babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di danau sentani,

51
Babrongko Kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani, Papua Øystein L. Andersen

Upload: dangquynh

Post on 27-Dec-2016

244 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Babrongko

Kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Papua

ØØyysstteeiinn LL.. AAnnddeerrsseenn

Page 2: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

Jayapura, Papua

Indonesia

Maret 2006

Page 3: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Pernyataan Tanda Terima Kasih Saya menerima pelatihan dalam bidang Antropologi di Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, Indonesia. Saya ingin mengucapkan terima kasih pada para staf dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik berikut ini; Dr. Johsz Mansoben, Naffi Sangenaffa, Mientje Rumbiak dan Ivone Poli. Dan saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Barkis Suraatmadja dan Fredrik Sokoy yang telah selalu membesarkan hati saya dan memberikan saya nasehat-nasehat praktis sejak hari pertama saya menjadi mahasiswa di Universitas. Di lapangan (Babrongko) banyak orang yang telah membantu saya dalam hal praktis seperti mengumpulkan informasi. Mereka sepatutnya saya sebutkan yaitu; Ondoafi dari Babrongko (Yeheskiel wally), Zadrak Wamebu, Gerados Wally, Benjamin Melangsena, Ronny Wally, Jo’ko’lo Melangsena, Sapira Wally, Andy Wally, Espek Wally, Davo Wally, Yosina Wally dan Wei Wally. Penelitian saya di lapangan telah selesai pada periode 5-24 Februari 2006 dan merupakan penelitian yang terorganisir dari Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik, Universitas Cenderawasih. Øystein Lund Andersen Jayapura, Papua Maret 2006

Page 4: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Daftar Isi

Foto-foto …..………….……………………………………….............. vi Kata Pengantar .……………………………………………………….. vii Peta …………………………………………………………….……….. viii 1. Tempat Tinggal………………………………………………….. 1 1.1 Rumah di Babrongko …………………………………...……….. 1 1.2 Balai Adat………………...…………………..……………………. 2 1.3 Pondok ...………………………………..………………………… 3 1.4 Lokasi penting lain-nya.…………………………...……………… 4 1.5 Konstruksi lain-nya……………………………………………….. 5 2. Kendaraan di danau………………………...…………………… 10 2.1 Perahu perempuan………………………………….…………….. 10 2.2 Perahu laki-laki ………………………………….………………. 11 2.3 Dayung Perahu ……………………………………...…………… 12 2.4 Membuat sebuah ‘perahu’ ……………….……………………….. 12 2.5 Perahu bermotor…………………………...……………………… 14 3. Pencarian Makanan……………………..………………………. 17 3.1 Makanan tradisional ……………………………………...…….. 18 3.2 Ladang dan perkebunan………………….……………………… 20 3.3 Penyimpanan dan penyajian…………………………………….. 20 3.4 Pengawetan makanan …………………………………………… 21 3.5 Peralatan untuk memancing…………………………………….. 22 3.6 Peralatan untuk memelihara binatang…………………………… 23 3.7 Peralatan berburu dan perangkap…….. …………………………… 24 3.8 Peralatan lain-nya ……………………….………………………. 25 3.9 Stimulan ………………………………………………………. 26

Page 5: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

4. Kebiasaan akan kebersihan...……………………………….... 33 4.1 Sampah……………………………………………………….…. 33 4.2 Ilmu kesehatan dan perawatan personal……………………….... 35 5. Bebatuan dan manik-manik…………………………………… 36 5.1 Batu……… ……………………………………………………… 37 5.2 Manik-manik ……………………………………………………. 38 5.3 Gelang……… …………………………………………………... 39 Bibliografi…… ......................................................................................... 42

Page 6: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Foto-foto

Pembuatan kayu ukiran oleh Ondoafi Babrongko..….……………… Sampul Bangku tanpa sandaran dari pohon palem.………………………….. 5 Pagar … ……………………………………………………….…... 6 Rumah tradisional Sentani ………………………………………….. 7 Rumah Sentani modern ……...……………………………………… 7 Dapur ……………………………………………………………….. 8 Kamar kecil …………………………………………………………. 8 Lukisan Gua…………………………………………………………. 9 Dayung perahu ……………………………………………………... 12 Perahu laki-laki …………………………………………………….. 14 Perahu perempuan ………………………………………………….. 15 Membuat perahu....………………...………………….…………….. 15 Acara Tarik perahu….……………………………………………… 16 Perahu bermotor di Danau Sentani …………………………….…... 16 Tombak ………………………………………………….……….…. 22 Noken ………………………………………………….….……….. 25 Buah Pinang …………………………………………………….….. 26 Penyimpan kapur ……………………………………………….…. 28 Batang pohon palem sagu yang digiling……………………….…… 29 Biji sagu yang digiling………………………………………….…... 29 Tepung sagu dalam periuk tanah liat………………………………… 30 Papeda ………………………………………………………………. 30 Sarang ayam betina………………………………………………….. 31 Perangkap babi liar ………..……………………………………………. 31 Anak laki-laki dengan tikus tanah…………… ……………………… 32 Batu ‘Höfa yaha’.. …………………………………………………… 37 Manik-manik ………………………………………………………… 38 Gelang ‘Ebha Hawa’ ……….………………………………………… 39 Koleksi barang-barang berharga …….……………………………….. 41

Page 7: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Kata Pengantar

Babrongko terletak di pantai selatan di Danau Sentani, di distrik Ebungfauw.

Wilayah Sentani yang lebih luas terletak di sebelah timur laut Indonesia Propinsi Papua .

Danau Sentani membentang dari barat ke timur sekitar 30km dan lebar 10km1. Geografi

di sekitar danau adalah lereng perbukitan di sebelah selatan, dan jajaran pegunungan

Cyclops (Dafonsero) di sebelah utara, yang memisahkan danau dari Samudra Pasifik.

Ibukota Propinsi, Jayapura terletak kira-kira 50km di sebelah timur Danau Sentani.

Jumlah total penduduk asli Sentani kira-kira sedikitnya 30.000 orang penduduk, yang

tersebar pada lebih dari 30 desa2.

Bahasa Sentani digolongkan menjadi 3 dialek yang sedikit berbeda, dialek barat, dialek

timur dan dialek central. Hubungan bahasanya adalah ‘Trans-New Guinea phylum’ 3

Masyarakat Sentani dikelilingi oleh: masyarakat Nimboran yang hidup di sebelah bagian

barat daya, masyarakat pantai Tanah Merah di barat laut, dan masyarakat Tobati dan

Nafri di sebelah timur.

Kelima suku ini (termasuk suku Sentani) masing-masing memiliki bahasa sendiri.

Fakta bahwa suku-suku ini hidup sangat dekat antara satu dengan yang lain memiliki

bahasa sendiri bisa dijelaskan oleh isolasi yang mereka megalami. Wilayah geografi yang

terdiri atas bidang hutan tropis yang lebih luas lagi, lebih dari yang ada saat ini, pasti

memberikan pengaruh yang besar pada hubungan komunitas-komunitas berskala kecil.

Sebagaimana masyarakat yang hidup terpisah dengan kontak yang terbatas, pasti timbul

perbedaan dalam bahasa maupun adat. Bila sudah timbul perbedaan, lambat laun

komunikasi akan terpengaruh, meski dengan kecurigaan sudah bisa menyebabkan konflik

dan perang antar suku sering terjadi pada masa lalu.

Suku Sentani yang tinggal di wilayah Danau Sentani mempunyai adat-istiadat yang telag

disesuaikan dalam mengeksploitasi danau dan bahan-bahan disekitar mereka.

