babo2 tinjauanopustakaoeprints.umm.ac.id/58337/3/bab 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada...

18
5 BABo2 TINJAUANoPUSTAKAo 2.1. Stroke 2.1.1. Definisi Stroke Stroke merupakan gejala-gejala defisit fungsi saraf yang hanya diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak, bukan yang lain. Stroke merupakan kematian mendadak beberapa sel otak yang dikarenakan oleh kekurangan asupan oksigen akibat aliran darah ke otak yang terhambat atau rupturnya pembuluh darah arteri ke otak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stroke adalah istilah klinis untuk defisit neurologik dengan onset akut akibat perdarahan atau lesi vaskular obstruktif (Kumar, Abbas, dan Aster, 2013). Tidak hanya kecacatan ataupun kematian, hal tersebut dapat menyebabkan demensia dan depresi pada pasien stroke. Angka kejadian stroke dan kejadian yang berhubungan dengan stroke mencapai 70% hingga 87% yang mengakibatkan kematian dan kecacatan pada negara berpendapatan menengah dan kebawah (World Health Organization, 2016). 2.1.2. Klasifikasi Stroke a. Berdasarkan Waktu TIA (Transient Ischemic Attack). TIA dikenal sebagai mini stroke, tetapi gejala klinis yang berlangsung hanya beberapa saat, kurang dari 24 jam. Hal tersebut disebabkan oleh trombus yang menyumbat pembuluh darah, tetapi dapat kembali normal dengan sendirinya. Selain trombus, TIA juga disebabkan oleh

Upload: others

Post on 19-Mar-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

5

BABo2

TINJAUANoPUSTAKAo

2.1. Stroke

2.1.1. Definisi Stroke

Stroke merupakan gejala-gejala defisit fungsi saraf yang hanya diakibatkan

oleh penyakit pembuluh darah otak, bukan yang lain. Stroke merupakan kematian

mendadak beberapa sel otak yang dikarenakan oleh kekurangan asupan oksigen

akibat aliran darah ke otak yang terhambat atau rupturnya pembuluh darah arteri

ke otak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stroke adalah istilah klinis untuk

defisit neurologik dengan onset akut akibat perdarahan atau lesi vaskular

obstruktif (Kumar, Abbas, dan Aster, 2013). Tidak hanya kecacatan ataupun

kematian, hal tersebut dapat menyebabkan demensia dan depresi pada pasien

stroke. Angka kejadian stroke dan kejadian yang berhubungan dengan stroke

mencapai 70% hingga 87% yang mengakibatkan kematian dan kecacatan pada

negara berpendapatan menengah dan kebawah (World Health Organization,

2016).

2.1.2. Klasifikasi Stroke

a. Berdasarkan Waktu

TIA (Transient Ischemic Attack). TIA dikenal sebagai mini stroke, tetapi

gejala klinis yang berlangsung hanya beberapa saat, kurang dari 24 jam. Hal

tersebut disebabkan oleh trombus yang menyumbat pembuluh darah, tetapi dapat

kembali normal dengan sendirinya. Selain trombus, TIA juga disebabkan oleh

Page 2: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

6

kerusakan pada pembuluh darah kecil di dalam otak (Stroke Association, 2017).

Penelitian menunjukkan bahwa durasi TIA dapat bervariasi dalam rentang yang

sangat luas, yaitu kurang dari 1 menit hingga lebih dari 720 menit. Penelitian

Oxfordshire Community Stroke menunjukkan bahwa durasi TIA tersering sekitar

6-60 menit yang terjadi pada 45% kasus. Sedangkan penelitian yang dilakukan

Hankey dan Warlow menunjukkan bahwa durasi TIA terbanyak adalah 6-30 menit

yang terjadi pada 30% kasus (Setiati, et al., 2014).

RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit) merupakan gejala stroke

yang menetap dalam lebih dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari 72 jam (Tai, et al.,

2019). Sedangkan stroke in evolution (progressive stroke) adalah gejala stroke

yang terjadi secara progresif, yakni gejala yang berhubungan dengan stroke

memburuk dari waktu ke waktu. Sehingga memerlukan identifikasi lebih awal

dalam manajemen stroke akut (Chen, et al., 2015). Completed Stroke, berupa

gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen. Angka kejadian

completed stroke 60% disebabkan infark aterotrombotik pada otak, 25.1% oleh

emboli serebri, 5.4% karena perdarahan subarakhnoid, 8.3% oleh perdarahan

intraserebri, dan 1.2% undefined diseases (Brainin dan Hess, 2014).

b. Berdasarkan Etiologi

1. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh hipertensi atau kerusakan pembuluh

darah lainnya sehingga membuat rupturnya pembuluh darah arteriole di dalam

otak. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perdarahan yang membuat penekan

terhadap sel-sel otak sekitarnya dan merusaknya (An, Kim, dan Yoon, 2017).

Page 3: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

7

2. Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan terganggunya sel neuron dan glia karena

kekurangan darah akibat sumbatan arteri yang menuju otak atau perfusi otak yang

inadekuat. Sumbatan dapat disebabkan oleh berbagai keadaan, yaitu berupa

trombosis atau berupa emboli (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Kedua hal tersebut baik mengakibatkan hal yang sama pada otak seperti

berkurangnya oksigen dan substrat metabolit, sehingga dapat menyebabkan infark

atau jejas iskemik pada bagian yang divaskularisasi oleh pembuluh yang terkena.

Jejas serupa terjadi menyeluruh ketika terjadi hilangnya perfusi total, hipoksemia

berat (contoh syok hipovolemik), atau hipoglikemia berat. Perdarahan yang

menyertai rupturnya pembuluh darah akan mengakibatkan kerusakan jaringan

langsung seperti halnya jejas iskemik sekunder (Kumar, Abbas, dan Aster, 2013).

Trombosis yang menyebabkan stroke iskemik merupakan trombosis

serebri berupa obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu atau lebih

pembuluh darah lokal yang menyumbat lumen pembuluh darah karena trombus

yang makin lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.

Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemia. Sehingga pada stroke iskemik

yang disebabkan adanya trombosis akan didapatkan gambaran defisit neurologis

yang memberat dalam 24 jam pertama atau lebih (Wijaya, 2013).

Sedangkan pada stroke iskemik yang disebabkan emboli yakni emboli

ke otak dapat berasal dari emboli kardiogenik, arteriogenik, dan paradoks. Secara

keseluruhan atau sebagian, emboli tersebut mengandung trombus, yang

merupakan dasar patologis dari istilah stroke tromboemboli (Hart, et al., 2014).

Page 4: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

8

2.1.3. Patofisiologi Stroke

a. Stroke Hemoragik

Perubahan vaskular karena hipertensi. Merupakan penyebab Intracerebral

Hemorrhage (ICH) tersering oleh karena pecahnya pembuluh darah yang

mengalami degenerasi akibat hipertensi kronis. Arteri pada pasien hipertensi

mengalami degenerasi pada tunika media, otot polos menonjol, nekrosis fibroid

pada sub-endotelium dengan mikro-aneurisma, dan dilatasi fokal (Charidimou,

Gang, dan Werring, 2012).

Kemudian, terdapat Cerebral amyloid angiopathy (CAA) yang ditandai

dengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran

kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges, dan otak kecil. CAA

dalam pembuluh kecil otak menyebabkan ICH sporadis pada orang tua, terjadi

terutama pada subjek lansia dan jarang dapat bermanifestasi pada pasien yang

relatif muda (Phillips, 2014).

Selain itu, terdapat patofisiologi molekuler pada ICH yang diawali dengan

adanya massa hematoma sehingga otak terkompresi, mengakibatkan gangguan

fisik atau struktural pada parenkim. Hematoma meluas, menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial, mempengaruhi aliran darah, hingga merusak

neuron di daerah perihematomal yang mengandung edema dan terjadi inflamasi

disekitarnya. Mekanisme sekunder dari kerusakan otak terkait dengan kaskade

pembekuan, khususnya trombin, yang menyebabkan sel-sel inflamasi masuk ke

otak, proliferasi sel-sel mesenkhim, pembentukan edema otak dan jaringan parut.

