babi pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf · masyarakat multikultural, perspektif...

23
BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan pembangunan hukum nasional meliputi pula kebijakan dalam pembangunan materi hukum, struktur hukum dan pembangunan kesadaran hukum masyarakat, sebagaimana ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Tujuan pembangunan hukum adalah dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional yang mantap yang bersumber pada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara RI 1945. Tatanan hukum tidak hanya dilakukan dalam kerangka pembentukan hukum nasional, tetapi juga dalam pembentukan hukum di daerah, baik itu Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Desa. 1 Pembangunan hukum nasional pada dasarnya merupakan upaya untuk membangun suatu tatanan hukum nasional yang berlandaskan pada jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Pembentukan hukum nasional berarti pembentukan kaidah-kaidah hukum baru untuk mengatur berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pembangunan hukum diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hukum 1 Lawrence Friedman dalam Otje Salman, 2004, Teori Hukum-Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, h. 153. 1

Upload: vuongkien

Post on 14-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BABI

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebijakan pembangunan hukum nasional meliputi pula kebijakan dalam

pembangunan materi hukum, struktur hukum dan pembangunan kesadaran hukum

masyarakat, sebagaimana ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional (RPJPN) yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun

2005-2025.

Tujuan pembangunan hukum adalah dalam rangka mewujudkan sistem

hukum nasional yang mantap yang bersumber pada Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara RI 1945. Tatanan hukum tidak hanya dilakukan dalam

kerangka pembentukan hukum nasional, tetapi juga dalam pembentukan hukum di

daerah, baik itu Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Desa.1

Pembangunan hukum nasional pada dasarnya merupakan upaya untuk

membangun suatu tatanan hukum nasional yang berlandaskan pada jiwa dan

kepribadian bangsa Indonesia. Pembentukan hukum nasional berarti pembentukan

kaidah-kaidah hukum baru untuk mengatur berbagai bidang kehidupan

masyarakat. Pembangunan hukum diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hukum

1Lawrence Friedman dalam Otje Salman, 2004, Teori Hukum-Mengingat, Mengumpulkan

dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, h. 153.

1

2

masyarakat yang sedang membangun, mengarah dan mengantisipasi perubahan-

perubahan sosial, guna mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil dan makmur.2

Sebagaimana ditentukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional (RPJPN) bahwa arah kebijakan pembentukan hukum diselenggarakan

melalui proses terpadu dan demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI

1945, sehingga produk hukum dapat diaplikasikan secara efektif, dengan

didukung oleh penelitian dan pengembangan hukum yang didasarkan pada

aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Karena itu arah pembentukan hukum di

Indonesia adalah mengacu pada arah pembentukan hukum yang responsife.

Tipelogi hukum yang responsife (responsive law) menurut Nonet dan Zelnick

sebagai hukum yang mampu merespon dan mengakomodasi nilai, prinsip, tradisi,

dan kepentingan masyarakat, sehingga mencerminkan sistem pemerintahan yang

baik.3

Pembangunan hukum sebagai komponen pembangunan nasional

mempunyai hubungan interdepedensi dengan berbagai sektor pembangunan

lainnya seperti, ekonomi, politik, budaya dan pertahanan keamanan.

Pembangunan hukum bukanlah sebuah proses yang otonom, melainkan sebuah

proses yang heteronom, artinya pembangunan hukum tidak bisa dilepaskan dari

sektor-sektor lainnya.4

2Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Hukum dan Masyarakat dan Pembinaan Hukum

Nasional, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran,

Bandung, h. 313. 3I Nyoman Nurjaya, 2007, Reorientasi Paradigma Pembangunan Hukum Negara Dalam

Masyarakat Multikultural, Perspektif Antropologi Hukum, Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam

Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, h. 26. 4M. Busyro Muqodas Salman Luthan dan Muh Miftahudin, 1992, Politik Hukum

Nasional sebuah Pengantar, ULI Press, Yogyakarta, h. 2.

3

Kontrak yang dibuat dalam hubungan bisnis memiliki sifat yang tidak

berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum. Oleh karena

kontrak merupakan kesepakatan para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum

yang mengikat.