1 The way of the objects p.43, Anna Karina Hermkens 2 Pada saat ini jumlah penduduk lebih besar, yang disebabkan oleh transmigrasi dari propinsi2 lain. 3 SIL (Summer Institute of Linguistics) 1996

Page 8: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Akan tetapi kebudayaan lahiriah masyarakat lambat laun akan terpengaruh oleh gaya

hidup modern dan bahkan perubahan sudah mulai terjadi, kepercayaan asli pada aspek-

aspek gaib sudah hampir hilang total, juga termasuk hal-hal yang berhubungan dengan

itu. Perubahan-perubahan yang lain juga dapat diamati dimana adat-istiadat tua (dalam

penggunaan-nya) tidak lagi berfungsi dan secara lambat laun berangsur hilang atau

tergeser oleh penemuan-penemuan baru.

Dalam laporan terulis ini saya akan coba menggambarkan kebudayaan material

masayarakat yang tinggal di desa Babrongko. Dengan berfokus kepada obyek-obyek,

penemuan, dan kebiasaan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Page 9: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,
Page 10: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Bab 1

Tempat Tinggal

1.1 Rumah di Babrongko.(khogo)

Masyarakat Sentani punya kebiasaan membangun rumah mereka di tepi danau, walaupun

demikian, hari ini telah ada masyarakat Sentani yang juga hidup lebih jauh di darat.

Ada beberapa sebab mengapa masyarakat Sentani lebih memilih untuk menetap di

sepanjang tepi danau. Bagi masyarakat Sentani danau adalah sumber makanan dan

minuman.

Juga setelah ditemukannya Perahu bila melihat kembali sejarah pasti telah terjadi suatu

terobosan di bidang transportasi, perdagangan dan komunikasi. Bahkan sampai hari ini

danau masih mempunyai arti penting dengan alasan yang sama.

Babrongko terletak di sebelah selatan Danau Sentani.

Rumah berdiri di atas jangkungan yang tertancap di danau; bagian depan rumah berada

ditepi danau sedangkan bagian belakang rumah berada diatas air.

Jangkungan ditempatkan pada lubang yang telah digali oleh kaum pria, dan lantai,

tembok dan atap dibangun diatas jangkungan tersebut. Lantai terbuat dari kayu yang

diambil dari ‘Pohon Matoa’ dan tangkai sagu yang telah dikeringkan digunakan sebagai

tembok. Untuk atap, baik itu seng atau atap tradisional yang terbuat dari daun sagu masih

tetap dipergunakan.

Hari ini di Babrongko hanya tersisa 5 rumah tangga yang menggunakan daun sagu

sebagai atap rumah mereka.

Rumah biasanya terdiri atas 2-5 kamar, tergantung kepada jumlah anggota keluarga.

Anak laki-laki dan perempuan mempuanyai kamar sendiri-sendiri. “Kamar anak

perempuan” biasanya terletak paling dekat dengan kamar orang tua.

Bila ada tamu berkunjung dan memerlukan akomodasi, anak laki-laki biasa-nya diminta

oleh orang tua untuk menginap di rumah teman atau saudara yang ada di desa agar kamar

mereka bisa digunakan oleh tamu.

Page 11: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Dapur lebih sering dibangun terpisah, atau diruang bangian belakang rumah. Kamar kecil

merupakan struktur yang sangat sederhana meksipun tidak semua rumah memiliki-nya.

Bila seseorang tidak memiliki-nya, orang akan pergi ke semak-semak bila perlu.

Kamar kecil dibuat baik itu terpisah atau merupakan bagian dari bangunan utama.

Bukanlah fasilitas kamar kecil yang sesungguhnya, tapi hanya lubang di lantai.

Rumah bisa dibangun dalam waktu seminggu bila bahan bangunan dan pekerja telah siap

sebelumnya, sebagaimana biasa-nya, hubungan timbal-balik (resiprositas) sampai hari ini

menjamin akan pertolongan dalam proses membangun rumah

1.2 Balai adat

Balai adat merupakan bangunan paling penting di Babrongko dan terletak di dekat

pelabuhan desa. Merupakan bangunan terbuka dengan atap tapi tanpa tembok. Terdapat

12 tiang yang dihubungkan dengan atap dengan corak ukiran yang berbeda-beda..

Rumah dari Ondoafi (orang dengan kedudukan paling tinggi di desa) terletak di belakang

‘balai adat’

‘Balai adat’ dipakai oleh orang desa secara teratur. Seperti pertemuan warga desa atau

rapat, biasanya diselenggarakan disana. Juga digunakan sebagai tempat untuk

penyelesaian berbagai persetujuan, pembayaran pengantin wanita, ‘pembayaran kepala’,

dan penyelesaian berbagai perselisihan.

Hari ini rumah adat tidak hanya digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan adat-

istiadat saja, tapi juga memberikan tempat bagi tim medis yang secara teratur

mengunjungi desa, dan juga sebagai tempat untuk melancarkan doa yang terorganisasi

oleh satu dari empat gereja yang ada di Babrongko.4

4 Di Babrongko terdapat 3 orginasi Gerjea yaitu; GKI, Advent, Gereja Bethel

Page 12: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

1.3 Pondok

Pondok biasanya didirikan di kebun, perkebunan, maupun hutan.

Terdapat bermacam gaya dari pondok-pondok yang dibangun oleh masyarakat

Babrongko yang sesuaikan dengan keperluan mereka.

Pondok Sederhana

Pondok ini mudah untuk dibangun dan tidak memerlukan perencanaan untuk

membuatnya.

Dirikan empat tangkai pohon kecil, mungkin 1,5-2.0 meter diatas tanah. Di bagian atap,

tangkai pohon kecil juga digunakan sebagai konstruksi untuk membuat atap dan banyak

daun lebar dapat dengan mudah ditemukan untuk kemudian disusun menjadi atap.

Pondok sederhana dapat dibangun dalam waktu 20 menit untuk menampung orang desa

sebagai tempat bernaung darurat..

Pondok Besar

Pembuatan pondok yang lebih besar lebih sering direncakan terlebih dahulu. Pondok ini

memiliki daya tampung lebih banyak dibanding pondok sederhana dan dibangun dengan

tujuan bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama. Bisa dibuat dengan satu atau dua

lantai dan menggunakan tembok maupun tidak.

Papan biasanya digunakan sebagai bahan untuk membuat lantai (dan tembok), dan untuk

atap digunakan daun pohon kelapa/palem sagu atau seng

Pondok dibangun oleh warga desa yang bekerja di ladang maupun perkebunan, dan juga

oleh para pemburu untu melewatkan hari-hari mereka selama berburu di hutan.

Pondok dapat diakomodasi oleh orang-orang yang mendadak menghadapi cuaca buruk,

sebagai tempat makan, santai dan menyimpan barang-barang mereka. Masyarakat juga

Page 13: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

sering melewatkan malam-malam mereka di pondok, terutama saat mereka berada jauh

dari desa dan/atau sedang mempunyai banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.

1.4 Lokasi Penting lain-nya

Gua

Diperbukitan sebelah selatan dekat Babrongko, dapat dijumpai beberapa gua dengan nilai

sejarahnya masing-masing. Saya tidak menemukan kepercayaan yang istimewa dalam

memandang mereka kecuali sejarah pentingnya. Selama perang dunia kedua, Amerika

dan Jepang sering menyerang di wilayah tersebut, dan para orang tua di desa

memberitahukan kalau mereka dulu pergi kedalam gua bila merasa terancam. Biasanya

digunakan sebagai tempat bernaung. Satu dari gua-gua yang saya kunjungi cukup besar

untuk menampung setidaknya 30 orang atau lebih. Didalam gua ini saya menemukan

beberapa lukisan didinding-nya. Dua diantara lukisan yang ada menyerupai tentara

dengan senapan. Beberapa orang desa mengklaim bahwa lukisan-lukisan tersebut dibuat

oleh anak-anak beberapa tahun belakangan ini, meski itu mungkin, walaupun ada juga

yang menegaskan lukisan tersebut dibuat selama perang.

Lokasi kematian yang tidak wajar

Lokasi yang dikenal masyarakat sebagai tempat kematian yang tidak biasa, seperti lokasi

kecelakaan atau tempat dimana pernah terjadi pembunuhan amat ditakuti.

