bab1.docs.pdf
DESCRIPTION
enjoy itTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berakhirnya perang dingin telah membuka peluang yang lebih besar bagi
perluasan dan peningkatan peran negara-negara besar yang dapat menyebabkan
munculnya kekuatan baru regional yang sangat berpengaruh. Republik Rakyat
Cina (RRC) merupakan salah satu negara dengan kemajuan perekonomian yang
tumbuh pesat dan diperkirakan dapat muncul sebagai kekuatan perimbangan di
kawasan Asia Pasifik.1
Cina memiliki ikatan sejarah, politik dan ekonomi yang cukup penting dengan
Myanmar karena Myanmar adalah negara non-komunis pertama yang mendukung
kemerdekaan Cina pada tahun 1949. Cina merupakan negara yang mendukung
setiap junta militer yang berkuasa dengan menyediakan persenjataan, dukungan
politik di PBB dan pembangunan infrastruktur dan proyek untuk meningkatkan
perdagangan lintas batas.2
Myanmar sendiri sebenarnya merdeka pada tahun 1948 sebagai sebuah
republik independen dengan nama Burma dan U Nu sebagai perdana menteri
pertama. Pada tahun 1962 saat Jenderal Ne Win melakukan kudeta dan
menerapkan model Maois RRC, menasionalisasi semua tanah, industri, dan
1 Sejak lama Cina mempunyai kepentingan di kawasan Asia Pasifik di bidang politik, ekonomi
serta strategi. Karena kepentingan ini, Cina selalu memasukkan pekembangan-perkembangan yang terjadi di kawasan Asia ke dalam perhitungan-perhitungan luar negerinya. Selanjutnya agar lebih memudahkan dalam membaca penelitian ini maka penulisan Republik Rakyat Cina (RRC) akan ditulis dengan menggunakan kata Cina.
2 Peter Carey, Burma: The Challenge of Change in a Divided Society (ed.), Macmillan Press, London, St Martin’s Press Inc., New York, 1997.
perdagangan, dan membentuk rejim satu-partai yang totaliter.3 Kemudian pada
tahun 1988 terjadi kudeta oleh Jenderal Saw Maung dengan nama SLORC (State
Law and Order Restoration Council) yang kemudian menjadi nama rejim
pemerintahan junta militer Myanmar dan pada tahun 1989 SLORC merubah nama
negara Burma menjadi Myanmar.4
Hubungan bilateral Cina-Myanmar dapat dikatakan berjalan stabil, hal ini
karena perjanjian kedua negara pada tahun 1954 mengenai ” Five Principles of
Peaceful Coexistence”. Yang berisikan mengenai, pertama, saling menghormati
kedaulatan wilayah; kedua, saling tidak mengagresi; ketiga, saling tidak
mengintervensi urusan dalam negeri; keempat, sama derajat dan saling
menguntungkan; dan kelima, hidup berdampingan secara damai.5
Pada tahun 1988 telah banyak terjadi aksi protes yang telah dilakukan oleh
berbagai macam lapisan masyarakat di Myanmar dari mulai mahasiswa hingga
para biksu. Hal ini, membuat pemimpin Junta Militer membuat peraturan
pelarangan jam malam bagi setiap warganya dan pelarangan menggunakan akses
internet.6
3
Anak Agung Banyu Perwita, Kapasitas ASEAN dalam Penyelesaian Konflik di Myanmar. CSIS. Vol.35. No. 2, 2006, hlm. 155.
4 Perubahan nama negara dari Burma menjadi Myanmar terjadi karena pada tahun 1989 setelah SLORC (State Law and Order Restoration Council / nama rejim junta militer) mengambil alih pemerintahan, terjadi aksi protes atas perekonomian yang tidak stabil dan dilarangnya kebebasan berpolitik. Sehingga jenderal Saw maung mendeklarasikan hukum darurat militer setelah aksi protes semakin meluas pada tahun 1989. Pada tahun yang sama dirubahlah nama negara Burma menjadi Myanmar secara sepihak oleh jenderal Saw Maung. Perubahan nama tersebut tidak diakui oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan dalam sidang PBB karena dinilai perubahan nama tersebut tidak dilakukan secara demokratis dan bukan pemerintahan yang sah. Namun dalam Skripsi ini penulis akan menggunakan nama Myanmar karena, nama Myanmar adalah nama yang digunakan oleh negara tersebut sampai sekarang.
5 ” Five Principles of Peaceful Coexistence”, antara Cina dan Myanmar ditanda tangani pada tanggal 29 juni 1954 dengan pernyataan bersama antara PM Cina Zhou Enlai dan PM Myanmar U Nu, ”Proses Lahirnya Lima Prinsip Hidup Berdampingan secara damai, seperti dalam laporan EarthRights International “China in Burma : The Increasing Investment of Chinese Multinational Corporations in Burma Hidropower, Oil and Natural Gas, and mining sectors”, September 2008, hlm. 3.
6 Pak K. Lee, Gerald Chan & Lai-Ha Chan, China’s “Realpolitik” Engagement with Myanmar, China Security, Vol. 5 No. 1, 2008, World Security Institute, hlm. 104.
Pemerintahan junta militer di Myanmar hingga saat ini, tidak memberikan
ruang gerak bagi rakyatnya dalam kebebasan mengeluarkan pendapat. Segala
bentuk media cetak maupun elektronik, termasuk buku-buku dan film lokal,
disensor oleh pemerintahan junta militer agar tidak menimbulkan gejolak dalam
masyarakatnya. Pembatasan gerak juga diberlakukan kepada para akedemisi
dengan latar pendidikan yang tinggi, pegawai pemerintah, ataupun pihak yang
menyelenggarakan pertemuan dengan pejabat luar negeri untuk mengkritik
pemerintahan junta militer. Hal-hal tersebut jelas mencerminkan adanya
kemunduran demokrasi di Myanmar (decline of democracy).7
Tabel 1.1. Tingkat Kebebasan di Negara-negara Asia Tenggara
Freedom ScoreSoutheastAsia 1994 1996 1998
Singapore 5 4 5Malaysia 4.5 4 5Brunei 6.5 6
Indonesia 6.5 6 6Thailand 4 3 2.5Myanmar 7 7 7Vietnam 7 7 7
Cambodia 4.5 6 6Laos 6.5
Philippines 3.5 2.5 2.5
Sources: Freedom scores are from Freedom in the World: The Annual Survey of Political Rights and Civil Liberties (1994), (1997) and (1999): Freedom House Survey Team. The figures given for the scores are the mean of the combination of political rights and civil liberties score. The scale proceeds from 1.0 (most free) to 7.0 (least free).