Akibat hukum dari perjanjian (kontrak) yang sah adalah berlakunya

perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pada suni

servanda). Yang dimaksud dengan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya, adalah bahwa kesepakatan yang dicapai oleh para pihak dalam

perjanjian mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya suatu undang-undang.

Para pihak dalam perjanjian tidak boleh keluar dari perjanjian secara sepihak,

kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak atau apabila berdasarkan pada

alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang atau hal-hal yang disepakati dalam

perjanjian. Sekalipun dasar mengikatnya perjanjian berasal dari kesepakatan

dalam perjanjian, namun suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal

yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga mengikat untuk segala

sesuatu yang menurut sifat perjanjian (kontrak) diharuskan oleh kepatutan, dan

kebiasaan atau undang-undang.

Untuk itu setiap perjanjian (kontrak) yang disepakati harus dilaksanakan

dengan itikad baik dan adil bagi semua pihak. Suatu perjanjian dinyatakan sah

apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu:

1. Berdasarkan kesepakatan para pihak

Kesepakatan merupakan faktor esensial yang menjiwai perjanjian,

kesepakatan biasanya diekspresikan dengan kata setuju disertai

4

pembubuhantanda tangan sebagai bukti persetujuan atas segala hal yang

tercantum dalam perjanjian. Dalam perjanjian suatu kesepakatan dinyatakan

tidak sah, apabila kesepakatan yang dicapai tersebut terjadi karena kekhilafan

(dw aling) atau dibuat dengan suatu tindakan pemaksaan (dwang) atau

penipuan (bedrog).

2. Pihak-pihak dalam perjanjian hanis cakap untuk membuat perjanjian. Setiap

orang dan badan hukum (legal entity) adalah subjek hukum, namun

KUHPerdata membatasi subjek hukum yang dapat menjadi pihak dalam

perjanjian. Untuk itu perlu diketahui siapa saja yang menurut hukum tidak

cakap atau tidak mempunyai kedudukan hukum untuk membuat perjanjian.

Berikut adalah pihak-pihak yang tidak cakap secara hukum untuk membuat

perjanjian berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata :

1) Orang yang belum dewasa, yaitu orang yang belum berumur 21 tahun.

2) Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, misalnya: anak-anak,

orang yang pikirannya kurang sehat atau mengalami gangguan mental.

3) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang

(dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah

tidak berlaku lagi). Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan

sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya,

sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau

curatornya.5

5Riduan Syahrani, 1992, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung,

h.217.

5

3. Perjanjian menyepakati suatu hal

Hukum mewajibkan setiap perjanjian harus mengenai sesuatu hal sebagai

objek dari perjanjian, misalnya tanah sebagai objek perjanjian jual beli.

4. Dibuat berdasarkan suatu sebab yang halal

Perjanjian (kontrak) menuntut adanya itikad baik dari para pihak dalam

perjanjian, oleh karena itu perjanjian yang disebabkan oleh sesuatu yang tidak

halal, misalnya karena paksaaan atau tipu muslihat tidak memenuhi syarat

sebagai suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu

perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah

tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.6 Perjanjian (kontrak) tidak menimbulkan

perselisihan apabila dilaksanakan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang

dituangkan didalamnya. Akan tetapi, kadangkala perbedaan penafsiran

terhadap kesepakatan dalam perjanjian dapat menimbulkan perselisihan

diantara para pihak yang terikat didalamnya sehingga mengganggu

pelaksanaannya. Oleh karena itu KUHPerdata telah mengatur tata cara

penafsiran perjanjian sebagai berikut:

1. Jika kata-kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk

menyimpang dari pada perjanjian dengan cara penafsiran;

2. Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran,

harus dilakukan penyelidikan terhadap maksud para pihak yang membuat

perjanjian tersebut daripada hanya berpatokan pada kata-kata dalam

perjanjian;

6Ibid, h. 218.