Di malam hari orang-orang melalui tempat-tempat ini dengan tenang, katanya jika anda

bebicara di tempat tersebut, anda akan dikejar-kejar oleh hantu dari orang yang

meninggal di tempat tersebut.Di Babrongko setidaknya saya mendapati dua tempat, tapi

mungkin masih lebih banyak lagi. Salah satu tempat adalah lokasi dimana pernah terjadi

Page 14: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

pembunuhan terhadap seorang pria. Dan yang satunya adalah lokasi kecelakaan mobil

fatal5

1.5 Konstruksi lain-nya

Perabotan

Perabotan seperti kursi, bangku dan meja kebanyakakn dibuat oleh orang kampung. Bisa

dibuat dari kayu utuh, dari rotan, atau dari gabungan kedua bahan tersebut.

Kedua bahan (kayu dan rotan) sudah tersedia di hutan.

Rotan memerlukan perhatian dan perlakuan lebih sebelum bisa digunakan sebagai bahan

bangunan.

Orang kampung membersihkan duri-duri dan mengeringkannya dengan api terbuka

sampai benar-benar kering. Kemudian digosok dengan minyak tanah sampai berwarna

putih. Setelah ini rotan siap

digunakan.

Bangku sederhana bisa dibuat dari

batang pohon kelapa, atau pohon

yang lain..

Batang pohon dipotong sesuai

ukuran yang diinginkan dan jadilah

sebuah “bangku”. Bangku ini bisa

dibuat untuk dipakai misalnya di: kebun.

Batang pohon kelapa digunakan sebagai bangku

Page 15: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Pagar

Masyarakat Babrongko membuat setidaknya dua macam pagar.

Pagar batu digunakan untuk menandai properti dan sering bisa dilihat di depan rumah

atau ladang/perkebunan.

Jenis pagar yang lain terbuat dari rotan, bambu maupun papan.

Bisa dibuat disekeliling tanaman, pohon maupun kebun kecil untuk mencegah babi dan

binatang yang lain merusaknya.

Pagar dibuat untuk melindungi dari binatang pemakan bangkai, misalnya babi

jinak

Page 16: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Sebuah rumah tradisional Danau Sentani.

Model mutakhir. Satu dari beberapa rumah modern di tepi danau Sentani.

Page 17: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Didapur, kayu bakar masih digunakan sebagai bahan bakar.

Kamar kecil di Babrongko kebanyakan dibuat terpisah dari rumah..

Page 18: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Lukisan di gua dekat Babrongko. Menyerupai seorang tentara dengan senapan

Page 19: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Bab 2

Kendaraan di Danau

Masyarakat Babrongko benar-benar mengandalkan perahu dan perahu motor mereka

sebagai sarana transportasi. Sebagaimana diketahui bahwa lokasi desa yang terletak di

sebelah selatan Danau Sentani, tidak ada jalan yang dibangun untuk menghubungkan

desa dengan Kota Jayapura maupun Sentani.

Pelabuhan terdekat yang terhubung dengan jalan ke Sentani/Jayapura adalah Yahim,

terletak disebelah utara danau, kira-kira 20 menit dari Babrongko. Transportasi

dari/keYahim terjadwal 3-4 kali setiap hari.

Beberapa dasawarsa yang lampau perahu tradisional merupakan satu-satunya transportasi

di danau, dan benar-benar diandalkan sebagai sarana transportasi dan komunikasi.

Secara perlahan kini situasi telah berubah, setelah diperkenalkannya sarana transportasi

danau yang baru, meski bagaimanapun juga, perahu masih merupakan sarana transportasi

danau yang paling penting.

Dari dulu hingga sekarang, masyarakat Sentani membuat perahu berdasarkan jenis

kelamin, masing-masing yaitu Perahu Perempuan dan Perahu Laki-laki.

2.1 Perahu Perempuan (‘Kaji’)

Perahu perempuan secara tradisional hanya digunakan oleh wanita diantara masyarakat

Sentani.

Perahu itu sendiri biasanya berukuran 4-10meter dan dibuat dari pohon besi ataupun

pohon matoa.

Perahu perempuan pada umumnya sedikit lebih besar dibanding perahu laki-laki dan

mampu melabuhkan 1-10 orang penumpang, dan pada waktu yang sama memungkinkan

kaum perempuan untuk membawa perlengkapan memancing, wadah air, dan benda-

benda berat lain-nya.

Page 20: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Wanita menggunakan perahu ini dalam kehidupan sehari-hari, bahkan bisa dianggap

sebagai perlengkapan kerja mereka yang paling penting.

Mereka menggunakannya saat mereka menebar/mengangkat jala ikan, mencari kerang,

mengambil air bersih dari tengah danau, mengangkut barang, atau kerja ditempat lain.

Perahu perempuan dimiliki oleh setiap keluarga di desa, bahkan bisa lebih dari satu

tergantung pada tuntutan kerja para wanita di keluarga tersebut.

Tiap perahu memiliki motif yang berbeda-beda (ikan, ombak dll), nama, terkadang

tanggal pembuatan, diukir diatasnya.

Contah nama-nama perahu perempuan antara lain: ‘Nakoro Ya’ yang berarti ‘biarkan aku

sendiri’. Satunya lagi adalah ‘Mal Nip’ yang berarti ‘Cara mencapai tempat”

Kini laki-laki juga menggunakan perahu perempuan bila perlu, meski seharusnya wanita-

lah yang melakukan sebagian besar perjalanan dengan perahu tersebut.

2.2 Perahu laki-laki (ifa)

Perahu laki-laki secara tradisonal sangatlah kecil, hanya bisa memuat satu orang, dan

tidak stabil di atas air.

Terlalu sempit dimana pemakai tidak duduk diantara sisi-sisi kapal melainkan duduk

diatasnya. Terkadang satu kaki dijuntaikan ke air untuk dengan maksud membantu

menjaga keseimbangan (kooijman 1959:13)

Sekarang ini di Babrongko saya hanya mendapati 3 perahu laki-laki, itupun hanya satu

perahu yang dalam kondisi baik dan layak digunakan untuk melakukan perjalanan di

danau.

Sebab hilangnya perahu laki-laki adalah berubahnya tren transportasi, terlebih fungsi dan

nilai-nya.

Kini kaum pria lebih aktif bekerja di daratan daripada di danau, apabila memerlukan

sarana transportasi, telah tersedia banyak perahu motor/perahu.

Page 21: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Dahulu, setiap pria memiliki ifa pribadi [perahu laki-laki] dan dibuatkan perahu yang

pantas sampai anak laki-laki bisa membuat perahu sendiri (kooijman 1959:13)

2.3 Dayung perahu

Masyarakat Sentani dikenal membuat dua jenis dayung berbeda, dayung untuk

wanita (mie reng) dan dayung untuk pria(roh reng).

Dayung seringkali dihiasi dengan motif yang berbeda-beda.

2.4 Membuat perahu

Di Babrongko, bila akan dibuat sebuah perahu, yang pertama menjadi pertimbangan

adalah ukuran yang diinginkan. Pertimbangan yang mengacu akan kebutuhan keluarga

untuk menentukan ukuran dan ketersediaan kayu yang pantas.

Lokasi pembuatan perahu tergantung tempat dimana pohon yang cocok akan ditebang.

Sejak pohon-pohon besar tidak lagi ada di hutan yang dekat danau, warga desa biasanya

menempatkan kayu di hutan besar, 1-4km sebelah selatan Babrongko.

Bila pohon telah ditebang, panjang perahu juga akan dipotong.

Pengerjaan pada batang pohon itu sendiri tidak akan dimulai sebelum warga desa percaya

bahwa kayu telah siap, dikatakan bahwa kayu membutuhkan “istirahat” 2-4 minggu

untuk mencapai kondisi yang tepat agar kayu bisa dibentuk.

Pada saat penggalian lubang duduk untuk perahu telah selesai, perahu akan diturunkan

dari hutan. Tim pembuat perahu telah diatur sebelumnya oleh pemilik pada hari dimana

perahu telah disiapkan untuk diturunkan.

