babi pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf · masyarakat multikultural, perspektif...
TRANSCRIPT
1
BABI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebijakan pembangunan hukum nasional meliputi pula kebijakan dalam
pembangunan materi hukum, struktur hukum dan pembangunan kesadaran hukum
masyarakat, sebagaimana ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun
2005-2025.
Tujuan pembangunan hukum adalah dalam rangka mewujudkan sistem
hukum nasional yang mantap yang bersumber pada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara RI 1945. Tatanan hukum tidak hanya dilakukan dalam
kerangka pembentukan hukum nasional, tetapi juga dalam pembentukan hukum di
daerah, baik itu Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Desa.1
Pembangunan hukum nasional pada dasarnya merupakan upaya untuk
membangun suatu tatanan hukum nasional yang berlandaskan pada jiwa dan
kepribadian bangsa Indonesia. Pembentukan hukum nasional berarti pembentukan
kaidah-kaidah hukum baru untuk mengatur berbagai bidang kehidupan
masyarakat. Pembangunan hukum diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hukum
1Lawrence Friedman dalam Otje Salman, 2004, Teori Hukum-Mengingat, Mengumpulkan
dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, h. 153.
1
2
masyarakat yang sedang membangun, mengarah dan mengantisipasi perubahan-
perubahan sosial, guna mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil dan makmur.2
Sebagaimana ditentukan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) bahwa arah kebijakan pembentukan hukum diselenggarakan
melalui proses terpadu dan demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI
1945, sehingga produk hukum dapat diaplikasikan secara efektif, dengan
didukung oleh penelitian dan pengembangan hukum yang didasarkan pada
aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Karena itu arah pembentukan hukum di
Indonesia adalah mengacu pada arah pembentukan hukum yang responsife.
Tipelogi hukum yang responsife (responsive law) menurut Nonet dan Zelnick
sebagai hukum yang mampu merespon dan mengakomodasi nilai, prinsip, tradisi,
dan kepentingan masyarakat, sehingga mencerminkan sistem pemerintahan yang
baik.3
Pembangunan hukum sebagai komponen pembangunan nasional
mempunyai hubungan interdepedensi dengan berbagai sektor pembangunan
lainnya seperti, ekonomi, politik, budaya dan pertahanan keamanan.
Pembangunan hukum bukanlah sebuah proses yang otonom, melainkan sebuah
proses yang heteronom, artinya pembangunan hukum tidak bisa dilepaskan dari
sektor-sektor lainnya.4
2Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Hukum dan Masyarakat dan Pembinaan Hukum
Nasional, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran,
Bandung, h. 313. 3I Nyoman Nurjaya, 2007, Reorientasi Paradigma Pembangunan Hukum Negara Dalam
Masyarakat Multikultural, Perspektif Antropologi Hukum, Pidato Pengukuhan Guru Besar Dalam
Bidang Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, h. 26. 4M. Busyro Muqodas Salman Luthan dan Muh Miftahudin, 1992, Politik Hukum
Nasional sebuah Pengantar, ULI Press, Yogyakarta, h. 2.
3
Kontrak yang dibuat dalam hubungan bisnis memiliki sifat yang tidak
berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum. Oleh karena
kontrak merupakan kesepakatan para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum
yang mengikat.
Akibat hukum dari perjanjian (kontrak) yang sah adalah berlakunya
perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pada suni
servanda). Yang dimaksud dengan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya, adalah bahwa kesepakatan yang dicapai oleh para pihak dalam
perjanjian mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya suatu undang-undang.
Para pihak dalam perjanjian tidak boleh keluar dari perjanjian secara sepihak,
kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak atau apabila berdasarkan pada
alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang atau hal-hal yang disepakati dalam
perjanjian. Sekalipun dasar mengikatnya perjanjian berasal dari kesepakatan
dalam perjanjian, namun suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal
yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga mengikat untuk segala
sesuatu yang menurut sifat perjanjian (kontrak) diharuskan oleh kepatutan, dan
kebiasaan atau undang-undang.