6

3. Jika terhadap suatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka

haruslah dipilih pengertian yang memungkinkan janji dalam perjanjian

dapat dilaksanakan daripada memberikan pengertian yang tidak mungkin

terlaksana:

4. Jika terhadap kata-kata dalam perjanjian dapat diberikan dua macam

pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat

perjanjian;

5. Terhadap hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan atas pengertian dan

pelaksanaan perjanjian, maka hal yang meragukan tersebut haruslah

ditafsirkan menurut kebiasaan dalam negara atau tempat dimana perjanjian

dibuat;

6. Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan atau dianggap

secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan

tegas dinyatakan dalam perjanjian;

7. Semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian harus diartikan dalam

hubungan satu sama lain, yaitu tiap janji harus ditafsirkan berdasarkan

kesepakatan dalam perjanjian secara keseluruhan, artinya tidak dapat

ditafsirkan sendiri-sendiri terlepas dari janji-janji lain dalam perjanjian;

8. Jika terjadi keragu-raguan terhadap suatu hal dalam perjanjian, maka suatu

perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta

diperjanjikannya sesuatu hal, dan untuk keuntungan orang yang telah

mengikatkan dirinya untuk itu.

7

Pada dasarnya suatu perjanjian (kontrak) harus memuat beberapa

unsurperjanjian yaitu transaksi jual beli yaitu :7

1. Unsur esentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian,

seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan dalam suatu

perjanjian, termasuk perjanjian jual beli yang dilakukan secara elektronik.

2. Unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian

walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad

baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian.

3. Unsur accedentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak

dalam perjanjian, seperti klausula tambahan yang berbunyi "barang yang

sudah dibeli tidak dapat dikembalikan"

Dalam suatu perjanjian (kontrak) harus diperhatikan pula beberapa macam

azas yang dapat diterapkan antara lain :

1. Azas Konsensualisme, yaitu azas kesepakatan, dimana suatu perjanjian

dianggap ada seketika setelah ada kata sepakat.

2. Azas Kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang

membuat perjanjian.

3. Azas kekuatan mengikat, maksudnya bahwa para pihak yang membuat

perjanjian terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku.

4. Azas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para

pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum.

7R. Subekti, 1985, Aneka Perjanjian, Cet. VII, Alumni, Bandung, (selanjutnya disebut

R.Subekti I), h. 20.

8

5. Azas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian

harus ada keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak

sesuai dengan apa yang diperjanjikan.

6. Azas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para

pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.

7. Azas Kepastian Hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak

berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.

8. Azas Kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai

dengan peraturan penuidang-undangan yang berlaku tetapi, juga harus

sesuai dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata

yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-

hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya. tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepahitan,

kebiasaan atau undang-undang.

9. Azas Kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan

yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 KUH Perdata yang

berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan

dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun

tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari unsur

naturalia dalam perjanjian.

Kontrak pemborongan yang melibatkan pihak pengguna jasa dan pihak

penyedia jasa harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar dalam kontrak

sebagaimana tersebut. Begitupula apabila para pihak ingin amandemen/

9

addendum kontrak pemborongan senantiasa tidak lepas dari hakikat kontrak

yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Berdasarkan hal

tersebut, pada penulisan skripsi ini penulis akan mengangkat materi mengenai

amandemen / addendum kontrak pemborongan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prosedur melakukan amandemen / addendum kontrak

pemborongan?

2. Bagaimana pola penyelesaian sengketa yang terjadi setelah amandemen/

addendum kontrak pemborongan?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan tentang

materi yang diuraikan, hal ini disebabkan untuk mencegah agar materi yang

dibahas tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Dan berdasarkan dari

rumusan masalah yang tersebut diatas, maka ruang lingkup yang akan dibahas

dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut; Dalam hubungannya

dengan masalah yang pertama, ruang lingkup permasalahan yang dibahas terkait

dengan bagaimana prosedur melakukan amandemen / addendum kontrak pada

kontrak yang sedang berjalan. Sedangkan terhadap permasalahan yang ke dua

akan membahas pola-pola penyelesaian adendem dalam suatu kontrak.