7 Kenneth Christie dan Denny Roy, The Politics of Human Rigths in East Asia, England: Pluto
Press, 2001, hlm. 89.
Berdasarkan tabel diatas, tingkat kebebasan di Myanmar tidak mengalami
penurunan ataupun peningkatan, yakni tetap berada pada posisi tertinggi (skala
dalam angka 1 berarti mempunyai kebebasan yang tinggi bagi warga negaranya
namun bila dalam skala angka diatas 1 berarti memiliki tingkat kebebasan yang
rendah). Dengan kata lain, tidak ada kebebasan yang diberikan pemerintaha junta
militer Myanmar bagi rakyatnya dari pemerintahan yang berkuasa dalam kurun
waktu lima tahun, termasuk di Vietnam.
Aung San Suu Kyi, peraih hadiah nobel perdamaian pada tahun 1991 yang
juga sebagai opisisi dari pemerintahan junta militer, ditetapkan menjadi tahanan
rumah karena gerakannya yang pro demokrasi. Suu Kyi dianggap menjadi batu
sandungan bagi rezim junta karena ia mendukung pihak internasional untuk
menjatuhkan sanksi terhadap junta militer Myanmar guna memperbaiki tingkat
demokratisasi dan nilai-nilai HAM.8
Bahkan, partai NLD (National League for Democracy) pimpinan Aung San
Suu Kyi ditolak kemenangannya ketika diadakannya pemilihan umum pada tahun
1990 oleh junta militer. Junta militer beralasan bahwa Suu Kyi tidak mempunyai
pengalaman militer dan menikah dengan warga asing. Aung San Suu Kyi
kemudian dijatuhi hukuman kembali oleh junta militer dengan hukuman tahanan
rumah.9 Inilah yang membuat pemerintahan junta militer di Myanmar dinilai oleh
masyarakat internasional sebagai rejim yang tidak menghormati nilai – nilai hak
asasi manusia dan sebagai rejim pemerintahan yang diktator.
8 Kenneth Christie dan Denny Roy, Ibid, hlm. 89.9“Bangkit Kembali, Gerakan Pro-Demokrasi”, seperti yang dikutip dalam,
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=1&jd=Bangkit+Kembali%2C+Gerakan+Pro+Demokrasi+Birma&dn=20070927043237, diakses pada pukul 21.07 WIB, tanggal 15 Mei 2010.
Berdasarkan data ini, tidak terlalu mengejutkan ketika melihat respon awal
Cina terhadap aksi protes rakyat Myanmar sangat hati-hati. Juru bicara Menteri
Luar Negeri Jiang Yu mengatakan :
“Telah lama Cina mendukung sikap tidak ikut campur urusan dalam negeri negara lain…kami berharap dan percaya bahwa pemerintah dan rakyat Burma dapat menyelesaikan masalah ini”. 10
Sikap Cina ini menimbulkan kemarahan dunia internasional. Cina selalu
menghalangi pembuatan sanksi PBB atas Myanmar. Mengenai peristiwa
kekerasan terakhir, Cina berpendapat perundingan lebih efektif dibandingkan
penjatuhan sanksi. Tapi sebenarnya Cina juga menandatangani pernyataan Dewan
hak asasi Manusia PBB yang mengkritik keras apa yang disebut kekerasan yang
berlanjut pada peserta demontransi damai di Myanmar.11
Aksi protes yang telah terjadi di Myanmar pada tanggal 23 September 2007
ketika, unjuk rasa dari kalangan masyarakat memprotes kenaikan harga bahan
bakar dan perekonomian yang tidak stabil membuat masyarakat ragu akan
pemerintahan junta militer dan membawanya dalam aksi protes tersebut.12
Periodesasi inilah yang dibuat acuan dalam penelitian ini karena perhatian
internasional terhadap penegakan HAM dan kebebasan yang terlalu ketat oleh
pemerintahan junta militer Myanmar.
10
Elise Potaka, “China’s Business Interests in Burma, seperti dikutip dalam, http://www.asiacalling.org/index.php/in/berita/index.php?option=com_content&view=article&id=1171:Cinas-business-interests-in-burma&catid=3:Cina&Itemid=204&lang=in. diakses pada pukul 21.03 WIB, tanggal 01 April 2010.
11 China and Russia Veto US/UK Backed Security Council Draft resolution on Myanmar”, dikutip dari http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=21228&Cr=myanmar&Cr1, diakses pada pukul 23.07 WIB, tanggal 03 Juni 2010.
12“Bangkit Kembali, Gerakan Pro-Demokrasi”, seperti yang dikutip dalam, http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=1&jd=Bangkit+Kembali%2C+Gerakan+Pro+Demokrasi+Birma&dn=20070927043237. diakses pada pukul 19.33. WIB, tanggal 16 Mei 2010.
Aksi tersebut kemudian didukung oleh kalangan pro demokrasi
(NLD/National League for Democracy)13 dan diikuti oleh para biksu Budha.
Namun, respon pemerintahan junta militer pimpinan Jenderal Than Shwe14
terhadap aksi unjuk rasa dilakukan dengan represif tidak terlalu dihiraukan.
Setidaknya terdapat 31 orang tewas dan ribuan orang lainnya ditahan pada aksi
demonstrasi yang melibatkan berbagai kalangan masyarakat di Myanmar.