Untuk itu setiap perjanjian (kontrak) yang disepakati harus dilaksanakan
dengan itikad baik dan adil bagi semua pihak. Suatu perjanjian dinyatakan sah
apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1. Berdasarkan kesepakatan para pihak
Kesepakatan merupakan faktor esensial yang menjiwai perjanjian,
kesepakatan biasanya diekspresikan dengan kata setuju disertai
4
pembubuhantanda tangan sebagai bukti persetujuan atas segala hal yang
tercantum dalam perjanjian. Dalam perjanjian suatu kesepakatan dinyatakan
tidak sah, apabila kesepakatan yang dicapai tersebut terjadi karena kekhilafan
(dw aling) atau dibuat dengan suatu tindakan pemaksaan (dwang) atau
penipuan (bedrog).
2. Pihak-pihak dalam perjanjian hanis cakap untuk membuat perjanjian. Setiap
orang dan badan hukum (legal entity) adalah subjek hukum, namun
KUHPerdata membatasi subjek hukum yang dapat menjadi pihak dalam
perjanjian. Untuk itu perlu diketahui siapa saja yang menurut hukum tidak
cakap atau tidak mempunyai kedudukan hukum untuk membuat perjanjian.
Berikut adalah pihak-pihak yang tidak cakap secara hukum untuk membuat
perjanjian berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata :
1) Orang yang belum dewasa, yaitu orang yang belum berumur 21 tahun.
2) Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, misalnya: anak-anak,
orang yang pikirannya kurang sehat atau mengalami gangguan mental.
3) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang
(dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah
tidak berlaku lagi). Apabila orang yang belum dewasa hendak melakukan
sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya,
sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau
curatornya.5
5Riduan Syahrani, 1992, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung,
h.217.
5
3. Perjanjian menyepakati suatu hal
Hukum mewajibkan setiap perjanjian harus mengenai sesuatu hal sebagai
objek dari perjanjian, misalnya tanah sebagai objek perjanjian jual beli.
4. Dibuat berdasarkan suatu sebab yang halal
Perjanjian (kontrak) menuntut adanya itikad baik dari para pihak dalam
perjanjian, oleh karena itu perjanjian yang disebabkan oleh sesuatu yang tidak
halal, misalnya karena paksaaan atau tipu muslihat tidak memenuhi syarat
sebagai suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu
perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan. Sebab dalam hal ini adalah
tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.6 Perjanjian (kontrak) tidak menimbulkan
perselisihan apabila dilaksanakan berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang
dituangkan didalamnya. Akan tetapi, kadangkala perbedaan penafsiran
terhadap kesepakatan dalam perjanjian dapat menimbulkan perselisihan
diantara para pihak yang terikat didalamnya sehingga mengganggu
pelaksanaannya. Oleh karena itu KUHPerdata telah mengatur tata cara
penafsiran perjanjian sebagai berikut:
1. Jika kata-kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk
menyimpang dari pada perjanjian dengan cara penafsiran;
2. Jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran,
harus dilakukan penyelidikan terhadap maksud para pihak yang membuat
perjanjian tersebut daripada hanya berpatokan pada kata-kata dalam
perjanjian;
6Ibid, h. 218.
6
3. Jika terhadap suatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka
haruslah dipilih pengertian yang memungkinkan janji dalam perjanjian
dapat dilaksanakan daripada memberikan pengertian yang tidak mungkin
terlaksana:
4. Jika terhadap kata-kata dalam perjanjian dapat diberikan dua macam
pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat
perjanjian;
5. Terhadap hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan atas pengertian dan
pelaksanaan perjanjian, maka hal yang meragukan tersebut haruslah
ditafsirkan menurut kebiasaan dalam negara atau tempat dimana perjanjian
dibuat;
6. Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan atau dianggap
secara diam-diam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan
tegas dinyatakan dalam perjanjian;
7. Semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian harus diartikan dalam
hubungan satu sama lain, yaitu tiap janji harus ditafsirkan berdasarkan
kesepakatan dalam perjanjian secara keseluruhan, artinya tidak dapat
ditafsirkan sendiri-sendiri terlepas dari janji-janji lain dalam perjanjian;
8. Jika terjadi keragu-raguan terhadap suatu hal dalam perjanjian, maka suatu
perjanjian harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta
diperjanjikannya sesuatu hal, dan untuk keuntungan orang yang telah
mengikatkan dirinya untuk itu.