1.4 Orisinalitas

Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia

pendidikan Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukkan

10

orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan beberapa

judul penelitian dan tesis atau disertai terdahulu sebagai pembanding. Adapun

dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 1 Skripsi dan 1 Tesis

terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan "Pola Penyelesaian Sengketa

Adendem Terhadap Kontrak Yang Sedang Berjalan" :

Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis

No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah

1 Perjanjian Kerja Antara Klub

Sepakbola dengan Pelatih

Asing

Finda Fach Riyanti Sinappoy

(Mahasiswi Bagian Hukum

Perdata, Fakultas Hukum

Universitas Hasanuddin

Makasar) Tahun 2012

1. Bagaimanakah bentuk

perjanjian yang dapat

memberikan

perlindungan terhadap

pelatih asing?

2. Faktor apakah yang

menjadi dasar

pembuatan perjanjian

antara pelatih asing

dengan klub sepak

bola?

2 Kajian Kontrak Baku Dalam

Perjanjian Pengikatan Jual

Beli Satu Rumah Susun

Dalam Perspektif Itikad Baik

(kasus Rumah Susun

Permata Gandaria antara

Nyonya X dengan PT. Putra

Surya Perkasa

Arkie V.Y Tumbelaka

(Mahasiswi Fakultas Hukum

Magister Hukum Ekonomi

Salemba Jakarta) Tahun

2012

1. Bagaimanakah

perspektif itikad baik

terhadap kontrak baku

khususnya pada

perjanjian pengitan

jual beli satuan rumah

rusun?

2. Bagaimanakah asas

itikad baik

memberikan

perlindungan bagi

calon pembeli terkait

dengan kontrak baku

yang terdapat dalam

perjanjian pengikatan

jual beli satuan rumah

rusun?

11

Tabel 1.2 Daftar Penelitian Penulis

No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah

1 Penyelesaian Sengketa

Addendum Dalam Kontrak

Pemborongan

Made Yudha Wismaya

(Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Udayana) Tahun

2015

1. Bagaimana prosedur

melakukan

amandemen/addendum

kontrak pemborongan?

2. Bagaimana pola

penyelesaian sengketa

yang terjadi setelah

amandemen/addendum

kontrak pemborongan?

1.5 Tujuan Penelitian

Didalam melaksanakan suatu kegiatan tentunya memiliki suatu tujuan

yang sangat penting dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain,

begitupula dalam penulisan ini memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai yaitu :

a. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian karya ilmiah ini adalah sebagai

pengembangan teori dan konsep serta azas-azas yang terkait dalam

pengembangan Hukum Kontrak dan Jasa Konstruksi.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian karya ilmiah ini antara lain;

1) Untuk mengetahui, menganalisa dan mendiskripsikan bagaimana prosedur

melakukan amandemen/addendum kontrak pemborongan.

2) Untuk mengetahui, menganalisa dan mendiskripsikan bagaimana pola

penyelesaian sengketa yang terjadi setelah amandemen / addendum

kontrak pemborongan.

12

1.6 Manfaat Penelitian

Setiap penulisan hasil penelitian termasuk penelitian hukum pasti ada

manfaatnya. Hal ini termasuk pula dalam melakukan penulisan skripsi ini

memberikan manfaat. Adapun manfaat tersebut yaitu :

a. Manfaat Secara Teoritis

Berguna sebagai upaya pengembangan wawasan keilmuan terutama

pengembangan teori ilmu hukum yang sudah di dapat dalam bangku kuliah.

Disamping itu memberi manfaat dalam pengembangan bacaan bagi

pendidikan hukum kepada pembaca.

b. Manfaat Secara Praktis

Berguna sebagai upaya yang dapat langsung dipetik manfaatnya yaitu

peningkatan keahlian meneliti dan keterampilan menulis, dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum dan dapat

dijadikan acuan pengambilan keputusan yuridis,dan dapat menjadi bahan

bacaan bani bagi penelitian ilmu hukum.

1.7 Landasan Teoritis

Guna menunjang tulisan ini agar sesuai dengan pemasalahannya sehingga

dapat diwujudkan sebagai karya tulis, maka dalam landasan teoritis dari

pembahasan harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan pendapat

para sarjana yang menyangkut permasalahan-permasalahan dihidang perjanjian

atau transaksi, khususnya transaksi elektronik. Sehingga akhirnya akan didapatkan

informasi yang sejelas-jelasnya mengenai kontrak ataupun perjanjian.

