baca aja
DESCRIPTION
entah apa isinya aku lupa jugaTRANSCRIPT
Aku lahir dan besar di sebuah kabupaten kecil bernama Ketapang yang terletak di selatan Kalimantan
Barat. Banyak daerah bernama Ketapang, termasuk yang paling terkenal adalah Ketapang Gilimanuk di
Jawa Timur, jadi jika menyebutkan darimana kami berasal harus lengkap disertai dengan nama
provinsinya yaitu Ketapang Kalimantan Barat. Pertanyaan tak berhenti sampai disitu saja, orang yang
berkenalan dengan kami akan mengernyitkan dahi setelah mendengar ada daerah bernama Ketapang di
Kalimantan Barat. “Ketapang Kalimantan Barat? Memang ada di peta?” atau “Ketapang? Itu kan nama
pohon” atau “Hm.. Kalimantan ya? Wah… Jauh”.
Tak sedikit yang menganggap pulau Kalimantan itu sepi dan angker, apalagi Kalimantan Barat,
apalagi Ketapang yang mana mereka ga tahu seperti apa bentuk daerahnya. “Disana masih
penduduknya jarang-jarang ya? Kalau mau berkomunikasi mesti teriak-teriak kan?”. Oke, yang bertanya
mungkin bodoh dan tidak pernah mengikuti perkembangan jaman. Apa dia tidak pernah tahu bahwa
sudah ada tower beberapa operator dan ada PT Telkom yang dibangun sejak tahun 90an di tempat
kami? It was joking.
“Wah, disana mistisnya masih kentara kan? Jangan sembarangan ngomong deh, ntar ada yang
ga suka trus ngikutin, gitu kan?” Okeee, cukup, cukup, semua yang seram, mistis, pedalaman, primitif,
dan kampungan serahkan aja pada Kabupaten Ketapang. So labeled! Sebel.
Aku lahir pada tahun 1993 dari orangtua yang asli memang orang Ketapang. Besar dan sekolah
di Ketapang, dari TK, SD, SMP, kemudian SMA. Delapan belas tahun hidupku aku habiskan di kota kecil
ini -yang dulunya kupikir cukup dikenal di Indonesia- sebelum aku memutuskan untuk kuliah di kota
yang berbeda. Aku anak keempat dari 4 bersaudara. Ketiga kakakku adalah laki-laki. Kakak laki-laki yang
ketiga berjarak sekitar 10 tahun denganku. Bisa dibayangkan aku sangat dimanja di keluarga sebab aku
anak perempuan satu-satunya, bungsu, dan kecil.
Ayahku seorang PNS dan ibuku seorang ibu rumah tangga. Simple. Kehidupanku tidak seperti
dalam novel atau film. Ayah seorang pengusaha, ibu wanita karir atau minimal kaum sosialita, dengan
rumah mewah dan mobil berjejer didepan rumah. Atau tidak juga terlalu menyedihkan, dengan ayah
bekerja sebagai penarik becak, ibu tukang cuci, dan kami tinggal di gubuk derita. Kehidupanku simpel
dan cenderung apa adanya.
Aku jarang berdandan karena memang berdandan membuatku tampak norak. Jangankan
berdandan, memakai anting-anting saja tidak. Waktu kelas 1 SMA aku pernah sekali memakai anting-
anting ke sekolah karena ibuku memaksa. Yeah, teman-temanku menertawakan aku. Mereka bilang aku
tidak cocok menggunakannya, membuatku mirip banci. Damn it .
Menjelang kelas 2 SMA aku belajar menggunakan jilbab. Ibuku meragukan niatku itu. Oh ya,
sebelum aku lanjutkan aku juga ingin memberitahu bahwa keluargaku bukanlah jenis keluarga yang
fanatik. Keluargaku jenis keluarga yang tidak berlebihan dalam beribadah dan tidak aneh-aneh. Kami
Islam, sholat yang kadang bolong, puasa pada bulan ramadhan, berzakat dan bersedekah, hanya berhaji
saja yang belum mampu. Namun ibuku merupakan wanita rasional yang lebih mementingkan
pemikirannya, salah satu contohnya dengan berjilbabnya aku. Perjuanganku untuk memakai jilbab
cukup sulit, karena ibu beranggapan kita harus menjilbabi hati dulu baru kepala. Lalu bagaimana caranya
menjilbabi hati? Hati berada di dalam perut manusia, haruskah aku membedahnya? Bukan, maksud
ibuku benar, banyak perempuan yang berjilbab tetapi kelakuannya tidak bisa dikategorikan wanita
muslimah. Itu yang dikhawatirkan ibuku. Yeah, bukan aku kalau tidak nekat, waktu itu jilbabku hanya 1,
aku nekat menggunakannya sesaat sebelum semester pertama kelas 2 SMA dimulai. Ibuku awalnya
kaget, namun akhirnya beliau menerima juga.