7
Pada dasarnya suatu perjanjian (kontrak) harus memuat beberapa
unsurperjanjian yaitu transaksi jual beli yaitu :7
1. Unsur esentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian,
seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan dalam suatu
perjanjian, termasuk perjanjian jual beli yang dilakukan secara elektronik.
2. Unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian
walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad
baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian.
3. Unsur accedentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak
dalam perjanjian, seperti klausula tambahan yang berbunyi "barang yang
sudah dibeli tidak dapat dikembalikan"
Dalam suatu perjanjian (kontrak) harus diperhatikan pula beberapa macam
azas yang dapat diterapkan antara lain :
1. Azas Konsensualisme, yaitu azas kesepakatan, dimana suatu perjanjian
dianggap ada seketika setelah ada kata sepakat.
2. Azas Kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang
membuat perjanjian.
3. Azas kekuatan mengikat, maksudnya bahwa para pihak yang membuat
perjanjian terikat pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku.
4. Azas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para
pihak mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum.
7R. Subekti, 1985, Aneka Perjanjian, Cet. VII, Alumni, Bandung, (selanjutnya disebut
R.Subekti I), h. 20.
8
5. Azas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian
harus ada keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak
sesuai dengan apa yang diperjanjikan.
6. Azas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para
pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.
7. Azas Kepastian Hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak
berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya.
8. Azas Kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai
dengan peraturan penuidang-undangan yang berlaku tetapi, juga harus
sesuai dengan kepatutan, sebagaimana ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata
yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-
hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya. tetapi juga untuk segala
sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepahitan,
kebiasaan atau undang-undang.
9. Azas Kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan
yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 KUH Perdata yang
berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan
dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun
tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari unsur
naturalia dalam perjanjian.
Kontrak pemborongan yang melibatkan pihak pengguna jasa dan pihak
penyedia jasa harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar dalam kontrak
sebagaimana tersebut. Begitupula apabila para pihak ingin amandemen/
9
addendum kontrak pemborongan senantiasa tidak lepas dari hakikat kontrak
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Berdasarkan hal
tersebut, pada penulisan skripsi ini penulis akan mengangkat materi mengenai
amandemen / addendum kontrak pemborongan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur melakukan amandemen / addendum kontrak
pemborongan?
2. Bagaimana pola penyelesaian sengketa yang terjadi setelah amandemen/
addendum kontrak pemborongan?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan tentang
materi yang diuraikan, hal ini disebabkan untuk mencegah agar materi yang
dibahas tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Dan berdasarkan dari
rumusan masalah yang tersebut diatas, maka ruang lingkup yang akan dibahas
dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut; Dalam hubungannya
dengan masalah yang pertama, ruang lingkup permasalahan yang dibahas terkait
dengan bagaimana prosedur melakukan amandemen / addendum kontrak pada
kontrak yang sedang berjalan. Sedangkan terhadap permasalahan yang ke dua
akan membahas pola-pola penyelesaian adendem dalam suatu kontrak.
1.4 Orisinalitas
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia
pendidikan Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukkan
10
orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan beberapa
judul penelitian dan tesis atau disertai terdahulu sebagai pembanding. Adapun
dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 1 Skripsi dan 1 Tesis
terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan "Pola Penyelesaian Sengketa
Adendem Terhadap Kontrak Yang Sedang Berjalan" :
Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1 Perjanjian Kerja Antara Klub
Sepakbola dengan Pelatih
Asing
Finda Fach Riyanti Sinappoy
(Mahasiswi Bagian Hukum
Perdata, Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin
Makasar) Tahun 2012
1. Bagaimanakah bentuk
perjanjian yang dapat
memberikan
perlindungan terhadap
pelatih asing?