13

Para pakar banyak yang memberikan definisi tentang kontrak. Menurut

penulis bahwa kontrak adalah kaidah/aturan hukum yang mengatur hubungan

hukum antar para pihak berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat

hukum untuk melaksanakan suatu prestasi/obyek perjanjian. Asas dalam hukum

Kontrak menurut Syahmin AK adalah :

1. Asas kebebasan berkontrak yaitu asas yang membebaskan para pihak untuk:

mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian,

pelaksanaan dan persyaratan, menentukan bentuknya mau tertulis atau cukup

lisan. Berdasarkan prinsip ini, para pihak berhak menentukan apa yang ingin

mereka sepakati, sekaligus untuk menentukan apa yang tidak ingin

dicantumkan di dalam naskah perjanjian, tetapi bukan berarti tanpa batas.8

2. Asas konsensualisme

Suatu perjanjian timbul apabila telah ada consensus atau persetujuan kehendak

antara para pihak. Dengan kata lain, sebelum tercapainya kata sepakat,

perjanjian tidak mengikat. Konsensus tersebut tidak perlu ditaati apabila salah

satu pihak menggunakan paksaan, penipuan, ataupun terdapat kekeliruan akan

objek kontrak.9

3. Asas Peralihan Resiko

Dalam sistem hukum Indonesia, beralihnya suatu resiko atas kerugian yang

timbul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian

tertentu seperti pada persetujuan jual beli, tukar-menukar, pinjam pakai, sewa-

8Syahmin AK, 2006, Hukum Kontrak Internasional, PT. Raja Grafindo, Jakarta, h.4.

9Ibid, h. 5.

14

menyewa, pemborongan pekerjaan dan lain sebagainya, walaupun tidak

dicantumkan dalam perjanjian yang bersangkutan.10

4. Asas Ganti Kerugian

Penentuan ganti kerugian merupakan tugas para pembuat perjanjian untuk

memberikan maknanya serta batasan ganti kerugian tersebut karena prinsip

ganti kerugian dalam sistem hukum Indonesia mungkin berbeda dengan

prinsip ganti kerugian menuait sistem hukum asing.

Dalam KUHPerdata, prinsip ganti kerugian ini diatur dalam Pasal 1365 yang

menentukan : "Setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian

kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan

kerugian tersebut". Dengan demikian, untuk setiap perbuatan yang melawan

hukum karena kesalahan mengakibatkan orang lain dirugikan, maka ia harus

mengganti kerugian yang diderita orang lain, tetapi harus dibuktikan adanya

hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian

dimaksud, sebab tidak akan ada kerugian jika tidak terdapat hubungan antara

perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh si pelaku dengan timbulnya

kerugian tersebut.11

5. Asas Kepatutan

Prinsip kepatutan ini menghendaki bahwa apa saja yang akan dintangkan di

dalam naskah suatu perjanjian harus memperhatikan prinsip kepatutan

(kelayakan / seimbang), sebab melalui tolok ukur kelayakan ini hubungan

hukum yang ditimbulkan oleh suatu perjanjian itu ditentukan oleh suatu

10

Ibid, h. 6. 11

Ibid.

15

perjanjian itu ditentukan juga oleh rasa keadilan masyarakat. Dengan begitu,

setiap persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas

dimuat dalam naskah perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang

menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-

undang.

Sumber hukum kontrak dalam civil law (Indonesia dan sebagian besar Negara

Eropa) adalah Undang-undang, perjanjian antar negara, yurisprudensi dan

kebiasaan. Sementara Amerika, Inggris (juga Negeri Persemakmuran) yang

menganut sistem common law adalah judicial opinion/keputusan hakim,

statutoty /aw/perundang-undangan, the restatement (rumusan ulang tentang

hukum dikeluarkan oleh Institut Hukum Amerika/ALI), dan legal

commentary.

