlangsung di tubuh kelompok usaha media ini. Samaseperti yang berlangsung pada Tempo, penyatuan newsroom juga menjadi faktor krusial bagikemulusan Sindo tatkala menjalankan praktik konvergensi.

    Menurut penuturan Sururi Alfaruq, Pemimpin Redaksi Sindo, seiring perjalanan waktu, prosessinergi akan semakin banyak sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas yang dimiliki oleh masing-masing media platform. Saat ini proses itu sedang berjalan secara bertahap. Yang jelas pertamadilakukan adalah konvergensi nama yang semua bernada sama: Sindo. Tujuannya untukmemudahkan orang mengingat karena brandSindo dinilai sudah melekat di hati audience saat Koran Seputar Indonesia diluncurkan pertama kalitahun 2005.

    Konvergensi yang dilakukan Sindo Media hampir sama dengan yang dilakukan grup media lain.Tidak ada satu model yang secara khusus dianut dalam konvergensi ini, tapi bisa campuran dari

    sejumlah model konvergensi media yang telah ada sebelumnya. Bentuk konkret konvergensi yangdilakukan adalah dengan menggabungkan semua multiplatform ke dalam portal beritaSindonews.com dimana tv, radio, majalah, koran, dan online bisa dilihat, didengarkan dan dibacaoleh pengunjung portal Sindonews.com.

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    16/17

    Kini, platform Sindomedia bisa diakses melalui PC, mobile, dan tablet. Secara jangkauan audiencediharapkan akan meningkat dan bertambah luas. Secara bisnis juga diyakini bertambah kuatdengan model saling melengkapi antarmedia platform.

    Jika melongok media di daerah, Bali Post rasanya pantas dijadikan salah satu contoh media yang juga telah menjalankan konvergensi media. Sama seperti halnya Harian Sindo dan Bisnis Indonesia,Bali Post mengembangkan versi digitalnya yang bisa diakses dalam format tablet, yangdikombinasikan dengan saluran televisi miliknya, Bali TV. Di saluran TV mereka, setiap informasiaktual dari wartawan Bali Post juga ditayangkan dalam bentuk running text.

    Pilihan Strategis Konvergensi media apapun bentuk dan skalanya pada akhirnya adalah pilihan strategis yangharus ditempuh perusahaan media di Indonesia jika hendak mengembangkan pasarnya (pembacadan pengiklan) lebih luas di masa depan. Paling tidak ada dua alasan penting menjelaskanhal ini. Pertama, karena keniscayaan teknologi dan perangkat telekomunikasinya yang hadir didepan kita dan tidak bisa dihindarkan. Kedua, karena kultur audience (baca: pasar) yang terusberubah.

    Audience hari ini berbeda dengan audience di masa lalu ketika antara media cetak, penyiaran, danonline belum disatukan oleh jaringan teknologi informasi dan komunikasi. Kini, melalui jasa jaringantelekomunikasi dan informasi, setiap orang bisa mengakses berbagai platform media dalam satuformat digital. Efek positif paling besar yang dinikmati perusahaan pers tentu saja berupa ekstensipasar produk mereka. Pasar menjadi tidak bersekat, melintasi batasbatas geografis.

    Tinggal kini, isu berikutnya setelah praktik konvergensi berlangsung adalah bagaimana mengelola

    aset dan produk konvergensi media ini menjadi bernilai (kapitalisasi). How to monetizing? Selamabeberapa tahun terakhir, upaya mengkapitalisasi aplikasi digital dan belakangan konvergensi mediaini menjadi diskusi sentral para pelaku usaha pers. Keyakinan bahwa digitalisasi produk dankonvergensi akan menciptakan nilai tambah bagi perusahaan pers memang membumbung tinggi.Paling tidak karena buah dari proses tersebut berupa efisiensi produksi, massifikasi produk,agregasi sumber daya manusia, dan perluasan pasar (pembaca dan pemirsa) produk sudahberhasil dinikmati.

    Namun secara bisnis? Sebagaimana diakui Toriq Hadad, memang pertumbuhan bisnis hasildigitalisasi dan konvergensi media cukup eksponensial. Walaupun jika dibandingkan dengan

    pendapatan dari bisnis konvensional (cetak) nilai bisnisnya masih jauh, katanya terus terang.Sungguh pun demikian, model konvergensi media adalah pilihan strategis yang mengandungtantangan besar bagi para pelaku pers diIndonesia untuk terus berinovasi sekaligus mengedukasi pasar.

    Bukan sekadar pasar pembaca yang kini telah menikmati produk konvergensi. Lebih dari itu adalahpasar pengiklan. Dalam hemat saya, kunci dari pengembangan bisnis konvergensi media tetaplah

  • 8/10/2019 Bacaan Media Cetak

    17/17

    bersandar pada faktor konten. Kualitas dan kredibilitas konten menjadi basis utama bisnis media.Kredo Content is King, hingga kapan pun masih berlaku. Apalagi di tengah sorotan masihbanyaknya potensi pelanggaran etika jurnalistik yang berasal dari platform media online yang secaranatural lebih mengedepankan kecepatan dibanding akurasi, ini menjadikan konten butuh perhatiankhusus. Apapun platformnya, konten tetaplah yang utama!

    Pendek kata, keberhasilan meraih pasar semakin besar bagi praktik konvergensi media sangatditentukan pertama-tama karena faktor (inovasi) konten. Selebihnya, adalah kepemimpinan. Dalambisnis apapun, kepemimpinan yang kuat dan handal, akan mampu men-drive perusahaan untukmencapai sukses. Termasuk perusahaan media. (Asmono Wikan)