Aksi protes besar – besaran juga sebelumnya pernah terjadi di Myanmar untuk
menolak rejim yang berkuasa pada 8 Agustus 1988.15 Aksi tersebut merupakan
aksi protes berdarah yang terjadi di Myanmar pertama kalinya karena rejim yang
berkuasa ketika itu menembakkan senjata ke arah pengunjuk rasa untuk
mengakhiri aksi protes tersebut yang mengakibatkan banyaknya korban yang
tewas.
Tindakan yang represif dari junta militer dalam menangani aksi unjuk rasa
dinilai sangat berlebihan karena, sampai menewaskan para pengunjuk rasa. Hal
ini, membuat dunia internasional menjatuhkan sanksi yang diawali oleh, Uni
Eropa yang menyetujui sanksi baru terhadap Myanmar pada 15 Oktober 2007. Di
antara sanksi tersebut adalah embargo ekspor kayu, barang tambang dan logam
kecuali minyak. Serta sanksi-sanksi lain berupa penerapan larangan bepergian
bagi politisi dan pemimpin militer Myanmar serta pembekuan asset-aset mereka di
Eropa.
13 Kalangan pro demokrasi yang menamakan diri National League for Democracy (NLD)
pimpinan Aung San Suu Kyi yang kini telah berganti nama menjadi National Coalition Government(NCG). Dimana NCG saat ini mempunyai agenda tunggal yaitu mengganti dengan segera rezim militer pimpinan Jenderal Than Shwe. “Aksi destabilisasi di Myanmar”, seperti dikutip dalam, http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=93&type=3. Diakses pada pukul 19.18. WIB, tanggal 2 April 2010.
14 Nama rejim pemerintahan junta Myanmar yang dipimpin ole Jenderal Than Shwe adalah The State Peace and Development Council (SPDC), Jenderal than shwe sendiri menggantikan rejim yang sebelumnya yaitu jendeal Saw Maung (dengan nama rejim SLORC) sejak 23 April 1992.
15 “Myanmar Kenang Demonstrasi 1988”, seperti dalam http://lipsus.kompas.com/grammyawards/read/2008/08/08/08513757/Myanmar.Kenang.Demonstrasi.1988, yang diakses pada pukul 22.05 WIB, tanggal 15 Mei 2010.
Ketidakterbukaan Myanmar atas masalah domestiknya, mendorong Uni Eropa
dan Amerika Serikat mempersoalkan dan membawa kasus ini ke dalam forum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Alasan untuk bersikap lebih keras ini
disebabkan gejolak di Myanmar yang berlarut-larut karena, jika hal ini terus
terjadi maka akan memunculkan masalah pengungsi yang pada gilirannya dapat
mengancam stabilitas regional.
Situasi dan kondisi di Myanmar hingga saat ini belum mendapatkan jalan
keluar, khususnya mengenai penghormatan dan perlindungan HAM yang tidak
berjalan dengan semestinya. Pemerintahan junta militer Myanmar yang tetap
mempertahankan status quo nya, menunjukkan bahwa pemerintahan junta militer
begitu otoriter hingga tidak memberikan ruang gerak pada kelompok masyarakat
untuk menyuarakan aspirasinya
Namun Cina memiliki kepentingan untuk tetap menyokong Pemerintahan
Junta Myanmar karena Cina bergantung banyak terhadap pasokan energi dari
Myanmar khususnya dalam bentuk gas alam dan keterlibatan Cina dalam proyek-
proyek besar pembangunan infrastruktur.16 Perusahaan-perusahan Cina sekarang
ini terlibat dalam sekitar 40 proyek-proyek hydropower dan sedikitnya 17 proyek
minyak dan gas daratan dan lepas pantai. Cina juga telah mengumumkan
rencananya untuk membangun jalur pipa dan gas sepanjang 2.400 km dari Arakan
di sebelah barat Myanmar ke provinsi Yunnan di Cina.17
Begitu pula sebaliknya, Myanmar merupakan salah satu negara yang
mengimpor persenjataannya dari Rusia dan Cina, termasuk diantaranya adalah
16 Anak Agung Banyu Perwita, Kapasitas ASEAN dalam Penyelesaian Konflik di Myanmar.
(Analisis CSIS. Vol.35. No. 2, 2006), hlm. 153-155.17 Mark Beeson, Sovereignty Under Siege: Globalization and the State in Southeast Asia.
Third World Quarterly. (Vol 42. No.2. 2003), hlm. 357-374.
peluncur multiple-rocket, pesawat tempur, dan pesawat tempur dengan peluru
kendali yang digunakan untuk kebutuhan militer Myanmar.18
Maka tidak mengherankan jika Cina menentang keputusan Dewan Keamanan
PBB untuk membawa permasalahan Myanmar dalam agenda DK PBB. Cina
secara diplomatis berpendapat bahwa permasalahan Myanmar merupakan urusan
dalam negeri yang dapat diselesaikan secara internal. Cina memiliki pengaruh
sangat signifikan di DK PBB karena memiliki hak veto seperti yang dimiliki
empat negara lainnya yaitu AS, Perancis, Rusia, dan Inggris.19
Bahkan, Cina mengutuskan utusan khusus untuk datang ke Myanmar
membicarakan krisis politik yang melanda Myanmar, untuk mendesak agar
pemerintahan junta Myanmar segera menyelesaikan krisis politik melalui dialog
dan segera mencapai stabilitas politik.20 Hal ini, membuktikan bahwa Cina sangat
serius terhadap kestabilan politik di Myanmar.