Page 22: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Sebelum meninggalkan hutan, kaum pria mengumpulkan kekuatan dengan makan dan

menyanyi. Mereka tidak menerima upah untuk membuat perahu, tapi diberi makanan

gratis, rokok dan buah pinang, yang telah disiapkan oleh pemilik.

Untuk mengangkut perahu biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum matahari tinggi di

cakrawala dimana suhu belum terlalu panas. Liana tebal digunakan untuk mengikat

perahu dan membuat “tali-tarik” bagi para pria. Penarikan perahu dipicu oleh lagu atau

perintah.

Sewaktu menarik perahu, pemuda dan anak laki-laki mengumpulkan tangkai pohon yang

mereka temukan disepanjang jalan, dan meletakkannya didepan perahu. Hal ini dilakukan

manakala pria yang lain menarik perahu disepanjang lereng.

Meletakkan tangkai pohon secara berkesinambungan dan membuat perahu lebih mudah

digeser, dan meminjamkan beberapa kekuatan bagi kaum pria. Nyanyian dan humor

diantara para pria mengilhami kerja berat meski perahu menjadi berat, baik itu karena

sulitnya kondisi tanah atau kekurangan makanan/minuman, istirahat akan lebih sering

dilakukan.

Keberadaan makanan dan minuman menjamin kaum pria untuk bekerja, apalagi bila

perahu ditempatkan jauh dari desa.

Pada saat kaum pria sampai di desa, warga desa yang penasaran berkumpul untuk

menyaksikan. Makin besar jumlah penonton, akan semakin menarik pula situasi di desa.

Perahu dibawa ke tepi danau, dimana biasanya di ikat dibawah permukaan air.

Perahu diletakkan ditempat tersebut sampai warga desa percaya bahwa kondisi perahu

sudah siap untuk dibuat ukiran

Saat perahu dibawa ketepian lagi, sorang pemahat kayu akan mengerjakan sisa pekerjaan termasuk memoles perahu, mengukir nama, dan motif lokal Sentani diatasnya.

Sang pemahat biasanya tidak menerima pembayaran berupa uang, tetapi ditambah

dengan apapun yang dia perlukan untuk bekerja, termasuk peralatan, makanan dan

minuman, dan pinang. Pekerjaan ini secara langsung memperkuat kekerabatan dan

hubungan timbal-balik (resiprositas) antara individu yang terlibat khusus dalam pekerjaan

dengan keluarga yang menerima perahu baru.

Page 23: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

2.5 Perahu motor

Perahu bermotor telah diperkenalkan oleh orang Indonesia belakangan ini. Babrongko

memiliki sedikit sampel yang telah dibuat di desa.

Pemiliknya adalah orang yang mempunyai posisi tinggi di masyarakat (Ondoafi, Koselo

dll.) atau pemilik toko.

Ondoafi Babrongko juga memiliki perahu motornya sendiri yang diberi nama

Omandrow.

Sebagaimana perahu motor tersebut memiliki motif dan nama yang jelas(Omandrow)

yang tertulis pada badan perahu, masyarakat desa di danau akan mengenali dan tahu siapa

pemilik perahu.

Perahu laki-laki yang semakin usang. Dalam sejarah, dulu tiap laki-laki memiliki

perahu masing-masing. Kini yang berfungsi hanya satu yang tersisa di Babrongko .

Page 24: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Perahu perempuan dengan ukuran yang lebih besar dan digunakan sehari-hari.

Afai Wally dan Peremenas Wally mengerjakan sebuah Perahu perempuan.

Page 25: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Sebuah perahu baru diseret melalui hutan.

Sebuah perahu motor dapat dikemudikan dalam berbagai kondisi cuaca, dan

merupakan transportasi antar desa disekitar danau yang paling cepat saat ini.

Page 26: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Bab 3

Berburu Makanan

Masyarakat desa memiliki kebiasaan makan 3 kali dalam sehari; Makan pagi, makan

siang, dan makan malam. tetapi praktis warga desa makan disaat ada makanan, dan

makan makanan seada-nya.

Makan pagi bisa berupa teh maupun kopi, pisang atau buah yang lainnya, dan sisa-sisa

makan malam.

Apa yang dimakan untuk makanan siang biasanya tergantung pada tempat dimana

mereka berada. Kerena banyaj pekerjaan dilakukan diluar desa, makanan dikumpulkan di

tempat (dihutan atau di perkebunan),

Makan malam lebih mudah ditebak. Untuk makan malam, ikan atau hasil buruan disiang

hari biasanya dimakan dengan Papeda (sagu).

Komentar warga desa Babrongko mengenai kebiasaan makan masyakarat lokal:

“Bila tersedia banyak makanan, kami akan makan kapanpun ada kesempatan, bila saat

itu ada orang lain yang melintas, kami akan mempersilahkannya untuk ikut makan juga,

dan bila tidak ada makanan, kami mesti menyesuaikan dan mencari cara yang lain” 6

Gerados Ondy (75)

6 Wavancara, Gerados Ondy 15/2 2006

Page 27: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

3.1 Makanan Tradisional

Makanan tradisional yang kaya akan protein termasuk ikan, atau hewan yang ditangkap

dengan jebakan maupun panah atau senapan angin(Tikus hutan, Kanguru Pohon,

Kelelawar, Burung Kasuari, rusa liar dan babi hutan)

Hampir semua keluarga memelihara binatang. Babi adalah binatang yang paling banyak

dipelihara, tetapi ayam, kambing, sapi dan bebek juga ada yang memeliharanya.

Makanan tradisional masyarakat Sentani yang kaya karbohidrat adalah buah-buahan,

kacang-kacangan (kelapa) dari hutan, pisang, kentang dan sayur-sayuran lain dari kebun.

Tepung sagu didapat dari pohon sagu.

Sagu pohon palem dan ekstraksi tepung sagu

Sagu adalah karbohidrat utama bagi masyarakat Sentani. Sebagaimana beras bagi orang

Jawa dan ubi bagi masyarakat yang tinggal di dataran tinggi di palau New Guinea.

Tepung sagu diperoleh dari pohon Sago.

Pohon yang telah masak adalah pohon palem yang telah mencapai batas ketinggiannya

dan menghasilkan daun mahkota. Pohon itu biasanya dipotong dengan menggunakan

gergaji mesin, meskipun beberapa orang masih menggunakan kapak besi. Saat pohon

palem sudah terjatuh sepenuhnya di tanah, Untuk mendapatkan biji-bijian sagu dari

pokok pohon palem adalah bagian pekerjaan kaum pria. Bisa dilakukan dengan dua cara.

Baik itu dengan memukul atau dengan menggunakan mesin untuk membuat potongan-

potongan pohon.

Tidak mengejutkan bila lebih cepat dikerjakan dengan mesin daripada memukul-mukul

secara manual. Kini masayarakat Babrongko telah memiliki satu mesin tersebut dan

menggunakannya sebagai kebutuhan sehari-hari.

Dengan menggunakan mesin seorang pria bisa mengumpulkan serat kayu dari 3-5 pohon

dalam sehari (tergantung ukuran), dibandingkan dengan 1 pohon dibutuhkan waktu 3 hari

bila dengan cara memukul.

Page 28: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Proses berikutnya adalah tugas kaum wanita. Ini merupakan proses dimana tepung sagu

akan di ekstrak dari serat kayu. Wanita membuat pagar dari tangkai pohon sagu dan

mengikat sepotong kain disisi dalam.

Yang akan menjadi tempat dimana sagu akan menumpuk.

Disatu sisi struktur ini sepotong tangkai sagu berfungsi sebagai pipa terbuka yang bisa

dilalui tepung sagu menuju tempatnya. Diletakkan pula sepotong kain yang lain ditengah-

tengah tangkai sagu yg berfungsi sebagai pipa untuk menyaring biji-bijian yang kosong,

dalam proses pembuatan, sebagaimana wanita menggiling biji sagu pada bagian paling

atas pipa.