Trombin berikatan dengan reseptor yang diaktifkan oleh protease 1 dan

Page 5: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

9

mengaktifkan mikroglia sistem saraf pusat dan komplemen kaskade. Hal tersebut

menyebabkan aktivasi apoptosis dan nekrosis (An, Kim, dan Yoon, 2017).

b. Stroke Iskemik

Meliputi dua proses utama yakni: 1) Vaskular, hematologi, atau jantung

(atherothromboembolism) yang menyebabkan pengurangan dan perubahan aliran

darah. 2) Perubahan kimia seluler yang disebabkan oleh keadaan vaskular tersebut

dan merupakan proses terjadinya nekrosis sel saraf dan glia (Bahrudin, 2017).

Pada sebagian besar pasien, emboli bersifat trombotik dan dapat terbentuk

di arteri, bilik jantung, katup jantung, atau vena. Trombus aterogenik paling sering

terbentuk pada plak aterosklerotik yang ruptur dan mengalami embolisasi ke arteri

serebral (Ntaios dan Hart, 2017).

Berbagai reaksi kompleks yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik

meliputi memulai kaskade kompleks peristiwa metabolik, dan beberapa di

antaranya melibatkan ROS dan RNS yang memediasi sebagian besar kerusakan

yang terjadi di daerah infark. Walaupun begitu, masih terdapat daerah penumbra

yang bisa dilakukan reperfusi iskemik karena terdapat pembuluh darah kolateral,

sehinga daerah penumbra masih dapat diselamatkan (Rodrigo, et al., 2013).

Page 6: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

10

(Rodrigo, et al., 2013).

Gambar 2.1 Diagram Skematik Faktor Kontribusi Utama yang Terlibat dalam

Patofisiologi Stroke Iskemik.

Proses iskemik menyebabkan gangguan Blood Brain Barrier (BBB), peradangan

dan stres oksidatif. Gangguan BBB menyebabkan edema dan infiltrasi leukosit,

yang meningkatkan peradangan. Protein, lipid dan DNA diserang oleh Reactive

Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS). Selanjutnya,

kekurangan oksigen dan glukosa menyebabkan deplesi ATP, menghasilkan

pelepasan glutamat dan disfungsi mitokondria. Stres oksidatif mengaktifkan jalur

apoptosis, nekrosis dan autofag, yang menentukan ukuran infark akhir. BBB,

sawar darah otak; ICP, tekanan intrakranial; eNOS, nitrat oksida sintase endotel,

nNOS, neuron nitrat oksida sintase; NADPH oksidase, mengurangi nikotin adenin

dinukleotida fosfat oksidase.

2.1.4. Patogenesis Stroke

a. Stroke Hemoragik

Pada stroke ini diakibatkan dari reperfusi jaringan iskemik, baik melalui

kolateral atau setelah penghancuran emboli, dan sering menyebabkan perdarahan

petekie multipel, kadang-kadang berkonfluensi atau meluas. Stroke hemoragik

Page 7: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

11

dapat berupa perdarahan intraserebral, perdarahan intraventrikular (subdural,

epidural), dan perdarahan subaraknoid (Misbach, 2013).

(National Heart, Lung, and Blood Institutes, 2013)

Gambar 2.2. Patogenesis Stroke Hemoragik

Terjadinya perdarahan ada otak disebabkan oleh aneurisma pada arteri

serebral yang terbuka (pecah). Hal tersebut menimbulkan edema pada otak,

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial sehingga mengakibatkan

kematian pada jaringan otak.

Perdarahan subdural atau epidural biasanya dikaitkan dengan trauma (Sun,

Tan, dan Yu, 2013). Perdarahan subaraknoid paling sering disebabkan oleh

pecahnya aneurisma terutama aneurisma sakular (berry aneurysm), tetapi dapat

juga terjadi pada malformasi vaskular lainnya. Pecahnya pembuluh darah atau

ruptur dapat terjadi kapanpun, tetapi pada sekitar sepertiga kasus berhubungan

dengan peningkatan tekanan intrakranial akut, serta terdapat penambahan risiko

jejas iskemik akibat vasospasme pembuluh darah lainnya. Perdarahan ke dalam

ruang subaraknoid juga dapat berasal dari malformasi vaskular, trauma, pecahnya

Page 8: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

12

pembuluh darah intraserebral ke dalam sistem ventrikel, gangguan hematologik,

dan tumor (Kumar, Abbas, dan Aster, 2013).

b. Stroke Iskemik

Umumnya yang lebih sering terjadi adalah infark akibat emboli daripada

infark akibat trombosis. Akan tetapi, keduanya baik trombosis maupun emboli

(tromboemboli) memegang peranan penting dalam patogenesis stroke iskemik.