Pada Januari tahun 2008, Cina membantu memfasilitasi utusan khusus PBB
Ibrahim Ghambari untuk mengunjungi Myanmar. Utusan khusus PBB
mengunjungi Myanmar untuk melihat situasi dan keadaan di Myanmar setelah
terjadinya aksi unjuk rasa dan bentrokan antara militer dan pengunjuk rasa hingga
adanya korban yang tewas.21 Hal ini dilakukan Cina untuk mengurangi desakan
dari internasional yang menilai Cina tidak serius dalam membantu menyelesaikan
permasalahan politik yang terjadi di Myanmar dan terkesan membiarkan
pemerintahan junta militer Myanmar melakukan tindakan yang melanggar nilai-
18 Mark Beeson, Ibid, hlm. 154.19 Permasalahan Myanmar yang dibawa ke Dewan Keamanan (DK) PBB pada Januari 2007
oleh Amerika Serikat dan Inggris karena penahanan para aktivis pro demokrasi dan penahanan Aung San Suu Kyi agar menjadi agenda DK PBB yang kemudian di veto oleh Cina dan Rusia. Cina beralasan bahwa permasalahan Myanmar adalah permasalahan internal negara tersebut dan dapat diselesaikan oleh pemerintahnya sendiri tanpa adanya campur tangan dari dunia internasional (PBB).
20 Jason Qian dan Anne Wu : Cina’s foerign Policy in Myanmar. http://www.koreatimes.co.kr /www/news//2008/02/137_19046.html. diakses pada pukul 21.09 WIB, tanggal 09 April 2010.
21“Utusan PBB temui junta Militer”, seperti dalam http://www.dw-world.de/dw/article/0,,4434804,00.html, yang diakses pada pukul 18.04 WIB, tanggal 15 Mei 2010
nilai hak asasi manusia karena menindak para demonstran dengan tindakan yang
represif dan berlebihan.
1.2. Rumusan Permasalahan
Dengan melihat latar belakang yang penulis tulis diatas, maka penulis
beranggapan bahwa permasalahan politik internal di Myanmar sangat serius
sehingga, penulis melakukan penelitian ini dengan menggunakan teori kebijakan
luar negeri Cina dalam menanggapi permasalahan di Myanmar serta faktor –
faktor yang mempengaruhi kebijakan Cina di Myanmar.
Permasalahan politik internal Myanmar disebabkan karena, pemerintahan
junta milter terlalu mengekang rakyatnya dengan membuat perarturan-peraturan
yang otoriter sehingga, membuat rakyat Myanmar tidak dapat mengeluarkan
aspirasi mereka terhadap pemerintahan yang membuat kalangan Pro demokrasi
dan para biksu melakukan demonstrasi pada tahun 2007. Namun junta militer
menanggapi aksi tersebut dengan cara represif sehingga membuat para
demonstran ditahan dan tewas ketika aksi pembubaran oleh junta militer
Myanmar.
Hal tersebut, membuat dunia internasional mengecam dan memberikan sanksi
terhadap pemerintahan junta militer. Bahkan Uni Eropa dan Amerika Serikat
membawanya dalam forum PBB dan diajukan kedalam agenda sidang DK-PBB.
Dalam sidang agenda DK-PBB Cina dan Rusia memveto hal tersebut menjadi
agenda PBB. Kebijakan Cina dalam PBB tersebut membuat permasalahan
Myanmar tidak dapat diselesaikan di PBB.
Dari tulisan tersebut diatas, serta untuk membantu dalam mempelajari,
menganalisis, membatasi dan membahas kasus tersebut, maka penulis mengangkat
suatu pertanyaan, yaitu : ”Apa faktor – faktor yang melatar belakangi
kebijakan luar negeri Cina terkait dinamika politik internal Myanmar
periode 2007-2009?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan-kebijakan Cina
terkait dinamika politik internal yang terjadi di Myanmar serta faktor – faktor apa
saja yang melatarbelakangi kebijakan luar negeri Cina terhadap Myanmar.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Mengetahui permasalahan yang terjadi di Myanmar dan kebijakan-
kebijakan Cina yang terkait dinamika politik internal di Myanmar serta
faktor – faktor yang mempengaruhi kebijakan Cina di Myanmar.
b. Dapat memberikan pengetahuan dan menambah wawasan mengenai
kebijakan luar negeri Cina dan faktor – faktor yang mempengaruhi
kebijakan tersebut
c. Secara akademis, manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini adalah
membantu program studi Hubungan Internasional dalam memberikan
informasi dan data yang terkait permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini. Seperti halnya, dinamika politik internal yang terjadi di
Myanmar sehingga mendapat perhatian dunia internasional, kebijakan-
kebijakan Cina dan faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri
Cina.
1.5. Tinjauan pustaka
Terdapat beberapa tulisan yang terkait dengan permasalahan menegenai
kebijakan Cina di Myanmar. Seperti dalam tulisan Hak Li Yin yang berjudul,
”Journal of Contemporary China : re-interpret China’s non-intervention policy
towards Myanmar”, yang berisikan secara garis besar mengenai kritikan terhadap
kebijakan non – intervensi Cina, dalam hal ini terhadap Myanmar. Menjelaskan
mengenai berbagai usaha Cina untuk campur tangan dalam pemerintahan
Myanmar, ini menunjukkan bagaimana Cina berusaha untuk mencari kebijakan
intervensi baru dalam berurusan dengan negara seperti Myanmar. Cina juga
mempunyai kepentingan dengan menggunakan cara – cara yang lebih lunak yang
kontras dengan intervensi tradisional Barat, seperti sanksi ekonomi dan campur
tangan militer.22 Hal tersebut membuat masyarakat internasional kecewa atas
sikap Cina, yang dinilai tidak serius dalam meredakan konflik di Myanmar.