Sebagaimana pekerjaan kaum wanita, tepung sagu akan ditumpuk pada kain dan

diletakkan di bawah. Dan di penghujung hari, kantung-kantung besar penuh dengan

tepung sagu bisa di bawa ke Babrongko.

Produk dari tepung sagu adalah Papeda, dan kue sagu.

Minyak kelapa

Minyak untuk memasak bisa dibuat dari buah kelapa. Hal ini lebih memakan waktu dan

praktis sudah jarang dilakukan. Alasan utama mungkin karena minyak untuk memasak

bisa diperoleh dengan mudah dan murah dari kios-kios dan juga untuk membuat minyak

kelapa yang memakan waktu lama.

Tapi beberapa warga desa kadang-kadang masih membuatnya.

Diperlukan 100 buah kelapa untuk membuat 51 minyak murni.

Yang diambil adalah daging putih dari buah kelapa. Diletakkan dipanci memasak yang

besar dan campur dengan air. Direbus sampai daging putih buah kelapa lenyap dan

menjadi minyak. Dinginkan minyak dan kemudian dimasukkan kedalam botol kosong.

Page 29: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

3.2 Ladang dan Perkebunan

Pada dasawarsa-dasawarsa terakhir ini masyarakat Sentani lambat laun sudah mulai

secara strategis membuat ladang/kebun yang berbeda yang terdiri atas pepaya, ubi,

jagung, kubis, kelapa, kacang-kacangan dan biji coklat.

Di Babrongko perkebunan terletak di selatan Babrongko, kira-kira1-4 km dari desa itu

sendiri.

Banyak warga desa yang hari ini mulai turut ambil bagian dalam pengerjaan perkebunan

Kakao, yang semula dimulai sebagai proyek oleh Badan Pertanian.

Hasil panen perkebunan kakao untuk dijual, dan masyarakat Babrongko menjualnya baik

itu ke toko-toko di Sentani maupun ke orang-orang di daerah Sekori di sebelah selatan.

3.3 Penyimpanan dan Penyajian.

Penyimpanan makanan yang berbeda seperti sagu, ikan, daging, secara tradisional

diletakkan pada tembikar.

Tetapi dewasa ini ember plastik juga sudah mulai dipergunakan.

Barang tembikar yang ada di Babrongko dan desa-desa lainnya di Sentani asal-muasalnya

berasal dari Abor.

Desa Abor juga terletak di tepi Danau Sentani dan selama ini telah dikenal sebagai

penghasil tembikar.

Periuk tanah liat dan mangkuk dari desa Abor (Hele)

-Periuk besar

Periuk yang paling besar digunakn untuk menyimpan tepung sagu. Periuk yang saya lihat

di Babrongko memiliki garis tengah sekitar 50cm dan tinggi 50cm juga.

Page 30: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

-Periuk kecil/sedang

Periuk kecil dan sedang digunakan untuk menyimpan ikan maupun daging. Tapi juga

digunakan sebagai mangkuk, yang bisa diisi dengan Papeda dan kemudian digunakan

untuk makan.

Piring Kayu (Hote)

Piring kayu berukir Sentani secara luas dikenal oleh para pengumpul (kolektor)kesenian

dari New Guinea, dan hari ini diproduksi lebih banyak lagi sebagai karya seni daripada

fungsi itu sendiri.

Dahulu piring kayu digunakan untuk menghidangkan daging atau ikan yang telah siap

untuk dimakan. Hari ini piring telah jarang digunakan; hanya pada pertemuan desa atau

pesta dengan tujuan tertentu piring tersebut digunakan lagi.

Piring selalu berukirkan motif Sentani, ukiran kepala ikan atau kura-kura dibagian depan

dan motif yang lain dibagian belakang piring.

Untuk membuat piring terlihat lebih menarik, piring kayu disepuh dengan cara diasapi

dengan api sampai menjadi hitam.

3.4 Pengawetan makanan

Masyarakat Babrongko jarang mengawetkan makanan untuk jangka waktu panjang.

Sayuran dan buah-buahan bisa disimpian di dapur untuk beberapa hari tetapi biasanya

segera dimasak untuk dimakan secepatnya.

Hasil kebun biasanya dijual di Pasar Sentani maupun ditempat lain agar tidak perlu

membawa pulang terlalu banyak.

Ikan dan daging biasanya diawetkan. Daging diasapi dalam sehari, dan kemudian

disiapkan untuk disimpan beberapa minggu, jarang terjadi kalau daging tersebut tidak

dimakan dalam waktu lama.

Page 31: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Jika berhasil menangkap ikan besar misalnya, kebanyakan akan dijual di pasar Sentani

atau diberikan kepada keluarga maupun tetangga, jarang disimpan untuk jangka waktu

lama.

Cara mengawetkan dengan mengasapi daging juga dilakukan oleh para pemburu bila

mendapatkan binatang buruan besar saat berburu di hutan.

3.5 Perlengkapan untuk memancing

Jaring ikan

Masyarakat desa bisa membeli jaring ikan di toko atau membuatnya sendiri. Nylon

adalah bahan utama yang digunakan, dan wanita tahu bagaimana cara untuk membuatnya

menjadi jaring ikan yang besar. Semua jaring ikan yang rusak karena pemakaian sehari-

hari bisa diperbaiki oleh kaum wanita.

Jaring seret kecil

Jangan samakan jaring ini dengan jaring seret besar yang sering dipakai oleh kapal dilaut.

Jaring seret yang digunakan oleh masyarakat Sentani berukuran kecil dan dipasang

melingkar pada kayu yang dibengkokkan. Biasanya digunakan oleh kaum wanita untuk

menangkap ikan kecil dari perahu mereka, ditepian dan sungai kecil. Ikan kecil (ikan

halus) yang tertangkap dalam jaring diambil hidup-hidup

untuk ditempatkan di jaring permanen (lihat bawah) atau dimakan.

Tombak untuk mencari ikan (Kosing)

Tombak juga sering digunakan untuk menangkap ikan disepanjang

tepian danau Sentani.

Ada bermacam ukuran berkisar dari 20cm sampai 200cm dan sebagian

besar terbuat dari bambu. Ujung tombak terbuat dari besi maupun

kayu.

Page 32: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Tombak kecil bisa diluncurkan dengan menggunakan kumpulan karet dari atas ke

permukaan atau bahkan dari dasar ke permukaan. Melempar di bawah permukaan air

sulit, tapi bisa dilakukan dengan latihan yang cukup.

Tombak yang lebih besar dan lebih panjang digunakan terutama untuk mencari ikan di

rawa-rawa dimana ikan suka bertelur atau bersembunyi.

Pria dewasa dan juga anak muda mencari ikan dengan cara ini.

Jaring ikan permanen

Hari ini kebanyakan dari mereka sudah membuat jaring permanen di luar ataupun

dibawah rumah mereka.

Ikan, selain menangkap dari danau, juga bisa dibeli dari luar, untuk kemudian ditaruh di

jaring. Ikan dipelihara sampai dirasa sudah cukup besar untuk dijual, bisa dimakan oleh

keluarga bila berada dimasa sulit. Jala ini sering menjadi tempat untuk membuang sisa

makanan.

3.6 Perlengkapan untuk memelihara

binatang

Kandang babi

Kandang babi dibuat dengan satu tujuan, yaitu sebagai kandang bilamana suatu keluarga

menerima babi untuk dipelihara. Babi yang dipelihara sebelum-nya dilepaskan, dan bebas

berkeliaran kapan aja mereka suka. Perbedaan antara babi yang baru datang dengan babi

yang telah dipelihara sebelum-nya adalah bahwa babi yang telah dipelihara mengenali

tuannya dan tahu dimana tempat mereka.

Babi yang baru datang ditempatkan di kandang kecil dan diberi makan dalam jangka

waktu sekitar satu minggu sampai babi tidak merasa asing dengan keluarga baru yang

memelihara-nya dan juga dengan lingkungan sekitar.