Kontrak memiliki beragam jenis diantaranya kontrak berdasarkan jenis

imbalan adalah

1. Kontrak Lumpsum

Adalah kontrak pengadaan barang/jasa untuk penyelesaian seluruh

pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga kontrak yang

pasti dan tetap, serta semua resiko yang mungkin terjadi dalam

pelaksanaan pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa

atau kontraktor pelaksana. Sistem Kontrak Lumpsum ini tepat digunakan

untuk :

16

a. Jenis pekerjaan borongan yang perhitungan volumenya untuk masing-

masing unsur/jenis item pekerjaan sudah dapat diketahui dengan pasti

berdasarkan gambar rencana dan aspek teknisnya.

b. Jenis pekerjaan dengan budget tertentu yang terdiri dari jenis pekerjaan

dengan budget tertentu yang terdiri dari banyak sekali jenis/item

pekerjaan atau multi paket pekerjaan yang sangat beresiko bagi

Pemberi tugas atas terjadinya unpredictable cost seperti misalnya

adanya klaim kontraktor akibat adanya ketidaksempurnaan dari

batasan lingkup pekerjaan, gambar lelang, spesifikasi teknis, atau bill

of quantity yang ada. Dengan sistem kontrak ini diharapkan dapat

meminimalisir tejadinya unpredictable cost tersebut karena harga yang

mengikat adalah total penawaran harga (volume yang tercantum dalam

daftar kuantitas/bill of quantity bersifat tidak mengikat).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sistem kontrak

Lumpsum adalah batasan lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan harus

jelas dinyatakan dalam spesifikasi teknis/gambar lelang. Apabila ada

perbedaan lingkup pekerjaan antara yang tercantum dalam spesifikasi

teknis/gambar dengan pekerjaan yang akan dilelangkan, harus dijelaskan

dalam rapat penjelasan lelang (aanwijzing) dan dibuat addendum dokumen

lelang yang menjelaskan perubahan lingkup pekerjaan tersebut.

Penggunaan daftar kuantitas/bill of quantity dalam pelelangan hanya

digunakan sebagai acuan bagi kontraktor dalam mengajukan penawaran

harga yang bersifat tidak mengikat dan peserta lelang harus melakukan

17

perhitungan sendiri sebelum mengajukan penawaran. Untuk

mempermudah dalam hal evaluasi penawaran harga, saat rapat penjelasan

lelang (aanwijzing) harus ditegaskan bahwa apabila terdapat perbedaan

antara volume padabill of quantity dengan hasil perhitungan peserta lelang

maka peserta lelang tidak boleh merubah volume bill of quantity yang

diberikan dan agar menyesuaikannya dalam harga satuan yang diajukan.

Dalam perhitungan volume pekerjaan yg akan dicantumkan dan bill of

quantity harus dihindari sampai sekecil mungkin kesalahan yang mungkin

terjadi, karena setelah terjadi kontrak nantinya volume lebih/kurang tidak

dapat dikurangkan/ditambahkan.

2. Kontrak Unit Price/Harga Satuan

Adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan

dalam batas waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap

untuk setiap satuan pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang

volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara. Pembayaran

kepada penyedia jasa/kontraktor pelaksanaan berdasarkan hasil

pengukuran bersama terhadap volume pekerjaan yang benar-benar telah

dilaksanakan.

3. Kontrak Gabungan /Lumpsum dan Unit Price

Adalah kontrak yang merupakan gabungan lumpsum dan harga satuan

dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan.

18

4. Kontrak Terima Jadi / Turn Key

Adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas EPC

(Engineering Proquirement dan Construction) penyelesaian seluruh

pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap

sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama

maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria

kinerja yang telah ditetapkan.

5. Kontrak Persentase

Adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi dihidang konstruksi atau

pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan

menerima imbalan jasa berdasarkan persentase dari nilai pekerjaan fisik

konstruksi/pemborongan tersebut.

6. Kontrak Cost dan Fee

Adalah kontrak pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemborongan

dimanakontraktor yang bersangkutan menerima imbalan jasa yang nilainya

tetapdisepakati oleh kedua belah pihak. Adapun perbedaan jenis kontrak

berdasarkan jangka waktu pelaksanaannya adalah :

1. Kontrak Tahun Tunggal

Adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana

anggaranuntuk masa 1 (satu) tahun anggaran.