Tulisan selanjutnya, ditulis oleh Lye Liang Fook yang berjudul, ”Cina: An
International Journal : Cina's Policies towards Myanmar”, yang berisikan
mengenai kebijakan – kebijakan Cina di Myanmar. Terdapat enam tujuan
kebijakan dasar Cina di Myanmar seperti,23 mengamankan laut Cina selatan
sampai ke samudera Hindia yang bertujuan pengamanan akses kapal Cina yang
melewati rute tersebut, mempertahankan keamanan dan stabilitas daerah
perbatasan agar daerah perbatasan tidak ikut bergolak karena masalah politik
internal yang terjadi di Myanmar, meningkatkan keamanan energi karena terdapat
investasi berupa proyek – proyek sumber daya alam Cina yang sedang berjalan
22 Hak Li Yin, “Journal of Contemporary Cina” : : re-interpret Cina's non-intervention policy
toward Myanmar, vol. XVIII, 2009, hlm. 21.23 Lye Liang Fook, “Cina: An International Journal” : Cina's Policies towards Myanmar,
September 1, 2009, hlm. 15.
dengan pemerintah junta militer Myanmar yang berkuasa, meningkatkan
kerjasama ekonomi antara Cina – Myanmar, membatasi pengaruh India dalam
bidang ekonomi dan perdagangan, memelihara hubungan persaudaraan dengan
Myanmar yang selama ini telah berjalan baik agar tidak terganggu dengan
permasalahan internal Myanmar.
Dalam tulisan Bantarto Bandoro yang berjudul, ” Myanmar dan Negara -
negara Ekstra Regional”, yang menjelaskan mengenai kepentingan negara –
negara besar di dekat Myanmar seperti, Cina dan India.24 Bagi India Myanmar
bertindak sebagai “jembatan antara Asia Selatan dan Asia Tenggara” dan bagi
Cina memberikan akses ke Teluk Benggal, dan pada akhirnya ke Selat Malaka.
Jadi perdamaian dan stabilitas di Myanmar tidak hanya penting bagi bangsa
Myanmar, melainkan juga bagi kawasan maupun dunia internasional, dan
seberapapun kuatnya tekanan negara - negara Barat terhadap Myanmar, pemimpin
junta akan tetap aman selama ada proteksi politik yang diberikan oleh Cina dan
India. Karena kedua negara mempunyai kepntingan yang cukup besar di
Myanmar.
Dalam tulisan DS. Rajan yang berjudul, ”Cina’s Policy Towards
Myanmar”,25 yang menjelaskan mengenai kebijakan Cina berhubungan dengan
ekonomi, politik, keamanan dan kebutuhan energi. Selanjutnya juga dijelaskan
mengenai tiga faktor pendorong yang melatar belakangi kebijakan Cina di
Myanmar. Pertama, Cina memandang bahwa stabilitas di Myanmar sangat penting
bagi pembangunan dan bahwa hal itu juga berkontribusi terhadap keamanan
perbatasannya dengan Myanmar di mana hidup penduduk etnis Cina yang cukup
24 Bantarto Bandoro, Myanmar dan Negara-negara Ekstra Regional, Analisis CSIS, 2006,
Vol. 35, No. 2, hlm. 14525
D. S. Rajan, Cina’s Policy Towards Myanmar, Chennai Centre for China Studies, The Center for Asia Studies, Chennai, 2009.
besar. Kedua, kebutuhan akan sumber daya energi, Cina sedang membangun
jaringan pipa dari Myanmar ke perbatasan propinsi Yunnan, Cina sebagai
alternatif dari pengiriman sumber daya melalui Selat Malaka yang rawan
pembajakan. Ketiga, strategisnya Myanmar sebagai sebuah jalur komunikasi
untuk melindungi kapal – kapal pengangkut energi Cina.
Selanjutnya, tulisan Fan Hongwei, yang berjudul “Sino–Burmese relations
1949-1954”,26 yang menjelaskan mengenai hubungan antara Cina dan Myanmar
pada masa awal kemerdekaan dimana Myanmar merupakan negara non-sosialis
pertama yang mendukung kemerdekaan Cina yang kemudian diikuti dengan
perjanjian saling tidak ikut campur masalah dalam negeri salah satu negara.
Dimana sebelum perjanjian tersebut pemimpin kedua negara saling mengunjungi
hingga tercapainya perjanjian yang ditandatangani di Myanmar pada bulan juni
1954. Dengan adanya perjanjian tersebut Myanmar tidak perlu khawatir akan
ancaman Cina di masa depan. Hal ini, terbukti dengan tidak ikut campurnya Cina
dalam permasalahan politik yang menimpa Myanmar bahkan Cina menolak
permasalahan internal Myanmar di intervensi oleh negara-negara luar.
1.6. Kerangka Teori
Untuk menganalisa suatu permasalahan dalam ilmu hubungan internasional
membutuhkan teori, yang merupakan penjelasan paling umum mengapa sesuatu
itu terjadi dan kapan peristiwa tersebut akan terjadi lagi. Dengan kata lain, teori
26 Fan Hongwei, Sino-Burmese Relations 1949-1954, Institute of China Studies University of
Malaya, 2008.
dapat dipergunakan sebagai alat eksplanasi dan alat prediksi.27 Atau lebih jelasnya
dipaparkan bahwa teori berfungsi untuk memahami, memberikan kerangka
hipotesis secara logis, disamping menjelaskan maksud terhadap berbagai
fenomena-fenomena yang ada.
Tanpa menggunakan teori, maka fenomena-fenomena serta data-data yang ada
akan sulit dimengerti. Dan disisi lain teori juga dapat berupa sebuah bentuk
pernyataan yang menghubungkan beberapa konsep secara logis dan sistematis.28
Teori yang penulis pakai untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan yang ada
pada rumusan masalah yaitu teori kebijakan luar negeri dan konsep kepentingan
nasional.
1.6.1. Teori Kebijakan Luar Negeri
Dalam perspektif Realis, tujuan nasional dalam kebijakan luar negeri
suatu negara dipengaruhi oleh perilaku internasional, seperti keamanan,
kapabilitas militer, aliansi negara, dan balance of power.29 Sementara itu
Christopher Hill dan Margot Light menyatakan bahwa kebijakan luar negeri
sama halnya dengan bola billiard, dimana kebijakan luar negeri berada pada
posisi sebagai determinan utama.30
Kebijakan luar negeri dalam Interdepedency Theorists lebih
ditekankan pada ekonomi politik internasional, politik domestik dan
fluctuations kepentingan nasional dan strategi diplomasi. Dimana dinamika
27 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metodologi, LP3ES, Jakarta,
1990, hlm. 217.28 Jack C. Plano and Roy Olton, The International Relations. California Press, 1992, hlm. 7.29 Morghentau, Hans, dan Kenneth Thompson, Politics Among Nations, 6th ed, New York :
Alfred Knopf.30 Hill, Christoper, dan Margot light, Foreign Policy Analysis, dalam Margot Light dan A. J.