2. Faktor apakah yang
menjadi dasar
pembuatan perjanjian
antara pelatih asing
dengan klub sepak
bola?
2 Kajian Kontrak Baku Dalam
Perjanjian Pengikatan Jual
Beli Satu Rumah Susun
Dalam Perspektif Itikad Baik
(kasus Rumah Susun
Permata Gandaria antara
Nyonya X dengan PT. Putra
Surya Perkasa
Arkie V.Y Tumbelaka
(Mahasiswi Fakultas Hukum
Magister Hukum Ekonomi
Salemba Jakarta) Tahun
2012
1. Bagaimanakah
perspektif itikad baik
terhadap kontrak baku
khususnya pada
perjanjian pengitan
jual beli satuan rumah
rusun?
2. Bagaimanakah asas
itikad baik
memberikan
perlindungan bagi
calon pembeli terkait
dengan kontrak baku
yang terdapat dalam
perjanjian pengikatan
jual beli satuan rumah
rusun?
11
Tabel 1.2 Daftar Penelitian Penulis
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1 Penyelesaian Sengketa
Addendum Dalam Kontrak
Pemborongan
Made Yudha Wismaya
(Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Udayana) Tahun
2015
1. Bagaimana prosedur
melakukan
amandemen/addendum
kontrak pemborongan?
2. Bagaimana pola
penyelesaian sengketa
yang terjadi setelah
amandemen/addendum
kontrak pemborongan?
1.5 Tujuan Penelitian
Didalam melaksanakan suatu kegiatan tentunya memiliki suatu tujuan
yang sangat penting dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain,
begitupula dalam penulisan ini memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai yaitu :
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian karya ilmiah ini adalah sebagai
pengembangan teori dan konsep serta azas-azas yang terkait dalam
pengembangan Hukum Kontrak dan Jasa Konstruksi.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian karya ilmiah ini antara lain;
1) Untuk mengetahui, menganalisa dan mendiskripsikan bagaimana prosedur
melakukan amandemen/addendum kontrak pemborongan.
2) Untuk mengetahui, menganalisa dan mendiskripsikan bagaimana pola
penyelesaian sengketa yang terjadi setelah amandemen / addendum
kontrak pemborongan.
12
1.6 Manfaat Penelitian
Setiap penulisan hasil penelitian termasuk penelitian hukum pasti ada
manfaatnya. Hal ini termasuk pula dalam melakukan penulisan skripsi ini
memberikan manfaat. Adapun manfaat tersebut yaitu :
a. Manfaat Secara Teoritis
Berguna sebagai upaya pengembangan wawasan keilmuan terutama
pengembangan teori ilmu hukum yang sudah di dapat dalam bangku kuliah.
Disamping itu memberi manfaat dalam pengembangan bacaan bagi
pendidikan hukum kepada pembaca.
b. Manfaat Secara Praktis
Berguna sebagai upaya yang dapat langsung dipetik manfaatnya yaitu
peningkatan keahlian meneliti dan keterampilan menulis, dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum dan dapat
dijadikan acuan pengambilan keputusan yuridis,dan dapat menjadi bahan
bacaan bani bagi penelitian ilmu hukum.
1.7 Landasan Teoritis
Guna menunjang tulisan ini agar sesuai dengan pemasalahannya sehingga
dapat diwujudkan sebagai karya tulis, maka dalam landasan teoritis dari
pembahasan harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan pendapat
para sarjana yang menyangkut permasalahan-permasalahan dihidang perjanjian
atau transaksi, khususnya transaksi elektronik. Sehingga akhirnya akan didapatkan
informasi yang sejelas-jelasnya mengenai kontrak ataupun perjanjian.