Sumber emboli yang sering terjadi adalah pada trombus mural dikarenakan adanya

faktor predisposisi berupa disfungsi miokardium, penyakit katup, dan fibrilasi

atrium. Area cakupan arteri serebri media, perpanjangan langsung dari arteri

karotis interna, paling sering terkena infark emboli. Emboli mempunyai

kecenderungan untuk tersangkut pada percabangan pembuluh darah atau pada area

stenosis sehingga dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (Kumar,

Abbas, dan Aster, 2013).

Stroke non hemoragik yang disebabkan oleh trombus yang merupakan

pembentukan dari bekuan platelet ataupun fibrin di dalam darah yang

menyebabkan penyumbatan pada pembuluh vena atau arteri sehingga terjadi

iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Trombosis merupakan komplikasi dari

pecahnya plak aterosklerosis yang diawali dengan adanya kerusakan endotel

pembuluh darah, sehingga terjadi interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh

darah (Wijaya, 2013).

2.1.5. Frekuensi Stroke

Stroke dapat terjadi pada seseorang dalam satu kali (serangan pertama)

maupun lebih dari satu kali (serangan berulang), dan stroke serangan pertama

Page 9: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

13

dapat memprediksi subtipe stroke berulang dengan mayoritas stoke berulang

adalah subtipe yang sama (Jones, Sen S, Lakshminarayan K, Rosamond WD,

2013). Sebuah penelitian menyatakan sebagian besar subjek (90,45% n = 284)

memiliki interval waktu berbeda setiap subtipe stroke serangan kedua atau lebih,

yakni stroke iskemik lebih cepat 54 hingga 80 bulan mengalami stroke serangan

kedua atau lebih dibandingkan stroke hemoragik selama 114 hingga 198 bulan

setelah seranagn pertama (Zhu, et al., 2016).

Serangan ulang yang terjadi pada area vaskuler yang sama dengan serangan

sebelumnya, akan memperburuk prognosis. Frekuensi serangan ulang pada area

vaskuler yang berbeda karena oklusi mendadak pada pembuluh darah yang

sebelumnya normal pada serangan pertama menyebabkan manifestasi klinis stroke

semakin memburuk. Stroke yang berulang seringkali lebih berat dibanding stroke

yang terjadi sebelumnya karena bagian otak yang terganggu akibat serangan

terdahulu belum pulih sempurna. Serangan berikutnya menyebabkan gangguan

yang sudah dialami menjadi semakin bertambah parah (Rahayu, Utomo, dan

Utami, 2014).

Berdasarkan penelitian “Baseline Cognitive Function, Recurrent Stroke,

and Risk of Dementia in Patients with Stroke” bahwa frekuensi berulangnya stroke

akan mempengaruhi skor MMSE untuk status kognitif menjadi lebih buruk

dibanding pasien stroke serangan pertama kali (Rist, et al., 2013).

2.1.6. Faktor Resiko Stroke Berulang

Telah disebutkan bahwa terjadinya stroke berulang dikarenakan adanya

faktor risiko pada pasien stroke serangan pertama, yakni faktor resiko yang tidak

Page 10: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

14

dapat dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi. Dengan mengetahui

faktor resiko tersebut, dapat dilakukan pencegahan untuk terjadinya stroke

berulang ataupun memprediksi tanda-tanda awal stroke berulang (Ying, et al.,

2018).

a. Tidak Dapat Dimodifikasi

Pertama, adalah usia. Banyak studi yang telah menyebutkan bahwa usia

seseorang dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan stroke berulang. Selain

itu, terdapat sebuah studi lainnya bahwa usia pasien yang lebih tua meningkatkan

resiko mortalitas post stroke berulang pada kategori apapun (Sun, et al., 2013).