R. Groom (eds), International Relations: A Handbook of Current Theory, London: Frances Pinter; and Boulder, Colorado, Lynne Rienner, hlm. 157.
politik domestik merupakan masalah dalam proses pengambilan keputusan
kebijakan luar negeri.31
Definisi kebijakan luar negeri menurut Holsti (1992), adalah :
”Gagasan atau tindakan yang dirancang oleh pembuat keputusan suatu negara untuk menyelesaikan permasalahan maupun mempromosikan sejumlah perubahan, pada perilaku sebuah atau beberapa aktor negara lain maupun non negara; ataupun juga mengubah atau mempertahankan sebuah objek, kondisi atau praktik di lingkungan eksternal (Holsti, 1992: 82, 269). 32
Maka bila dijabarkan, substansi kebijakan luar negeri suatu negara
dipengaruhi oleh (i) faktor-faktor konteks eksternal yang meliputi: struktur
sistem internasional; struktur ekonomi dunia; tujuan dan kebijakan negara
lain; masalah-masalah global dan regional yang ditimbulkan oleh aktivitas
perorangan; serta hukum internasional dan opini dunia,33 (ii) faktor-faktor
politik domestik, yang meliputi berbagai kebutuhan atau kepentingan sosio-
ekonomi dan keamanan; karakter geografis; atribut nasional; struktur
pemerintahan; opini publik; birokrasi; serta pertimbangan etis,34 (iii) pengaruh
persepsi dan perilaku para aktor pembuat kebijakan meliputi, citra, perilaku,
nilai, doktrin, ideologi, analogi dan bahkan kepribadian.
James N. Rosenau mengemukakan bahwa situasi dan kondisi
lingkungan (internal dan eksternal) saling berinteraksi dalam proses
pembentukan kebijakan luar negeri sebuah negara. Keterkaitan antara aspek
nasional dan internasional (internal dan eksternal) digunakan sebagai variabel
bebas. Sedangkan, kebijakan luar negeri suatu negara digunakan sebagai
31 George, Alexande L., Presidential Decisionmaking in Foreign Policy, Boulder, Colorado:
Westview Press, hlm. 114.32 Kalevi J. Holsti, International Poltics : A Framework for Analysis, 6th ed, New Jersey:
Prentice Hall Internaional, 1992.33 Ibid. hlm. 271-30234 Ibid. hlm. 271-274
variabel terikat.35 Selajutnya, Rosenau juga mengemukakan bahwa keterkaitan
antara aspek internal dan eksternal memberikan input dalam kebijakan luar
negeri suatu negara.36
Sejalan dengan pendekatan Rosenau dan Holsti diatas, Samuel S. Kim
secara garis besar mengemukakan bahwa ada tiga pendekatan utama yang
menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar
negeri Cina. Pertama, pendekatan internal (domestic/societal), kedua, adalah
pendekatan eksternal (external/systemic), dan yang ketiga, adalah keterkaitan
antara faktor internal dan eksternal (domestic and external linkages).37
Dalam pendekatan internal dikemukankan bahwa kebijakan luar negeri
Cina hanya ditentukan oleh faktor internal seperti, warisan sejarah,
kepemimpinan, politik dalam negeri, kepentingan nasional, ideologi dan
kemampuan. Sedangkan, pendekatan eksternal mengemukakan bahwa tingkah
laku Cina di dunia internasional kedudukannya ditentukan dalam sistem
internasional dan kebijakan luar negeri Cina lebih karena reaksi tehadap
lingkungan internasional.38
Dalam pendekatan ketiga, yang merupakan keterkaitan antara faktor
internal dan eksternal. Dimaksudkan bahwa kebijakan luar negeri Cina
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal secara bersamaan. Dimana,
kedua faktor tersebut saling berinteraksi selama proses pembuatan keputusan.
35 James N. Rosenau, “Introduction : New Directions and Recurrent Questions in the
Comparative Study of Foreign Policy”, New Directions in the Study of Foreign policy, eds. Charles F. Hermann, Charles W. Kegley, Jr, James N. Rosenau , Boston : Allen & Unwia, 1987, hlm. 1.
36 James N. Rosenau, Lingkage Politics : Essays on the Convergence of National and International Systems, New York : The Free Press, 1969, hlm. 1-16
37 Samuel S. kim, “Cina and the World in Theory and Practice, “Cina and the World : Chinese Foreign Relations in the post-Cold War Era, eds. Samuel S. Kim Boulder : Westview Press, Inc, 1994, hlm. 21.
38 Ibid
Pendekatan yang digunakan dalam tulisan penelitian ini adalah
keterkaitan faktor internal dan eksternal. Untuk memperoleh gambaran yang
lebih jelas mengenai pendekatan tersebut, penulis akan menggunakan model
sistem kebijakan luar negeri Cina yang diajukan Samuel S. Kim sebagai
berikut
Bagan 1.1. Model Sistem Kebijakan Luar Negeri Cina
INPUTS PROSES OUTPUTS
(Varibel Bebas) (Variabel Mediasi) (VariabelTerikat)
Faktor Internal
Pembuatan keputusan
Sumber : Bagan diatas merupakan penyederhanaan dari bagan yang dibuat oleh Samuel S. Kim. Lihat dalam, Samuel S. Kim, ”Chinese Foreign Policy Behavior, ”China and the World : Chinese Foreign Policy in the Post-Mao Era, ed. Samuel S. Kim (Boulder : Westview Press, Inc, 1984), hlm. 6.