Page 33: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Kandang terbuat dari papan kayu dan terletak diluar rumah.

Kandang Ayam

Kandang dibuat untuk ayam betina. Terbuat dari daun kelapa yang dipilin.

Ayam betina dapat menukan jalan sendiri ke kandang dan bertelur disana. Pemilik

biasanya mengumpulkan telur di pagi hari.

3.7 Peralatan berburu dan membuat

perangkap.

Masyarakat Babrongko sering berburu dan membuat perangkap. Peruburuan acapkali

dilakukan di hutan belakang desa.

Aktifitas ini hanya dilakukan oleh pria, meski tak semua pria melakukannya. Beberapa

pria pergi berburu hanya saat ikan susah ditemukan, dan ada juga pria yang sama sekali

tidak pernah pergi berburu.

Berburu

Perburuan jarang dilakukan dimalam hari, tetapi antara pagi dan sore. Ada kepercayaan

diantara pemburu di Babrongko yang pergi untuk berburu sebaiknya tidak makan

makanan istri-nya sebelum pergi.

Makanan yang mereka konsumsikan sebelum mereka pergi, mereka buat sendiri agar

terhindar dari yang berpotensi membahayakan dan menghindari nasib sial selama

perjalanan dalam berburu.

Para pemburu membawa serta busur dan senapan angin. Senapan angin lebih diutamakan,

tapi busur juga harus selalu dibawa untuk menangkap binatang buruan yang besar.

Berikut adalah binatang yang diburu; burung, tikus hutan, kanguru pohon, kelelawar,

burung Kasuari, rusa liar dan babi liar.

Page 34: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Busur tradisional terbuat dari pohon dan rotan.. Anak panah terbuat dari bambu dan

besi/kayu lancip sebagai ujungnya.

Membuat perangkap

Membuat perangkap juga sering dilakukan oleh kaum pria. Tapi anak-anak muda juga

sudah tahu cara membuat perangkap sejak masih kecil, dan sering membawa pulang tikus

hutan dan dan burung yang ditangkap di hutan dekat desa.

Pria dewasa tidak membuat perangkap kecil, tapi membidik ke binatang buruan yang

lebih besar. Perangkap yang disiapkan anak laki-laki dan kaum pria hampir sama

macamnya, tapi yang dibuat oleh orang dewasa lebih besar lagi.

Perangkap sering kali dipasang disepanjang jalan setapak di hutan. Perangkap biasanya

tidak diletak secara acak, tapi di jalan yang sering dilalui binatang, kesempatan untuk

menangkap binatang buruan bertambah dengan ketrampilan mengetahui dimana anda

harus memasang perangkap.

Seorang pemburu yang pintar bisa melihat dan membedakan mana jalur yang dilalui oleh

babi, rusa dan tikus hutan.

3.8 Perlengkapan lainnya

Noken

Noken ialah tas dari benang yang biasa digunakan oleh masyarakat

Babrongko. Dibuat secara tradisional dari serat salak yang dipilin

, tapi sekarang juga dibuat dari benang yg lain. Serat kulit kayu

terbuat dari pohon yang seratnya cocok. Saat ini hanya wanita

yang terampil yang tahu bagaimana untuk memilin serat bark di

Babrongko.Hasil menunjukkan bahwa noken yang ada didesa-desa

Sekarang terbuat dari benang modern yang dibeli dari kota.

Noken biasanya dipasangkan dikepala dan tas itu sendiri menempel

Page 35: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Dipunggung orang yang membawa tas. Orang dulu membuat dua jenis tas berbeda,

yaitu ‘noken wanita’ dan ‘noken laki-laki’.

Perbedaan keduanya adalah pada ukuran dan kegunaannya.

Tas kaum pria biasanya lebih kecil dan digunakan untuk membawa tembakau dan buah

pinang. Tas kaum wanita lebih besar dari tas kaum pria, dan mencerminkan bahwa

wanita membawa beban lebih berat..

Hari ini adalah para wanita yang menggunakan noken. Yang digunakan untuk membawa

pulang hasil panen dari ladang maupun perkebunan.

3.9 Stimulan

Buah Pinang (areca nut) (pe)

Oleh para ilmuwan dikategorikan sebagai bahan bernarkotik. Pinang ditemukan di

Oceania, Asia Tenggara, dan juga di pulau New guinea ini. Kelompok yang mengunyah

pinang cenderung lebih beresiko terjangkit kangker mulut7.

Kacang-kacangan dipanen dari Palem Pinang(Areca catechu),

baik itu yang ditanam oleh warga desa maupun yang tumbuh liar.

Buah pinang dikunyah dengan pinang rambat (afe) dan kapur (au).

Pinang dikumpulkan dari pohon pinang.

Kapur dibuat dari kerang-kerangan. Terbagi menjadi dua jenis,

Kapur yang terbuat dari kerang laut dan kapur dari kerang danau.

Kapur yang terbuat dari kerang danau berwarna putih keabu-abuan

Dan kekuatannya tidak terlalu keras.

Sedangkan jenis yang terbuat dari kerang laut berwarna putih bersih

dan mempunyai efek yang lebih kuat.

Masyarakat Babrongko lebih mengutamakan kapur lokal.

7 World health Organization (WHO) Control of oral cancer in development countries Bull world health organ 1984 p.817

Page 36: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Saat mengunyah buah pinang, pinang rambat dimasukkan kedalam kapur untuk

kemudian dikunyah bersama buah pinang. Bila telah mengunyah kapur dalam jumlah

cukup dengan buah pinang, akan menimbulkan warna merah dan orang tersebut

kemudian akan merasa “lemas” (merasa panas)

Bila terlalu banyak kapur, atau orang tersebut tidak terbiasa mengunyah buah pinang,

orang akan berkeringat dan menjadi pusing. Kapur bisa menciptakan sensasi terbakar

pada mulut (bibir), sebagaimana kulit bisa menjadi rusak.

Buah pinang dikunyah oleh hampir semua orang di Babrongko, baik muda maupun tua.

Setiap harinya dikunyah dalam jumlah banyak. Kadang juga bisa dijumpai anak-anak

yang baru berumur 2-3 sedang mengunyah buah pinang pemberian ibu-nya.

Dipercaya bahwa mengunyah buah pinang dapat menguatkan gigi8 dan bisa mencegah

timbulnya bau mulut.

Dulu bila bertemu dengan orang dari desa lain, atau orang yang tidak yakin dengan status

kerabat yang mereka jumpai, buah pinang berfungsi sebagai ‘penerjemah’. Bila telah

bertukar buah pinang, sukses bertukar buah pinang adalah sebuah simbol dari rasa hormat

dan hubungan baik satu dengan yang lainnya.

Bila tawaran tidak mudah diterima berarti ada alasan-alasan tertentu yang mendasarinya.

Meski sekarang buah pinang disajikan sebagai pemecah kebuntuan dan sebuah cara untuk

membina hubungan.

Cara membuat kapur

Kerang (keka) dikumpulkan dari danau. Kulit kelapa dikumpulkan dari pohon sagu dan

dijemur dibawah sinar matahari. Bila sudah kering kemudian dipotong-potong tipis dan

dan disusun menjadi satu lapisan diatas tanah. Kerang paling kecil diletakkan dibagian

paling atas.

Diatas lapisan tangkai sagu berikutnya. Semakin banyak jumlah kerang yang dibakar

maka semakin banyak pula lapisan yang dibuat.

Kerang telah siap untuk dibakar setelah diberi lapisan.

8 Walaupun orang tua yang telah konsumsikan pinang seumur hidup sering mempunyai pasangan gigi yang dalam kondisi yang semakin hitam.

Page 37: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Dibakar dari lapisan yang paling atas yang lambat laun akan menjalar ke lapisan terakhir.

Dibakar dari atas dan bukannya dari bawah dikarenakan, karena menurut kaum wanita

yang biasa melakukannya, kerang bisa berubah menjadi hitam dan tidak dapat digunakan.