Kedua, riwayat penyakit cerebrovascular, seperti pasien dengan riwayat

stroke (stroke iskemik, stroke hemoragik intraserebral, stroke hemoragik

subarahnoid, iskemik sirkulasi, TIA, stenosis karotis atau stenosis arteri

intrakranial. Seluruh riwayat penyakit cerebrovascular sebelumnya dan kejadian

stroke berulang secara signifikan berhubungan, baik pada pasien tua maupun

muda (Fu, et al., 2015).

Ketiga, subtipe stroke. Beberapa studi telah menunjukkan terdapat

hubungna antara subtipe stroke dengan stroke berulang. Subtipe yang paling

signifikan dapat diprediksi menjadi stroke berulang adalah stroke iskemik, large-

artery atherosclerosis (LAA) (Kang, et al., 2016).

b. Dapat Dimodifikasi

Berbagai penyakit yang menjadi faktor risiko untuk menjadikan stroke

berulang seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung (atrial fibrilasi),

dislipidemi dan hiperlipidemia. Seluruh faktor risiko tersebut dapat dicegah

Page 11: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

15

dengan menjalani pola hidup yang baik dan sehat, seperti melakukan aktifitas

fisik, mengurangi konsumsi makanan yang tinggi garam, serta tidak merokok.

Karena dengan menjalani pola hidup yang telah teratur, maka risiko untuk

terjadinya stroke berulang akan lebih rendah dibandingkan ada pasien yang tidak

menjaga pola hidupnya (Ying, et al., 2018).

2.2. Kognitif

2.2.1. Definisi Kognitif

Kemampuan kognitif didefinisikan sebagai kemampuan mental umum yang

melibatkan penalaran, pemecahan masalah, perencanaan, pemikiran abstrak,

pemahaman ide yang kompleks, dan belajar dari pengalaman (Ispas dan Borman,

2015).

Fungsi kognitif merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir,

mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. perubahan fungsi kognitif tampak

sebagai paling beragam dan termasuk perubahan dalam pembelajaran, perhatian

berkelanjutan dan selektif, kategorisasi, pengkodean, pergeseran konsep,

distraktibilitas, memori, pengenalan pola, membaca, kosakata, hubungan spasial,

kemampuan matematika, dan kecerdasan (Driscoll, 2015).

2.2.2. Penurunan Status Kognitif

Penurunan fungsi kognitif berat menurun pula status kognitif seseorang.

Hal tersebut merupakan salah satu bentuk defisit neurologis yang bisa merupakan

tanda suatu penyakit yang memerlukan penanangan yang segera seperti stroke

(Bahrudin, 2013).

Page 12: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

16

Domain dari fungsi kognitif yang dapat diperiksa bila mengalami

penurunan meliputi: 1) Atensi kompleks (sustained attention, divided attention,

processing speed). 2) Fungsi eksekutif (merencanakan, mengambil keputusan,

memori kerja, merespon umpan balik/koreksi eror, overriding habits / inhibisi,

fleksibilitas mental. 3) Pembelajaran dan memori: memori segera (memori baru,

memori recall bebas, recall dengan petunjuk dan rekognisi), memori jangka

sangat panjang (semantik, otobiografi), pembelajaran implisit. 4) Bahasa: bahasa

ekspresif (menyebut dan menemukan kata, kelancaran, tatabahasa, dan sintaks)

dan bahasa reseptif. 5) Perseptual motorik (termasuk kemampuan persepsi visual,

konstruksi onal visual, persepsi motorik, praksis dan gnosis. 6) Kognisi sosial

(rekognisi emosi, theory of mind) (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia,

2015).

2.2.3. Anatomi Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif dalam tubuh diatur oleh area asosiasi kortikal pada korteks

serebri yang terdiri dari bagian anterior lobus frontal (prefrontal), bagian bawah

lobus parietal (inferior parietal), lobus temporal, serta lobus oksipital. Keempat

lobus tersebut berfungsi untuk menginterpretasikan pengalaman sensorik dan

mengingat (memori), penalaran, berbicara, penilaian, serta emosi (Paulsen dan

Waschke, 2015).