Selanjutnya, Samuel S. Kim menjelaskan bahwa pola keterkaitan
antara faktor internal dan eksternal berada dalam variabel mediasi, yaitu dalam
Pernyataan kebijakan
Faktor Eksternal
Pelaksanaankebijakan
Umpan balik kebijakan(policy feedback)
Lingkungan internal
Lingkungan eksternal
tahap pembuatan keputusan, dimana dalam tahap tersebut elite pembuat
keputusan di Cina mendefinisikan situasi dan menentukan tujuan dan strategi
kebijakan luar negerinya. Seperti yang terlihat diatas, variabel mediasi berada
diantara variabel bebas dan terikat. Hal ini untuk meletakkan dasar
pengetahuan analitis mengenai pendefinisian situasi serta perumusan tujuan
dan strategi kebijakan luar negeri oleh para pembuat keputusan di Cina.
Pada tahap kebijakan, Samuel Kim mengemukakan bahwa retorika
kebijakan luar negeri Cina atau proyeksi pemikiran Cina secara ideal
mengenai kebijakan luar negerinya ”selalu” didasarkan pada politik luar
negeri bebas dan lima prinsip hidup berdampingan secara damai, serta ”tidak
pernah” didasarkan pada ambisi hegemoni. Namun menurut Samuel Kim,
realita menunjukkan bahwa dalam kasus tertentu, pelaksanaan kebijakan luar
negeri yang dilakukan Cina tidak konsisten atau berseberangan dengan
retorikanya.39
Selanjutnya Samuel S. Kim menyatakan bahwa umpan balik kebijakan
mungkin penting untuk menentukan apakah kebijakan luar negeri Cina dapat
menyesuaikan diri atau tidak. Umpan balik tersebut akan menjadi masukan
bagi para elite dalam proses pembuatan keputusan.40
Selain Samuel Kim dan Rosenau, Robert Putnam menjelaskan
mengenai ketekaitan antara faktor internal dan eksternal dalam kebijakan luar
negeri yang saling bergantung dan tumpang tindih dalam tujuan nasional dan
sistem nasional. Putnam juga mengatakan bahwa proses kebijakan luar negeri
dapat lebih baik untuk dipahami dalam dua level, yaitu faktor internasional
39 Samuel S. Kim, Chinese Foreign policy Behavior, “Cina and the world : Chinese Foreign
Policy in the Post-Mao Era, ed. Samuel S. Kim, Boulder : Westview Press, Inc, 1984, hlm. 8.40 Samuel S. Kim, Cina and the World in theory and Practice, Op cit, hlm. 30-31.
(eksternal) dan faktor dometik (internal).41 Dalam kebijakan luar negeri
terdapat single-level analysis dan multi-level analysis.
Namun, dalam penelitian ini akan digunakan single-level analysis
karena melihatnya dalam sudut pandang negara atau level tertinggi, bukan
pada level analisis lingkungan para pembuat kebijakan luar negeri (multi-level
analysis).42 Dalam single-level analysis terdapat macro level yang
menjelaskan mengenai internasional (Struktur dan sistem) dan determinan
domestik (institusi dalam proses kebijakan luar negeri).43
Tabel 2.1. The International-Domestic Linkage
Input OutputExternal factors
PlusInternal factors
Foreign Policy
Source: Quangsheng Zhao, Interpreting Chinese Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press, 1996, hlm. 19.
Dari tabel diatas terlihat bahwa faktor eksternal dan internal tergabungkan dan
menjadi nilai tambah bagi kebijakan luar negeri Cina. Kedua faktor tersebut saling
memiliki ketergantungan sehingga kebijakan luar negeri Cina memiliki kepentingan
nasional dan diiringi dengan pengaruh internasional. Kemudian, dalam turunan dari
keterkaitan eksternal dan internal
Tabel 3.1. Single-Level Analysis Approaches
Type Input OutputType A International Constraints
(structure and system)Foreign Policy
Type B Domestic Determinants (society and institutions)
Foreign Policy
Type C Decision-makers’ Influence (psychological
Foreign Policy
41 Robert Putnam, Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two Level Games, dalam
Evans, Peter, Harold Jacobson, and Robert Putnam (eds), Double-Edged Diplomacy: International Bargaining and Domestic Politics, Berkeley: University of California Press, 1993.
42 Quangsheng Zhao, Interpreting Chinese Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press, 1996, hlm. 9-15.
43 Quangsheng Zhao, Ibid, hlm. 19-23.
and ideological factors)
Source: Quangsheng Zhao, Interpreting Chinese Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press, 1996, hlm. 10.
Tabel 4.1. The Micro-Macro Linkage Approach
Input OutputMacro-level: International Constraints Domestic determinants
(structure and system) (society and institutions) Foreign policy
Micro-level: Decision-makers
Source: Quangsheng Zhao, Interpreting Chinese Foreign Policy: The Micro-Macro Linkage Approach, Oxford University Press, 1996, hlm. 23.
Pada tabel 3.1. mengenai single-level analysis, penelitian ini akan menggunakan
tipe A dan B karena tipe A dan B sebagai macro analysis dalam single-level
analysis.44 Tipe A merupakan permulaan yang harus diperhatikan dalam kebijakan
luar negeri Cina seperti struktur dan sistem internasional. Sementara itu, tipe B lebih
difokuskan pada faktor internal atau kepentingan nasional Cina. Dalam penelitian ini
akan digunakan tipe macro-level analysis seperti pada tabel diatas (4.1.) mengenai
kedudukan macro-level. Dimana internal dan eksternal saling berkaian untuk
terjadinya kebijakan luar negeri Cina.
1.7. Model Analisis
1.7.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri
Cina
Variabel Bebas Variabel Terikat
44Lebih jelas lagi, perbedaan makro dan mikro analisis dalam kebijakan luar negeri Cina dapat
dilihat dalam Robert Putnam, Ibid, hlm. 18.