Aku pertama kali pacaran kelas 1 SMP. Kehidupan asmaraku juga tidak seperti di novel, yang
mana ceritanya benci jadi cinta, disukai cowo terganteng seantero sekolah, dijodohin sama anak temen
nyokap, awalnya ga cinta jadi cinta beneran, dan lain-lain. Juga tidak seperti di FTV, menyamar jadi gadis
buruk rupa seperti Betty La Pea lalu kemudian jadian sama temen sendiri, suka sama cowo ganteng
sampai ke ubun-ubun ujung-ujungnya jadian sama temen sendiri, punya saudara tiri yang juga suka
sama cowo incaran kita, disiksa, dimaki. Yeps, kisah cintaku normal saja.
Ku ulangi, aku pertama kali punya pacar kelas 1 SMP. Aku jadian dengan adik sepupu kakak
iparku. Bisa dibayangkan bagaimana posisinya di keluargaku kan? Namanya Fachry, dan aku Aisyah, oke,
bukan begitu. Namanya Fachry Nurdiansyah kalau tidak salah ingat. Dia lebih tua 1 tahun diatasku. Jujur
saja, dia mirip dengan Bondan Prakoso, tetapi kelakuan bagai James Bond. Dia manusia luar biasa paling
playboy yang pernah aku temui. Kami berkenalan saat resepsi pernikahan abang keduaku dan kakak
sepupunya itu. Perkenalan singkat, hanya semalam, one night standing, cinta satu malam. Bukan, jangan
negative thinking dulu, benar kami hanya berkenalan selama satu malam karena besoknya dia harus
kembali ke kotanya. Detik-detik dia akan berangkat, dia menyatakan cintanya padaku. Entah bagaimana
ceritanya sampai-sampai aku bisa menerimanya menjadi pacarku. Otomatis saja kepalaku menangguk
dan semua selesai. Kami jadian! Dia memberiku sebuah gelang plastik berwarna pink bertuliskan
zodiakku, Pisces. Aku bertanya-tanya dari mana dia tahu zodiakku, seingatku semalam kami tidak ada
membicarakan tanggal lahir. Apa abangku yang memberitahunya? Apa dia dukun?
Kisah cinta kami bertahan hingga sekarang ! Yea, dia menggantungku tanpa ada kata putus.
Bulan-bulan awal masih manis, dia mengirimiku surat karena aku belum memiliki hp, kadang kami
telponan lewat telpon rumah. Semua orang rumahku tau aku jadian dengannya. Mereka menganggap
itu hanya cinta monnyet. Memang monyet kok dia. Setelah aku dibelikan hp aku kerap ditelepon
olehnya. Hingga pada akhirnya saat kami telponan dia memintaku untuk menciumnya. Saat itu aku jelas-
jelas masih polos dan menganggap ciuman itu apapun bentuknya adalah dosa besar. Aku menolak, dia
marah, dan sampai sekarang dia tidak menghubungiku lagi. Beberapa minggu setelah itu aku diceritakan
oleh sepupupku yang tinggal satu kota dengannya dan kebetulan satu sekolah. Dia bilang Fachry sudah
lama memiliki pacar disana yang denger-denger juga sudah diciumnya, juga beberapa selingkuhan.
Singkatnya pacar Fachry banyak.
Berhari-hari aku mendengarkan lagu Gantung-nya Melly Goeslow untuk menghapus kesedihan.
Akhirnya aku jadian dengan sahabatku sendiri. Dia adalah Kevin. Saat itu aku kelas 2 SMP. Singkatnya
kami jadian 3 minggu karena aku belum sukses move on dari Si Brengsek James Bond itu.
Beberapa bulan setelah putus dengan Kevin, aku mulai membuka diri. Ini otomatis terjadi, tidak
aku paksakan. Aku mulai jatuh cinta dengan sahabatku sendiri, Wisnu. Could it be called first love while
you’ve ever in relationship before?
Ini perasaan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Begitu bergetar, mendamba, dan tulus.