Pertama, lobus frontal (prefrontal) memiliki area asosiasi yang berfungsi

untuk mengontrol perilaku emosional dan menghasilkan kesadaran akan

kemungkinan konsekuensi dari perilaku. Kedua, area asosisasi lobus parietal

berfungsi dalam memahami pembicaraan dan dalam menggunakan kata-kata

Page 13: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

17

untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Ketiga, lobus temporal memiliki

area asosiasi yang berfungsi dalam menafsirkan pengalaman sensorik seseorang

dan mengingat visual, musik, serta pola sensorik kompleks lainnya. Keempat, area

asosiasi lobus oksipital berfungsi untuk menggabungkan gambar visual dengan

pengalaman sensorik lainnya (Shier, Butler, dan Lewis, 2018).

(Shier, Butler, dan Lewis, 2018)

Gambar 2.3. Anatomi Fungsi Kognitif

Terdiri dari lobus frontal (konsentrasi, perencanaan, memecahkan masalah), lobus

parietal (pemahaman berbicara, penggunaan kata-kata), lobus temporal

(interpretasi sensorik berupa penglihatan dan pendengaran), serta lobus oksipital

(pengenalan visual sebuah objek). Keempat lobus tersebut merupakan kombinasi

area korteks motorik, sensorik, dan asosiasi di korteks serebri.

Hal terpenting adalah daerah di mana area asosiasi parietal, temporal, dan

oksipital bergabung dekat ujung posterior sulkus lateral. Daerah ini, disebut area

interpretatif umum (area Wernicke), yang memiliki peran utama dalam

pemrosesan pikiran yang kompleks. Area Wernicke menerima input dari beberapa

area sensorik dan menggabungkan informasi yang ada kemudian dikomunikasikan

Page 14: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

18

kepada area otak lainnya dengan tepat. Oleh karena itu, seseorang dapat mengenali

berbagai kata dan menyusunnya untuk mengekspresikan pemikirannya, serta

membaca dan memahami ide-ide tertulis (Paulsen dan Waschke, 2015).

2.2.4. Stroke Berulang terhadap Penurunan Status Kognitif

Frekuensi gangguan kognitif pada pasien post-stroke sebanyak 20-30%,

dan semakin meningkat resikonya untuk mengalami penurunan fungsi kognitif,

bahkan hingga 2 tahun post-stroke. Pasien post-stroke termasuk di dalam

kelompok gangguan kognitif yakni Vascular Cognitive Impairment (VCI),

meliputi gangguan kognitif ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari

(Vascular Cognitive NoDementia) hingga gangguan yang paling berat berupa

demensia vaskuler. Selain itu, gangguan kognitif dapat mengenai satu atau lebih

bagian kognitif seperti atensi, bahasa, memori, visuospasial, serta fungsi eksekutif

(Cristy, 2011).

Volume infark pada area strategis, seperti area limbik kortikal, area asosiasi

heteromodal termasuk korteks frontal dan substansia alba, menjelaskan setengah

dari variabilitas dalam MMSE dan menyebabkan banyak penurunan kognitif

setelah stroke berulang (Sun, et al., 2014).

Selain itu, terdapat penelitian lain disebutkan bahwa stroke berulang

merupakan faktor risiko yang kuat untuk menyebabkan penurunan fungsi kognitif

hingga dapat menyebabkan demensia. Sehingga sebelum terulangnya stroke,

diharapkan dapat dicegah agar tidak sampai terjadi demensia pada pasien stroke

(Rist, et al., 2013).

Page 15: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

19

2.2.5. Faktor Risiko Penurunan Kognitif

Penurunan status kognitif dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah

satunya adalah frekuensi berulangnya stroke seperti penelitian yang akan

dilakukan. akan tetapi, terdapat pula berbagai faktor yang dapat menyebabkan

status kognitif menurun selain stroke yang berulang. Faktor-faktor tersebut yakni

terdiagnosis demensia, mengalami cedera kepala, mengalami retardasi mental,

mengalami gangguan psikiatri, serta mengalami masalah psikososial berat.

a. Demensia

Merupakan salah satu penyakit neurodegeneratif yang memiliki karateristik

klinik berupa penurunan progresif memori episodik dan fungsi kortikal lain. Oleh

karena itu, demensia dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif seseorang

(Rist, et al., 2013).

b. Cedera Kepala

Salah satu komplikasi dan akibat dari cedera kepala adalah beberapa pasien

mungkin mengalami gangguan fungsi kognitif. Defisit kognitif yang sering

muncul setelah cedera kepala yakni gangguan memori, konsentrasi dan pemusatan

perhatian, kecepatan memproses informasi serta fungsi eksekutif. Berdasarkan

penelitian yang terdahulu, didapatkan kasus cedera kepala ringan dan cedera

kepala sedang mengalami gangguan fungsi kognitif yang menunjukkan adanya

kemunduran pada bagian atensi, visuospasial/eksekutif, dan delayed recall

(Athika, Junitha, dan Mawuntu, 2016).