Kerang sekali lagi dikumpulkan setelah lapisan berubah menjadi abu dan api telah

padam.

Kerang yang telah dibakar kemudian diletakkan didalam panci masak dan kemudian

dihancurkan sampai menjadi serbuk. Serbuk dimasak dengan air sampai mendidih dan

sampai air habis menguap

Jadilah serbuk kapur yang siap digunakan.

Alat menyimpan kapur tradisional

Pada masa lalu setiap pengunyah buah pinang memiliki tempat untuk menyimpan kapur.

Tempat penyimpanan tradisional sampai saat ini masih digunakan tapi orang-orang

sekarang lebih banyak menggunakan kotak atau penyimpanan dari plastik. Media

penyimpanan kapur tradisional yang dikenal selama ini terbuat dari batok kelapa (media

penyimpan dengan ukuran besar) atau dari kulit buah lain yang lebih kecil.

Pada bagian atas tempurung dibuat lubang dan kemudian dikosongkan. Tempurung yang

telah dikosongkan kemudian dijemur dibawah sinar matahari sampai benar-benar kering.

Sesudah itu biasanya dihiasi dengan ukiran-ukiran atau bahkan lukisan.

Penyimpan kapur dari batok kelapa Tempat menyimpan kapur.

Tongkat digunakan untuk

mengambil kapur dari dalam

tempurung

Page 38: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Dari pohon palem menjadi tepung

Potongan dari batang pohon sagu yang sedang digiling. Tepung sagu dicampur dengan air dan digiling.

Page 39: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Tepung sagu adalah karbohidrat utama bagi masyaraaaakat Sentani. Papeda adalah produk utama dari tepung sagu.

Page 40: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Kandang ayam diletakkan dibawah atap. Perangkap tampak sederhana, tapi mampu menangkap babi seberat 20kg.

Page 41: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Seorang bocah bangga dengan tangkapannya, seekor tikus hutan yang tertangkap dengan jebakan .

Page 42: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Bab 4

Perilaku akan kebersihan

Perilaku dalam hal kebersihan amat tergantung dengan bagaimana cara memperoleh air

yang bersih. Bila air bersih tersedia, masyarakat akan mendapatkan dasar yang kuat

tentang ilmu kesehatan pribadi dan budaya bersih. Babrongko dikelilingi oleh air dan

penduduk memiliki persediaan air bersih sepanjang tahun.

Masyarakat Sentani memiliki dasar yang bagus, dari dari yang saya ketahui, mereka tidak

pernah menjadi korban dari penyakit epidemik. Rendahnya tingkatan populasi dan sedikit

pencemaran pasti mendukung kebersihan lingkungan mereka.

Tetapi masa kini sedikit banyak orang yang mulai tinggal di tepi danau, ataupun di

sekeliling danau, dan sudah mulai terlihat dampaknya.

Di propinsi Papua (terutama diperkotaan) banyak orang membuang sampah sesuka

mereka. Di jalan, di hutan, dan di sungai. Tidak ada Sistem pengolahan sampah yang

cukup fungsional untuk menanggulangi sampah dalam jumlah besar, kebanyakan dibakar

atau dibuang bebas

Hal serupa juga sudah mulai bisa ditemui di wilayah Danau Sentani.

4.1 Sampah

Sampah Organik

Kotoran organik baik itu dari hewan maupun manusia kini sedang meningkat sebab

jumlah populasi juga meningkat. Khususnya babi yang berkeliaran dengan bebas itu yang

malah membantu membuang kotoran organik ke danau.

Makanan yang dibuang oleh manusia akan dimakan oleh babi, bebek dan ayam sehingga

masih masuk akal apabila penduduk membuang makanan sembarangan.

Page 43: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Mayoritas kamar kecil di Babrongko dibangun diatas danau, dan kotoran langsung

dibuang ke danau.

Kotoran dan bahan kimia organik

Sampah plastik-plastik dan kaleng-kaleng sekarang sudah mulai tampak di tepian danau

(dan bahkan mungkin juga sudah berada di dasar danau).

Petugas administrasi warga desa Babrongko sendiri juga tidak memiliki cara tegas untuk

menangani masalah sampah seperti ini.

Terkadang sampah langsung dikumpulkan untuk kemudian dibakar bila sudah mencapai

jumlah tertentu. Tapi kebanyakan sampah hanya dibuang dari rumah (kedalam danau)

Warga desa mengeluhkan bila ada angin yang berhembus dan menciptakan arus di danau,

yang membuat sampah muncul kembali ke tepian. Hal ini kadang membuat warga desa

mulai mengumpulkan sampah-sampah tersebut dan kemudian membakarnya

Pembuangan zat kimia mungkin merupakan ancaman terbesar bagi kondisi/kualitas air

danau itu sendiri. Pertumbuhan populasi di wilayah Sentani (Kota Sentani) lebih sering

membuang sampah ke sungai. Pada beberapa sungai, mobil dibersihkan oleh ‘petugas

pembersih mobil’ yang menyebabkan kimia-kimia tumpah ke danau. Juga ada rumor

tentang rumah sakit yang baru dibangun didekat danau dan mereka membuang limbah

mereka ke sungai.

Page 44: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

4.2 Ilmu kesehatan dan perawatan pribadi

Masyaralat Babrongko biasanya mandi dan membersihkan diri mereka di bagian

belakang rumah. Sampo dan sabun modern sudah digunakan secara teratur, tapi santan

kelapa bisa juga dipakai sebagai pembersih. Warga desa menegaskan bahwa santan

kelapa baik untuk kesehatan rambut dan meninggalkan aroma yang lembut.

Untuk membuat “Santan Kelapa”, daging kelapa digiling sampai lembut dan berair dan

cara menggunakannya cukup seperti menggunakan sampo biasa.

Air Minum

Air yang dimaksud disini adalah air yang biasa digunakan untuk minum maupun

memasak, yang setiap hari diambil di danau oleh masyarakat desa dipedalaman.

Ember dibawa serta dengan perahu untuk kemudian dibawa ke dapur.

Air di perumahan masyarakat desa saat ini tidak cukup bersih untuk memasak. Kecuali

air yang diambil dari tengah danau yang dianggap lebih bersih daripadaair yang berada di

tepian, air akan dimasak terlebih dahulu sebelum diminum olah orang desa.

Page 45: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Bab 5

Batu, manik-manik dan gelang Batu, gelang dan manik-manik yang dibicarakan pada bab ini dianggap mempunyai nilai

penting bagi masyarakat Sentani, sebagaimana diperuntukkan masyarakat Babrongko.

Dewasa ini batu-batu tersebut tetap berharga, tapi saya menduga bahwa sebagian besar

batu-batu tersebut telah dijual kepada para kolektor, museum, dan kadang-kadang dijual

ke wisatawan.

Karena uang hari ini telah menjadi alat pembayaran yang biasa, fungsi dan nilai batu jadi

diragukan.

Pada periode penelitian yang saya lakukan, saya sempat mengikuti sedikit kasus yang

melibatkan penggunaan bebatuan, manik-manik, dan gelang.

Dewasa ini, barang-barang berharga tersebut ditempatkan pada semacam kain9 (kaos kaki

sering digunakan untuk menyimpan batu) dan sesudah itu disimpan di peti atau

disembunyikan entah mana dikamar tidur sang pemilik.

Anak kecil sebaiknya jangan sampai melihat apalagi menyentuh apapun jenis barang-

barang yang berharga ini.

Bahkan orang dewasa diwajibkan mencuci tangan mereka setelah memegang batu-batu

ini. Sebab dipercaya bila orang tidak mencuci tangan mereka setelah memegang batu-

batu tersebut bisa menjadi sakit (influenza, radang tenggorokan)

Secara tradisional bebatuan tersebut dianggap memiliki kekuatan tertentu yang

berhubungan dengan sejarah masing-masing batu. Batu yang telah digunakan untuk

penyelesaian pembayaran pembunuhan bisa memiliki kekuatan yang teramat kuat, dan

warga desa yang memiliki batu tersebut mengklaim bahwa batu tersebut kadang-kadang

mengeluarkan suara..