13
Para pakar banyak yang memberikan definisi tentang kontrak. Menurut
penulis bahwa kontrak adalah kaidah/aturan hukum yang mengatur hubungan
hukum antar para pihak berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum untuk melaksanakan suatu prestasi/obyek perjanjian. Asas dalam hukum
Kontrak menurut Syahmin AK adalah :
1. Asas kebebasan berkontrak yaitu asas yang membebaskan para pihak untuk:
mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian,
pelaksanaan dan persyaratan, menentukan bentuknya mau tertulis atau cukup
lisan. Berdasarkan prinsip ini, para pihak berhak menentukan apa yang ingin
mereka sepakati, sekaligus untuk menentukan apa yang tidak ingin
dicantumkan di dalam naskah perjanjian, tetapi bukan berarti tanpa batas.8
2. Asas konsensualisme
Suatu perjanjian timbul apabila telah ada consensus atau persetujuan kehendak
antara para pihak. Dengan kata lain, sebelum tercapainya kata sepakat,
perjanjian tidak mengikat. Konsensus tersebut tidak perlu ditaati apabila salah
satu pihak menggunakan paksaan, penipuan, ataupun terdapat kekeliruan akan
objek kontrak.9
3. Asas Peralihan Resiko
Dalam sistem hukum Indonesia, beralihnya suatu resiko atas kerugian yang
timbul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian
tertentu seperti pada persetujuan jual beli, tukar-menukar, pinjam pakai, sewa-
8Syahmin AK, 2006, Hukum Kontrak Internasional, PT. Raja Grafindo, Jakarta, h.4.
9Ibid, h. 5.
14
menyewa, pemborongan pekerjaan dan lain sebagainya, walaupun tidak
dicantumkan dalam perjanjian yang bersangkutan.10
4. Asas Ganti Kerugian
Penentuan ganti kerugian merupakan tugas para pembuat perjanjian untuk
memberikan maknanya serta batasan ganti kerugian tersebut karena prinsip
ganti kerugian dalam sistem hukum Indonesia mungkin berbeda dengan
prinsip ganti kerugian menuait sistem hukum asing.
Dalam KUHPerdata, prinsip ganti kerugian ini diatur dalam Pasal 1365 yang
menentukan : "Setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian
kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan
kerugian tersebut". Dengan demikian, untuk setiap perbuatan yang melawan
hukum karena kesalahan mengakibatkan orang lain dirugikan, maka ia harus
mengganti kerugian yang diderita orang lain, tetapi harus dibuktikan adanya
hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian
dimaksud, sebab tidak akan ada kerugian jika tidak terdapat hubungan antara
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh si pelaku dengan timbulnya
kerugian tersebut.11
5. Asas Kepatutan
Prinsip kepatutan ini menghendaki bahwa apa saja yang akan dintangkan di
dalam naskah suatu perjanjian harus memperhatikan prinsip kepatutan
(kelayakan / seimbang), sebab melalui tolok ukur kelayakan ini hubungan
hukum yang ditimbulkan oleh suatu perjanjian itu ditentukan oleh suatu
10
Ibid, h. 6. 11
Ibid.
15
perjanjian itu ditentukan juga oleh rasa keadilan masyarakat. Dengan begitu,
setiap persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas
dimuat dalam naskah perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang
menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang-
undang.
Sumber hukum kontrak dalam civil law (Indonesia dan sebagian besar Negara
Eropa) adalah Undang-undang, perjanjian antar negara, yurisprudensi dan
kebiasaan. Sementara Amerika, Inggris (juga Negeri Persemakmuran) yang
menganut sistem common law adalah judicial opinion/keputusan hakim,
statutoty /aw/perundang-undangan, the restatement (rumusan ulang tentang
hukum dikeluarkan oleh Institut Hukum Amerika/ALI), dan legal
commentary.