19

2. Kontrak Tahun Jamak

Adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran

untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan atas

persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai

APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi,

Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/

Kota. Adapun perbedaan jenis kontrak berdasarkan jumlah

penggunaan barang dan jasa adalah

1. Kontrak Pengadaan Tunggal

Adalah kontrak antara saru unit kerja atau satu proyek dengan

penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan

tertentu dalam waktu tertentu.

2. Kontrak Pengadaan Bersama

Adalah kontrak antara beberapa unit kerja atau beberapa proyek

dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan

pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai dengan kegiatan

bersama yang jelas dari masing-masing unit kena dan pendanaan

bersama yang dituangkan dalam kesepakatan bersama.

1.8 Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian hukum normatif dimana, penelitian hukum normatif

menguraikan tentang kondisi norma yang konflik (geschijld van normen),

20

norma yang kabur atau tidak jelas (vague van normen) atau norma yang

kosong (leemten van normen).

Penelitian hukum normatif atau kepustakaan mencakup :

1. Penelitian terhadap asas-asas hukum.

2. Penelitian terhadap sistematik hukum.

3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal.

4. Perbandingan hukum.

5. Sejarah hukum.12

Secara spesifik, skripsi ini menguraikan tentang kondisi norma

yang kosong (leemten van normen) terkait prosedur penyelesaian sengketa

pasca amandemen / addendum kontrak pemborongan,

b. Jenis Pendekatan

Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitian yang digunakan adalah

1. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) yaitu dilakukan

dengan menelaah semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut

paut dengan isu yang dihadapi.

2. Pendekatan Kasus (case approach) yaitu suatu pendekatan masalah

dengan cara menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang

dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap.

12

Soerjono Soekarno dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 14.

21

3. Pendekatan Konseptual (conceptual approach) yaitu suatu pendekatan

yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang

berkembang di dalam ilmu hukum. Pemahaman akan pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran dalam

membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang

dihadapi.

c. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah:

1. Bahan hukum primer yaitu bahan yang bersifat mengikat berupa

peraturan perundang-undangan yaitu:

Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik

Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007

Tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer berupa hasil karya ilmiah di bidang

hukum, literatur hukum dan sebagainya.

22

3. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus

hukum.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan, yaitu cara

pengumpulan bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan

berupa penentuan sumber data sekunder, identifikasi data sekunder yaitu

proses mencari dan mengenal bahan hukum yang relevan dengan

permasalahan yang dibahas, inventarisasi bahan hukum yang relevan

dengan rumusan masalah dengan cara pengutipan atau pencatatan lalu

melakukan analisis atau kajian bahan hukum yang diperoleh guna

menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.

e. Teknik Pengolahan Bahan Hukum

Teknik Pengolahan Bahan Hukum dalam penulisan skripsi ini

dilakukan dengan cara kualitatif yaitu bahan hukum yang diperoleh

diuraikan kemudian dibandingkan dengan teori-teori yang bersumber dari

buku-buku,literatur dan Undang-undang.

f. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik Analisis menggunakan teknik interprestasi yaitu :

1. Teknik deskripsi yaitu teknik dasar analisis dengan

menguraikan,memaparkan secara jelas dan rinci suatu kondisi terkait

denganpermasalahan yang dibahas.

23

2. Teknik penafsiran sistematis yaitu teknik penafsiran yang

memperhatikan susunan kata-kata yang berhubungan dengan bunyi

Pasal-pasal lainnya baik dalam Undang-undang itu sendiri maupun

Undang-undang lainnya.

3. Teknik evaluasi yaitu penilaian berupa tepat atau tidak,setuju atau

tidak setuju terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan

norma dan pandangan baik yang tertera dalam bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder.

4. Teknik argumentasi yaitu teknik yang tidak bisa lepas dari teknik

evaluasi karena penilaian kasus didasarkan pada alasan-alasan yang

bersifat penalaran hukum.