Barang-barang berharga kuno/sudah tua yang sudah lama berada dalam suatu keluarga

dipercaya memiliki kekuatan yang menarik, yang berfungsi memelihara kesejahteraan

keluarga.

9 Di masa lalu orang Sentani membungkuskan benda-benda seperti ini dalam daun kelapa kering.

Page 46: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Memiliki bebatuan dalama jumlah banyak merupakan prestise tersendiri.

Saat seorang ayah meninggal, nilai dari batu-batu tersebut akan diwariskan ke anak laki-

laki tertua.

5.1 Bebatuan (höfa)

(Dari kapak batu beliung)

Bebatuan umumnya berwarna hitam kelabu atau hitam kehijau-hijauan denga berbagai

ukuran yang berbeda. Mereka dipeercaya berasal dari Ormo, sebuah desa di timur laut

Teluk Tanah Merah. Mungkin dikarenakan batu-batu tersebut diperdagangkan di

wilayah Tanah Merah semenjak batu-batu tersebut menjadi suatu hal yang biasa

disana.

Höfa yaha

Höfa yaha berwarna hitam kehijau-hijauan, dan sample yang saya amati di Babrongko

mempunyai panjang 20-40cm.

Bebatuan tersebut senilai dengan batu yaha dan digunakan sebagai pembayaran pengantin

wanita. Batu tersebut hanya digunakan sebagai alat pembayaran pengantin wanita bila

pengantin wanita berasal dari keluarga penting/terpandang. Sebuah tarian istimewa

dipersembahkan sebagai bagian dari upacara penerimaan batu.

Bila batu ini diajukan sebagai harga pengantin wanita, adat melarang keluarga tersebut

menerimanya, dikarenakan kekuatan dari batu-batu pelabuhan.

Höfa Riahahi

Riahahi dalam Bahasa Sentani berarti gadis langsung (Ria=gadis, hahi= langsung) , yang

menekankan akan nilai batu tersebut.

Karakteristik batu ini sama persis dengan höfa yaha tapi keliahatnnya seperti batu höfa

riahahi dengan warna yang lebih keabu-abuan.

Page 47: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Höfa Moefoli

Höfa yaha mempunyai warna hitam kehijau-hijauan, sample yang saya amati di

Babrongko mempunyai panjang 15-30cm.

Batu-batu tersebut secara tetap digunakan sebagai pembayaran pengantin wanita dan

penyelesaian pembayaran kepala (sebagai contoh bila ada wanita yang meninggal,

keluarga dari suami harus membayar kepada keluarga wanita yang meninggal)

Jumlah batu yang dibayarkan dalam ‘harga pengantin wanita’ dan ‘pembayaran kepala’

penyelesaiannya tergantung kepada permintaan keluarga gadis.

5.2 Manik-manik (homboni)

Terdapat manik-manik dengan 3 warna berbeda dan nilai yang berbeda.

Biru (nokhom), hijau (hawah) dan kuning (haje).

Ukuran manik-manik yang saya amati di Babrongko dengan varian diameter

0.5cm-1cm.

Manik-manik diklaim (kooijman 1959:15) aslinya dari daratan utama Asia.

Banyak sesepuh Babrongko menegaskan bahwa manik-manik ini dulunya tumbuh di

pohon-pohon istimewa, tapi pohon-pohon ini sudah tidak ditemukan lagi, menurut orang

tua di desa.

Manik-manik sering ditemukan satu set-nya ada 3, berturut-turut yaitu hijau, biru, dan

kuning (hawah, nokhom, haje)

Manik-manik ini dimiliki oleh banyak orang dan digunakan untuk pembayaran yang

berbeda-beda.

Haje malo adalah nama dari jenis manik-manik berwarna kuning yang lebih besar yang

biasanya digunakan untuk menyelesaikan berbagai perselisihan10.

10 Not yet observed

Page 48: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

5.3 Gelang (ebha)

Warna gelang berkisar dari hijau, biru, dan merah11.

Mereka berbentuk bulat dan terbuat dari batu. Sampel yang saya amati di

Babrongko (Februari 2006) diameternya berkisar dari 2-6cm.

Ebha Nokhom

Gelang ebha nokhom berwarna biru, berkisar dari biru muda sampai biru gelap. Ebha

nokhom berarti ‘gelang biru’.

Sampel yang saya amati di Babrongko, memiliki diameter 4cm.

Saya hanya mengamati tiga dari jenis-jenis batu ini.

Gelang digunakan sebagai pembayaran pengantin wanita, sebagaimana pembayaran dari

daratan.

Ebha Hawa

Ebha hawa berarti ‘gelang hijau’.

Sampel yang saya amati di Babrongko, memiliki diameter 4cm

Batu ini sering digunakan sebagai alat pembayaran pengantin wanita. Saat gelang

digunakan sebagai sarana pembayaran pengantin wanita, gelang akan mengambil nama

gadis yang mengenakannya sebelumnya. Tetapi bila digunakan untuk pembayaran yang

lainnya, nama gelang akan dirubah lagi.

Contoh dari Ebha Hawa nama-namanya adalah: Ebha saphira dan Ebha siva

Roh Halau

Roh Halau berarti ‘manusia putih’

Gelang berwarna hijau muda, dan berdiameter 4cm.

11 Though I haven’t observed any red bracelets myself.

Page 49: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Batu-batu ini juga dikenal sebagai alat pembayaran pengantin wanita. Saya hanya bisa

menemukan salah satu batu ini di Babrongko (feb 2006)

Höfa Royung

Rohyung dalam Bahasa Sentani berarti ‘kepala manusia’ (roh=manusia, yung= kepala)

Batu-batu ini digunakan pada penyelesaian pembunuhan.

Satu-satunya gelang höfa royung di Babrongko dimiliki oleh Ondoafi Babrongko, dan

batu-batu seperti ini sebaiknya berada di tangan Ondoafi atau Koselo-nya masyarakat

Sentani, dikarenakan oleh kekuatan potensial yang dimiliki oleh batu-batu tersebut.

Jika terjadi pembunuhan diantara orang Babrongko, Ondoafi cukup menunjukkan gelang

ini di depan umum, dan jenis batu lain-nya dibayarkan oleh keluarga dari orang yang

melakukan pembunuhan kepada keluarga korban pembunuhan.

Bila terjadi pembunuhan yang melibatkan dua desa, Ondoafi yang mewakili orang yang

melakukan pembunuhan harus membayar Ondoafi dari korban di desa satunya, sebuah

höfa royung.

Page 50: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Ini adalah koleksi barang-barang berharga Ondoafi Babrongko (feb 06)

Kain tampak rapat pada gelang digunakan sebagai pengkungkus untuk menjaga agar

barang berharga tidak rusak.

Daftar barang berharga:

1. Höfa Riahahi

2. Ebha Hawa

3. Ebha Hawa

4. Ebha Hawa

5. Roh Halau

6. Höfa Royung

7. Ebha Nokhom

8. Höfa Kimani

9. Höfa Kimani

Page 51: Babrongko, kebudayaan material, di suatu desa di Danau Sentani,

Bibliografi

Echols, M John 1989 Indonesian-English Dictionary Godchalk, Jan A 1993 Sela Walley, An Etnography of a Mek Society in the Eastern Highlands, Irian Jaya, Indonesia. Goodale, Jane C 1996 The Two-Party line, Conversations in the field Hammersley, 1983 Martyn Ethnography, Principles in Practice Haviland, A William1985 Antropologi Jilid 1&2 Hermkens, Anna Karina The way of the objects. Hoogerbrugge, Jac 1967, Mythe en Ornamen, Sentani. Wamebu, zadrak 2005 Dokumen draft final, rencana pembangunan jangka Menengah kampong Babrongko 2007-2001.