Faktor Internal
Stabilitas politik,
ekonomi dan keamanan
energi
1.7.2. Proses pengambilan keputusan Republik Rakyat Cina
Input Proses Pengambilan Keputusan Input (Decision Making Process (DMP))
Proses
pembuatan
keputusan
Kebijakan luar negeri
Cina terkait dinamika
politik internal Myanmar
Faktor Eksternal
Desakan PBB
Kebijakan Amerika Serikat
dan Uni Eropa
Faktor Eksternal
Faktor Internal
Lingkungan Lingkungan Eksternal Internal
Feedback
Kebijakan Luar Negeri Feedback
Operasionalisasi Kebijakan Tujuan Nasional Output
Keterangan : garis Feedback, (garis lingkungan eksternal dan internal), (garis DMP). Faktor eksternal dan internal saling mempengaruhi DMP di Cina. Dalam bagan diatas dibuat secara hirarki dimana Kongres Partai Komunis Cina mengusulkan rancangan kebijakan luar negeri (KLN) yang kemudian diserahkan kepada NPC. NPC kemudian meminta persetujuan kepada Komite Partai Komunis. Setelah disetujui oleh Komite Partai Komunis di serahkan kembali ke NPC untuk ditinjau, NPC kemudian menyerahkannya kepada Dewan Negara untuk di pertimbangkan. Dewan Negara kemudian mengembalikan lagi kepada NPC yang kemudian menyetujui (KLN) tersebut bersama dengan Presiden. Setelah menjadi KLN, kebijakan tersebut akan mengacu pada faktor eksternal (tempat dimana kebijakan tersebut diterapkan dan faktor internal yang menjadi tujuan nasional.
1.8. Alur Pemikiran
Permasalahan dinamika politik di Myanmar (hubungan
antara pemerintahan junta militer Myanmar dengan
gerakan pro demokrasi)
Kongres Partai Komunis Cina
National People’s Congress (NPC)
Presiden dan National People’s Congress(NPC)
Dewan Negara (Perdana Menteri, Wakil Perdana Menteri, Gubernur Bank
Sentral, Menteri-Menteri)
Komite Partai komunis Cina
(Sekretaris Jenderal, Anggota
Tetap, Komisi Militer Pusat)
Fokus
Analisa
Fokus
Analisa
1.9. Operasionalisasi Konsep
Konsep Variabel Dimensi Indikator
Kebijakan luar
negeri dan Linkage
Theory
(keterkaitan faktor
eksternal dan
Kebijakan luar
negeri Cina terkait
dinamika politik
internal Myanmar
Mendukung
pemerintahan
junta militer
Myanmar
Faktor internal
Veto Cina di
DK-PBB
Referendum
Rancangan
konstitusi
Myanmar
Stabilitas
keamanan
Kebijakan luar negeri Cina
terhadap Myanmar 2007-2009
Faktor eksternal yang
mempengaruhi
kebijakan luar negeri
Cina
Faktor internal yang
mempengaruhi
kebijakan luar negeri
Cina
faktor internal)
Faktor – faktor
yang
mempengaruhi
kebijakakan
Faktor
eksternal
wilayah
perbatasan Cina-
Myanmar dan
keamanan energi
Desakan PBB
dalam
penanganan
HAM dan
peradilan Aung
San Suu Kyi
Sanksi ekonomi
Amerika Serikat
dan Uni Eropa
1.10. Asumsi
Dalam permasalahan dinamika politik internal Myanmar yang ditinjau dari
kebijakan luar negeri Cina, penulis berasumsi bahwa :
a. Cina selalu mendukung dan mempunyai pengaruh yang besar dalam
pemerintahan junta militer Myanmar
b. Kebijakan Cina di Myanmar untuk mencapai tujuan nasional Cina
seperti, stabilitas di daerah pebatasan dan keamanan energi
c. Kebijakan Cina juga untuk melindungi Myanmar agar Amerika
Serikat, Uni Eropa dan PBB tidak turut campur dalam permasalahan
politik yang terjadi di Myanmar
1.11. Metode Penelitian
a. Jenis penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
eksplanatif, yaitu penulis memberikan suatu gambaran secara jelas dan
konkret mengenai kebijakan luar negeri Cina terkait dinamika politik
Myanmar serta faktor – faktor kebijakan luar negeri Cina.
b. Jenis Data
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang berasal dari literatur-literatur yang didapatkan dari
berbagai sumber seperti perpustakaan dan internet.
c. Data Penelitian
Data penelitian untuk menganalisa digunakan teknik analisa kualitatif
dengan menghubungkan data yang ada dengan data yang memiliki
hubungan saling keterkaitan yang dapat mendukung permasalahan
yang sedang diteliti.
d. Model Penelitian
Model penelitian dalam skripsi ini adalah model penelitian studi kasus
dengan menggunakan teori untuk menganalisa dan menjawab
permasalahan.
e. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis lebih banyak melakukan penelitian
kepustakaan (library research) dengan mencari dan mengumpulkan data
- data sekunder berupa buku-buku, jurnal dan referensi dari tulisan
penelitian lain yang sejenis.
f. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
konsektual dan kategorial yaitu dengan cara mencocokkan model
analisis dengan operasionalisasi konsep.
g. Unit Analisis
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
negara, dalam hal ini kebijakan luar negeri Cina dengan menggunakan
Macro Analysis dalam single-level analysis.
1.12. Sistematika Pembabakan
Dalam penelitian ini, penulis menjabarkannya sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Berisikan mengenai penjelasan dari pendahuluan seperti, latar
belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, model analisis,
operasionalisasi konsep dan metode penelitian.
Bab II : Kebijakan Luar Negeri Cina Terkait Dinamika Politik Internal
Myanmar 2007-2009
Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai apa saja landasan
dasar dan bentuk kebijakan luar negeri Cina sebelum dan setelah aksi
protes yang terjadi di Myanmar hingga penjatuhan sanksi dari dunia
internasional terhadap Myanmar
Bab III : Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri
Cina Terhadap Myanmar
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai faktor internal
dan faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Cina
terhadap Myanmar.
Bab IV : Penutup
Dalam bab ini berisikan kesimpulan terkait kebijakan Cina di
Myanmar dari penulis.