Wisnu adalah teman sekelasku. Singkatnya aku menyukai Wisnu sekitar 3 tahun. Oh tidak, mungkin saja
4 tahun, terhitung saat pertama kali aku melihanya waktu kelas 1 SMP. Tatapan tajamnya sangat ku
ingat. Dia berdiri didepan pintu kelasnya dan menatapku yang lewat di koridor. Matanya bening, tajam,
tidak mudah dilupakan. Namun aku tidak menggubris momen itu karena saat itu aku measih bersama
Fachry. Baru setelah kelas 2 aku mengenalnya lebih dalam.
Kami sama-sama menyukai sepakbola. Kami sering berdiskusi mengenai pertandingan klub
kesayangan kami. Aku menyukai Real Madrid dan dia menyukai AC Milan. Awalnya aku menganggap dia
sama dengan teman-teman lainnya. Namun akhirnya aku menyadari bahwa Wisnu memiliki porsi
berbeda dihatiku setelah aku melihat kesedihannya pasca beberapa hari putus dengan temanku.
Waktu itu saat pelajaran Mulok, kami mempelajari tentang berbagai jenis unggas. Seperti biasa,
aku selalu tidur saat pelajaran Pak Untung ini. Selain karena materinya tidak kusukai, aku phobia unggas,
juga karena cara mengajar Pak Untung membuat ngantuk. Beliau hanya duduk dan menjelaskan tanpa
alat bantu. Setelah sekitar 30 menit aku tidur di mejaku berlindungkan Roni teman sekelasku yang
badannya lumayan besar, aku melihat ke sekitar. Keadaannya kurang lebih sama denganku, ada yang
tidur juga, ada yang menguap sampai matanya berair, makan permen dan snack ringan. Mataku
tertumbuk pada meja baris keempat lajur paling kanan. Disana Wisnu sedang menatap kosong bangku
siswa didepannya. Memang sudah seharian ini aku perhatikan dia menjadi pendiam. Biasanya dia selalu
menghampiri mejaku, duduk di atas meja, dan mengajakku berdiskusi mengenai pertandingan Liga
Champion kemarin malam. Tapi hari ini tidak. Dia begitu lemas dan tidak bersemangat. Aku tahu
penyebabnya, dia baru saja diputuskan oleh Siska teman sekelas kami. Mereka baru saja jadian 2 bulan.
Siska anaknya cantik dan supel, banyak yang menyukainya. Wisnu salah satu dari sekian banyak laki-laki
yang menyukainya dan berhasil menjadikan Siska pacar. Di sekolah Siska dijuluki piala bergilir karena
terlalu seringnya dia jadian dengan cowo-cowo di sekolah. Tapi meskipun begitu Wisnu tetap
menjadikannya wanita idaman. Siska merupakan pacar pertama Wisnu, tetapi Wisnu entah pacar ke
berapa Siska.
Melihat Wisnu sepeti itu aku jadi sedih. Sedihnya sampai menusuk hati. Awalnya aku tidak sadar
bahwa itu adalah perasaan berbeda. Aku menganggap ini hanya sebuah solidaritas mengingat dekatnya
kami saat ini. Setelah hari itu aku pun menjadi sering memikirkan Wisnu. Kami tetap dekat seperti biasa,
bedanya sekarang ditambah rasa deg-degan ketika bertemu. Aku menebak-nebak apakah Wisnu juga
merasa seperti itu.
Naik ke kelas 3 SMP aku pisah kelas dengan Wisnu, rasanya sedih sekali. aku menangis berhari-
hari di kamar. Ditambah semenjak berpisahnya kami Wisnu jadi cuek dan tidak memperdulikan aku.
Selama kelas 3 juga aku tidak pernah lagi dekat dengan cowo lain. Di pikiran, hati, dan hari-hariku cuma
ada Wisnu. Wisnu yang badannya tegap, memiliki tatapan bagai elang, berkulit putih namun eksotis,
pintar menggocek bola, bisa bermain gitar, bersuara merdu. Wisnu… engkau bagaikan embun di pagi
hari… membasahi tiap lekuk hatiku. Wisnuuu.. ohh tidak, kenapa jadi bikin puisi.
Perasaan itu tidak berubah sedikitpun selama 3 tahun. Aku pendam perasaan ini selama itu
karena aku takut jika dia tahu dia akan menghindariku. Aku putuskan untuk mencintainya dalam diam.
Cukup aku dan Tuhan sajalah yang tahu.