Kontrak memiliki beragam jenis diantaranya kontrak berdasarkan jenis
imbalan adalah
1. Kontrak Lumpsum
Adalah kontrak pengadaan barang/jasa untuk penyelesaian seluruh
pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah harga kontrak yang
pasti dan tetap, serta semua resiko yang mungkin terjadi dalam
pelaksanaan pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa
atau kontraktor pelaksana. Sistem Kontrak Lumpsum ini tepat digunakan
untuk :
16
a. Jenis pekerjaan borongan yang perhitungan volumenya untuk masing-
masing unsur/jenis item pekerjaan sudah dapat diketahui dengan pasti
berdasarkan gambar rencana dan aspek teknisnya.
b. Jenis pekerjaan dengan budget tertentu yang terdiri dari jenis pekerjaan
dengan budget tertentu yang terdiri dari banyak sekali jenis/item
pekerjaan atau multi paket pekerjaan yang sangat beresiko bagi
Pemberi tugas atas terjadinya unpredictable cost seperti misalnya
adanya klaim kontraktor akibat adanya ketidaksempurnaan dari
batasan lingkup pekerjaan, gambar lelang, spesifikasi teknis, atau bill
of quantity yang ada. Dengan sistem kontrak ini diharapkan dapat
meminimalisir tejadinya unpredictable cost tersebut karena harga yang
mengikat adalah total penawaran harga (volume yang tercantum dalam
daftar kuantitas/bill of quantity bersifat tidak mengikat).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan sistem kontrak
Lumpsum adalah batasan lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan harus
jelas dinyatakan dalam spesifikasi teknis/gambar lelang. Apabila ada
perbedaan lingkup pekerjaan antara yang tercantum dalam spesifikasi
teknis/gambar dengan pekerjaan yang akan dilelangkan, harus dijelaskan
dalam rapat penjelasan lelang (aanwijzing) dan dibuat addendum dokumen
lelang yang menjelaskan perubahan lingkup pekerjaan tersebut.
Penggunaan daftar kuantitas/bill of quantity dalam pelelangan hanya
digunakan sebagai acuan bagi kontraktor dalam mengajukan penawaran
harga yang bersifat tidak mengikat dan peserta lelang harus melakukan
17
perhitungan sendiri sebelum mengajukan penawaran. Untuk
mempermudah dalam hal evaluasi penawaran harga, saat rapat penjelasan
lelang (aanwijzing) harus ditegaskan bahwa apabila terdapat perbedaan
antara volume padabill of quantity dengan hasil perhitungan peserta lelang
maka peserta lelang tidak boleh merubah volume bill of quantity yang
diberikan dan agar menyesuaikannya dalam harga satuan yang diajukan.
Dalam perhitungan volume pekerjaan yg akan dicantumkan dan bill of
quantity harus dihindari sampai sekecil mungkin kesalahan yang mungkin
terjadi, karena setelah terjadi kontrak nantinya volume lebih/kurang tidak
dapat dikurangkan/ditambahkan.
2. Kontrak Unit Price/Harga Satuan
Adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan
dalam batas waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap
untuk setiap satuan pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu, yang
volume pekerjaannya masih bersifat perkiraan sementara. Pembayaran
kepada penyedia jasa/kontraktor pelaksanaan berdasarkan hasil
pengukuran bersama terhadap volume pekerjaan yang benar-benar telah
dilaksanakan.
3. Kontrak Gabungan /Lumpsum dan Unit Price
Adalah kontrak yang merupakan gabungan lumpsum dan harga satuan
dalam satu pekerjaan yang diperjanjikan.
18
4. Kontrak Terima Jadi / Turn Key
Adalah kontrak pengadaan barang/jasa pemborongan atas EPC
(Engineering Proquirement dan Construction) penyelesaian seluruh
pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap
sampai seluruh bangunan/konstruksi, peralatan dan jaringan utama
maupun penunjangnya dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria
kinerja yang telah ditetapkan.
5. Kontrak Persentase
Adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi dihidang konstruksi atau
pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan
menerima imbalan jasa berdasarkan persentase dari nilai pekerjaan fisik
konstruksi/pemborongan tersebut.
6. Kontrak Cost dan Fee
Adalah kontrak pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemborongan
dimanakontraktor yang bersangkutan menerima imbalan jasa yang nilainya
tetapdisepakati oleh kedua belah pihak. Adapun perbedaan jenis kontrak
berdasarkan jangka waktu pelaksanaannya adalah :
1. Kontrak Tahun Tunggal
Adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana
anggaranuntuk masa 1 (satu) tahun anggaran.