Page 16: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

20

c. Retardasi Mental

Retardasi mental (RM) merupakan gangguan heterogen yang terdiri atas

fungsi intelektual di bawah rata-rata disertai gangguan keterampilan adaptif.

Memiliki empat kategori, yaitu RM taraf ringan memiliki rentang IQ 50–55

sampai sekitar 70, RM taraf sedang tingkat IQ 35–40 sampai 50–55, RM taraf

berat memiliki rentang IQ 20–25 sampai 35–40 (Lisnawati, Shahib, dan

Wijayanegara, 2014).

d. Gangguan Psikiatri

Gangguan jiwa (psikiatri) adalah pola psikologis atau perilaku yang

berhubungan dengan stres ataupun kelainan mental yang tidak dianggap sebagai

bagian dari perkembangan normal manusia. Oleh karena itu, gangguan tersebut

didefinisikan sebagai berbagai kombinasi dari afektif, perilaku, kognitif, dan

persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada otak atauosyaraf yang

menjalankan fungsi sosial manusia, kerja dan fisik individu (Choresyo, Nulhaqim,

dan Wibowo, 2014).

e. Masalah Psikososial Berat

Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup

aspek psikis dan sosial atau sebaliknya, dan menunjuk pada hubungan yang

dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi

satu sama lain. Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial yang

mencakup faktor-faktor psikologis (Chaplin, 2011). Masalah-masalah psikososial

yaitu masalah dengan keluarga, lingkungan sosial, pendidikan, pekerjaan,

Page 17: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

21

perumahan, ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, serta masalah interaksi

dengan hukum atau kriminal (Maslim, 2013).

2.3. Mini-Mental State Examination (MMSE)

2.3.1. Definisi MMSE

Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan sebuh kuisioner untuk

menilai fungsi kognitif global seseorang. Sejak tahun 1975, MMSE sudah

divalidasi dan digunakan sebagai alat pendeteksi kerusakan kognitif (Bahrudin,

2013).

MMSE telah direkomendasikan karena penerimaan dan penggunaannya

yang luas. MMSE memiliki cut off 23/24, dengan sensitivitas 78.7%, spesifisitas

92.2%, Positive Predictive Value (PPV) 94.1% dan Net Present Value (NPV) 75%

(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015).

MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat yaitu antara 5-10

menit mencakup penilaian orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat

kembali serta bahasa. Tes ini mudah diaplikasikan dan telah terbukti sebagai

instrumen yang dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti

perkembangan gangguan kognitif (Liman, et al., 2011).

2.3.2. Fungsi MMSE

Fungsi kognitif sangat penting untuk dievaluasi karena akan memudahkan

dalam menentukan tingkat kemampuan fungsional, baik yang berhubungan

dengan penanganan maupun dengan prognosis (Harsono, 2011).

Page 18: BABo2 TINJAUANoPUSTAKAoeprints.umm.ac.id/58337/3/BAB 2.pdfdengan endapan amyloid-β peptide pada kapiler, arteriol, dan arteri berukuran kecil dan menengah di korteks serebral, leptomeninges,

22

2.3.3. Item Penilaian MMSE

Terdapat lima item penilaian dalam kuisioner MMSE, yaitu orientasi,

registrasi, atensi dan kalkulasi, mengingat kembali (recall), serta bahasa

(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015).

2.3.4. Skor Penilaian MMSE

Penilaian hasil pemeriksaan MMSE adalah hasil ukur normal bila jumlah

skor 24-30, ringan bila jumlah skor 17-23, serta berat bila jumlah skor 0-16

(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 2015).

Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa semakin tinggi skor dari

MMSE seseorang, maka akan lebih sedikit risiko pasien stroke berulang menjadi

demensia (Rahayu, Utomo, dan Utami, 2014).