19
2. Kontrak Tahun Jamak
Adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran
untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan atas
persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai
APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi,
Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/
Kota. Adapun perbedaan jenis kontrak berdasarkan jumlah
penggunaan barang dan jasa adalah
1. Kontrak Pengadaan Tunggal
Adalah kontrak antara saru unit kerja atau satu proyek dengan
penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan
tertentu dalam waktu tertentu.
2. Kontrak Pengadaan Bersama
Adalah kontrak antara beberapa unit kerja atau beberapa proyek
dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk menyelesaikan
pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu sesuai dengan kegiatan
bersama yang jelas dari masing-masing unit kena dan pendanaan
bersama yang dituangkan dalam kesepakatan bersama.
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian hukum normatif dimana, penelitian hukum normatif
menguraikan tentang kondisi norma yang konflik (geschijld van normen),
20
norma yang kabur atau tidak jelas (vague van normen) atau norma yang
kosong (leemten van normen).
Penelitian hukum normatif atau kepustakaan mencakup :
1. Penelitian terhadap asas-asas hukum.
2. Penelitian terhadap sistematik hukum.
3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal.
4. Perbandingan hukum.
5. Sejarah hukum.12
Secara spesifik, skripsi ini menguraikan tentang kondisi norma
yang kosong (leemten van normen) terkait prosedur penyelesaian sengketa
pasca amandemen / addendum kontrak pemborongan,
b. Jenis Pendekatan
Dalam penulisan skripsi ini jenis penelitian yang digunakan adalah
1. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) yaitu dilakukan
dengan menelaah semua Undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu yang dihadapi.
2. Pendekatan Kasus (case approach) yaitu suatu pendekatan masalah
dengan cara menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang
dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
12
Soerjono Soekarno dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 14.
21
3. Pendekatan Konseptual (conceptual approach) yaitu suatu pendekatan
yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang
berkembang di dalam ilmu hukum. Pemahaman akan pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran dalam
membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang
dihadapi.
c. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah:
1. Bahan hukum primer yaitu bahan yang bersifat mengikat berupa
peraturan perundang-undangan yaitu:
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007
Tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer berupa hasil karya ilmiah di bidang
hukum, literatur hukum dan sebagainya.
22
3. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa kamus
hukum.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah dengan cara penelitian kepustakaan, yaitu cara
pengumpulan bahan hukum yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan
berupa penentuan sumber data sekunder, identifikasi data sekunder yaitu
proses mencari dan mengenal bahan hukum yang relevan dengan
permasalahan yang dibahas, inventarisasi bahan hukum yang relevan
dengan rumusan masalah dengan cara pengutipan atau pencatatan lalu
melakukan analisis atau kajian bahan hukum yang diperoleh guna
menentukan relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.
e. Teknik Pengolahan Bahan Hukum
Teknik Pengolahan Bahan Hukum dalam penulisan skripsi ini
dilakukan dengan cara kualitatif yaitu bahan hukum yang diperoleh
diuraikan kemudian dibandingkan dengan teori-teori yang bersumber dari
buku-buku,literatur dan Undang-undang.
f. Teknik Analisis Bahan Hukum
Teknik Analisis menggunakan teknik interprestasi yaitu :
1. Teknik deskripsi yaitu teknik dasar analisis dengan
menguraikan,memaparkan secara jelas dan rinci suatu kondisi terkait
denganpermasalahan yang dibahas.
23
2. Teknik penafsiran sistematis yaitu teknik penafsiran yang
memperhatikan susunan kata-kata yang berhubungan dengan bunyi
Pasal-pasal lainnya baik dalam Undang-undang itu sendiri maupun
Undang-undang lainnya.
3. Teknik evaluasi yaitu penilaian berupa tepat atau tidak,setuju atau
tidak setuju terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan
norma dan pandangan baik yang tertera dalam bahan hukum primer
maupun bahan hukum sekunder.
4. Teknik argumentasi yaitu teknik yang tidak bisa lepas dari teknik
evaluasi karena penilaian kasus didasarkan pada alasan-alasan yang
bersifat penalaran hukum.